Anda di halaman 1dari 9

PROBLEM BASED LEARNING SEBAGAI METODE PERKULIAHAN

KEDOKTERAN YANG EFEKTIF


Tita Menawati Liansyah
Universitas Syiah Kuala Banda Aceh
Abstract: Problem Based Learning (PBL) is one of the teaching
approaches which uses stimulus materials in helping the college
students figure out the problems, questions, or issues. PBL tends to
implement the active student centered learning (ASCL) where the
college students are challenged to examine, to research, to investigate,
to observe, to reflect, and to master the relevant knowledge of their
own profession in the upcoming years. PBL has been applied at many
medical departments in the world, particularly in Indonesia. The
implementation of PBL is an appropriate decision and it fits to
achieve the medical education program in Indonesia.
Keyword: PBL, active student center learning, medical program
Program Problem based learning (PBL) pertama kali diimplementasikan oleh Faculty of
Health Sciences of McMaster University di Kanada pada tahun 1969 sebagai sebuah
cara belajar baru yang radikal dan inovatif dalam pendidikan dokter (Gwee, 2009).
Adapun ciri khas dari pelaksanaan PBL di Mc Master University adalah filosofi
pendidikan yang berorientasi pada masyarakat, terfokus pada manusia, melalui
pendekatan antar cabang ilmu pengetahuan dan belajar berdasar masalah. Akan
tetapi sesungguhnya gebrakan PBL untuk merestrukturisasi pendidikan kedokteran
sudah dimulai di Universitas McMaster sejak tahun 1950an (Halonen, 2010). Sejak
saat itu PBL telah menjadi trend baru pendidikan kedokteran. Kini PBL telah
diterapkan pada banyak Fakultas Kedokteran di seluruh dunia termasuk di
Indonesia pada khususnya.
Kemudian Maastricht Faculty of Medicine di Belanda pada tahun 1976
menyusul sebagai institusi pendidikan kedokteran kedua yang menjalankan
program PBL. Berbeda dengan jenis program PBL yang dijalankan di Mc Master
University, program PBL di Maastrich lebih menekankan pada konsep tes kemajuan
serta pengenalan keterampilan medik sejak awal dimulainya program
pendidikan.(UII, 2007).
PERKEMBANGAN PBL DI INDONESIA
Pemahaman terhadap keuntungan yang diperoleh dari penerapan metode
PBL menyebar ke seluruh dunia termasuk negara kita, Indonesia. Pada hakikatnya
pendidikan kedokteran di Indonesia bertujuan mendidik mahasiswa lewat proses
belajar dengan menyelesaikan suatu kurikulum sehingga memiliki pengetahuan,
keterampilan, dan sikap untuk memberi pelayanan yang sesuai dengan profesinya,
55

