Disusun oleh :
FADLAN BAHAR
1513004
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat dan hidayah-Nyalah
penulis dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Shalawat beriring salam
selalu kita panjatkan kepada Rasullullah SAW, karena kegigihan beliau dan ridho-Nyalah
kita dapat merasakan kenikmatan dunia seperti sekarang ini.
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas yang
diberikan oleh Dosen Sistem Perlakuan Limbah, makalah ini juga bertujuan untuk
menambah pengetahuan dan wawasan bagi pembaca sekalian.
Penulis menyadari bahwasanya makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh
karena itu kritik dan saran penulis harapkan dari pembaca sekalian demi terciptanya
kesempurnaan dalam penyusunan makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat bagi yang
memerlukan. Terima kasih.
Penulis
1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................. i
DAFTAR ISI ...........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang ...................................................................................................... 1
Rumusan Masalah .................................................................................................. 1
Tujuan .................................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
Umum . 3
Dokumen...... 3
Simbol dan Label..... 5
Pewadahan dan Pengemasan....... 12
Penyimpanan dan Pengumpulan.. 18
Pengangkutan... 25
BAB III PENUTUP
Kesimpulan .............................................................................................................. 28
Saran ........................................................................................................................ 28
Daftar Pustaka ......................................................................................................... 29
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Penggunaan kimia dalam kebudayaan manusia sudah dimulai sejak zaman
dahulu. Kimia merupakan salah satu ilmu pengetahuan alam, yang berkaitan dengan
komposisi materi, termasuk juga perubahan yang terjadi di dalamnya, baik secara
alamiah maupun sintetis. Senyawa-senyawa kimia sintetis inilah yang banyak dihasilkan
oleh peradaban modern, namun materi ini pulalah yang dapat menimbulkan
pencemaran lingkungan yang berbahaya. Dengan mengetahui komposisi dan memahami
bagaimana perubahan terjadi, manusia dapat mengontrol dan memanfaatkannya
untuk kesejahteraan manusia.
Pengalaman negara industri dengan masalah limbah B3 nya hendaknya
memberikan masukan bagi pengambil keputusan atau pihak-pihak terkait di Indonesia
untuk tidak menyebabkan kasus-kasus yang terjadi di negara industri tersebut
terulang lagi di negara Indonesia. Dalam diktat ini, contoh- contoh tentang masalah
limbah B3 dan pengelolaannya diambil dari pengalaman negara industri, khususnya
Amerika Serikat guna memberikan gambaran kepada mahasiswa yang mengambil mata
kuliah ini pada khususnya, atau fihak-fihak lain pada umumnya akan pentingnya
pengelolaan limbah B3 terutama bagi negara Indonesia yang diharapkan akan menjadi
negara industri dalam masa mendatang. Berikut ini akan diberikan illustrasi berbagai
kasus yang menyangkut bahan atau limbah B3 dari negara industri, yang secara
kenyataan telah lebih maju dari Indonesia baik dari segi keberadaan industrinya,
keberadaan peraturan perundang-undangannya ataupun kesiapan masyarakatnya.
Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang akan penulis bahas dalam penulisan makalah ini
adalah :
1. Apa saja elemen-elemen pengelolaaan limbah B3?
2. Bagaimana proses elemen-elemen tersebut dalam mengelola limbah B3?
Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah :
1. Untuk mengetahui elemen-elemen pengelolaan limbah B3.
2. Memahami proses mengelola limbah B3 dengan elemen-elemen yang ada.
BAB II
PEMBAHASAN
UMUM
Untuk memberikan gambaran tentang aspek penyimpanan sampai pengangkutan
bahan berbahaya, maka aturan-aturan yang diberlakukan di USA, khususnya dalam
mengatur transportasi bahan berbahaya yang diatur dalam Hazardous Materials
Transportation Act, dapat digunakan. Menurut US Department of Transportation
(USDOT), bahan berbahaya adalah setiap bahan yang dapat menimbulkan resiko terhadap
kesehatan, keselamatan dan harta benda bila diangkut.
