Anda di halaman 1dari 91

www.rajaebookgratis.

com

Kesastraan
Melayu Tionghoa
dan Kebangsaan Indonesia

DRAMA DARI KRAKATAU


www.rajaebookgratis.com
(Het auteursrccht voorbehonden ingevolge artikel 11 v/d wet in Stbl. 1912 No.
600)Kwee Tek hoay
Diterbitkan pertamakali oleh Drukkerij Hon Sinng In Kiok. Batavia, 1929
I
pada masa 11.000 taon yang lalu. Sabentar ia keliatan seperti tidur pules hingga
beratusan taon lamanya, sabentar lagi ia jadi begitu rajin dan gumbira aken
kasi denger suara nyanyiannya yang lebih heibat dari bunyinya meriam, dengen
diberikutken lompatnya api dan lumpur panas yang dimuntahken dari dalem
perutnya, yang membikin bumi di saputernya jadi bergerak dan langit tertutup
oleh asep item dan tebel sedeng aer di lautan jadi mendidih.
Saban kalih itu gunung api bekerja, sifatnya pulo Krakatau lantes jadi berobah.
Satu tempo ia terangkat naek dari muka lautan hingga beribuan kaki tingginya,
laen waktu ia gugur kombali dan ancur jadi bebrapa potong. Begitu ini keadaan
berjalan terus sampe orang Europa dateng di pulo Jawa.
Perletusan dari Krakatau di jeman dulu yang pernah dicatet adalah terjadi di
taon 1680, pada waktu mana ia telah timbulken gempah bumi besar yang
dirasaken ampir di seluruh Indonesia. Sajumblah besar lahar (lumpur panas)
dan abu ia telah muntahken, tapi lantaran cepetnya tanem-taneman tumbuh
kombali di itu pulo, maka bekas-bekasnya itu perletusan lantes tertutup oleh
utan yang lebat hingga tida kentara, kacuali oleh orang-orang yang ahli dalem
ilmu bumi yang lakuken pepreksaan dengen terliti.2
Pada waktu orang Olanda bikin perpreksaan keadaannya itu pulo-pulo di Selat
Sunda, ternyata Krakatau ada satu pulo kosong, tida mempunyai penduduk,
dan tingginya 2623 kaki dari muka lautan. Maskipun sudah ternyata itu pulo
ada satu gunung api, tapi tida saorang pun yang anggep penting dan berharga
aken diperhatiken. Di pulo Jawa sendiri ada gunung-gunung Gedeh, Salak,
Tangkuban Prahu, Guntur, Papandayan, Galunggung, Slamet, Sindoro, Merapi,
Klut, Bromo, Semeru, Lamongan, Raung dan laen-laen lagi yang letaknya di
tenga negri yang banyak penduduknya, yang saban-saban mengancem aken
datengkan bahaya dan kebinasaan. Maka siapakah yang nanti mau ambil
perduli pada itu gunung api di satu pulo kosong yang letaknya di tenga lautan
yang disangka sudah padem apinya?
Dua ratus taon blakangan sedari terjadi itu perletusan di taon 1680, yaitu di
taon 1877, Krakatau mulai kasi liat tanda-tanda yang ia sudah tersedar kombali

www.rajaebookgratis.com

dari pulesnya yang begitu lama. Sabentar-bentar di Selat Sunda ada dirasaken
tanah-goyang, yang orang tida bisa duga dari mana dateng-nya. Ini keadaan
tinggal berjalan terus di taon-taon yang berikut. Sampe di taon 1883,
pada waktu

Hari yang Menakutken


Di jeman kuno sekali pada beribuan taon yang lalu hingga tida ada catetannya
dalem hikayat, pulo-pulo Jawa dan Sumatra ada menjadi satu dengen darat
besar dari Azia." Di taon 9564 di muka Nabi Isa, di banyak bagian dari muka
bumi telah terjadi perobahan besar lantaran adanya itu perletusan dan tanah
goyang heibat yang membikin musna benua Poseidonis, yang ampir sama
besarnya dengen benua Australie sekarang ini dan terletak di tenga-tenga
lautan Atlantis, hingga jadi karem seanteronya, dan cumah ketinggalan saja
puncak paling tinggi dari bebrapa gunung yang sekarang terkenal sebagi pulopulo Azoren. Itu Poseidonis yang terkenal juga dengen nama "Atlantis" yang
perna diceritaken oleh Plato, ada satu benua yang makmur dan banyak
penduduknya, di mana ada berdiri bebrapa kerajaan besar yang jadi pusat dari
kasopanan kuno dan memegang prenta atas sabagian dari Europa, Afrika dan
Amerika.
Binasanya satu benua begitu besar yang karem ka dalem laut telah timbulken
perobahan atas banyak bagian dari ini muka bumi. Itu lautan Sahara di Afrika
Utara telah jadi kering sama sekali hingga pulo-pulo Algerien menjadi satu
dengen Afrika Tenga, samentara Brittannie dan Ierland,1 yang itu kutika masih
jadi satu dengen benua Europa, telah terpisa dan menjadi pulo-pulo sendiri.
Di benua Azia Timur dan Selatan Timur(Asia tenggara) pun telah terjadi juga
bebrapa perobahan. Itu jazirat yang menghubungken Bima, pulo-pulo Sunda
Kecil, Java dan Sumatra menjadi satu dengen darat-besar Azia, pun telah
terpeca jadi bebrapa potong. Satu perletusan yang heibat telah cereiken Jawa
dan Sumatra dengen satu selat yang sekarang terkenal dengen nama Selat
Sunda. Di tenga-tenga itu Selat Sunda ada muncul puncak dari gunung api yang
berupa pulo yang sifatnya saban-saban jadi berobah menurut tenaga dan
pakerjaannya iapunya kawah.
Itu keadaan tinggal tetep begitu, dengan terjadi cumah sedikit saja perobahan
yang tida sebrapa penting, sampe orang Hindu datang di Jawa aken siarken di
ini pulo marika punya kapercayaan agama dan kasopanan. Itu gunung api di
Selat Sunda, yang sekarang terkenal dengen nama Rakata atawa Krakatau,
tinggal berdiri terus aken cega persatuan kombali antara pulo Jawa dan
Sumatra yang ia suda cereiken
mana orang baru dapet tau dengen nyata, itu tanah-goyang di Selat Sunda ada
berasal dari kerjanya gunung api di bawah lautan di saputernya Krakatau, yang
di bulan Mei dari itu taon mulai kasi liat kaheibatannya dengen muntahken
lumpur panas dan abu, dengen diberikutken suara perletusan heibat dan
gempah

www.rajaebookgratis.com

bumi. Maski begitu masih juga orang tida perduli. Tida saorang pun yang mau
ambil pusing atawa taro kuatir pada itu abu dan lumpur panas yang
dimuntahken oleh itu gunung api di satu pulo kosong yang letaknya di tenga
lautan. Begitulah ini keaadan telah berjalan terus sampe di tanggal 24 Augustus
1883.
Di itu pagi udara ada mendung, hingga sinar matahari yang di bulan Augustus
biasa menojol5 dengen keras, tida kasi liat keheibatannya di pasisir dari
Bantam Kidul. Orang-orang desa bekerja terus di tanah ladangnya seperti biasa.
Di kampung-kampung kadengeren suara lesung dari orang-orang prampuan
yang menumbuk padi, sedeng di mana-mana tegalan dan sawah-sawah yang
sudah jadi kering aernya, kerna itu waktu ada musim kemarau, keliatan ada
memaen banyak anak-anak yang lagi mengangon'3 kambing dan kerbonya, dan
ada juga yang maen layangan dengen rupa girang.
Tapi sedeng penduduk dari desa-desa di pasisir Bantam Kidul tinggal bekerja
dengen tetep dan girang seperti biasa, Raden Tjakra Amidjaja, Wedana district
Waringin yang pernanya di pasisir Bantam Kidul, lagi berduduk di pendopo dari
Kawadanan dengen rupa duka dan bingung. Iapunya istri, Raden Ayu Sadijah,
ada berduduk di sampingnya dengen rupa sedih, sedeng biji matanya yang
berwarna merah dan sedikit membenggul ada menunjukkan bahua ia abis
menangis.
"Sudahlah, 'Den, apa guna kau bikin jengkel hati dan kusut pikiran buat perkara
yang blon tentu. Bahaya dan kesusahan tida nanti jadi linyap dengen disedihin
dan ditangisin. Lebih baek kita srahken saja kita-orang punya nasib kepada
Tuhan yang bersifat Murah dan Adil, yang tau begimana musti lindungken pada
sekalian umatnya," berkata Raden Tjakra Amidjaja dengen suara lemah lembut
pada istrinya itu.
"Itu semua ada betul sekali, suamiku," berkata Raden Ayu Sadijah, "dan aku tida
sedikit menaro kuatir pada itu bahaya yang sudah terbayang begitu teges dalem
impianku yang dateng berulang-ulang dalem ini bebrapa minggu,
jikalu kita-orang cumah idup berdua saja dalem ini dunia. Aku sendiri tida
ambil perduli pada itu bahaya, cumah yang dikuatirken yalah nasibnya kita
punya dua putra, Muhamad dan Soeryati. Apakah aken jadi kalu ini district dan
Seantero pasisir tersapu oleh ombak yang lebih tinggi dari puhun klapa, dengen
disertaken ujan api dan lumpur panas yang membinasaken segala mahluk yang
idup?"
"Apakah terus saban malem kau terganggu oleh ini macem impian?"
"Betul, dan sifatnya sudah bukan lagi seperti impian, hanya seperti bayangan
yang lantes keliatan waktu baru saja aku tidur layap-layap,17 sablonnya pules
betul. Malah di kupingku sringkali kadengeran juga suara tangisnya penduduk
yang kelanggar oleh itu bahaya."
"Kapan begitu, aku rasa tida boleh dibiarken saja. Sabentar sore aku nanti suru
panggil Kiayie Haji Anwar buat sampein, dan nanti abis bulan kau musti turut
bersama aku aken pergi ka Serang buat mengadep pada Doktor Blanda aken
minta obat, sebab aku rasa kau dapet penyakit zenuwl8 yang keras sedari abis
diserang demem yang paling blakang."

www.rajaebookgratis.com

"Aku sedia aken iringin kahendakmu buat minta pertolongan dukun atawa
doktor aken sembuhken ini penyakit,kalu kau anggep apa yang aku alamken
dalem ini bebrapa minggu ada satu penyakit. Cumah aku sendiri rasa itu
bayangan atawa impian bukan penyakit, hanya ada alamat dari bahaya yang
bakal dateng. Sedari sering rasaken tanah goyang dan itu pulo Krakatau di
tenga laut mengaluarken asep dan bersuara seperti guntur atawa meriam, aku
lantes dapet itu firasat yang menunjukken kita-orang di sini bakal diserang
bahaya heibat. Aku kuatir sanget, itu gunung di tenga laut nanti datengken
bincana."
Raden Tjakra Amidjaja berbangkit, lalu berjalan mundar-mandir dengen rupa
memikir keras. Akirnya ia berkata:
"Sedari bulan Mei ini taon tukang-tukang penangkep ikan membawa kabar dari
bekerjanya itu gunung di pulo Krakatau, sabentar heibat, sabentar sirep20
kombali. Tapi sampe sebagitu jau blon perna mendatengken bincana apa-apa
pada manusia, kerna itu pulo tida mempunyai penduduk. Tapi sekalipun betul
itu gunung api meletus dengen sacara heibat, letaknya yang begitu jau di tenga
laut nanti membikin kita-orang disini terluput dari bahaya. Laen perkara kalu
yang meletus ada Gunung Karang atawa Gunung Walirang,aku mau percaya
banyak kota dan desa aken

menjadi rusak. Tapi buat satu pulo kecil seperti Krakatau yang terletak begitu
jau dengen diputeri oleh lautan lebar, tida nanti bisa terbitken bahaya apa-apa,
itulah aku boleh pastiken! Maka itu Den, janganlah turutken pengrasaan hatimu
yang murung dan sedih dengen zonder alesan, hanya berlakulah biar gaga dan
tetep hati seperti satu prampuan turunan bangsawan yang bakal jadi Raden
Ayu Bupati. Liatlah itu rahayat21 negri yang ada di saputer ini tempat.
Bukankah iaorang semua ada dalem kasenangan dan kegirangan serta bekerja
seperti biasa? Malah di pasisir satiap hari ada rame, banyak orang berkumpul
aken menonton asep yang mulei kaluar dari puncaknya Krakatau iaorang sama
sekali tida unjuk takut dan kakuatiran kerna tida ada lantaran buat kita musti
takut."
"Oh, kalu itu orang-orang dapet liat itu bayangan yang aku sering liat dan
impiken dengen begitu teges!"
"Peganglah resia dari ini perkara, jangan omongken pada satu orang, kerna
nanti menimbulken kekalutan dengen percumah. Kalu hatimu merasa takut dan
kuatir, baeklah besok pagi kau dengen Moehamad dan Soeryati brangkat ka
Rangkas-gombong,22 di mana ayahku ada jadi Bupati, dan diam di sana sampe
semua bahaya sudah liwat dan sekalian aken berobat buat sembuhken kau
punya penyakit. Abis bulan, kira-kira tanggal ampat atawa lima, aku nanti
menyusul aken ajak kau pergi ka Serang buat minta dipreksa oleh doktor. Kalu
perlu, aku nanti bawa kau ka Betawi buat berobat pada doktor-doktor yang
pande di sana."
"Suamiku, aku tida tega tinggalken kau sendirian di ini tempat aken hadepken
itu bahaya..."

www.rajaebookgratis.com

"Itu bahaya cumah ada dalem pikiranmu sendiri. Laen orang tida ada pikir
bahaya apa-apa yang musti di kuatirken."
"Aku pun harep-harep itu bayangan dan impian yang aku dapet semua palsu
adanya. Tapi aku minta, tinggal dulu di sini sampe hari Senen tanggal 27, kalu
di itu hari semua slamet, tida ada bahaya apa-apa, aku nanti brangkat ka
Rangkas-gombong."
Raden Tjakra Amidjaja lalu berpamitan dengen istrinya, berjalan saorang diri
menuju ka pasisir yang diteduhi oleh puhun-puhun klapa, yang bergoyang
manggut-manggutan
Bincana = bencana. Sirep = reda. Rahayat = rakyat.
ditiup oleh angin laut yang amat adem dan segar. Itu aer laut yang berwarna
biru dari Selat Sunda bergerak dengen perlahan memukul pada pasisir, sedeng
di udara ada beterbangan bebrapa burung bango laut dan ulung-ulung yang
sabentar-bentar turun ka muka aer dengen amat cepet seperti kilap aken
menyamber ikan. Bebrapa prau dengen layarnya melembung tertiup angin, ada
belayar di sepanjang pasisir. Di kejauhan di tepi langit ada mengebul asep dari
sebua kapal api yang sedeng belayar menuju ka Sumatra Barat.
Tapi itu kepala district tida perduliken pada ini semua pemandangan indah
yang ia suda biasa liat satiap hari. Matanya menuju ka jurusan pulo Krakatau,
yang terletak kira 15 mijl dari pasisir, yang puncaknya dalem ini bebrapa hari
selalu diliputi oleh asep item dan tebel yang beruntun kaluar dari iapunya
kawah. Sabentar-bentar keliatan seperi ada apa-apa yang lompat kaluar dari
puncaknya itu bukit, seperti asep dari semprong4 kapal api atawa locomotief
yang berjalan keras. Tida berselang lama lalu kadengeran suara gelegeran
seperti bunyinya gluduk dari kejauan.
Bebrapa orang desa, antara mana ada satu Lurah yang tinggal di deket pasisir,
tatkala meliat itu kepala district, lalu menghamperi dan berdiri sedikit jau,
Raden Tjakra Amidjaja lalu gapein5 itu kepala desa yang lantes dateng deket
dan berjongkok di hadepannya.
"Begimana kau rasa, Lurah," kata itu Wedana, "apakah bekerjanya itu gunung
api dari pulo Krakatau sekarang semingkin heibat atawa kurangan dari bebrapa
hari yang lalu?"
"Wah, juragan, semingkin keras! Di waktu malem keliatan seperti ada api
menyalah berkobar-kobar, sedeng suaranya yang bergemuruh jadi semingkin
sering dan bertambah nyaring. Tukang-tukang tangkep ikan sekarang tida brani
belayar mendekati itu pulo, kerna katanya aer laut di saputer itu tempat ada
panas dan mendidih."
"Kapan begitu, Lurah, aku minta kau atur penjagaan di pasisir sini buat awasin
keadaannya itu pulo siang dan malem. Kasi giliran pada mandoor-mandoor
dengen dibantu oleh orang-orang kumpenian buat menjaga, dan kalu ada
kejadian apa-apa yang kurang baek atawa mengua-tirken, lekas kasi rapport
padaku, biarpun tenga malem kau musti lantes bangunin aku."

www.rajaebookgratis.com

"Baeklah, juragan, tapi hamba sendiri rasa tiada ada apa-apa yang berbahaya,
sebab itu gunung ada jau dari sini."
"Aku pun rasa juga begitu. Tapi menjaga dan berlaku hati-hati tida ada
jahatnya."
Sasudahnya briken ini prenta, Raden Tjakra Amidjaja brangkat ka Kawadanan
dengen kepala tunduk sambil berpikir. Apakah boleh jadi itu alamat jelek yang
didapet oleh istrinya ada dengen sasunggunya? Sasudahnya Raden Ayu Sadijah
dapet penyakit demam di otak pada satu taon yang lalu, peringetannya tida
begitu baek seperti dulu, hanya selalu murung dan sedih dan sering gugup
atawa zenuwachtig. Kalu kejadian apa-apa yang mengagetken, upama denger
orang bertreak, anak kecil menangis atawa anjing mengong-gong lantes
badannya gumeter dan hatinya memukul keras. Doktor Blanda di Serang yang
perna preksa kewarasannya itu Raden Ayu ada bri advies buat kasi ia mengaso
di tempat sunyi di mana ia terbebas dari segala hal yang menjengkelken dan
menganggu pikiran. Tapi itu nyonya sendiri tida mau ladenin ini nasehat, kerna
merasa dirinya tida sakit apa-apa. Ia terlalu cinta pada suaminya buat idup
dengen terpisahhingga kalu ia berada di laen tempat itu kekwatiran bagi
suaminya ada lebih menganggu pikirannya dari pada tinggal terus dalem
Kawadanan Waringin.
Itu tabeat murung dan suka bersedih, yang sudah berjalan ampir satu taon
dalem tempo paling blakang telah jadi bertambah dengen kapercayaan bahua
satu bahaya heibat ada mengancem bukan saja pada ia sendiri dan suaminya,
tapi juga pada seantero penduduk dari district Waringin dan laen-laen tempat
di sapanjang pasisir Bantam. Itu kutika blon ada tanda apa-apa yang
menunjukken itu gunung api di pulo Krakatau bakal bekerja kombali. Raden
Ayu bilang ia dapet itu alamat dari bunyinya burung gaok dari suaranya
iapunya tikukur dan dari mengulunnya6 anjing-anjing di waktu malem. Iapunya
suami berdaya segala rupa aken bikin itu firasat jelek berlalu dari pikiran
istrinya, tapi semua sia-sia, dan malah kapercayaannya pada itu bahaya yang
nanti dateng jadi semingkin keras lantaran munculnya satu serie impian atawa
bayangan heibat yang berupa turun ujan api, dunia jadi peteng, aer laut naek ka
darat rendem antero pasisir dan laen-laen kejadian yang heibat.
Bagi saorang terplajar seperti Raden Tjakra Amidjaja, kaluaran dari Opleiding
School di Bandung, ini semua alamat dan firasat jelek dari istrinya sudah tentu
ia boleh trausah perduli atawa lempar saja ka samping, dan anggep itu semua
sudah dateng dari saorang yang otaknya terganggu atawa pikirannya kurang
beres. Tapi selama istrinya dapet itu penyakit, ia telah buktiken bebrapa
kejadian yang menunjukken ramalan istrinya ada betul. Bebrapa bulan yang
lalu, di satu malem waktu lagi tidur pules, ia dibangunin oleh istrinya yang
bertreak minta tolong kerna katanya ada satu prau telah kelebu2 6 kepukul
ombak di pasisir hingga banyak orangnya dapet kematian. Itu waktu jam 12
malem, sedeng turun ujan dan angin ribut, lautan pun bergoncang keras,
hingga gemuruhnya ombak yang mendampar ka pasisir kadengeran dengen

www.rajaebookgratis.com

amat tegas. Tatkala ditanya dari mana ia dapet tau itu kecilakaan, Raden Ayu
sendiri menjadi bingung kerna... ia mengimpi!
Tapi itu impian lantes berbukti dengen contant.27 Pagi-pagi ia dibangunin oleh
satu orang suruan dari kepala desa Sukarame yang bawa kabar bahua di pasisir
dari Tanjung Ketapang yang pernanya di Telok Carita, semalem waktu ujan
ribut dan ombak besar, satu prau sampan yang muat coprah28 dari Labuan
aken belayar ka Anyer Kidul telah jadi karem dan terdampar di pasisir, sedeng
dari sapulu anak buahnya, ada anem yang ilang di laut. Jadi apa yang Raden
Ayu impiken ada hal yang kejadian dengen sasunggunya!
Di laen harinya pula, Raden Ayu mengimpi dapet liat iapunya Nene di Cilegon
sedeng rebah dengen dibungkus oleh kaen putih. Besoknya dateng surat yang
mewartaken, itu orang tua telah meninggal dunia!
Ini hal ajaib, ditambah pula dengen bebrapa kejadian laen yang mengheranken,
ada menunjukken Raden Ayu Sadijah sasudahnya sembuh dari itu penyakit
demem di otak yang berbahaya, telah dihinggapi satu keadaan yang dalem ilmu
roh manusia atawa juga dalem occultisme ada dinama-ken clairvoyance, yaitu
bisa meliat segala hal yang bakal terjadi, atawa yang telah kejadian di tempat
jauh. Tapi Raden Tjakra Amidjaja tida mengarti keadaan dari istrinya itu yang
firasatnya, maskipun dalem bebrapa hal telah terbukti nyata, ia masih separo
percaya separo tida, yang ia paling jengkelken dan buat pikiran bukan pada itu
bahaya yang aken menimpali pada district Waringin, yang dianggep ada
terlalu tida masuk di akal buat dipercaya
hanya terutama begimana musti berdaya aken bikin sembuh penyakit dari
istrinya, yang kewarasannya semingkin lama jadi bertambah rusak lantaran
dalem ini satu minggu yang paling blakang ampir satiap sore Raden Ayu
Sadijah diganggu oleh impian dan pengliatan dari itu bahaya yang menakutken,
yang tida bisa disangkal lagi ada tanda-tanda dari permulaan penyakit gila.
Tapi seperti di atas sudah dibilang, bebrapa bukti dari kabenerannya firasat
dari istrinya membikin ia jadi satenga percaya pada itu bahaya. Tentang
bekerjanya Gunung Krakatau ia telah briken rapport pada Assistant Resident di
Rangkas-gombong, tapi dari itu kepala negri ia tida dapet titah apa-apa aken
ambil aturan buat menolak itu bahaya. Satu kalih, tatkala ia ceritaken pada
ayahnya, Bupati dari Rangkas-gombong yang perletusannya Krakatau bisa
terliat dari pasisir itu ayah bilang ia sudah berjanji dengen Assitent Resident
aken satu waktu mau pergi jalan-jalan ka Waringin buat menonton itu
perletusan!
Jadi dari fihak Bestuur,29 sebagi juga dari fihak rahayat, tida ada dikuatirken
satu apa tentang itu bahaya yang bisa terbit dari bekerjanya itu gunung api di
tenga lautan. Maka jikalu kiranya iapunya Raden Ayu tida begitu jengkel dan
ketakutan lantaran adanya itu alamat-alamat heibat, tida satu apa yang bisa
menganggu bagi iapunya kasenangan di itu waktu.
Raden Ayu Sadijah membri pikiran aken suaminya masuk rekest7 aken minta
dipindain ka district yang jau dari pasisir atawa verlof8 saja buat tiga bulan
supaya bisa menyingkir dengen sakalian anak-anaknya ka laen tempat sampe

www.rajaebookgratis.com

itu bahaya sudah liwat. Tapi ia tida setuju dengen ini pikiran, kerna
kewarasannya sendiri tida terganggu hingga tida ada alesan buat minta verlof.
Laen dari itu, ia naek pangkat jadi wedana baru satu taon, hingga tida ada
sebab buat minta dipindah ka laen tempat. Dari itu, sasudahnya berpikir bulakbalik ia pulang ka Kawedanan dengen ambil putusan tetep aken singkirken istri
dan anak-anaknya ka Rangkas-gombong, sedeng ia sendiri tinggal tetep di
Waringin dengen srahken nasibnya pada Tuhan Yang Maha Kuasa kalu sampe
firasat dari istrinya jadi berbukti.
II Telat
Pada hari Minggu malem Senen tanggal 26 jalan 27 Augustus 1883, antero
penduduk di pasisir Bantam tida ada yang bisa tidur pules. Itu gunung api
Krakatau di Selat Sunda telah bekerja dengen begitu heibat, hingga suaranya
yang bergemuruh seperti juga bebrapa ratus meriam di-bunyiken dengen
berbareng membikin tulinya kuping. Di seantero hari matahari tida unjuk
rupanya, kerna udara tertutup oleh asep tebel yang dimuntahken oleh itu
gunung. Dengen diberikut-ken abu alus yang turun seperti ujan grimis, hingga
genteng dan atep rumah, begitu pun daon-daon puhun dan rumput di tegalan,
jadi berwarna putih semu abu seperti terpalut salju. Semua rumah-rumah musti
ditutup pintu dan jendelanya aken mencega masuknya itu abu, sedeng orangorang yang jalan di straat32 terpaksa tutup idungnya dengen saputangan atawa
kekaenan yang jarang supaya tida kena sedot itu abu yang terbang kian-kemari.
Saben kalih kadengeran suara perletusan heibat, yang membikin daon pintu
dan kaca-kaca jendela jadi bergumeter dan beradu satu pada laen, bumi pun
keliatan telah turut bergerak, hingga barang-barang perhiasan tembok lompat
jato di tanah dan lampu-lampu yang tergantung berayun-ayun. Aer laut
berombak keras hingga tida satu prau brani belayar ka tengah, sedeng prauprau kecil yang ada di pasisir semua telah ditarik naek ka darat supaya terluput
dari damparannya ombak.
Di itu malem di pendopo dari Kawedanan Waringin ada dipasangin lampu
terang-terang, kerna disitu ada berkumpul puluan orang, oppas-oppas dan
politie desa aken denger dan jalanken prenta-prenta dari Wedana. Penghulu
desa, Kiajie-kiajie, Santri-santri, Imam, Chatib dan Haji-haji, semua berkumpul
rame-rame di massigit33 dan langgar-langgar (tempat sembahyang) aken
berdowa memuji pada Tuhan buat minta berkah slamet. Semua orang merasa
bingung dan ketakutan, tapi tida tau apa musti bikin, Raden Tjakra Amidjaja
sendiri tiada tau aturan apa musti diambil aken lawan itu bahaya dari natuur. Ia
cumah bisa kirim satu kopral (mandoor oppas) aken pergi ka Rangkas-gombong
dengen berkuda membawa satu rapport dari heibatnya keadaan, kerna itu
waktu belon ada telefoon dan sekalian
minta Assistent Resident kasi instructie begimana harus berbuat aken
melindungken rahayat kalu sampe timbul kejadian yang lebih heibat.
Selama mengatur ini-itu, tida satu saat pun ia lupaken pada itu ramalan dari
istrinya yang sekarang keliatannya mulai berbukti. Kalu keadaan tinggal tida

www.rajaebookgratis.com

berobah, besok pagi ia mau kasi prenta supaya antero penduduk yang ada di
pasisir pergi menyingkir ka tempat-tempat yang tinggi di pagunungan di mana
dirasa aer laut tida bisa sampe. Pada bebrapa toko dan warung Tionghoa ia
telah minta catetan dari banyaknya persediaan beras, garem, ikan dan laen-laen
barang makanan yang bakal diangkut aken guna pen-duduk yang hendak
disuru menyingkir ka Menes atawa ka desa-desa di kaki gunung Aseupan yang
pernanya tinggi. Iapunya anak dan istri besok pagi bakal dikirim ka Rangkasgombong dengen naek dokar.
Selama ini keributan, Raden Ayu Sadijah, yang biasa begitu zenuwachtig,
sekarang keliatan kalem dan sabar. Duluan ia sanget jengkel dan susa hati
kerna nasehatnya tida diperduliken. Sekarang sasudanya iapunya impian dan
bayangan ampir kejadian hingga semua orang jadi men-dusin34 atas adanya itu
bahaya, iapunya hati merasa senang, kerna tau betul antero penduduk tentu
turut prenta dari suaminya aken menyingkir ka tempat yang jau dari pasisir,
hingga terluput dari itu bahaya heibat. Ia cumah kuatir itu bahaya nanti dateng
sablonnya rahayat keburu menyingkir, maka tiada putusnya ia berdowa pada
Tuhan aken minta pertulungan dan perlindungannya pada rahayat se kalian.
Maskipun Raden Ajeng Sadijah ada turunan dari Bumi-putera Bangsawan, kerna
ia ada keponakan dari Bupati Karang-Antu, ia tida perna trima plajaran seperti
anak-anak prampuan sekarang. Pada 45 taon lalu pun orang belon dapet
pikiran aken membri didikan yang sempurna bagi anak-anak prampuan. Apa
yang ia dapet cumah pla-jaran model kuno,
Mendusin = sadar, terbangun dari tidur.
yaitu mengaji, membaca dan menulis dalem huruf Arab. Dalem waktu yang
suker seperti sekarang ini sedikit plajaran ada menulung juga aken besarken
hatinya. Ia pimpin sekalian orang prampuan, istri-istri dan jurutulis, mantri
lumbung,
mantri irrigatie,9 mantri garem dan laen-laen ambtenaar kecil yang dipanggil
berkumpul di Kawedanan aken berdowa pada Tuhan buat minta berkah slamet.
Merdu sekali kadengerannya itu suara yang diucapken dengen lemah lembut
oleh itu orang-orang prampuan yang berdowa pada Tuhan dalem bahasa Arab.
"Allahuma inna nastainuka, wa nastachfiruka, wa numinu nika, wa natawakkalo
alaika, wa nusni alaikal khaira, wa nash kuruka, wa lanakforoka, wa nak lao wa
natroko man tafdjoroka. Allahumma ijjaka, nabodu wa laka, nussali wa
nasjodo, wa alaika nasa wa nahfido, wa narju rahmataka, wa naksha azabaka
inna izabaka bilkuffari mulhik."
(Oh, Allah, kita-orang muhun kau punya pertulungan, minta perlindunganmu
dan taro percaya kapadamu, dan pasrahken diri pada Kau dengen sagenep hati,
kita bersukur pada Kau, dan kita tida bisa lupaken kamurahanmu, dan kita
singkirken dan tinggalken orang yang brani langgar titahmu. Oh Tuhan! Kita
singkirken dan tinggalken orang yang brani langgar titahmu, Oh Tuhan! Kitaorang bersedia aken jalanken titahmu, pada Kau kita berdowa dan unjuk
hormat, dan pada Kau kita berlari kalu ada bahaya, dan kita nanti cari Kau
dengen lekas, kita harep Kau punya kesian dan kita takut pada Kau punya

www.rajaebookgratis.com

hukuman sebab pasti sekali itu hukuman nanti menimpah pada siapa yang tida
taro percaya padamu)
Saban kalih abis berdowa, marika rame-rame menyebut. "Amin" yang kemudian
diberikutken dengen jikiran: "Ash-hadoan Ia Ilaha illallah! Ash-hadoanna
Mohammad-ar-Rasul Allah!" Kamudian dilanjutken pula laen dowa terus sampe
pagi, dengen tida saorang yang dapet ingetan buat tidur, kerna itu suara
gemuruh yang seperti bunyi meriam membikin tida saorang pun bisa pules
dengen senang.
Di itu hari yang sanget ngeri dari tanggal 27 Augustus 1883, matahari tida
unjuk rupanya. Beduk di massigiet sudah dibunyiken aken memberi inget pada
sekalian kaum Muslimin aken sembahyang Salat-ul Fajar, tapi di atas langit tida
ada sedikit pun cahya terang yang keliatan, baek dari sinar matahari pagi,
atawa pun dari bintang-bintang. Antero langit ada gelap seperti tertutup oleh
kaen item. Cahaya terang satu-satunya cumah kaliatan di Selat Sunda, di
jurusan di mana ada letaknya gunung Krakatau, yang sabentar-sabentar
berkebur cahya api yang dimuntahken dari perut gunung, dengen
disertaken juga
14
13
berkredepnya36 kilap yang tida bren-tinya samber menyamber.
Jam 6 pagi keadaan masih tinggal tak berobah. Ayam-ayam berkruyuk seperti
biasa, kambing dan domba yang ada di dalem kandang mulai berbunyi aken
minta dilepasken buat pergi mencari rumput di tegalan. Tapi dari lantaran
gelap, tiada saorang pun yang mau ambil perduli, sedeng rumah-rumah masih
terus dipasangin lampu.
Jam 7 pagi barulah keliatan cahya remeng-remeng dari sinarnya matahari yang
coba tembusin itu asep tebel yang melayang di udara. Tapi perobahannya itu
Betara Suria aken pencarken sinarnya ka dunia telah jadi gagal, kerna dari
Gunung Krakatau tida brentinya dimuntahken asep bergulung-gulung yang
sabentar-bentar menutupi antero langit. Dengen rupa lelah lantaran malem tida
tidur, Raden
Berkredep = mengkilap.
Tjakra Amidjaja duduk di pendopo, dihadiri oleh kepala-kepala desa dan orangorang politie aken trima prentanya yang pengabisan. Sasudahnya irup satu
cangkir kopi, ia membri tau putusannya supaya antero penduduk yang tinggal
di deket pasisir lari menyingkir ka sebla ulu dengen membawa harta banda
sakedar yang bisa diangkut. Bebrapa grobak dan cikar sudah dibikin sedia aken
angkut beras dan laen-laen barang makanan. Ia minta supaya ini kabar disiarken pada sekalian penduduk, yang lantes musti bersiap supaya bisa menyingkir
rame-rame sablonnya hari jadi sore.
Tatkala itu kepala-kepala desa sudah bubaran aken jalan-ken itu prenta, raden
Ayu Sadijah sudah beresken segala barang berharga yang musti diangkut,
dateng membri inget pada suaminya yang sekarang sudah sampe temponya
aken brangkat.

