TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah mempelajari keterampilan Bedah Minor ini mahasiswa diharapkan mampu :
1.
2.
3.
Mengetahui dan melakukan teknik anestesi lokal (topikal, infiltrasi) dengan benar.
5.
Mengetahui prosedur insisi, eksisi, ekstraksi kuku dan sirkumsisi dengan benar.
6.
7.
8.
9.
Bedah Minor adalah keterampilan praktis yang memerlukan pengetahuan teori dan
latihan terus menerus untuk meningkatkan kemampuan dan hasil yang lebih baik.
* Bagian Histologi Fakultas Kedokteran UNS ** Bagian Bedah Fakultas Kedokteran UNSRS dr Moewardi Surakarta
1.
Skalpel
Skalpel adalah pisau yang tajam yang digunakan untuk operasi dan diseksi
anatomi. Disediakan skalpel yang sekali pakai (disposable) dan yang dipakai berulang (re-
usable). Skalpel yang dipakai berulang mempunyai bilah yang menjadi satu dengan
gagang yang dapat diasah, sedangkan skalpel yang sering tersedia sekarang adalah
skalpel yang menggunakan bilah yang diganti setiap dipakai. Skalpel sekali pakai biasanya
mempunyai gagang plastik yang dipasangkan bilah dan digunakan satu kali kemudian
dibuang seluruhnya.
Bilah skalpel biasanya terbuat dari baja karbon yang dikeraskan. Pada operasi
dengan panduan MRI, bilah baja tidak akan bisa digunakan karena akan menempel pada
magnet atau mengganggu proses pencitraan. Alternatif dari skalpel adalah elektrokauter
dan LASER.
Terdapat dua cara memegang skalpel :
Pegangan telapak tangan atau juga disebut pegangan pisau makan. Skalpel dipegang
dengan jari kedua sampai jari keempat, gagang diletakkan sepanjang pangkal ibu
jari dengan jari telunjuk terletak sepanjang atas belakang dari pisau dan ibu jari di
sepanjang sisi skalpel. Pegangan ini paling baik untuk permulaan insisi dan potongan
yang besar.
Pegangan pensil paling baik digunakan untuk memotong dengan teliti dengan bilah
yang lebih kecil. Skalpel dipegang dengan ujung jari pertama dan jari kedua dan
ujung ibu jari.
jari
telunjuk dan ibu jari yang gemuk. Perhatikan peletakan gagang tidak boleh terlalu
jauh sepanjang jari telunjuk karena akan menyebabkan pegangan tidak stabil dan jari
menjadi kram.
2. Gunting
Bentuk dan besarnya gunting bermacam-macam tergantung penggunaannya.
Berdasarkan di atas tadi gunting dibedakan menjadi 4 macam, yaitu :
1. Gunting Mayo, adalah gunting yang berukuran besar, biasa digunakan untuk
membelah fascia atau tendon; berdasar bentuknya gunting Mayo dibedakan menjadi
2, yaitu berbilah lengkung dan berbilah lurus.
2. Gunting Metzenbaum & Macindoes, adalah gunting yang berukuran halus untuk
melakukan diseksi jaringan. Berdasar bilahnya juga dibedakan bilah lengkung dan
bilah lurus. Kedua jenis gunting di atas kedua ujung atau salah satunya tumpul.
3. Gunting runcing, kedua ujungnya runcing untuk melakukan diseksi secara cermat dan
berdasarkan bilahnya juga dibedakan menjadi bilah lengkung dan bilah lurus.
4. Gunting balutan & gunting benang, bentuk gunting biasanya khusus, bilahnya tebal
ujungnya tumpul. Gunting jaringan tidak boleh dipakai untuk menggunting kasa dan
benang serta balutan.
Gambar 6. Cara memegang gunting, (1) dengan tangan kanan (2) dengan tangan kiri
B. Instrumen Pemegang
Instrumen ini dibedakan 3 macam, yaitu :
1. Pemegang jarum, alat ini biasanya dilengkapi dengan pengunci di bagian belakang,
ukurannya bermacam-macam, yaitu pendek, sedang dan panjang, demikian juga
ukuran bilahnya. Pemegang jarum harus dipakai sesuai dengan ukuran jarum yang
dipegangnya.
a. Pinset bergigi tajam, yang dapat dipakai untuk memegang jaringan yang hanya
memerlukan tekanan minimal misalnya : subkutis, otot, fascia, tetapi tidak dapat
dipakai untuk memang struktur yang dapat berlubang (peritoneum, pleura).
b. Pinset Adson, suatu pinset bergigi halus yang biasa dipakai dalam menjahit kulit.
c. Pinset tidak bergigi, biasanya digunakan untuk memegang kasa pada waktu
membersihkan luka.
3.
Klem bergigi halus atau tidak bergigi (klem Allis), untuk memegang kulit, fascia
atau dikenal sebagai klem jaringan.
Klem Kocher, klem yang mempunyai bilah yang sangat kuat dipakai untuk
menarik jaringan yang sangat kuat.
Cunam, alat penjepit dengan ujung berbentuk cincin biasa dipakai untuk
menjepit kasa pembersih luka.
TEKNIK ASEPTIK
Komplikasi yang perlu diwaspadai dan dicegah pada pembedahan adalah infeksi.
Salah satu cara mencegahnya adalah Teknik Kerja Aseptik. Teknik aseptik adalah satu
cara untuk memperoleh dan memelihara keadaan steril. Dasar dan teknik ini adalah
bahwa infeksi berasal dan luar tubuh, oleh karena itu teknik aseptik yang dipakai adalah
10
2.
3.
II.
MELATIH MENJAHIT
Yang perlu diperhatikan dalam berlatih menjahit adalah :
1.
Mengenal benang
2.
Mengenal jarum
3.
Membuat simpul
4.
Menutup luka
1. Mengenal benang
Yang perlu diperhatikan untuk memilih benang adalah karakteristik bahan, daya
tahan dan reaksi jaringan terhadap bahan tersebut serta ukuran benang.
Karakteristik bahan benang ditentukan oleh : kekuatan, daya regang dan elastisitas,
kehalusan permukaan, kapilaritas serta reaksi jaringan terhadap benang tersebut.
Bahan-bahan jenis elastis (poliester, sutera) dapat menahan tarikan yang berulangulang, biasa dipakai untuk meligasi.
Benang dengan permukaan kasar tidak dapat digunakan pada jaringan yang peka
terhadap iritasi (mata, mukosa usus) tetapi tidak memerlukan simpul yang terlalu
banyak sehingga cocok untuk jahitan jelujur.
Bahan sintetis tidak menimbulkan reaksi jaringan yang hebat, sedangkan bahan
organik dapat menimbulkan reaksi jaringan yang hebat.
Benang multifilamen akan menghisap cairan jaringan sehingga dapat menjadi media
yang baik untuk pertumbuhan bakteri.
11
Bahan benang yang dapat diserap oleh jaringan tidak perlu dilepas, sedangkan
benang dari bahan yang tidak dapat diserap jaringan harus diambil (jahitan harus
diangkat).
Jenis benang yang dapat diserap antara lain kolagen, catgut, asam poliglikolat
(Dexon), poliglaktin (Vicryl) dan polidioksanon (PDS).
1.
Catgut plain digunakan untuk menjahit membrane mukosa bibir atau lidah
serta laserasi superficial area genital. Diabsorpsi oleh tubuh dalam waktu 1
minggu.
2.
Catgut chromic digunakan untuk menjahit fascia, otot atau ligasi pembuluh
darah. Diabsorpsi dalam 30-45 hari.
3.
Vicryl digunakan untuk menjahit fascia, otot atau ligasi pembuluh darah.
Absorpsi memerlukan waktu sampai 70 hari.
4.
Jenis benang yang tidak dapat diserap (non-absorbable) antara lain sutera/ silk/ seide
(multifilamen), benang baja (monofilamen), Nilon (Ethilon) dan polipropilen (Prolene).
1.
Ethilon paling sering digunakan untuk menutup luka dan menjahit kulit pada
pembedahan atau setelah trauma. Biasanya digunakan bersama cutting needles.
2.
3.
Silk dan Linen sangat kuat, melekat erat pada jaringan dan dapat
mengakibatkan reaksi jaringan atau infeksi.
Untuk menjahit kulit, benang non-absorbable lebih baik karena jaringan parut yang
ditinggalkan lebih tipis, kecuali pada beberapa kasus laserasi di wajah atau pada
anak-anak di mana pengangkatan jahitan sulit untuk dilakukan karena tidak
kooperatif.
Ukuran baku benang yang ditetapkan oleh USP & BP (United State Pharmacopoeia &
Brithish Pharmacopoeia) dari nomor kecil (ukuran 11/0 atau benang mikro) sampai
yang terbesar (nomor 6) atau ukuran menurut metrik yang terbagi dalam
sepersepuluh milimeter dari 0, 1 sampai 8.
Untuk menjahit laserasi di wajah dipergunakan benang ukuran 5-0 atau 6-0, di area
lain di mana tidak terlalu mempertimbangkan hasil osmetik dipergunakan benang
ukuran 3-0 atau 4-0 yang berukuran lebih besar dan lebih kuat.
12
Pada saat ini, selain dengan teknik penjahitan luka menggunakan benang terdapat
teknik menutup luka lainnya yaitu menggunakan :
1.
Staples untuk menutup luka di lokasi dengan regangan tinggi, seperti kulit
kepala, ekstremitas dan badan.
2.
2. Mengenal Jarum
Ada jarum yang dirancang dipegang dengan tangan tetapi ada pula jarum yang
dirancang untuk dipegang dengan instrumen.
Bahannya terbuat dan baja tahan karat yang ditutup lapisan yang memudahkan
jarum menembus jaringan.
Ada 3 komponen dasar jarum, yaitu : bagian belakang, bagian tengah dan bagian
ujung.
Bagian belakang yang berhubungan dengan benang, ada yang tidak berlubang (jenis
atraumatik) dan ada yang berlubang (jenis Mayo, jenis French).
Tubuh jarum dapat berbentuk lurus atau lengkung dengan berbagai ukuran panjang,
diameter serta bentuk penampang.
Jarum lurus dapat dipakai dalam setiap situasi asal tidak membelok, biasa dipakai
untuk menjahit kulit.
Jarum lengkung dapat digunakan untuk menjahit kulit atau struktur yang lebih dalam.
Kelengkungan jarum bermacam-macam, antara lain 1/4, 3/8, 1/2 atau 5/8 lingkaran.
13
Jarum berujung conventional cutting, dapat dipakai untuk menjahit kulit, sternum.
b.
Jarum berujung reverse cutting, dapat dipakai untuk menjahit kulit, fascia, ligamen,
mukosa, tendon, kavum nasi.
c.
Jarum berujung precision point cutting & prime, dapat dipakai untuk menjahit kulit
pada bedah kosmetik.
d.
Jarum berujung tapercut, dapat dipakai untuk menjahit fascia, ligamen, periosteum,
tendon, jaringan yang fibrosis, perikondrium.
e.
Jarum berujung taper, dapat dipakai untuk menjahit otot, saraf, aponeurosis, fascia,
subkutan.
f.
Jarum untuk menjahit organ yang lebih spesifik tidak dibahas disini.
Menjahit kulit, sternum
14
a.
a.
Jenis simpul
b.
c.
d.
e.
Memotong benang.
Square knot
2)
Surgeons knot
15
16
c.
Memotong benang
Pada luka, benang dipotong sedekat mungkin dengan simpul. Caranya : ujung
gunting yang terbuka disentuhkan ke benang dengan posisi siap memotong, digeser
sampai ke simpul, diputar miring 45 kemudian dikatupkan. Pada jahitan jelujur dan
jahitan struktur yang penting benang simpul dipotong agak panjang untuk mencegah
simpul terurai, tetapi tetap harus lebih pendek dibanding jarak dengan jahitan berikutnya.
Perhatikan :
1)
Jika simpul terlalu ketat, luka akan terasa nyeri dan jahitan dapat meninggalkan
bekas.
2)
Simpul harus diletakkan di tepi luka, di sisi yang mempunyai vaskularisasi lebih baik.
4. Penutupan luka
Luka dapat ditautkan dengan jahitan sederhana atau matras; terputus atau jelujur.
-
Jahitan matras dapat berupa matras vertikal, horizontal, terputus atau jelujur.
Pada jahitan jelujur, benang ditempatkan melintang dan membujur di satu sisi luka
tanpa membuat simpul tiap 1 jahitan.
Jahitan terputus banyak dipakai untuk menjahit luka di kulit karena apabila ada pus
(cairan), dapat dilepas satu atau dua jahitan dan membiarkan yang lain.