Pada prinsipnya tidak ada perbedaan yang berarti dalam menyimpan dan
mengangkut B3 atau limbah B3. Namun terlihat bahwa pengaturan limbah B3 terkesan
lebih ketat dibandingkan
pengaturan B3, karena pengaturan B3 sudah dilaksanakan sejak lama, dan menjadi standar
baku secara universal, khususnya dalam menangani bahan kimia dan bahan bakar. Dalam
Diktat ini juga diuraikan tata-cara yang berlaku di Indonesia dalam menanangani limbah
B3 yang berasal dari beberapa regulasi yang dikeluarkan sebelum PP 74/2001 dikeluarkan.
Penyimpanan, pengumpulan dan pengangkutan merupakan komponen-komponen teknik
operasional pengelolaan limbah B3 seperti diatur dalam PP 19/1994 dan PP12/1995, yang
kemudian diganti menjadi PP 18/99 dan PP 85/1999. Pengaturan teknis tentang aspek ini
sejak
tahun 1995 diatur dalam:
a) Kep.Kepala Bapedal No.01/Bapedal/09/1995: tentang Tata Cara dan Persyaratan
Teknis Penyimpanan dan Pengumpulan Limbah B3
b) Kep.Kepala Bapedal No.02/Bapedal/09/1995: tentang Dokumen Limbah B3
c) Kep.Kepala Bapedal No.05/Bapedal/09/1995: tentang Simbol dan Label Limbah
B3
DOKUMEN
3
Divisi 2.3: poisonous gas (gas beracun) yaitu bahan berupa gas yang pada
temperatur -20 C dengan tekanan 1 atmosfir akan merupakan bahan toksik
pada manusia, atau dianggap toksik pada manusia dengan adanya
pengujian pada binatang di laboratorium dengan harga LC50< 5000 ppm.
c) Kelas-3: cairan mudah terbakar (flammable). Kriteria cairan yang mudah terbakar
adalah setiap cairan dengan titik nyala (flash point) tidak lebih dari 60,5 C.
d) Kelas-4: padatan mudah terbakar atau berbahaya bila lembab, terbagi menjadi 3
divisi dengan nomor 4.1 sampai 4.3 sesuai dengan sifat-sifatnya, yaitu :
o Divisi 4.1: flammable solid yaitu bahan padat, bukan peledak, yang bila
pada kondisi
normal terjadi kecelakaan akan menyebabkan terbentuknya api akibat
gesekan dan
sebagainya, atau bila dibakar akan menyala segera dan cepat.
o Divisi 4.2: spontaneously combustible materials yaitu bahan yang bila pada
kondisi normal terjadi kecelakaan secara spontan akan menjadi panas akibat
berkontak dengan udara misalnya bahan yang termasuk pyrophoric.
o Divisi 4.3: dangerous when wet materials yaitu bahan yang secara spontan
menyala
atau memberikan gas bila berkontak dengan air.
e) Kelas-5: pengoksidasi dan peroksida organik, terbagi menjadi 2 divisi. Oksidator
adalah bahan kimia seperti khlorat, permanganat, peroksida organik, nitrat dan
sebagainya yang dapat mengoksidasi materi organik, sedang peroksida organik
adalah senyawa yang mengandung struktur - O - O - .
f) Kelas-6: bahan racun dan menular, terbagi menjadi 2 divisi. Kelompok berikutnya
adalah bahan beracun (di luar gas) yang diketahui toksik pada manusia, dan bahan
menular baik berupa mikroorganisme atau toxin yang dapat mendatangkan penyakit
pada manusia.
g) Kelas-7: bahan radioaktif. Bahan radioaktif (termasuk kelas-7) menurut versi
USDOT adalah setiap materi atau kombinasi materi yang secara spontan
mengionisasi radiasi dengan aktivitas spesifik lebih besar dari 0,002 microcurie
per-gram. Plakat yang digunakan berlabelkan Radioactive white-I, Radioactive
yellow-II dan Radioactive yellow-III. Radioactive white-I dengan bahaya
minimum, dengan plakat warna putih dan simbol hitam. Radioactive Yellow-III
adalah dengan bahaya maksimum. Plakat Radioactive yellow-II dan Radioactive
yellow-III berwarna kuning di atas, dan putih di bawah dengan simbol hitam,
sedang tulisan I, II atau III dengan warna merah.
