Anda di halaman 1dari 5

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Imunisasi merupakan upaya pencegahan yang terbukti sangat
cost ef- fective.

Banyak kematian dan kecacatan yang disebabkan oleh penyakit yang


dapat
dicegah dengan imunisasi.
Eradikasi polio secara global akan memberi keuntungan secara finansial. Biaya jangka pendek
yang dikeluarkan untuk mencapai tujuan eradikasi tidak akan seberapa dibanding dengan
keuntungan yang akan didapat dalam jangka panjang. Tidak akan ada lagi anak-anak yang
menjadi cacat karena polio sehingga biaya yang diperlukan untuk rehabilitasi penderita polio
dan biaya untuk imunisasi polio akan dapat dihemat. Pada bulan Mei 2012,
World Health Assembly
(WHA) mendeklarasikan bahwa eradikasi polio adalah salah satu isu kedaruratan kesehatan
masyarakat dan perlu disusun suatu strategi menuju eradikasi polio (
Polio

Endgame Strategy)
. Indonesia telah berhasil menerima sertifikasi bebas polio bersama dengan negara anggota
WHO di
South East Asia Region
(SEAR) pada bulan Maret 2014. Untuk mempertahankan keberhasilan tersebut dan untuk
melaksanakan strategi menuju eradikasi polio di dunia, Indonesia akan melakukan beberapa
rangkaian kegiatan yaitu Pekan Imunisasi Nasional (PIN) Polio, penggantian vaksin
trivalent Oral Polio Vaccine
(tOPV) ke
bivalent Oral Polio Vaccine
(bOPV) dan introduksi
Inactivated Polio Vaccine
(IPV). Pada akhir tahun 2018 diharapkan penyakit polio telah berhasil dihapus dari seluruh
dunia. Berdasarkan laporan dari provinsi, cakupan imunisasi Polio4 telah melebihi 90% namun

tidak merata di seluruh provinsi. Apabila dibandingkan dengan data Riset Kesehatan Dasar tahun
2013, cakupan imunisasi rutin Polio4 adalah 77%. Selain itu, kinerja surveilans AFP juga
menunjukkan penurunan di beberapa wilayah sehingga tidak sensitif. Data dari surveilans AFP
tahun 2011 sampai 2014 menunjukkan bah-wa 20% kasus non polio AFP tidak mendapatkan
imunisasi polio lengkap. Gambaran ini serupa dengan keadaan pada tahun 2005 pada saat terjadi
KLB polio di Indonesia. Selain itu, berdasarkan penilaian risiko yang dilakukan oleh WHO
tahun 2011 sampai 2014, Indonesia dinyatakan berisiko tinggi terhadap importasi virus polio dan
Komite Penasehat Ahli Imunisasi (ITAGI) merekomendasikan Indonesia untuk melaksanakan
kegiatan PIN Polio.
1.1.1

Situasi Polio Indonesia


Setelah dilaksanakan PIN Polio tiga tahun berturut-turut pada tahun 1995, 1996 dan 1997, virus
polio liar asli Indonesia (
indigenous
) sudah tidak ditemukanlagi sejak tahun 1996. Namun pada tanggal 13 Maret 2005 ditemukan
kasus polio importasi pertama di Kecamatan Cidahu Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Kasus
polio tersebut berkembang menjadi KLB yang menyerang 305 orang dalam kurun waktu 2005
sampai awal 2006. KLB ini tersebar di 47 kabupaten/kota di 10 provinsi. Selain itu juga
ditemukan 46 kasus
Vaccine Derived Polio Virus
(VDPV) dimana 45 kasus di antaranya terjadi di semua kabupaten di Pulau Madura dan satu
kasus terjadi di Probolinggo, Jawa Timur. Setelah dilakukan
Outbreak Response Immunization
(ORI), dua kali
mop-up
, lima kali PIN, dan dua kali Sub-PIN, KLB dapat ditanggulangi sepenuhnya. Kasus Virus Polio
Liar (VPL) terakhir yang mengalami kelumpuhan ditemukan pada tanggal 20 Februari 2006 di
Aceh Tenggara, Nanggroe Aceh Darussalam. Sejak tahun 2006 hingga sekarang tidak pernah lagi
ditemukan kasus Polio. Tahun 2014 Indonesia telah mendapat sertifikasi bebas polio tingkat
regional SEAR, sementara dunia masih menunggu negara lain yang belum bebas polio yaitu
Afganistan , Pakistan dan Nigeria.
1.1.2 Kebijakan PIN Polio
Berdasarkan hasil pertemuan
desk review