56

Pedagogik, Volume 8, Nomor 1, Januari 2015

mengembangkan ilmu kesehatan, dan meningkatkan serta mengembangkan diri


dalam aspek ilmu kedokteran. Penerapan program PBL merupakan kurikulum yang
tepat serta sesuai untuk mencapai tujuan pendidikan kedokteran di Indonesia.
Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga (FK Unair) mulai menerapkan
metode PBL sejak tahun 2000 sebagai bagian penerapan kurikulum hybrid yang
merupakan proses perubahan dari sistem tradisional (subject-based) menuju sistem
intergrasi (system-based). FK Unair melaksanakan PBL dalam 6 modul pada tahun
2000, selanjutnya berkembang menjadi 18 modul dengan peresmian pelaksanaan
kurikulum untuk angkatan 2005. Perkembangan tersebut merupakan bagian
perubahan yang bertahap, karena hambatan utama penerapan PBL adalah masalah
kebijakan.
Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada (FK UGM) yang diresmikan
pada 5 Maret 1946 merupakan salah satu fakultas kedokteran tertua di Indonesia. FK
UGM mulai menjalankan penuh kurikulum PBL sejak angkatan 2003/2004.
Aktivitas pembelajaran dalam kurikulum PBL ini meliputi kuliah pakar, tutorial,
praktikum di laboratorium, praktikum keterampilan medik, pengalaman belajar di
lapangan, dan kepaniteraan di rumah sakit dan puskesmas. (Nur Cahyani,2008)
Sedangkan Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala (FK Unsyiah)
memakai metode PBL Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) yang merupakan
penerapan dari KBK untuk Pendidikan Kedokteran Dasar yang berpedoman pada
SK Menteri Kesehatan No. 1457/MOH/SK/X/2003 dan SK Konsil Kedokteran
Indonesia (KKI) tentang Standar Kompetensi Dokter yang diterbitkan pada April
2006. Berdasarkan Rapat Senat FK Unsyiah, maka penerapan PBL KBK dimulai sejak
tahun 2006.
Perkembangan metode PBL yang diaplikasikan di banyak fakultas
kedokteran mendorong juga Fakultas Kedokteran Unika Atmajaya (FK UAJ) Jakarta
untuk berani menerapkan metode tersebut sebagai salah satu cara pembelajaran
(Rukmini, 2006). Rencana Fakultas Kedokteran Unika Atmajaya mengaplikasikan
PBL sudah dimulai sejak tahun 2000. Serangkaian pertemuan dilakukan jajaran Unit
Pendidikan Kedokteran dan pimpinan FK UAJ pada waktu itu untuk memutuskan
pembuatan pilot PBL. Tim pilot PBL mulai mengaplikasikan PBL sejak tahun ajaran
2001/2002.
PROBLEM BASED-LEARNING
Problem-Based Learning menekankan active student center learning (AASCL)
dimana para mahasiswa ditantang untuk menguji, mencari, menyelidiki
merefleksikan, memahami makna, dan memahami ilmu dalam konteks yang relevan
dengan profesi mereka di masa datang (Harsono, 2004).
Problem Based Learning merupakan suatu pendekatan pendidikan dengan
menggunakan bahan stimulus untuk membantu mahasiswa berdiskusi tentang
masalah yang penting, pertanyaan maupun issue (Boud & Felleti cit Saryono et al.,
2006).

Tita Menawati Liansyah, Problems-Based Learning . 57


Problem Based Learning (PBL) adalah metode pendidikan yang mendorong
mahasiswa untuk mengenal cara belajar dan bekerjasama dalam kelompok untuk
mencari penyelesaian masalah-masalah di dunia nyata. Simulasi masalah digunakan
untuk mengaktifkan keingintahuan mahasiswa sebelum mulai mempelajari suatu
subyek. PBL menyiapkan mahasiswa untuk berpikir secara kritis dan analitis, serta
mampu untuk mendapatkan dan menggunakan sumber-sumber belajar secara tepat.
Disamping itu, PBL dapat dikatakan sebagai suatu kurikulum dan proses. Yang
dimaksud dengan kurikulum disini yaitu bahwa PBL menuntut kemahiran
mahasiswa dalam pengetahuan yang kritis, keahlian dalam memecahkan masalah,
strategi pembelajaran mandiri, dan kemampuan berpartisipasi dalam tim melalui
masalah yang dipilih dan didisain dengan hati-hati. Sedangkan yang dimaksud
dengan proses yaitu PBL merupakan tiruan dari pendekatan sistemik yang biasa
digunakan untuk memecahkan masalah atau menjawab tantangan dalam kehidupan
dan karier profesi (Nur Cahyani, 2008).
Karakteristik PBL
Di dalam PBL mahasiswa menggunakan masalah dari sebuah skenario
sebagai trigger (pemicu) untuk menentukan tujuan pembelajaran. Kemudian
mahasiswa melakukan belajar secara mandiri dan diarahkan sendiri, sebelum
kembali ke dalam kelompok untuk membahas dan menyempurnakan pengetahuan
yang diperoleh (Wood, 2003). Jadi terdapat perbedaan antara konsep PBL (ProblemBased Learning) dan pemecahan masalah (problem solving). Pemecahan masalah
menempatkan masalah sebagai target untuk dipecahkan, sedangkan PBL
menggunakan masalah yang tepat sebagai pemicu untuk meningkatkan
pengetahuan dan pemahaman. Namun bisa saja masalah yang digunakan sebagai
pemicu dalam PBL merupakan masalah yang perlu dipecahkan oleh mahasiswa.
Walaupun hanya sebagai pemicu, masalah yang digunakan dalam PBL
hendaknya realistis, membumi, sering dijumpai, sesuai dengan konteks masalah
sesungguhnya yang akan dihadapi mahasiswa ketika telah menjadi dokter praktik
(Wood, 2003). Dalam buku Standar Kompetensi Dokter yang dikeluarkan Konsil
Kedokteran Indonesia menegaskan bahwa yang diharapkan adalah kompetensi
dokter untuk memberikan pelayanan kesehatan tingkat primer, bukan pelayanan
kesehatan tingkat sekunder atau spesialistik (KKI, 2006b). Selain itu, masalah yang
dikemukakan dalam PBL sebaiknya tidak bersifat monolitik yang hanya memicu
hadirnya pengetahuan tunggal, melainkan masalah yang terbuka yang memicu
mahasiswa untuk mengeksplorasi pengetahuan transdisipliner (Halonen, 2010).
PBL menekankan pengetahuan awal (pre-existing knowledge,prior
knowledge) mahasiswa: Mulailah dengan yang Anda ketahui. Mahasiswa
kemudian mengambil peran aktif dalam merencanakan, menata, dan memilih
masalah-masalah yang akan menjadi tujuan pembelajaran.

