Anda di halaman 1dari 8

1.

Geomorfologi Regional

Berdasarkan morfologi tektonik (litologi dan pola struktur), maka wilayah Jawa
bagian timur (meliputi Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur) dapat dibagi mejadi
beberapa zona fisografis (van Bemmelen, 1949) yakni : Zona Pegunungan
Selatan, Zona Solo atau Depresi Solo, Zona Kendeng, Depresi Randublatung, dan
Zona Rembang.
Zona Kendeng meliputi deretan pegunungan dengan arah memanjang barattimur yang terletak langsung di sebelah utara sub zona Ngawi. Pegunungan ini
tersusun oleh batuan sedimen laut dalam yang telah mengalami deformasi
secara intensif membentuk suatu antiklinorium. Pegunungan ini mempunyai
panjang 250 km dan lebar maksimum 40 km (de Genevraye & Samuel, 1972)
membentang dari gunungapi Ungaran di bagian barat ke timur melalui Ngawi
hingga daerah Mojokerto. Di bawah permukaan, kelanjutan zona ini masih dapat
diikuti hingga di bawah selatan Madura.
Ciri morfologi Zona Kendeng berupa jajaran perbukitan rendah dengan morfologi
bergelombang, dengan ketinggian berkisar antara 50 hingga 200 meter. Jajaran
yang berarah barat-timur ini mencerminkan adanya perlipatan dan sesar naik
yang berarah barat-timur pula. Intensitas perlipatan dan anjakan yang
mengikutinya mempunyai intensitas yang sangat besar di bagian barat dan
berangsur melemah di bagian timur. Akibat adanya anjakan tersebut, batas dari
satuan batuan yang bersebelahan sering merupakan batas sesar. Lipatan dan
anjakan yang disebabkan oleh gaya kompresi juga berakibat terbentuknya
rekahan, sesar dan zona lemah yang lain pada arah tenggara-barat laut, barat
daya-timur laut dan utara-selatan.
Proses eksogenik yang berupa pelapukan dan erosi pada daerah ini berjalan
sangat intensif, selain karena iklim tropis juga karena sebagian besar litologi
penyusun Mandala Kendeng adalah batulempung-napal-batupasir yang
mempunyai kompaksitas rendah, misalnya pada formasi Pelang, Formasi Kerek
dan Napal Kalibeng yang total ketebalan ketiganya mencapai lebih dari 2000
meter.
Karena proses tektonik yang terus berjalan mulai dari zaman Tersier hingga
sekarang, banyak dijumpai adanya teras-teras sungai yang menunjukkan adanya
perubahan base of sedimentation berupa pengangkatan pada Mandala Kendeng
tersebut. Sungai utama yang mengalir di atas Mandala Kendeng tersebut adalah
Bengawan Solo yang mengalir mulai dari utara Sragen ke timur hingga Ngawi, ke
utara menuju Cepu dan membelok ke arah timur hingga bermuara di Ujung
Pangkah, utara Gresik. Sungai lain adalah Sungai Lusi yang mengalir ke arah
barat, dimulai dari Blora, Purwodadi dan terus ke barat hingga bermuara di
pantai barat Demak-Jepara.

2. Stratigrafi Regional

Stratigrafi penyusun Zona Kendeng merupakan endapan laut dalam di bagian


bawah yang semakin ke atas berubah menjadi endapan laut dangkal dan
akhirnya menjadi endapan non laut. Endapan di Zona Kendeng merupakan
endapan turbidit klastik, karbonat dan vulkaniklastik. Stratigrafi Zona Kendeng
terdiri atas 7 formasi batuan, urut dari tua ke muda sebagai berikut (Harsono,
1983 dalam Rahardjo 2004) :
1. Formasi Pelang
Formasi ini dianggap sebagai formasi tertua yang tersingkap di Mandala
Kendeng. Formasi ini tersingkap di Desa Pelang, Selatan Juwangi. Tidak jelas
keberadaan bagian atas maupun bawah dari formasi ini karena singkapannya
pada daerah upthrust ,berbatasan langsung dengan formasi Kerek yang lebih
muda. Dari bagian yang tersingkap tebal terukurnya berkisar antara 85 meter
hingga 125 meter (de Genevraye & Samuel, 1972 dalam Rahardjo, 2004).
Litologi utama penyusunnya adalah napal, napal lempungan dengan lensa
kalkarenit bioklastik yang banyak mengandung fosil foraminifera besar.
2. Formasi Kerek
Formasi Kerek memiliki kekhasan dalam litologinya berupa perulangan
perselang-selingan antara lempung, napal, batupasir tuf gampingan dan
batupasir tufaan. Perulangan ini menunjukkan struktur sedimen yang khas yaitu
perlapisan bersusun (graded bedding). Lokasinya berada di Desa Kerek, tepi
sungai Bengawan Solo, 8 km ke utara Ngawi. Di daerah sekitar lokasi tipe
formasi ini terbagi menjadi tiga anggota (de Genevraye & Samuel, 1972 dalam
Rahardjo, 2004), dari tua ke muda masing-masing :
a. Anggota Banyuurip
Anggota Banyuurip tersusun oleh perselingan antara napal lempungan, lempung
dengan batupasir tuf gampingan dan batupasir tufaan dengan total ketebalan
270 meter. Di bagian tengahnya dijumpai sisipan batupasir gampingan dan
tufaan setebal 5 meter, sedangkan bagian atasnya ditandai dengan adanya
perlapisan kalkarenit pasiran setebal 5 meter dengan sisipan tuf halus. Anggota
ini berumur N10 N15 (Miosen tengah bagian tengah atas).
b. Anggota Sentul
Anggota Sentul tersusun atas perulangan yang hampir sama dengan anggota
Banyuurip, tetapi lapisan yang bertuf menjadi lebih tebal. Ketebalan anggota

