PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menurut Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan, kecelakaan lalu lintas adalah suatu peristiwa di jalan yang tidak
diduga dan tidak disengaja melibatkan kendaraan dengan atau tanpa pengguna
jalan lain yang mengakibatkan korban manusia dan/atau kerugian harta benda.
Pada tahun 2002 diperkirakan sebanyak 1,18 juta orang meninggal karena
kecelakaan. Angka kecelakaan ini merupakan 2,1% dari kematian global, dan
merupakan indicator penting dalam status kesehatan.
Jumlah orang yang berpergian secara internasional meningkat setiap
tahunnya. Berdasarkan data statistik dari World Tourism Organization, turis
pendatang internasional pada tahun 2006 melampaui 840 juta orang. Pada tahun
2006, mayoritas turis internasional mempunyai tujuan lain seperti mengunjungi
keluarga, urusan ibadah, dan urusan kesehatan. Sisanya sebanyak 8% mempunyai
tujuan yang tidak dapat diklasifikasikan. (WHO 2008)
Pada tahun 1990, kecelakaan lalu lintas menduduki peringkat 9 penyebab
utama faktor resiko, penyakit dan kematian dan meliputi 2,6% dari kehilangan
kualitas hidup secara global. Selain itu pada tahun 2020 diperkirakan angka
kecelakaan lalu lintas menduduki urutan ke 3 diatas masalah kesehatan lain seperti
malaria, tb paru, dan HIV/AIDS berdasarkan proyeksi penyakit secara global.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pola Trauma Secara Umum
Korban kecelakaan lalu lintas dapat diduga jenis cederanya dengan meneliti
riwayat trauma dengan cermat. Pada korban kecelakaan lalu lintas biasanya
ditemukan trauma/tanda kekerasan yang dapat dibagi menjadi beberapa
kelompok:
a. Akibat kekerasan pertama oleh kendaraan
Trauma ditimbulkan oleh persentuhan bagian kendaraan dengan tubuh
manusia. Perhatikan bentuk./gambaran luka serta letaknya. Bagian kendaraan
yang sering menyebabkan trauma pertama ini biasanya bumper, kaca spion,
pegangan pintu dan spakbor. Trauma biasanya berupa luka lecet jenis tekan
b. Akibat terjatuh
Pada tubuh korban ditemukan trauma lain yang terjadi akibat terjatuhnya
korban setelah persentuhan pertama dengan kendaraan. Trauma biasanya
merupakan luka lecet jenis geser dan atau luka robek.
c. Akibat terlindas (rollover)
Memberikan gambaran cermat terhadap jejas ban kendaraan, seringkali
dapat membantu pihak yang berwajib untuk mengidentifikasi jenis kecelakan
yang menyebabkan kecelakaan. Deskripsi ban baik mengenai coraknya maupun
ukurannya dengan sketsa atau foto.
Dalam kasus kecelakaan lalu lintas dimana tubuh korban terlindas oleh ban
kendaraan, maka luka lecet yang tertekan pada tubuh korban seringkali
merupakan cetakan dari ban kendaraan tersebut, khususnya bila ban masih dalam
keadaan cukup baik, dimana kembang dari ban tersebut masih tambah jelas,
misalnya bentuk zigzag yang sejajar.
c. Luka terbuka
Luka yang disebabkan karena bersentuhan dengan benda tumpul dengan
kekuatan yang mampu merobek seluruh lapisan kulit dan jaringan dibawahnya,
yang ciri-cirinya sebagai berikut :
Bentuk garis batas luka tidak teratur dan tepi luka tidak rata
Bila ditautkan tidak dapat rapat
Tebing luka tidak rata serta terdapat jembatan jaringan
d. Patah tulang
Kekerasan benda tumpul yang cukup kuat dapat menyebabkan patah tulang.
Adanya patah tulang dapat diketahui, apabila dijumpai tanda-tanda :
Terdapat kelainan bentuk dibandingkan normal
Terdapat perbedaan ukuran panjang, terutama bila terjadi pada
anggota gerak
Bila digerakkan dapat terdengar bunyi krepitasi
anggota gerak.
