mengenali parasit tersebut sebagai antigen. Sedangakan, bagi seseorang yang pernah terinfestasi
sebelumnya, gejala akan muncul lebih cepat, yaitu sekitar 1-4 hari setelah terpajan parasit
tersebut.
Sistem imun dapat bekerja mengenali antigen pada kulit, akibat terdapatnya SALT (Skin
Associated Lymphoid Tissue) yang terdiri dari sel langerhans pada stratum spinosum dari
epidermis, keratinosit pada epidermis, saluran limfatik khusus yang terdapat diantara ruang
interseluler epidermis dan pada lapisan dermis, serta adanya sel endotel kapiler khusus yang
memiliki reseptor khusus untuk menarik limfosit T. Berdasarkan fungsinya dalam imunologis,
keratinosit yang merupakan sel epidermis terbanyak akan berperan dalam mengeluarkan sitokin
IL-1, yang akan mempengaruhi pematangan sel T yang cenderung terlokalisasi pada kulit. Selain
itu, keratinosit juga akan bekerja memproduksi cairan yang mengandung protein yang akan
berikatan dengan antigen yang masuk ke dalam epidermis untuk membentuk kompleks antigen.
Sel langerhans akan berfungsi sebagai antigen presenting cell (APC) yang akan membawa
antigen kepada sel limfatik dalam reaksi alergi kontak.
Alergi merupakan respon imun humoral yang bekerja tidak sesuai, sehingga disebut
sebagai proses hipersensitivitas, dengan bahan penyebab yang disebut alergen. Pada infestasi
tungau, diperkirakan bahwa tungau bukan merupakan alergen dari proses alergi yang terjadi,
tetapi substansi-substansi lain yang dihasilkan oleh tungau, dapat diperkirakan menjadi penyebab
dari tercetusnya reaksi alergi yang menyebabkan gatal. Hal ini didasarkan oleh adanya
pernyataan bahwa parasit akan mengubah kode genetiknya, sehingga antibodi dari tubuh host
tidak akan mengenali parasit tersebut sebagai antigen Pada proses alergi pada skabies, alergi
yang terjadi adalah akibat dari infestasi substansi dari tungau penyebab skabies, tergolong dalam
hipersensitivitas tipe cepat. Pada hipersensitivitas tipe cepat, substansi dari parasit sebagai
alergen, tanpa alasan yang diketahui akan berikatan dengan Naive B Cell sehingga terjadi proses
aktivasi B cell dan terbentuklah IgE melalui proses CLONAL EXPANSION. Setelah IgE
terbentuk, IgE tidak akan beredar bebas, dan peningkatan alergen yang terikat oleh IgE akan
mencetuskan pengeluaran beberapa zat perantara kimiawi dari sel mast dan basofil yang melekat
pada IgE. Salah satu zat kimia yang disintesis oleh sel mast akibat mekanisme tersebut adalah
histamin yang menyebabkan rasa gatal.Hipersensitivitas tersebut termasuk dalam
hipersensitivitas type 1 atau immediate type dengan mediator IgE.
Gatal dalam suatu rangsang saraf termasuk dalam suatu rangsangan nyeri yang bersifat
paling ringan. Sensasi gatal yang ditransmisikan oleh serat C menuju medullsa Spinalis dan otak,
akan menghasilkan respon refleks spinal dalam bentuk menggaruk. Refleks menggaruk dapat
menutupi rasa gatal yang terjadi, karena berdasarkan tingkatan rangsang saraf, garuka memiliki
ambang nyeri lebih berat jika dibandingkan dengan gatal, sehingga rasa gatal dapat teratasi
dengan menggaruk.
Referensi :
Hayes, Peter C. dan Thomas W. Mackay. 1997. Diagnosis dan Terapi. Jakarta: Buku Kedokteran
EGC.
Burns, Tony dan Robin Graham-Brown. 2005. Dermatologi. Jakarta: Erlangga.
http://id.scribd.com/doc/149703199/Sk-Abies