Jahitan matras vertikal berguna untuk merapatkan tepi luka secara tepat tetapi tidak
boleh dipakai di tempat yang vaskularisasinya kurang.
Jahitan matras horizontal untuk menautkan fascia, tetapi tidak boleh untuk menjahit
subcutis, karena kulit akan bergelombang.
Jahitan jelujur, lebih cepat dibuat serta lebih kuat tetapi bila ada satu bagian terputus
seluruh jahitan akan terbuka.
17
stitch
-
Gunakan pinset diseksi bergerigi halus, untuk sedikit mengangkat tepi luka.
18
2.
Jarum lengkung jenis taper cut dengan benang nilon monofilamen nomor 3/0
dipasang pada needle holder. Pemasangan itu diletakkan antara 2/3 depan dan 1/3
belakang, lalu gagang needle holder dikunci (gambar 20).
3.
Jahitan dimulai dari sisi luka yang letaknya paling jauh dari tubuh operator, menuju
ke arah operator.
4.
Dengan pergelangan tangan pronasi penuh, siku membentuk sudut 900 dan bahu
abduksi, jarum ditusukkan di kulit secara tegak lurus.
5.
Tusukan jarum dilakukan 3 4 mm dari tepi luka, di dekat tempat yang dijepit pinset.
Jarak antar tusukan kurang lebih 0.5 1 cm. Untuk jahitan di wajah, tusukan jarum
dilakukan 2 3 mm dari tepi luka dengan jarak antar tusukan 3 5 mm.
6.
Kulit ditegakkan, dan dengan gerakan supinasi pergelangan serta adduksi bahu yang
serentak, jarum didorong maju dalam arah melengkung sesuai dengan lengkungan
jarum, tetapi jangan terlalu dangkal (akan terbentuk dead space).
7.
Setelah jarum muncul kembali di balik kulit, jarum dijepit dengan klem pemegang
jarum dan ditarik keluar (penjepitan ini tidak boleh pada ujungnya, karena jarum
dapat patah atau bengkok).
8.
9.
Tusukkan lagi jarum di tepi luka yang lain dengan cara dan kedalaman yang sama.
10. Setelah jarum muncul di kulit, ditarik lalu dibuat simpul ikatan 2 x 1 x 2 (Surgeons
Knot).
11. Luka dibersihkan dan dinilai ketatnya ikatan.
12. Simpul ditarik ke tepi ke arah pada ujung benang yang lebih pendek.
19
Pada jahitan ini lintasan jarum dimulai dan diakhiri di dalam luka.
2.
Mengangkat tepi luka dengan pinset bergigi sehingga pertemuan antara lemak dan
dermis jelas.
3.
4.
20
Gambar 22. Menjahit subkutis
5.
Posisi tangan pemegang jarum pronasi maksimal lalu jarum ditembuskan dengan
gerak supinasi.
6.
Setelah nomor 4, klem pemegang jarum dipindah untuk menjepit kembali dan
dengan gerakan pronasi serta supinasi jarum ditusukkan dari arah permukaan ke
lapisan dalam sisi yang lain.
7.
Komplikasi Tindakan
1.
Haematoma
2.
3.
Infeksi
4.
Pembentukan keloid
5.
PENGANGKATAN JAHITAN
Jahitan dengan benang non-absorbable dapat diangkat setelah :
PELAKSANAAN LATIHAN
1.
Periksalah alat yang anda terima apakah keadaannya lengkap dan baik.
2.
3.
4.
Siapkan sarung tangan (seperti keadaan steril) dengan posisi siap dipakai.
Ambillah sarung tangan kanan dengan tangan kiri pada lipatan keluar bagian
proximal.
Pasangkan sarung tangan tersebut pada tangan kanan tanpa menyentuh bagian
21
luar.
-
Pasanglah sarung tangan kiri tanpa tangan kanan menyentuh tangan kiri dan
tangan kiri tidak menyentuh bagian luar sarung tangan.
5.
Pilihlah jarum dan benang yang cocok dan pasanglah benang pada lubang jarum.
Lakukan latihan jahitan terputus seperti petunjuk di depan pada alat latih bedah
minor.
6.
7.
Pilihlah jarum dan benang yang cocok dan pasanglah pada lubang jarum.
Bersihkan semua alat yang dipergunakan dan kembalikan alat itu dalam posisi yang
sama, dalam keadaan utuh dan baik.
22
: ........................................................
NIM
: ........................................................
No
Skor
1
Nilai Mahasiswa :
Nama : ...............................
NIP
: ...............................
23
No
0
1
JUMLAH SKOR
Penjelasan :
0
1
2
Nilai Mahasiswa :
Nama : ...............................
NIP
: ...............................
24
Setelah jarum muncul dan balik kulit, ujung jarum ditarik dengan
klem pemegang jarum dengan menarik benang sampai ujungnya
tersisa 3-4 cm dari kulit.
10
11
12
13
14
15
Melakukan penilaian hasil jahitan (tidak terlalu ketat dan tepi luka
saling bertemu).
16
25
Penjelasan :
0
1
2
Nilai Mahasiswa :
Nama : ...............................
NIP
: ...............................
26
b. Pemeriksaan sistem :
-
Dilakukan sesuai keluhan, riwayat penyakit pasien dan hasil pemeriksaan fisik
umum.
INFORMED CONSENT
Bila terdapat indikasi tindakan medis/ operatif, dokter harus melakukan informed
consent setelah memberikan penjelasan tentang kondisi/ penyakit pasien, berbagai pilihan
27
terapi, tujuan dari tindakan medis yang akan dilakukan, prosedur tindakan medis, risiko
dan efek samping dari tindakan medis tersebut serta memberikan waktu yang cukup bagi
pasien untuk berpikir dan berdiskusi dengan keluarganya sehingga dapat membuat
keputusan yang terbaik bagi dirinya. Penjelasan ini diberikan dengan sejelas-jelasnya
kepada pasien atau keluarga terdekatnya.
Persetujuan tindakan medis dibuat secara tertulis sebagai bukti bahwa pasien/
keluarganya memutuskan untuk menerima tindakan medis yang diberikan setelah
mendapat semua informasi yang diperlukan serta dapat menerima risiko berkaitan dengan
tindakan tersebut.
28
29
Membuat eksisi
Sebelum dilakukan eksisi, harus diperkirakan eksisi dapat ditutup tanpa tegangan
yang berlebihan. Tegangan pada jahitan sangat menentukan hasil akhir pembentukan
parut. Jika tegangan diperkirakan terlalu besar, dapat dipertimbangkan untuk pembuatan
flap kulit, graft atau dirujuk ke spesialis.
Eksisi dilakukan dengan blade nomor 15. Blade nomor 11 terlalu runcing sehingga
sulit untuk dikontrol. Insisi diarahkan secara vertical, tegak lurus epidermis dan dermis,
sampai ke lapisan lemak subkutan. Kulit hasil eksisi berbentuk elips kemudian diangkat,
dipegang dengan pinset dan disingkirkan.
Menjahit luka
Luka ditutup dengan 2 lapis jahitan, jahitan bawah kulit dan jahitan kulit. Hal ini
akan mengurangi tegangan pada tepi luka dan mengurangi risiko peregangan parut
sehingga pembentukan parut dapat seminimal mungkin. Lapisan dalam ditutup dengan
jahitan inverted menggunakan benang absorbable, misalnya vicryl atau dexon. Jahitan
inverted dimulai di subkutis di salah satu sisi -- keluar melalui dermis sisi yang sama
masuk dermis di sisi yang berlawanan keluar di dalam subkutis -- disimpulkan. Dengan
cara seperti ini, simpul akan tertanam jauh di dalam luka sehingga simpul tidak mungkin
protrusi melalui epidermis.
30
Ukuran benang tergantung pada ketebalan dermis dan tegangan di antara tepi
luka. Jahitan di bagian torso biasanya ukuran 30 atau 40, di muka biasanya ukuran 50
atau 60. Biasanya jumlah jahitan terkubur yang dibutuhkan adalah dalam rasio 1:2 atau
1.5:2 dengan jumlah jahitan kulit.
Tujuan menjahit kulit adalah mendekatkan tepi-tepi epidermis dengan tegangan di
tepi luka seminimal mungkin. Ukuran benang sama dengan jahitan terkubur dengan
teknik jahitan matras vertikal terputus. Tepi-tepi luka harus sedikit eversio dan rapat.
Jarak antar jahitan tidak boleh terlalu dekat karena akan mengganggu vaskularisasi atau
terlalu jauh karena tepi kulit tidak dapat merapat dengan sempurna. Kulit ditutup
menggunakan benang nylon non absorbable, karena reaktifitas nylon terhadap jaringan
kulit kecil, sehingga mengurangi risiko terlihatnya bekas benang atau suture tracking
(railway tracking).
Membalut luka
Bila luka eksisi kering dengan dead space minimal, balutan sederhana terdiri dari 3
lapisan micropore yang diletakkan bertumpuk secara longitudinal sudah cukup untuk
menutup luka. Micropore mempunyai keuntungan pasien dapat mandi dengan balutan
tetap terpasang. Balutan tidak perlu diganti sampai saat mengangkat jahitan, kecuali bila
terlihat kotor. Jika masih terlihat darah merembes dari luka atau terbentuk dead space,
misalnya pada eksisi lipoma yang berukuran besar, selama 48 jam pertama dipergunakan
balutan tekan mengandung absorbent.
Mengangkat jahitan
Prinsip umum waktu yang tepat untuk mengangkat jahitan adalah sesegera
mungkin setelah epitelisasi luka sempurna.
31
Pengangkatan jahitan
3-6 hari
5-7 hari
5-7 hari
6-12 hari
7-14 hari
tracking.
7. Menutup luka dengan plester setelah jahitan diangkat untuk meminimalkan parut
karena regangan.
REFERENSI
Young, G, Improving the results of surgical excision of skin lesions, N Z Fam Practice,
2005, 32, 3: 173 -- 6
32
BEDAH MINOR
Dalam buku panduan keterampilan BEDAH MINOR ini tindakan bedah minor yang
akan dibahas adalah :
1.
2.
3.
Sirkumsisi
Sebelum mempelajari berbagai tindakan bedah minor, mahasiswa diharapkan telah
Anatomi dan histologi kulit, subkutis, kuku dan organ genitalia laki-laki.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
33
2. Abses yang letaknya cukup dalam di area yang sulit untuk dilakukan anestesi lokal.
3. Terdapat selulitis.
Transient bacteremia yang dapat terjadi setelah insisi dan drainase abses,
terutama pada pasien dengan risiko endokarditis (misalnya pada pasien dengan
abnormalitas katub jantung), memerlukan terapi antibiotika pre-operasi dan pemilihan
waktu pelaksanaan tindakan secara seksama.
Indikasi untuk merujuk ke dokter spesialis adalah bila abses terdapat pada area
tubuh di mana faktor kosmetik sangat penting (misalnya wajah atau payudara) atau abses
di telapak tangan, telapak kaki dan lipatan nasolabial.
Sarung tangan
Masker
Gown/ apron
Larutan antiseptik
Kapas steril
Spuit 5 10 mL
Cotton swab steril untuk mengambil sampel yang diperlukan untuk pemeriksaan
kultur.
Gunting
34
Kapas steril
Plester
PERSIAPAN
1.
Lakukan informed consent dan mintalah persetujuan tertulis dari pasien/ orang tua
atau kerabat terdekat pasien.
2.
3.
4.
5.
Posisikan pasien sedemikian rupa sehingga area abses yang akan diinsisi terpapar
sepenuhnya namun pasien tetap merasa nyaman.
6.
7.
Siapkan obat anestesi lokal dalam spuit dengan dosis sesuai berat badan pasien.
8.
9.
10. Lakukan antisepsis medan insisi dengan chlorhexidine atau povidone iodine 10%,
dimulai dari puncak abses, memutar ke arah luar sampai di luar medan insisi.
11. Lakukan anestesi infiltrasi intradermal. Terkadang diperlukan anestesi local field
block, pemberian analgetik supaya pasien tetap merasa nyaman atau sedative bila
pasien kurang kooperatif.
35
3.
Panjang insisi sedemikian rupa sehingga diperkirakan drainase isi abses cukup
adekuat, untuk mencegah kembali terbentuknya abses. Terkadang diperlukan insisi
sampai batas tepi abses. Hal ini juga diperlukan sebagai akses untuk memasukkan
material packing ke dalam kavitas abses.
4.
Jika diperlukan pemeriksaan kultur, aspirasi material abses dengan spuit dan lakukan
swab dasar abses menggunakan lidi kapas steril yang dilembabkan dengan NaCl
steril. Masukkan lidi kapas ke dalam kontainer steril berisi sedikit NaCl steril. Kirim
spuit dan kontainer berisi lidi kapas secepatnya ke laboratorium.