www.rajaebookgratis.com

"Kang Raka," kata itu Raden Ayu, "Paling baek kita brangkat sekarang, kerna
jikalu tida, saya kuatir nanti jadi kasep."10
"Aku tida bisa brangkat sekarang, Den," saut itu Wedana sambil tersenyum;
"Aku tida bisa berlalu dari sini sablonnya ini tempat jadi kosong betul-betul.
Laen dari itu aku punya jabatan sebagi kepala district mewajibken padaku aken
menjaga harta dan miliknya antero rahayat, supaya barang-barang yang
tida keburu diangkut,
yang
15
ditinggalken dalem rumah-rumah yang sudah kosong, tida diganggu
oleh pencuri dan penjahat." "Kalu begitu kapankah kita aken brangkat?"
"Kau sendiri boleh brangkat sekarang juga bersama anak-anak, dan aku nanti
menyusul dari blakang kalu dirasa pakerjaan di sini sudah slese."
Raden Ayu Sadijah bengong dengen rupa sedih. Akhirnya ia manggutken kepala
dengen berkata:
"Itu pikiran ada betul sekali, Kang Raka. Satu pembesar musti menjaga
keslametannya rahayat maski diri sendiri musti binasa. Memang kurang pantes
kalu kau berlalu sedeng persediaan dari rahayat aken menyingkir masih blon
slese. Kalu begitu, biarlah aku tinggal juga bersama-sama kau di sini, sebab
krang pantes satu istri cari keslametan buat dirinya sendiri, sedeng suaminya
ada dalem bahaya. Biarlah kita-orang idup dan mati bersama-sama ! "
"Jangan pikir begitu, Den! Kau musti berlalu dari sini buat anter kita punya
anak-anak ka tempat yang slamet. Tentang nasib diriku jangan kau kwatirken,
sebab aku ada punya satu kuda tunggang yang sudah sedia buat dipake
sembarang waktu, hingga dengen lekas aku bisa menyingkir kalu sampe betulbetul ada bahaya."
"Tida, aku tida bisa biarken kau, suamiku yang tercinta, hadepken bahaya
dengen sendirian saja. Sebagi satu istri aku wajib bantu dan rawat padamu,
serta turut pikul segala bahaya dan kesusahan, sampe di saat yang paling
pengabisan."
Raden Tjakra pelok dan cium istrinya dengen penu rasa kagum dan kecintaan.
Iapunya hati merasa sanget terharu meliat sikep yang gaga dan setia dari Raden
Ayu Sadijah.
"Kapan kau pikir begitu, baeklah!" ia berkata dengen pelahan. "Biarlah Hasan
dan Soeriati brangkat lebi dulu dengen dianter oleh mandoor Koernain dan
babu Satimah. Aku punya hati menjadi lebih besar dan gumbirah aken lakuken
ini pakerjaan yang suker kalu kau ada berdiri di sampingku. Ini bahaya yang
mengancem, keliatan telah membikin kau sembuh dari itu penyakit zenuw,
kerna sekarang aku liat kau tida lagi penakut dan pengagetan seperti bebrapa
hari yang lalu."
Satu dokar dan satu grobak yang suda sedia lalu disuru masuk ka dalem
pekarangan Kawedanan. Bebrapa bujang mulai angkutin barang-barang
berharga yang hendak di-singkirken. Itu kutika sudah ampir jam 11
pagi, tapi cahya terang
16

www.rajaebookgratis.com

cumah remeng-remeng saja seperti magrib. Suara gemuruh dari Krakatau


semingkin heibat, sedeng abu yang jato jadi bertambah tebel.
Hasan, anak lelaki dari wedana yang baru berusia delapan taon, dan Soeriati,
satu anak prampuan yang berusia lima taon, yang dislimutin dengen mantel
tebel dan pake tutup kepala, lalu dituntun kaluar oleh ayah dan ibunya aken
dikasih naek di itu dokar, yang kuda-kudanya sabentar-bentar terpranjat saban
kali mendenger suara gemuruh dari Krakatau. Raden Tjakra sudah tulis juga
dua surat, satu buat Wedana Menes, di mana itu anak musti mampir dalem
perjalanan ka Rangkas-gombong, dan satu lagi buat iapunya ayah, Bupati dari
Rangkas-gombong. Mandoor Koernain duduk di seblahnya kutsier,38 sedeng
babu satimah duduk di blakang bersama itu dua anak.
Tatkala itu dokar ampir brangkat, Raden Ajeng Sadijah suru itu dua anak turun
kombali, dan lalu buka iapunya sepasang gelang yang terbikin dari uwang emas
Turkye39 yang disambung seperti rante, lalu dipakein pada Hasan dan Soeryati,
saorang satu, di mana tangan kanannya.
"Ini gelang," ia berkata pada anak-anaknya itu sambil mengembeng aer mata:
"ada barang pusaka tetinggalannya ibu punya nene yang dapet persen dari aki
waktu kombali dari Mekkah. Pakelah ini barang seperti peringetan kalu sampe
kau tida bisa bertemu lagi pada ibu. Koernain!" ia berkata pada itu mandoor,
"jaga baek ini gelang jangan sampe ilang di perjalanan."
Raden Tjakra, yang meliat sikep istrinya, sekarang merasa juga dapet firasat
yang ia tida nanti bisa bertemu lagi dengen dua anaknya itu. Maka tatkala itu
dokar mulai dijalanken, ia lalu tahan, suru tunggu sabentaran, dan ia lantes lari
ka dalem kamarnya. Bebrapa minuut kamudian ia kaluar kombali dengen
memegang di tangan dua rante leher yang masing-masing digantungin satu
kongkorong40 atawa medaille dari perak, yang di kadua mukanya ada diukir
dengen huruf Arab, lalu digantung di lehernya itu dua anak, dengen dipesan
pada Koernain dan babu Satimah, buat jaga itu barang jangan sampe ilang,
kerna ini medaille ada barang pusaka turun temurun yang berasal dari Sultan
Haji di Bantam, dan dipandang seperti jimat, bisa menolak segala bahaya.
Kamudian, sasudahnya ia dan istrinya mencium lagi sekali pada kadua anaknya
itu, itu dokar lalu dikasi berjalan dan tida antara lama lantes tida keliatan
17
lagi lantaran gelap dan terliput oleh abu yang turun berhamburan seperti asep.
Dengen sanget hati-hati kutsier dari itu dokar kasi jalan kandaraannya yang
dilariken dengen pelahan lantaran semingkin lama udara jadi bertambah gelap.
Liwat satenga jam barulah itu dokar sampe di desa Cidangur yang jaunya dua
paal dari Waringin, di mana ada dua jalan cagak, yang ka Kidul Wetan terus ka
Menes, dan yang ka jurusan Lor-Wetan menerus ka Mendalawangi yang
pernanya di kaki gunung Karang yang 1775 meter tingginya. Baru saja itu dokar
liwatin desa Cidangur bebrapa minuut lamanya, mendadak ka-dengeran suara
perletusan beruntun-runtun yang begitu luar biasa heibatnya hingga membikin
tulinya kuping, seperti suara saribu gledek menyamber dengen berbareng di
atasan kepalanya, hingga itu dua kuda yang tarik itu dokar brontak kabur tida

www.rajaebookgratis.com

bisa ditahan lagi, dan Satimah yang lagi pangku Soeriati jato terlempar bersama
itu anak, sedeng Hasan yang
Kutsier = kusir, sais . "Turkye = maksudnya Turki. Kongkorong = kalung.
kabetulan pegangin tiang dokar, bersama Koernain, dibawa mabur terus di
sepanjang jalan di mana kedapetan banyak penduduk berlarian kalang kabut
sambil bertreak dan menangis lantaran ketakutan. Liwat setenga paal jaunya itu
dokar kena tubruk satu puhun hingga itu kandaran terbalik dan ancur sama
sekali, kutsiernya dapet luka keras, sedang Hasan dapat bebrapa luka besot dan
benjol di kepala yang kaluarken banyak darah lantaran terbentur batu, tapi
Koernain tinggal slamet. Di itu waktu barulah itu mandoor dapet tau Satimah
dan Soeriati sudah linyap. Tapi ia tida bisa berpikir lama dan tida ada tempo
aken pergi cari. Ia ripuh musti rawat dan bikin sedar pada Hasan yang ternyata
sudah jadi pangsan. Suara perletusan begitu heibat yang berbunyi terusmenerus, antero bumi yang sudah jadi gelap petang hingga jari tangan di depan
mata tida bisa keliaran, dan suara ratap dan tangisnya orang-orang desa yang
bertreak minta tulung, membikin itu mandoor jadi seperti ilang sum-anget41
kerna tida tau apa musti berbuat. Akhirnya ia ambil putusan aken pondong
Hasan buat
18
melariken diri ka jurusan Wetan dengen jalan kaki, kerna pikirannya hendak
coba cari laen kandaraan buat menumpang, dan nanti kalu suda sampe di
Cening atawa Menes, di mana ia hendak titipken Hasan di tempat yang santosa,
barulah ia kombali aken cari tau di mana adanya Satimah dan Soeriati.
Sasudanya berjalan terus di dalem kagelapan bebrapa jam lamanya. Koernain
bisa sampe di Cening dan titipken Hasan di rumahnya kepala desa. Sasudahnya
mengaso sa-bentaran, ia lalu bertindak balik ka jurusan Kulon aken cari
Satimah dan Soeriati. Tapi baru saja ia berjalan satu paal jaunya, dari sebla
depan ia denger suara gemuruh yang amat heibat seperti suaranya aer sungai
yang sedeng banjir. Dari terangnya cahya kilap yang sabentar-bentar berkredep
di udara ia dapet liat satu pemandangan yang membikin ilang iapunya
sumanget. Semua desa-desa, sawah, tegalan dan puhun-puhun telah linjap
karendam oleh aer yang bergulung-gulung seperti ombak di lautan dan tida
ketahuan dari mana datengnya. Dengen lekas Koernain balik kombali ka Cening
sambil berlari sekuat-kuatnya, lalu pondong pada Hasan yang terus dibawa
mabur ka jurusan Menes, dan ia tida brenti berjalan sablonnya ia sampe di
rumahnya Wedana di itu tempat.
Begitulah di itu hari yang heibat dari tanggal 27 Augustus 1883 jam 11 pagi, itu
gunung api Krakatau di Selat Sunda telah meletus yang membikin gemper di
seluruh dunia. Itu perletusan ada begitu heibat suaranya kadengeran dengen
teges di Bangkok (Siam) yang jaunya 1413 mijl Inggris; di pulo-pulo
Philippiynen42 yang jaunya 1450 mijl; di Ceylon (2508 mijl) di Australie (2550
mijl) dan di pulo Rodriguez deket Madagascar yang 3000 mijl Inggris jaunya.
Itu lumpur, batu dan abu yang dilemparken dari itu gunung punya kawah telah
terbang ka atas udara sampe 14 mijl tingginya, dan begitu tebel hingga di
Batavia, Bandung dan laen-laen tempat di Jawa Kulon dan Sumatra Selatan

www.rajaebookgratis.com

menjadi gelap sama sekali, hingga di waktu tengahari orang musti pasang
lampu. Itu ombak, yang sudah rendam antero pasisir Bantam dan Sumatra
Selatan hingga 35.000 manusia jadi binasa, telah membikin timbulnya aer
pasang di mana-mana lautan di antero dunia, yang kasi liat tenaganya sampe di
pasisir Kaap Horn yang jaunya 7818 mijl dan di Kanaal Inggris yang jaunya
11.040 mijl, sasudahnya lebih dulu melintasi lautan Atlantis. Di lautan
Pacific
19
itu ombak sudah unjuk pengarunya sampe di pasisir Californie, sedeng itu
abu alus
yang
Sumanget = semangat.
Philippiynen = Filipina.
bergantung di udara berbulan-bulan, telah jato di ANTERO DUNIA.
Apakah sudah jadi dengen Wedana Waringin, Raden Tjakra Amidjaja dan
istrinya? Itu tempat sudah tersapu bersih sama sekali hingga tida ada satu
rumah atawa puhun yang tinggal berdiri. Apa yang ketinggalan sudah teruruk
oleh lumpur dan abu bebrapa meter tebelnya, dan tatkala satu minggu
kemudian orang dateng di itu tempat, tida ada mahluk idup yang kedapetan
sedeng mait-mait manusia dan binatang yang tida terseret ka lautan oleh itu
ombak, sudah jadi busuk semua dan tida bisa dikenalin.
Tentang Satimah dan Soeriati pun tida ada kabarnya lagi, maskipun Bupati
Rangkas-gombong suru orang cari ka kuliling tempat. Orang cumah dapetken
reruntuk dari itu dokar di pinggir jalanan bersama mait dari kuda-kuda dan
kuetsirnya yang separo terbenem di lumpur. Begitulah Bupati Rangkasgombong musti tanggung kadukaan bukan saja buat putra dan mantunya, tapi
juga buat iapunya cucu prampuan!
Ill
Saorang Pertapaan yang Aneh
dengen ditaro barisan soldadu43 dan veld-politie44 di tempat-tempat yang
penting, tapi juga sudah dipilih ambtenaar-ambtenaar45 yang cakep dan raj in
buat pegang prenta di daerah yang kurang aman, banyak pegawe Bumiputera
yang keliatan kurang cakep waktu peca pembrontakan, telah dilepas atawa
dipindahken ka laen tempat, dan aken gantinya telah dipilih orang-orang muda
yang pande dan gaga serta dapet plajaran sampurna aken
20
pegang tegu kakwasaan pamerentah dan buat tindes pengarunya pemimpinpemimpin Merah46 yang mengasut pada rahayat.
Di antara ambtenaar-ambtenaar muda yang telah unjuk kecakepannya di waktu
timbul pembrontakan, ada teritung juga Mantri Politie Raden Moelia, salah satu
putranya Bupati dari Rangkas-gombong yang lantaran jasanya itu telah
diangkat jadi Assitent Wedana dan ditempatken di Sindanglaut, satu desa deket
pasisir, dalem bilangan district Waringin, afdeeling Bantam Kidul. Dalem tempo
satu taon sedari ditempatken di Sindanglaut, ia sudah bisa bikin itu bilangan
yang dulu terkenal sebagi sarang Communist, menjadi tentrem dan aman,
orang-orang jahat dan tukang mengasut semua sudah terpaksa menyingkir

www.rajaebookgratis.com

atawa dijeblosken dalem penjara, hingga keadaan di itu daerah jadi santosa
kombali seperti dulu.
Pada suatu pagi dari bulan Desember 1927, waktu baru saja terang tanah, itu
priyaie muda sudah berduduk dalem kantoornya dengan saorang diri, kerna
jurustulis dan laen-laen pegawe belon masuk kerja. Di satu bangku di luar
kantoor ada duduk saorang oppas sambil melenggut dan pelok tangan lantaran
kedinginan. Di sampingnya itu oppas
Sajek peca pembrontakan Communist di Jawa Kulon di akhirnya taon 1926
pada waktu mana Bantam ada jadi pusat perlawanan yang paling nekat,
Pamerentah Blanda telah adaken aturan keras aken menjaga pri keamanan,
bukan saja
Soldadu = serdadu. Veld-politie = brigade mobil. Ambtenaar = pejabat/pegawai.
Merah di sini maksudnya kaum komunis atau kiri.
ada saorang lelaki tua dan berambut puti, yang duduk bengong mengisep roko
dengen tida bicara apa-apa.
Itu Assistent Wedana baru buka bebrapa surat dienstll yang dateng semalem,
yang sasudanya dibaca lalu ditandain dengen potlood,12 kamudian ia duduk
mengadepin masin tulisnya, dan mulai typl3 dengen cepet sampe penuh
bebrapa lembar kertas. Sasudanya beres, ia kasi tanda pada itu orang tua yang
lalu masuk di kantoran dan disilahken duduk di krosi di hadepannya.
21
"Begimana, bapa Noerhali, apakah kau sudah bertemu pada itu Kiayie?" ia
menanya.
"Sudah, baru semalem saya balik di rumah, sasudanya tinggal di sana dua hari
lamanya," saut itu tetamu dengan hormat.
"Begimana Bapa, kau punya pendapetan, apakah itu kiayie tida berbahaya? Dan
apakah ia sudah bikin di itu gunung ?"
"Sebagitu jau yang saya sudah selidiki dengen saksiken sendiri pakerjaannya
dan denger juga ketrangan dari orang-orang kampung di deket situ, ia bukan
ada saorang yang berbahaya, kerna ia belon perna bicara dari hal politiek atawa
agama, dan kerjanya tida laen cumah berdowa dan bersembahyang serta saban
hari Jumahat ia trima orang-orang yang dateng minta obat padanya, buat mana
ia tida mau trima upahan satu apa."
"Apakah tida ada banyak orang desa yang jadi muridnya?"
"Sama sekali tida ada, kerna ia tida menjunjung agama Islam, kerna tatkala saya
ajak berunding suai agama dan sebut ujar-ujar dari al-Koran, ia keliatan tida
mengarti, sedeng menurut orang yang tau dan sering berhubung rapet padanya,
kalu ia menjampe atawa berdowa, ia sering ucap-ken nama dari dewa-dewa
yang ada dalam cerita wayang, seperti Betara Guru, Betara Wisynu, Betara Ciwa,
Sang Yang Brahma, Prabu Siliwangi dan laen-laen sebaginya, dengen tercampur
juga omongan bahasa Kawi dan Sanskrit dan laen-laen bahasa yang orang tida
mengarti. Namanya Kanjeng Nabi Mohammad belon perna kadengeran ia
sebutken dalem dowa atawa bicaranya."
"Kalu begitu ia bukan teritung satu Kiayie atawa Santri?"

www.rajaebookgratis.com

"Bukan sama sekali, maski juga ia tida bikin kebratan orang panggil, ia "kiayie"
atawa apa saja orang suka. Penduduk desa biasa panggil ia "emban" sedeng ia
sendiri namaken dirinya Pandita Noesa Brahma, dan iapunya ayah, yang
sekarang sudah meninggal, biasa disebut Pandita Asheka . "
"Apakah kau kenal iapunya ayah?"
"Tida, tapi dari orang tua-tua saya dapet kabar, sajek bebrapa pulu taon lalu ia
sering dateng di itu tempat bersama-sama ayahnya, yang oleh orang kampung
terkenal dengen nama Embah Asheka."
22
"Ini nama-nama menunjukken ia ada saorang yang menjunjung agama dulu,
yaitu Hindu atawa Buddha, yang dipuja di pulo Jawa pada sablonnya dateng
agama Islam."
"Betul, dan ia ada bilang juga, yang ia masih terus pegang tetep itu agama kuno
yang sekarang masih dianut oleh orang Baduy."
"Kalu begitu ia sendiri ada saorang Baduy!"
"Inilah tida bisa salah lagi, cumah bedanya ia keliatan ada pinter, sopan, manis
budi bahasa, dan terplajar, berbeda jau dengen itu orang-orang Baduy di
pegunungan Kendeng yang tabeatnya aneh, pengidupannya mesum, sanget
dusun dan tida mau campur pada orang yang bukan kaumnya."
"Apakah betul orang tida dapet tau ia dateng dari mana?" tanya Raden Moelia.
"Tida saorang bisa bilang, dan kalu ditanya di mana iapunya tempat tinggal,
dengen tertawa ia menyaut, "oh, jau, jau sekali dari ini tempat," tapi ia belon
pernah sebut itu tempat di mana adanya. Salah satu penduduk perna cerita, ia
telah ketemu satu kalih pada itu Embah di deket Malingping, pada tepi lautan
Kidul, hingga amat boleh jadi ia ada berasal dari tempatnya orang Baduy, yang
tinggal tersiar di antara gunung-gunung di sebla Wetan dari Malingping."
"Kalu betul tempat tinggalnya ada begitu jau, perlu apakah ia dateng di sini?
Toch tida boleh jadi cumah melulu buat obatin orang-orang yang sakit dengen
zonder dapet upahan satu apa."
"Justru inilah yang membikin semua orang merasa heran dan buat pikiran tida
abisnya. Iapunya dateng ada begitu tetep saban taon satiap bulan Desember,
dan tinggal di puncak gunung Ciwalirang sampe satu bulan lamanya, kamudian
lantes brangkat kombali dengen diam-diam, dengen tida satu orang yang dapet
badel4 dari mana ia dateng, ka mana ia pergi, dan apa yang ia kerjaken di itu
puncak gunung yang begitu sunyi, dengen tinggal di satu gubug kecil seperti
orang pertapaan."
"Apakah kalu ia dateng, ia tida perna membawa kawan-kawan?"
"Dulu ia biasa dateng berdua dengan ayahnya, itu Embah Asheka yang katanya
sekarang telah meninggal. Blakangan ia dateng dengen teranter oleh satu
bujang lelaki, tapi sekarang buat pertama kalih, selaennya satu bujang atawa
pengiring. Ia ada bawa juga istri dan anak prampuannya."
"Kalu begitu ia ada mempunyai anak dan istri?" "Ya, dan justru inilah yang
membikin sekalian orang merasa heran, kerna itu anak prampuan, yang berusia
kira 20 taon, ada amat cantik parasnya, seperti juga satu menak, berbeda jau

www.rajaebookgratis.com

dengen orang yang tinggal di pedusunan, maski juga tingka laku dan bicaranya
menunjukken ia ada satu anak dusun betul-betul."
"Ini sunggu-sunggu aneh. Semingkin mendenger hikayatnya ini Pandita, hatiku
jadi semingkin tertarik aken kunjungin dan denger sendiri ketrangannya.
Apakah baru pertama kalih ini ia dateng dengen anak dan istrinya?"
"Betul. Ia bilang pada taon yang lalu ia terpaksa batalken niatnya aken dateng di
Gunung Ciwalirang lantaran ada rusu Communist hingga segala jalanan dipegat
oleh soldadu dan orang-orang politic Maka itu sekarang ia bawa anak dan
istrinya supaya orang tida curiga dan sangka ia ada mengandung maksud
jelek."
"Tapi apakah kau tida coba tanya apa maksudnya maka ia begitu perluken
dateng saban taon di ini gunung?"
"Sudah banyak orang yang tanya, dan selalu dapet pe-nyautan, iapunya maksud
tida laen cumah buat jalanken kewajiban dari iapunya agama."
"Kewajiban apakah itu? Apakah buat tulung orang sakit?" "Inilah yang masih
tinggal gelap. Dulu-dulu, waktu pandita yang tua masih idup, ia belon perna
membri obat pada orang sakit, cumah blakangan, dalem ini bebrapa taon, ia
sudah tulung bebrapa orang, hingga kepandeannya tersiar kulilingan, dan
begitu lekas terkabar ia sudah dateng, dari segala tempat banyak orang sakit
yang cari padanya aken minta diobatin."
"Cara begimanakah ia obatin orang?" "Dengen jampe, pake aer yang sudah
didowain, atawa daon-daonan yang begitu manjur hingga ampir tida bisa
dipercaya, seperti orang buta ia bikin sampe jadi bisa meliat, orang lumpuh
bisa jalan, yang tuli bisa mendenger, yang bisu
bisa bicara, dan laen-laen lagi. Saya sendiri sudah buktiken kemanjurannya
iapunya jampe tatkala minta tulung obatin saya punya gigi yang sakit, yang
lantes sembuh sasudanya dikemukenl5 aer yang ia jampeken."16
"Betul aneh. Aku ingin usut lebih jau tentang halnya ini pandita. Apakah bapa
bisa tulung aken anter padaku buat bertemu padanya?"
24
23
"Dengen segala senang hati. Kapankah juragan hendak brangkat?"
"Besok pagi. Apakah orang bisa sampeken ka tempat tinggalnya dengen naek
kuda?"
"Orang boleh berkandaran sampe di Sukarame. Dari itu kampung kita musti
jalan kaki mengikuti kali Citanjur. Pada tempat di mana sumber dari Citanjur
kaluar dari batu-batu karang, di situlah ada terdapat pondok-pondok dari orang
yang dateng minta obat, yang diberdiriken dengen mendadak oleh itu orangorang sendiri, kerna itu tempat ada sunyi, jau dari kampung. Di situ ada juga
warung kopi dan tempat orang jual makanan buat melayanin orang yang
dateng. Pondoknya itu pandita ada di atas sekali, di deket puncak dari Gunung
Ciwalirang, dari mana orang bisa memandang pada lautan dan Selat Sunda
dengen sekalian pulo-pulo yang ada di seputernya, dan juga pasisir dari
Sumatra."

www.rajaebookgratis.com

"Baeklah, bapa, besok pagi jam anem aku harep bapa dateng di sini supaya kita
bisa brangkat sama-sama, kerna kabetulan besok ada hari Minggu."
Bapa Noerhali lantes berbangkit dan menyembah, terus berlalu tinggalken itu
Assistent Wedana berduduk bengong sendirian, memikirken halnya itu orang
pertapaan dari kaum Baduy yang besok ia aken kunjungken. Dari ketrangannya
itu orang tua yang jadi iapunya spion,17 Raden Moelia dapet kenyataan, bahua
di saputernya pengidupen dan kabiasaan dari itu Pandita, ada tersembuni
banyak resia-resia yang suker dibade dan dimengarti, hingga napsunya jadi
semingkin keras buat pergi preksa dan cari tau sendiri.
Helaas! Itu prijaie muda tida sekali sangka bahua itu resia yang ia hendak usut
bakal jadi begitu penting, dalem mana ada menyangkut keslametannya
sabagian besar dari penduduk Bantam, teritung juga kabruntungan buat ia
sendiri dan iapunya ayah. Bupati dari Rangkas-gombong!
IV
Satu Pandita dari Orang Baduy
Tatkala Assistent Wedana Raden Moelia, yang dianter oleh Bapa
Noerhali, sampe di deket puncak dari gunung
25
Ciwalirang di mana sumber dari kali Citanjur ada kaluar dari batu-batu karang,
ia dapetken di situ ada terletak ampat-lima pondok dari atep dan alang-alang
yang, seperti Bapa Noerhali terangken, telah dibikin oleh orang desa yang
dateng di itu tempat sunyi aken minta pertolongan obat dari itu Kiayie atawa
Pandita. Di salah satu pondok ada kedapetan orang jual makanan, seperti
ketupat, nasi, kopi, buwa dan kuwe-kuwe, lantaran pada saban hari Jumahat,
waktu itu Kiayie trima orang-orang yang sakit, di situ ada dateng banyak orang
dari tempat deket dan jau. Tapi di itu hari, lantaran ada hari Minggu, hingga
masih musti menunggulima hari lagi aken mendapet obat, di itu pondokpondok cumah ada sedikit orang saja, yang kebanyakan ada dari tempat jau,
yang terpaksa menunggu di situ lantaran terlalu berabe kalu musti pulang dan
pergi, atawa orang-orang yang sakitnya berat, yang kakinya lumpuh atawa buta,
yang terpaksa musti berdiam sampe jadi sembuh atawa sampe itu Kiayie bilang
ia tida sanggup obatin hingga lebih baek pulang saja.
Lantaran sabagi satu ambtenaar bestuur itu Assistent Wedana musti serepinl8
keadaannya itu Kiayie, maka ia sengaja berdiam di itu pondokan aken pasang
omong pada orang-orang desa yang ada di situ. Ia tida pake-pakean dienst yang
bisa membikin orang dapet tau iapunya pangkat, dan juga tida membawa
oppas. Pada bebrapa orang yang kenal padanya, ia minta supaya jangan siarken
ia ada satu Assistent Wedana, supaya ia biasa pasang omong pada orang-orang
dengen leluasa.
Pada itu waktu di itu pondok-pondok cumah ada bebrapa bias orang saja,
sedeng biasanya pada saban hari Jumahat, orang yang dateng sampe ampir
seratus. Antara orang-orang sakit yang ada di itu pondok, ada juga bebrapa
orang Palembang yang membawa satu kawannya yang matanya dibungkus oleh
kaen putih. Ini orang yang sakit, nama Abdoel Sintir, ada satu orang hartawan,
sudagar kulit uler dan mempunyai juga kebon karet yang luas. Sudah satu taon

www.rajaebookgratis.com

ia dapet sakit mata yang membikin ia ampir tida bisa meliat lagi. Ia sudah pergi
berobat di rumah sakit mata di Bandung, tapi tida berhasil, sampe akhirnya
iapunya satu sobat di Labuan membri tau adanya ini Kiayie yang manjur sekali
jampenya buat obatin orang sakit mata, maka ia telah dateng di itu tempat
pada bebrapa hari yang lalu, dan oleh itu Kiayie telah dikasi aer penawar yang
dituturin55 di matanya satiap pagi dan sore, dan dalem
26
tempo tiga hari ia sudah mulai bisa meliat samar-samar, dan diharep dalem
satu minggu matanya bisa meliat dengen terang seperti dulu, dan itu penyakit,
yang berasal dari kena racunnya ular, bisa jadi sembuh sama sekali.
Menurut ketrangannya si tukang warung, itu Kiayie dateng di Gunung
Ciwalirang sudah dua minggu lamanya, dan ia aken berdiam cumah buat satu
bulan saja. Di bulan Januari ia aken pulang ka tempatnya yang tida saorang
dapet tau di mana. Tentang iapunya kepandean mengobatin, ada banyak
kejadian yang mengheranken. Bebrapa orang lumpuh lantes bisa berjalan
seperti biasa sesudah kakinya diusap bebrapa kalih. Tapi orang yang dari masih
kecil kakinya pengkor, ia tida bisa bikin lempang kombali, begitu pun orang
yang dari masih kecil sudah buta, bisu atawa tuli, yaitu yang bukan baru
diserang oleh penyakit, ia bilang terus terang yang ia tida sanggup sembuhken.
Tentang upahan uwang ia sama sekali tida mau trima. Ia cumah ambil saja
sedikit pembrian beras buat dimakan satiap hari aken bekel di jalan. Ayam,
daging, telor dan laen-laen makanan yang berasal dari barang berjiwa ia tida
perna dahar, malah di itu warung ia larang jual makanan yang berasal dari
barang berjiwa. Yang didahar oleh itu Kiayie dan familienya cumah sayur dan
buah-buahan.
Kalu bukan hari Jumahat ia tida perna tulung orang sakit, biarpun begimana
sanget orang meminta-minta. Juga di laen-laen hari itu Kiayie jarang sekali
keliatan, tapi tida saorang tau ia pergi ka mana, kerna ia jarang turun dari
puncak gunung. Itu tukang warung sendiri sering dateng di pondoknya itu
Kiayie aken anterken makanan, tapi j arang
Dituturin = diteteskan.
sekali ia ketemuken, cumah ada istri, anak dan bujangnya saja. Familie dari itu
Kiayie belon perna bergaul atawa pasang omong pada orang, maski juga satiap
pagi dan sore kalu tida turun ujan, iaorang liwat di deket itu pondok aken
mandi dan ambil aer di pancuran. Itu Kiayie ditaksir berusia 60 taon, istrinya
kira 10 taon lebih muda, sedeng iapunya anak prampuan, yang berusia 20 lebih,
ada begitu eilok dan cantik hingga membikin sasuatu orang yang liat jadi
merasa kagum. Di bilangan Bantam jarang ada satu anak
27
gadis yang begitu eilok seperti Retna Sari, yaitu nama dari itu anak prampuan
dari Pandita Noesa Brama.
"Kalu begitu," kata Raden Moelia, "apakah aku tida bisa ketemuken pada itu
Kiayie sekarang?"
"Inilah hamba tida bisa bilang juragan," saut si tukang warung. "Hamba rasa
kalu juragan suka terangken yang juragan ada Assistent Wedana yang dateng di

www.rajaebookgratis.com

sini sengaja hendak cari padanya buat urusan dienst, tentu sekali dia musti
trima."
"Kalu begitu, baeklah, kau boleh terangken aku punya nama dan pangkat pada
itu Kiayie."
Si tukang warung lalu brangkat naek ka atas. Tida antara lama ia kombali
dengen membawa kabar, lagi satu jam Pandita Noesa Brama sedia aken trima
kunjungannya. Ia tida bertemu pada itu pandita sendiri. Cumah dapet ini kabar
dari istrinya.
Berselang satu jam itu Kiayie punya bujang lelaki nama Koesdi yang berusia
kira 50 taon, rupanya pendiam dan banyak berpikir, dateng dari atas aken
membri tau. Tuan Pandita sudah bersedia aken trima kedatengannya itu priayi.
Raden Moelia dengen teranter oleh Noerhali lantes turut padanya.
Perjalanan aken naek ka atas puncak dari gunung Ciwalirang ternyata tida
terlalu senang, kerna orang musti liwat di jalanan kecil antara batu-batu karang
di mana ada tumbu banyak gombolan dan rumput alang-alang serta menanjak
terus. Matahari itu kutika ada menojo dengen keras, tapi itu cahaya panas
dibikin punah oleh angin laut yang adem yang meniup dengen keras dari Selat
Sunda. Sabentar-bentar Raden Moelia dengen kawannya musti merandek,19
bukan saja aken membuang capenya, tapi juga buat mengawaskan kaindahan
natuur yang terbeber di bawah kakinya, yang keliatan seperti satu pigura.
Di sebla Kulon, di tenga-tenga lautan yang biru, ada kaliatan sekumpulan pulopulo yang satu antaranya telah terkenal di seluruh dunia dan membikin banyak
orang di Bantam dan Sumatra Selatan inget namanya dengen rasa mengkirik,20
kerna itu pulo yang paling besar sendiri dari itu kumpulan bukan laen dari pulo
Rakata atawa Krakatau dengen gunungnya yang sekarang, sasudanya terjadi
per-letupan di taon 1883 mempunyai puncak tingginya 816 meter dari muka
laut. Kawahnya yang ada di tempo dulu sudah somplak21 dan karem ka dalem
laut, hingga apa yang masih katinggalan menonjol di atas muka lautan,
tida laen dari
28
pada gunung biasa yang tida ada apinya dan tertutup oleh utan lebet. Jauh
sedikit di sablah utara ada terletak pulo Rakata Kecil atawa yang dinamaken
juga Lang Eiland (Pulo Panjang sebab bangunnya panjang) yang bagiannya yang
paling tinggi ada 140 meter dari muka laut. Sedikit lebih jau di Kulon ada
kaliatan pulo Sertung atawa yang dinamaken juga Verlateneiland. Ini tiga ada
jadi itu grup atawa kumpulan dari pulo-pulo yang terkenal seperti pulo-pulo
Krakatau.
Lebih jau ka sablah Utara ada tertampak pulo-pulo Sebesi dan Sebuku, yang
pernanya tida jau dari pasisir
Sumatra. Tanjung Tua atawa Varkenshoek, yaitu bagian dari Sumatra yang
paling deket dengen pulo Jawa, ada kaliatan dengen tegas sekali, sedeng lebih
jau ka Utara-Barat ada tertampak lapat-lapat itu pulo-pulo dari Lampongs Baai,
di mana ada mengebul asepnya kapal-kapal api yang masuk atawa kaluar dari
Kalianda, Oosthaven dan Telokbetong, kota-kota pelabuan lada yang paling

www.rajaebookgratis.com

besar di Indonesia, yang berhubung dengen harganya yang amat tinggi,


membikin Sumatra Selatan mengalamin masa yang amat jaya dan beruntung.
Sedikit jau ka Selatan-barat ada tertampak Telok Semangka atawa Keizers Baai
dengen Tanjung Cina atawa Vlakkehuk, yaitu ujung paling Selatan dari pulo
Sumatra, sedeng di jurusan Selatan ada tertampak Prinsen Eiland yang sebagian
besar ada dari rawa melulu, yang terpisah dari pulo Jawa dengen satu selat
kecil yang dinamaken Prinsenstraat22 atawa Behhouden-passage.23 Lebih deket
lagi ada kaliatan Peper-Baai24 di mana ada terletak desa Citeureup dengen
Tanjung Lesung yang terkenal juga dengen nama Java's Derde Punt,25 sedeng
kota Labuan yang sejek rusaknya Caringin di taon 1883 ada jadi kota dagang
paling rame di pasisir Bantam Kidul bisa kaliatan nyata rumah-rumah dan
sekalian prau yang sedeng berlabu di pasisirnya.
Betul di bawah kakinya Gunung Ciwalirang ada terletak itu desa Sukarame,
Sukanegara dan Bengros, dengen Tanjung Bangkuang Jang jadi wates antara
Bantam Lor dan Bantam Kidul. Pemandangan ka jurusan Selatan ada terhalang
oleh puncak-puncaknya dari Gunung Malang (640 meter) Gunung Pangajaran
(500 meter) Gunung Aseupan (1160 meter) dan Gunung Pulasari (1345 meter).
Di jurusan Wetan ada berdiri dengen angker itu Gunung Karang, satu
gunung api yang puncaknya, yang tingginya
1775 meter dari muka laut, ada jadi wates antara Bantam Lor dan Bantam Kidul
(Banten Selatan).
Ialah ada gunung yang paling tinggi sendiri di dalem bilangan Bantam yang bisa
keliatan tegas dari kuliling tempat.
Pemandangan ka jurusan Lor ada bagus sekali, kerna tida ada gunung atawa
bukit menghalangken pemandangan. Dengen tegas matanya Raden Moelia
mengikuti itu jalan yang menyusur sapanjang pasisir mulai dari Tanjung
Bangkuang sampe di Tanjung Cikoneng atawa yang terkenal juga dengen nama
Java's Veerde Punt, di mana ada kaliatan itu mercu api dari pasisir Anyer Kidul.
Desa-desa Cinangka, Padarincang dan laen-laen yang terletak antara pasisir
dengen Rawa Danau ada terpeta satu per satu, sedeng di sablah lor ada Rawa
Danau, telaga yang paling besar sendiri di bilangan Bantam, ada kaliatan
Gunung-gunung Sariung, Gede, Tukung dan Merak yang membikin Cilegon dan
Anyer Lor terhalang dari pemandangan. Di tenga laut dari selat Sunda, betul di
tenga-tenga antara Java dan Sumatra, ada kaliatan itu Pulo Sangiang yang
dinamaken juga Dwars in den Weg.
Raden Moelia bengong memandang ini semua kaindahan sambil duduk
bersidakep di atas salah satu batu karang di deket itu puncak Gunung
Ciwalirang, sampe ia terpranjat mendapet tegoran dari satu suara yang alus,
tapi nyaring dan merdu serta bersifat agung, yang berkata dalam bahasa Sunda
begini:
"Slamat datang, Juragan, saya girang sekali yang kau sudah sudi kunjungi saya
punya tempat yang hina di ini pagunungan yang sunyi."
Itu priyaie berpaling dan dapet liat di seblahnya ada berdiri saorang tua yang
berjembros panjang yang sudah banyak bercampur uban, kepalanya ditutup
oleh semacem kopia dari kaen biru yang macemnya seperti kokojong, yaitu

www.rajaebookgratis.com

diseblah blakangnya panjang menutupi puncak dan kadua kupingnya, sedeng


bajunya terbikin dari kaen poleng warna abu-abu yang macemnya seperti jubah,
panjangnya sampe liwatin lutut dengan dipakein kancing dari kulit kiong.
Celananya dari kaen item, dan kakinya pake terumpah kulit. Badannya itu orang
tua ada sedikit kurus, tapi tinggi, lebih tinggi dari laen-laen orang Bumiputera
yang kabanyakan; parasnya agung dan angker seperti saorang Bumiputera
turunan bangsawan, jidatnya lebar, matanya bersorot terang, idungnya
mancung dan sedikit panjang,
30
29
alisnya tebel, janggutnya tirus, sedeng di bawah dari kumisnya yang gompiok
ada kaliatan sebaris gigi yang putih.
Raden Moelia lantes turun dari atas batu karang di mana ia berdiri, lalu
bersalaman pada itu orang tua sambil berkata:
"Apakah saya berhadepan dengan tuan Pandita Noesa Brama?"
"Betul, juragan," saut itu orang tua.
"Saya punya dateng di sini perlunya aken blajar kenal pada tuan Pandita yang
sudah termashur pande dalem hal mengobatin orang-orang sakit, hingga saya
denger ada banyak orang kampung dari kuliling tempat yang dateng minta obat
saban kali Tuan Pandita ada di sini."
"Itu betul, tapi saya punya pakerjaan sabetulnya bukan buat menjadi dukun,
maka pada saban minggu saya cumah sediaken tempo buat menulung orang
sakit satu hari saja, yaitu saban Jumahat. Dari hal kemanjurannya saya punya
obat atawa jampe, sabetulnya bukan terbit dari saya punya kepandean. Saya
cumah mintaken saja pertulungan pada yang Maha Kwasa. Kalu Tuhan kasian
pada si sakit, tentulah ia dibri kasembuhan, tapi kalu sudah sampe takdirnya
itu orang musti binasa, tida ada satu kekwasaan di dalem dunia yang bisa
tulung padanya."
"Itu betul, tuan Pandita, kau punya bicara itu ada masuk di akal. Saya girang
sekali mendenger kau punya katerangan ini, yang ada berbeda jau dari dukundukun yang kabanyakan, yang suka sekali banggain iapunya kepinteran dan
kamanjuran, seperti juga ia ada lebih berkwasa dari pada Allah dalem hal
memegang umur manusia. Sabetulnya tida ada dukun, tabib atawa doktor yang
bisa merobah nasib dari manusia yang sudah musti sampe ajalnya. Tapi toch
maski begitu, dari banyak fihak saya dapet ketrangan, kau bisa sembuhken
penyakit-penyakit berat dengen secara yang sanget mengheranken. "
"Juragan, dalem dunia tida ada barang heran, kalu saja orang tau resianya. Apa
yang saya sudah berbuat, banyak laen-laen orang pun bisa berbuat juga, kalu
tau jalannya. Tapi, oh, dalem dunia ini ada terlalu banyak manusia yang masih
bodo, yang gampang ditipu oleh segala dukun-dukun dan tabib yang dikira
pinter dan sakti, hingga membikin gemuk pada itu segala penipu yang lantes
bikin padet sakunya sendiri kalu orang yang terlalu percaya padanya sudah jato
di bawah pengaruhnya."
"Tuwan Pandita! Bicaramu ini menunjukkan kau ada saorang alim dan arif
bijaksana hingga saya merasa girang sekali bisa ajar kenal padamu. Saya sampe