h) Kelas-8: bahan korosif. Bahan korosif (kelas-8), baik cair atau padat, menurut versi
USDOT didefinisikan sebagai bahan yang dapat menyebabkan kerusakan visibel ke
materi yang kontak dengannya.
i) Kelas-9: lain-lain. Kelompok lain-lain (kelas-9) adalah bahan yang yang dapat
menyebabkan bahaya, tetapi belum termasuk dalam katagori kelas sebelumnya,
seperti obat bius dan sebagainya.
Disamping itu, terdapat bahan yang tidak termasuk dalam kelas tersebut (tertulis 'none'),
yaitu:
o Bahan-bahan terlarang
o Bahan-bahan eksplosif terlarang
o Bahan-bahan dengan aturan lain, dengan kode ORM (other regulated materials)
ORM-D: komuditas konsumer seperti hair spray ORM-E: lain-lain yang diatur oleh
USDOT
Label Versi NFPA:
Disamping US-DOT, maka di Amerika Serikat the National Fire Protection
Association (NFPA) mengembangkan pula label berwarna dengan kode, untuk
mengindikasikan bahaya bahan kimia terhadap kesehatan, flammabilitas, dan reaktivitas.
Label dibutuhkan dipasang pada seluruh bahan kimia yang ada di sebuah laboratorium,
bila belum mencantumkan label yang sesuai, maka label NFPA ini merupakan label yang
perlu dipasang. Bentuk belah ketupat yang dibagi empat, dengan warna masing-masing
kotak berbeda. Untuk menujukkan derajad bahaya maka digunakan angka:
o Setiap kotak diberi warna: biru (bahaya terhadap kesehatan), merah (fbahaya
terhadap kebakaran), kuning (bahaya terhadap reaktivitas), dan putih (bahaya
khsusus)
o Angka dan notasi yang terdapat pada masing-masing kotak adalah:
a) Bahaya terhadap kesehatan:
o 0 = minimal, artinya tidak terdapat bahaya toksisitas
o 1 = ringan, artinya mempunyai karakter dapat menyebabkan iritasi, tetapi
hanya berakibat minor bahkan tanpa perawatan, dan/atau tidak berbahaya
bila digunakan secara hati-hati dan bertanggung jawab
o 2 = moderat, artinya artinya mempunyai karakter yang dapat menyebabkan
bahaya
8
simbol cairan mudah terbakar: bahan dasar merah. gambar simbol berupa
lidah api berwarna putih yang menyala pada suatu permukaan berwarna
putih. Gambar terletak di bawah sudut atas garis ketupat bagian dalam. Pada
bagian tengah terdapat tulisan
CAIRAN.. dan dibawahnya terdapat tulisan MUDAH TERBAKAR
berwarna putih. Blok segilima berwarna putih.
simbol padatan mudah terbakar: dasar simbol terdiri dari warna merah dan
putih yang berjajar vertikal berselingan. Gambar simbol berupa lidah apai
berwarna hitam yang menyala pada satu bidang berwarna hitam. Pada
11
o Label identitas limbah: berfungsi untuk memberikan informasi tentang asal usul
limbah, identitas limbah serta kuantifikasi limbah dalam suatu kemasan limbah B3.
Label identitas limbah berukuran minimum 15 cm x 20 cm atau lebih besar, dengan
warna dasar kuning dan tulisan serta garis tepi berwarna hitam, dan tulisan
PERINGATAN ! dengan huruf yang
lebih besar berwarna merahdiisi dengan huruf cetak dengan jelas terbaca dan tidak
mudah terhapus serta dipasang pada setiap kemasan limbah B3 yang disimpan di
tempat penyimpanan, dengan mencantumkan antara lain: nama dan alamat
penghasil, jumlah dan jenis limbah serta tanggal pengisian. Label identitas dipasang
pada kemasan di sebelah atas simbol dan harus terlihat dengan jelas.
o Label untuk penandaan kemasan kosong : bentuk dasar label sama dengan bentuk
dasar simbol dengan ukuran sisi minimal 10 x 10 cm2 dan tulisan KOSONG
berwarna hitam ditengahnya. Label harus dipasang pada kemasan bekas
pengemasan limbah B3 yang telah dikosongkan dan atau akan digunakan untuk
mengemas limbah B3.
o Label penunjuk tutup kemasan: berukuran minimal 7 x 15 cm2 dengan warna dasar
putih dan warna gambar hitam. Gambar terdapat dalam frame hitam, terdiri dari 2
(dua) buah anak panah mengarah ke atas yang berdiri sejajar di atas balok hitam.