36
5.
Biarkan pus mengalir secara spontan. Setelah tekanan intraabses berkurang, berikan
tekanan perlahan sehingga sisa pus di dalam abses keluar.
6.
7.
Insersikan hemostat ujung lengkung ke dalam kavitas abses sampai terasa tahanan
dari jaringan yang sehat, kemudian buka ujung hemostat dan lakukan diseksi tumpul
dengan gerakan sirkular untuk membuka kavitas abses secara komplit.
8.
Lakukan irigasi luka dengan normal saline menggunakan spuit tanpa jarum sampai
cairan irigasi jernih.
37
9.
PASCA INSISI
1.
Antibiotika pasca insisi abses perlu diberikan pada pasien yang sehat. Pemasangan
drain saja sudah adekuat, dan sistem pertahanan tubuh mampu mengeliminasi
infeksi tanpa
pasien dengan selulitis luas di sekitar abses atau pasien dengan kondisi komorbid.
2.
Tutup luka insisi dengan penutup luka steril dan tidak mudah menempel pada luka.
Antibiotika topikal sering tidak diperlukan.
3.
4.
Bila diperlukan, penggantian packing material dan drain dapat dilakukan 2-3 hari
setelah insisi.
5.
Lakukan assessment
Jika kassa masih basah dan masih keluar cairan dari dalam drain, ganti dengan kassa
steril untuk melanjutkan proses penyembuhan dan instruksikan pasien untuk datang
2-3 hari kemudian.
7.
38
KOMPLIKASI INSISI
1.
Selulitis
2.
Limfangitis
3.
Infeksi sistemik
4.
Rekurensi abses. Jika abses kembali terbentuk meski drainase sudah optimal, lakukan
assessment apakah terdapat faktor risiko yang mendasari seperti kolonisasi
stafilokokus, kelainan anatomis atau kondisi immunocompromised.
REFERENSI
1.
Fitch, M.T., Manthey, McGinnis, H.D., Nicks, B.A., Pariyadath, M, N Engl J Med 2007;
357: e20.
2.
3.
Hankin, A, Everett, W.W., Are Antibiotics Necessary After Incision and Drainage of a
Cutaneous Abscess?, Ann Emerg Med. 2007, Volume XX, no. X; 1-3.
39
shaped), tumbuh perlahan-lahan, konsistensi lunak sampai kistik, sering muncul di tubuh,
leher, wajah, skrotum dan di belakang telinga. Kadang terlihat bintik keratin berwarna
gelap (punctum, komedo) di dalam kavitas di tengah massa tumor. Kista berdinding epitel
skuamous berlapis, diameter kista bervariasi dari beberapa millimeter sampai 5 cm. Pada
palpasi teraba mobile, kecuali bila terdapat fibrosis.
Kista epidermoid sering berasal dari ruptur folikel pilosebasea pada jerawat (acne).
Obstruksi duktus kelenjar sebasea dalam folikel rambut mengakibatkan terbentuknya
saluran yang sempit dan panjang, bermuara di permukaan komedo, menghubungkan
kavitas kista dengan permukaan kulit. Penyebab lainnya adalah defek perkembangan dari
duktus kelenjar sebasea atau implantasi dari epitel permukaan di bawah kulit akibat
trauma.
40
PERALATAN
A.
Baki nonsteril untuk meletakkan peralatan anestesi, diletakkan di atas meja beralas
duk tanpa lubang. Di atas baki diletakkan :
1. Sarung tangan dan masker non steril
2. Kapas alkohol
3. Cairan antiseptik : povidone-iodine 10%
4. Spuit 5 mL, berisi Lidocaine 2%-Epinephrine dengan jarum ukuran 30 dan 25
(untuk anestesi daerah di bawah kista).
B.
Baki steril beralas duk steril tanpa lubang untuk meletakkan peralatan untuk eksisi :
1.
2.
3.
4.
Blade no 11
5.
Needle holder
41
6.
Gunting Iris
7.
Forcep Adson
8.
Kapas steril
9.
Jarum
10.
PROSEDUR
1.
Persiapan :
- Lakukan prosedur antisepsis kulit dengan larutan povidone-iodine 10%.
- Lakukan anestesi infiltasi pada kulit di atas kista serta jaringan di samping dan di
bawah kista (bila kista berukuran cukup besar) menggunakan LidocaineEpinephrine 2%, kecuali untuk tumor di distal ekstremitas (lihat gambar 1).
- Hindari infiltrasi ke dalam kista karena akan meningkatkan tekanan di dalam kista
dan meningkatkan risiko ruptur.
42
buatlah insisi berbentuk oval. Jika tampak jaringan parut, disarankan membuat
insisi lebih radikal (lihat gambar 8).
- Dalamnya insisi awal kurang lebih hanya sampai setengah ketebalan dermis.
- Lakukan diseksi tumpul menggunakan ujung hemostat untuk memisahkan kista
dari jaringan sekitarnya. Jika insisi belum cukup, perdalam insisi. Jika insisi sudah
cukup dalam maka jaringan akan mudah disisihkan sehingga kapsula kista akan
terlihat. Lanjutkan diseksi tumpul dan tajam bergantian di sekeliling kista sehingga
seluruh kista dapat diangkat in toto.
43
- Jika terjadi ruptur, klem kapsul kista dengan hemostat. Hindarkan kontak antara isi
kista dengan jaringan karena potensial inflamasi.
3.
4.
Penjahitan luka
- Untuk kista berukuran kecil (diameter kurang dari 2 cm), luka cukup dijahit dengan
teknik matras vertikal.
- Untuk eksisi yang berukuran kecil, dapat dilakukan dengan teknik simple
44
5.
Penutupan luka
- Bersihkan luka dan tutup luka dengan rapi sehingga darah tidak terlihat rembesan
darah pada perban dan di sekitar luka.
Komplikasi
Saat kompresi, isi kista memancar keluar karena penekanan yang terlalu kuat. Hal ini
bisa dihindari dengan menutupkan kassa secara longgar di atas luka eksisi saat
45
menekan isi kista keluar. Dokter dapat memakai masker atau kacamata pelindung
untuk mencegah kontaminasi.
Dinding kista tak dapat keluar karena insisi terlalu kecil (pada teknik minimal
excision), terutama bila kista telah sering mengalami inflamasi sebelumnya sehingga
terbentuk jaringan parut. Pada kasus-kasus seperti ini, perluas insisi atau lakukan
prosedur eksisi standard.
Ruptur dinding kista. Pecahnya dinding kista disebabkan oleh kesalahan teknik eksisi
atau berkaitan dengan lokasi anatomis kista. Kista berlokasi di kulit kepala
mempunyai dinding lebih tebal dibandingkan kista di wajah, sehingga dapat diangkat
secara utuh.
Terbentuk bekuan darah setelah dinding kista diangkat. Pengangkatan kista yang
berukuran besar meninggalkan ruang terbuka yang cukup luas di bawah kulit yang
dapat terisi oleh hematoma atau material infeksi, meski perdarahan hebat jarang
terjadi. Hal ini dapat dicegah dengan melakukan penekanan menggunakan kassa di
lokasi pembedahan, sekaligus untuk mengeluarkan bekuan darah di dalamnya.
Isi kista tidak dapat ditekan keluar. Tumor padat dapat mirip dengan kista
epidermoid. Jika dengan eksisi minimal dicurigai adanya tumor padat, maka prosedur
pengangkatan selanjutnya adalah dengan prosedur eksisi standard dan hasil eksisi
dikirim untuk pemeriksaan patologi anatomi.
Referensi
1. Zuber, T.J., 2002, Minimal Excision Technique For Epidermoid (Sebaceous) Cysts, Am
Fam Physician, 65:1409-12,1417-8,1420,1423-4.
2. Sempowski, I.P., Sebaceous Cysts Ten Tips for Easier Excision, Can Fam Physician,
2006, 52: 315 7.
3. Moore, R. B., Fagan, E.B., Hulkower, S., Skolnik, D. C., 2007, Whats The Best
Treatment For Sebaceous Cysts?; J of Fam Practice, 56, 4 : 315-6.
46
EKSISI LIPOMA
Lipoma merupakan tumor jaringan lemak yang sering berlokasi dalam jaringan
subkutan di kepala, leher, bahu dan punggung. Lipoma dapat terjadi pada semua umur,
tapi tersering pada usia 40-60 tahun. Tumor tumbuh lambat, hampir selalu benigna, tanpa
rasa nyeri, bulat, berupa massa lunak dan mobile. Kulit di permukaan tumor terlihat
normal.
Sebagian besar lipoma asimtomatik. Diagnosis biasanya dapat ditegakkan dengan
pemeriksaan klinis. Selain jaringan subkutan, tumor dapat terjadi di jaringan yang lebih
dalam, seperti septa intermuskular, organ-organ abdomen, kavum oris, kanalis auditorius
internus, intrathorakal dan angulus serebelopontin.
Lipoma tidak perlu diangkat kecuali jika terdapat indikasi kosmetik, kompresi
jaringan di sekitarnya, atau jika diagnosis meragukan (dari pemeriksaan klinis tumor sulit
dibedakan dengan liposarcoma), yaitu :
- Diameter tumor berukuran lebih dari 5 cm.
- Lokalisasi di bahu, paha/ ekstremitas bawah atau di jaringan yang lebih dalam
(retroperitroneal, intraabdominal, intrathorakal).
- Terfiksasi atau berada di bawah fascia.
- Menampakkan gambaran malignansi : pertumbuhan cepat, invasi ke tulang atau
syaraf.
47
Vasculitic nodules
Rheumatic nodules
Nodular fasciitis
Metastatic disease
Sarcoidosis
Infeksi (misalnya onchocerciasis, loaiasis)
Hematoma
Erythema nodosum
Liposarcoma
PENATALAKSANAAN
1. Non-eksisional
Injeksi steroid, mengakibatkan atrofi sel lemak sehingga ukuran tumor akan mengecil
atau hilang. Injeksi Lidocaine 1% (Xylocaine) dan triamcinolone acetonide/ Kenalog (1:1)
diberikan bila tumor berukuran kecil (diameter < 2.5 cm). Campuran lidocaine (Xylocaine)
1% dan triamcinolone acetonide (Kenalog), dengan dosis 10 mg per mL, diinjeksikan ke
pusat tumor. Prosedur ini diulangi beberapa kali dengan interval 1-2 bulan.
Liposuction dapat dilakukan untuk mengangkat tumor berukuran kecil dan sedang,
terutama bila lokasi tumor berada di tempat-tempat di mana pembentukan jaringan ikat
harus dihindari. Eksisi lengkap sulit untuk dilakukan dengan teknik liposuction ini.
2. Eksisi
Persiapan
Sebelum operasi, tentukan batas tumor dengan palpasi. Buatlah garis batas luar
tumor dan garis eksisi kulit berbentuk fusiform dengan arah sesuai skin tension line. Garis
batas luar tumor membantu dokter menentukan apakah tumor sudah terangkat secara
komplit dan membantu menentukan batas infiltrasi anestetikum. Batas ini sering
tersamarkan bila baru ditentukan setelah tindakan injeksi anestetikum. Eksisi sebagian
kulit membantu mengurangi redundancy (keregangan) kulit saat penjahitan, yang sering
terjadi bila eksisi terlalu lebar.
48
Garis batas
luar tumor
Garis
eksisi kulit
Gambar 13a. Menentukan garis batas luar tumor dan garis batas eksisi kulit,
13b. Enukleasi
Kulit didesinfeksi dengan larutan povidone iodine 10% (Betadine), jangan
Enukleasi
Lipoma berukuran kecil dapat diangkat dengan enukleasi.
- Dibuat insisi sepanjang 3-4 mm pada kulit di atas lipoma.
- Masukkan ujung hemostat ke dalam lubang insisi, lakukan diseksi tumpul,
bebaskan massa lipoma dari jaringan di sekitarnya.
- Setelah bebas dari jaringan sekitarnya, lakukan enukleasi massa tumor dengan
insisi menggunakan ujung kuret tajam.
- Biasanya tidak diperlukan jahitan, perban tekan (pressure dressing) dapat
dipakai untuk mencegah terbentuknya hematoma.
Eksisi
Lipoma ukuran besar paling baik diangkat melalui insisi dan eksisi sebagian kulit
dilanjutkan dengan eksisi tumor dan mengeluarkan massa lipoma melalui lubang insisi.
-
Lakukan traksi kulit dengan menjepit bagian tengah kulit yang akan dieksisi
menggunakan hemostat atau klem Allis.
49
Lakukan diseksi tumpul atau tajam di sekeliling tumor secara bertahap menggunakan
skalpel atau gunting.