www.rajaebookgratis.com

tau kau menulung orang-orang yang sakit dengen hati jujur, bukan buat cari
keuntungan guna diri sendiri, kerna kau blon perna trima upahan uwang atawa
barang berharga, maski juga kau bukan saorang mampuh."
"Juragan, kalu orang cumah tida mau trima upahan, itu blon boleh dipuji, kerna
ada banyak dukun atawa doktor yang menulung orang dengan tida trima upah
berupa uwangatawa barang, tapi iaorang ingin dapet laen rupa ganjaran, yaitu
rasa sukur dan pujian dari fihak yang ditulung supaya namanya termashur.
Buat satu dukun, tabib atawa doktor yang mampu, yang bisa idup pantes
dengen tida kakurangan satu apa, iapunya penampikan aken trima upah dari
orang-orang miskin yang ditulung, bukan satu kebaekan yang terlalu besar,
kerna itu ada kewajibannya buat gunaken itu kepandean yang Tuhan telah
kasih padanya aken entengken kasusahannya laen-laen orang. Tapi biasanya,
lantaran tida mau trima upahan uwang ada banyak dukun dan tabib yang
merasa wajib aken minta dari itu orang-orang yang perna ditulung buat inget
betul-betul iapunya budi, musti taro harga dan junjung tinggi padanya,
pandang dirinya seperti satu dewa atawa orang suci yang musti dipuja,
didenger dan diturut segala prentahnya, hingga orang yang ditulung selalu
musti merangkang26 di bawah kakinya dan jato di bawah pengaruhnya. Inilah
ada permintaan upah yang lebih berat dari pada upahan uwang atawa barang
berharga . "
"Oh inilah yang menjadi sebab tuan Pandita tida mau terangken di mana tempat
tinggalnya yang betul, hingga tida saorang yang tau, supaya tida bisa orang
membales itu budi yang ia trima lantaran penyakitnya disembuhken."
"Betul begitu, tapi inilah bukan sebab yang satu-satunya. Masih ada lagi laen hal
penting yang saya tida boleh terangken maski pada siapa juga, yang membikin
saya tida bisa tuturkan di mana adanya saya punya tempat tinggal, kerna saya
ini ada saorang perjalanan, yang tida berdiam tetep di satu tempat, hanya
selalu mengider ka tempat-tempat yang jau. Ini nama Noesa Brama saja cumah
pake di sini saja. Di laen tempat saya ada punya laen nama lagi, kerna itu ada
berhubung dengen saya punya agama. Tapi marilah, juragan, angin meniup
keras, hingga kita tida bisa beromong-omong dengen leluasa."
32
31
Raden Moelia diikuti oleh kawannya, lalu berjalan bersama itu Pandita aken
pergi di itu rumah pondok yang letaknya cumah kira-kira 30 meter dari itu
tempat, tapi barusan tida kaliatan kerna teraling oleh puhun-puhun yang
merambat.
Itu pondok ada saderhana sekali, terbikin dari bambu dikepang, atepnya dari
alang-alang, tingginya di bagian depan tiga meter, lebarnya anem meter.
Bebrapa panjangnya itu pondok, waktu masih ada di luar tida bisa ditaksir,
kerna berdirinya menempel di antara batu-batu karang yang kira-kira 15 meter
tingginya, sedeng di kanan dan kirinya pun ada bukit kecil yang membikin itu
pondok terluput dari tiupannya angin yang keras. Harus dibilang, tempat yang
dipilih oleh itu pandita ada bagus sekali, kerna di depannya ada lapangan kecil
di mana ada tumbuh bebrapa puhun kembang utan, sedeng dari satu bangku

www.rajaebookgratis.com

kayu gunung yang ditaro di tempat teduh di bawah satu puhun duren, orang
bisa memandang segala kaindahan alam yang terletak di bawahnya gunung
Ciwalirang, yang barusan disaksiken oleh Raden Moelia dengen merasa kagum.
Tatkala iaorang masuk ka dalem itu priyaie dapet cium baunya dupa, maski
juga tempat pendupaan tida kaliatan. Itu pondok ada teraling oleh bambu
dikepang yang memisahken bagian luar dengen dalem. Prabotannya itu
pertengahan bagian luar ada amat saderhana. Di situ cumah ada satu bale-bale
dari bambu yang tertutup tiker bersih, di mana ada ditaro tempat sirih, gendi
aer, tekoan thee dengen bebrapa cangkirnya, satu sisir pisang dan bebrapa
juring duren muda. Di satu pojok ada terletak satu peti bekas minyak tanah di
mana ada kadapetan bebrapa potong pakean punyanya Koesdi, pengiringnya
itu Pandita yang rupanya saban malem tidur di itu pertengaan. Di pinggir bilik
ada tersender satu pacul dan satu sesapu lidi, sedeng di bebrapa paku yang
tertancep menonjol di sapanjang bambu pengeret ada tergantung bebrapa
potong pakean, satu payung kertas, satu almanak Jawa, dan satu golok.
Brapa panjangnya itu pondok ka bagian dalem, itulah tida bisa dibilang, kerna
pintu buat masuk ka dalem ada tertutup. Tapi Raden Moelia taksir sedikitnya
musti ada anem tujuh meter lagi, yaitu dengen mengimbangi dari suaranya
orang prampuan yang kadengeran bicara di situ. Inilah membikin itu priyaie
jadi sedikit heran, kerna kalu
33
diliat dari luar, itu pondok yang berdiri begitu rapet dengen itu bukit karang,
tida bisa ada begitu panjang.
"Ini pondok ada enak sekali," kata Raden Moelia sasuda-nya berduduk di balebale bersama itu pandita. "Saya merasa betah aken berdiam disini. Sunggu tuan
pandita pande sekali memilih tempat tinggal yang enak."
"Ini tempat bukan saya yang pilih, hanya sudah ada sedia dari jeman dulu,
waktu saya punya bapa dan aki masih idup, selalu kita berdiam di sini saban
kalih dateng di ini tempat, dengen berdiriken pondok baru."
"Kalu begitu, sudah turun temurun tuan pandita punya bapa dan aki biasa
dateng di sini?"
"Betul, malah lebi dulu dari saya punya aki, yaitu akinya saya punya aki, dan
orang-orang tua yang lebih jau lagi, selalu dateng kunjungin ini tempat, yang
kita-orang sudah hargaken tinggi dan pandang suci pada sablonnya orang Putih
dateng di Jawa, ya malah, pada sablonnya agama Islam dipuja oleh penduduk di
ini pulo."
"Tuan pandita, apakah saya boleh dapet tau apa sebabnya ini tempat begitu
dihargaken oleh tuan punya kake moyang terus turun temurun sampe pada
tuan sekarang? Apakah yang membikin ini tempat dianggep suci? Turut saya
punya pengliatan,27 ini gunung Ciwalirang tida ber-beda dengen laen-laen
gunung yang ada di Bantam, malah ada banyak laen gunung yang lebih tinggi
dan macemnya lebih angker, dan di mana ada banyak kuburan suci atawa
kramat, yang sering dipuja oleh penduduk yang masih tahayul."
"Juragan, buat terangken sebabnya satu per satu itulah saya tida bisa, cumah
saya boleh bilang, kita-orang sakedar mengikuti kapercayaan dari kita punya

www.rajaebookgratis.com

agama. Juragan pun tau, saban taon ada ratusan ribu orang Islam dari kuliling
dunia sudah perluken dateng di Mekah, buat cium itu batu item yang ada di
Kaabah, maski juga di laen-laen negri ada banyak batu yang lebih indah dan
mulia dari pada itu batu di Mekah. Begitu pun kita-orang, yang masih wajib
satiap taon dateng di sini buat satu bulan lamanya, sakedar aken jalan-ken titah
dan kawajiban dari kita punya agama."
"Tapi kalu begitu adanya tuan punya maksud, mengapakah cumah tuan punya
kake moyang dan familie saja yang turun temurun dateng di sini? Mengapakah
laen-laen orang yang menyembah agama kuno tida turut dateng juga bersamasama?"
"Itulah ada dari sebab ini kawajiban melaenken jato di pundak kita-orang yang
jadi kepala atawa pandita dari kita
34
punya agama. Laen dari itu juragan pun tau sendiri, orang-orang Bantam yang
beragama Islam seringkah membenci dan musuhken yang memuja pada laen
agama, malah dalem perusuhan di Cilegon dalem bulan Juli 1888 ada bebrapa
priyaie-priyaie beragama Islam sudah dibunuh mati kerna iaorang dipandang
kafir sebab bekerja pada orang Blanda. Lantaran di bilangan Bantam sini ada
banyak orang yang sanget fanatiek, maka kita tida boleh gegabah aken kasih
kentara yang kita ada memuja pada laen macem agama."
"Tapi sekarang pemerentah ada pegang aturan keras, hingga tida nanti biarken
penganut agama yang satu memusuhi pada orang yang bersujut laen agama."
"Itu betul. Tapi itulah kabencian yang diunjuk di tempo dulu membikin kaum
yang menyembah agama Hindu tiada brani unjuk dirinya lagi, hingga kita-orang
yang tida mau masuk Islam terpaksa lari menyingkir ka dalem utan rimba yang
tida bisa didatengken orang. Saya punya kaum, itu orang-orang Baduy yang
masih ada katinggalan di utan-utan dalem bilangan sablah selatan dari Lebak,
terpaksa mengumpet terus menerus, dan itu kabiasaan asingken diri dari
pergaulan laen-laen manusia sudah memakan begitu keras dan masuk betul
dalam tabeat dan darah dagingnya, hingga maskipun keadaan sekarang adalah
lebih santosa, iaorang masih tinggal kukuh dengen kabiasaan di tempo dulu
waktu orang yang bukan Islam ada dalem bahaya, dan dengen begitu kaum
Baduy yang dulu begitu besar kakwasaannya di Jawa Kulon waktu masih berdiri
kerajaan Pajajaran, menjadi satu golongan kaum Bumiputera yang paling
mundur dan kablakang sendiri di seluruh Bantam dan Preangan, ya, brangkali
juga di seluruh pulo Jawa."
"Kau punya keterangan ini, tuan Pandita, ada menjadi tanda yang kau ada
saorang arif bijaksana, hingga saya merasa kagum di antara kaum Baduy ada
terdapet saorang yang begitu luas pemandangan dan pengatahuannya seperti
kau. Tapi berbareng dengan itu, maafkenlah Tuan Pandita, kalu saya tida bisa
umpatken saya punya pengrasaan heran, yaitu: sedeng kau sendiri ada begitu
pande, mempunyai pengatahuan begitu luas dan dalem, bagaimana bisa biarken
dan tida perduliken kau punya kaum, itu orang-orang Baduy yang masih
katinggalan di dalem rimba-rimba di Selatan dari bilangan Lebak, idup dalem

www.rajaebookgratis.com

kaadaan begitu jelek, hingga katinggalan jau oleh laen-laen orang Bumiputera di
ini Pulo
35
Jawa, dengen kau tida mau coba aken perbaeki nasibnya, supaya iaorang bisa
mengikuti kemajuaan jeman yang sudah berobah jau."
Pandita Noesa Brahma memanggut-manggut sambil tersenyum. Sasudahnya
irup sacangkir kopi, ia lalu berkata:
"Kau punya pertanyaan tida sekali membikin saya jadi heran, kerna sasuatu
orang yang cumah meliat keadaan dari sablah luar niscaya ada pikir juga
begitu. Sabagi juga satu kembang, ada waktunya megar dan ada waktunya ia
jadi layu dan gugur ka tanah, begitu pun satu golongan bangsa atawa kaum
agama, berganti-ganti dateng gilirannya aken ia naek ka puncak kamuliaan, lalu
merosot turun, rubuh ka tanah dan jadi musna. Sudah ditakdirken oleh yang
Kwasa kita-orang punya kaum bakal merosot turun hingga tida ada kapandean
manusia yang bisa perbaeki itu seperti juga tida ada orang yang mampu bikin
seger kombali bunga yang sudah kering dan layu."
"Tapi, kau punya anggepan itu cumah bisa dibenerken kalu semua percobaan
sudah jadi gagal. Apakah tuan Pandita sudah perna coba?"
"Coba dalem perkara apa, juragan?"
"Coba buat bikin iaorang jadi lebih pinter, dengen adaken sekola-sekola, kasih
kenal kasopanan, pimpin supaya iaorang mengarti lebih baek kafaedahannya
pergaulan idup, suru iaorang blajar berniaga, bertukang atawa berkuli, luasken
pengatahuannya dalam ilmu pertaniaan, pertukangan dan karajinan, seperti
yang sedang diihtiarken oleh sekalian pemimpin-pemimpin bangsa sekarang
ini, yang sedeng bekerja keras buat bikin kabangsaan jadi maju dan bruntung."
"Itu semua kita blon coba, sebab saya sudah tau bakal sia-sia, dan malah
membikin saya punya kaum jadi lebih cilaka dari sekarang ini."
"Lebih cilaka? Inilah sunggu saya tida mengarti."
"Itulah ada dari kalangan juragan cumah memandang dari luar saja, tida tau
selak-seluknya dari sablah dalem. Selama ini tiga abad yang iaorang idup
sendirian di utan lebat dengen terpisah dari pergaulan laen-laen bangsa, kaum
Baduy punya kaadaan sudah mundur begitu jau, hingga dalem perkara
kasopanan, karajinan dan agama, iaorang sudah katinggalan dengen tida ada
harepan buat bisa menyusul kombali, maskipun saya ada jadi iaorang punya
pandita,
saya sudah tida dapet marika punya antero
36
kapercayaan, hingga tida ada punya cukup pengaruh yang membikin saya
punya bicara bisa diturut, kita-orang punya agama sudah disia-sia, kita punya
dewa-dewa dan tempat-tempat pemujaan yang suci sudah tida dirawat dan
diperhatiken lagi lantaran iaorang punya kapercayaan sudah tercampur dan
teraduk begitu rupa hingga apa yang sekarang masih katinggalan sudah tida
karuan bangunnya, dan ampir tida bisa dikenalin lagi. Agama yang sekarang
saya puja, yaitu agama yang bersih seperti diturunkan oleh saya punya kake
moyang di jeman dulu, buat kabanyakan orang Baduy ada sama juga asingnya

www.rajaebookgratis.com

sebagi agama Islam atawa Kristen. Maka buat saya, aken pimpin kaum Baduy
ada sama juga sukernya seperti buat tuan sendiri!"
Raden Moelia tercenggang mendenger itu omongan. Kamudian ia berkata:
"Kalu begitu tuan Pandita tida tinggal di antara orang-orang Baduy?"
"Saya tida tinggal tetep antara iaorang," saut Pandita Noesa Brama sambil
goyang kepala, "saya punya tempat ada deket dengen kadiamannya orang
Baduy tapi bukan dalem kampungnya. Kalu saya tinggal di sini tentulah saya
punya anggepan dan pikiran tinggal cepet seperti iaorang dan sekalipun
sekarang saya mau idup dalem itu golongan, iaorang tentu nolak, kerna
plajaran agama jeman dulu yang masih bersih yang saya ada puja, iaorang
sudah tida kenalin lagi."
"Kalu begitu, tuan Pandita bukan teritung orang Baduy lagi?"
"Saya sendiri tetep ada saorang Baduy, pandita dari kaum Baduy, maskipun
saya punya kaum kabanyakan tida perduliken. Ini pangkat atawa gelaran ada
saya punya hak turunan yang tida bisa direbut atawa diilangken oleh siapa
juga. Saya selalu ada perhatiken kabaekan dan kaslametan-nya saya punya
kaum, dan masih ada punya perhubungan dengan banyak tetuanya yang saya
sering kunjungin aken membri nasehat, pertulungan dan obat-obat. Saya sudah
preksa kaadaan saya punya kaum itu dengen sanget terliti, dan pengabisannya
saya ambil putusan, kalu mau bikin iaorang jadi senang dan bruntung, tida ada
laen daya dari pada biarken iaorang idup dalem kaadaan seperti sekarang ini,
jangan coba aken campur dan bikin maju padanya."
"Jadi tegasnya, tuan punya anggepan ada lebih baek aken kasih tinggal iaorang
dalem kabodoan dan kagelapan?"
37
"Betul. Sebab dengen begitu kita-orang tida bikin rusak marika punya
kasenangan dan kabruntungan."
"Apakah tuan mau bilang orang-orang yang bodo bisa idup lebih bruntung dari
orang yang pinter dan terplajar?"
"Buat satu bangsa atawa kaum yang musti idup dengen bergaul pada segala
bangsa dan golongan, kabodoan nanti mendatengken bahaya dan kacilakaan,
kerna membikin orang pandang dan perlakuken padanya seperti budak. Tapi
buat satu golongan yang sudah tiga ratus taon idup sendiri di tempat sunyi
dengen terpisah dari laen-laen bagian dunia dan tida bergaul pada orang yang
ada di luar dari kaumnya, itu kapinteran nanti melinyapken iaorang punya
kasenangan."
"Saya kurang mengarti dengen tuan Pandita punya omongan."
"Baeklah saya nanti cerita lebih terang lagi. Juragan tentu sudah denger juga,
saya punya kaum, itu orang-orang Baduy, maskipun mempunyai banyak adat
kabiasaan yang bodo dan tercela, ada punya juga sifat-sifat yang baek, upama:
tida suka dusta, menipu, mencuri, bergadoh atawa setori satu sama laen, hanya
selalu idup dami pada sasama bangsa, hingga tida perlu ada pengadilan dan
politie lagi. Laen dari itu pengidupannya ada amat saderhana, tida suka pada
kareboan, tida kenal pada kakayaan, kabagusan dan karo-yalan, hingga
tabeatnya tida temaha dan tida berdengki satu sama laen. Inilah yang paling

www.rajaebookgratis.com

bersih. Betul iaorang idup susah, miskin, jorok, mesum dan semua sanget bodo,
taha-yul, dan pemaluan, tapi iaorang idup dengen aman dan dami, tida
mengenal persaingan dan perguletan idup yang membikin bangsa-bangsa yang
sudah "maju" dan "sopan" jadi tida jiji aken berbuat segala macem kajahatan
dan pembunuhan. Percayalah, juragan, yang ini kaadaan nanti lantes berobah,
begitu lekas iaorang sudah masuk sekola, membaca buku-buku dan surat kabar,
dan bergaul dengen segala bangsa, hingga mengarti makanan yang sedep,
pakean yang necis, rumah tangga yang enak serta kenal harganya uwang,
pangkat, kakayaan, dan kehormatan, dan kasudahannya apakah nanti jadi?
Kaum Baduy nanti linyap, kerna itu kajujuran, kaamanan dan kasenangan
pikiran semua bakal musna, dan aken gantinya ini pulo Jawa yang sekarang
sudah padet penduduknya nanti dapet tambah bebrapa ribu rahayat yang
cumah pikir bagimana musti cari uwang, tida perduli dengen jalan menipu,
mencuri, merampok atawa membunu, aken sampeken hawa nafsu serakah yang
dibikin timbul dalem hatinya oleh "pelajaran dan kamajuan" yang sekarang
dengen
38
rata-rata sedeng dikejer oleh Bumiputera di ini pulo yang hendak cari
kamerdikaan dan angkat derajat bangsa, hingga baru ini telah timbul
perusuhan Communist yang membikin banyak jiwa binasa dan ribuan orang
dapet susah."
Raden Moelia tercengang mendenger ini keterangan yang mengutarakan satu
filosofie yang tinggi dan peman-dangan amat luas. Saumur idup ia blon perna
denger orang bicara begitu tegas dan nyata aken unjuk bahua apa yang
dinamaken plajaran dan kamajuan tida slamanya men-datengken berkah.
Sekarang itu priyaie mengarti yang ia bukan berhadepan pada saorang biasa,
seperti pada guru-guru agama, kiayie atawa santri sembarangan yang
omongannya sabagian besar diambil dari kitab-kitab agama, yang seringkah
artinya bisa diputer pergi dateng menurut maunya orang yang ucapken itu. Ia
sekarang sedeng berhadepan pada satu Filosoof atawa Pujonggo yang
pangatahuannya tida lebih bawah dari guru-guru di Bestuurschool.
V
Panahnya Amor
Samentara Raden Moelia bengong berpikir, Pandita Noesa Brama turun dari bale
dan minta permisie ka blakang sabentaran, kamudian ia kaluar kombali dan
lalu menanya:
"Sekarang sudah tengahari. Tentu juragan dari pagi blon dahar. Apakah tida
kabratan aken dahar disini? Tapi saya mau kasih tau lebih dulu, kita-orang tida
punya apa-apa aken disuguhken, cumah nasi merah dengen lalap dan sambel."
"Oh, dengen segala suka hati, tuan Pandita," berkata Raden Mulia dengen kaget
seperti orang baru tersedar dari pulesnya. "saya merasa girang kalu bisa dahar
bersama kau di sini, saya sendiri suka sekali dengen lalap-lalapan, sebab saya
sudah biasa dahar di pagunungan." "Bawa kaluar, Retna!" bertreak Pandita
menuju ka dalem.

www.rajaebookgratis.com

Tida antara lama lalu kaluar satu prampuan tua yang aer mukanya manis dan
terang, yang dikasih kenal oleh Pandita seperti iapunya istri, dengen membawa
satu bakul berisi nasi merah yang masih mengebul asep, dan lalu ditaro di balebale, Raden Moelia lalu berbangkit aken bersalaman, sambil berkata: "Banyak
trima kasih ibu, saya bikin kau banyak susah dengen menumpang makan di
sini."
39
"Saya harep Juragan tida celah buat ini barang makanan yang tida ada
sabagimana mustinya," berkata itu istri Pandita dengen bahasa Sunda alus yang
merdu.
Samentara itu dari dalem telah dateng satu anak prampuan yang membawa
satu nenampan berisi rupa-rupa lalap dan sambel yang ditaro di atas daon
pisang, dan sasudahnya atur itu barang makanan di atas bale, lantes mulai
singkirken itu bua-bua yang tadi dipake buat temen kopi.
Raden Moelia yang baru bicara dengen istri Pandita, lebih dulu tida taro
perhatian pada itu gadis. Maka tatkala ia menengok, bukan kepalang iapunya
terkejut, kerna meliat di hadepannya satu... bidadari!
Itu gadis berkulit putih kuning, badannya langsing dan sedikit tinggi, mukanya
tirus, matanya item dan bersorot terang dengen dituwangin oleh sapasang alis
yang seperti disipat, di atas mana ada jidat yang lebar, sedeng idungnya ada
sedikit mancung. Yang paling menarik ada iapunya mulut yang diapit oleh bibir
berwarna dadu, yang macemnya seperti orang tersenyum, sedeng janggutnya
yang kembar ada berbanding betul dengen pipinya yang montok dan bersujen,
yang membikin itu muka jadi bercahaya saban kalih ia tersenyum dan kasih liat
dua baris gigi yang putih seperti mutiara. Rambutnya yang item jengat tida
disisir, dan kondenya pun sembarangan, di mana ada terselip satu dua
kembang cempaka, sedeng lehernya yang junjung ada terhias dengen satu rante
merjan dan satu rante perak yang di ujungnya tergantung satu macem uwang
ringgitan dari negri asing yang juga dari perak. Bajunya ada dari cita murah
yang pake kembang-kembang warna ijo, yang sabagian sudah luntur, sedeng
sarungnya ada batikan Tanahabang, yang berharga murah, pun sudah tua dan
gurem.
Tapi maskipun berdandan sembarangan Raden Moelia dapet liat nyata itu gadis
punya kaeilokan. Ia awasin dengan penuh perhatian waktu itu gadis punya
tangan yang montok, yang diriasin dengen gelang emas dan merjan, lagi
angkatin itu cangkir-cangkir kopi aken disingkirken ka satu poj okan.
"Lekasan sedikit, Retna," kata istri Pandita, tatkala meliat itu gadis
berlaku ayal seperti orang yang gugup lantaran diawasin oleh itu priyaie
muda. "Apakah ini ibu punya anak?" tanya Raden Moelia.
"Betul juragan, iapunya nama Retna Sari dan ada saya punya anak yang satusatunya".
40
Sasudahnya beres atur barang makanan di itu bale-bale, Retna Sari dan ibunya
masuk ka dalem, sedeng Raden Moelia bersama itu Pandita dan Bapa Nurhali
lalu bersantap dengen senang.

www.rajaebookgratis.com

Sapanjang bersantap Raden Moelia tida brentinya berpikir. Dalem parasnya


Retna Sari dan iapunya ibu, itu istri pandita , ia dapet liat apa-apa yang menarik
sanget hatinya. Ia merasa seperti sudah pernah dapet liat itu dua paras, tapi ia
tida dapet inget di mana, hanya samar-samar seperti juga orang yang baru abis
mengimpi. Kalu Pandita dan Bapa Noerhali bicara apa-apa padanya, ia menyaut
saja dengen pendek dan melantur, kerna pikirannya sedeng be kerj a keras.
Sekarang ia musti akuh kabenarannya cerita yang tersiar bahua anak prampuan
dari itu pandita ada luar biasa eiloknya. Sasunggunya juga ia blon perna
menampak gadis Bumiputera yang begitu cantik, meskipun waktu masih
sekolah di Bandung ia mempunyai banyak kenalan antara anak-anak prampuan
dari priyaie-priyaie yang ada jadi upama kembangnya itu ibukota dari Preanger.
Akhir-akhir ia bisa tetepkan hatinya, dan mulai berkata-kata:
"Tuan Pandita punya anak prampuan sudah besar, hingga saya kira tida lama
lagi tuan bisa mendapet mantu."
"Itu tida begitu gampang, juragan," saut Noesa Brama sambil tersenyum, "sebab
kita-orang bukan Islam, hingga tida gampang aken Retna mendapet jodo,
sedeng di antara saya punya kaum, orang-orang Baduy, tida ada yang saya liat
sampe surup buat jadi pasangannya saya punya anak."
"Apakah Pandita tidak mempunyai laen sanak atawa familie lelaki?"
"Tida ada, kerna dalem saya punya familie, cumah tinggal saya sendiri saja yang
jadi turunan yang pengabisan, maski dulunya saya mempunyai kulawarga29
besar. Kalu saya meninggal, ini pangkat Pandita yang sudah beratus taon turun
temurun, bakalan musna, kerna saya tida mempunyai anak lagi salaennya Retna
Sari, dan pakerjaan Pandita tida boleh dilakuken oleh anak prampuan."
"Bagimana bisa jadi, kalu tuan punya familie dulu ada besar jumblahnya,
sekarang bisa abis sama sekali hingga cumah katinggalan tuan saorang. Kalu
cari dengen betul brangkali bisa kadapetan familie yang jau, yang tinggal di
laen-laen tempat."
"Saya bilang dengen sabetulnya, saya punya antero familie sudah musna,
lantaran dulu saya punya kake moyang
pegang keras aturan aken tida boleh menikah kalu bukan pada kaum sendiri
hingga banyak yang musti kawin pada familie deket, yang berasal dari satu
darah, hingga badannya jadi lemah, umurnya pendek, dan gampang sekali tiwas
kalu katerjang penyakit. Kita punya turunan sudah putus bebrapa pulu taon
lalu tatkala saya punya ibu meninggal, hingga saya punya ayah terpaksa cariken
saya istri saorang prampuan dari luar, yang bukan berasal dari kaum sendiri,
tapi ada memuja kita punya agama, lantaran sudah dikukut sadari masih kecil."
"Kalu begitu, mengapakah tuan pandita tida mau turut tuladan dari tuan punya
ayah, aken pungut satu anak lelaki yang dididik dari kecil aken jadi tuan punya
mantu? Dengen begitu tuan punya turunan tida menjadi putus, kerna kalu tuan
bisa dapet cucu lelaki, ia boleh lanjutken tuan punya pakerjaan sebagi pandita
dari kaum Baduy."
"Ini tida bisa, lantaran kita-orang punya anak-anak tida boleh menika pada
sembarang lelaki rendah yang tida sade-rajat dengen kita."

www.rajaebookgratis.com

"Kalu tuan pandita mau pegang begitu keras tuan punya aturan, niscaya tuan
punya anak jadi tua dengen tida bisa dapet suami. Apakah tuan tida kasian
pada itu anak yang begitu muda dan eilok?"
"Apakah yang saya pegang dengen keras? Tiada laen, cumah saya ingin saya
punya anak dapet suami saorang yang sama tingginya dengen kita punya
derajat, satu adat kabiasaan yang banyak dipake juga oleh laen-laen bangsa,
dan malah di antara priyaie-priyaie disini pun banyak yang pegang keras itu
aturan, yaitu tida kasih anaknya menika kalu bukan pada turunan priyaie lagi
saya lebih suka Retna Sari sampe tua jangan menika dari pada jadi istrinya
orang yang tida sebanding dengen kita punya derajat." "Tadi tuan Pandita ada
sebut juga fatsal kasusahan yangterbit dari berlaenan agama, yang saya rasa
aken menjadi halangan besar, kerna tuan punya agama sekarang tida terkenal,
malah agama yang disujut oleh orang Baduy sendiri tuan bilang sekarang sudah
tida bersih lagi seperti di jeman dulu."
"Itu betul, tapi ini kasusahan tida terlalu besar, kerna sasudahnya saya preksa
berbagi-bagi macem agama, saya dapet kanyataan semua berasal dari satu
pokok, cumah di luarnya saja berlaenan sedeng isinya ampir sama. Cumah itu
kabratan nanti dateng dari laen fihak seperti upamanya orang Sunda yang
pegang betul agama, tentu tida mau menika
42
41
pada saorang prampuan yang tida menjunjung agama Islam, sedeng saya tida
mau ini anak dijadiken selir."
"Kalu begitu tuan pandita tida kabratan mendapet mantu saorng yang
berlaenan agama?"
"Kalu saya dapet kanyataan anggepannya itu bakal mantu tentang agama ada
cocok dengen sarinya saya punya agama, sudah tentu saya tida menaro
kabratan kalu saja derajatnya ada same seperti saya."
"Ini perkataan ada gelap, sebab susah sekali buat diukur derajat bagimana yang
tuan Pandita anggep ada sama tingginya seperti tuan. Apakah tuan maksudken
saorang hartawan besar atawa berpangkat tinggi?"
"Bukan begitu," berkata Pandita Noesa Brama sambil tertawa: "Saya tida
kabratan aken dapet mantu saorang miskin, yang tida mempunyai pangkat
atawa kakayaan satu apa, sebab saya sendiri pun bukan orang mampu dan idup
sacara miskin. Yang saya pilih cumah iapunya tingka laku, turunan dan
anggepannya tentang agama, yang musti cocok dengen kita punya kapercayaan,
tida perduli ia Kristen, Islam atawa apa saja."
"Apakah tuan mau dapet mantu yang turunan santri, penghulu atawa pandita
seperti tuan sendiri?"
Kombali Noesa Brama tersenyum, akhirnya ia berkata: "Saya tida bisa terangken
ini pada tuan, cumah saya mau bilang kliru kalu orang pandang saya ini cumah
satu pandita yang satu derajat dengen segala penghulu atawa santri-santri di
pulo Jawa. Saya punya derajat ada lebih tinggi dari segala priyaie yang paling
tinggi dari bilangan Bantam, saya tida ada lebih rendah dari Sultan Yokya atawa

www.rajaebookgratis.com

Sunan Solo....Cumah sabegitu saya boleh bilang pada juragan... harep jangan
tanya lebih panjang dari ini suai."
Raden Moelia tercenggang30 mendenger ini omongan. Ia awasin aer mukanya
itu pandita yang bersifat agung dan mulia dan menunjukken terang iapunya
asal bangsawan, seperti turunan dari raja-raja yang membikin sasuatu orang
terpaksa taro hormat padanya. Iapunya pri budi alus dan pikiran yang tinggi
membikin Raden Mulia merasa yang ia ada berhadepan bukan dengen orang
sembarangan. Tapi katerangannya yang paling blakang ini membikin itu priyaie
menjadi kaget, kerna sekarang jadi tambah pula itu hal-hal yang luar biasa yang
meliputi pengidupannya itu pandita yang penuh dengen resia.
43
"Baeklah, saya tida nanti bicaraken lebih jau tentang tuan punya familie," surat
Raden Moelia: "tapi maafkenlah, sablonnya kita tutup ini pembicaraan, saya
ingin majuken ini pertanyaan yang pengabisan: kalu tida dapet orang lelaki
yang tuan pandang sama tinggi derajatnya dengen tuan sendiri, apakah Retna
Sari tida aken dikasih nikah?" "Tida!" saut Noesa Brama dengen suara tetep.
"Bagimana kalu ia sendiri sudah punya kacintaan, sudah ada satu lelaki yang
dipenuju, sebab ingetlah, tuan Pandita sekarang sudah berumur tua, hingga
tida sanggup jaga selama-lamanya pada itu anak."
"Kalu saya sudah mati, ia boleh bikin apa ia suka, maski sudah tentu saya
punya roh nanti kutukin padanya kalu ia brani menika pada sembarang orang.
Tapi kalu waktu saya masih idup ia brani melanggar saya punya kamauan, saya
nanti bunuh itu anak!"
Ini perkataan diucapken oleh Noesa Brama dengen suara tandes dan tetep,
serta matanya menyalah, hingga membikin Raden Moelia jadi terkejut sanget,
kerna tiada sangka itu orang tua yang begitu lemah lembut budi bahasanya, ada
mempunyai keangkuhan begitu besar dan hati begitu keras, yang cumah biasa
terdapet dalam dongengan kuno.
Raden Moelia lalu simpangken pembicaraan atas laen-laen urusan satengah jam
kemudian ia berpamitan, dan turun dari atas gunung Ciwalirang dengan hati
berat, kerna banyak pertanyaan yang dateng bersusun tindih dalem pikirannya
tentang kaadaan itu pandita yang penuh dengen resia, yang ia tida bisa
pecahken, dengen ditambah pula itu paras dan senyuman yang manis dari
Retna Sari, yang selalu membayang-bayang di matanya.
Itu priyaie muda yang blon beristri putra Bupati dari Rangkas-gombong, dengen
tida merasa telah kena tertusuk oleh panahnya Amor!!
VI
Wet Negri dan Wet Hati
Tatkala Raden Moelia sampe di rumah ia duduk bengong sendirian di korsi
males dengen rupa yang amat lesu. Bukan sebab badannya merasa cape
lantaran baru abis berjalan jau, hanya kerna pikirannya sanget terganggu.
Sasuatu ucapannya itu pandita, terutama di bagian paling blakang yang
mengenaken nasib anak prampuannya, sanget menarik iapunya pikiran.
Apakah betul Noesa Brama ada saorang
44

www.rajaebookgratis.com

bangsawan yang ada derajat begitu tinggi hingga tida lebih rendah dari raja-raja
di Jawa yang sekarang ini, yang semua sudah beratus taon lamanya memelok
agama Islam. Turunan dari raja-raja yang menganut agama Hindu cumah masih
ada di Bali, sedeng Noesa Brama terang sekali bukan ada saorang Bali, hanya
saorang Sunda yang idup di bilangan Bantam turun temurun dan blon pernah
menginjek tanah Bali. Itu turunan tentu sekali ada beratsal dari karajaan
Pajajaran di jeman dulu yang termashur besar kakwasaannya di Jawa Kulon.
Amat boleh jadi ia ada turunan dari raja-raja Pajajaran yang pengabisan yang
tatkala ibu kota karajaan-nya, yang dinamaken Pakuan yang pernanya di
Batutulis, Buitenzorg, kena direbut oleh tentaranya Sunan Gunung Jati dari
Cheribon,1 telah melariken diri ka Preanger Kidul dan masuk sembuni2 ka
dalem pagunungan di bilangan Bantam dengen sajumblah rahayatnya yang tida
mau menganut agama Islam yang sekarang terkenal sebagi orang Baduy, yang
idup terpisah sendiri dari laen-laen golongan penduduk. Boleh jadi juga itu
gelaran Pandita yang dipake oleh Noesa Brama, yang katanya diwarisken turun
menurun, cumah ada satu alingan saja buat iapunya pangkat dan gelaran yang
bener, yaitu sabagi Raja dari kaum Baduy yang dipegang tetep oleh turunannya
Prabu Siliwangi, raja dari Pajajaran yang pengabisan, maski juga itu gelaran dan
titel tida ada yang tau dan di ini masa tida satu orang mau akuin.
Ini dugaan jadi lebih tetep lagi tatkala Raden Moelia inget, itu pandita
mengancem hendak bunu iapunya anak yang sabiji itu kalu Retna Sari brani
menika pada saorang yang berderajat rendah. Inilah pantes ada tabeat dari rajaraja di jeman Hindu, yang sringkali terdapet dalem cerita wayang, yang
pandang hal menjaga derajat dan kahormatan familie ada lebih di atas dari
semua, dan menikah pada orang yang bukan pantaran ada kadosahan besar.
Tapi kalu bener begitu mengapakah itu pandita sendiri menikah pada satu anak
prampuan Bantam yang ada di luar kaumnya, yang dikukut dari masih kecil
oleh ayahnya? Derajat apakah yang dipunyai oleh itu anak pungut yang
sekarang jadi iapunya istri? Apakah boleh jadi istrinya itu pandita pun ada
turunan anaknya orang bangsawan gantigr tapi bangsawan Sunda yang
manakah nanti mau kasih anak prampuannya diambil oleh saorang Baduy yang
tinggal di pagunungan."
Memikir sampe di sini, dalem ingetannya Raden Moelia lalu tercipta pula
rupanya itu "ibu", istri dari pandita, dan parasnya yang cantik dari Retna Sari,
yang kaliatan sanget luar biasa menarik hatinya, kerna itu dua paras ia seperti
sudah perna liat, apa lagi itu mata dan alls yang begitu indah, yang
bercahaya begitu terang, yang tida nanti bisa
dipunyai oleh sembarang orang yang bukan turunan agung. Maka sekarang
Raden Moelia coba kumpulen ingetannya aken pikirken, di mana itu paras ia
sudah perna pandang.
Sambil isep satu sigaret ia duduk bengong melonjor di korsi males dengen
matanya mengawasi pada asep yang ia kebulken dari mulutnya. Komudian ia
melirik pada lonceng yang menempel di tembok yang menunjukken sudah jam
ampat sore. Di bawah itu lonceng ada teratur satu kumpulen potret dari
iapunya ayah, ibu sudara, laen-laen familie dan sobat-sobat. Matanya lalu

www.rajaebookgratis.com

mengawasi juga pada itu potret-potret. Mendadak ia terkejut, lompat bangun


seperti dipagut uler, mengamperi dan ambil satu potret ukuran salon, yang
sudah sedikit tua, tapi gambarnya masih kaliatan teges, di mana ada tergambar
satu priyaie dengen istrinya yang berdiri berendeng.
"Ach, ini dia, sekarang aku dapet cari! Inilah gambarnya aku punya nene, yang
parasnya ada ampir sama dengen Retna Sari dan ibunya, hubungan apakah
yang ada antara iaorang hingga rupanya begitu mirip satu pada laen?"
Lama ia memandang pada itu potret dari iapunya nene yang sudah lama
meninggal, dan semingkin ia awasin, ia liat itu paras ada semingkin mirip
dengen istri dan anak prampuan dari itu pandita. Komudian ia taro kombali itu
potret di tembok, dan lalu ambil putusan di laen minggu hendak kunjungin
kombali itu pandita supaya bisa usut keterangan lebih jau dan sekalian aken
liat lagi pada Retna Sari yang paras dan senyumnya selalu berbayang dalem
ingetannya.
Raden Moelia pikir hendak pergi ka Gunung Ciwalirang di laen minggu waktu ia
vrij3 dari dienst. Tapi iapunya hati sudah jadi begitu tida sabar, hingga dengen
sanget susah ia tindes kainginan aken brangkat ka tempat pandita di besok
harinya. Buat menunggu sampe hari Minggu sudah terang ia tida sanggup,
kerna sasuatu hari ia rasaken begitu lambat seperti juga satu bulan. Pakerjaan
dienst yang banyak, surat-surat yang musti diurus di kantornya tida bisa membikin ia lupaken pada itu pondok kecil di puncak gunung Ciwalirang, yang siang
dan malem terbayang-bayang dalem ingetannya.
Di hari Rebo pagi Raden Moelia sudah tida bisa tahan hatinya, dan lantes
lompat di iapunya motorfiets4 menuju sendirian ka Sukarame, di mana ia
tunda itu kandaraan dan lalu berjalan mengikuti kali Citanjur hingga akhirnya
ia sampe di itu pondok-pondok di bawah bukit. Di situ ia duduk minum thee
aken mengaso buat ilangken capenya. Ia dapet-ken orang-orang yang
ditemuken pada hari Minggu yang lalu masih ada berkumpul, dan itu orang
Palembang Abdoel Sintir yang dapet sakit mata, sekarang sudah sembuh
sama sekali, hingga
46
45
matanya tida usah dibungkus lagi, dan sekarang sedeng asik omong-omong
bersama kawan-kawannya dengen rupa sanget girang.
Itu orang-orang Palembang semua bicara Melayu, dan iaorang bicara dengen
laluasa lantaran anggep di itu tempat semua orang bicara Sunda hingga tida
begitu mengarti omongannya yang diujarken dalem bahasa Melayu Atas. Satu
antaranya berkata begini:
"Kalu kau punya maksud sudah keras dan tetep sekali, kamu musti bicaraken
ini hal dengen lekas pada itu Pandita, sebab aku dengar kabar lagi dua minggu
ia bakal berlalu dari sini, aken balik ka tempatnya yang amat jau dan tida satu
orang yang tau di mana adanya, hingga sanget susah aken kita berurusan, kerna
musti menunggu satu taon baru ia kombali lagi di sini".
"Dalem itu tempo satu taon", berkata saorang laen, "boleh jadi Retna Sari sudah
dipunyain oleh laen orang."