58

Pedagogik, Volume 8, Nomor 1, Januari 2015

Langkah-Langkah Dasar PBL


Dalam metode pembelajaran PBL, mahasiswa membagi diri dalam
kelompok-kelompok kecil, lalu suatu masalah yang realistis disajikan dan
didiskusikan. Kemudian mahasiswa mengidentifikasi apa yang sudah diketahui
dalam hubungannya dengan masalah (pre-existing knowledge) yang meliputi:
1. Informasi apa yang dibutuhkan
2. Strategi atau langkah-langkah apa yang selanjutnya perlu diambil untuk
mempelajari pengetahuan atau informasi dan keterampilan yang diperlukan
untuk menjawab masalah. Kemudian masing-masing mahasiswa meneliti
berbagai isu dan mengumpulkan sumber informasi. Sumber daya atau sumber
informasi yang digunakan mahasiswa dievaluasi oleh kelompok. Pengetahuan
atau informasi atau keterampilan baru dibagikan kepada anggota kelompok
lainnya. Siklus seperti itu diulangi sampai mahasiswa merasa bahwa semua
masalah atau isu telah terjawab dengan memuaskan. Mahasiswa bisa
mengajukan saran, solusi, atau hipotesis. Kemudian pada akhirnya tutor
melakukan evaluasi kinerja kelompok (Halonen, 2010).
PBL SEBAGAI BAGIAN DARI STUDENT CENTERED LEARNING
Pada sistem pembelajaran Student Centered Learning (ASCL) mahasiswa
dituntut aktif mengerjakan tugas dan mendiskusikannya dengan dosen sebagai
fasilitator. Dengan aktifnya mahasiswa, maka kreativitas mahasiswa akan terpupuk.
Kondisi tersebut akan mendorong dosen untuk selalu mengembangkan dan
menyesuaikan materi kuliahnya dengan perkembangan Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi (IPTEK). Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi yang
menyediakan banyak cara untuk mendapatkan informasi sumber belajar,
memberikan peluang untuk mengembangkan metode-metode pembelajaran baru
secara optimal sehingga mendukung upaya mewujudkan kompentensi yang
diharapkan. Kemajuan tehnologi juga memungkinkan mahasiswa melakukan
kegiatan belajar tidak hanya secara formal, tetapi belajar melalui berbagai media
atau sumber. Dengan demikian dosen bukan lagi sebagai sumber belajar utama,
akan tetapi sebagai mitra pembelajaran.
Pada model pembelajaran ASCL, berarti mahasiswa harus didorong untuk
memiliki motivasi dalam diri mereka sendiri kemudian berupaya keras mencapai
kompentensi yang diinginkan. Hal ini bisa dilakukan dengan cara banyak
berdiskusi, maka mahasiswa berani mengemukakan pendapat, belajar memecahkan
masalah yang dihadapi dan tidak takut pada dosen. Harapannya dengan diterapkan
sistem pembelajaran ASCL adalah mahasiswa aktif dan kreatif, menyelesaikan tugas
akhir dengan lancer dan cepat, karena konsultasi pada dosen tidak punya rasa takut,
dengan harapan mahasiswa dapat menyelesaikan studi dengan lancar dan tepat
waktu sesuai dengan target atau bahkan bisa lebih cepat dari standar waktu masa
studi. Selanjutnya mahasiswa setelah lulus diharapkan mampu berkompetisi di
dunia kerja (Hadi, 2007).