Sentul mencapai 500 meter. Anggota Sentul berumur N16 (Miosen atas bagian
bawah).
c. Anggota Batugamping Kerek
Merupakan anggota teratas dari formasi Kerek, tersusun oleh perselingan antara
batugamping tufaan dengan perlapisan lempung dan tuf. Ketebalan anggota ini
mencapai 150 meter. Umur batugamping kerek ini adalah N17 (Miosen atas
bagian tengah).
3. Formasi Kalibeng
Formasi ini terbagi menjadi dua bagian yaitu bagian bawah dan bagian atas.
Bagian bawah formasi Kalibeng tersusun oleh napal tak berlapis setebal 600
meter, berwarna putih kekuning-kuningan sampai abu-abu kebiru-biruan, kaya
akan kanndungan foraminifera plangtonik.
a. Formasi Kalibeng bagian bawah
Formasi Kalibeng bagian bawah ini terdapat beberapa perlapisan tipis batupasir
yang ke arah Kendeng bagian barat berkembang menjadi suatu endapan aliran
rombakan, yang disebut sebagai Formasi Banyak (Harsono, 1983 dalam
Rahardjo, 2004) atau anggota Banyak dari formasi Kalibeng (Nahrowi dan
Suratman, 1990 dalam Rahardjo, 2004), ke arah Jawa Timur, yaitu di sekitar
Gunung Pandan, Gunung Antasangin dan Gunung Soko, bagian atas formasi ini
berkembang sebagai endapan vulkanik laut yang menunjukkan struktur turbidit.
Fasies tersebut disebut sebagai anggota Antasangin (Harsono, 1983 dalam
Rahardjo, 2004).
b. Formasi Kaliben bagian atas
Bagian atas dari formasi ini oleh Harsono (1983) disebut sebagai Formasi Sonde,
yang tersusun mula-mula oleh anggota Klitik yaitu kalkarenit putih kekuningkuningan, lunak, mengandung foraminifera plangtonik maupun besar, moluska,
koral, algae dan bersifat napalan atau pasiran dengan berlapis baik. Bagian
paling atas tersusun atas breksi dengan fragmen gamping berukuran kerikil dan
semen karbonat. Kemudian disusul endapan napal pasiran, semakin keatas
napalnya bersifat semakin bersifat lempungan. Bagian teratas ditempati oleh
lempung berwarna hijau kebiru-biruan. Formasi Sonde ini ditemukan sepanjang
sayap lipatan bagian selatan antiklinorium Kendeng dengan ketebalan berkisar
27 589 meter dan berumur Pliosen (N19 N21).
4. Formasi Pucangan
Formasi Pucangan ini mempunyai penyebaran yang cukup luas. Di Kendeng
bagian barat satuan ini tersingkap luas antara Trinil dan Ngawi. Di Mandala
Kendeng yaitu daerah Sangiran, Formasi Pucangan berkembang sebagai fasies
vulkanik dan fasies lempung hitam. Fasies vulkaniknya berkembang sebagai
endapan lahar yang menumpang diatas formasi Kalibeng. Fasies lempung
hitamnya berkembang dari fasies laut, air payau hingga air tawar. Di bagian