www.rajaebookgratis.com

Raden Moelia terkejut mendenger ini omongan, hingga thee yang ia lagi irup
tumpah di bajunya kerna tangan yang memegang cangkir telah bergumeter. Ia
lalu mengiser5 dari bangku aken dateng lebih deket ka tempat duduknya itu
orang-orang Palembang, serta pasang kuping terang-terang.
"Aku rasa," berkata pula yang laen, "tiada gampang bisa dapet itu gadis, sebab
itu pandita tentu tida mau kasih anaknya dibawa ka sebrang lautan."
"Tapi aku sendiri boleh berjanji kalu sudah menika aken tinggal bersama-sama
itu pandita yang sekarang aku pandang seperti ayah sendiri sasudanya ia
sembuhken aku punya penyakit mata". Berkata si Abdoel Sintir, "kalu Retna Sari
sudah jadi istriku, dengen perlahan kita nanti bujuk aken ia turut ka
Palembang."
"Itu memang ada gampang, kalu saya itu Pandita mau kasih anaknya buat
menikah padamu. Tapi kalu ia menolak?"
"Tapi apakah ia nanti menolak kalu aku srahken mas kawin sepulu ribu rupia
dan semua hatsil dari aku punya kebon karet ia boleh trima?"
"Ingetlah itu pandita tida temaha sama uwang, hingga kita punya segala
pembrian semua ia tampik".
"Tapi ada banyak dukun-dukun yang melaga tampik pembrian kecil-kecil, tapi
mulutnya celangap lebar kalu disodorkan pembrian yang berharga besar,
uwang punya pengaruh tida ada watesnya, maka aku hendak coba buat
dapetken Retna Sari biar musti abis antero kekayaanku!" berkata Abdoel Sintir
dengen bernafsu, "Apakah gunanya aku sembuh dari ini penyakit mata, kalu
sasudahnya bisa meliat, aku punya hati musti tanggung sangsara lantaran rindu
pada itu gadis yang seperti bidadari? Oh Retna Sari! Retna Sari! Kalu aku
tida bisa dapetken kau,
sunggu percumah.... Percu-mah sekali kau punya ayah sembuhken aku punya
mata, lebih baek ia biarken aku tinggal buta terus, dari pada kau bisa meliat,
tapi kau ada jau dari pemandanganku!"
"Kau jangan berlaku gila, sobat", kata kawannya, "kau sudah trima budi yang
amat besar dari itu pandita , hingga tida harus kau bikin kurang senang
padanya dengen paksa meminta iapunya anak kalu ia tida suka kasih."
"Tapi blon tentu ia nanti menolak, apalagi kalu aku membujuk dengen keras
serta srahken semua hartaku padanya. Dengen meratap dan sambil berlutut
aku nanti minta itu pandita dan istrinya taro kasian padaku dan trima aku
sabagi iapunya mantu. Aku nanti mengancem hendak bunu diri di iapunya
gubuk kapan ia tolak permintaanku. Aku lamar iapunya anak dengen kasih
emas kawin besar yaitu aken membales iapunya budi dan pertulungan dan aku
nanti pandang dan hormatken iaorang seperti juga aku punya ayah dan ibu
sendiri. Apakah ini perbuatan ada salah?"
"Itu semua ada betul. Tapi bagaimana kalu ia menampik dengen keras?"
"Kalu ia keras menampik, aku musti pilih antara bunu diri atawa bawa lari pada
itu gadis dengen paksa, kerna Retna Sari rupanya ada cinta padaku, dan ia
sudah trima aku punya pengasihan bebrapa potong sarung, satu horloji tangan,
lima uwang emas Inggris dan laen-laen perhiasan yang aku srahken waktu

www.rajaebookgratis.com

bertemu padanya di pancuran. Sayang kita-orang tida bisa bercakepan sebab


aku tida mengarti Sunda dan ia tida begitu bisa omong Melayu."
"Itu betul," saut kawannya, "kasih naek saja itu gadis di satu taxi dengen
sabentaran kita sudah bisa terbang j au. Ini ada lebih baek dari pada kau bunuh
diri atawa membayar emas kawin dengen antero kekayaanmu, kerna kalu kau
sudah tida punya satu apa lagi, itu prampuan nanti ting-galken kau atawa minta
dicereken. Awas sama prampuan Sunda! Aku sendiri sudah ilang banyak uwang
dieret6 oleh aceuk-aceuk di Bandung!"
Raden Moelia tida bisa tahan lagi mendenger ini omongan jahat dan kurang
ajar, maka ia lantes bangun dari tempat duduknya, pegang pundaknya Abdoel
Sintir dan berkata:
"Sobat! Ati-ati, jangan pikirin segala niatan jahat disini. Aku orang politie,
assistent Wedana dari ini tempat, dan aku sudah dapet tau kau punya segala
niatan keji. Coba-coba kau jalanken itu niatan, lantes aku nanti bekuk kau
punya batang leher!"
Antero kawanan itu orang Palembang menjadi kaget seperti di samber gledek.
Abdoel Sintir punya muka pucet dan badannya gumeteran.
48
47
"Maaf, tuan," ia berkata dengen rupa bingung. "Barusan saya cumah omong
maen-maen saja, bukan diniatken dengen sasungguhnya!"
"Kau memaen atawa tida itu aku tida perduli, tapi aku mau kasih inget, itu
pikiran ada sanget tida pantes buat saorang yang sudah trima budi begitu besar
dari itu tuan Pandita yang membri pertulungan dengen percumah. Aku kasih
nasehat dengen sabetulnya, kalu kau brani ganggu salembar rambutnya Retna
Sari, aku lantes bekuk dan kasih masuk kau dalem penjara. Aku musti bri tau
kau orang punya niatan busuk pada itu pandita, dan aku minta kau lantes
berlalu dari ini tempat sekarang j uga!"
Itu orang-orang Palembang coba membri katerangan bahua apa yang marika
omongken tadi, bukan terus di hati, cumah sakedar maen-maen saja sebab di
ini tempat sepi iaorang terlalu iseng, tida ada apa-apa yang diomongin. Tapi
Raden Mulia tida ambil perduli, hanya dengen keras suru iaorang lantes
brangkat atawa nanti ditahan di ka assistenan sabagi orang-orang berbahaya.
Akhirnya itu orang-orang Palembang merasa lebih slamet kalu marika lantes
brangkat di itu waktu juga, dan lalu beresken pakean dan barang-barangnya
yang dipikul oleh bebrapa kuli, dan lantes turun dari atas gunung sambil
menggrutu dan menyomel.
Sasudahnya Abdoel Sintir dan kawan-kawannya berlalu, Moelia lantes pergi
sendirian menuju ka puncak. Di tenga jalan ia menampak Retna Sari, dengen
membawa satu lodong7 berisi aer dan satu bakul barang pakean yang abis
dicuci, lagi naek ka atas saorang diri, dengen tindakan perlahan kerna rupanya
ia merasa cape jalan menanjak begitu jau. Moelia lantes bertindak lebih lekas
hingga ia kena susul itu gadis.
"Retna,
kasihlah saya permisi aken bantu bawain itu lodong aer
yang berat, supaya kau jangan jadi begitu cape melinyasin8 ini

www.rajaebookgratis.com

tanjakan," berkata Moelia dengen suara manis. Retna Sari tersenyum, lalu
menjawab:
"Biar saja, juragan, saya sudah biasa membawa barang yang berat dan naek
turun di sini".
Tapi Moelia tida ladenin, hanya lantes ambil itu lodong aer yang ia lalu panggul
di pundaknya dan berjalan di sampingnya itu gadis.
"Apakah kau betah di sini, Retna? Aku rasa ini tempat sunyi ada kurang cocok
bagi satu gadis muda seperti kau, " berkata itu pemuda.
"Saya sudah biasa tinggal di tempat yang sunyi, yang jau lebih sunyi dari di
sini," menyaut Retna. "Malah disini saya tida begitu senang, kerna ada banyak
orang yang dateng minta
obat, dan saban saya pergi ka pancuran, selalu ada orang-orang lelaki yang
awasin, deketin dan ajak bicara sama saya, apalagi itu kawanan orang
Palembang yang kasih saya segala macem barang persenan, maski saya tida
mau trima, iaorang paksa suru saya ambil."
"Apakah betul kau perna trima dari itu orang-orang Palembang
persenan uwang emas, horloji dan sarung-sarung?" Itu gadis terkejut sedikit
dan lantes menjawab:
"Betul. Tapi juragan jangan kasih tau pada saya punya ayah, sebab ia tentu
marah kalu saya brani trima barang persenan, maski sabetulnya iaorang kasih
dengen paksa dan tinggalken itu barang-barang di batu di mana saya lagi
mencuci."
"Mengapakah kau pergi ka pancuran sendirian saja tida membawa kawan?"
"Saya punya ibu tida kuat aken naek turun ka pancuran satiap hari, sedeng laen
kawan saya tida punya, sebab ayah tida kasih laen orang berdiam di kita punya
pondok. Di atas tida ada aer buat dipake minum, mencuci atawa mandi, kerna
di dalem gowa cumah ada sumur-sumur yang aernya berbau walirang76 hingga
tida bisa dipake." "Di dalem gowa? Gowa yang mana itu?"
"Yang ada di blakangnya kita punya pondokan. Itu pondokan ada menerus ka
dalem gowa yang gelap dan panjang, di mana saya punya ayah bersembahyang
satiap hari, salaennya hari Jumahat. Kalu turun ujan besar, hingga itu
pondokan banyak bocor, kita biasa menyingkir dan berlindung di situ." "Brapa
dalemnya itu gowa?"
"Kira lima depa, tapi katanya ada lagi terusannya, setau brapa dalem, sebab
saya tida perna masuk, lantaran gelap dan lobangnya sempit, kalu mau masuk
musti merangkang di antara batu-batu karang.
Sampe disini itu pembicaraa dibrentiken, lantaran iaorang, sampe di muka
pondok dan istri pandita kebetulan ada di luar.
Raden Moelia dipersilahken masuk dan berduduk di bale-bale sedeng istri
pandita pergi ka dalem aken panggil suaminya, samentara Retna Sari beber
pencuciannya di pelataran. Tida antara lama Noesa Brama lalu menghamperi
Walirang = belerang.
pada itu tetamu, dan sasudahnya bersalaman, lalu menanya apa maksudnya
Moelia dateng lagi padanya.

www.rajaebookgratis.com

"Saya denger kabar tuan Pandita bakal lekas berlalu dari sini apakah betul?"
menanya itu assistent wedana.
50
49
"Betul," saut pandita, "saya aken berlalu kira lagi sepulu hari."
"Itu sebab maka saya dateng, perlunya aken minta plajaran pada tuan yang saya
pandang sabagi saya punya guru."
"Plajaran apakah yang saya bisa kasih pada juragan? Saya ini ada saorang
dusun yang bodo."
"Saya ingin dapet tau cara bagimana musti jalanken saya punya kawajiban
sabagi satu ambtenaar, supaya ini bilangan menjadi aman dan dami serta
rahayat merasa puas, kerna seperti tuan pandita tau sendiri, di kuliling tempat
ada timbul pergolakan, hingga bukan maen beratnya pakerjaan orang yang
musti pikul tanggungan sabagi bestuur ambtenaar."
"Di jeman kekalutan dunia seperti sekarang, bukan saja pembesar-pembesar
negri, hanya orang-orang yang jadi pemimpin bangsa, yang menjadi kepala
agama, yang jadi ibu-bapa, yang jadi guru, majikan, sudagar dan laen-laen,
semua rata-rata ada merasa tertindes oleh beratnya marika punya tanggungan,
kerna kalu salah ambil tindakan, gampang sekali menimbulken kakalutan dan
kaonaran, yang terbit lantaran satu sama laen blon mengarti betul kaadaan
jeman yang sudah berobah."
"Itulah sebabnya saya perlu mendapet nasehat dari saorang pande seperti tuan
pandita , supaya bisa pernaken diri di tempat yang betul. Saya punya pakerjaan
ini ada terlalu susah, sebab di satu fihak saya musti lakuken kawajiban guna
negri, di laen fihak saya musti jaga juga kapen-tingan rahayat."
"Dalem dunia ada dua macem wet: yang satu ada wet negri, yang kalu
diturut dengen betul nanti membikin juragan punya pakerjaan
dihargaken oleh pembesar yang lebih atas, dan inilah yang banyak
dipegang oleh ambtenaar-ambtenaar." "Dan itu wet yang satunya lagi?"
"Yaitulah wet hati, wet yang beratsal dari Tuhan, yang sudah ditanem dalem
hatinya manusia, dan semingkin tinggi plajaran, kasopanan dan pri budinya itu
orang, semingkin penghidupannya kena dipengaruhken oleh itu wet yang tida
kaliatan, yang tida ada hurufnya, tapi yang paling sampurna sendiri dari semua
wet-wet dalem dunia."
"Apakah perbedaannya antara wet negri dengen wet hati?"
"Wet negri ada dibikin oleh manusia, hingga saban waktu bisa dihapusken,
ditambah atawa dirobah, sedeng wet hati tinggal tetep salamanya, tida bisa
dikiserken lagi. Pada wet negri orang boleh maen gila, puter-puter duduknya
hingga kalu berbuat kasalahan tida bisa dihukum, tapi pada wet hati tida
saorang pun, maski yang bagimana pinter, bisa berdusta atawa menyingkirken
dirinya, wet negri masih jau dari sampurna, hingga
banyak
kasalahan
dan
kadosahan
yang
tida
bisa
51
terhukum, upama kalu politie tida bisa adaken saksi atawa bukti; sedeng wet
hati nanti menghukum sasuatu orang yang berdosa maski pun kasalahannya

www.rajaebookgratis.com

tertutup rapet hingga tida ada yang dapet tau. Sabaliknya, saorang yang
dipandang berdosa besar oleh wet negri, kalu perbuatannya tida bertentangan
dengen wet hati, ia tinggal bersih maski saantero dunia pandang padanya
sabagi saorang busuk, maka orang yang idup menurut wet hati, ia tida merasa
jeri aken lakukan apa yang bener dan patut, kabraniannya tida berwates, dan
pikirannya tinggal anteng, tida gampang kena dipengaruin, maskipun
menampak kaadaan yang bagimana suker dan heibat."
"Tapi tidak sembarang orang bisa mengenal pada itu wet hati kerna buat dapet
mengarti baek pada itu macem wet yang tida ada hurufnya, orang musti blajar
banyak dan mempunya pengatahuan tinggi dan luas."
"Buat mengenal ini macem, wet tida terlalu susah, juragan, kalu saja sasuatu
orang mau berpikir dan taro dalem hati, aken jangan berbuat pada laen orang
apa yang kita tida ingin orang laen berbuat pada kita, dan berbuatlah pada laen
orang apa yang kita ingin orang laen nanti berbuat pada kita. Di sinilah ada
pokoknya buat orang blajar kenal pada ka-adilan dan kapantesan."
Raden Moelia bengong memikirken itu omongan. Akhir-akhir ia berkata:
"Dalem pamerentahan negri tida selamanya orang bisa menurutin pada wet
hati, sebab di waktu ada kaributan dan kakalutan, orang terpaksa musti
gunakan aturan keras kalu mau pegang tegu kaamanan dan tetepken
kakwasaan dari pamerentah."
"Itulah sebabnya maka kaum Brahman, golongan yang paling tinggi dari bangsa
Hindu, tida mau campur urusan pamerentahan negri dan paperangan yang
saanteronya di-srahken pada kaum Satria. Buat orang-orang yang hendak
jalanken dengen betul titah-titah agama, yaitu yang idup dengen bertakluk pada
wet hati, suai pamerentahan cumah membikin halangan bagi marika punya
kamajuan rohani, kerna sringkali musti lakuken apa-apa yang bertentangan
dengen itu wet yang paling tinggi."
Sampe di sini pembicaraan dibrentiken lantaran Pandita minta itu priyaie turut
dahar tengahari. Kombali istri pandita dan Retna Sari kaluarken hidangan yang
terdiri dari nasi merah, lalap dan sambel-sambel. Sahabisnya dahar, Raden
Moelia lalu berpamitan, kerna di itu hari bukan waktu vrij hingga ada banyak
pakerjaan yang musti diurus. Ia tida bicaraken sama sekali apa yang telah
terjadi dengen itu kawanan orang Palembang, kerna ia rasa kurang pantes aken
tuturken itu hal tida enak pada Pandita yang boleh jadi nanti singkirken Retna
Sari dengen sigrah atawa larang itu anak
52
pergi ka pancuran. Sekarang toch tida berguna itu hal diributin lagi kerna itu
bahaya sudah liwat dan sabagi saorang yang beradat alus, Raden Moelia tida
mau unjuk iapunya pahala di hadepan itu pandita , cumah ia ambil putusan
aken taro satu politie desa buat larang orang dateng deket atawa menganggu
kalu anak dan istri pandita turun dari gunung.
Dalem perjalanan ini kalih Raden Moelia merasa senang lantaran sudah dapet
plajaran dan nasehat baek dari itu pandita , dan terutama sudah dapet kutika
aken bicara banyak pada Retna Sari yang ternyata ada satu gadis yang manis
budi bahasanya. Bebareng dengen itu, iapunya hati tertarik semingkin keras

www.rajaebookgratis.com

pada itu gadis, hingga ia mulain saja muncul rupa-rupa perlawanan yang
menghalangken, kerna ia tau betul iapunya ayah, Bupati dari Rangkas-gombong
tida nanti idzinken iapunya putra, yang diharep bisa menggan-tiken jadi Bupati
menikah pada satu gadis dari saorang yang bukan saja tida dikenal, tapi juga
berlaenan agamanya. Betul Pandita Noesa Brama boleh jadi ada turunan dari
raja-raja Pajajaran, tapi siapakah sekarang yang nanti mau akuin iapunya
derajat itu? Laen dari begitu, sudah lebih dari satu kalih iapunya ayah dan ibu
lepas perkataan, bahua itu dua orang tua ada berniat keras buat lamar putrinya
Bupati dari Cianjur yang terkenal cantik dan terplajar tinggi, kaluaran dari
H.B.S., maka Moelia bisa petaken9 sendiri bagimana nanti gusar dan jengkelnya
itu orang tua kalu ia mengambil
istri satu gadis pegunungan yang tida terplajar sama sekali.
Kapan ia pikirken ini semua halangan, ia terpaksa ambil putusan aken lupaken
pada Retna Sari. Tapi panahnya Amor, satu kali sudah menancep, tida gampang
dicabut. Semingkin ia hendak coba lupaken semingkin parasnya itu gadis berbayang-bayang di matanya.
Helaas, di dunia ini bukan sedikit orang-orang muda yang menjadi korban dari
kejailannya Cupido78 seperti yang dialamin oleh Raden Moelia!
VII Terjebak
Di desa Sukarame dan laen-laen tempat yang berdamping, sudah tersiar kabar
bahua itu dukun Sakti, Pandita Noesa Brama, aken berlalu dari Gunung
Ciwalirang pada hari Jumahat tanggal 30 December, hingga cumah tinggal satu
hari, yaitu tanggal 23 December, yang ia bisa gunaken temponya
aken
menulung pada orang yang sakit. Tiada heran kalu di itu hari orang yang
dateng minta obat ada luar biasa banyaknya, hingga dari waktu masih pagi
kaliatan berurut79 orang naek ka atas gunung aken bertemu pada itu pandita.
Besoknya, di hari Saptu, itu tempat yang kemaren begitu rame sudah menjadi
sunyi kombali. Satu per satu itu orang-orang yang berkumpul di pondokpondok di deket sumber kali Citanjur telah berlalu. Orang-orang dagang pun
sudah simpen dagangannya aken dibawa pulang ka desa, satu dua pondok
sudah dirombak, kerna maskipun pandita masih diam di atas puncak lagi anem
hari, tapi dari sebab ia tida trima pula orang sakit, maka di itu tempat bakal
tida dateng tetamu, hingga di itu pondokan yang begitu rame, pada hari Saptu
sore cumah katinggalan anem tujuh orang saja yang merasa berutang budi
pada pandita hingga iaorang mau tunggu sampe itu pandita dengen familienya
sudah brangkat.
Di itu hari Saptu sore ada sanget gelap gulita. Angin laut dari selat Sunda
meniup dengen keras. Langit tertutup oleh awan item hingga tida sabiji bintang
yang kaliatan. Penduduk desa Sukarame yang pernanya di muara kali Citanjur,
sudah meringkuk dengen senang dalem tempat tidurnya, tatkala dua auto yang
dateng dari jurusan kidul brenti di itu desa.
Dari dalem itu auto telah lompat turun sakawanan orang yang memake uniform
kuning dengen topi pet, puttees80 dan band pinggang dari kulit, serta soren81
klewang di samping kiri dan snapan karabijn82 di sangkutken di pundak sablah

www.rajaebookgratis.com

kanan. Dari dandanannya terang sekali marika ada orang-orang veldpolitie,


yang sanget dimaluin oleh orang-orang desa, kerna menjalanken dienstnya
dengen keras dan cakep, hingga banyak penjahat dan orang-orang yang
tersangka berkelakuan kurang baek sudah ditangkep dan dimasukken dalem
penjara.
Itu kawanan veldpolitie,83 yang terdiri dari delapan orang, lalu berjalan
mengikuti kali Citanjur yang menerus ka atas bukit Ciwalirang. Bebrapa di
antaranya sabentar-sabentar corongken lampu electris yang marika bawa, aken
terangken itu jalanan pagunungan yang amat gelap. Iaorang berjalan dengen
perlahan dan hati-hati, dan cumah omong-omong dengen berbisik, mengikutin
saorang yang jadi pe-nganter yang pake satu mantel panjang dan berjalan
paling dulu. Di blakang marika ada lima orang Bumiputera yang semua pake
mantel, yang berjalan dengen tida bicara apa-apa
Sigrah juga marika sudah sampe di itu pondok-pondok yang sabagian sudah
kosong, sedeng orang-orang yang masih katinggalan di situ sudah tidur dengen
senang. Dua dari itu lima orang Bumiputera yang berjalan di blakang lalu brenti
di
54
53
muka itu pondokan, sedeng yang laen-laen berjalan terus ka atas puncak,
menuju ka pondoknya pandita Noesa Brama.
Dalem itu pondok dari pandita semua sudah sunyi, cumah kaliatan sinar api
dari satu lampu tempel yang dipasang didalem bilik. Itu orang-orang politie lalu
diatur terpencar hingga itu pondok seperti dikurung dari luar, sedeng yang jadi
commandantnya, saorang Blanda dengen satu orang Bumiputera yang barusan
jadi penunjuk jalan lalu mengetok-ngetok pada pintunya itu pondokan. "Siapa?"
kadengeran suaranya Koesdi dari dalem.
"Buka, kita ada orang-orang politie!" berkata itu commandant.
"Mengapakah dateng begini malem? Tuan pandita sudah tidur!"
"Jangan banyak bicara, lekas buka, kalu tida kita-orang masuk dengen paksa!"
Kadengeran suaranya orang turun dari bale-bale, lalu berjalan ka sablah dalem
dari itu pondokan, dan tida antara lama kadengeran orang bicara di dalem,
lantas bebrapa orang bertindak kaluar, itu lampu dijalahken terang-terang, dan
itu pintu lalu dibuka oleh Koesdi, sedeng Pandita Noesa Brama berdiri di
pertengahan pegangin satu lampu.
Itu Commandant dengen dianter oleh dua veldpolitie, yang masingmasing pegang revolver di tangan dan klewang terhunus, lalu masuk ka dalem
pondok, dan menanya: "Apakah kowe yang dinamakan Noesa Brama?" "Betul,
tuan," saut pandita . "Apakah kowe bikin di sini?"
"Bersembahyang di ini gunung yang saya biasa kunjungin satiap taon."
"Perlu apa kowe bersembahyang di ini gunung? Jangan dusta!"
"Menjalankan titahnya saya punya agama."
"Ach, nonsens, jangan omong kosong sama saya. Kowe dateng di ini tempat
sunyi aken mengasut, buat kumpul orang aken bikin pembrontakan. Kowe satu
communist, dan ada punya banyak pengikut!"

www.rajaebookgratis.com

"Saya tida ada punya pengikut, salaennya dari ini satu orang yang menjadi saya
punya bujang."
"Kowe brani berdusta sama saya? Apa kira politie tida dapet tau, satiap hari
Jumahat ada ratusan orang dateng disini aken minta jampe dan jimat dari
kowe?"
"Itu orang-orang dateng dengen tida diundang. Iaorang cari sama saya
buat minta obat, laen tida."
"Apakah kowe ada punya surat diploma buat jadi doktor? Kalu kowe pinter
obatin orang, kenapa tida pergi di tempat
55
rame, di mana kowe bisa dapet banyak duit itu orang-orang bodo yang kowe
tipu."
"Saya tida trima upah satu peser dari itu orang-orang."
"Semua Santri dan Kiayie penipu bilang begitu. Kowe boleh kasih katerangan di
hadepan politie yang nanti bikin pepreksaan."
"Politie sudah tau saya punya pakerjaan. Assistent Wedana di ini tempat
sudah dua kaluh dateng di sini. Ia bisa saksiken yang saya bukan
penipu atawa pengasut." "Ya,
itu boleh jadi,
sebab itu assistent
wedana sudah jadikowe punya murid dan takut sekali sama kowe.
Sekarang kowe musti turut pada kita-orang". "Saya musti turut di ini malem
juga?" "Ya ! "
"Kamanakah saya mau dibawa?"
"Ka rumahnya itu assisent Wedana kowe punya murid." "Apakah tida bisa besok
pagi saja? Saya tida lari tuan."
"Tida, musti sekarang juga, dan sablonnya brangkat kita-orang mau gledah ini
rumah."
Kaliatan nyata sekali pandita Noesa Brama punya rupa yang gusar. Mukanya
jadi merah dan matanya menyalah tatkala itu orang-orang politie, dengen
semua pegang golok terhunus, masuk brobosan84 ka bagian dalem dari itu
pondok, bongkar tiker, bulzaklO dan peti-peti pakean, tapi tida dapetken apaapa yang mencurigaken.
Sigrah juga itu orang-orang politie sampe di bagian blakang dari itu pondokan
yang seperti diterangken oleh Retna Sari pada Raden Moelia, ada bermacem
seperti gowa dan panjangnya kira sapulu meter dan lebarnya lima meter,
saanteronya dari batu-batu karang. Di satu pondokan ada satu lobang kecil,
cumah tiba cukup buat satu orang berjalan dengen merangkang. Tapi itu
lobang, sablonnya politie dateng, sudah keburu ditutup oleh Koesdi dengen
iserken satu batu besar yang ada di sampingnya.
Dari sebab tida dapetken apa-apa yang dicari, maka itu orang-orang politie lalu
kaluar kombali dari itu pondokan, dan prentah Noesa Brama dan Koesdi turut
pada marika.
"Saya minta supaya saya dan Koesdi brangkat besok pagi saja." Memuhun itu
pandita, "sebab saya tida boleh biarken saya punya anak dan istri tinggal
sendirian di ini tempat yang amat sunyi."

www.rajaebookgratis.com

Istri pandita dan Retna Sari, yang sakean lama tinggal berdiri di satu pojokan
dengen gumeter ketakutan, sekarang mulai menangis dan bicara dalam bahasa
Sunda aken muhun pandita dan Koesdi jangan sampe ditangkep, sebab iaorang
tida bersalah.
56
Itu orang yang tadi jadi penunjuk jalan, lalu meng-hamperi dan bicara bisikbisik pada itu Commandant, yang komudian lalu berkata pada pandita:
"Kowe punya anak dan istri pun musti dipreksa juga, tapi iaorang tida usah
dibawa sekarang, besok pagi boleh dateng menyusul di rumah assistent
wedana. Ini recherce bersama dua orang kawannya nanti jaga padanya disini.
Hayo brangkat sekarang, kowe jangan kuatir apa-apa. Siapa tida salah, tida
nanti dihukum. Pamerentah sampe cukup adil."
Pandita Noesa Brama tida bisa bilang apa-apa lagi. Ia dan Koesdi lalu berpakean
dan dengen diiringin oleh rombongan orang politie, lalu turun dari atas
gunung, samentara itu recherce86 dengen dua kawannya tinggal berduduk di
bale-bale di pertengahan depan dari itu pondokan, sedeng Retna Sari dengen
ibunya masuk ka dalem sambil menangis.
Satu jam komudian pintunya itu pondokan kombali diketok dari luar, dan lalu
dibuka oleh itu recherce. Tiga orang Bumiputera masuk ka dalem dengen
tingkanya seperti pencuri, lalu bicara sambil bisik-bisik:
"Coba kau liat itu tanda api blauw87 di lautan. Kita punya prau sudah sedia.
Jangan ajal lagi."
Itu anem orang lalu kaluar dari pondokan mengawasi ka bawah gunung, ka
jurusan di mana pada waktu siang ada tertampak lautan. Di pinggir laut, kirakira di betulan telok Carita, ada kaliatan nyata sapasang api warna blauw,
yang
dipasang di tiangnya satu prau atawa kapal. Itu recherce lalu masuk ka dalem,
mengetok pintu kamarnya istri pandita dan Retna Sari. Iaorang berdua, yang
blon tidur kerna menangis terus, lalu kaluar.
"Ibu," kata itu orang, "saya baru trima kabar dari tuan Commandant yang ibu
dan ibu punya anak musti brangkat sekarang juga buat dipreksa."
"Bagimana saya bisa turun gunung sedeng ada begini gelap," saut istri pandita .
"Jangan takut, kita ada bawa lampu batteriy dan kita nanti anter sama-sama.
Harep lekas berpakean, jangan ayal lagi, kalu lambat boleh jadi pandita nanti
dapet cilaka."
Mendenger ini omongan, istri pandita dan Retna Sari tida berayal lagi, lantes
saja tuker pakean, dengen pake baju yang tebel dan berkrodong syaal, lalu
turut pada itu kawanan menuju ka bawah gunung.
Sasudahnya ada di tengah jalan, istri pandita mendapet rasa kuatir pada
barang-barangnya yang ditinggalken di itu gubuk dengen tida terjaga. Maka
tatkala sampe di tempat pondokan, ia brenti sabentar lalu treakin
iapunya kenalan
57
bapa Mikoeng yang buka warung nasi di itu pondokan aken minta tulung liatliat iapunya gubuk.

www.rajaebookgratis.com

Bapa Mikoeng, yang tida dapet tau apa yang telah kajadian dengen pandita,
merasa heran sekali tatkala meliat istri pandita dan Retna Sari dateng di waktu
tenga malem buta dengen diiringin oleh bebrapa orang lelaki. Dari terangnya
lampu ia kenalin. Bebrapa di antaranya ada orang Palembang yang dulu turut
pada Abdoel Sintir. "Mau pergi ka mana ibu?" menanya Mikoeng.
Sablonnya istri pandita menjaut, itu recherce lalu menj awab:
"Kau trausah tau, tutup mulut! Hayo, ibu, lekas jalan, kita tida ada banyak
tempo!"
Sigrah juga itu kawanan terusken perjalanannya, tinggalken Mikoeng celangap
sendirian.
Ini tukang warung, yang sudah tau juga niatan jahat dari Abdoel Sintir tatkala
itu orang diancem akan diusir oleh assistent wedana, jadi merasa heran sekali
bagimana itu gadis dan ibunya bisa turut pada itu kawanan orang Palembang
aken pergi ka bawah gunung di waktu malem. Ia merasa penasaran sekali dan
ingin tau kamana itu kawanan aken pergi. Sigrah juga ia berpakean dan
mengikutin dari blakang dengen sembuni.
Liwat satu jam komudian itu kawanan sudah sampe di pasisir deket Tanjung
Ketapang di mana kaliatan berlabu satu prau besar dengen layarnya terpentang,
dan di mana ujung tiangnya ada dipasang dua lentera warna blauw. Itu
kawanan lalu tunjuken lampu-lampu batteriy pada itu prau, yang lantes
membales dengen sorotken lenteranya ka pasisir, di mana sudah sedia juga
satu prau kolek88 aken angkut orang-orang yang hendak pergi ka itu prau
besar yang berlabu sedikit jau di tenga lautan.
"Ibu," kata itu recherce, "Kita punya perjalanan masih jau, sedeng di waktu
malem begini tida ada kandaraan, maka paling baek kita naek prau saja, supaya
tida usah cape berj alan."
Istri pandita dan Retna Sari tida bisa berbuat laen dari pada menurut. Iaorang
lalu turun di itu kolek yang lantes didayung menuju ka itu prau besar. Cumah
itu recherce yang tida turut naek di itu prau, hanya tinggal menunggu di
pasisir. Sablonnya turun di prau, salah satu dari itu kawanan orang Palembang
telah srahken satu gumpelan uwang kertas di tangannya itu recherche yang
sambut dengen rupa girang. Kolek = perahu kecil dari kayu.
Tatkala semua sudah berduduk di dalem itu prau, jangkarnya lalu diangkat dan
itu kandaraan aer sigrah menuju ka jurusan Lampung.
Abdoel
Sintir,
yang berdiri di deket kemudi,
58
mengawasi sambil bermesem pada Retna Sari yang berduduk di sablah ibunya
dengen rupa ketakutan.
VIII Pitenahan
Raden Moelia masih duduk membaca surat kabar tatkala mendenger suara
menggerungnya bebrapa mobil yang brenti di depan rumahnya. Ia lalu
membuka pintu aken meliat siapa yang dateng tatkala Pandita Noesa Brama
bersama Koesdi, dengen diiringin oleh orang-orang veldpolitie, muncul di
hadepannya.

www.rajaebookgratis.com

"Astaga! Tuan pandita ada perkara apakah tuan dateng begini malem?... Guden
avond meneer!89" ia berkata pada itu Commandant dari Veldpolitie sambil
angsurken tangannya. "Saya kira tentu ada perkara penting sekali dengan ini
tuan pandita, maka kau sudah dateng di sini begini malem."
"Kita-orang baru tangkep ini orang tua yang tinggal di puncak gunung
Ciwalirang sebab kita dapet kabar ia ada jadi pengasut yang berbahaya, jualken
jimat-jimat pada orang kampung dan kumpulken banyak murid-murid," saut itu
commandant dalem bahasa Blanda.
"Saya rasa dalem hal ini kau kliru, tuan, " saut Raden Moelia dengen merasa
kaget lantaran mendenger ini tuduan. "Saya kenal baek pada ini pandita, satu
orang berbudi dan tida ada pikiran jahat sama sekali."
"Saya kuatir kau kena ditipu olehnya, hingga tida dapet tau niatannya yang
betul," saut Commandant.
"Ini tida boleh jadi," saut Raden Moelia, "Begitu lekas saya denger kabar ada
banyak orang kampung dateng padanya aken minta obat, lantes saya kirim saya
punya spion yang paling cerdik dan paling boleh dipercaya aken usut katerangan dari iapunya tingka laku. Sasudahnya dapet kenyataan yang ia bukan
saorang berbahaya, masih saya tida percaya, lalu pergi kunjungin sendiri
padanya di atas itu puncak gunung Ciwalirang. Pertama kalih saya pergi di hari
Minggu tanggal 18 dan liwat tiga hari komudian, yaitu hari Rabu, saya pergi
kunjungin lagi sekali. Maka kalu ada kejadian apa-apa yang tida baek, tentu
saya lantes bisa dapet tau lebih dulu dari laen-laen orang. Maka saya merasa
heran sekali, bagaimana tuan bisa dapet kabar yang begitu aneh, yang tuduh ini
orang tua ada jadi pengasut yang berbahaya!"
"Saya dapet ini katerangan dari bebrapa orang Bumiputera yang dianter oleh
satu spion dari Wedana. Bermula saya bilang, lebih baek iaorang mengadu saja
pada assistent wedana, sebab saya tau kau sampe cakep buat tangkep
segala
59
pengasut, tapi itu orang-orang bilang kau sendiri ada jadi muridnya itu pandita,
dan minta lantes dibikin penggrebekan di ini malem juga, sebab itu orang-orang
semua brani jadi saksi yang ini orang tua betul-betul ada satu communist yang
sanget berbahaya, dan sudah bujukin pada orang kampung aken lawan
pamerentah." "Siapakah namanya itu spion?"
"Kimang, dan ia mengaku jadi spion dari Wedana Labuan."
"Kimang? Itu orang ada satu bangsat besar! Sudah satu bulan ia dilepas
lantaran sring membri katerangan dusta, dan pada orang kampung ia lakuken
pameresan, iapunya perkara lagi diusut dan brangkali ia bakal dituntut. Tapi
siapakah adanya itu orang-orang yang dateng mengadu?"
"Nama-namanya saya tida inget lagi, tapi semua bukan orang Bumiputera dari
ini tempat, hanya beratsal dari Palembang atawa Benkulen, yang mengaku
sudah dateng pada ini orang tua aken minta obat, tapi ia bukan kasih obat,
hanya kasih jimat-jimat buat tida mempan senjata, dan asut pada iaorang aken
lawan pada pamerentah."