Label terbuat dari bahan yang tidak mudah rusak karena goresan atau akibat
terkena limbah dan bahan kimia lainnya. Label dipasang dekat tutup kemasan
dengan arah panah menunjukkan posisi penutup kemasan. Label harus terpasang
kuat pada setiap kemasan limbah B3, baik yang telah diisi limbah B3, maupun
kemasan yang akan digunakan untuk mengemas limbah B3.
13
B3. Kemasan tersebut selalu dalam keadaan tertutup rapat dan hanya dapat dibuka jika
akan dilakukan penambahan atau pengambilan limbah dari dalamnya, kemudian disimpan
di tempat yang memenuhi persyaratan untuk penyimpanan limbah B3 serta mematuhi tata
cara penyimpanannya. Gambar 2 berikut adalah contoh drum pengemas limbah B3.
Kemasan yang digunakan untuk pengemasan limbah dapat berupa drum/tong dengan
volume 50 liter, 100 liter atau 200 liter, atau dapat pula berupa bak kontainer berpenutup
dengan kapasitas 2 M3, 4 M3 atau 8 M3. Limbah yang disimpan dalam satu kemasan
adalah limbah yang sama, atau dapat pula disimpan bersama-sama dengan limbah lain
yang memiliki karakteristik yang sama atau saling cocok. Untuk mempermudah pengisian
limbah ke dalam kemasan, serta agar lebih aman, limbah dapat terlebih dahulu dikemas
dalam kantong kemasan yang tahan terhadap sifat limbah sebelum kemudian dikemas
dalam kemasan tersebut. Pengisian limbah dalam satu kemasan harus mempertimbangkan
karakteristik dan jenis limbah, pengaruh pemuaian, pembentukan gas dan kenaikan tekanan
selama penyimpanan. Untuk limbah yang bereaksi sendiri sebaiknya tidak menyisakan
ruang kosong dalam kemasan. Untuk limbah yang mudah meledak, kemasan dirancang
tahan akan kenaikan tekanan.
Drum/tong atau bak kontainer yang telah berisi limbah B3 dan disimpan di tempat
penyimpanan harus dilakukan pemeriksaan kondisi kemasan sekurang-kurangnya 1 (satu)
minggu satu kali. Apabila diketahui ada kemasan yang mengalami kerusakan (karat atau
bocor), maka isi limbah B3 tersebut harus segera dipindahkan ke dalam drum/tong yang
baru, dan tumpahan limbah tersebut harus segera diangkat dan dibersihkan, kemudian
disimpan dalam kemasan limbah B3 terpisah. Kemasan bekas mengemas limbah B3 dapat
17
kerusakan selama tahap konstruksi. Sistem tangki harus ditunjang kekuatan rangka yang
memadai, terbuat dari bahan yang cocok dengan karakteristik limbah yang akan disimpan
atau diolah, dan aman terhadap korosi sehingga tangki tidak mudah rusak. Tangki dan
sistem penunjangnya harus terbuat dari bahan yang saling cocok dengan karakteristik dan
jenis limbah B3 yang dikemas/disimpannya. Limbah-limbah yang tidak saling cocok tidak
ditempatkan secara bersama-sama di dalam tangki. Apabila tangki akan digunakan untuk
menyimpan limbah sebelumnya, maka tangki harus terlebih dahulu dicuci bersih. Tidak
digunakan untuk menyimpan limbah mudah menyala atau reaktif kecuali :
o Limbah tersebut telah diolah atau dicampur terlebih dahulu sebelum/segera setelah
ditempatkan di dalam tangki, sehingga olahan atau campuran limbah yang
terbentuk tidak
lagi berkarakteristik mudah menyala atau reaktif; atau
o Limbah disimpan atau diolah dengan suatu cara sehingga tercegah dari kondisi atau
bahan
yang menyebabkan munculnya sifat mudah menyala atau reaktif.