bawah dari lempung hitam ini sering dijumpai adanya fosil diatomae dengan
sisipan lapisan tipis yang mengandung foraminifera bentonik penciri laut
dangkal. Semakin ke atas akan menunjukkan kondisi pengendapan air tawar
yang dicirikan dengan adanya fosil moluska penciri air tawar.
5. Formasi Kabuh
Formasi ini mempunyai lokasi tipe di desa Kabuh, Kec. Kabuh, Jombang. Formasi
ini tersusun oleh batupasir dengan material non vulkanik antara lain kuarsa,
berstruktur silang siur dengan sisipan konglomerat, mengandung moluska air
tawar dan fosil-fosil vertebrata. Formasi ini mempunyai penyebaran geografis
yang luas. Di daerah Kendeng barat formasi ini tersingkap di kubah Sangiran
sebagai batupasir silang siur dengan sisipan konglomerat dan tuf setebal 100
meter. Batuan ini diendapkan fluvial dimana terdapat struktur silang siur,
maupun merupakan endapan danau karena terdpaat moluska air tawar seperti
yang dijumpai di Trinil.
6. Formasi Notopuro
Formasi ini mempunyai lokasi tipe di desa Notopuro, Timur Laut Saradan, Madiun
yang saat ini telah dijadikan waduk. Formasi ini terdiri atas batuan tuf
berselingan dengan batupasir tufaan, breksi lahar dan konglomerat vulkanik.
Makin keatas sisipan batupasir tufaan semakin banyak. Sisipan atau lensa-lensa
breksi volkanik dengan fragmen kerakal terdiri dari andesit dan batuapung juga
ditemukan yang merupakan cirri formasi Notopuro. Formasi ini terendapkan
secara selaras diatas formasi Kabuh, tersebar sepanjang Pegunungan Kendeng
dengan ketebalan lebih dari 240 meter. Umur dari formasi ini adalah Plistosen
akhir dan merupakan endapan lahar di daratan.
7. Endapan undak Bengawan Solo
Endapan ini terdiri dari konglomerat polimik dengan fragmen napal dan andesit
disamping endapan batupasir yang mengandung fosil-fosil vertebrata. di daerah
Brangkal dan Sangiran, endapan undak tersingkap baik sebagai konglomerat dan
batupasir andesit yang agak terkonsolidasi dan menumpang di atas bidang erosi
pada Formasi Kabuh maupun Notopuro.

3. Struktur Geologi Regional


Deformasi pertama pada Zona Kendeng terjadi pada akhir Pliosen (Plio
Plistosen), deformasi merupakan manifestasi dari zona konvergen pada konsep
tektonik lempeng yang diakibatkan oleh gaya kompresi berarah relatif utara
selatan dengan tipe formasi berupa ductile yang pada fase terakhirnya berubah
menjadi deformasi brittle berupa pergeseran blok blok dasar cekungan Zona
Kendeng. Intensitas gaya kompresi semakin besar ke arah bagian barat Zona
Kendeng yang menyebabkan banyak dijumpai lipatan dan sesar naik dimana
banyak zona sesar naik juga merupakan kontak antara formasi atau anggota
formasi.
Deformasi Plio Plistosen dapat dibagi menjadi tiga fase/ stadia, yaitu; fase
pertama berupa perlipatan yang mengakibatkan terbentuknya Geantiklin
Kendeng yang memiliki arah umum barat timur dan menunjam di bagian
Kendeng Timur, fase kedua berupa pensesaran yang dapat dibagi menjadi dua,
yaitu pensesaran akibat perlipatan dan pensesaran akibat telah berubahnya
deformasi ductile menjadi deformasi brittle karena batuan telah melampaui
batas kedalaman plastisnya. Kedua sesar tersebut secara umum merupakan
sesar naik bahkan ada yang merupakan sesar sungkup. Fase ketiga berupa
pergeseran blok blok dasar cekungan Zona Kendeng yang mengakibatkan
terjadinya sesar sesar geser berarah relatif utara selatan.
Deformasi kedua terjadi selama kuarter yang berlangsung secara lambat dan
mengakibatkan terbentuknya struktur kubah di Sangiran. Deformasi ini masih
berlangsung hingga saat ini dengan intensitas yang relatif kecil dengan bukti
berupa terbentuknya sedimen termuda di Zona Kendeng yaitu Endapan Undak.
Secara umum struktur struktur yang ada di Zona Kendeng berupa :
1. Lipatan Lipatan yang ada pada daerah Kendeng sebagian besar berupa lipatan
asimetri bahkan beberapa ada yang berupa lipatan overturned. Lipatan lipatan

di daerah ini ada yang memiliki pola en echelon fold dan ada yang berupa
lipatan lipatan menunjam. Secara umum lipatan di daerah Kendeng berarah
barat timur.

2. Sesar Naik Sesar naik ini biasa terjadi pada lipatan yang banyak dijumpai di
Zona Kendeng, dan biasanya merupakan kontak antar formasi atau anggota
formasi.

3. Sesar Geser Sesar geser pada Zona Kendeng biasanya berarah timur lautbarat daya dan tenggara -barat laut.

4. Struktur Kubah Struktur Kubah yang ada di Zona Kendeng biasanya terdapat
di daerah Sangiran pada satuan batuan berumur Kuarter. Bukti tersebut
menunjukkan bahwa struktur kubah pada daerah ini dihasilkan oleh deformasi
yang kedua, yaitu pada Kala Plistosen.

sumber terkait :

De Genevraye ,P. , Samuel , Luki . 1972. Geology of the Kendeng Zone (Central
and East Java) . Indonesian Petroleum Association
Harsono, Pringgroprawiro. 1983. Stratigrafi daerah Mandala Rembang dan
sekitarnya . Jakarta
Rahardjo, Wartono. 2004. Buku Panduan Ekskursi Geologi Regional Pegunungan
Selatan dan Zona Kendeng. Jurusan Teknik Geologi. Fakultas Teknik Universitas
Gadjah Mada
(dengan beberapa perubahan)

Anda mungkin juga menyukai