www.rajaebookgratis.com

"Oh, kalu begitu tentu iaorang ada kawanannya si Abdoel Sintir yang durhaka!"
berkata Raden Moelia dengen gusar dan matanya menyalah, "Sekarang tuan
Commandant, saya minta jangan ilang tempo lagi aken cari dan tangkep pada
iaorang, sebab saya sudah tau resianya ini perbuatan chianat!"
"Itu hal kau jangan kuatir, sebab iaorang semua masih ada menunggu di
gunung Ciwalirang di rumahnya ini orang tua."
"Kapan begitu, baeklah sekarang juga kita-orang pergi kasana!"
"Saya rasa lebih baek besok pagi saja, sebab itu orang-orang tentu tida nanti
melariken dirinya. Saya sudah terlalu cape aken pergi naek lagi di itu gunung
yang jalanannya amat susa dan sanget menanjak. Ini orang tua dengen
kawannya saya srahken pada kau buat preksa lebih jau. Kita-orang musti balik
ka Labuan ini malem juga, sebab saya dapet prentah besok pagi musti meronda
ka Citeureup. Ini perkara saya srahken pada kau aken diurus bagaimana
mustinya. Saya tinggalken tiga orang veldpolitie buat membantu dan unjuk
siapa itu orang-orang yang sudah bikin pengaduan."
Abis bilang begitu, itu Commandant lalu kasih tabe dan naek dalem mobilnya,
sasudahnya prentah tiga dari orang-orangnya menunggu di rumah assistent
wedana.
"Apakah itu tuan bilang pada juragan?" menanya Noesa Brama yang tida
mengarti bahasa Blanda.
"Oh, tuan pandita, kau sudah kena difitenah orang yang bikin pengaduan dusta
pada itu Commandant," saut Raden Moelia.
60
"Tapi saya blon perna bikin jahat pada orang, hingga tida ada punya musuh di
ini tempat yang dendem sakit hati pada saya."
"Kalu iblis mau jalanken kajahatannya, ia tida pandang pada orang punya
kabaekan. Tapi biarlah ini hal kita bicaraken di laen waktu. Sekarang saya minta
tuan pandita lekas kombali di tuan punya pondokan di Gunung Ciwalirang
dengen teranter oleh ini tiga orang veldpolitie dan saya punya dua oppas, dan
Lurah dari Sukarame bersama orang-orang politie-desa. "
"Inget baek," kata Raden Moelia pada itu tiga orang veldpolitie; "kalu ketemu
pada itu orang-orang Palembang, yang bikin pengaduan, kau musti lantes
tangkep dan bawa di sini ! "
Abis bilang begitu, ia lantes prentah dua orang yang jaga di kantoornya aken
turut sama-sama sambil membawa obor, dan pesan juga aken samper pada
Lurah di Sukarame bersama-sama orang-orang politie desa yang bisa dikumpul
di itu malem, buat pergi ka gunung Ciwalirang aken tangkep itu orang-orang
Palembang yang masih ada di sana.
Tida antara lama Noesa Brama dengen teranter oleh itu orang-orang politie
sudah brangkat, tinggalken itu assistent wedana yang duduk sendirian dengen
pengrasaan sanget tiada enak. Dalem pikirannya ada terpeta itu paras kuatir
dan kasedihan dari Retna Sari dan ibunya di itu puncak gunung yang sunyi,
dengen didampingi oleh Abdoel Sintir dan kawan-kawannya yang ada
mengandung niatan jahat padanya.

www.rajaebookgratis.com

Ini pikiran paling blakang sanget mengganggu pada itu priayie muda hingga ia
tida bisa tidur. Sabentar-bentar ia bangun melongok pada lonceng yang itu
waktu baru meng-utaraken jam 2 ampir pagi. Ia ingin sekali biar lekas terang
tanah supaya bisa lantes pergi ka puncak Ciwalirang buat liat sendiri pada
Retna Sari yang kaslametannya ia sanget sibukin. Akhir-akhir lantaran merasa
tiada tahan, ia lalu bangun aken berpakean, niatannya hendak brangkat di itu
malem juga. Tapi mendadak kadengeran suara gemuruh dari angin yang
memang sadari masih sore meniup dengen keras dari jurusan Kulon. Itu angin
sekarang meniup lebih santer lagi dengen dibarengi oleh ujan ribut, hingga
antero rumah seperti gumeter. Mau atawa tida, Moelia dengen sanget
mendongkol terpaksa tunda niatannya, dan menunggu sampe terang tanah.
Oh, Moelia tida dapet tau, itu ujan dan angin yang menghalangken ia brangkat
ada satu penulung, yang mem-batalken satu perbuatan biadab dari saorang
yang kurang trima!
61
IX
62
Kutukkannya Pandita Noesa Brama
Tatkala Pandita Noesa Brama, dengen teranter oleh orang-orang politie, di tenga
ujan ribut sampe dalem pondoknya di atas puncak gunung Ciwalirang, ia
dapetken cumah ada itu tukang warung Mikoeng sendirian, sedeng itu
recherche dan kawan-kawannya sudah mengilang, bersama-sama iapunya istri
dan anak prampuan. Itu Pandita, yang tingka lakunya selalu adem dan sabar,
sekarang kaliatan menjadi bingung dan gugup.
"Ka manakah perginya itu orang-orang semua Mikoeng?" ia menanya dengen
rupa kuatir.
"Semua sudah brangkat ka pasisir, terus naek prau yang belayar menuju ka
tenga laut, embah," saut itu tukang warung.
"Semua? Apakah kau mau bilang, istri dan anak pram-puanku pun turut samasama?"
"Betul begitu. Saya sendiri merasa heran tatkala kira jam 10 malem ibu
bangunin saya aken minta saya liat-liat ini rumah, sedeng ibu dan Neng Retna
turun ka bawah gunung dianter oleh bebrapa orang Palembang. Saya jadi
penasaran dan ingin tau ka mana iaorang aken pergi, maka saya lalu ikutin dari
blakang dengen sembuni. Tatkala sampe di pasisir, saya liat semua naek di satu
prau besar yang pake dua tiang dengen layarnya dicet ijo dan di atas tiang ada
dipasang dua lentera warna biru. Itu prau lalu belayar menuju ka tenga laut
rupanya seperti hendak menyebrang ka Sumatra."
"Apakah ibu dan Retna Sari turut iaorang dengen diacem dan dipaksa, atawa
dengen suka sendiri?" tanya pula Noesa Brama.
"Saya liat dengen suka sendiri, tida sekali dipaksa, tapi saya tida tau betul
apa yang diomongken, sebab saya mengawasi dari tempat jau dengen
sembuni." "Apakah kau kenal itu orang-orang Palembang?"
"Saya tau iaorang semua ada kawan-kawan dari Abdoel Sintir, yang dulu embah
obatin hingga sembuh iapunya penyakit mata yang bikin ia ampir jadi buta."

www.rajaebookgratis.com

"Ya, aku kenal itu orang yang sudah kasih padaku banyak uwang dan barangbarang persenan berharga mahal, yang semua aku sudah tampik, hingga
rupanya ia kurang senang, maka ia berlalu dari sini zonder berpamitan lagi."
"Kalu begitu embah tida tau, iaorang berlalu dengen lekas dari sini
lantaran oleh juragan Assistant Wedana sudah diancem hendak
ditangkep kali iaorang tida lekas brangkat." "Apakah lantarannya?"
"Sebab itu Abdoel Sintir ada tergila-gila dengen Neng Retna, yang saban kalih
pergi di pancuran selalu dikuntit oleh itu orang-orang Palembang, yang kasih
segala macem barang persenan berharga mahal supaya suka turut jadi istrinya.
Juragan Assistent Wedana yang dapet tau ini perbuatan sudah menjadi gusar,
apalagi tatkala mendenger Abdoel Sintir berdami dengen kawan-kawannya aken
bawa minggat pada Neng Retna, maka iaorang lalu diancem aken ditangkep
kalu tida lekas berlalu dari ini tempat."
Pandita Noesa Brama terkejut sanget tatkala mendenger ini katerangan.
Mukanya yang biasa bersifat begitu sabar sekarang menjadi merah padam,
matanya menyalah seperti mengaluarken sorot api, sedeng tangan dan
kakinya ber-gumeter.
"Mikoeng!" ia berkata dengen bernafsu, "Aneh sekali, ada urusan begini besar
dan penting, dalem mana anakku ada tersangkut, tida satu orang yang
sampeken padaku".
"Saya sendiri kira Neng Retna atawa juragan Assistent Wedana sudah kasih tau
kalakuannya itu orang-orang Palembang pada embah."
"Mikoeng, jawablah lagi satu pertanyaan, tapi aku minta kau bicara dengen
sabetul-betulnya: apakah Retna sudah perna trima pembrian dari si Abdoel
Sintir?"
"Saya denger, sudah. Abdoel Sintir sendiri ada cerita pada kawan-kawannya
segala pembriannya blon pernah ditampik oleh Neng Retna."
"Sekarang aku hendak buktiken," kata Noesa Brama dengen suara gumeter dan
amarah yang sudah tida bisa ditahan lagi.
Abis bilang begitu, ia lalu gapein Koesdi aken turut ka bagian dalem itu
pondok, lalu masuk dalem kamar tidur dari Retna Sari dan istrinya, lalu
bongkar pakeannya itu anak yang ditaro dalem satu trommol,ll dan dapetken di
susunan paling bawah satu horloge tangan dari emas, bebrapa uwang emas
Inggris, perhiasan cincin, peniti dan laen-laen serta sajumblah sarung baru.
Pandita Noesa Brama lalu lempar itu uwang dan barang-barang berharga
dengen rupa yang amat jiji seperti lem-parken uler berbisa. Ia lalu berlutut
mengadep ka blakang pondoknya, dan rangkep kadua tangannya yang
bergumeter aken menyembah, sambil mengucap dengen perlahan:
"Oh Betara Wisnu!" terus ia tunduk menyium bumi seperti orang yang pangsan.
Lima minuut komudian ia berbangkit dengen rupa yang lesu, lalu berjalan
kaluar dengen tindakan limbung dipe-gangin oleh Koesdi .
Samentara pandita ada di dalem, Mikoeng sudah cerita-ken pada itu kawanan
orang-orang politie apa yang ia tau tentang
63

www.rajaebookgratis.com

perhubungannya itu orang Palembang dengen anak pandita, maka tatkala


Noesa Brama dateng di pertengahan, Lurah dari Sukarame dan itu opas-opas
veldpolitie lantes menyataken pikiran, bahua daya paling baek aken tahan itu
orang-orang yang minggat, yaitu lekas kasih rapport pada assistent wedana,
yang nanti ambil aturan aken kejer itu prau dengen gunakan stoombarkasOl
dari politie, atawa kirim kawat ka tempat-tempat di pasisir Sumatra Selatan
buat minta politik di sana tahan itu orang-orang semua.
"Tiada guna kita-orang berkumpul di sini," kata kang Lurah, "kerna itu orangorang yang bawa lari tuan pandita punya anak dan istri sudah ada di tenga laut.
"Ini perkara saya musti lekas rapportken pada juragan Assistent Wedana, tida
boleh ayal lagi."
"Politie boleh ambil segala aturan menurut caranyasendiri," saut pandita Noesa
Brama yang coba sabrapa boleh aken tinggal sabar. "Tapi saya sendiri sudah
sedia satu aturan aken kasih hukuman pada itu orang-orang durhaka, maskipun marika ada jau dari ini tempat."
Sasudahnya itu Lurah dengen sekalian orang politie berlalu cumah tinggal
Mikoeng dan Koesdi berdua, pandita lalu berkata:
"Sekarang abis perkara! Dari ini dunia aku tida bisa harep satu apa lagi! Kalu
aku punya istri dan akan sendiri bisa berchianat, aken tinggalken aku sendirian,
buat pergi kejer kasenangan dan dan harta dunia; kalu orang-orang yang aku
hargaken, cinta dan rawat begitu baek bisa berbalik hatinya dalem tempo
sabentaran saja; kalu itu Abdoel Sintir yang aku sudah sembuhken iapunya
mata yang ampir buta sekarang unjuk trima kasihnya dengen ajak lari aku
punya anak dan istri, milikku yang paling berharga dalem ini dunia.... Oh,
apakah lagi yang aku bisa harep dari ini dunia yang penuh dengen kadosaan?
Apakah gunanya berpuluhan taon aku dan aku punya ayah dan kake moyang
sudah berikhtiar menjaga sabisa-bisanya aken luputken penduduk Bantam dan
Sumatra Selatan dari bahaya? Oh, Betara Wishnu, Dewa yang memelihara
sekalian ini alam! Sampe disini abislah sudah segala pekerjaanku! Oh,
Sangheang Prabu Siliwangi Prahu Guru Dewata Bhana, Sangheang Dewa,
Niskala, kake moyangku yang termulya!.... Liatlah bagimana besar dosaku ini,
yang sudah bikin kau punya turunan yang pengabisan menjadi musna dengen
cara yang sanget hina! .... Oh, Retna Sari, Retna Sari, Sri Ratu Dewi Retna Sari,
ahliwaris dari Ratu dari Karajaan Pajajaran, yang bakal jadi aku punya
pengganti dari ini jabatan agung dan mulia sudah berjalan turun temurun lebih
dari ampatratus taon lamanya,
sunggu percumah sekali
aku punya
didikan dan
64
plajaran pada dirimu, hingga dalem tempo sabentaran saja kau bisa tergoda
oleh satu bangsat yang berderajat rendah, yang tida berharga aken jadi
suamimu! Sia-sia sunggu bagi kau punya derajat sabagi Ratu pengabisan dari
karajaan Pajajaran yang begitu agung dan mulia! .... Abislah! Putuslah
pengharepan! ... Biarlah ini dunia jadi kiamat!"
Abis berkata-kata begitu, Noesa Brama rebah di bale-bale dalem kaadaan seperti
pangsan, matanya tertutup, napasnya sengal-sengal dan giginya terkancing.

www.rajaebookgratis.com

Samentara ini semua kajadian, sang fajar sudah mulai kasih unjuk rupanya.
Sinarnya matahari pagi mulai poles puncak dari gunung Karang yang pernanya
di sablah Wetan dari Gunung Ciwalirang. Burung-burung mulai rame berbunyi,
sedeng pedut tipis yang bergantung menutupi tanah-tanah rendah dan lembahlembah di bawah gunung mulai buyar tersiar ditiup angin alus dan tertojo oleh
sinarnya matahari. Mikoeng lalu berbisik pada Koesdi aken permisi pulang ka
pondoknya, tinggalken itu pandita yang rebah di bale-bale saparo pangsan.
Sapuluh minuut kemudian Noesa Brama kaliatan seperti tersedar,12 lalu
berbangkit dan duduk di samping bale, dan briken ini prentah:
"Koesdi, angkat itu batu yang dipake menutupi lobang gowa, bersihken segala
apa yang ada di dalem serta petiklah kembang-kembang yang masih segar dan
sedia bara buat membakar dupa."
Sasudahnya Koesdi berlalu aken jalanken itu prentah, Mikoeng masuk ka dalem
pondok dengen rupa gugup, lalu menyembah di hadepan pandita, seraya
berkata:
"Embah, itu prau yang semalem ditumpangin oleh ibu dan Retna Sari, sablonnya
belayar jau, sudah terpaksa balik kombali dan berlabu di Tanjung Bangkuang
deket desa Pasauran, lantaran angin jurusan Kulon meniup terlalu keras,
ditambah pula oleh datengnya ujan ribut dan ombak besar. Di luar ada dateng
orang suruannya Lurah dari Sukarame aken membri tau ini hal pada embah
supaya jangan kuatir kerna sekarang ternyata itu orang-orang Palembang blon
lari jau. Hamba sendiri masih kenalin itu prau yang pake dua tiang dan
layarnya dicat ijo, yang barusan kaliatan lagi coba pula aken belayar menuju ka
tenga laut, lantaran sekarang ombak tida begitu keras dan angin sudah sirep."
Mendenger ini omongan, Pandita Noesa Brama lalu lompat kaluar, ketemuin itu
orang suruan, satu mandoor desa, yang diprentah membawa kabar pada
pandita aken jangan kuatir, lantaran itu prau berada tida jau dari pasisir hingga
tiada susa aken disusul, kalu saja ini hal sudah disampeken pada
65
Assistent Wedana, yang tentu tiada ayal aken mengejer dengen gunaken
stoombarkas.
Pandita bersama Mikoeng lalu panjat satu batu karang aken memandang ka
bawa gunung dari mana antero Selat Sunda ada terbeber dengen nyata seperti
satu pigura. Dengen lantes Mikoeng bisa unjuk pada sabua prau yang pake
layar ijo, yang belayar sendirian di tenga laut menuju ka jurusan Sumatra dan
sudah berada kira-kira sepulu mijl jaunya dari pasisir, dan kaliatan ada menuju
ka jurusan pulo Krakatau.
"Apakah kau tau tentu itu prau ada ditumpangi oleh itu orang-orang Palembang
yang bawa istriku dan Retna Sari?" tanya pandita pada Mikoeng.
"Saya rasa tida bisa salah lagi, sebab saya kenalin betul iapunya dua tiang,
layarnya dicet ijo dengen di sampingnya pake cet merah," saut Mikoeng. "Laen
dari itu, itu prau tida mengambil jalanan biasa, hanya menuju ka jurusan pulo
Krakatau yang jarang dilintasi oleh laen-laen prau, supaya tida gampang
dikenalin orang."

www.rajaebookgratis.com

"Kalu begitu," berkata pandita pada itu mandoor desa, "aku minta aku lekas
brangkat ka rumahnya Assistent Wedana aken membri tau. Ia jangan coba susul
itu prau ka jurusan pulo Krakatau, kerna sabentar lagi itu gunung api dari
Krakatau yang ada di bawah laut bakal meledak hingga segala prau atawa kapal
yang ada diampirnya itu pulo semua akan binasa."
Mikoeng dan itu mandoor desa tersenyum. Noesa Brama kaliatan merasa gusar,
lalu membentak:
"Mengapakah kau tersenyum? Apakah kau kira aku bicara maen-maen? Aku tida
suka memaen, hanya aku bilang dengen sabetulnya: lagi bebrapa jam itu
Krakatau aken bekerja kombali, dan nanti antero pasisir Bantam dan Sumatra
Kidul bakal terbasmi seperti sudah kajadian pada 45 taon lalu, aken
menghukum pada manusia yang sudah jadi terlalu jahat. Brangkatlah sekarang
aken sampeken ini kabar pada Raden Moelia, supaya prau politie jangan
mendeketi pada itu pulo Krakatau, dan kalu bisa, ia dan familienya musti lekas
menyingkirken diri."
Itu politie desa dan Mikoeng lantes berlalu, tinggalken pandita sendirian di atas
itu batu karang. Tatkala sudah berada saorang diri, Noesa Brama menuding
pada itu prau, dan ucapken ini perkataan:
"Oh orang-orang yang kurang trima! Lagi sedikit waktu kau aken terbasmi,
hingga ini dunia yang kotor dan penu oleh kadosaan, tida jadi lebih kotor lagi
dengen adanya kau orang di sini. Itu api dari Betara Wishnu yang
suci, yang aken
66
dimuntahken oleh Krakatau, nanti melebur ini bagian dunia supaya jadi lebih
bersih dari pada yang sudah!"
Abis bilang begitu, itu pandita lalu turun dari atas itu batu karang, masuk
ka dalem pondoknya, di mana ada menunggu Koesdi yang membri tau,
apa yang diprentah sudah dijalanken. "Baiklah Koesdi!" kata pandita,
"Sekarang kau musti jaga
di sini, kalu ada orang dateng, kau musti bilang aki lagi pergi kaluar dan
sablonnya besok pagi aku tida aken kombali."
Abis bilang begitu, Noesa Brama lalu bersalin pakean, menuju ka itu gowa di
blakang rumahnya di mana ada kaliatan satu lobang kecil kira satenga meter
pesegi lebarnya ka mana ia lalu masuk sambil merangkang.
X
Perletusan yang Menggemperken
Dengen pengrasaanl3 tiada sabar Raden Moelia menunggu datengnya fajar. Jam
ampat pagi itu ujan ribut sudah mulai sirep, cumah tinggal grimis sedikit yang
tida meng-halangken buat orang kaluar rumah. Ia sudah bikin sedia iapunya
motorfiets aken brangkat ka Sukarame, tatkala mendadak Lurah dari itu desa,
dengen sekalian orang-orang politie yang semalem anter pandita Noesa Brama,
dateng padanya dan lalu tuturken apa yang telah terjadi dengen istri pandita
dan anak prampuannya, yang sudah melariken diri dengen itu orang-orang
Palembang waktu pandita dibawa oleh politie.

www.rajaebookgratis.com

Bukan kepalang kagetnya Raden Moelia tatkala mendenger ini kabar jelek.
Iapunya kagusaran dan duka cita tida kurang besarnya dari Pandita Noesa
Brama: Tapi ia tida bisa percaya pada itu anggepan Retna Sari dan ibunya telah
turut pergi dengen suka sendiri. Ia menduga dengen pasti yang itu dua
prampuan dusun sudah kena ditipu oleh itu si Abdoel Sintir yang amat cerdik
dan brani, yang sudah tipu juga itu commandantl4 dari Veldpolitie.
Moelia lalu batalken niatnya buat pergi kunjungin pondok pandita, hanya lantes
naek iapunya motorfiets menuju ka Labuan di mana ada tersedia k
stoombarkas, buat dipake menyusul praunya Abdoel Sintir. Lurah dari
Sukarame diprentah balik ka desanya aken pilih salah satu prau yang ada di
telok Carita, buat rondain sapanjang pasisir aken pasang mata kalu-kalu
praunya itu orang Palembang blon belayar jau.
Tatkala itu kepala desa sampe di Sukarame, sudah mulai terang tanah.
Sigrah juga dengen teranter bebrapa politie
67
desa ia sudah naek di satu prau yang lalu belayar merondainl5 pasisir ka
jurusan Lor. Di betulan Tanjung Bangkuang ia menampak satu prau besar yang
pake dua tiang dengen layar berwarna ijo, yang cocok sekali seperti dilukisken
oleh Mikoeng. Sigrah juga ia prentah orang-orangnya mendayung aken
hampirken itu prau, tapi sablonnya bisa rapet, itu prau sudah bertolak ka tenga
laut, seperti tiada suka dideketin orang.
Buat mengejer pada itu prau besar yang belayar dengen pesat, itu kepala desa
tida ada taksiran. Ia lalu balik ka pantei dan prentah satu orangnya membawa
kabar pada Pandita Noesa Brama aken membri tau yang praunya iaorang
Palembang blon terlalu jau, sedeng ia sendiri lalu pergi ka Sindang Laut aken
kasih raport pada pendapetannya pada Assistent wedana. Tapi itu priyaie blon
kombali dari Labuan ka mana ia sudah brangkat aken minta pinjem
stoombarkas dan sekalian kasih raport pada Wedana atas apa yang kajadian.
Commandant = komandan.
Lurah Sukarame lalu menyusul ka Labuan, di mana itu assistant Wedana
dengen tida sabar lagi menunggu orang-orang yang musti kasih jalan itu
stoombarkas, yang semua lagi sedeng enak meringkuk di kampung lantaran itu
kutika masih pagi sekali. Satu per satu musti disusulin di pondoknya dan
dikasih bangun. Sampe liwat jam 6 pagi barulah itu stoombarkas siap aken
digunaken.
Menurut pengunjukannya95 Lurah Sukarame, Raden Moelia, yang dianter oleh
tiga opas veldpolitie, yang semua membawa snapan, lalu prentah itu
stoombarkas belayar ka jurusan Tanjung Bangkuang. Tatkala sampe di hadepan
telok Carita, di mana pasisir kaliatan ada satu orang berdiri sambil kiberken
saputangan putih, itu stoombarkas lalu dibrentiken dan mengamperi ka pasisir,
dan Lurah Sukarame lantes kenalin itu orang ada iapunya suruan yang tadi
dikirim pada pandita Noesa Brama.
Dengen naek satu prau kolek itu orang suruan, satu mandoor desa,
menghamperi itu stoombarkas politie buat sampeken pesanannya Pandita.

www.rajaebookgratis.com

"Juragan," kata itu orang, "Tuan Pandita minta saya membri tau, dari atas
gunung kaliatan tegas praunya itu orang Palembang lagi belayar menghamperi
pulo Krakatau. Ia harep juragan dan laen-laen prau dari politie jangan coba
aken menyusul ka itu jurusan, sebab sabentaran lagi pulo Krakatau punya
kawah yang ada di bawah laut aken meletus, hingga
68
segala prau atawa kapal yang liwat disitu bakal binasa, dan boleh jadi bakal
timbulken karusaken seperti dulu, hingga ada lebih baek kalu juragan dan
sekalian penduduk menyingkir siang-siang dari ini tempat."
"Brangkali kau kliru, lantaran kurang mengarti omongannya pandita," saut
Moelia.
"Tida, saya tida kliru, memang begitu pesanannya Pandita Noesa Brama," saut
itu mandoor.
Raden Moelia angkat pundak, dan sambil tersenyum ia berkata:
"Kalu Krakatau musti meletus lagi, biarlah ia meletus, tapi aku punya kawajiban
aken tangkep itu penjahat, aku musti j alanken."
Abis bilang begitu ia prentah tujuken itu stoombarkas ka jurusan pulo
Krakatau, di mana kaliatan ujung tiang dari itu prau Palembang dengen bagian
atas dari layarnya yang berwarna ijo menonjol di tenga lautan.
Di itu waktu lautan ada anteng, ombaknya sedeng saja. Angin yang adem
meniup dari jurusan Wetan, dengen teranter oleh sinarnya matahari pagi yang
bercahaya seperti emas, hingga membikin aer laut yang ijo jadi bertambah
gilang gumilang. Raden Moelia tida lepasken matanya ka jurusan itu prau
Palembang yang dengen teranter oleh angin dari Wetan telah belajar dengen
santer menuju ka jurusan Sumatra, dan sekarang mulai masuk di itu selat yang
pisahkan pulo Panjang dan pulo Krakatau. Menurut katerangannya juru-mudi
dari itu stoomberkas, dalem tempo lagi satenga jam ia aken bisa dapet susul itu
prau, yang orang-orangnya kaliatan mulai ripuh dan katakutan, kerna maskipun
praunya belajar cukup santer, bebrapa antaranya mulai bantu melekasken
jalannya dengen mendayung.
Limablas minuut komudian itu prau sudah berada di tenga-tenga antara pulo
Panjang dan Krakatau, sedeng stoomberkas dari Raden Moelia mengamperi
dengen cepel dan mulai masuk di itu selat. Itu kutika sudah, jam 9 pagi. Langit
ada bersih dan di tenga laut ada sunyi, cumah kadengeran suaranya ombak
yang memukul di sampingnya itu stoomberkas, dan mendampar di pasisir dari
itu pulo pulo.
Raden Moelia sekarang bisa kenalin orang-orang yang berduduk dalem itu prau.
Satu kalih ia seperti dapet liat kepalanya dua orang prampuan yang melongok
di samping prau, tapi lantes linyap kombali. Ia ambil satu snapannya veldpolitie
yang dijuju ka atas tiang, lalu ditembakken tiga kalih aken menjadi tanda
supaya itu prau jangan belayar lebi jau. Tapi ini tanda anceman tida diladenin,
malah sebagi jawaban dari dalem itu prau kadengeran bebrapa kalih
suara
69

www.rajaebookgratis.com

tembakan, dan dua pelor telah langgar sampingnya itu stoomberkas hingga
besinya pecok.96
Nyatalah itu orang-orang Palembang hendak melawan dengen nekat, hingga
orang-orang dalem itu stoomberkas terpaksa lindungken dirinya supaya tida
menjadi umpan pelor.
Itu tiga opas veldpolitie mau bales menembak, tapi dicega oleh itu Assistant
Wedana yang kuatir nanti menge-naken pada Retna Sari. "Sabarlah sampe kita
dateng deket dan liat tegas orang-orangnya satu per satu," kata Moelia.
Baru saja itu priyai abis berkata-kata begitu, mendadak di bawah laut
kadengeran suara gemuruh seperti bunyinya guntur. Lautan yang tadi begitu
tenang lantes berombak keras dan berbareng dengen itu diberikutkan lumpur
dan batu yang lompat kaluar kira lima meter di hadepannya itu prau Palembang
yang haluannya terangkat hingga ampir terbalik.
Di itu saat Raden Moelia dan sekalian kawan-kawannya lantes inget pada
nasehatnya Pandita Noesa Brama. Itu stoomberkas lantes dibrentikan lajunya,
dan mulai hendak diputer aken menyingkir, tatkala terjadi pula letusan kadua
yang membikin itu prau Palembang terlempar ka udara kira dua meter
tingginya dan lalu jato terbalik dengen diberikutken suara treakan yang ngeri
dari orang-orangnya.
"Maju!" treak Raden Moelia pada jurumudi. "Kita musti tulung pada itu dua
prampuan yang cilaka biarpun ini stoomberkas musti karem sama sekali!'
Dengen lekas itu stoomberkas mengamperi ka tempat kacilakaan di mana
orang-orang dari itu prau yang karem coba tulung dirinya dengen pegangin
tiang dan papan-papan. Dengen bernapas lega Raden Moelia melaiat Retna Sari
dan ibunya mengambang di aer sambil pegangin sapotong papan. Ia prentah
opas-opas tulungin marika lebih dulu dan begitu lekas itu dua prampuan sudah
dikasih naek dalem stoomberkas, ia lantes bri prentah aken menyingkir dari itu
tempat salekas-lekasnya. Satu minuut komudian, baru saja itu stoomberkas
berlaku kira dua pulu meter dari itu tempat, telah terjadi pula letusan yang
katiga, yang lebih heibat dari letusan pertama dan kadua, yang membikin itu
prau yang sudah terbalik jadi terangkat pula ka atas udara, dan lalu jato
dengen keras ka dalem aer dan terus karem sama sekali cumah kaliatan
tiangnya saja yang menonjol dan muka aer, kerna lautan di itu tempat tida
sabrapa dalem, sedeng orang-orangnya yang tadi mengambang di atas aer
sudah linyap sama sekali.
Begitulah itu gunung api di bawah laut dari Krakatau, sasudahnya tidur pules
45 taon lamanya, telah bekerja kombali, hingga membikin gumeter antero
penduduk dari pasisir Bantam dan Sumatra Selatan.
70
XI
Begitulah lekas itu stoombarkas sampe di Labuan, Raden Moelia lantes kasih
kabar telefoon pada pembesar-pembesar yang lebih atas, dan juga pada
iapunya ayah, Bupati dari Rangkagombong, tentang bekerjanya Krakatau, yang
di-kuatirken nanti terbitken bincana besar seperti ampat-pulu-lima taon lalu.
Lebih jau ia kirim satu orang suruan pada Pandita Noesa Brama aken membri

www.rajaebookgratis.com

tau, anak dan istrinya sudah kombali dengen slamet, dan sekarang ada di
rumahnya di Sindanglaut aken didenger katerangannya, cara bagi-mana iaorang
sudah ditipu dan dibawa lari oleh Abdoel Sintir dan kawan-kawannya, maka
diharep tuan Pandita sendiri suka dateng di Labuan aken bantu membri
katerangan lebih jau.
Liwat bebrapa jam itu orang suruan balik kombali dengen membawa kabar,
Pandita Noesa Brama tida ada dalem pondoknya, tapi ia sudah pesan pada
bujangnya. Koesdi aken minta Pandita lekas dateng buat bertemu pada anak
dan istrinya. Berbareng dengen itu, ada ditrima juga kabar telefoon dari Bupati
Rangkas-gombong, bahua itu pembesar sendiri hendak dateng saksiken itu
perletusan dan sekalian hendak berempuk aken ambil aturan apabila ada
timbul bahaya.
Jam 2 lohor itu pembesar sudah sampe di Labuan dengen naek auto, disambut
oleh priyaie-priyaie. Raden Moelia merasa girang meliat ibu dan sudara
prampuannya, Raden Ajeng Roekmini, ada turut sama-sama.
"Dari ini tempat," kata Moelia, "itu perletusan tida kaliatan nyata, tapi kalu rama
dan ibu mau saksiken dengen tegas, paling baek naek di bukit Ciwalirang, di
mana orang bisa memandang dengen laluasa pada antero Selat Sunda."
Raden Adipati Hasan di Ningrat dengen dianter oleh putranya lalu brangkat
dengen autonya menuju ka Sukarame. Itu Bupati mau lekas saksiken itu
perletusan lantaran hari sudah mulai jadi sore sedeng ada banyak hal yang ia
musti atur dan urus .
"Aneh sekali," kata itu Bupati, "itu pulo Krakatau, yang semua orang sangka
suda padem apinya sasudahnya terjadi perletusan di taon 1883, sekarang
mendadak telah bekerja kombali. Aku harep saja tida membawa kasudahan
heibat seperti dulu, yang membri peringetan ngeri dan sedih padaku, lantaran
aku punya rama dan ibu, serta sudara prampuan Soeriati, sudah jadi binasa.
Aku sendiri di itu waktu, jikalu tida ada
mandoor Koernain yang menulung dengen setia, boleh jadi sudah binasa juga."
"Apakah rama mau percaya," kata Raden Moelia, "ada orang bisa dapet tau lebih
dulu bahaya yang aken dateng? Di sini ada satu Pandita, turunan orang Baduy,
yang sudah bri tau lebih dulu itu gunung Krakatau bakal meletus, dan membri
nasehat supaya orang jangan deketin itu pulo, dan minta semua orang
menyingkir dari pasisir."
"Maski ini hal ada aneh, tapi aku mau percaya juga. Waktu Krakatau ampir
meletus di taon 1883, aku punya ibu sudah dapet firasat bebrapa minggu di
muka, dan minta aku punya rama, Wedana Waringin, supaya lekas menyingkir,
kerna bakal turun ujan api dan aer laut limpas ka darat. Tapi itu nasehat tida
diperduliken, dan orang-orang baru mulai disuru menyingkir tatkala sudah
telaat. Seperti satu anak dari umur tuju taon aku masih inget samar-samar dari
itu hari yang ngeri. Aku dan Soeriati naek dokar dengen dianter oleh Mandoor
Koernain dan babuh Satimah. Ibu tida mau turut maski dipaksa oleh rama,
sebab ia tida mau tinggalken rama sendirian. Aku masih seperti dapet liat
parasnya ibu yang begitu sedih tatkala ia buka sepasang gelangnya, yang
terbikin dari uwang emas Turkye, dan dikasih pake pada aku dan Soeriati

www.rajaebookgratis.com

sabagi peringetan, sedeng rama sendiri ada kasih rante perak disertaken
medaille Arab, pusaka dari jeman dulu, yang dipakein pada aku dan Soeriati
saorang satu. Tatkala kita punya dokar berjalan blon brapa jau, langit jadi gelap
sama sekali, dan suara meletusnya itu gunung Krakatau ada begitu heibat
hingga kuda-kuda yang tarik kita punya dokar menjadi kaget dan kabur, dan itu
kandaran terbalik, aku terlempar kena batu, dapet luka di kepala dan jato
pangsan, sedeng Soeryati telah linyap, tida katauan kamana perginya."
"Mudah-mudahan penduduk pasisir Bantam diperlin-dungi oleh Tuhan dan tida
diserang lagi oleh bahaya yang begitu heibat," berkata Moelia.
"Apakah kau tida merasa takut berdiam di ini tempat?" tanya Raden Ayu Bupati.
"Takut atawa tida, kawajiban musti dijalanken lebih dulu," saut Moelia. "Tadi
pagi saya baru kombali dari pulo Krakatau dan saya punya stoombarkas sudah
liwatin itu tempat di mana terjadi perletusan. Kalu Tuhan takdirken musti
binasa, tadi pagi saya sudah binasa, sebab liwat satu minuut sadari kita-orang
menyingkir dari itu tempat, telah terjadi perletusan heibat yang membikin satu
prau jadi terbalik dan terlempar ka udara."
"Perlu apakah kau dateng di situ?" tanya Bupati. Raden Moelia tuturkan apa
yang kajadian dengen anak dan istri pandita, dan
71
72
Pertemuan yang Mengheranken
ceritaken juga kapandeannya itu orang pertapaan yang luar biasa, yang telah
bri nasehat padanya aken jangan kejer praunya itu orang Palembang yang
belayar di deket pulo Krakatau, kerna itu gunung bakal meletus.
"Iapunya anak dan istri sekarang ada di saya punya rumah, lagi dicatet
katerangannya oleh jurutulis yang musti atur proces-verbal," kata pula itu
Assistent Wedana.
Itu Bupati dan Raden Ayunya merasa sanget ketarik dengen itu cerita. Iaorang
ambil putusan aken mampir di Sindanglaut, di rumah anaknya aken pergi liat
itu istri pandita dan anak prampuannya.
Tida antara lama iaorang sudah sampe di Sindanglaut. Semua lalu turun dari
auto aken masuk di rumahnya itu assistent wedana. Retna Sari dan ibunya,
yang sudah slese dipungut katerangannya oleh jurutulis, lagi berduduk minum
kopi di bagian blakang dari itu rumah. Raden Moelia lalu minta iaorang turut ka
pertengahan buat bertemu pada ayah dan ibunya, dan iapunya sudara
prampuan, yang ingin ajar kenal pada marika.
Maskipun tau ia bakal berhadepan dengen satu pembesar agung, istri pandita
dateng mengamperi dengen sacara angku, tida bongkokken badan atawa
merangkang, hanya berdiri jejek, mengawasi pada itu bupati beserta anak dan
istrinya, sacara mengadep pada saorang biasa. Ini sikep ada menurut ajarannya
Pandita, yang tida suka istri dan anaknya merendah terlalu dari musti pada
golongan priyaie, lantaran ia sendiri ada berderajat tinggi, tida lebih rendah
dari Sunan Solo atawa Sultan Jokja. Di hadepan Bupati dan Raden Ayunya itu,
istri pandita dan Retna Sari cumah manggut sedikit dan rangkep kadua
tangannya aken menyembah, kerna iaorang punya usia ada lebih tua. Retna Sari

www.rajaebookgratis.com

berdiri di blakang ibunya dengen mata tunduk ka tanah, seperti biasanya satu
gadis yang pemaluan.
Raden Adipati Hasan di Ningrat dan Raden Ayunya sambut salamnya istri dan
anak pandita dengen sacara manis. Ia silahken istri pandita duduk di satu korsi,
sedeng Retna Sari tinggal berdiri di blakang ibunya.
Itu Bupati mengawasi itu dua prampuan dengen pengrasaan heran. Seperti juga
Raden Moelia, ia dapet liat dalem parasnya itu ibu dan anak ada apa-apa yang
menarik hatinya. Sakutika lamanya iaorang tida berkata-kata, saling awasin satu
pada laen. Cumah Retna Sari yang tinggal tunduk memandang tiker yang
tergelar di lantei, sedeng kadua tangannya pelintir iapunya ujung baju.
Raden Ayu Bupati bicara lebih dulu aken menyataken girangnya sudah bisa
berkenalan dengen istri pandita, dan bersukur pada Tuhan yang sudah
lindungken iaorang hingga
terlepas dari tangan penjahat. Komudian ia lalu tanya umurnya istrinya
pandita, tentang iapunya anak Retna Sari, yang dipuji kaeilokannya, lalu
ditanya, apa sudah perna masuk sekola atawa tida, dan laen-laen pertanyaan
lagi yang lalu dijawab oleh istri pandita sabagimana mustinya.
Sedeng ayah dan ibunya lagi asik beromong-omong. Raden Moelia, yang
berduduk di sablahnya Roekmini, lalu berbisik pada adenya itu:
"Cobalah, Roekmini, kau ajak omong-omong pada Retna Sari, jangan ditinggal
diam begitu rupa dengen tida di-openin.97 Aku tau itu gadis ada manis budi
bahasanya, dan sudah bebrapa kalih beromong-omong padaku waktu aku
kunjungi ayahnya di atas gunung."
Roekmini berbangkit, lalu menghamperi pada Retna Sari yang diminta turut
pergi jalan-jalan ka pekarangan luar, dengen diikutin oleh Moelia, yang silahken
iaorang berduduk di satu bangku di bawah puhun jeruk.
"Ade," kata Roekmini, "saya dapet kabar kau selalu tinggal di dalem utan atawa
di pagunungan, dan jarang sekali bergaulan pada orang. Kalu terus membawa
penghidupan begitu, saya rasa ada kurang baek, sebab selamanya kau nanti
katinggalan dalem segala pengatahuan yang perlu bagi orang prampuan jeman
sekarang."
"Saya punya pengidupan," saut Retna Sari, "ada bergantung pada kahendaknya
saya punya ayah, yang nanti unjuk jalan bagimana saya harus bertindak. Saya
tau saya punya ayah nanti pimpin saya ka jurusan yang paling baek. Pergaulan
pada orang banyak tida selamanya mendatengken kasenangan, seperti ternyata
dari apa yang saya alami sema-lem dan tadi pagi, hingga ampir saja saya dan
ibu jadi binasa lantaran perbuatannya orang-orang jahat."
Roekmini tercenggang mendenger ini jawaban. Itu anak Bupati murid dari
sekolah Mulo, tida sekali sangka satu gadis desa yang macemnya begitu dusun
dan pemaluan, bisa membri penyautan begitu jitu pada iapunya omongan.
"Betul sekali," saut Roekmini, "penghidupan yang sunyi di pagunungan dan
pergaulan yang rame di kota-kota, masing-masing ada punya kasenangan dan
kasusahan sendiri-sendiri. Tapi menurut saya punya pikiran, satu gadis seperti
kau, Retna, tida harus umpetken diri di tempat yang sunyi..."