Jika satu bagian massa telah berhasil dipisahkan dari jaringan sekitarnya, lepaskan
klem atau hemostat, pergunakan klem atau hemostat untuk menjepit massa tumor.
Lanjutkan diseksi bila masih diperlukan.
Setelah seluruh massa berhasil dipisahkan dari jaringan sekitarnya, keluarkan massa
tumor secara utuh (in toto).
Lakukan kontrol perdarahan. Lakukan klem atau jahitan ligasi bila tampak perdarahan.
Dead space ditutup dengan teknik jahitan terputus simpul terkubur menggunakan
benang Vicryl 3-0 atau 4-0.
Sedapat mungkin hindari pemasangan drain, meski terkadang drain harus dipasang
untuk mencegah akumulasi cairan pada eksisi lipoma berukuran besar.
Jahit kulit dengan jahitan terputus menggunakan benang Nylon 4-0 atau 5-0.
50
Referensi
1. Salam, G.A., 2002, Lipoma Excision, Am Fam Physician, 65, 5, 901 904.
2. Luba, M.C., Bangs, S.A., Mohler, A. M., Stulberg, D. L., Common Benign Skin Tumors,
Am Fam Physician, 2003; 67: 729-38.
51
SIRKUMSISI
A
Gambar 17. A. Penis belum sirkumsisi, preputium intak, B. Penis belum sirkumsisi,
preputium retraksi, C. Penis sudah sirkumsisi
Sirkumsisi merupakan tindakan bedah yang paling sering dilakukan pada pria.
Selain alasan religius dan budaya, tujuan sirkumsisi adalah untuk menurunkan risiko
infeksi, karsinoma penis dan karsinoma serviks pada pasangannya, serta perbaikan
higiene daerah genital. Penelitian membuktikan bahwa pria yang tidak menjalani
sirkumsisi lebih rentan terhadap ulkus genital (syphilis, chancroid, herpes simplex) dan
infeksi oleh human papillomavirus (HPV).
Selain alasan di atas, indikasi medis sirkumsisi adalah :
1. Adhesi preputium
2. Phimosis : preputium tidak dapat diretraksi karena penyempitan mulut preputium.
3. Hypospadia
4. Epispadia
5. Paraphimosis : preputium tidak dapat ditarik kembali menutupi glans setelah
diretraksi.
6. Balanoposthitis (inflamasi pada glans dan preputium) dan balanitis (inflamasi
terbatas pada glans).
7. Preputial pearls dan kulit preputium yang terlalu kencang (redundant foreskin).
Preputial pearls adalah retensi smegma, yang merupakan sekresi kelenjar sebasea
pada lapisan preputium bagian dalam. Smegma tidak dapat disekresikan, biasanya
karena adhesi preputium.
8. Kulit preputium terlalu panjang.
52
Gunakan forcep diseksi (tweezers), jangan pergunakan klem arteri untuk menjepit
kulit saat menjahit.
Lakukan jahitan hemostatik di tempat yang tepat. Hindari insersi jarum terlalu
dalam sampai ke jaringan sekitar.
2. Meminimalkan perdarahan :
Tujuan :
-
Merupakan bagian dari prosedur bedah standard dan praktek medis yang
aman (safe medical practices).
53
Benang yang paling sering digunakan pada sirkumsisi adalah benang chromic
catgut 3.0 atau 4.0. Alternatif lain adalah benang vicryl rapide 4.0, tetapi lebih
mahal.
54
Jarum yang dipakai adalah jenis taper cut atau round body needle. Ujung taper cut
memudahkan jarum melewati kulit tapi mudah melukai kulit, terutama di bagian
dalam korona.
55
56
Jahitan matras
vertikal pada
posisi jam 9, 12
dan 3
PROSEDUR SIRKUMSISI
A. Identitas pasien
B. Informed consent
C. Riwayat Penyakit Dahulu
D. Pemeriksaan Fisik Umum
-
Lakukan pemeriksaan sistem sesuai dengan keluhan dan riwayat penyakit pasien.
E. Pemeriksaan Genital
-
Cuci tangan dengan air dan sabun, keringkan dengan handuk bersih.
Lakukan pemeriksaan genital, amati adanya kelainan pada penis, skrotum dan
perineum.
57
Cuci tangan dengan air dan sabun, keringkan dengan handuk bersih.
Mintalah orang tua pasien untuk mencuci daerah genital dan penis dengan air
dan sabun, termasuk area di bawah preputium dengan menarik preputium ke
arah dorsal.
PERSIAPAN ALAT
- Baki instrument beralas duk steril
- Forcep diseksi (gigi halus)
- Forcep arteri (2 buah ujung lurus, 2 buah ujung bengkok)
- Gunting Metzenbaum ujung bengkok
- Gunting benang
Gunting diseksi
needle holder
Forcep diseksi
(tweezers)
Pastikan semua alat dalam keadaan baik dan berfungsi dengan baik :
58
Lakukan sambung rasa dan komunikasi efektif dengan pasien dan keluarganya.
Lakukan review terhadap rekam medis pasien (anamnesis, hasil pemeriksaan fisik, hasil
pemeriksaan laboratorium).
Pastikan bahwa area genital telah dibersihkan dengan air dan sabun.
Cuci tangan dengan air dan sabun, keringkan dengan handuk bersih dan kering.
Lakukan antisepsis area genital dengan larutan povidone iodine 10% sebanyak 2 kali.
Dengan tangan kiri, tarik preputium ke arah dorsal, pastikan glans, area di bawah
preputium sudah bersih dan kering.
59
Pasang duk lubang steril, atau 4 buah duk segi empat steril (pasang di bagian atas,
bawah, kiri dan kanan), sehingga penis terpapar.
Sekali lagi lakukan pemeriksaan genitalia eksterna untuk memastikan tidak ada
kontraindikasi sirkumsisi yang belum terdeteksi pada pemeriksaan awal.
PROSEDUR ANESTESI
-
Perhitungkan dosis anestetik lokal yang diperlukan berdasarkan berat badan pasien.
60
61
62
Lakukan retraksi preputium secara penuh, pisahkan adhesi preputium secara tumpul
menggunakan forcep arteri.
Jika mulut preputium terlihat ketat, lakukan dilatasi menggunakan forcep arteri dengan
hati-hati, jangan terlalu dalam memasukkan ujung forcep sehingga melukai uretra.
Buatlah tanda batas insisi melingkar menggunakan marker pen atau gentian violet, 1
cm di sebelah proksimal dan sejajar dengan sulkus koronarius.
63
Jepit preputium dengan 2 buah forcep arteri pada posisi jam 3 dan jam 9, pastikan
tegangan di sebelah dalam dan luar preputium seimbang.
Sebelum membuat insisi pada posisi jam 12, klem preputium menggunakan forcep
arteri pada posisi jam 11 dan jam 1. Pastikan bagian dalam dari kedua fercep berada
di antara glans dan preputium, dan tidak menjepit meatus uretra.
Lakukan dorsal slit pada preputium sepanjang garis insisi menggunakan gunting diseksi,
dimulai dari ujung preputium sampai ke dorsal sulkus coronarius, sejauh mungkin ke arah
dorsal tetapi tidak melebihi garis batas insisi.
64
Rapikan sisa kulit di tepi bagian dalam preputium, sisakan kurang lebih 5 mm di proksimal
korona. Perhatikan, yang dirapikan hanya kulit, tidak boleh sampai menggunting jaringan
yang lebih dalam.
65
Identifikasi perdarahan. Tarik kulit preputium untuk mengekspos area di bawahnya. Jika
terdapat perdarahan, lakukan klem, ligasi atau under-running dengan catgut plain 3/0.
Saat meng-klem, lakukan seakurat mungkin, jangan sampai menjepit jaringan di sekitarnya
untuk menghindari pembentukan parut.
Jangan menempatkan jahitan hemostatik terlalu dalam. Saat melakukan jahitan hemostatik
di daerah frenulum atau daerah di bawah penis, jangan sampai melukai uretra.
Eksplorasi perdarahan
66
melakukan jahitan matras horizontal pada posisi jam 6, posisi raphe mediana kulit harus sesuai
dengan garis frenulum.
Gambar 38. Jahitan matras horizontal pada frenulum (posisi jam 6).
Jahitan matras vertical pada posisi jam 9, 12 dan 3. Jahitan sederhana
ditempatkan di antaranya.
Dengan benang chromic yang sama, tempatkan jahitan matras vertical pada posisi jam 9, 12
dan 3. Di antaranya lakukan 2-3 jahitan sederhana (total terdapat 16 jahitan).
67
68
Rapikan sisa kulit preputium di sisi luar forcep menggunakan skalpel. Meski forcep akan
melindungi glans dari scalpel, dokter tetap harus hati-hati jangan sampai melukai glans.
Lepaskan klem, rapikan kembali sisa kulit yang belum rapi. Tinggalkan kulit kurang lebih 5 mm
di sebelah proksimal korona. Perhatikan : hanya menggunting kulit, jangan sampai mengenai
jaringan yang lebih dalam.
69
Kekurangan :
MEMASANG BALUTAN
Setelah tidak tampak perdarahan sama sekali, aplikasikan balutan kassa mengandung jelly
petroleum (misalnya : Sofratulle) di sekeliling luka.
70
Mengecek kondisi perban beberapa kali selama 24 jam pertama. Dilihat apakah masih
71
terjadi perdarahan. Instruksikan pasien kembali ke dokter bila masih terjadi perdarahan.
-
Biarkan perban sampai 24 jam, baru kemudian diganti. Jika perban menempel terlalu erat,
basahi perban dengan air hangat dan vaselin sebelum dilepas.
Selama 4 hari berikutnya, gantilah perban sekali sehari, sebelumnya aplikasikan sedikit
vaselin di atas luka jahitan dan pada glans penis.
Area luka dijaga tetap bersih dan kering. Untuk membersihkan luka dapat dipergunakan
kapas atau washlap yang dibasahi air hangat. Hindari pemakaian alkohol, bedak atau lotion
karena justru akan mengakibatkan iritasi.
Tanda-tanda infeksi : discharge/ pus, berbau, kemerahan, bengkak, area luka teraba
hangat atau demam. Jika terjadi tanda-tanda demikian, instruksikan pasien untuk kembali
ke dokter.
Instruksikan kepada orang tua untuk kontrol 24 jam setelah sirkumsisi atau lebih awal jika
terjadi :
Perdarahan
Tanda-tanda infeksi
Nyeri hebat
Retensi urin
Nyeri saat berkemih
PEMERIKSAAN 48 JAM POST-OPERATIF
Persiapan
Alat yang diperlukan :
Sarung tangan
Larutan antiseptik
Saline
Cotton ball
Gunting benang
Pasien dibaringkan di atas tempat tidur periksa.
72
Cucilah tangan dengan sabun dan air, keringkan dengan handuk bersih dan kering.
Kenakan sarung tangan.
Lakukan pemeriksaan penis. Dilihat apakah terdapat perdarahan, discharge atau luka
jahitan terbuka.
Lepaskan perban. Jika perban kering dan menempel pada luka, basahi dengan saline
secukupnya. Jangan menarik paksa perban yang menempel erat karena mengakibatkan
luka terbuka kembali.
Lakukan inspeksi jahitan, dilihat apakah terjadi perdarahan, keluar discharge atau luka tidak
menutup dengan sempurna.
Bersihkan luka dengan saline steril, biarkan mengering. Luka tidak perlu ditutup lagi.
Cuci tangan dengan air dan sabun, keringkan.
Informasikan hasil pemeriksaan kepada orang tua pasien.
Berikan instruksi selanjutnya :
-
Hati-hati saat membersihkan daerah genital, pergunakan sabun bayi yang lembut dan
air.
KOMPLIKASI SIRKUMSISI
Komplikasi prosedur
1. Eksisi kulit preputium terlalu luas
2. Adhesi
3. Perdarahan
4. Hematom
5. Luka tidak menutup
6. Infeksi
7. Gangren
8. Penurunan sensitivitas atau hipersensitivitas glans
9. Jaringan parut
10. Discomfort saat ereksi
11. Torsio (mal-alignment) batang penis
73
REFERENSI
1. Malone, P., Steinbrecher, H., 2007, Medical Aspects Of Male Circumcision, BMJ, ; 335;
1206-1290.
2. Task Force on Circumcision, Circumcision Policy Statement, Pediatrics 1999; 103; 3;
686-693, http://www.pediatrics.org/cgi/content/full/103/3/686
3. SC Tucker, S.C., Cerqueiro,J, Sterne,G.D.,
Bracka, A, Circumcision: a refined
technique and 5 year review, Ann R Coll Surg Engl 2001; 83, 121 5.