Untuk mencegah terlepasnya limbah B3 ke lingkungan, tangki wajib dilengkapi dengan
penampung sekunder. Penampung sekunder dapat berupa pelapisan di bagian luar tangki,
tanggul atau berdinding ganda. Persyaratan penampungan sekunder tersebut adalah:
o Dibuat atau dilapisi dengan bahan yang saling cocok dengan limbah yang disimpan
serta memiliki ketebalan dan kekuatan memadai untuk mencegah kerusakan akibat
pengaruh tekanan;
o
Kemasan-kemasan berisi limbah B3 yang tidak saling cocok harus disimpan secara
terpisah, tidak dalam satu blok, dan tidak dalam bagian penyimpanan yang sama.
Penempatan kemasan diatur agar tidak ada kemungkinan bagi limbah-limbah tersebut jika
terguling/tumpah akan tercampur/masuk ke dalam bak penampungan bagian penyimpanan
lain.
Penyimpanan limbah cair dalam jumlah besar disarankan menggunakan tangki
(Gambar 5) dengan ketentuan sebagai berikut:
o Disekitar tangki harus dibuat tanggul dengan dilengkapi saluran pembuangan yang
menuju bak penampung.
o Bak penampung harus kedap air dan mampu menampung cairan minimal 110%
dan kapasitas maksimum volume tangki
o Tangki harus diatur sedemikian rupa sehingga bila terguling akan terjadi di daerah
tanggul dan tidak akan menimpa tangki lain.
o Tangki harus terlindung dari penyinaran matahari dan masuknya air hujan secara
langsung. Persyaratan bangunan penyimpanan kemasan limbah B3 adalah (Gambar
6):
o Memiliki rancang bangun dan luas ruang penyimpanan yang sesuai dengan jenis,
karakteristik dan jumlah limbah B3 yang dihasilkan/akan disimpan;
o Terlindung dari masuknya air hujan baik secara langsung maupun tidak langsung;
o Dibuat tanpa plafon dan memiliki sistem ventilasi udara yang memadai untuk
mencegah terjadinya akumulasi gas di dalam ruang penyimpanan, serta memasang
kasa atau bahan lain untuk mencegah masuknya burung atau binatang kecil lainnya
ke dalam ruang penyimpanan;
o Memiliki sistem penerangan (lampu/cahaya matahari) yang memadai untuk
operasional atau inspeksi rutin. Jika menggunakan lampu, maka lampu penerangan
harus dipasang minimal 1 meter di atas kemasan, sakelar harus terpasang di sisi
luar bangunan;
o Dilengkapi dengan sistem penangkal petir;
21
o Pada bagian luar tempat penyimpanan diberi penandaan (simbol) sesuai dengan tata
cara yang berlaku.
o Lantai bangunan penyimpanan harus kedap air, tidak bergelombang, kuat dan tidak
retak. Lantai bagian dalam dibuat melandai kearah bak penampungan dengan
kemiringan maksimum 1%. Pada bagian luar bangunan, kemiringan lantai diatur
sedemikian rupa sehingga air hujan dapat mengalir menjauhi bangunan
penyimpanan.
22
23
o Jika bangunan berdampingan dengan gudang lain maka harus dibuat tembok
pemisah tahan
api, berupa tembok beton bertulang (tebal minimum 15 cm) atau tembok bata
merah (tebal minimum 23 cm) atau blok-blok (tidak berongga) tak bertulang (tebal
minimum 30 cm).
o Pintu darurat dibuat tidak pada tembok tahan api.
o Jika bangunan dibuat terpisah dengan bangunan lain, maka jarak minimum dengan
bangunan lain adalah 20 meter.
o Untuk kestabilan struktur pada tembok penahan api dianjurkan digunakan tiangtiang beton bertulang yang tidak ditembusi oleh kabel listrik.
o Struktur pendukung atap terdiri dari bahan yang tidak mudah menyala. Konstruksi
atap dibuat ringan, dan mudah hancur bila ada kebakaran, sehingga asap dan panas
akan mudah keluar.
o Menggunakan instalasi yang tidak menyebabkan ledakan/percikan listrik
o Dilengkapi dengan: sistem pendeteksi dan pemadam kebakaran, persediaan air
untuk pemadam api, hidran pemadam api dan perlindungan terhadap hidran.