www.rajaebookgratis.com

"Mengapakah tida boleh? Yang dibilang kasenangan itu tiada laen dari
kapuasan. Di mana ada pengrasaan tida puas, di situ tida ada kasenangan, biar
pun dalem rumah orang hartawan atawa di astana raja. Sabaliknya, maski
dalem satu gubuk dari alang-alang di atas gunung yang paling sunyi, kalu
74
73
orang bisa merasa puas, di situ musti ada kasenangan yang kekel."
"Apakah Retna merasa puas aken tinggal saumur idup di dalem utan yang
sunyi?" tanya Moelia.
"Saya merasa puas dan amat bruntung kalu selalu bisa berdiam di sampingnya
saya punya ayah dan ibu, biar pun kita-orang ada di mana juga, dan biar pun
kita idup sacara miskin," saut itu gadis.
Diopenin = diladeni.
"Tapi saya rasa Retna bukan saorang miskin," kata pula Moelia; "Satu kalih
bapanya ada bilang, iapunya derajat tida lebih rendah dari Sunan Solo atawa
Sultan Jokja. Maski membawa penghidupan sanget saderhana menurut kapercayaan agamanya, tapi Pandita Noesa Brama bukan saorang miskin. Anak dari
saorang miskin tida nanti pake gelang dari uwang emas yang bukan murah
harganya."
Roekmini mengawasi tangannya Retna Sari yang pake gelang rante dari uwang
emas sabesar talenan yang tersambung satu pada laen.
"Ini gelang," saut Retna Sari. "Bukan punyanya ayah, hanya ada miliknya ibu,
yang dapet pusaka dari orang tuanya, begitu pun ini rante perak yang saya
pake, dengen kongkorong uwang ringgitan, semua ada barang pusaka dari saya
punya ibu. "
Roekmini pegang tangannya Retna Sari aken awasin itu gelang. Ia tonjolken
tangannya sendiri, lalu direndengken dengen tangannya Retna Sari. Moelia jadi
terkejut tatkala meliat gelang yang dipake oleh sudaranya ada satu rupa macem
dan modelnya seperti yang dipake oleh Retna Sari.
"Aneh sekali," kata Moelia, "ini dua gelang, yang terbikin dari uwang emas
Turkye jeman dulu yang sekarang suda tida bisa didapet lagi, bisa begitu sama
satu dengen laen. Cobalah bilang Retna, dari mana ibumu dapet ini barang?"
"Itu saya tida tau, juragan boleh tanya saja pada ibu sendiri, yang tentu bisa
kasih katerangan," saut itu gadis.
Sekarang Roekmini pegang kongkorongnya Retna yang macemnya seperti
uwang ringgitan tapi pake banyak tulisan huruf Arab. Ia lalu bertreak dan
berkata: "Ini juga sama seperti saya punya!"
Abis bilang begitu, ia tarik kaluar dari dalem bajunya satu medaille perak
sabesar ringgitan, yang satu rupa macemnya seperti yang dipake oleh Retna
Sari.
Raden Moelia awasin itu barang dengen tida bisa berkata-kata. Mendadak ia
pukul kepalanya dengen tangan seperti mendapet
75
satu pikiran batu. Ia lalu berlari masuk ka dalem rumah, dan tida antara lama
kaluar kombali dengen membawa satu potret ukuran salon yang sudah tua, tapi

www.rajaebookgratis.com

gambarnya masih terang, di mana ada kaliatan satu priyaie bersama istrinya
lagi berdiri dengen berendeng. Ia kasih liat itu potret pad Roekmini dengen
berkata: "Kau kenalin ini potret siapa?"
"Ini ada potretnya kita punya aki dan nene, Raden Tjakra Amidjaja dengen
istrinya, Wedana dari Waringin yang telah binasa waktu Krakatau meletus di
tempo dulu," berkata Roekmini.
"Itu betul," saut Raden Moelia. "Tapi cobalah kau pandang parasnya kita punya
nene, Raden Ayu Sadijah, komu-dian kau bandingken dengen parasnya Retna
dan ibunya, apakah kau tida dapet liat apa-apa yang menarik hati?"
"Betul," saut Roekmini sasudahnya bandingken potret nenenya dengen
parasnya Retna Sari. "Aneh sekali, Retna, kau punya rupa ada sedikit mirip
dengen aku punya nene yang sudah lama meninggal dunia."
"Bukan sedikit, tapi banyak miripnya," berkata Raden Moelia. "Ini perkara tida
boleh ditinggal diam. Itu gelang yang kau pake, Roekmini ada tetinggalannya
kita punya nene yang waktu Krakatau ampir peca, telah singkirken kita punya
ayah dan bibi, Soeriati, dan kasih pake ini gelang dan rante saorang satu sabagi
peringetan. Soeriati telah linyap dan disangka sudah meninggal, waktu dokar
yang iaorang tumpangin telah dibawa mabur lantaran kudanya kaget. Siapa tau
yang ia sabetulnya telah katulungan, dan lantaran baru berusia lima taon, tida
bisa ceritaken dengen betul kaadaan dirinya, hingga ia diambil oleh saorang
dusun dan dijadikan istri pandita! Oh, ya! Aku inget. Pandita Noesa Brama
sendiri perna bilang, iapunya istri bukan orang
turunan Baduy, hanya saorang Sunda dari Bantam Kidul yang sudah dikukut
dari masih kecil oleh ayahnya. Apakah boleh jadi Retna punya ibu ada kita
punya bibi sendiri? Kalu begitu tiada heran rupanya ada begitu mirip dengen ini
potret, dan ini perhiasan bisa jadi begini sama. Oh, Allah! Kalu sampe ini semua
dugaan ada betul!...
XII
Bertemu Kombali
Itu dua sudara, yang sekarang merasa dapet pecaken satu resia yang amat
besar dan penting, kaliatan sangat terharu. Rasa kaget, heran, bingung dan
girang telah teraduk menjadi satu.
76
"Hayolah lekas kita bri tau ini pendapetan penting pada rama dan ibu!" berkata
Roekmini yang lantes berbangkit dan hendak masuk ka dalem.
Moelia tahan padanya, dan lalu berkata: "Sabar, Roekmini, dalem ini hal kita
tida boleh terburu nafsu, hanya biarlah kita beber dengen perlahan. Itu urusan
kau boleh srahken di aku punya tangan. Jangan grabak-grubuk98 bikin rama
dan ibu jadi kaget. Retna, saya minta kau pun suka tutup mulut, jangan bikin
kaget pada ibumu, hanya biarken aku yang usut ini perkara sampe menjadi
terang."
Abis bilang begitu, Moelia dengen itu dua gadis lalu masuk ka dalem rumah.
Kabetulan iapunya ayah dan ibu sudah ada di pintu hendak pergi ka luar
dengen dianter oleh istri pandita .
"Mau pergi ka mana rama?" tanya Raden Moelia.

www.rajaebookgratis.com

"Aku mau terusken perjalananku ke Ciwalirang aken saksiken


meletusnya Krakatau, sebab aku kuatir nanti kaso-rean." "Apakah tida boleh
ditunda sampe besok pagi?"
"Tida bisa, sebab aku ada banyak urusan penting yang musti diberesken."
"Saya sendiri ada satu urusan penting yang musti disam-peken pada
rama dan ibu, maka saya minta rama jangan berlalu sablonnya denger apa
yang saya hendak tuturken." "Kau boleh ceritaken saja dengen ringkes."
"Tida bisa, sebab ini urusan ada menyangkut pada laen-laen orang,
antara mana itu ibu, istri pandita, yang musti didenger katerangannya."
Roekmini campur bicara:
"Betul rama, ini urusan ada penting sekali, dan bakal mendatengken kagirangan
dan kaheranan besar bagi rama dan ibu, maka saya minta rama jangan berlalu
sablonnya mendenger abis satu per satu apa yang nanti diterangken di sini."
Raden Adipati terpaksa lulusken permintaan kadua anak nya itu dan lalu
masuk kombali ka dalem, dan berduduk di tempatnya yang tadi. Di sablahnya
berduduk Raden Ayu, dan disablahnya Raden Ayu berduduk istri pandita.
Raden Moelia berduduk di sebrangnya, di sablahnya berduduk Roekmini dan
Retna Sari.
Sasudahnya semua berduduk rata, Raden Moelia ber bangkit dan mulai berkata:
"Apa yang saya hendak tuturken ini ada satu perkara yang begitu aneh dan
ajaib hingga seperti di dalem dongeng, maka saya minta semua orang suka
denger dengen terang dan jangan bikin ribut, jangan berbangkit dan jangan
potong saya punya omongan, hanya masing-masing musti timbang dan
menyaut saja apa yang saya tanya. Harep rama suku
77
Grabak-grubuk = panik.
maafken, saya ambil ini aturan dan berlaku sabagi voorzitter Landraad," sebab
itu perkara yang musti dipreksa ada begitu besar dan penting, hingga orang
tida boleh bikin ribut, dan rama sendiri tentu nanti benerken saya punya
perbuatan ini kalu sudah dapet tau sifatnya ini suai yang aken dipreksa
sekarang."
"Ya, ya," saut Raden Adipati. "Tapi lekaslah terangken urusan apa yang kau
hendak bicaraken."
"Sablonnya menjawab rama punya pertanyaan itu, saya minta permisi aken
bikin bebrapa pertanyaan pada ibu pandita. Saya kapengen tau, ibu punya
nama yang bener siapa adanya." "Saya punya nama Jati," saut istri pandita.
"Jati? Apakah tida salah? Siapakah yang kasih itu nama?" "Saya punya orang
tua." "Siapakah itu orang tua?"
"Pandita Asheka yang sekarang sudah meninggal." "Siapakah ibu punya suami?"
"Kapanl6 juragan sudah tau pandita Noesa Brama." "Siapakah ayahnya
pandita Noesa Brama?" "Pandita Asheka." "Kalu begitu, ibu bersuami
dengen sudara sendiri?" "Bukan! Oh...bukan!...pandita Asheka saya punya
bapa pungut." "Siapakah namanya ibu punya orang tua yang betul?"
"Sudah lupa, sebab saya dipungut oleh pandita Asheka waktu masih kecil."

www.rajaebookgratis.com

"Cobalah pikir-pikir, apakah ibu tida inget, siapa adanya itu orang tua pada
sablonnya dipungut oleh pandita Asheka? Apakah tida bisa inget di mana
ibu tinggal, jau atawa deket dari sini, ada punya sudara atawa tida?"
"Saya tida inget lagi sebab sudah terlalu lama dan itu waktu saya masih kecil."
"Baeklah, " kata Raden Moelia yang maju mengamperi bebrapa tindak, dan lalu
berdiri di hadepan istri pandita. "Sekarang saya minta ibu pikir baek-baek inget
yang betul aken j awab saya punya bebrapa pertanyaan. Cobalah bilang: apakah
ibu masih inget di tempo dulu, ampat pulu lima taon lalu, waktu gunung
Krakatau peca?"
"Rasanya saya masih inget samar-samar." "Bagimana kaadaan di itu waktu?"
"Gelap peteng, turun ujan abu, dan suara guntur samber-menyamber
hingga membikin tuli kuping." "Itu waktu ibu ada di mana?"
Istri Pandita bengong sabentaran, komudian menjawab: "Sudah lupa".
78
"Coba pikir-pikir, apakah itu waktu ibu ada di tenga sawah, atawa di atas satu
prau?" "Bukan."
"Kalu bukan, ibu ada di mana, apakah brangkali lagi naek dokar?"
"Ya,ya, rasanya naek dokar." "Bersama siapa ibu naek dokar." "Itu saya sudah
lupa."
"Ibu naek dokar hendak pergi ka mana?"
"Rasanya hendak pergi menyingkir,
sebab takut gunung pecah."
"Siapa yang suru menyingkir?" "Ibu punya orang tua." "Orang tua lelaki atawa
prampuan?" "Dua-dua."
"Kalu begitu ibu, toch bisa inget yang ibu ada punya orang tua lelaki dan
prampuan."
"Ya, sekarang saya inget, saya punya pikiran mulai jadi terangan."
"Di manakah rumahnya itu orang tua?" "Itu saya sudah lupa."
"Apakah di atas gunung atawa di tenga utan?"
"Oh, bukan, rasanya di pinggir laut, sebab saya sring ambil kiong di
pinggir laut bersama saya punya sudara."
"Ah, sekarang ibu inget yang ibu ada punya sudara. Itu sudara lelaki
atawa prampuan?" "Laki-laki." "Siapakah namanya?"
Kombali istri pandita bengong berpikir,
akhirnya ia menyaut:
"Lupa".
"Tida apa," saut Raden Moelia.
"Kumpulken ibu punya pikiran
nanti sabentar ibu bisa inget semua. Sekarang saya mau tanya lagi:
ibu punya orang tua itu kerjanya apa?" "Saya sudah lupa."
"Apakah ia jadi tukang prau, tukang grobak atawa paman tani?"
"Oh, bukan, itu saya tau betul, bukan!" "Apakah rumahnya besar atawa kecil?"
"Rasanya rumahnya besar."
"Apakah itu rumah adanya di alun-alun dan deket masigit?"
"Betul, saya inget betul di deket masigit dan di depannya ada alun-alun."
"Apakah tida ada banyak opas politie dan jurutulis atawa mandoor yang
sring dateng di situ?" "Ya, rasanya begitu."

www.rajaebookgratis.com

"Bukankah ibu punya ayah saorang berpangkat?" "Orang panggil juragan. Ya,
saya inget, saya punya ayah ada pegang pangkat dan dihormat oleh orang
banyak."
"Waktu gunung Krakatau ampir meletus, ibu punya ayah suru ibu menyingkir
dengen naek dokar bukan?" "Ya, betul." "Ibu punya ayah dan bunda ada turut
sama-sama di itu dokar, sebab iaorang juga hendak turut lari, bukan?" "Rasanya
tida, ibu dan ayah tinggal di rumah." "Siapa yang turut sama-sama di dalem
dokar?" "Saya punya sudara." "Sudara prampuan?" "Bukan, sudara lelaki." "Yang
bernama Hasan?" "Ya, betul, namanya Hasan."
Bupati Rangkas-gombong lantes berdiri menghampiri itu istri pandita
sambil berkata: "Hasan? Hasan kau punya sudara?"
"Sabar, rama, jangan ribut dulu!" berkata Raden Moelia sambil tuntun ayahnya
aken disuru berduduk lagi di korsi. Sasudahnya membujuk ayahnya supaya
tinggal sabar. Ia lanjutken pula pepreksaannya, dengen majuken ini
pertanyaan:
"Tida boleh jadi dua anak-anak naek dokar dengen tida ada yang anter.
Siapakah orang yang turut sama-sama?"
"Itu betul-betul saya sudah lupa, rasanya saja bujang prampuan."
"Itu dokar menuju ka mana?"
"Saya tida tau, cumah saya inget aken bawa kita-orang menyingkir ka tempat
yang jau dari pinggir laut."
"Sampe brapa jau itu dokar anter ibu dan ibu punya sudara?"
"Rasanya itu dokar kudanya kabur di satenga jalan, saya dan
babu Satimah jatuh terlempar." "Siapa itu babu Satimah?"
"Itu bujang prampuan yang anter...oah, baru sekarangsaya
inget namanya!"
"Apa komudian sudah jadi?"
"Saya tida inget lagi, cumah saya tau saya ada di atas gunung bersama satu
orang tua yang amat baek, yang saya panggil bapa, yang gendong saya masuk
kaluar utan dan akhirnya ajak saya berdiam dalem rumahnya di atas gunung
dan satiap hari saya memaen dengen iapunya anak yang sekarang jadi saya
punya suami."
"Waktu ibu dengen Hasan dan babu Satimah hendak brangkat lari dengen naek
dokar, apakah tida ada bawa pakean atawa barang-barang makanan?"
"Itu saya sudah lupa, tapi saya rasa musti ada."
"Apakah ibu punya orang tua tida ada pesan atawa kasih apa-apa?"
"Saya tida inget lagi."
"Apakah ia tida ada kasih pake gelang atawa rante?"
"Oh. Ya, ada! Ibu dan ayah ada kasih pake satu gelang dan satu rante pada saya,
dan satu gelang dan satu rante pada Hasan, dengen dipesan, jaga baek
jangan sampe ilang sebab itu
80
79
ada barang pusaka. Saya masih inget itu pesanan, maka sampe sekarang saya
jaga betul itu gelang dan rante yang ada dipake oleh Retna."

www.rajaebookgratis.com

Raden Moelia tuntun sudaranya ka depan istri Pandita, lalu kasih liat
gelang dan rante yang dipake oleh Roekmini: "Apakah ini dia itu gelang dan
rante?" ia menanya.
"Betul," saut istri pandita. "Retna, kau tida boleh kasih laen orang pake, sebab
itu cumah buat kau sendiri," penyo-mell7 istri pandita pada anaknya.
"Mari sini, Retna, kasih liat kau punya," kata Moelia.
Retna Sari kasih liat pada ibunya itu gelang dan rante yang masih menempel di
tangan dan lehernya.
"Heran sekali," kata istri pandita, "bagaimana ini barang pusaka bisa ada serba
dua yang begitu sama!"
"Itulah ada dari sebab yang Roekmini pake ada punyanya Hasan, ibu
punya sudara!" "Hasan? Di manakah adanya Hasan?"
Raden Adipati Hasan di Ningrat tida bisa tahan hatinya lagi. Ia berbangkit dan
pelok sudara prampuannya itu sambil menangis dan berkata:
"Oh, Soeryati! Soeryati! Sudaraku yang sudah begitu lama terhilang! Terpujilah
kamurahan Tuhan yang ini hari sudah bikin kita-orang bisa bertemu kombali!"
XIII
Resianya itu Gowa dari Gunung Ciwalirang
Pada hari Senen tanggal 27 Augustus taon 1883 jam 11 pagi, tatkala antero
penduduk di Bantam lagi sedeng ka-bingungan dan katakutan satenga mati
lantaran itu perletusan heibat dari Krakatau yang membikin udara jadi gelap
petang hingga siang hari berobah jadi seperti malem, di jalanan besar deket
desa Cidangur, antara Waringin dan Cening, ada berjalan saorang lelaki kira
berusia 45 taon, badannya tinggi besar, romannya gagah, aer mukanya angker
dengen disertaken jembros yang item dan gomplok, pake baju warna abu-abu
yang panjang seperti jubah, celana dari kaen biru, kepalanya ditutupin oleh
satu tudung lebar, dan tangannya yang kanan memegang tungket yang
dipanggul di pundaknya, di ujung mana ada satu buntelan besar yang
berisi pakean dan sedikit barang makanan. Tangannya yang kiri ada menuntun
saorang anak lelaki yang berusia kira limablas
81
taon, yang pegangin tangannya itu orang tua dengen keras dan badannya
gumeter serta rupanya seperti hendak menangis lantaran katakutan. Maskipun
kaadaan di itu waktu ada luar biasa heibatnya hingga membikin kuatir dan
ngeri pada sesuatu orang yang mengadepin, tapi itu orang tua punya aer muka
tida sekali mengunjuken takut, hanya tinggal sabar. Salaennya dari iapunya
tindakan dibikin lebih cepet aken menuju ka jurusan Wetan, tida ada tanda
yang menunjukken ia merasa kuatir, cumah bibirnya ada bergerak-gerak seperti
orang yang lagi berdowa dengen perlahan, dan tempo-tempo ia ucapken satu
dua perkataan pada itu anak yang sedeng ketakutan aken besarken hatinya.
Di itu kutika, maskipun sudah jam n pagi, ada sanget gelap seperti juga waktu
tenga malem lantaran matahari tertutup oleh asep dan abu yang dimuntahken
oleh Krakatau, sedeng itu abu alus yang turun ka bumi dengen begitu tebel
membikin orang yang berjalan maski membawa lentera atawa obor, tida liat
dengen nyata apa yang ada dalem duapulu meter di saputernya. Maski begitu

www.rajaebookgratis.com

itu lelaki berjalan terus dengen tindakan tetep mengikutin sapanjang jalanan
raja, dan sabagi penyuluh jalan ia cumah gunaken saja itu cahaya kilap yang
sabentar-bentar berkrelepl8 di sablah Kulon di mana ada pernanya itu gunung
api yang sedeng meletus.
Tatkala iaorang berjalan sampe di mana satu jalanan cagak,19 itu lelaki ampir
jato tersumpet20 lantaran kakinya tersandung apa-apa yang melintang di tenga
jalan raya. Ia merandek,21 lalu, sulut satu geretan, dan dapet liat di
hadepannya ada satu anak prampuan kira berusia lima taon sedeng terlentang
dengen muka dan kepalanya penuh darali dan merintih dengen perlahan. Ia
mengawasi ka tempat-tempat di saputernya, tapi tida dapet liat sabiji
manusia.
"Kasian ini anak," ia berkata sendiri-sendiri, "rupanya saja ia sudah dapet cilaka
terlindes kandaraan atawa terinjek kuda. Tiada katauan siapa ada orang tuanya,
tapi dari rupa dan pakeannya sudah terang ia bukan anak kampung, hanya
musti ada turunan menak atawa orang hartawan, kerna itu gelang emas dan
rante perak yang ia pake, begitu pun anting anting dari emas, menunjukken ia
ada anaknya saorang mampu. Ini anak tida boleh dibiarken terlentang di sini,
kerna sabentar ia bisa terlindes pula oleh laen kandaraan atawa terinjek oleh
orang-orang yang lari. Laen dari itu, iapunya luka ada begitu heibat, jidatnya
peca, kaki dan tangannya besot di sana sini, hingga perlu musti lantes ditulung
supaya ia jangan binasa lantaran kaluarken banyak darah."
Abis bilang begitu, ia lalu pondong itu anak ka pinggir jalan, buka
bungkusannya, ambil sapotong kaen yang lantes
82
dirobek buat iket itu anak punya jidat yang luka, komudian lantes dipondong,
sedeng iapunya bungkusan dan tungket ia srahken aken dibawa oleh itu anak
lelaki.
"Marin kita-orang lekas brangkat, Ujang," katanya pada itu anak, "di ini tempat
ada berbahaya kerna masih dekel pada lautan."
Abis bilang begitu, sambil pondong itu anak prampuan yang luka dan tida
brentinya merintih-rintih, itu orang tua dan anaknya berjalan dengen lekas
mengikuti jalan besar ka lor-wetan yang menerus ka kakinya gunung Aseupan.
Tida antara lama iaorang sudah liwatin kampung Sukacai, Talun Sukaraja, dan
akhirnya sampe di Curugsangiang yang letak nya sedikit tinggi kerna pernanya
di kaki Gunung Aseupan, dimana ia brenti di satu warung aken ilangken
lelahnya dan bli juga barang makanan. Di situ ia preksa lebih terliti itu anak
prampuan, yang lukanya dicuci dengen aer, lalu ditempelin oleh daon sirih yang
sudah ditumbuk alus, komudian dibung-kus pula dengen rapih.
Itu anak sekarang bisa menangis, kerna rupanya ia sudah tersedar betul dari
pangsannya, tapi segala pertanyaan ia tida mau menyaut, cumah bisa meratap
dan sebut-sebut iapunya ibu yang tida katauan siapa adanya.
Sasudanyanya mengaso kira satu jam, itu lelaki terusken perjalanannya ka
jurusan Mandalawangi, tapi tinggal lagi satu pai dari itu desa, ia membiluk ka
satu jalanan kecil yang cumah bisa digunaken oleh orang yang berjalan kaki
atawa naek kuda, yang menuju ka jurusan lor.

www.rajaebookgratis.com

Di itu waktu gemuruhnya suara perletusan dari Krakatau sudah banyak


kurangan. Udara pun tida begitu gelap seperti kutika jam 11 pagi, hingga
maskipun itu waktu sudah jam 4 sore, bumi ada diterangi oleh cahaya remengremeng seperti waktu magrib. Itu lelaki berjalan terus di itu jalanan gunung
dengen meliwatin kampung kadupandak dan Pasilihan, komudian membiluk
pula ka jurusan Kulon, dan akhirnya ia sampe di kampung Cikupa yang
pernanya di lamping wetan dari Gunung Ciwalirang.
Itu kampung Cikupa ada terdiri dari ampat bua rumah atep dari orang tani
yang idup dengen menggarap tanah-tanah kurus di lamping gunung yang
ditanemin padi huma. Hasil yang laen cumah dari memotong kayu dan
membikin areng. Tatkala itu lelaki dengen membawa itu dua anak dateng di itu
kampung, penduduknya sedeng ada dalem katakutan sanget, kerna mengira,
lantaran meletusnya Krakatau, sekarang sudah sampe akhir jeman yaitu dinamaken lebur kiamat. Iaorang semua jadi sanget bergirang tatkala meliat
datengnya itu tetamu, yang rupanya ada jadi iaorang punya kenalan lama.
Dengen buru-buru
marika menyambut dengen menyembah aken unjuk hormatnya, sedeng
bebrapa orang prampuan kasih kaluar tiker bersih yang lalu digelar di balebale, sedeng bebrapa orang lagi pergi ka dapur aken masak aer buat seduh
kopi.
"Kita-orang tiada kira embah aken dateng di ini hari," kata satu penduduk yang
paling tua, "oh, dalem ini bebrapa hari kita merasa katakutan sanget oleh itu
suara guntur yang tida brentinya berbunyi siang dan malem di jurusan Kulon,
atau dari mana datengnya. Bagimana embah rasa, apakah tida aken kejadian
apa-apa? Apakah ini dunia tida jadi kiamat? Tadi tengahari matahari telah
linyap, bumi jadi gelap petang, seperti juga di waktu malem. Saumur idup saya
blon perna dapetin kaadaan seperti sekarang."
Itu lelaki yang baru dateng, yang dibahasaken Embah, berkata dengen
tersenyum:
"Trausah kuatir, di ini tempat tida nanti ada bahaya apa-apa. Yang berbunyi
seperti guntur ada itu gunung api di pulo Krakatau yang pernanya di tengah
laut. Penduduk yang tinggal di pasisir, seperti Waringin, Anyer dan laen-laen
tempat boleh jadi aken katimpah bincana besar kalu aer limpas22 ka darat, tapi
kita-orang yang tinggal di atas gunung tida usah takut apa-apa."
"Tapi embah, " kata pula itu orang desa, "di atas puncak ini gunung Ciwalirang
pun ada kaliatan kaluar asep dan tempo-tempo kadengeran suara gemuruh
maskupun tida sabrapa keras."
"Apakah betul?" tanya itu "embah" dengen rupa terkejut, mukanya pucet dan
badannya kaliatan gumeter. Suara gemuruh yang begitu heibat dari meletusnya
Krakatau, dan bumi yang menjadi gelap petang tertutup oleh asep dan abu,
tidamembikin ia jadi begitu kaget, kuatir dan bingung seperti waktu mendenger
ceritanya itu orang dusun.
"Memang betul," menyaut bebrapa orang dusun dengen berbareng, "itu suara
gemuruh seperti bunyinya gluduk di tempat jau, berikut dengen kaluarnya asep

www.rajaebookgratis.com

yang bau walirang, sudah lama kita-orang sring saksiken dan denger, yang jadi
lebih tegas pula kalu di waktu malem." "Sadari kapan kau denger itu suara?"
"Kira-kira tiga minggu yang lalu, pada sasudahnya turun ujan besar berikut
gempah bumi yang membikin banyak tanah-tanah di lamping23 gunung jadi
gugur dan batu-batu karang merosot turun."
"Kalu begitu, biarlah nanti besok aku naek ka atas puncak aken pergi preksa."
"Ya, kita-orang harep embah punya pertulungan buat mintain pada jin
penunggu dari ini gunung dan begitu pun
84
83
kita-orang punya karuhun-karuhun,24 aken lindungken kita-orang semua dari
bahaya."
"Baeklah, itu perkara kau jangan kuatir, aku nanti coba apa yang aku bisa aken
pelihara kau-orang semua punya kaslametan. Sekarang aku minta kau sediaken
makanan dan satu kamar aken kita-orang menginep, sebab aku ada bawa,
salaennya anakku sendiri, ini satu anak prampuan yang sakit dan dapet luka
keras, yang musti dirawat dengen terliti."
Itu orang-orang desa lalu bikin bersih iaorang punya kamar yang paling baek
dengen disediaken kasur, tiker, dan bantal salengkepnya. Itu embah lalu bawa
itu anak prampuan yang luka ka dalem itu kamar aken dikasih tidur, sedeng ia
sendiri duduk bersila di sablahnya, badannya mengadepin ka jurusan puncak
gunung Ciwalirang, lalu berdowa dengen perlahan, sampe hari sudah jadi
malem betul-betul.
Pada besok paginya, itu anak prampuan kaliatan sudah mulai seger. Ia mau
minum aer dan dahar satu dua potong pisang direbus. Itu embah mulai tanya
kombali padanya aken preksa asal-usulnya, tapi ia tida dapet banyak
katerangan, cumah itu anak bisa bilang ia sendiri punya nama Jati atawa "Neng
Jati", sudaranya nama Hasan, iapunya bujang prampuan nama Satimah,
anjingnya nama Kiloeng, ibu-bapanya ada di Waringin, tapi siapa namanya dan
apa pekerjaannya itu anak tida bisa bilang, cumah ia tau ibunya orang biasa
panggil "N'den" dan ayahnya banyak orang panggil "Agan". Ia bersama
sudaranya lagi naek dokar aken pergi ka rumahnya iapunya aki, tatkala
berbunyi suara gledek sanget keras hingga ia jato dari itu dokar dan tida inget
lagi apa yang kajadian lebih j au.
Dari ini semua katerangan, itu Embah jadi dapet tau, ini anak prampuan betul
ada anaknya satu priyaie. Ia pikir, nanti kalu pakerjaannya di gunung
Ciwalirang sudah selese, ia hendak pergi ka Waringin aken cari tau siapa
adanya ibu bapa dari itu anak prampuan bernama "Jati".
Dan pembaca tentu bisa lantes duga, itu anak bukan laen adalah dari Soeryati
anaknya Wedana Waringin yang telah linyap terlempar dari dalem dokar waktu
kudanya kabur lantaran kaget. Itu embah yang jadi penulung bukan laen dari
Pandita Asheka, sedeng itu anak lelaki ada iapunya putra sendiri yang
komudian terkenal sabagi Pandita Noesa Brama.
Pada besok paginya, di tanggal 28 Augustus 1883, bekerjanya Krakatau sudah
banyak kendoran. Abu alus masih terus jato ka bumi. Langit tinggal mendung

www.rajaebookgratis.com

dan matahari tida kaliatan, tapi itu asep dan abu tida bikin siang hari berobah
menjadi malem, cumah udara tinggal teduh seperti di waktu ampir magrib.
Pandita Asheka, begitu lekas meliat ada cukup terang aken orang jalan ka luar,
lalu ajak putranya, yang ia biasa panggil Oejang, aken pergi ka atas puncak
gunung Ciwalirang, dengen membawa satu golok, satu tungket dan satu
bungkusan kecil yang berisi areng, menyan, satu cendana, rupa-rupa kembang
dan bebrapa potong lilin serta satu flesch kecil berisi minyak tanah. Penduduk
desa dilarang buat turut, kerna saban kalih pergi ka atas puncak, ia selamanya
berjalan sendirian atawa berdua dengen putranya. Inilah bukan buat pertama
kalih ia dateng di itu tempat. Lebih dulu dari itu, pada satiap taon, malah sadari
tatkala Bantam Kidul masih utan melulu kerna penduduknya blon brapa
banyak, itu pandita, begitu pun iapunya ayah dan kake, sring kunjungin ini
puncak gunung dengen diam-diam.
Jalan buat naek ka atas puncak bukannya gampang, kerna musti memanjat
batu-batu karang yang amat tebing, penuh dengen gombolan dan oyot-oyot.109
Itu golok yang dibawa ternyata amat perlu buat membabat segala tetum-buan
yang menghalangin jalan. Ampir dua jam lamanya itu ayah dan anak bergelut
aken naek ka atas. Akhirnya iaorang bisa sampe ka sapotong tanah rata yang
terletak di bawah batu-batu karang besar, di mana blakangan ada terletak itu
pondok yang terkenal dari Pandita Noesa Brama.
Tapi di itu waktu disitu tida ada apa-apa, cumah penuh dengen gombolan dan
rumput alang-alang melulu. Maski begitu, kalu orang panjat bebrapa batu
karang yang terletak di itu lapangan, orang lantes bisa liat itu pemandangan
indah dari Selat Sunda dengen tempat-tempat di saputernya.
Tapi Pandita Asheka tida suka ilangken tempo aken saksiken itu semua
kaindahan yang terbeber di bawah kakinya. Hatinya kaliatan merasa sibuk dan
kuatir dengen itu kabar yang ia denger kemaren dari penduduk Cikupa. Begitu
sampe di itu lapangan, lantes ia mulai merobos masuk ka dalem itu tempat
growong yang terapit oleh bukit-bukit karang, yang macemnya seperti gowa, di
mana ada penuh akar-akar dan pepuhunan yang merambat, hingga kaliatan-nya
semak sekali. Itu pandita dengen anaknya lalu berjalan terus sampe ka ujung
itu growongan di mana ada kaliatan mengalir aer yang berbau walirang, yang
kaluar dari bawah satu batu yang besarnya kira satenga meter pesegi dan
tertutup oleh lumut dan puhun-puhunan kecil.
Di ini tempat itu ayah dan anak lalu gunaken tungket dan goloknya aken korek
tanah di sablahnya itu batu. Bebrapa batu kecil yang jadi sabagi ganjelan sudah
dikasih kaluar. Komudian dengen tida banyak susah iaorang iserken
itu batu
86
85
besar yang ternyata bangunnya ada ceper seperti jubin, dan lantes kaliatan satu
lobang yang panjang dan dalem.
Itu pandita lalu sulut sapotong lilin dan merangkang masuk ka dalem itu
lobang yang saanteronya ada dari batu karang melulu, dengen diturut oleh
anaknya. Samingkin ka dalem itu lobang jadi bertambah besar. Sasudahnya

www.rajaebookgratis.com

merangkang berbulak-bilukllO kira sapulu meter jaunya, marika sampe di satu


lobang yang besar di mana orang bisa berjalan dengen berdiri. Tapi itu jalanan
tida terlalu gampang, kerna amat ciut. Di sablah kanan ada batu karang besar
seperti tembok sedeng di kirinya ada gawir yang amat dalem hingga tida
kaliatan dasarnya di mana kadengeran suara aer mengalir. Bebrapa ratus
kampretlll ada terbang berseliweran. Jauh di atas kapalanya ada kaliatan sinar
terang dari renggang-rengganganll2 batu.
Sasudah berjalan sepanjang itu gawir kira dua-pulu meter jaunya, iaorang
sampe di satu tempat yang lebar, di
Oyot = akar
Berbulak-biluk = berkelok-kelok.
Kampret = kelelawar kecil pemakan serangga.
Renggang-renggangan = sela-sela.
mana ada terletak batu-batu karang malang melintang. Pandita Asheka jadi
sangat kaget meliat ini kaadaan, dan lalu berkata pada anaknya:
"Cobalah kau liat, Oejang, ini batu-batu sudah gugur dari sablah atas, boleh jadi
lantaran tergoyang lindu. Aku kuatir sekali kita punya tempat yang suci sudah
dapet karusakan."
Dengen banyak susah iaorang melangkahi itu batu-batu aken terusken
perjalanannya. Akhirnya marika sampe ka ujung dari itu gowa yang macemnya
seperti kamar, kira anem meter pesegi lebarnya. Di sampingnya itu kamar ada
satu lobang besar yang macemnya seperti sumur, amat gelap dan dalem, di
mana kadengeran suara gemuruh seperti aer mendidih dan kaluar asap yang
berbau walirang. Tapi itu pandita tida ambil perduli pada itu sumur yang
menimbulken suara ngeri di dalem itu gowa, kerna maranya ada mengawasi ka
satu pojok dari itu kamar yang penuh dengen batu-batu yang tersiar malang
melintang seperti gugur dari atas.
"Cilaka!" ia berkata dengen suara ketakutan: "Oh, Sanghiang Betara Wishnu, Sri
Maha Dewa, ampunilah dan tulunglah pada kami-orang dan semua manusia
yang berdosa!"
87
Abis bilang begitu, ia berlari ka pojok dari itu kamar, lalu angkat dan gulingin
bebrapa potong batu karang yang bersusun tindi dengen dibantu oleh anaknya.
Tida antara lama, kaliatan ia angkat dengen sanget hormat dan hati-hati satu
area kira satu meter tingginya dari saorang yang bertangan ampat tapi yang
dua sudah kutung dan kepalanya sudah linyap.
Ia senderken itu area di pinggir batu, lalu mulai membongkar lagi. Tida antara
lama ia dapetken kepala dan potongan-potongan tangan dari itu patung yang
sudah patah, lantaran tertimpah oleh batu yang gugur dari atas itu gowa.
"Bapa, ini kepala dan tangan tida rusak, hingga masih bisa dibikin betul
kombali," berkata anak Pandita . "Aku rasa sekarang sudah telaat," berkata itu
pandita sambil coba tempelkan itu kepala di atas pundaknya itu area. "Kau
sendiri sudah saksiken bagimana itu gunung Krakatau sudah meletus, dan aku
kuatir sekali banyak jiwa manusia aken binasa".