4. Otolorin, E., Johnson, P, for World Health Organization, UNAIDS and JHPIEGO, Manual
for Male Circumcision under Local Anaesthesia, September 2008.
5. Leaper, D.J., Harding, K.G., 2006, ABC of wound healing : Traumatic and surgical
wounds, BMJ 332: 532-5.
74
MANAJEMEN LUKA
Dian Ariningrum*, Jarot Subandono*
TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah mempelajari keterampilan Manajemen Luka ini, mahasiswa diharapkan
mampu :
1. Mengetahui jenis-jenis luka
2. Melakukan penilaian terhadap luka luar
3. Menghentikan perdarahan pada luka terbuka
4. Melakukan desinfeksi luka
5. Membersihkan luka kotor
6. Melakukan debridement luka dengan gunting dan skalpel
7. Melakukan wound stitching
8. Melakukan penjahitan luka (wound suturing)
9. Menutup luka dengan perban
10. Mengangkat jahitan
11. Menetapkan derajat luka bakar
12. Melakukan penatalaksanaan luka bakar
PENDAHULUAN
Luka didefinisikan sebagai terputusnya kontinuitas jaringan tubuh oleh sebab-sebab
fisik, mekanik, kimia dan termal. Luka, baik luka terbuka atau luka tertutup, , merupakan
salah satu permasalahan yang paling banyak terjadi di praktek sehari-hari ataupun di
ruang gawat darurat. Penanganan luka merupakan salah satu keterampilan yang harus
dikuasai oleh dokter umum.
Tujuan utama manajemen luka adalah mendapatkan penyembuhan yang cepat
dengan fungsi dan hasil estetik yang optimal. Tujuan ini dicapai dengan pencegahan
infeksi dan trauma lebih lanjut serta memberikan lingkungan yang optimal bagi
penyembuhan luka.
*Bagian Biokimia Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta/ Skills Lab
Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta
75
Tidak
mengidentifikasi
masalah-masalah
pasien
yang
dapat
mengganggu
penyembuhan luka.
2.
3.
4.
Penggunaan antibiotika topikal dan ramuan obat perawatan luka yang kurang tepat.
5.
Pemilihan produk perawatan luka kurang sesuai dengan kebutuhan pasien atau justru
berbahaya.
7.
Tidak dapat memilih program penatalaksanaan yang sesuai dengan kebutuhan pasien
dan kondisi luka.
8.
2.
Fase destruktif : pembersihan debris dan jaringan nekrotik oleh netrofil dan makrofag.
3.
Fase proliferative : infiltrasi daerah luka oleh pembuluh darah baru (neovaskularisasi),
diperkuat oleh jaringan ikat.
4.
Fase maturasi : meliputi re-epitelisasi, kontraksi luka dan reorganisasi jaringan ikat.
Dalam kenyataannya, fase-fase tersebut saling tumpang tindih. Durasi setiap fase dan
waktu untuk penyembuhan luka secara sempurna tergantung pada beberapa faktor.
76
Penyembuhan
77
2.
Kurang kuat dibandingkan jaringan ikat yang terbentuk dari penyembuhan luka
primer.
Perawatan luka lebih sederhana dan mudah, hanya perlu menjaga luka jahitan tetap
bersih dan kering.
2.
3.
4.
Tidak terbentuk jaringan parut/ hanya terbentuk jaringan parut berukuran kecil
sehingga hasil kosmetik lebih baik dan tidak mengganggu fungsi.
5.
78
dengan
cara
mengamati,
memberikan
pertanyaan
serta
melakukan
Menilai adanya kegawatan, yaitu apakah terdapat kondisi yang membahayakan jiwa
pasien (misalnya luka terbuka di dada atau abdomen yang kemungkinan dapat
merusak struktur penting di bawahnya, luka dengan perdarahan arteri yang hebat,
luka di leher yang dapat mengakibatkan obstruksi pernafasan dan lain-lain).
2.
Penilaian luka dilakukan terhadap 2 aspek, yaitu terhadap pasien dan terhadap luka itu
sendiri.
Riwayat luka :
- Mekanisme terjadinya luka.
- Kapan terjadinya luka : setelah 3 jam, kolonisasi bakteri dalam luka akan
meningkat tajam.
- Di mana pasien mendapatkan luka tersebut.
- Bila saat pasien datang luka telah dibersihkan tetap harus ditanyakan adakah
kontaminan dalam luka, misalnya logam, kotoran hewan atau karat. Adanya
kontaminan dalam luka meningkatkan risiko terjadinya infeksi dan tetanus.
- Perdarahan dan jumlah darah yang keluar.
79
2.
Infeksi
3.
4.
Status nutrisi
5.
Merokok
6.
Pengobatan
7.
Status psikologis
8.
9.
80
yang
ditetapkan dokter.
- Status nutrisi
Nutrisi berperan penting dalam proses penyembuhan luka (tabel 3). Kekurangan
salah satu atau beberapa nutrient mengakibatkan penyembuhan luka terhenti pada
tahapan tertentu.
- Berat badan
Pada pasien dengan obesitas, adanya lapisan lemak yang tebal di sekitar luka
dapat mengganggu penutupan luka. Selain itu, vaskularisasi jaringan adiposa tidak
optimal sehingga jaringan adiposa merupakan salah satu jenis jaringan yang paling
rentan terhadap trauma dan infeksi.
- Vaskularisasi ke area luka.
Penyembuhan luka di kulit paling optimal di area wajah dan leher karena
merupakan area dengan vaskularisasi paling baik. Sebaliknya dengan ekstremitas.
Kondisi-kondisi yang mengakibatkan gangguan vaskularisasi ke area luka, misalnya
diabetes atau arteriosklerosis, dapat memperlambat atau bahkan menghentikan
penyembuhan luka.
- Respons imun.
- Penyakit kronis, seperti penyakit endokrin, keganasan, inflamasi dan infeksi lokal
serta penyakit autoimmun.
81
- Radioterapi
- Riwayat alergi : makanan, obat (anestetik, analgetik, antibiotik, desinfektan,
komponen benang, lateks/plester dan lain-lain).
Tabel 3. Nutrisi yang Diperlukan untuk Penyembuhan Luka
- Protein
- Asam amino
- Karbohidrat
- Lipid
- Vitamin
- Mineral
- Air
Sumber : Eagle, 2009
4.
5.
Pemeriksaan Fisik
1.
2.
Pemeriksaan fisik umum : bertujuan mencari tanda adanya faktor komorbid, seperti :
82
gangguan fungsi.
4.
83
Kapiler
Vena
Karakteristik
Penatalaksanaan
- Memancar, pulsatil
- Warna darah merah terang
- Perdarahan hebat, cepat
mengakibatkan shock hipovolemik
- Merembes
- Warna merah terang
- Dapat
mengakibatkan
shock
hipovolemik bila lukanya luas
- Mengalir (flowing)
- Warna merah gelap
- Eksplorasi segera
- Ligasi arteri
- Kompresi
- Kompresi langsung
(direct pressure)
secara adekuat
Jenis luka
2.
3.
Ukuran luka
Jenis luka
Berdasarkan penyebabnya, luka dibagi menjadi :
a.
Abrasi :
- Merupakan kerusakan epitel permukaan akibat trauma gesek pada epidermis.
- Abrasi luas dapat mengakibatkan kehilangan cairan tubuh.
- Luka harus segera dicuci, benda asing dalam luka
Kontusio :
- Biasanya disebabkan oleh trauma tumpul atau ledakan.
- Dapat mengakibatkan kerusakan jaringan yang luas.
- Pada awalnya, lapisan kulit di atasnya bisa jadi intak, tapi pada akhirnya dapat
menjadi non-viable.
- Hematoma berukuran besar yang terletak di bawah kulit atau atau di dalam otot
dapat menetap.
- Kontusio luas dapat mengakibatkan infeksi dan compartment syndromes.
84
c.
Laserasi :
Laserasi terjadi jika kekuatan trauma melebihi kekuatan regang jaringan, misalnya
robekan kulit kepala akibat trauma tumpul pada kepala.
Laserasi diklasifikasikan berdasarkan mekanisme terjadinya, yaitu :
1) Insisi :
- Luka sayatan, disebabkan oleh benda tajam.
- Kerusakan jaringan sangat minimal.
- Contoh : luka tusuk, luka pembedahan, terkena pecahan kaca.
- Ditutup dengan bantuan jahitan, klip, staples, adhesive strips
(plester)
85
Luka bersih : luka elektif, bukan emergency, tidak disebabkan oleh trauma, ditutup
secara primer tidak ada tanda inflamasi akut, prosedur aseptik dan antiseptik
dijalankan dengan baik, tidak melibatkan traktus respiratorius, gastrointestinal, bilier
dan genitourinarius. Kulit di sekitar luka tampak bersih, tidak ada tanda inflamasi.
Jika luka sudah terjadi beberapa saat sebelumnya, dapat terlihat sedikit eksudat
(bukan pus), tidak terlihat jaringan nekrotik di dasar luka. Risiko infeksi <2%.
b.
c.
d.
86
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
Edema
Vaskularisasi buruk
Penurunan suhu area luka
Trauma berulang
Infeksi
Dehidrasi
Eksudat berlebihan
Hipoksia lokal
Jaringan nekrotik luas
Benda asing
Produk metabolik lokal berlebihan
Pengelupasan jaringan yang luas
1. Gangguan kardiovaskuler
2. Malnutrisi
3. Dehidrasi
4. Obesitas
5. Anemia
6. Hipoalbuminemia
7. Gangguan fungsi hati
8. Gangguan metabolik & endokrin
9. Kondisi immunocompromised
10. Imobilitas
Faktor patofisiologis
Intrinsik
Penatalaksanaan luka
tidak tepat
Ekstrinsik
1. Steroid
4. AINS
2. Radiasi
5. Imunosupresan
3. Kemoterapi 6. Antikoagulan
87
3. Posisi luka
4. Ukuran luka
5. Jumlah discharge
6. Bau
7. Nyeri
Dinilai :
- Penyebab nyeri (adakah inflamasi atau infeksi)
- Lokasi nyeri
- Derajat nyeri
- Kapan nyeri terasa (sepanjang waktu, saat
mengganti pembalut)
8. Tepi luka
88
Jaringan nekrotik
Akibat kematian jaringan, permukaan luka tertutup oleh lapisan jaringan nekrotik
(eschar) yang seringkali berwarna hitam atau kecoklatan. Pada awalnya konsistensi lunak,
tetapi kemudian akan mengalami dehidrasi dengan cepat sehingga menjadi keras dan
kering. Jaringan nekrotik dapat memperlambat penyembuhan dan menjadi fokus infeksi.
Diperlukan pembersihan luka (debridement) dari jaringan nekrotik secepatnya sehingga luka
dapat memasuki tahapan penyembuhan selanjutnya.
Gambar 10. Dasar luka tertutup jaringan nekrotik (*) & slough (
)
89
Slough
Slough, juga merupakan jenis jaringan nekrotik, merupakan material lunak yang
terdiri atas sel-sel mati, berwarna kekuningan dan menutupi luka. Dapat berbentuk seperti
serabut/ benang yang menempel di dasar luka. Slough harus dibedakan dari pus, di mana
slough tetap menempel di dasar luka meski diguyur air, sementara pus akan terlarut
bersama air. Slough merupakan predisposisi infeksi dan menghambat penyembuhan luka,
meski demikian, adanya slough tidak selalu merupakan tanda terjadinya infeksi pada luka.
Pada luka kronis yang dalam, tendo yang terpapar (gambar 12)
dengan slough, sehingga dokter harus hati-hati saat melakukan debridement menggunakan
skalpel. Untuk menstimulasi pembentukan jaringan granulasi dan membersihkan luka dari
eksudat, slough dibersihkan dengan aplikasi dressing yang sesuai.
LUKA AKUT
LUKA KRONIS
90
Jaringan granulasi
Granulasi adalah jaringan ikat yang mengandung banyak kapiler baru yang akan
membantu penyembuhan dasar luka. Jaringan granulasi sehat berwarna merah jambu pucat
atau kekuningan, mengkilat dan terlihat seperti tumpukan kelereng. Jika disentuh terasa
kenyal, tidak nyeri dan tidak mudah berdarah meski dalam jaringan granulasi terdapat
banyak pembuluh darah baru. Jaringan granulasi yang berwarna merah terang dan mudah
berdarah menunjukkan terjadinya infeksi.
91
Jaringan hipergranulasi
Hipergranulasi merupakan pembentukan jaringan granulasi secara berlebihan.
Hipergranulasi akan mengganggu migrasi epitel sehingga memperlambat penyembuhan luka.