pada tanggal 20-23 Oktober 2014 yang dilaksanakan oleh Kementerian Kesehatan bersama
WHO, UNICEF, dan melibatkan para pakar dan akademisi serta organisasi profesi, maka
direkomendasikan untuk melakukan PIN Polio pada anak usia 0-59 bulan untuk memberikan
perlindungan yang optimal bagi seluruh anak terhadap virus polio
1.2

Landasan Hukum
Landasan hukum penyelenggaraan PIN Polio adalah: a.

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah b.

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak c.

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah d.

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan e.

Undang-undang No. 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah f.

Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1991 tentang Penanggulangan Wabah Penyakit Menular
g.

Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor: 42/Menkes/SK/VI/2013 tentang Penyelenggaraan


Imunisasi (masukkan revisi) h.

Surat Edaran Menkes No.HK.03.03/Menkes/545/Menkes/545/2014 tentang Penguatan


Sinergisitas Penyelenggaraan Imunisasi di Pusat dan Daerah
1.3

Pengertian

PIN Polio adalah penggerakan kelompok sasaran imunisasi untuk mendapatkan imunisasi polio tanpa memandang status imunisasi- yang dilakukan berdasarkan hasil evaluasi program dan
kajian epidemiologi.
1.4

Tujuan

Tujuan Umum
Tercapainya eradikasi polio di dunia pada akhir tahun 2018.
Tujuan Khusus
a)

Memastikan tingkat imunitas terhadap polio di populasi (


herd immunity
) cukup tinggi dengan cakupan > 95%. b)

Memberikan perlindungan secara optimal dan merata pada kelompok umur 0-59 bulan terhadap
kemungkinan munculnya kasus polio yang disebabkan oleh virus polio Sabin.
1.5

Strategi
Strategi PIN Polio dilaksanakan dengan langkah sebagai berikut:

1. Perencanaan Pembiayaan dan Logistik


2. Penyusunan Pedoman Teknis
3. Penyusunan Media KIE
4. Sosialisasi dan Pelatihan Secara Berjenjang
5. Advokasi, Sosialisasi dan Koordinasi Pra Pelaksanaan
6. Monitoring Persiapan Pelaksanaan

7. Pelaksanaan PIN Polio


8. Monitoring dan Evaluasi Pasca Pelaksanaan

1.6 Sasaran
PIN Polio akan dilaksanakan pada awal tahun 2016 dengan sasaran semua anak usia 0 s.d 59
bulan.
1.7

Tempat Pemberian Imunisasi


Pemberian imunisasi polio dilaksanakan di Posyandu, Polindes, Poskesdes, Puskesmas,
Puskesmas pembantu, dan Rumah Sakit serta pos pelayanan imunisasi lainnya di bawah
koordinasi Dinas Kesehatan setempat.
1.8

Jejaring Kerja dan Koordinasi


Pelaksanaan kegiatan dilakukan dengan keterlibatan berbagai pihak terkait seperti Dinas
Pendidikan, Dinas Sosial, PKK, Kantor Departemen Agama di bawah koordinasi Dinas
Kesehatan melalui jejaring kerja dengan pembagian tugas masing-masing untuk meningkatkan
kelancaran penyelenggaraan PIN Polio.
1.9

Pemenuhan Dana
Biaya penyelenggaraan PIN Polio pada tahun 2016 bersumber pada anggaran APBN, APBD,
dan sumber lain yang tidak mengikat dan sah menurut ketentuan yang berlaku.

Anda mungkin juga menyukai