www.rajaebookgratis.com

"Tapi ada hubungan apakah antara meletusnya Krakatau dengen karusakannya


ini patung dewa?"
"Aku sendiri tiada tau", kata itu pandita dengen rupa kuatir, "tapi di blakangnya
ini area ada tulisan yang mene-rangken, di harian rusaknya ini patung, ini negri
aken binasa juga. Aku sudah dipesan oleh aku punya ayah, yang trima pesenan
lagi dari kake moyangnya, aken saban taon musti kunjungi ini gowa buat
preksa dan jaga baek ini patung, supaya manusia di Bantam bisa tinggal slamet,
kerna kalu ia jadi rusak ini negri aken katerjang bincana besar, lantaran itu
gunung api di pulo Krakatau musti meletus, dan turunan dari Karajaan
Pajajaran bakal abis ludes semua. Kau liat, anak, itu perletusan dari Krakatau
dengen karusakannya ini patung suci, ada punya hubungan satu pada laen."
"Kalu begitu, bapa, paling baek kita jangan ilang tempo aken bikin betul
kombali ini patung yang boleh ditambal dan disambung dengen pake cement,"
kata itu anak pandita.
"Pikiranmu ada bener sekali, Oejang," kata Pandita Asheka, "Marilah sekarang
kita berlalu dari sini aken suru orang pergi membli cement."
Tida antara lama itu ayah dan anak sudah kaluar dari dalem gowa, yang
lobangnya ditutup kombali dengen rapih, terus turun dari atas puncak dan
balik ka desa Cikupa. la minta tulung pada saorang desa aken pergi bliken 10
kati"3 cement ka Menes, kerna ini barang ada perlu buat melin-dungken marika
punya kaslametan.
Itu kutika sudah jam 11 siang. Perjalanan dari Cikupa ka Menes ada 12 pai"4
jaunya, tapi itu orang desa jalanken prentahnya
88
":1 i kati =0,5 kilogram. "41 pai =1,5 kilometer.
pandita dengen girang, dan harep bisa kombali jam 6 sore.
Samentara menunggu kombalinya itu orang suruan. Pandita Asheka duduk
omong-omong berdua dengen anaknya, yang maskipun baru berusia 15 taon,
ternyata ada cerdik dan terang ingetannya.
"Bapa," kata itu anak. "Apakah kita musti bikin dengen itu Jati yang bapa baru
tulungin?"
"Kita nanti kasih kombali pada orang tuanya di Waringin," saut sang ayah.
"Bagimana kalu saandenya itu orang tua tida dapet dicari?"
"Kita nanti bawa pulang ka kita punya tempat di gunung, aken dirawat sabagi
kau punya sudara. Sakean lama kau idup sendirian saja, Oejang, sebab kau tida
ada punya sudara, baek pun sudara betul atawa sudara misan. Ini Jati aku nanti
rawat sabagi anak sendiri aken jadi aku punya temen me-maen."
Oejang kaliatan merasa girang mendenger ini omongan. Ia lalu pergi samperin
Jati yang lagi disuapin oleh satu prampuan desa dengen nasi merah dan ikan
kering dibakar. Oejang mulai omong-omong dan bicara banyak pada Jati
dengen sacara lucu, hingga itu anak prampuan yang sedeng sedih dan
kasakitan mulai bermesem dan mau berkata-kata.
Jam 7 sore itu orang suruan yang pergi ka Menes sudah kombali. Bukan saja ia
sudah dapet itu cement yang perlu aken perbaeki itu area suci yang sudah
rusak, tapi juga ia ada bawa satu kabar yang heibat sekali. Di tenga perjalanan

www.rajaebookgratis.com

ka Menes ia bertemu banyak orang dari desa-desa di sablah Kulon yang


melariken diri dengen membawa kabar, bahua kemaren tengahari aer laut telah
limpas ka darat, rendem banyak desa-desa yang pernanya deket pasisir, hingga
bilang ribu orang jadi binasa, dan semua rumah-rumah telah rubuh terbawa
anyut.
"Liatlah," kata pandita Asheka pada anaknya: "Apa yang aku kuatirken telah
kajadian. Itu bahaya sudah dateng. besok pagi kita musti lekas betulken
patungnya kita punya Betara Wishnu, mudah-mudahan saja itu bahaya bisa
dicega hingga tida menjalar lebih jau."
Pada hari besoknya, di waktu masih pagi sekali, Pandita Asheka dengen
putranya sudah ada lagi di dalem itu gowa aken tambal dan rapetken kombali
anggotanya itu area yang sudah rusak dan patah. Itu baru karang yang tersebar
di sana sini sudah disingkirken dan dikumpul dengen rapih di satu pojokan.
Sekarang baru kaliatan bahua itu gowa ada jadi satu tempat pamujaan kuno
yang maskipun macemnya saderhana tapi bersifat suci dan agung. Itu area
dari Betara Wishnu, satu dari agama
Hindu punya Trimurti (tiga dewa yang paling suci), ada dipernaken"5 di atas
sebua singasana atawa tahta yang terbikin dari batu karang melulu, di mana
ada terukir gambarnya Garuda yang jadi iapunya tunggangan, yang macemnya
saparo manusia dan saparo burung. Di blakangnya itu tahta, di mana batu
karang yang terpahat licin hingga macemnya seperti tembok, ada terpeta
gambarnya matahari, kerna Wishnu ada terpandang juga sabagi Dewa dari
Matahari, iapunya ampat tangan ada memegang satu rujung atawa lingga, satu
kulit kiong, satu piring dan satu bunga trate yang ada jadi symbool dari
kakwasaan, kan-jaringan, penerangan dan kasucian. Ini dewa ada dianggep yang
memalihara atawa membri pengidupan pada ini dunia dengen sekalian isinya,
sedeng Brahma yang menjadiken, dan Siwa yang merusakken.
Di blakangnya itu patung ada terukir ampat baris tulisan dengen hurufhuruf Sangkrit, yang artinya, menurut katePernaken = ditempatkan.
rangan pandita Asheka, ada begini:
"Pada saat aku rusak, rusaklah juga ini negri dengen sekalian turunanmu,
katimpah murkanya Rakata."
Di hadepannya itu singasana ada sabua batu besarnya kira 40 centimeter
pesegi, tingginya satu meter dan di tengahnya ada satu lobang besar sabagi
lumpang, di mana orang biasa membakar dupa. Ini batu pendupaan pun sudah
jato terbalik, tapi sekarang diberdiriken kombali, dan Pandita Asheka lalu
taroken areng dan mulai membakar dupa sambil berdowa aken bersujut di
hadepan itu patung Dewa sedeng itu kembang-kembang lalu disebar di
hadepannya.
Tatkala Asheka dengen anaknya kaluar dari dalem gowa, hari sudah jadi lohor.
Iaorang terkejut meliat matahari, yang sudah satu minggu tertutup oleh awan,
sekarang mulai kasih liat rupanya dan tojoken sinarnya ka bumi, maski juga
tida begitu terang seperti biasa. Ujan abu pun sudah brenti, hingga orang bisa
dapet liat itu panorama yang begitu indah dari Selat Sunda, di mana tertampak

www.rajaebookgratis.com

juga itu pulo Krakatau yang sifatnya sudah jadi berobah begitu banyak hingga
tida bisa dikenalin lagi. Ini gunung api, sasudahnya menda-tengken karusaken
begitu heibat, sekarang kaliatan mulai sirep, suara meletusnya tida kadengeran
lagi cumah kebulken saja sedikit asep item sabagi asep yang kaluar dari
tumpukan arang dari rumah yang baro abis terbakar.
Sudah tentu Pandita Asheka dan putranya anggep bren-tinya perletusan dari
Krakatau ada dari lantaran patungnya Betara Wishnu yang rusak sudah
dibikin betul dan itu area suci
89
90
ditaro kombali atas tahtanya. Tapi apa betul begituapa karusakannya itu
patung suci di dalem gowa gunung Ciwalirang ada jadi sebab dari meletusnya
Krakatau, dan iapunya pembetulan membikin itu gunung api jadi sirep kombali
sasudahnya terbitken bincana begitu heibatinilah ada suker dibilang.
Boleh jadi ini semua hal cumah dari kabetulan saja. Tapi pandita Asheka
dengen putranya ada taro percaya dengen sagenep hati pada itu katerangan
yang didapet dari kake moyangnya, bahua dipeliharanya itu area yang suci dari
Betara Wishnu di dalem gowa dari gunung Ciwalirang nanti mendatengken
kaslametan buat penduduk Bantam, dan di harian itu area rusak. Bantam aken
kalanggar bincana heibat dan turunan dari dynastie Pajajaran yang dulu hari
begitu berkwasa besar di Jawa Kulon, aken menjadi musna.
XIV Terburu Nafsu
Pandita Noesa Brama duduk bersila sambil rangkep kadua tangannya di
hadepan itu area dari Betara Wishnu di dalem gowa dari Gunung Ciwalirang,
yang sadari masih kecil ia biasa kunjungin bersama-sama ayahnya satiap taon,
hingga sekarang ia sudah jadi saorang tua dan berambut putih. Itu Dewa suci
tinggal berdiri di atas tahtanya dengen rupanya yang amat sadar dan adem:
matanya saparo ketutup, bibirnya sedikit tersenyum, seperti juga hendak
membilang, segala kajadian dalem dunia ini semua ada perkara kecil yang tida
berharga aken dibuat jengkel dan diambil pusing.
Tapi itu pandita yang sekarang bersujut di hadepannya, yang sudah berpuluan
taon unjuk baktinya pada Betara Wishnu, tida meliat, tida mengarti dan tida
perduliken pada itu symbool amat penting yang tertampak di paras mukanya
itu patung suci. Iapunya ingetan sedeng kalut lantaran hatinya merasa sanget
sakit atas perbuatan istri dan anaknya yang ia sangka sudah minggat lantaran
kena bujukannya Abdoel Sintir dan iapunya kawan-kawan dari Palembang. Itu
prampuan Jati, yang jiwanya telah ditulung oleh ayahnya pada 45 taon lalu;
yang sadari masih anak-anak ada jadi iapunya temen maen, sasudahnya rumaja
putri jadi sabagi iapunya sudara, dan akhirnya atas kainginan ayahnya telah
jadi iapunya istri yang begitu baek, setia dan denger kata sekarang
telah balikin
blakang waktu suaminya katerjang kasusahan yang tida disangka, tinggalken
padanya saorang diri, aken turut pada anaknya yang sudah kena dipikat oleh
harta dan kasenangan dunia yang dijanjiken oleh itu Abdoel Sintir yang
terkutuk, hingga itu kacintaan, kabruntungan dan karukunan yang sudah

www.rajaebookgratis.com

berjalan 45 taon lamanya, mendadak jadi linyap, ancur dan musna di dalem
sakicepll6 mata! Pandita Noesa Brama punya plajaran, nasehat dan aturan yang
sudah dijaga, dilindungken dan dipegang teguh be-ratusan taon lamanya dari
kake moyangnya turun temurun terus sampe sekarang, dalem tempo
sabentaran saja sudah dilempar kasamping, dilanggar dan diinjek-injek, bukan
oleh laen orang, hanya oleh dua mahluk dalem dunia yang ia paling cinta,
paling percaya dan taro harepan, yaitu istri dan anak sendiri!
Noesa Brama, salaennya jadi satu Pandita, ia ada teritung satu Kshatriya atawa
Satriya, satu Bangsawan yang mema-rentah negri atawa satu kepala perang. Itu
darah raja-raja dari dunastie Pakuan Pajajaran yang dulu begitu berkwasa besar
di Jawa Kulon, ada mengalir dalem tubuhnya. Sedeng terhadep pada suai
kasenangan dan harta dunia ia pandang enteng dan tida ambil perduli, tapi
dalem hal yang mengenaken derajat diri dan familienya ia ada berlaku sanget
cerewet, terliti dan hati-hati. Lantaran menginget pada derajat yang begitu
agung dari kake moyangnya, maka ia ada punya tabeat yang angku, yang bisa
dibuktikan dari pembicaraannya pada Raden Moelia, yaitu: kalu iapunya anak
prampuan, Retna Sari, brantas larangannya dan brani menikah pada lelaki
sembarangan, ia ada sedia aken bunuh pada itu anak yang cumah satu-satunya.
Ia lebih suka antero familie dan turunannya abis ludes dari ini dunia, dari pada
musti idup dengen tercemar dan merendahken derajat sendiri. Inilah ada tabeat
dan anggepan yang sudah umum dari orang-orang Hindu berderajat tinggi,
turunan Brahmana dan Ksatriya, yang pandang kasuciannya iapunya derajat
atawa Kasta ada lebih penting dari segala apa dalem dunia.
Maskipun Pandita Noesa Brama ada saorang yang bijak serta luas
pemandangannya dalem banyak perkara, tapi dalem ini satu suai ia ada amat
kukuh, cupetll7 dan fanatiek. Itu anggepan yang sudah berjalan turun menurun
dari kake moyangnya, ia pandang seperti juga titah-titah agama yang tida bisa
dirobah lagi. Sasuatu pelanggaran pada ini adat kabiasaan ada jadi dosa besar
yang tida bisa diampunken. Dalem kaadaan begitu, orang bisa mengarti
bagimana ada perasaannya itu pandita, yang anggep derajatnya tida lebih
rendah dari Sunan Solo atawa Sultan Jokja, tatkala ditinggal -ken oleh anak
istrinya sendiri yang pergi minggat aken mengikuti satu lelaki yang di
91
92
dalem tubuhnya tida ada satu tetes darah bangsawan dan tida mempunyai satu
apa yang berharga aken bedaken dari dari laen-laen orang, salaennya dari
kakayaan, yang oleh pandita Noesa Brama di pandang rendah sekali.
Pada Abdoel Sintir sendiri pun ia merasa amat gusar, Sakicep = sekejap. Cupet
= sempit.
kerna ia sudah ditulung hingga matanya yang ampir buta menjadi sembuh
kombali, ia tida harep semua orang yang ia tulung nanti inget iapunya budi,
tapi juga ia tida ingin aken trima pembalasan yang begitu heibat dan kejem,
hingga brani curi hatinya iapunya anak prampuan dan turunan yang satusatunya, yang ia pandang lebih berharga dari segala apa di ini dunia. Dalem
pemandangannya Noesa Brama itu anak prampuan bukan cumah ada jadi

www.rajaebookgratis.com

iapunya putri yang tercinta, tapi juga jadi turunan yang paling akhir dari kake
moyangnya yang berderajat begitu agung dan tinggi.
Ia inget juga bagimana iapunya ayah telah jaga, didik dan bri plajaran pada
dirinya begitu terliti supaya bisa jadi saorang terhormat sabagimana layiknya
satu orang berderajat agung, yang sudah berjalan turun menurun dengen jaga
baek dan pegang tinggi martabatnya. Tapi sekarang ia sendiri seperti satu ayah
sudah tida bisa jaga namanya familie hingga anak dan istrinya dapet kutika
aken lakuken perbuatan yang begitu rendah dan hina. Ini rasa malu itu pandita
tida sanggup pikul!
Tapi sedeng begitu Noesa Brama merasa, sabagi suami dan ayah, ia blon perna
berlaku alpa aken didik dan pimpin istri dana anaknya itu sabagimana
mustinya. Kalu sekarang itu dua prampuan berkhianat dan berlaku sesat, inilah
bukan dari iapunya salah atawa alpa, hanya lantaran buruknya jeman, yang
membikin rusak tabeat yang baek dari manusia. Dari lantaran itu, menurut
anggepannya Noesa Brama bukan saja iapunya istri dan anak bersama Abdoel
Sintir harus dapet hukuman, tapi juga ini dunia yang kotor sudah sampe
temponya aken dibasmi dan dibikin bersih kombali.
Dengen mengandung itu pikiran sekarang ia ada bersujut di hadepan itu area
yang suci dari Betara Wishnu, Dewa yang memalihara sekalian isi alam. Dengen
suara sedih dan mata mengembeng aer Noesa Brama berkata-kata di hadepan
dewanya itu:
93
"Oh Betara, Sri Maha Dewa yangberkwasa, saksikenlah olehmu bagimana
nasibku sekarang ini. Sudah beratusan taon nenek moyangku selalu hormat dan
puja padamu. Kita punya negri telah jadi musna, kabesaran telah linyap, kita
punya kota-kota yang teguh dan kraton yang gilang-gemilang dengen tamantamannya yang begitu indah, sekarang telah jadi linyap, musna dan rata dengen
tanah atawa menjadi rimba. Tapi toch maski begitu kita-orang tinggal tetep
hormat dan bersetia padamu. Lantaran tida mau pelok agama Islam, hanya
hendak memuja terus padamu, maka kita telah menahan sangsara aken pergi
mengumpat di dalem utan yang paling lebat, yang tida bisa ditinggalin dan
didatengin orang, idup terpisah dari laen-laen bagian dunia berabad-abad
lamanya, hingga kaadaannya kita punya kaum dan rahayat jadi semingkin
mundur dan katinggalan dari laen-laen golongan pribumi yang berdiam di Jawa
Kulon. Ini semua kita lakonin cumah buat unjuk kasetiaan padamu, oh,
Betara yang Moelia!
"Maskipun kita punya kaadaan sudah begitu suker, aku punya kake moyang
yang jadi turunan dari raja-raja yang berkwasa di jeman dulu, blon perna alpa
aken unjuk kabak-tiannya padamu, maski juga dengen sembuni serta mengadepi banyak kasusahan dan bahaya. Aku sendiri, sabagi turunan dari kaum
Karajaan Pajajaran yang pengabisan, sudah lebih dari satenga abad lamanya
satiap taon perluken bikin ini perjalanan suker dan jau buat dateng cari ini
gowa yang suci, aken jalanken itu kawajiban seperti yang telah jadi
kabiasaannya aku punya ayah dan kake moyang, yaitu aken unjuk hormat dan
berbakti padamu, bukan cumah buat kauntungan dan kabaekan diri sendiri

www.rajaebookgratis.com

atawa kita punya kaum, hanya terutama aken guna kaslametannya manusia
rata-rata yang mendiamin ini bagian dari pulo Jawa, maski
juga iaorang sudah memuja laen agama.
"Tapi buat ini semua kabaktian, kasatiaan dan katulusan, liatlah, oh Betara
Wishnu yang Maha Suci! Apa macem ganjaran dan pembalesan yang aku trima
dari ini dunia! Sekarang aku idup sendirian aken tanggung kasedian dan
kahinaan, ditinggal pergi oleh istri dan anak sendiri yang aku cinta dan
hargaken begitu tinggi. Apakah ini ada takdir yang sudah ditetepken oleh
Brahma dan atas kamauannya Betara Guru? Kalau betul turunan karajaan
Pajajaran yang Maha Agung musti jadi musna, apakah itu kamusnaan tida bisa
dibikin dengen cara yang lebih baek? Mengapakah turunannya Prabu Siliwangi
musti saksiken anak prampuannya yang satu-satunya ceburken diri di dalem
pecomberan yang begitu hina? Apakah begitu musti akhirnya turunan dari
kaum karajaan besar yang memuja padamu dengen
94
setia? Oh, Sri Maha Dewa! Lantaran Retna Sari sudah bikin rendah derajatnya
sendiri, hingga linjap iapunya hak aken trima itu warisan dari karajaan
Pajajaran, maka kita-orang punya turunan aken berakhir sampe di sini saja!
Apa yang kajadian semalem ada begitu heibat hingga aku rasa aku tida bisa
tahan idup lebih lama dalem dunia, dan kalu aku sudah tida ada lagi, tida
saorang yang nanti gantiken buat hormatken padamu di ini gowa yang suci. Ini
tempat pendupaan buat selamanya tida aken mengebulken lagi asep yang
wangi; kau punya area tida aken terias lagi dengen kembang-kembang, dan kau
punya patung bakal tertutup oleh lumut, tanah dan cirit kampret,"8 kerna tida
ada tangan manusia yang dateng bikin bersih. Oh, dengen abisnya turunan
karajaan Pajajaran, ini tempat suci, kita punya rumah sembahyang yang mulia,
aken turut musna juga!
Cirit kampret = kotoran kelelawar.
"Oh, Betara Wishnu, yang berkwasa atas sekalian peng hidupan! Sablonnya itu
hal terjadi, sedeng aku masih idup dan ada disini, idzinkenlah aku slesekan ini
pakerjaan yang bakal berakhir sampe di sini saja. Brapa ratus taon yang lalu
saorang diri kake moyangku, telah dapetken ini gowa atai pengunjukannya
saprang pertapaan dan telah bawa kau ka sini dan ditempatken di ini tahta buat
dipuja oleh sekali.m turunannya. Sekarang biarlah aku sendiri, turunannya yang
pengabisan, angkat dan singkirken kau dari ini tempat, lantaran tida ada lagi
orang yang aken ambil perdu 1 i dan rawat padamu. Dari pada musti jadi rusak
tertimpah oleh batu yang gugur dari atas atawa jadi teruruk oleh lumu! lumpur
tanah dan cirit kampret, lebih baek kau musna d.m ancur di aku punya tangan
sendiri!
"Oh, Betara Wishnu! Itu tulisan yang ada tertata di blakangmu ada meramalken,
di harian kau rusak, ini ni'gti dan sekalian turunan dari karajaan Pajajaran aken
turul rusak juga, katimpah murkanya Rakata atawa Krakatau. Ini aku sudah
buktiken pada ampat-puluhlima taon yang lalu Itu karusakan sekarang aku tida
mau cegah, hanya aku ingin bisa kajadian dengen lantes, sedeng istriku dan
Retna San. dengen itu orang-orang Palembang yang durhaka, masili ada di tenga

www.rajaebookgratis.com

laut, lagi menyebrang dengen prau meliwatin pulo Krakatau. Biarlah ini bagian
dunia jadi rusak, supaya pendu duknya yang berhati jahat dan sanget kurang
trima, bisa turut terbasmi! Biarlah turunan dari karajaan Pajajaran turul musna
juga, kerna ada lebih baek Retna Sari binasa di lautan dari pada ia
tinggal
95
idup dengen menjadi istrinya saorang durhaka sabagi Abdoel Sintir!"
Abis berkata-kata begitu, pandita Noesa Brama lalu berbangkit menghamperi
itu area dari Betara Wishnu, yang ia lalu angkat dari tahtanya dengen hati-hati,
dibawa ka itu sumur yang terletak di samping kamar, lalu dilemparkan Kirakira lima seconde"9 lamanya barulah kadengeran suara terbalik dari dalem itu
sumur seperti suara barang keras beradu. Itu area sudah musti jadi ancur
terbentur dengen batu karang yang ada di itu sumur yang amat dalem. Tida
antara lama disadari jatonya itu area, dari dalem itu sumur lantes kadengeran
suara gluguran seperti bunyinya gluduk, di tempat jau, dan berbareng dengen
itu, dari mulut sumur telah kaluar begulung-gulung asep kuning yang berbau
walirang.
Begitulah itu patung suci dari Betara Wishnu telah jadi rusak pula dan ini kali
itu karusakan tida bisa dibikin betul kombali.
Tatkala ini hal kajadian, kira-kira sudah jam sembilan pagi, yaitu tatkala
praunya Abdoel Sintir berada di lautan antara pulo Krakatau dan pulo Panjang
dalem pelajarannya menuju ka Sumatra, dengen dikejer oleh stoombarkasnya
politie yang dikepalain oleh Raden Moelia. Apa yang telah kajadian lebih jau,
telah dituturken di fatsal X dari ini cerita. Liwat satu jam komudian, tatkala
Noesa Brama kaluar dari dalem gowa dan pan j at satu batu aken liat apa yang
kajadian di selat Sunda, dengen terkejut ia saksiken bagimana dari lautan di
tepi pulo Krakatau telah kaluar asep item bergulung-gulung yang menandaken
itu gunung api telah bekerja kombali, dan di deket itu tempat perletusan ada
kaliatan tiang-tiang dari satu prau yang telah karem.
Sekarang ia mengarti, kainginannya aken binasaken itu prau Palembang sudah
terkabul, dan itu gunung api di pulo Krakatau telah mulai bekerja kombali,
brangkali bakal lebih heibat dari 45 taon yang lalu, hingga banyak manusia
aken binasa.
Iapunya istri dan Retna Sari bersama itu orang-orang Palembang ia anggep pasti
sudah binasa semua di dalem lautan. Dan ini kacilakaan ada dari iapunya
perbuatan, dilakuken oleh iapunya tangan sendiri.
Ini pikiran membikin ia jadi merasa takut dan ngeri. Ia mulai bersangsi apa
perbuatannya itu ada betul. Ia inget kombali pada tingka laku lemah lembut
dari istrinya yang tercinta, bersama siapa ia telah idup 45 taon lamanya, sadari
masih anak sampe sudah begitu tua, dengen tida kurang apa-apa. Ia terkenang
pada anak prampuannya yang begitu cantik, yang biasanya selalu berlaku
hormat dan denger kata, yang
96
sekarang telah binasa atas iapunya perbuatan. Ia sudah jatoken hukuman pada
itu dua orang yang paling tercinta dengen tida cari tau lebih jau atawa denger

www.rajaebookgratis.com

katerangannya. Apakah ini perbuatan ada betul? Apakah ia ada hak buat
menerbitken kabinasaan pada puluan, brangkali ratusan ribu manusia yang tida
berdosa?
Ini pikiran yang dateng dengen mendadak, membikin Noesa Brama menjadi
bingung. Kepalanya pusing dan kalut. Ia lalu masuk kombali ka dalem gowa
aken kumpulken ingetannya dan duduk terpakur di hadepan itu tahta di mana
pada satu jam yang lalu ada berdiri patungnya Betara Wishnu yang dengen
parasnya yang sabar dan kalem ada seperti membri nasehat pada manusia aken
pandang ringan segala kasusahan dunia.
Seconde = detik.
Prabu Wastu Kencana
Itu pertemuan yang tida disangka dengen iapunya sudara prampuan yang
sudah begitu lama terhilang, dan yang dikira telah binasa waktu meletusnya
Krakatau di taon 1883, membikin Raden Adipati Hasan di Ningrat ambil
putusan aken tunda segala niatannya, dan lalu menginep di rumah anaknya,
menunggu pada pandita Noesa Brama yang ia prentah satu opas aken ondang
dateng ka Sindanglaut buat bertemu pada anak istrinya dan sekalian hendak
dibri tau itu resia yang baru terpeca. Tatkala hari sudah jadi malem, itu opas
kombali dengen membawa kabar, pandita Noesa Brama tida ada dalem
pondoknya, dan menurut ceritanya Koesdi, orang tida bisa bertemu padanya
sablonnya besok pagi. Dari sebab begitu, itu Bupati ambil putusan aken
brangkat rame-rame pada besok pagi ka Gunung Ciwalirang, sekalian aken
saksiken bekerjanya Krakatau dari atas puncak dari itu gunung.
Antero malem itu Bupati dan istrinya ampir tiada tidur, kerna iaorang asik
pasang omong dengen Soeryati yang ceritaken penghidupannya waktu
dipunggut anak oleh pandita Asheka sampe ia menika dengen Noesa Brama.
Dari penuturannya itu istri pandita baru katauan bahua Noesa Brama punya
tempat kadiaman yang tetep ada di tenga-tenga pagunungan dari Bantam Kidul
yang jarang sekali dida-tengken orang, yaitu di dusun Citorek yang pernanya di
kaki Gunung Kendeng pada tepi sungai Cimadur. Di situ ia ada mempunyai
bebrapa bau sawah dengen kebon-kebon lebar yang penuh taneman klapa
dan buah-buahan,
hingga hatsil-nya ada cukup sekali aken dipake idup sacara pantes. Ini tempat
ada di tenga-tenga dari tempat kadiamannya kaum
Baduy yang tersiar di utan-utan yang lebat dari gunung-gunung Halimun,
Sanggabuana, Kendeng, Ciawitali, Bongkok, Nyungcung, Ciburalang,
Bentanggading, dan laen-laen lagi. Buat urus dan garap itu sawah dan kebon, ia
ada dapet bantuan dari banyak kepala-kepala orang Baduy yang satiap taon
bergiliran kirim bebrapa orangnya buat bekerja dengen dikasih makan dan
trima sabagian dari hatsil yang didapet.
Tapi pandita Noesa Brama tida tinggal tetep di itu dusun, maski juga ia bisa
idup dengen senang sekali. Pada saban taon, anem bulan lamanya ia gunaken
temponya aken bikin perjalanan kunjungin tempat-tempat yang suci dari kaum
Baduy, yang di mana letaknya cumah ia sendiri saja yang tau. Soeryati pun tida
tau sampe abis di mana adanya itu tempat-tempat semua. Ia cumah denger itu

www.rajaebookgratis.com

tempat-tempat suci yang suaminya biasa kunjungi bukan cumah di bilangan


Bantam saja, hanya juga sampe di Bogor, yaitu di Batutulis, di mana dulu ada
pernanya Kraton dari Pajajaran; di gunung Cibodas deket Campea, dan di area
Domas yang pernanya di Cikopo, juga dalem bilangan Bogor, pada lamping
sablah utara dari Gunung Gedeh. Di saputernya pagunungan Kendeng pun ada
bebrapa tempat yang dipandang suci, di mana masih kada-petan arca-arca dan
tempat pamujaan dari jeman dulu, waktu karajaan Pajajaran masih berdiri. Satu
tempat begitu, yang Soeryati perna kunjungi bersama suaminya, ada terletak di
deket Gunung Nyungcung, pada tepi sungei Cimadur. Di itu tempat, dalem satu
jurang, ada bebrapa area besar dari Brahma, Wishnu, Siwa, Genesha dan laenlaen dewa dari agama Hindu, yang semua terbikin dari batu karang, dan
macemnya begitu besar, ada juga yang saratus kalih lebih besar dari manusia,
tapi kabanyakan sudah rusak, tertutup oleh lumut, akar puhun dan oyot,
hingga kalu bukan orang yang sudah biasa kunjungin, kalu dateng di itu tempat
niscaya tiada dapet tau segala kaanehan yang ada di situ. Katanya orang Baduy
sengaja umpetken itu tempat-tempat pamujaan yang dibiarken menjadi rimba
supaya jangan dirusak oleh orang Islam yang dulu sanget musuin pada marika
punya agama, dan segala berhalanya saban dike-temuin lantes dibikin rusak.
Area yang masih utu cumah ada sedikit saja, dan kabanyakan tersembuni
dalem gowa-gowa yang orang tiada tau lantaran jalanan buat masuk selalu
diresiaken. Di deket gunung-gunung Kendeng, Endut dan Sanggabuana,
sedikitnya ada dua atawa tiga gowa suci yang berisi arca-arca dan jeman
Pajajaran. Di Gunung Ciwalirang pun ada kadapetan satu gowa suci yang
berisi area dari Betara Wishnu yang saban taon
98
97
pandita Noesa Brama biasa kunjungken kerna ada dipercaya kalu sampe itu
area jadi rusak. Bantam aken katerjang bincana heibat lantaran meletusnya
Krakatau dan turunan dari karajaan Pajajaran aken jadi musna.
"Tapi mengapakah itu pandita musti jalan sendiri?" tanya Moelia; "Apakah itu
pakerjaan tida bisa diwakilken pada laen orang?"
Atas ini pertanyaan, Soeryati membri katerangan, ada pantangan keras aken
kunjungin itu tempat-tempat suci sabagitu lama masih ada orang yang beratsal
turunan dari raja-raja Pajajaran di jeman dulu, yang ada memangku juga
pakerjaan Pandita atawa kepala agama. Iapunya suami ada kaum karajaan
Pajajaran punya turunan yang pengabisan. Ia tida mempunyai sanak atawa
familie, hingga tida ada yang boleh wakilken pakerjaannya. Kalu Noesa Brama
wafat, cumah Retna Sari saorang diri yang katinggalan dan mempunyai itu hak
aken jadi sabagi kepala dari sekalian orang Baduy. Tapi sebab ia ada satu anak
prampuan, ia tida boleh lakuken pakerjaan pandita, yang cumah boleh
dilanjutken kombali oleh iapunya anak lelaki kalu Retna sudah bersuami. Tapi
maski begitu, Retna tinggal tetep menjadi kepala dari kaum karajaan Pajajaran,
dan sebab ini taon ia sudah tutup usia 20 taon maka sudah sampe temponya
aken ia diper-makotaken, dan dikasih kenal segala resia-resia yang cumah
diketahui oleh ayahnya sendiri. Ia sudah dibawa dalem ini perjalanan yang jau

www.rajaebookgratis.com

ka gunung Ciwalirang aken dibri tau pintunya gowa dan dikasih kenal pada
patungnya Betara Wishnu, supaya kalu ayahnya sudah meninggal, ia bisa kasih
tau ini resia pada anak-anaknya. Komudian Retna aken diajak buat tengok juga
laen-laen tempat yang ayahnya biasa kunjungi, antara mana katanya ada satu
gowa yang jadi kamar harta dari segala barang pusaka dari karajaan Pajajaran
yang terdiri dari emas dan batu permata yang berharga mahal, yang sudah
disingkirken dan diumpatken waktu Kraton karajaan Pajajaran diserang oleh
tentaranya Sunan Gunung Jati dari Chirebon. Soeryati sendiri waktu masih anak
sudah perna dapet liat bebrapa keris dan tumbak pusaka yang terbikin dari
emas tertabur mirah dan jambrut, yang diambil dari dalem gowa oleh pandita
Asheka buat dibersihken dan dibetulin karusakannya. Ia masih inget itu ayah
angkat punya perkataan pada putra lelakinya: "Ini semua barang pusaka musti
disimpen dan dirawat baek-baek jangan sampe kurang apa-apa, kerna
temponya sudah semingkin deket aken di Jawa Kulon berdiri kombali satu
karajaan dari orang Sunda tulen yang memarentah dengen merdika, dan di
Bogor aken bertahta saorang kepala pa-merentah dari kita-orang punya
bangsa sendiri. Kapan sudah jadi begitu, ini
99
barang pusaka nanti dipake buat meriasken tahta karajaan, dengen dapet
kombali kadudukannya yang mulia, disujut, dihormat dan dikagumin orang
seperti dulu, tatkala karajaan Pajajaran masih kuat dan jaya."
"Tapi di manakah itu barang-barang berharga ada di-taro?" tanya Raden Adipati
Hasan di Ningrat.
"Itulah saya tida bisa bilang," saut Soeryati. "Ini barang-barang musti ada dalem
salah satu gowa di saputer pagunungan Kendeng. Itu tempat diresiaken keras
dan brangkali cumah ada dua tiga orang yang tau. Satiap taon suamiku pergi
jalan mengider ka itu tempat-tempat suci bukan saja buat membri hormat pada
dewa-dewa menurut kawajiban agama, tapi juga aken preksa itu barang-barang
yang disim-pen dalem tempat-tempat resia supaya tida ilang atawa rusak, kerna
suamiku tetep percaya, satu waktu itu pusaka dan upacara karajaan bakal
digunaken lagi. Dalem perjalanan ini kalih, suamiku ajak padaku dan Retna Sari
dengen maksud aken kasih kenal pada ini anak itu segala tempat-tempat resia,
supaya kalu ayahnya tida ada, ia bisa gunaken haknya sabagi Ratu, dengen
menjadi jurukunci dari segala tempat-tempat suci dan penjaga atawa pengurus
dari barang-barang pusaka karajaan Pajajaran, yaitu dua pakerjaan yang biasa
dilakuken oleh turunan raj a."
"Kapan begitu," kata itu Bupati, "kau punya suami bukan saja ada jadi pandita,
tapi juga ada jadi raja dari kaum Baduy, atawa lebih betul, dari sekalian
rahayatnya karajaan Pajajaran di tempo dulu."
"Betul sekali," saut Soeryati. "Sabagi Pandita ia terkenal dengen nama Noesa
Brama, tapi di pagunungan Kendeng, oleh kepala dari orang-orang Baduy ia
dipandang sabagi Sri Paduka Maharaja Prabu Wastu Kancana, turunan pengabisan dari Prabu Guru Dhewata Bhana, yang memarentah karajaan Pakuan Paj
aj aran."
"Kalu begitu Soeryati, kau ini sekarang ada jadi Permaisuri dari Raja Pajajaran?"

www.rajaebookgratis.com

"Betul," saut itu sudara prampuan dari Bupati sambil tertawa.