Jaringan epitel
Berupa jaringan berwarna putih keperakan atau merah jambu, merupakan epitel yang
bermigrasi dari tepi luka, folikel rambut atau kelenjar keringat. Biasanya menutupi jaringan
granulasi. Terbentuknya jaringan epithelial menandakan fase penyembuhan luka tahap akhir
hampir selesai.
Jaringan terinfeksi
Luka yang terinfeksi ditandai dengan :
- Jaringan sekitar luka bengkak dan kemerahan.
- Penambahan ukuran luka.
- Luka mudah berdarah, terutama saat mengganti balutan.
- Peningkatan produksi eksudat dan pus.
- Luka berbau.
- Terbentuk jaringan nekrotik.
- Perubahan warna pada luka, tepi luka dan di sekitar luka.
- Perubahan sensasi : luka lebih nyeri, atau sebaliknya, hipoestesi/ anestesia.
- Keterlambatan penyembuhan luka.
- Gejala sistemik dari infeksi : demam, malaise.
Lokasi luka
Lokasi dan posisi mempengaruhi pemilihan dressing, sebagai contoh jenis dan ukuran
dressing untuk luka di abdomen berbeda dengan dressing untuk luka di tumit atau jari-jari
kaki.
92
Ukuran luka
Harus diukur panjang, lebar, lingkar luka, kedalaman luka dan luas dasar luka, serta
perubahan ukuran luka setiap kali pasien datang. Pergunakan alat ukur yang sama supaya
hasil ukuran akurat dan dapat saling diperbandingkan.
Kedalaman luka diukur dengan bantuan aplikator atau cotton-bud yang dimasukkan
tegak lurus ke dasar luka terdalam -- tandai aplikator -- ukur dengan penggaris.
Kadang kerusakan jaringan dan nekrosis meluas ke lateral luka, di bawah kulit,
sehingga sering tidak terlihat. Perlu dinilai ada tidaknya pembentukan sinus, kavitas, traktus
atau fistula, yang dapat mengganggu drainase eksudat, berpotensi infeksi dan menghambat
penyembuhan luka. Penyembuhan luka ditandai dengan berkurangnya ukuran luka.
Gambar 22. Mengukur kedalaman luka, kiri : dengan jari, kanan : dengan aplikator
Tipe dan jumlah eksudat
Terlihat pada luka terbuka. Selama penyembuhan luka, jenis dan jumlah
pembentukan eksudat bervariasi. Luka terus menghasilkan eksudat sampai epitelisasi terjadi
secara sempurna. Kuantitas eksudat bervariasi dari sedikit, sedang, banyak, dan sangat
banyak (profuse). Biasanya, makin besar ukuran luka, makin banyak eksudat yang terbentuk.
Berdasarkan kandungan material di dalamnya, eksudat dibedakan menjadi : serous,
serohemoragis, hemoragis dan purulen (pus).
93
penyembuhan atau terjadi infeksi pada luka. Nyeri pada luka harus diidentifikasi
penyebabnya (inflamasi atau infeksi), kualitas dan kuantitasnya.
Tepi luka
Tepi luka dapat menyempit atau justru melebar. Dapat menggaung (meluas ke
lateral, di bawah kulit -- undermining), membentuk kavitas, traktus atau sinus. Tepi luka bisa
curam, landai, regular, ireguler atau meninggi. Selama penyembuhan luka pasti terjadi
94
perubahan bentuk luka. Penting untuk memantau dan mencatat keadaan tepi luka karena
merupakan indikator penyembuhan luka.
Gambar 25. Kiri : maserasi kulit, kanan : luka terinfeksi. Tampak selulitis di sekitar luka.
2.
3.
95
4.
5.
6.
Mengembalikan fungsi.
7.
2.
3.
Lampu penerangan
4.
5.
Instrumen anestesi :
- Kassa steril
- Agen anestesi lokal
- Spuit 5-10 mL
- Jarum ukuran 25-30
6.
7.
Spuit dengan
pelindung percikan air
(splatter shield)
96
8.
Kassa
Perban/ pembalut
Plester
Salep antibiotika
ANESTESI LUKA
-
Efek Lidocaine berakhir dalam 1 jam, sementara efek Bupivacaine dalam 2-4 jam.
Prosedur :
1.
2.
3.
Injeksikan secara perlahan ke dalam atau ke bawah kulit di sekeliling luka untuk
mencegah material kontaminan terdorong ke area yang bersih.
4.
Jika anestetikum telah masuk secara benar, akan terlihat edema kulit sesaat setelah
disuntikkan.
5.
Jika laserasi terjadi di area di mana dapat dilakukan blockade syaraf (misalnya di
ujung-ujung jari), lakukan anestesi blok, karena efek anestesi lebih baik.
6.
7.
Sebelum dan selama melakukan tindakan eksplorasi luka dan pencucian, cek apakah
anestesi masih efektif. Sensasi tekan tidak ditumpulkan oleh anestesi lokal. Dengan
anestesi yang adekuat pasien masih merasakan tekanan, tapi tidak menyakitkan.
Jepit ujung kulit dengan pinset atau sentuh menggunakan ujung jarum. Bila pasien
masih merasakan nyeri, tambahkan anestesi.
MENCUCI LUKA
Tindakan mencuci luka harus dilakukan sesegera mungkin setelah terjadi luka. Jika
kulit terbuka, bakteri yang berada di sekitarnya akan masuk ke dalam luka. Paling baik
adalah menggunakan air mengalir dan sabun.
97
Luka dangkal
2.
aspal, diperlukan irigasi tekanan tinggi (5-8 psi) atau tindakan scrubbing. Irigasi tekanan
tinggi dilakukan dengan menyemprotkan NaCl fisiologis atau akuades menggunakan spuit
10-50 mL. Irigasi dengan tekanan terlalu tinggi (>20-30 psi, misalnya dengan jet shower)
tidak boleh dilakukan karena justru merusak jaringan. Dokter dapat mengenakan kacamata
pelindung untuk menghindari percikan air ke mata. Jika luka sangat kotor, mungkin
diperlukan washlap dan pinset untuk membersihkan kotoran dari dalam luka.
Larutan antiseptik seperti alkohol atau hydrogen peroksida sebaiknya tidak
digunakan, sementara larutan antiseptik seperti povidone iodine 10% hanya digunakan pada
luka akut, dan tidak digunakan terlalu sering, karena justru akan merusak sel-sel kulit baru
dan sel-sel fagosit yang bermigrasi ke area luka, sehingga risiko infeksi lebih besar dan
penyembuhan luka lebih lama.
Imunisasi Tetanus
Tetanus merupakan penyakit infeksi serius yang disebabkan oleh bakteri Clostridium
tetani yang banyak ditemukan di tanah atau kotoran binatang. Tetanus tidak akan terjadi
jika seseorang telah diimunisasi secara adekuat.
Imunisasi tetanus pada anak diberikan sebanyak 3 kali dengan interval 1 bulan.
Berikutnya pasien harus mendapatkan imunisasi booster tiap 10 tahun untuk tetap kebal
terhadap tetanus seumur hidup. Jika luka terkontaminasi oleh tanah atau kotoran binatang,
pasien harus diberikan booster tetanus jika imunisasi tetanus terakhir lebih dari 5 tahun
sebelumnya. Jika luka bersih, misalnya terpotong pisau atau pecahan kaca, riwayat imunisasi
10 tahun sebelumnya cukup adekuat memberikan kekebalan terhadap tetanus.
Gambar 26. Kiri : Mencuci luka dengan saline, B. Irigasi luka dengan tekanan
DEBRIDEMENT LUKA
Debridement adalah proses mengangkat jaringan mati dan benda asing dari dalam
luka untuk memaparkan jaringan sehat di bawahnya. Jaringan mati bisa berupa pus, krusta,
eschar (pada luka bakar), atau bekuan darah. Debridement harus dilakukan karena :
1.
Jaringan mati akan mengganggu penyembuhan luka, meningkatkan risiko infeksi dan
menimbulkan bau.
2.
3.
99
2.
Mechanical debridement :
a. Wet-to-dry dressing, di mana kassa lembab ditutupkan di atas luka dan dibiarkan
mengering. Jaringan nekrotik akan ikut terangkat saat kassa diangkat. Kekurangan
metode ini adalah :
-
Sangat menyakitkan
Perdarahan
Chemical debridement :
a.
b.
4.
Biological debridement :
Terapi larva, yang dipergunakan adalah larva Lucilia sericata (greenbottle fly). Larva
diaplikasikan pada luka. Larva dibiarkan mencerna jaringan nekrotik dan bakteri, serta
meninggalkan jaringan sehat. Meski cukup efisien, efikasi terapi ini masih menjadi
kontroversi.
Kontraindikasi debridement :
1.
2.
Terapi antikoagulan
3.
Pyoderma gangrenosum
100
101
102
Luka biasanya akan merapat dalam 24-48 jam dan sembuh dalam 8-10 hari. Menutup
luka dengan perban non-adheren selama 24-48 jam sudah adekuat, selanjutnya luka
dibiarkan terpapar udara.
Setelah dijahit, diberikan aplikasi salep antibiotika atau vaselin tipis-tipis, kemudian tutup
luka dengan kassa steril dan diplester.
Luka dijaga tetap bersih dan kering. Pasien boleh mandi, luka dibersihkan dengan air
dan sabun dengan seksama, kemudian segera dikeringkan dengan handuk bersih dan
kering. Aplikasikan salep antibiotika tipis-tipis pada garis jahitan, kemudian luka kembali
ditutup dengan kassa steril.
Luka ditutup selama 3-5 hari (tergantung ukuran luka), kemudian dibiarkan dalam
keadaan terbuka sampai jahitan diangkat.
Pada luka di ujung-ujung ekstremitas, mintalah pasien untuk melakukan elevasi kaki dan
tangan secara berkala untuk mengurangi oedema jaringan, sehingga membantu
penyembuhan luka.
Jahitan diangkat setelah 5-7 hari (luka di wajah), 10-14 hari (luka di tangan atau di
tempat-tempat lain dengan regangan tinggi, misalnya di atas persendian) atau 7-10 hari
(di tempat lain).
Instruksikan pasien untuk datang kembali jika terlihat tanda-tanda infeksi lokal pada
luka.
Komplikasi :
1.
Infeksi
2.
Dehisensi jahitan
3.
4.
5.
Pembentukan parut.
Infeksi.
2.
103
3.
Waktu terjadinya luka lebih dari 6 jam sebelumnya, kecuali bila luka di area wajah.
4.
Luka kotor yang tidak dapat dibersihkan secara sempurna, sehingga masih terdapat
benda asing di dalam luka.
5.
6.
7.
Tegangan dalam luka atau pada kulit di sekitar luka terlalu tinggi, mengakibatkan perfusi
jaringan di sekitar luka buruk.
Terkadang luka dapat dibiarkan terbuka tanpa usaha menutup luka secara primer, bila :
1.
2.
3.
Luka tidak terletak di area persendian dan area yang penting secara kosmetik.
4.
5.
Waktu terjadinya luka lebih dari 6 jam sebelumnya, kecuali bila luka di area wajah.
6.
Luka terkontaminasi (highly contaminated wounds), misalnya luka gigitan (binatang atau
manusia) atau luka yang sangat kotor.
7.
Diperkirakan terdapat dead space setelah dilakukan jahitan (gambar .). Dead space
terjadi karena hilangnya sebagian jaringan subkutan, atau bila terdapat oedema kulit di
sekitar luka. Jika luka ditutup secara primer, darah akan terkumpul dalam dead space,
sehingga akan meningkatkan risiko infeksi dan memperlambat proses penyembuhan
luka.
8.
Kulit yang hilang akibat luka cukup luas atau di sekeliling luka terdapat oedema jaringan
yang hebat. Bila dilakukan penutupan luka secara primer, biasanya jahitan akan menjadi
terlalu kencang sehingga akan mengganggu vaskularisasi jaringan di tepi luka. Jaringan
akan mengalami iskemia dan nekrosis.
Dead space
104
Pada penyembuhan luka sekunder, tepi luka tidak dapat menyatu dengan mudah,
karena terjadi hilangnya jaringan yang cukup luas atau karena infeksi. Biasanya luka terbuka,
dengan pembentukan kavitas. Penyembuhan dimulai dari dasar luka dan diakhiri dengan
kontraksi tepi-tepi luka (gambar .).
luka dan
dilakukan penutupan secara primer jika kondisi luka sudah memungkinkan. Selama
105
menunggu penutupan secara primer, perawatan luka sama dengan perawatan luka yang
ditutup secara sekunder.
Komplikasi utama setelah tindakan penjahitan luka adalah infeksi dan dehisensi.