Rancang bangun untuk penyimpanan limbah B3 mudah meledak:
o Konstruksi bangunan dibuat tahan ledakan dan kedap air. Konstruksi lantai dan
dinding dibuat lebih kuat dari konstruksi atap, sehingga bila terjadi ledakan yang
sangat kuat akan mengarah ke atas dan tidak ke samping.
o Suhu dalam ruangan harus tetap dalam kondisi normal. Desain bangunan
sedemikian rupa sehingga cahaya matahari tidak langsung masuk ke ruang gudang.
Rancang bangun khusus untuk penyimpan limbah B3 reaktif, korosif dan beracun:
o Konstruksi dinding dibuat mudah dilepas guna memudahkan pengamanan limbah
dalam keadaan darurat.
o Konstruksi atap, dinding dan lantai harus tahan terhadap korosi dan api.
Persyaratan bangunan untuk penempatan tangki:
25
26
PENGANGKUTAN
Di Amerika Serikat, aturan-aturan yang dikeluarkan oleh DOT telah meliputi lebih
dari 30.000 jenis bahan berbahaya. Bahan-bahan ini diangkut melalui udara, laut, darat
(termasuk kereta api). Produk-produk berbahaya tersebut diangkut dengan berbagai
container seperti : vessel, tank car, tank truck, intermodal portable tank, cylinder, drum,
barrel, can, box, botle dan cask. Dalam hal ini Research and Special Programs
Administration (RSPA) dari USDOT mengeluarkan dan bertanggungjawab untuk
mengembangkan aturan-aturan, acuan-acuan teknik yang standar serta pengujian untuk itu.
Transportasi bahan berbahaya yang bervolume besar (bulky) dapat dilakukan
melalui segala jenis angkutan, seperti melalui darat, kereta api atau laut. Cargo tank
merupakan sarana yang biasa digunakan di darat, dan biasanya terbuat dari baja atau
27
campuran alumunium atau dapat pula dari bahan lain seperti titanium, nikel atau stainless
steel. Kapasitas yang digunakan di USA adalah antara 4000 sampai 12000 gallon (15
sampai 50 m3). Beban kendaraan biasanya dibatasi sampai 80.000 pound (36 ton).
Sekitar 80 % dari pengangkutan bahan berkapasitas besar menggunakan tank car
yang mempunyai masa layan 30 - 40 tahun. Kapasitas tank car ini dibatasi 34.500 gallon
(130 m3) dengan berat kotor 236.000 pound (107 ton). Perbedaan utama dari rail tank car
ini adalah ada yang menggunakan tekanan (untuk gas) dan tanpa tekanan (untuk cair).
Hampir 90 % dari tank car ini terbuat dari baja, bahan berikutnya yang sering digunakan
adalah alumunium. Sekitar 66 % (berat) bahan yang diangkut di USA adalah bahan kimia
(sebagian korosif) sedang 23 % merupakan produk minyak (bahan bakar).
Container bulky melalui air yang terbesar adalah dengan tanker dan tank-barges,
yang mencakup sekitar 91 %. Tank-barges berkapasitas antara 300.000-600.000 gallon
(1135-2270 m3) sedang tanker berkapasitas sampai 10 kali lebih besar. Lebih dari 90 %
(berat) dalam transport laut ini terdiri dari produk petroleum dan minyak mentah. Sisanya
adalah bahan kimia semacam asam sulfat, pupuk, NaOH, alkohol, benzene, toluene dan
sebagainya. Cara ini relatif memungkinkan pengangkutan dengan kapasitas yang besar.