"Dan Retna Sari ada jadi Putri Makota?"
"Tiada salah. Kalu ayahnya sudah tida ada, ia aken dibri gelaran Sri Ratu Dewi
Retna Sari dari karajaan Pakuan Paj aj aran."
"Kalu begitu," kata Raden Moelia, "Panteslah Pandita bilang ia tida suka
nikahken anak prampuannya pada sein barang orang, hingga ia lebih suka
bunuh Retna Sari kalu ia brani cintaken satu lelaki yang berderajat rendah."
100
"Apakah itu anak blon perna ada yang lamar atawa bertemu pada satu lelaki
yang dirasa pantes buat jadi pa sangannya?" tanya Bupati.
"Tida," saut Soeryati. "Di kita punya desa tida ada sal u lelaki yang dianggep
sampe cakep buat jadi suaminya Sri Ratu dari karajaan Pajajaran. Itu orangorang Baduy di saputernya pagunungan Kendeng semua dari golongan ren dah
dan bodo, sedeng kita punya tempat tinggal di utan membikin Retna Sari tida
bisa bertemu pada lelaki dari laen golongan, kacuali orang-orang dusun yang
tida terplajar."
"Tapi kau punya suami, yang sring mengider di banyak tempat, niscaya bisa
cariken lelaki yang pantes aken jadi mantunya."
"Dalem hal ini suamiku tida suka berlaku gegabah Salaennya musti pilih yang
berderajat tinggi, ia mau uji dulu tabeat dan tingka lakunya itu lelaki, supaya
Retna Sari tida disia-sia satenga jalan."
"Apakah ia sudah perna sebut namanya satu lelaki yang dirasa pantes aken jadi
mantunya?"
"Baru bebrapa hari yang lalu ia ada sebut tentang sal u lelaki yang ia ia
penuju." "Siapa? Siapa?"
"Bukan laen dari kau punya anak sendiri, yang sudah bebrapa kalih dateng di
gunung dan tida mau pulang kalu blon bertemu pada Retna Sari."
"Betul, bibi," saut Raden Moelia sambil tertawa, "saya merasa aneh sekali, saya
punya hati begitu keras tertarik
"Itulah saya tida bisa bilang," saut Soeryati. "Ini barang-barang musti ada dalem
salah satu gowa di saputer pagunungan Kendeng. Itu tempat diresiaken keras
dan brang-kali cumah ada dua tiga orang yang tau. Satiap taon suamiku pergi
jalan mengider ka itu tempat-tempat suci bukan saja buat membri hormat pada
dewa-dewa menurut kawajiban agama, tapi juga aken preksa itu barang-barang
yang disim-pen dalem tempat-tempat resia supaya tida ilang atawa rusak, kerna
suamiku tetep percaya, satu waktu itu pusaka dan upacara karajaan bakal
digunaken lagi. Dalem perjalanan ini kalih, suamiku ajak padaku dan Retna Sari
dengen maksud aken kasih kenal pada ini anak itu segala tempat-tempat resia,
supaya kalu ayahnya tida ada, ia bisa gunaken haknya sabagi Ratu, dengen
menjadi jurukunci dari segala tempat-tempat suci dan penjaga atawa pengurus
dari barang-barang pusaka karajaan Pajajaran, yaitu dua pakerjaan yang biasa
dilakuken oleh turunan raj a."
"Kapan begitu," kata itu Bupati, "kau punya suami bukan saja ada jadi
pandita, tapi juga ada jadi raja dari kaum
101

www.rajaebookgratis.com

Baduy, atawa lebih betul, dari sekalian rahayatnya karajaan Pajajaran di tempo
dulu."
"Betul sekali," saut Soeryati. "Sabagi Pandita ia terkenal dengen nama Noesa
Brama, tapi di pagunungan Kendeng, oleh kepala dari orang-orang Baduy ia
dipandang sabagi Sri Paduka Maharaja Prabu Wastu Kancana, turunan
pengabisan dari Prabu Guru Dhewata Bhana, yang memarentah karajaan Pakuan
Paj aj aran."
"Kalu begitu Soeryati, kau ini sekarang ada jadi Permaisuri dari Raja Pajajaran?"
"Betul," saut itu sudara prampuan dari Bupati sambil tertawa.
"Dan Retna Sari ada jadi Putri Makota?"
"Tiada salah. Kalu ayahnya sudah tida ada, ia aken dibri gelaran Sri Ratu Dewi
Retna Sari dari karajaan Pakuan Paj aj aran."
"Kalu begitu," kata Raden Moelia, "Panteslah Pandita bilang ia tida suka
nikahken anak prampuannya pada sembarang orang, hingga ia lebih suka
bunuh Retna Sari kalu ia brani cintaken satu lelaki yang berderajat rendah."
"Apakah itu anak blon perna ada yang lamar atawa bertemu pada satu lelaki
yang dirasa pantes buat jadi pasangannya?" tanya Bupati.
"Tida," saut Soeryati. "Di kita punya desa tida ada satu lelaki yang dianggep
sampe cakep buat jadi suaminya Sri Ratu dari karajaan Pajajaran. Itu orangorang Baduy di saputernya pagunungan Kendeng semua dari golongan rendah
dan bodo, sedeng kita punya tempat tinggal di utan membikin Retna Sari tida
bisa bertemu pada lelaki dari laen golongan, kacuali orang-orang dusun yang
tida terplajar."
"Tapi kau punya suami, yang sring mengider di banyak tempat, niscaya bisa
cariken lelaki yang pantes aken jadi mantunya."
"Dalem hal ini suamiku tida suka berlaku gegabah. Salaennya musti pilih yang
berderajat tinggi, ia mau uji dulu tabeat dan tingka lakunya itu lelaki, supaya
Retna Sari tida disia-sia satenga jalan."
"Apakah ia sudah perna sebut namanya satu lelaki yang dirasa pantes aken jadi
mantunya?"
"Baru bebrapa hari yang lalu ia ada sebut tentang satu lelaki yang ia
ia penuju." "Siapa? Siapa?"
"Bukan laen dari kau punya anak sendiri, yang sudah bebrapa kalih dateng di
gunung dan tida mau pulang kalu blon bertemu pada Retna Sari."
102
"Betul, bibi," saut Raden Moelia sambil tertawa, "saya merasa aneh sekali, saya
punya hati begitu keras tertarikpada Retna, seperti oleh satu tenaga resia yang
tida kaliatan. Saya merasa musti ada perhubungan apa-apa antara saya dengen
bibi dan Retna Sari. Saya tida takut aken mengaku, yang memang saya taro
cinta padanya. Siapakah dalem dunia tida nanti tertarik oleh gadis yang begitu
manis? Apalagi kalu ia ada satu anak turunan bangsawan yang jadi misanannya
sendiri."
"Oh, inilah sebabnya maka bebrapa hari yang lalu kau tulis padaku aken jangan
dulu lamar putrinya Bupati Cianyar?" menanya ayahnya.

www.rajaebookgratis.com

"Tida salah, Rama," saut Moelia. "Saya tida bisa idup jikalu tida dengen Retna
Sari, biarpun ia ada satu anak prampuan dusun yang tida terplajar. Sekarang
kita sudah tau siapa ada ibu-bapanya, yang disatu fihak ada jadi kita punya
familie sendiri, di laen fihak ada turunan orang bangsawan kuno dan agung,
yang tida kalah derajatnya dengen Sunan Solo atawa Sultan Jokja. Tentang
plajarannya, saya rasa Roekmini bisa tulung pimpin supaya ia bisa membaca
dan menulis. Maka saya harep rama dan ibu tida bikin kabratan aken saya
menikah dengen ini misanan."
"Nanti dulu, jangan omong begitu gampang," saut Bupati Rangkas-gombong.
"kau musti tegesken lagi pada ayah dan ibunya Retna Sari, apa ia tida kabratan
mempunya mantu satu priyaie rendah, satu assistant wedana, sedeng anaknya
ada satu putri, satu Kroon Prinses25 dari Karajaan Pajajaran. Jangan gegabah
kau hendak melamar satu anak raja."
Semua yang denger ini omongan jadi tertawa. Akhirnya Soeryati berkata:
"Ini urusan baek dibicaraken saja pada suamiku. Aku sendiri tida kabratan apaapa."
Raden Moelia lalu sembah bibinya itu dengen rupa girang. Ia lalu pergi ka
kamar blakang di mana Roekmini dengen Retna Sari duduk berduaan. Ia
dapetken adenya lagi membaca satu buku Sunda, sedeng Retna Sari
mendengerin di sablahnya dengen sunggu hati.
"Roekmini," kata Raden Moelia, "kau musti ajar Retna membaca dan menulis,
sebab siapa tau, dengen kurnia Allah dikomudian hari ia aken jadi Raden Ayu
Bupati dari Rangkas-gombong . "
Sang ade mengarti kamana tujuannya itu omongan. Orang banyak sudah tau
yang Raden Moelia ada harepan besar aken bisa gantiken ayahnya menjadi
Bupati. Ia tersenyum dan menjawab: "Kalu begitu terpujilah itu Krakatau, yang
beserta ancemannya yang begitu heibat dan mena-kutken, sekarang telah
membuka jalan aken sudaraku dapet punyaken satu gadis yang begini eilok dan
cantik."
XVI
Pengorbanan dari Pandita Noesa Brama
Tatkala besok paginya Bupati Rangkas-gombong dengen istri, sudara dan anakanaknya dateng di atas bukit Ciwalirang, ia dapetken dalem pondok pandita
cumah ada Koesdi saorang diri, yang membri tau dari kemaren pagi Noesa
Brama ada di dalem gowa dengen tida mau ketemu orang, lantaran terlalu sakit
hati ditinggal pergi oleh anak istrinya, yang disangka sudah lari mengikut itu
orang-orang Palembang.
"Kalu begitu," kata Soeryati, "biarlah aku masuk ka dalem gowa aken kasih
terang duduknya hal kerna kaliatannya suamiku sudah salah mengarti".
Begitulah itu istri pandita bersama Koesdi sudah masuk ka dalem gowa, dan
tida lama iaorang kaluar kombali bersama Noesa Brama yang rupanya amat
lelah dan lesu, lalu dikasih ajar kenal pada Bupati dengen Raden Ayunya dan
anak prampuannya.
Sasudahnya marika masing-masing mengambil tempat duduk di bale-bale,
Soeryati lalu tuturken pada suaminya apa yang ia telah alamken sadari Noesa

www.rajaebookgratis.com

Brama dibawa oleh orang-orang dari veldpolitie, sampe waktu iaorang ditulung
di sampingnya pulo Krakatau oleh Raden Moelia. Kemudian ini assistent
wedana lanjutken itu cerita dengen tuturken cara bagimana ia sudah ambil
tindakan aken tulungin istri dan anak pandita yang dibawa lari. Lebih jau ia bri
tau juga bagimana bebrapa hari di muka ia sudah pergokin waktu Abdoel Sintir
bicaraken iapunya maksud jahat, dan tentang sikepnya Retna Sari yang blon
perna bikin perhubungan apa-apa dengen itu lelaki durhaka, yang pembriannya
ia kepaksa trima lantaran dari kabodoannya.
Sasudahnya mendenger ini cerita, Noesa Brama tarik napas panjang sedeng aer
mukanya menunjukken tegas iapunya rasa menyesel. Dengen kepala tertunduk
ia berkata:
"Kalu begitu, aku sudah berbuat kakliruan besar lantaran terlalu terburu nafsu,
hingga menyilakan pada banyak orang."
"Tida," saut Raden Moelia, "tida satu orang yang dapet cilaka lantaran itu
kakliruan, salaennya dari si Abdoel Sintir dan kawan-kawannya."
104
103
"Memang betul sekarang blon ada kacilakaan apa-apa," saut pandita; "tapi siapa
bisa pastiken apa yang aken jadi di komudian hari lantaran meletusnya
Krakatau."
"Kalu betul meletusnya itu gunung api ada dari kau punya perbuatan, tuan
pandita, tentulah kau bisa juga berdaya aken bikin ia jadi sirep kombali," kata
Bupati 1 [asan
"Kalu saya bisa berbuat begitu tentu saya tida usah must 1 menyesel," saut
Noesa Brama. "Sasudahnya itu area yang suci dari Betara Wishnu saya bikin
rusak, tida ada satu apa yang bisa mencegah meletusnya itu gunung api dan
musnanya turunan dari kaum karajaan Pajajaran."
"Apakah boleh jadi itu area ada begitu manjur?"
"Ini saya tida bisa bilang, tapi diliat dari apa yang lelah kajadian, ternyata ada
betul apa yang orang tuaku bilang, bahua itu area yang suci dari Betara Wishnu,
yang ada dalem gowa dari ini gunung, mempunyai pengaruh besar bagi
keslametannya ini negri."
Pandita Noesa Brama lalu tuturken bunyinya tulisan yang ada di blakang itu
area, dan apa yang ia telah saksiken kutika terjadi perletusan pada 45 taon
yang lalu.
"Kalu kau tau itu area ada begitu manjur dan mempunyai pengaruh besar bagi
keslametan ini negri, mengapakah kau begitu gegabah aken rusakken?"
"Dari sebab saya percaya yang saya punya istri dan anak telah minggat dengen
itu orang-orang jahat dari Palembang, hingga saya jadi nekat dan putus
harepan, dan lalu ambil pembalesan dengen rusakken itu area supaya Krakatau
bekerja kombali aken bikin ancur ini negri dan tenggelemken itu prau dengen
apa iaorang melariken diri. Lantaran perbuatan anak dan istriku itu, saya
anggep dunia sudah jadi terlalu kotor, hingga musti disapu dan dibikin bersih
kombali. Kau brangkali tida tau. Kanjeng Bupati bagaimana kalakuannya Retna
Sari, kalu betul ia melariken diri, ada sanget menyakitken hatiku, kerna ia

www.rajaebookgratis.com

bukan saja menghina dan melanggar prentah dari satu ayah, tapi juga ia
rusakken derajat dirinya sendiri dan kita punya turunan."
"Itu hal saya sudah tau, kerna saya punya sudara, kau punya istri, semalem
sudah tuturken semua dari kau punya pangkat dan kadudukan. Saya merasa
girang sudaraku sudah bersuami pada turunan pengabisan dari kaum karajaan
Pajajaran yang maha agung, dan saya tau juga anakmu Retna Sari ada jadi
ahliwaris dari Putri Makota dari itu warisan besar."
"Apakah istriku ada kau punya sudara?" menanya Noesa Brama dengen kaget.
105
"Betul," saut Bupati, yang lalu tuturken bagaimana itu pertandaan gelang dan
rante sudah membuka jalan hingga ia bisa kenalin pada Soeryati.
Noesa Brama dengerken ceritanya Bupari Rangkas-gombong dengen terliti,
komudian ia lalu berkata:
"Saya merasa girang yang istriku sudah bisa bertemu kombali pada iapunya
sudara, satu priyaie berderajat tinggi, hingga ia dan Retna Sari punya nasib buat
hari ka depan bakal ada yang urus dan perhatiken."
"Oh, itu sudah tentu, tuan pandita jangan kuatir," saut Bupati; "Saya nanti jaga
dan lindungken iaorang semua supaya tida ada lagi orang jahat yang brani
mengganggu dan bikin tercemar iaorang punya derajat. Laen dari itu, saya dan
istriku telah dapet pikiran tetep akan lamar Retna Sari buat jadi istrinya Moelia
yang ada taro cinta keras padanya sadari pertama kalih ia bertemu di ini
gunung. Saya harep kau tida tampik ini lamaran, yang saya rasa tida terlalu
merendahken pada kau punya derajat dan turunan, kerna saya punya putra di
komudian hari ada banyak harepan aken jadi Bupati dari Rangkas-gombong."
Noesa Brama tunduk berpikir. Bebrapa minuut komudian ia angkat kepalanya
dan menyaut: "Baeklah saya trima kau punya lamaran. Raden Adipati, kerna ini
ada jalan yang paling baek buat lindungken anak istriku kalu saya sudah tida
ada lagi di dunia. Kalu nanti kau kombali ka Rangkas-gombong, bawalah Retna
Sari dan istriku bersama-sama, aken diajar supaya ia mengenal apa yang perlu
diketahui oleh istri dari satu priyaie berderajat tinggi." "Saya harep kau pun
turut sama-sama."
"Tida bisa. Raden Adipati, dari sebab saya ada punya laen kawajiban, yaitu saya
musti coba sabrapa bisa aken betulken kombali saya punya kesalahan dan
menyega terjadinya itu bincana heibat yang timbul dari Krakatau."
"Kalu begitu toh masih ada jalan aken mencegah itu bahaya?"
"Cumah ada satu jalan saja, dan ini jalan ada yang paling suker dan berat."
"Cara bagaimanakah itu?"
"Sekarang saya blon bisa terangken, cumah saya minta Raden Adipati dengen
Raden Ayu dan anak-anak semua turut masuk ka dalem gowa aken jalanken
satu upacara yang penting."
Sasudahnya disediaken bebrapa lilin dan obor, itu sekalian tetamu bersama
anak dan istri pandita lalu mengikuti Noesa Brama masuk di itu gowa dari
gunung Ciwalirang dan duduk berkumpul di itu kamar di depan bekas tahta
dari Betara Wishnu.
106

www.rajaebookgratis.com

Itu pandita lalu tuntun anak prampuannya aken naek di itu tahta yang sudah
kosong, disuru duduk bersila disitu, sedeng ia sendiri berdiri di sampingnya
lalu berkata pada sekalian orang yang hadir:
"Sanak sudara sekalian! Di ini hari Retna Sari, saya punya anak yang satusatunya, saya tetepken aken jadi saya punya penganti sabagi kapala dari kaum
karajaan Pajajaran dengen gelaran Sri Ratu Dewi Retna Sari. Tapi lantaran
sabentar ia aken menikah dengen Raden Moelia, putranya Raden Adipati Hasan
di Ningrat, Bupati dari Rangkasgombong, maka ia tida bisa lanjutken pegang ini
pangkat dan gelaran, hingga dengen begitu, dynastie Pakuan Pajajaran yang
sudah berjalan turun temurun lebih dari limaratus taon lamanya aken sampe di
akhirnya, kacuali kalu Retna bisa melahirken putra lelaki, yang komodian boleh
sambungken pangkat dari ibunya, dan pangku juga itu jabatan pandita
sabagimana saya biasa berbuat, yaitu memelok agama jeman dulu dan
kunjungin segala tempat-tempat suci serta menjaga barang pusaka karajaan.
Tapi pada sablonnya pernikahannya Retna Sari dan Raden Moelia disahken,
saya ingin dapet kepastian lebih dulu dari saya punya bakal mantu dan bakal
besan dua-dua: apakah ada kabratan atawa tida kalu anak lelaki pertama yang
dilahirken oleh Retna Sari, dititahken memelok agama Hindu dan dijadiken
pandita dari orang Baduy?"
"Aken hal itu," jawab Bupati Rangkas-gombong, "saya tida ada kabratan. Cumah
saya ingin tau, apakah ada begitu perlu buat di jeman sekarang diadaken itu
pandita yang musti gunaken sabagian besar dari penghidupannya aken tinggal
di dalem utan dan sembahyang dalem gowa-gowa dan tempat sunyi di
pagunungan yang ampir tida bisa didatengin orang?"
"Itu ada perlu sekali!" saut Noesa Brama dengen suara tetep.
"Apakah tuan pandita bisa unjuk bukti-bukti dari itu kaperluan?"
"Bukti? Liatlah saja apa yang terjadi dengen itu Krakatau! Dan salaennya dari
itu, ada pula satu suai laen yang lebih penting yang sekarang saya mau
terangken, tapi saya minta dipegang resia."
"Menurut pesanan dari saya punya ayah, yang dapet pesenan lagi dari kake
moyangnya, itu tempat-tempat suci perlu sekali dirawat dan dihormat terus
satiap taon, sebab begitu lekas ini pulo Jawa terlilit oleh besi, rumah-rumah
bisa pindah sendiri dari satu ka laen tempat, dan kuda sambrani bisa disewa
oleh orang banyak aken plesiran di udara, niscaya sudah dateng temponya aken
Bumiputera memegang kwasa kombali di ini pulo dan pengaruhnya
sekalian bangsa asing aken jadi
musna. Di itu kutika nanti muncul di Jawa Kulon satu karajaan besar dan tegu
di mana orang Sunda aken pegang prentah dan turunan dari karajaan Pajajaran
bakal berkwasa dan jadi jaya kombali seperti dulu. Kapan sudah jadi begitu, itu
pusaka karajaan dan tempat-tempat suci yang sekarang tida diperduliken lagi,
nanti dirawat dan dimulyaken sabagimana mustinya: maka itu kita-orang, yang
jadi turunan dari raja-raja dulu, harus berdaya supaya segala peringetan dari
tempo yang lalu tida menjadi linyap, sablonnya ramalan di atas jadi berbukti
nyata.

www.rajaebookgratis.com

"Kau saksiken sekarang, Raden Adipati, itu tanda-tanda yang diramalken oleh
orang dulu, sudah mulai kaliatan. Antero pulo Jawa sudah dililit oleh besi rail
dari kreta api: itu autobus,26 vrachtauto27 dan automobiel28 yang macemnya
sabagi rumah, satiap hari muncang mancing29 dari satu ka laen tempat. Masinmasin terbang bukan saja bisa diliat, tapi juga bisa disewa dan dinaekin oleh
penduduk yang brani membayar. Kalu ini semua ditambah lagi dengen
pergolakan antara rahayat yang mengandung angen-angen ingin mer-dika,
maka saya percaya dalem bebrapa pulu taon lagi ini pulo Jawa aken menampak
perobahan yang sanget penting, hingga itu ramalan aken berbukti."
Bupati Rangkas-gombong bengong berpikir, kerna hatinya sanget tertarik
dengen itu omongan. Komudian ia berkata:
"Apa yang kau bilang tadi, tuan pandita, boleh jadi ada bener, boleh jadi juga
ada kliru. Tapi saya sendiri rasa, memang pantes diadaken orang yang jujur
dan boleh dipercaya aken tilik itu tempat-tempat suci dan menjaga pusaka
karajaan dari jeman Pajajaran, yang kabarnya terdiri dari barang-barang yang
mahal dan serba indah, yang sudah tentu ada sanget besar harganya, hingga
tida boleh disrahken pada sembarang orang. Tapi di manakah itu barangbarang ada disimpen? Siapakah yang kenal itu tempat kalu kau sudah tida
ada?"
"Itu tempat saya tida boleh unjuk pada siapa juga, kacuali kalu itu orang sudah
bilang pulu taon ada jadi kita punya kaum dan memuja pada kita punya agama.
Sekalipun saya punya istri sendiri tida boleh dikasih tau. Kalu sudah sampe
temponya, aken disrahken pada kepala dari itu karajaan Sunda yang bakal
diberdiriken kombali di Jawa Kulon, tentu nanti dateng orang-orang dari
pagunungan yang aken unjuk itu tempat, maskipun saya sendiri sudah lama
meninggal, kerna bukan cumah saya saja yang tau di mana itu pusaka ada
disimpen."
108
107
"Apakah Retna Sari, yang sekarang jadi ahliwaris dari karajaan Pajajaran, juga
tida boleh dikasih tau?" menanya Raden Moelia.
"Tida berguna, sebab satu anak prampuan muda seperti ia, blon tentu bisa
jalanken itu kawajiban. Tadinya saya pikir hendak ajak ia liat itu tempat-tempat
tapi sekarang saya rasa lebih baek menunggu sampe ia sudah berputra."
"Tapi kalu ibu dan ayahnya sendiri tida tau, siapakah di komudian hari yang
aken ajar dan unjuk jalan pada itu anak?"
"Jangan kuatir, kerna ada bebrapa kepala dari orang Baduy yang nanti
terangken itu semua. Kapan itu anak sudali berusia limablas taon, bawalah dan
suru ia tinggal di kita punya tempat di deket desa Citorek di kaki pegunungan
Kendeng. Ia nanti diperlakuken dengen hormat dan diajar apa yang ia musti tau
oleh kepala-kepala dari orang Baduy yang jadi kita punya mantri-mantri dan
pemimpin adat."
"Tapi bagaimanakah itu orang-orang bisa tau yang itu anak ada turunan dari
marika punya junjungan?"

www.rajaebookgratis.com

Pandita Noesa Brama tersenyum dan berkata: "Satu dari itu barang-barang
pusaka yang paling berharga, ada disimpen dalam ini gowa. Siapa yang pegang
itu, ia dipandang sabagi kepala, maski juga buat diakui sabagi raja, musti ada
punya lagi laen-laen pusaka."
Abis bilang begitu itu pandita lalu berjalan ka satu pojokan dari itu kamar, dan
dengen dibantu oleh Koesdi ia lalu kiserken satu batu yang macemnya pesegi
ampat, yang ada di samping tembok karang. Sasudahnya itu batu dising-kirken,
kaliatan satu lobang besarnya satenga meter pesegi, di mana dari terangnya
obor, ada mencorong sarupa barang yang terbikin dari emas. Dengen hati-hati
pandita angkat kaluar itu barang yang ternyata ada semacem tutupan kepala
seperti biasa dipake oleh wayang wong, cumah perhiasannya ada lebih indah
dan ditabur oleh mirah dan jambrut.
"Inilah ada makota dari karajaan Pakuan Pajajaran. Ini Makota sudah perna
dipake di kepalanya Prabu Siliwangi, Prabu Guru Dewata Bhana, Sang Ratu
Dewata, Rahiyang Dewa Niskala dan laen-laen raja besar. Banyak darah telah
ditumpahken waktu raja Poernawarman, yang bertahta di Taruma Negara,
memalumken peperangan dengen Pakuan aken merebut ini makota. Sekarang
biarlah ia riasken kepalanya Sri Ratu Dewi Retna Sari!"
Abis bilang begitu, Noesa Brama menghamperi anak prampuannya yang masih
duduk bersila di atas itu tahta dari Betara Wishnu, lalu taro itu makota di
kepalanya, sementara sang ayah ucapken satu dua nyanyian dalem bahasa
Sunda kuno bercampur bahasa Sangkrit.
109
Setelah abis berdowa, itu makota lalu diangkat, dibung-kus oleh sapotong kaen
puti, dan oleh pandita disrahken pada Raden Moelia sambil berkata:
"Jagalah ini barang yang aken membikin kau punya anak lelaki menjadi yang
dipertuan dari sekalian orang Baduy di antero Bantam. Tapi ingetlah, jangan
kau ceritaken pada sembarang orang apa yang kau liat dan saksiken disini;
jangan kasih liat atawa ceritaken pada siapa juga tentang ini makota, dan
jangan kau kasih pake pada orang yang tida berhak, kerna terkutuklah segala
orang yang brani pake ini makota kalu ia bukan turunan yang sah dari karajaan
Paj aj aran."
Sasudahnya Moelia berjanji aken perhatiken itu pesenan, Noesa Brama berkata
kombali:
"Marilah anakku Moelia, berduduk di sablahnya kau punya tundangan,30 kerna
aku ingin sahken kau punya pernikahan di ini tempat dan sekarang juga."
Moelia turut apa yang diprentah, lalu naek di atas itu batu tahtanya Betara
Wisnu dan duduk bersila di sablahnya Retna Sari.
Itu pandita lalu prentah Koesdi nyalahken itu pendu-paan, komudian ia lalu
berdowa sambil menyanyi aken minta berkahnya dewa-dewa dan kake
moyangnya. Komudian pandita minta iapunya besan lelaki pegang tangan
kanannya Moelia, sedeng ia sendiri pegang tangannya Retna Sari, dan itu dua
tangan dikasih berjabat satu pada laen. Dengen ini upacara saderhana
pernikahannya itu Putra Bupati dengen Sri Ratu yang pengabisan dari karajaan
Pajajaran, telah dianggep sah oleh itu pandita, dan itu kadua penganten lalu

www.rajaebookgratis.com

turun dari itu singasana aken bersujut dan cium kaki orang tuanya masingmasing .
Noesa Brama lalu minta Moelia dan semua orang-orang prampuan kaluar dari
itu gowa, cumah Bupati Hasan dan Koesdi yang masih tinggal di dalem.
"Sekarang", kata itu pandita, "saya sudah brenti jadi Raja dari Pajajaran dan
kepala dari kaum Baduy, sebab itu kakwasaan saya sudah srahken pada Retna
Sari dengen kasih padanya buat pake dan simpen itu makota. Saya punya
kawajiban di ini waktu ada buat bikin betul kombali saya punya kakliruan
lantaran terlalu turutin hawa nafsu amarah hingga banyak jiwa manusia bakal
terancem oleh meletusnya itu Krakatau. Buat mencegah itu bahaya, tida ada
laen jalan cumah saya musti pergi ka Sorgaloka atawa Dewachan, tempat
kadiaman dari saya punya kake moyang dan sekalian dewa-dewa, aken minta
pertulungannya supaya itu bincana bisa dicega. Jadi tegasnya, saya musti
singkirken diri dari ini dunia lantaran
110
sudah menanggung dosa dengen berbuat itu kakliruan besar, dan sabagi orang
alus brangkali saya lebih bisa mencegah terjadinya itu bahaya dari pada tinggal
dalem dunia dengen pake badan yang kasar, hingga saya punya gerakan sanget
diwatesken."
Bupati Hasan membujuk dan hiburken pada Noesa Brama supaya batalken
niatnya itu, dengen kasih alesan, blon tentu Krakatau nanti timbulken bincana
besar, apalagi sekarang segala persediaan lagi diatur, hingga kalu terjadi
perletusan rahayat semua aken keburu menyingkirken diri.
Tapi maski dibujuk bagimana juga, itu pandita tida ladenin, dan mulai
tinggalken banyak pesenan pada Koesdi yang sabagian diucapken dengen
berbisik hingga tida katauan apa yang diomongken. Yang kadengeran cumah ia
bri prentah aken Koesdi balik ka kampungnya di kaki gunung Kendeng buat
usahaken sawah-sawah dan kebon dan saban taon sedikitnya satu kalih musti
dateng tengok pada Retna Sari, yang bersama ibunya, bakal berdiam di
kabupaten Rangkas-gombong sampe pernikahannya Raden Moelia dan Retna
Sari sudah dirayaken dengen officieel.
Sasudahnya slese tinggalken itu pesenan, Noesa Brama silahken iapunya besan
pergi kaluar dari gowa aken dahar, kerna itu waktu sudah tengahari. Dari
Sindanglaut itu Bupati memang ada bawa banyak barang makanan, hingga
maski dalem itu pondok ada banyak orang, semua bisa dahar sampe puas. Itu
angin gunung yang adem, dengen sejuk dan sunyinya itu tempat, ditambah
pula oleh rasa bruntung dari itu pertemuan dan pernikahan yang menarik hati,
membikin iaorang semua dapet nafsu makan yang lebih dari biasa, dan
sasudahnya dahar marika jalan-jalan di pelataran aken memandang ka selat
Sunda di mana bekerjanya Krakatau kaliatan dengen tegas sekali, apalagi sebab
marika ada bawa tropong.
"Liatlah," kata Bupati pada istrinya: "Bagimana heibat bekerjanya itu kawah di
bawah laut yang satiap minuut mengeluarkan asep item dan muntahken api
dan lumpur. Tapi ini semua tida berarti kalu dibandingken dengen apa yang
kajadian pada tempo dulu."

www.rajaebookgratis.com

"Saya harep saja hal ngeri itu tida tertampak lagi," saut Raden Ayu.
"Saya nanti coba berdaya aken bikin pengharepannya Raden Ayu lekas
terkabul," berkata Noesa Brama yang berdiri di sablahnya. "Kalu saya punya
percobaan berhasil, niscaya dalem satu minggu bekerjanya itu gunung api jadi
kurangan, kalu bukan brenti sama sekali."
Sigrah juga hari sudah jadi lohor dan matahari mulai doyong ka Kulon.
Awan item yang melayang-layang di udara
menunjukken tida antara lama pula bakal turun ujan. Bupati Hasan ambil
putusan aken lekas turun dari itu gunung dan brangkat pulang, dengen bawa
sudara dan mantunya, sedeng pandita Noesa Brama lebih suka tinggal di itu
pondok bersama Koesdi.
Tatkala itu Bupati ampir brangkat, pandita bisikan di kupingnya ini perkataan:
"Ingetlah, Raden Adipati, jangan kau ceritaken pada istriku atawa Retna Sari
atawa pun pada Moelia, tentang aku niatan. Jiwaku ini ada terlalu murah kalu
dibandingken dengen kaslametannya bilang pulu ribu manusia yang harus
dilindungken. Kau bilang pembesar-pembesar telah ambil aturan aken lepasken
rahayat dari itu bincana, tapi saya rasa kalu bahaya alam sudah dateng
menyerang, tida ada kepan-dean dari manusia yang sanggup menangkis. Maka
itu saya berniat tetep aken tinggalken ini badan yang kasar, begitu lekas kauorang semua sudah berlalu dari sini. Tapi buat kasenang annya kita punya
anak, mantu dan istri sendiri, yang sedeng berada dalem kabruntungan besar,
kau musti pegang resia atas apa yang aken terj adi."
"Memang boleh saya pegang resia," saut Bupati, "tapi apakah anak istrimu bisa
merasa puas kalu iaorang tida bertemu lagi padamu?"
"Sudah berpuluan kalih saya tinggalken iaorang dengen mendadak hingga
berbulan-bulan, maka iaorang tida nanti berkuatir kalu saya sekarang linyap,
apalagi pada istriku saya sudah kasih tau, saya mau lekas brangkat. Bikinlah
supaya Retna Sari dan kau punya sudara Soeryati bisa idup bruntung. Iaorang
punya nasib aku srahken dalem tanganmu!"
Abis bilang begitu, Noesa Brama lalu angsurken tangannya aken kasih salam
yang pengabisan, lalu ia berjalan dengen lekas aken masuk dalem pondoknya.
Bupati Hasan, yang sabrapa boleh hendak cega iapunya niatan itu, lalu
mengikuti dari blakang. Ia dapetken itu pandita sudah masuk ka dalem gowa.
Lantaran badannya itu bupati ada gemuk, maka ia cumah bisa merangkang
dengen perlahan di itu mulut gowa yang amat sempit. Tatkala ia sudah ada di
dalem dan jalan menuju ka itu kamar sembahyang, ia cumah dapetken Koesdi
lagi duduk bersila sambil berdowa di pinggir sumur." "Mana tuan pandita ?"
tanya itu Bupati.
Koesdi tida menyaut. Dengen rupa sedih ia cumah angkat tangannya dan
menunjuk ka itu sumur, dari mana
Bupati Hasan lalu berlutut mengadepi itu sumur dan membaca dowa sacara
orang Islam aken minta kaslametan bagi rohnya Noesa Brama. Komudian ia
bersama Koesdi lalu kaluar dari itu gowa yang mulutnya lantes ditutup
kombali oleh itu
112

www.rajaebookgratis.com

111
batu ceper dan diuruk dengen tanah dan pepuhunan idup hingga tida bisa
kaliatan, kalu bukan oleh orang yang sudah tau itu resia. Dengen pengrasaan
sedih itu Bupati lalu turun dari atas gunung menyusul kawan-kawannya. Ia
dapetken Moelia sedeng bergandengan tangan bersama Retna Sari, beromongomong sambil tertawa. Oh, kalu iaorang tau apa yang baru terjadi di dalem
gowa, itu sinar matahari kagirangan tentulah aken berobah menjadi ujan aer
mata!
Pada hari esoknya, Koesdi sudah rombak itu pondok di puncak gunung
Ciwalirang dan angkut itu sedikit barang-barang yang katinggalan, aken balik
ka tempat tinggalnya pandita di pagunungan Kendeng, dalem utan yang lebet di
antara kaum Baduy. Begitulah itu puncak dari gunung Ciwalirang, yang dalem
hal ini bebrapa minggu telah saksi-ken berbagi-bagi macem drama dari
penghidupan manusia, telah menjadi sunyi kombali, dan tida antara lama itu
tempat di mana ada terletak pondok pandita, dengen pelatarannya yang begitu
menarik hati, sudah tertutup oleh alang-alang dan pepuhunan utan yang lebat,
di mana senggarangan31 dan kucing utan biasa berglandangan.
Bebrapa minggu komudian dengen hati lega penduduk di Jawa Kulon dapet
baca di surat-surat kabar rapportnya Dr. Stehn bahua bekerjanya Krakatau
sudah banyak kurangan, hingga penduduk di pasisir, yang sudah melariken diri
dan angket barang-barangnya, telah balik kombali dan urus pakerjaannya
seperti biasa. Apa memang maunya natuur itu perletusan menjadi urung, atawa
rohnya pandita Noesa Brama sudah bisa cega itu bincana heibat, itulah tida bisa
dibilang. Itu patung yang sudah ancur dari Betara Wishnu, yang terpendem
dalem sumur dari gowa gunung Ciwalirang, kaliatan sampe sekarang masih
merasa penasaran dan hendak lanjutken ancemannya aken terbitken
kabinasaan pada penduduk Bantam dengen gunaken perantaraannya Krakatau;
tapi rupanya di laen fihak ada satu kakwasaan yang mencega, hingga
bekerjanya Krakatau sabentar heibat, sabentar sirep kombali. Nyata sekali di
saputernya Krakatau ada terjadi satu perguletan, antara Karusakan dan
Kaslametan. Fihak manakah yang akhirnya menang?
TAMAT Cicurug, 28 Mei 1928
Cheribon = Cirebon. Sembu.nl = sembunyl.
113
Ierland = Irla.nd.ia.
Asia. Selatan Timur = Asia Tenggara.
Pepreksaan dengen terliti = pemeriksaan dengan teliti. Rangkasgombong =
sekarang Rangkasbitung. Semprong = cerobong. Gapein = menggapai. Bestuur =
pemerintah.
Straat = jalanan. "Massigit = masjid. Rekest = petisi. Veriof = cufci kerja.
Mantri irrigatie = mantri pengairan.
Kasep = terlambat.
Dienst = dinas.
Potlood = pensil.

www.rajaebookgratis.com

Typ = mengetik.
Bade = menerka.
Dikemuken = dikumur.
Jampeken = mantrai.
Spion = mata-mata.
Serepin = selidiki.
Merandek = berhenti sejenak.
Mengkirik = takut, ngeri.
Somplak = hancur.
Prinsenstraat = Selat Pangeran.
Behhouden-passage = Jalur Pert.ah.anan.
Peper-Baai = Teluk Lada.
Java's Derde Punt = Ujung Ketiga Jawa.
Merangkang = merangkak.
Tunit saya punya pengliatan = Hemat/sepengetahuan saya. Bestuurschool =
sekolah untuk pejabat pemerintah. Kulawarga = keluarga. Tercenggang =
tercengang, kaget.
Vrij = istirahat, libur.
Motorfiets = sepeda motor.
Mengiser = bergeser.
Erct = porot.
Lodong = bambu besar.
Melinyasin = menghilangkan.
Petaken = menduga, menempatkan.
Guden avond meneer = selamat malam Tuan.
Trommol = kotak, kopor. " Stoombarkas = kapal uap.
Tersedar = tersadar.
114
Pengrasaan = perasaan.
Pengunjukan = petunjuk, pemberitahuan.
oorzitter Landraad = Ketua Pengadilan. "'"Kapan = bukankah.
Penyomel = pengomel, pengadu.
Berklerep = berkilat.
Cagak = cabang.
Tersumpet = terjerumus.
los Merandek = berhenti sejenak.
Limpas = luber.
Lamping = lereng.
Karuhun-karuhun = nenek moyang.
Kroon Prinses = Putri Raja.
Autobus = bus.
Vrachtauto = truk.
Automobiel = mobil.
Muncang-mancing = rungsing.
Tundangan = tunangan.

www.rajaebookgratis.com

Senggarangan = musang.

Anda mungkin juga menyukai