Pasien harus diberi informasi bagaimana mengenali tanda-tanda awal infeksi pada luka dan
sekitar luka. Tanda-tanda tersebut jangan sampai disalahartikan sebagai tahapan inflamasi
dari penyembuhan luka, yang biasanya terjadi 3-7 hari setelah penutupan luka. Bila terjadi
dehisensi luka, maka pilihan penatalaksanaannya adalah dengan penyembuhan sekunder
atau tersier.
MENUTUP LUKA (WOUND DRESSING)
Karakteristik Pembalut Luka yang Ideal
Pembalut luka yang ideal harus dapat memberikan lingkungan yang optimal bagi
penyembuhan luka dan melindungi luka dari trauma. Berikut ini adalah karakteristik pembalut
luka yang ideal :
1.
Dapat mempertahankan kelembaban pada area luka. Dasar luka yang kering
menghambat penyembuhan luka.
2.
Dapat menyerap
eksudat
sekitar luka
Mempertahankan suhu dalam luka tetap optimal bagi penyembuhan luka dan melindungi
luka dari perubahan suhu lingkungan. Penurunan suhu di dasar luka akan menghambat
aktifitas fibroblast.
4.
5.
Cukup menempel dengan erat sehingga tidak mudah terlepas, namun tidak memberikan
trauma yang berlebihan saat penggantian pembalut. Pembalut yang menempel terlalu
erat sehingga sulit dilepas mengakibatkan rasa nyeri dan rusaknya jaringan granulasi
baru yang masih rapuh.
6.
7.
Mudah diperoleh.
8.
Aplikasi sederhana sehingga penggantian pembalut dapat dilakukan sendiri oleh pasien
atau keluarganya di rumah.
106
Saat kassa terangkat akan membawa serta debris. Jika kassa menempel terlalu
erat, lembabkan kassa supaya mudah diangkat.
Idealnya balutan diganti 3-4 kali sehari. Bahkan dapat lebih sering pada luka sangat
kotor. Pada luka bersih, balutan boleh diganti 1-2 kali sehari.
Menyerap eksudat
Teknik :
-
Idealnya balutan diganti 2-3 kali sehari. Jika terlihat mengering, tuangkan sedikit
saline ke atasnya.
107
C. Salep antibiotika
Cara :
-
Aplikasikan salep di atas luka tipis-tipis menggunakan aplikator atau cotton bud.
D. Memilih balutan
Untuk luka yang tertutup oleh jaringan nekrotik, tetap harus dilakukan debridement
mekanis, baru kemudian ditutup dengan balutan yang sesuai.
MENGGANTI BALUTAN
Langkah 1: Melepas balutan
Tindakan melepas perban merupakan tahapan yang
paling menyakitkan selama penggantian balutan
karena perban mungkin telah kering atau ada bagian
yang menempel pada luka, sehingga langkah ini harus
dilakukan sangat hati-hati. Melembabkan balutan
menggunakan saline dapat memudahkan melepas
balutan yang menempel. Oleh karena itu, penting
untuk mempertahankan kelembaban di area luka,
salah satunya adalah untuk memudahkan saat
penggantian balutan.
Langkah 2 : Membersihkan luka
Luka dicuci menggunakan saline. Sebaiknya tidak
menggunakan sabun atau larutan pembersih lain
karena justru akan merusak sel-sel baru dan
melarutkan substansi-substansi biokimia alamiah yang
penting untuk penyembuhan luka. Bahan kimia justru
juga akan membuat kulit kering sehingga luka akan
lebih nyeri. Setelah luka bersih, keringkan hati-hati
dengan handuk bersih dan kering.
108
ABRASI
Setelah pencucian luka, tutup luka dengan kassa perban atau bebat. Berikan kompresi
luka bila masih terjadi perdarahan, kecuali bila sumber perdarahan dari arteri.
Lingkungan dengan kelembaban optimal akan mempercepat penyembuhan luka dengan
mencegah dehidrasi sel, terutama akhiran syaraf, serta menstimulasi sintesis kolagen dan
angiogenesis, sehingga mengurangi nyeri dan risiko infeksi serta memperbaiki hasil
kosmetik. Lingkungan yang lembab diciptakan dengan menutup luka menggunakan
antibiotika topikal dan mengaplikasikan perban occlusive mengandung lapisan atau gel
hidrokoloid yang akan melembabkan luka dan mencegah penguapan cairan berlebihan.
Pemilihan pembalut luka tergantung pada sebab, ukuran, kedalaman, lokasi, jumlah
eksudat yang dihasilkan dan kontaminasi luka. Perban oklusif mengurangi nyeri,
mempercepat penyembuhan luka dan lebih nyaman untuk pasien, meski lebih mahal
dibandingkan pembalut kassa. Pembalut basah yang memicu maserasi jaringan dan
proliferasi bakteri harus dihindari. Antibiotika sistemik untuk profilaksi tidak perlu diberikan
secara rutin, kecuali bila luka kotor, terkontaminasi atau terinfeksi.
Setelah luka dicuci dengan irigasi saline dan dibersihkan dari benda asing, abrasi yang
hanya meliputi epidermis dan bagian superfisial dermis dapat diolesi antibiotik topikal dan
ditutup dengan balutan oklusif.
109
Abrasi sampai di bawah dermis, terutama bila luasnya melebihi 1 cm2 atau melibatkan
struktur di bawahnya, dan luka abrasi yang tidak sembuh dalam 2 minggu memerlukan
konsultasi bedah plastik dan penatalaksanaan lebih lanjut, misalnya grafting
Pada abrasi yang disebabkan ledakan, kembang api atau kecelakaan lalu lintas (kontak
dengan aspal jalan atau permukaan yang kotor) sehingga partikel kotoran masuk ke
dalam jaringan, diperlukan scrubbing
diberikan lidokain topikal, anestesi lokal infiltratif atau anestesi regional (bila luka
berukuran kecil-sedang) dan analgetik opioid atau sedatif bila abrasi luas. Pengangkatan
partikel benda asing dari dalam luka sebelum 24 jam memberikan hasil akhir kosmetik
yang baik.
RE-ASSESSMENT LUKA
Saat pasien datang kembali kepada dokter, dokter harus melakukan re-assessment
luka untuk memastikan manajemen luka yang diberikan efektif dalam membantu
penyembuhan luka.
Tabel 6. Re-assessment Luka
1.
2.
Menilai status kesehatan pasien secara umum. Memastikan status kesehatan tetap
optimal untuk penyembuhan luka.
Memastikan vaskularisasi ke area luka tetap baik.
3.
4.
Mengamati perubahan pada luka (dasar luka, tepi luka, jaringan di sekitar luka).
5.
6.
Menilai apakah manajemen yang diberikan masih efektif untuk penyembuhan luka.
7.
Pemeriksaan laboratorium :
Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk mencari faktor risiko dan faktor
110
Tujuan
Mengetahui kemungkinan infeksi.
Pemeriksaan lainnya :
- Pemeriksaan radiologi : untuk mengetahui adanya osteomyelitis sebagai komplikasi
dari luka kronis.
LUKA BAKAR
Klasifikasi Luka Bakar
2.
3.
4.
Lokasi
5.
Umur pasien
6.
Faktor komorbid
111
c.
Deep dermal Luka bakar derajat II (deep). Luka bakar meluas sampai ke
lapisan bawah dermis, tetapi belum sampai seluruh ketebalan dermis.
2. Luka bakar yang meliputi seluruh ketebalan kulit (full thickness burns) : luka bakar
derajat III.
burn) sering superfisial (derajat I), sementara luka bakar karena kobaran api (flame burn)
bisa derajat II atau III.
Terdapat 4 elemen yang harus dinilai, yaitu :
Perdarahan Luka ditusuk perlahan dengan jarum ukuran 21. Adanya perdarahan
menunjukkan bahwa bahwa luka bakar superfisial atau superfisial dermal (derajat I atau
derajat II superfisial). Bila dengan tusukan yang lebih dalam terjadi perdarahan
terlambat (delayed bleeding)
dermal, sementara bila tidak terlihat perdarahan menunjukkan luka bakar derajat III (full
thickness).
112
Sensasi Luka ditusuk perlahan dengan jarum ukuran 21. Bila terasa nyeri berarti luka
bakar derajat I atau derajat II superfisial, masih terasanya sensasi tapi tidak nyeri
menunjukkan luka bakar derajat II (deep), bila tidak ada sensasi sama sekali
menunjukkan luka bakar derajat III. Akan tetapi tes ini sering kurang akurat karena
adanya oedema akan menumpulkan sensasi.
Penampilan luka dan memucat bila ditekan (blanching) Menilai kedalaman luka bakar
sering sulit untuk dilakukan karena luka tertutup partikel produk kebakaran, kotoran
atau bula. Bula kadang harus dipecah untuk menilai dasar luka di bawahnya. Pengisian
kembali kapiler (capillary refill) dinilai dengan menekan luka menggunakan cotton bud
steril.
- Luka kemerahan, lembab, memucat bila ditekan tapi kembali memerah dengan cepat
berarti luka bakar derajat I.
- Luka berwarna pucat, kering, memucat bila ditekan dan kembali memerah perlahan
menunjukkan luka bakar derajat II (superficial).
- Luka bakar dengan bercak-bercak merah cerah, tidak memucat bila ditekan
menunjukkan luka bakar derajat II (deep), karena darah terjebak dalam kapiler yang
mengalami kerusakan.
- Luka bakar kering, berwarna seperti kulit, mengkilat dan keras mengindikasikan luka
bakar derajat III (full thickness). Pada luka bakar yang luas, penampilan luka bakar
derajat III sering terlihat seperti kulit yang normal.
Sebagian besar luka bakar merupakan kombinasi luka dengan berbagai derajat kedalaman.
Meski penting untuk menentukan penatalaksanaan (luka bakar superficial akan sembuh
spontan sementara luka bakar yang lebih dalam memerlukan intervensi bedah), estimasi
kedalaman luka tidak mempengaruhi penghitungan kebutuhan resusitasi cairan. Oleh karena
itu, pada keadaan akut estimasi kedalaman luka tidak mendesak untuk dilakukan. Luka bakar
merupakan luka dinamis, kedalaman luka juga dipengaruhi oleh efektifitas resusitasi.
Klasifikasi derajat luka bakar berdasarkan kedalaman luka dan kerusakan jaringan
ditampilkan pada tabel 8. Sangat penting untuk membedakan luka bakar luka bakar derajat
II (superficial) dengan luka bakar derajat II (deep) dan derajat III.
113
Pada orang dewasa, estimasi luas luka bakar ditentukan dengan rule of 9. Saat melakukan
estimasi luas luka bakar, penting untuk diketahui bahwa area eritematous tidak dihitung.
A (1/2 kepala)
B (1/2 paha, unilateral)
C (1/2 kaki bawah, unilateral)
0 th
9
2
2
Gambar 33. Estimasi luas luka bakar dengan rule of 9 pada orang dewasa dan modifikasi rule
of 9 (Lund & Browder) pada anak
Luka bakar pada anak
Rule of 9 kurang tepat untuk menentukan estimasi luas luka bakar pada anak-anak
karena proporsi ukuran kepala dan luas permukaan ekstremitas inferior pada bayi dan anak
tidak sama dengan orang dewasa.
Cara menghitung luas luka bakar berdasar luas permukaan tubuh adalah dengan
memperkirakan luas luka bakar pada tiap regio tubuh kemudian menjumlahkannya.
114
Kepala
Leher
Torso anterior
Torso posterior
Tangan kanan
Tangan kiri
Pantat
Genitalia
Kaki kanan
Kaki kiri
Luas luka bakar total
%
%
%
%
%
%
%
%
%
%
%
Luka bakar
derajat II
(superficial)
Luka bakar
derajat I
Luka bakar
derajat II
(superficial)
Gambar 34. Pada seorang pasien kedalaman luka bakar sering tidak uniform.
Luka bakar merupakan luka dinamis yang masih akan berkembang dalam 2-3 hari
pertama, oleh karena itu setelah 2-3 hari perlu dilakukan penilaian luka kembali. Luka bakar
pada satu pasien sering tidak uniform, kedalaman luka di satu area dapat berbeda dengan
area yang lain, sehingga semakin menyulitkan assessment luka bakar.
Penatalaksanaan luka bakar didasarkan pada area dengan luka paling dalam.
Penanganan awal luka bakar menentukan hasil kosmetik dan fungsional dari penyembuhan
luka.
115
Usaha mendinginkan
pasien dengan luka bakar yang berukuran luas harus dihindari karena justru mengakibatkan
hipotermia, terutama pada anak-anak. Sampai tahapan ini, tidak diperbolehkan mengoleskan
salep topical (kecuali transparan), karena akan menutupi luka dan mengganggu assessment
luka bakar.