Pada tulang tengkorak : fraktur impresi yang dapat menyebabkan
perdarahan dalam rongga tengkorak berupa perdarahan epidural,
subdural, subarachnoid, kerusakan selaput otak dan jaringan otak.5
misalkan luka iris karena ujung plat kendaraan. Dapat juga terjadi luka bakar
apabila terjadi ledakan paska kecelakaan, ataupun luka bakar ringan akibat
bersentuhan dengan bagian kendaraan yang bersuhu tinggi, misalnya knalpot.6
Tipe paling umum, 80% dari semua tabrakan kendaraan bermotor. Terjadi
bila 2 kendaraan bertabrakan dua-duanya atau bila bagian depan dari kendaraan
menabrak benda yang tidak bergerak, seperti tembok atau tiang listrik. Sebagai
akibat dari energy gerak, penumpang dari kendaraan bermotor akan terus melaju
dan terjadi benturan pada kemudi, kaca depan, ataupun lampu depan kendaraan.
Pola luka akan terbentuk tergantung dari posisi daripada penumpang dari
kendaraan bermotor.
b. Pengemudi
Kepala dapat membentur kaca depan dan mengakibatkan terbentuknya luka
terpotong arah vertical dan abrasi daerah dahi, hidung dan dagu. Bila ada benturan
dengan kaca spion, pola luka terbentuk akan berbeda. Perlukaan bagian dalam
dapat berupa bentuk fraktur dasar tengkorak dan patah leher. Hiperfleksi
menyebabkan fraktur atlanto-occipital bagian posterior ataupun dislokasi tulang
dan mungkin penyebab kematian pada beberapa kasus. Bagian dada yang
membentur kemudi dengan sangat keras dan menyebabkan abrasi dengan pola
khusus ataupun tidak terlihat adanya perlukaan sama sekali. Sekarang hal ini lebih
jarang terjadi karena adanya penggunaan kemudi yang mudah patah atau
kompresibel. Perlukaan dalam : fraktur transversal dari sternum, fraktur iga
bilateral, atau flail chest. Luka tusuk atau robek pada jaringan paru karena fraktur
iga, cedera pada jantung, rupture aretri coronaria, robeknya aorta distal dari
pangkal arteri subclavia dextra, laserasi atau robekan hati atau limfa, fraktur
tertutup maupun terbuka dari pergelangan tangan.
c. Penumpang depan
Perlukaan hamper sama dengan pengemudi, kecuali pada penumpang yang
tidak bersabuk pengaman akan menghantam dashboard dan bukan kemudi,
sehingga tidak akan ada bentuk cetakan dari kemudi.
d. Penumpang belakang
Jika tidak bersabuk pengaman akan terlempar kedepan, menghantam bagian
belakang dari tempat duduk depan, penumpang depan dan kaca depan.
e. Arah samping
Biasanya terjadi persimpangan kendaraan lain menabrak dari arah samping
atau pun mobil terpelanting dan sisinya menghantam benda tidak bergerak dapat
terlihat perlukaan yang sama dengan tabrakan dari arah depan termasuk robeknya
aorta dan fraktur basis cranii. Bila benturan terjadi pada sisi kendaraan pengemudi
akan cendrung mengalami perlukaan pada sisi kiri dan penumpang depan akan
mengalami perlukaan yang lebih sedikit karena pengemudi bersifat sebagai
bantalan. Bila benturan terjadi pada sisi kanan, maka yang terjadi adalah
sebaliknya, demikian juga bila tidak ada penumpang.
f. Terguling
Keadaan ini lebih mematikan dibandingkan dengan tabrakan dari arah
samping terutama bila tidak dipakainya sabuk pengaman dan penumpang
terlempar keluar. Bila terlempar beberapa perlukaan dapat terbentuk pada saat
korban yang terlempar bisa ditemukan hancur atau terperangkap dibawah
kendaraan. Pada kasus seperti ini penyebab kematian mungkin adalah asfiksia
traumatic. Bila terlempar parsial bagian tubuh yang bersangkutan bisa hancur atau
terpotong.
g. Belakang
Hal ini dapat menyebabkan acceleration injuries dan sangat jarang
menimbulkan kematian. Perlukaan yang paling umum adalah whisplash injury
dari leher. Pada benturan dari arah belakang, benturan dikurangi atau terserap oleh
bagian bagasi dan kompartemen penumpang belakang yang dengan demikian
memproteksi penumpang bagian depan dari perlukaan yang parah dan
mengancam jiwa.