Secara statistik, cara ini adalah yang teraman, baik dari jumlah kecelakaan maupun
banyaknya limpahan dalam satuan ton-mile, walaupun bila terjadi kecelakaan maka
impahannya akan menyebar secara luas. Aturan-aturan yang ada menyangkut kegiatan
selama loading serta pelatihan bagi awak kapalnya.
Kemungkinan kecelakaan yang mungkin terjadi di sektor transportasi ini perlu
mendapat perhatian, karena dapat mencelakakan manusia atau lingkungan yang tidak
terlibat langsung dengan kecelakaan. Peraturan-peraturan yang digunakan dalam
transportasi hendaknya mengantisifasi kemungkinan timbulnya masalah ini. Bila terjadi
kecelakaan lalu-lintas, maka respon aparat terkait (polisi, pemadam kebakaran dan
sebagainya) akan tergantung pada apakah aparat tersebut terlatih untuk jenis kecelakaan
itu, demikian juga kegiatan penanganan korban akibat terpapar dengan bahan berbahaya
akan tergantung apakah paramedis terkait telah mendapat pelatihan menangani korban
semacam itu.
Sebagai contoh adalah kecelakaan lalu-lintas yang terjadi di USA pada bulan
Desember 1981 yang menimpa sebuah truk pembawa 40.000 pound toluene diisocyanate
(TDI) yang tergelincir dan menumpahkan sebagian isinya. Penanganannya adalah truk
tetap dipanaskan dan diisolasi agar TDI ini tetap dalam kondisi cair. Pada saat truk
dibalikkan, limpahan TDI ternyata terpapar pada tanah yang dingin, mengkontaminasi
28
daerah sekitarnya serta baju 2 orang petugas. Setelah mereka kembali ke kendaraan yang
hangat, TDI yang melekat pada sepatu dan baju menguap dan terhiruplah gas toksik. TDI
masuk de dalam sel jaringan, mengiritasi mata, dan dapat merusak paru- paru. Kedua
petugas tersebut mengalami gangguan pernafasan yang permanen dan tidak dapat lagi aktif
bekerja. Respons terhadap bentuk kecelakaan itu harus dikembangkan sesuai dengan
kebutuhan agar dapat menangani masalah yang timbul secara cepat dan tepat. Demikian
juga peralatan tim harus sesuai dengan kebutuhan/jenis bahan atau limbah yang diangkut.
29
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Untuk memberikan gambaran tentang aspek penyimpanan sampai pengangkutan
bahan berbahaya, maka aturan-aturan yang diberlakukan di USA, khususnya dalam
mengatur transportasi bahan berbahaya yang diatur dalam Hazardous Materials
Transportation Act, dapat digunakan. Menurut US Department of Transportation
(USDOT), bahan berbahaya adalah setiap bahan yang dapat menimbulkan resiko terhadap
kesehatan, keselamatan dan harta benda bila diangkut.
Bahan-bahan berbahaya dan beracun bila akan diangkut ke tempat lain, harus
dilengkapi dengan dokumen resmi, yang merupakan legalitas kegiatan pengelolaan
sehingga dokumen ini akan merupakan sarana/alat pengawasan dalam konsep cradle-tograve. Pengemasan (packaging) juga diatur dan perlu dicantumkan dalam surat
pengangkutan. Alat pengemas dapat berupa: drum baja, kotak kayu, drum fiber, botol gelas
dan sebagainya.
Di Amerika Serikat, aturan-aturan yang dikeluarkan oleh DOT telah meliputi lebih
dari 30.000 jenis bahan berbahaya. Bahan-bahan ini diangkut melalui udara, laut, darat
(termasuk kereta api). Produk-produk berbahaya tersebut diangkut dengan berbagai
container seperti : vessel, tank car, tank truck, intermodal portable tank, cylinder, drum,
barrel, can, box, botle dan cask. Dalam hal ini Research and Special Programs
Administration (RSPA) dari USDOT mengeluarkan dan bertanggungjawab untuk
mengembangkan aturan-aturan, acuan-acuan teknik yang standar serta pengujian untuk itu.
SARAN
30
DAFTAR PUSTAKA
31