Mengurangi nyeri
Akhiran syaraf yang terbuka menyebabkan rasa nyeri. Mendinginkan luka dapat
mengurangi nyeri secara signifikan, akan tetapi terkadang diperlukan analgetik atau opioid.
116
Tabel 8. Klasifikasi Derajat Luka Bakar berdasarkan Kedalaman & Kerusakan Jaringan
Klasifikasi
Luka bakar
derajat I
Kedalaman
Hanya
epidermis
Luka bakar
derajat II
(superficial)
Epidermis dan
sebagian
dermis (regio
papillare)
Luka bakar
derajat II
(deep), sering
sulit
dibedakan
dengan
derajat III
Luka bakar
derajat III
Epidermis dan
sebagian
dermis (regio
retikulare)
Luka bakar
derajat IV
Sampai
struktur di
bawah
subkutis (otot,
tendo, tulang,
syaraf)
Karakteristik
Eritema, oedema
Nyeri
Kulit intak
Tidak terbentuk bula
Sembuh dalam 3-5 hari tanpa jaringan parut
Gambar
- Merah, oedematous
- Bercak-bercak warna merah terang, memucat bila
ditekan.
- Terbentuk bula, berisi cairan serous
- Sangat nyeri, sensasi normal
- Sembuh dalam 7-28 hari dengan parut minimal
- Hitam, kering
- Terdapat gangguan fungsi
- Perlu escharotomy, fasciotomy dan amputasi.
117
Dewasa : >15%
Anak : >10%
2. Luka bakar pada anak (<5 tahun) atau usia lanjut (>60 tahun).
3. Luka bakar derajat III dan IV.
4. Luka bakar di wajah, tangan, kaki dan perineum.
5. Luka bakar di area fleksor (leher, aksila, lipat siku, pergelangan tangan, lipat
lutut, lipat kaki).
6. Sebab luka bakar :
-
Luka bakar karena zat kimia dengan luas luka bakar >5% luas permukaan
tubuh atau >1% luas permukaan tubuh jika konsentrasi zat kimia >50%.
7. Circumferential burn.
8. Gangguan pada saluran nafas akibat inhalasi panas dan partikel benda asing.
9. Faktor
komorbid,
misalnya
diabetes,
penyakit
jantung,
kehamilan,
118
Bula yang berukuran lebih dari 3 cm, bula yang mengganggu gerakan, serta bula
yang berada pada area-area yang mobile sehingga mudah mengalami ruptur spontan
harus dilakukan de-roofing secara aseptik. Jika bula pecah, luka harus dicuci dengan air
dan sabun serta dilakukan debridement jaringan nekrotik dengan hati-hati. Untuk
mengurangi rasa nyeri selama luka dibersihkan, dapat diberikan analgetik oral atau
parenteral. Bula berukuran kecil sebaiknya dibiarkan saja.
119
Gambar 36. Teknik balutan sederhana pada luka bakar bersih derajat I dan II superfisial
Mengganti balutan
Jika balutan pertama masih menempel erat, biarkan, sebab jika dipaksa dilepas
justru akan merusak epitel baru yang masih rapuh.
Balutan harus diganti sebelum 48 jam jika luka terkontaminasi/ kotor, luka terasa
nyeri, berbau, balutan bergeser, terlihat basah atau terlihat tanda-tanda infeksi.
History taking
Autoanamnesis sangat bernilai untuk mendapatkan informasi tentang penyebab,
dalam dan luas luka, faktor komorbid dan adanya kerusakan jaringan lain. History
taking harus dilakukan seawal mungkin karena terdapat kemungkinan pada saat-
120
saat berikutnya akan berkembang oedem jaringan, termasuk oedem di jalan nafas,
yang akan memerlukan intubasi dan menyulitkan pasien berkomunikasi. Riwayat
pasien yang harus diketahui adalah :
1. Mekanisme luka bakar :
a. Penyebab
b. Kapan luka terjadi
c. Bagaimana mekanisme kontak
d. Lama kontak
e. Di mana terjadi (luka bakar yang terjadi di ruang tertutup terdapat
kemungkinan trauma inhalasi jalan nafas akibat menghisap panas dan asap).
f. Pertolongan yang sudah diberikan
g. Kecurigaan non-accidental injury
2. Riwayat penyakit
3. Riwayat pengobatan
B.
Survei primer :
Penatalaksanaan awal pasien luka bakar derajat sedang dan berat sama dengan
penatalaksanaan pasien trauma yang lain, yaitu : (selengkapnya lihat manual
121
C.
D. Wound dressing :
- Mendinginkan luka
- Mencuci luka
- Membersihkan luka & de-roofing.
- Menutup luka dengan balutan sederhana, tidak boleh memberikan preparat
topikal (kecuali preparat yang transparan) yang akan mengganggu assessment
luka bakar selanjutnya.
E.
Deteksi awal : berikan tekanan ringan selama 10 detik dengan ujung jari telunjuk di
area yang dicurigai lepaskan jika area tersebut memutih dan kembali ke warna
semula, berarti area tersebut masih mempunyai vaskularisasi yang adekuat.
Jika setelah tekanan dilepas, warna kulit tidak segera kembali ke warna semula
122
Advisory Panel)
Ulkus tekan stage 1
Kulit intak, dengan non-blanching erythema
terlokalisir, biasanya di atas area penonjolan
tulang. Blanching sering sulit diamati pada
pasien dengan kulit gelap. Dibandingkan
area sehat di sekelilingnya, area yang akan
berkembang menjadi ulkus terasa nyeri,
lebih lunak atau lebih padat, lebih hangat
atau lebih dingin.
dermis
hilang,
mungkin
jaringan
terlihat,
tapi
lemak
belum
123
dermis
dan
jaringan
subkutan
pad, sabun yang tidak iritatif, aplikasi krim atau hidrogel sebagai barier kulit.
-
124
Manajemen ulkus.
Alas duduk atau kasur anti dekubitus, mobilisasi & mengubah posisi pasien
setiap 2 jam.
Perbaikan nutrisi.
Manajemen ulkus
ULKUS DI KAKI
o
Ulkus kaki kronis didefinisikan sebagai luka terbuka pada ekstremitas inferior di
antara lutut dan tumit, tidak sembuh dalam 4 minggu.
Ulkus Venosa :
Patogenesis : gangguan drainase vena akibat tingginya tekanan hidrostatis.
Predileksi : di atas maleolus medialis dan maleolus lateralis.
Pada inspeksi :
- Ulkus cenderung dangkal tanpa batas ulkus (punched out).
- Lipodermatosclerosis: deposisi jaringan ikat secara progresif di dalam dermis
dan lemak subkutan mengakibatkan indurasi yang keras dengan perubahan
warna kaki bagian bawah menjadi kecoklatan.
125
- Atrofi kulit yang tampak sebagai area berwarna putih dengan kulit yang lebih
tipis.
- Eczema atau dermatitis stasis.
Penatalaksanaan
balutan
non-adheren
sederhana
dengan
kompresi
Ulkus arterial
Jarang, tapi bila terdapat insufisiensi arterial, akan mengganggu penyembuhan
luka. I
Faktor risiko : merokok, hiperlipidemia, diabetes, hipertensi, obesitas, usia lanjut,
trauma, sickle cell disease, dan penyakit kardiovaskuler.
Inspeksi :
- Jika pasien berbaring mendatar di tempat tidur kaki terlihat pucat,
mengindikasikan iskemia.
- Pada beberapa kasus, kulit dapat terlihat kemerahan atau kebiruan sianotik
karena gangguan perfusi akibat stagnasi darah di dalam arteriole yang
mengalami dilatasi.
- Predileksi : Ulkus arterial sering terjadi di dorsum pedis, ventral ibu jari, di
atas maleolus dan di bawah tumit.
126
Diabetes tipe II mempunyai risiko 3-5 kali lebih tinggi untuk terjadinya penyakit
arteri perifer dibandingkan non-diabetes. Pada pasien dengan penyakit arteri perifer
dan diabetes, risiko terjadinya infark miokardium dan stroke lebih tinggi, dan
kejadian amputasi meningkat hampir 7 kali lipat.
Predileksi : kaki, terutama pada area tonjolan tulang dan tempat-tempat yang
sering terkena tekanan, gesekan atau trauma.
Manajemen ulkus diabetikum cukup kompleks dengan angka amputasi cukup tinggi,
sehingga manajemen ulkus diabetikum harus dirujuk ke spesialis yang terkait.
KESIMPULAN
1.
127
2.
3.
4.
5.
6.
Manajemen luka berbeda untuk tiap jenis luka dan tahapan penyembuhan luka.
Lakukan penilaian kembali (re-assessment) secara periodik untuk menyesuaikan
penatalaksanaan yang akan diberikan.
7.
Sangat penting untuk menyadari batas kemampuan diri dan sumber daya yang
tersedia. Dokter harus dapat mengidentifikasi indikasi rujukan dan melakukan
rujukan pasien ke spesialis yang kompeten pada saat yang tepat untuk mencegah
perburukan luka yang berakibat fatal (kecacatan, infeksi meluas, septicemia dan
kematian).
128
Melakukan anamnesis
1
2
Penjelasan :
0
1
2
Nilai Mahasiswa =
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
130
24
25
26
27
28
29
30
31
32
knot)
33
34
35
36
37
38
39
40
Penjelasan :
0
1
2
Nilai Mahasiswa =
131
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
Penjelasan :
0
1
2
Nilai Mahasiswa =
NO
1.
2.
3.
SKOR
0
4.
5.
6.
7.
Penjelasan :
0
1
2
Nilai Mahasiswa =
133
SKOR
0
5.
6.
Menutup luka
7.
8.
9.
10.
Penjelasan :
0
1
2
Nilai Mahasiswa =
134
1.
2.
3.
4.
5.
135
Penjelasan :
0
1
2
Nilai Mahasiswa =
136
SKOR
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Penjelasan :
0
1
2
Nilai Mahasiswa =
137
DAFTAR PUSTAKA
1. Anonim, 2009, Adult Minor Wounds (Lacerations and Abrasions), Remote Nursing
Certified Practice, CRNBC: 1-8 http: www.certifiedpractice@crnbc.ca
2. Bluestein, D, Javaheri, A, Pressure Ulcers: Prevention, Evaluation, and Management,
Am Fam Physician, 2008; 78 (10): 1186-1194, 1195-1196.
3. Cooper, P, Russell, F, Stringfellow, S, A Review of Different Wound Types and Their
Principles of Management in : Applied Wound Management Supplement, Wounds,
Available at
http://www.enquiries@wounds-uk.com atau
2004 : 22 30.
http://www.wounds-uk.com
4. Dunn, D.L., Wound Closure Manual, Ethicon Inc, Johnson & Johnson Co,
Philadelphia.
5. Eagle, M, 2009, Wound Assessment: The Patient and The Wound, Wound Essentials,
Volume 4 : 14-24.
6. Gray,S.H., Hawn, M.T., Prevention of Surgical Site Infections, Hospital Physician
November 2007 : 41 51.
7. Hettiaratchy, S., Papini, R., ABC of Burns : Initial Management of a Major Burn: I
Overview, BMJ, 2004; BMJ, 2004; 328: 1555 7.
8. Hettiaratchy, S., Papini, R., ABC of Burns : Initial Management of a Major Burn: II
Assessment and Resuscitation, BMJ, 2004; 329 :101 3.
9. Hudspith, J., Rayatt, S., ABC of Burns : First Aid and Treatment of Minor Burns, BMJ,
2004; 328: 1487 9.
10. Leaper, D.J, Traumatic and surgical wounds, BMJ 2006;332;532-535.
11. Morris, C, 2008, Blisters : Identification and Treatment in Wound Care, Wound
Essentials, 3, 125-5.
12. Papini, R., ABC of Burns : Management of Burn Injuries of Various Depths, BMJ,
2004; 329: 158 60.
13. Semer, N., Watts, H.G., 2003, The HELP Guide to Basics of Wound Care, GlobalHELP Publication.
14. Singer, A.J., Dagum, A.B. Current Management of Acute Cutaneous Wounds, N Engl
J Med 2008; 359: 1037-46.
15. Sinha, S.N., 2007, Wound Debridement: Doing and Teaching, Primary Intention, 15;
4: 162 164.
16. Slachta, P.A, 2008, Caring for Chronic Wounds : A Knowledge Update, American
Nurse Today Volume 3, Number 7 : 27-32.
17. Thomsen, T.W., Barclay, D.A., Setnik, G.S., 2006, Basic Laceration Repair, N Engl J
Med; 355: e18.
18. Weller, C., Sussman, G, Wound Dressings Update, J Pharm Pract Res 2006; 36: 31824.
138