6. Pola Luka Pada Berbagai Jenis Kecelakaan
a. Luka Pada Pengendara Mobil
Luka tabrakan tanpa ejeksi
Luka berat terjadi dikarenakan kontak fisik antara korban dengan
bagian dalam kendaraan seperti setir. Penumpang yang umumnya duduk
didepan terluka oleh benturan dengan dashboard dan kaca depan, sedangkan
transversal pada basis crania, berpotongan dengan basis petrosus atau dibelakang
tulang sphenoid melalui fossa pituitary kesisi berlawan. Tipe lain adalah fraktur
lingkaran pada foramen magnum difossa posterior oleh karena tumbukan pada
puncak kepala. Pada leher sering didapatkan fraktur pada tulang belakang bagian
cervical pada kasus.
Helm dikatakan dapat mengurangi angka kematian tetapi sifatnya hanya
melindungi kepala pada saat tumbukan dengan kecepatan rendah atau tumbukan
dengan arah tangensial.
Cedera yang sering terjadi pada kendaraan motor adalah tail gating accident.
Gambaran cedera tipe ini adalah pada saat pengendara motor sedang berada di
belakang truk, dan menabrak truk dari belakang, yang terjadi kemudian adalah
motor menyelip dibawah truk, tetapi kepala pengendara mengenai bumper
belakang truk, cedera yang terjadi berupa dekapitasi, cedera kepala dan leher.
Trauma kaki sering dikenal dengan bumper fraktur dengan gambaran multiple
fraktur pada tibia fibula dengan garis fraktur setinggi bumper mobil. Gambaran
fraktur pada tibia berbentuk baji dengan basis dari baji mengindikasikan arah
tumbukan, pada femur juga dapat terjadi dimana umumnya terjadi pada anakanak. Pada saat tertentu didapatkan tinggi dari cedera dibawah tinggi normal
kebanyakan bumper mobil, hal ini disebabkan karena kendaraan yang berhenti
secara tiba-tiba dan terjadi penurunan bumper depan mobil oleh karena efek
suspensi. Fraktur pada tibia mempunyai bentuk oblik, jika kaki terangkat, makan
tumbukan cenderung berbentuk transversal.2
seseorang
Trauma menimbulkan kerusakan pada bagian yang struktur atau
fungsinya dapat mempengaruhi fungsi organ genital, payudara, mata,
tangan atau wajah
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Jumlah kecelakaan lalu lintas di Indonesia hingga saat ini masih sangat
tinggi, sehingga penting bagi seorang dokter untuk mengetahui
bagaimana pola-pola luka secara umum dan pola luka pada berbagai
jenis kecelakaan lalu-lintas darat, sehingga dapat membantu penyidik
dalam penyelidikan kasus kecelakaan.
2. Korban kecelakaan lalu lintas dapat diduga jenis cederanya dengan
meneliti riwayat trauma dengan cermat. Pada korban kecelakaan lalu
lintas, biasanya dapat ditemukan luka / tanda kekerasan yang dapat
dibagi menjadi beberapa kelompok.
3. Pada investigasi pada kecelakaan lalu lintas maka pemeriksaan harus
ditujukan pada : pola dari trauma yang ditemukan, adanya penyakit
yang mendasari terjadinya kecelakaan tersebut, misalnya seperti
serangan jantung, adanya kemungkinan percobaan bunuh diri, adanya
kemungkinan pembunuhan, adanya intoksikasi zat.
DAFTAR PUSTAKA
1. Idries AM. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Edisi Pertama. Jakarta :
Binarupa Aksara. 1997 : 303-21
2. Pranolo J. Cedera Pada Pengendara Motor dan Pejalan Kaki. Available at
: http://www.freewebs.com/cederapadapengendaramotorhtm. Diakses
tanggall 21 Agustus 2015.
3. Sjamsuhidajat R., de Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi Revisi.
Jakarta : EGC. 1997 : 108-9.
4. Dahlan S. Ilmu Kedokteran Forensik Pedoman bagi Dokter dan Penegak
Hukum. Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro. 2000 : 67-91
5. Budiyanto A, Widiatmaka W, Sudiono S., dkk. Ilmu Kedokteran Forensik.
Jakarta : bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. 1997 : 37-44
6. DiMaio V., DiMaio D. Forensic Pathology. Second edition. Wahington
DC : CRC Press. 2000 (4) : 275-94\
7. Tedeschi CG, Eckert WG, Tedeschi L.G. Forensic Medicine, a study in
trauma and environmental hazards. Volume 2, Physical Trauma. Chapter
p853-863, Philadelphia : W.B. Saunders Company. 1977 (30) : 853-63
8. James SH, Nordby JJ. Forensic Science, An Introduction to Scientific and
Investigative Techniques. Washington DC : CRC Press. 2003.