Tita Menawati Liansyah, Problems-Based Learning . 59


Student Centered Learning (ASCL) merupakan pendekatan dalam
pembelajaran yang memfasilitasi pembelajar untuk terlibat dalam proses experiential
learning. Bila pembelajar itu dapat dikategorikan ke dalam tipe-tipe activist, reflector,
theorist, dan pragmatist, berarti pendekatan ASCL tersebut merupakan metode yang
dapat memfasilitasi pembelajar, dalam hal ini mahasiswa sehingga secara langsung
ataupun tidak dapat terlibat dalam proses pembelajaran. Model pembelajaran ASCL,
pada saat ini diusulkan menjadi model pembelajaran yang sebaiknya digunakan
karena memiliki beberapa keunggulan yaitu:
1. Mahasiswa atau peserta didik akan dapat merasakan bahwa pembelajaran
menjadi miliknya sendiri karena mahasiswa diberi kesempatan yang luas
untuk berpartisipasi.
2. Mahasiswa memiliki motivasi yang kuat untuk mengikuti kegiatan
pembelajaran.
3. Tumbuhnya suasana demokratis dalam pembelajara sehingga akan terjadi
dialog dan diskusi untuk saling belajar-membelajarkan di antara mahasiswa
4. Dapat menambah wawasan pikiran dan pengetahuan bagi dosen atau
pendidik karena sesuatu yang dialami dan disampaikan mahasiswa
mungkin belum diketahui sebelumnya oleh dosen.
Keunggulan-keunggulan yang dimiliki model pembelajaran ASCL tersebut
akan mampu mendukung upaya ke arah pembelajaran yang efektif dan efisien
(Harsono, 2009; Sudjana, 2005).
Penerapan ASCL di perguruan tinggi dapat diartikan sebagai kegiatan yang
terprogram dalam desain FEE (facilitating, empowering, enabling), untuk mahasiswa
belajar secara aktif yang menekankan pada sumber belajar. Dengan demikian,
pembelajaran merupakan proses pengembangkan kreativitas berpikir yang dapat
meningkatkan kemampuan berpikir mahasiswa, serta dapat meningkatkan
danmengkontruksi pengetahuan baru sebagai upaya meningkatkan penguasaan dan
pengembangan yang baik terhadap materi perkulihan (Dikti,2004).
ASCL adalah pembelajaran yang berpusat pada aktivitas belajar mahasiswa,
bukan hanya pada aktivitas dosen mengajar. Hal ini sesuai dengan model
pembelajaran yang terprogram dalam desain FEE. Situasi pembelajaran dalam ASCL
di antaranya bercirikan yaitu mahasiswa belajar baik secara individu maupun
berkelompok untuk membangun pengetahuan, dengan cara mencari dan menggali
sendiri informasi dan teknologi yang dibutuhkan secara aktif daripada sekadar
menjadi penerima pengetahuan secara pasif, dosen lebih berperan sebagai FEE dan
guides on the sides daripada sebagai mentor in the centered, yaitu membantu
mahasiswa mengakses informasi, menata dan mentransfernya guna menemukan
solusi terhadap permasalahan nyata sehari-hari, daripada sekadar sebagai gatekeeper
of information, mahasiswa tidak sekadar kompeten dalam bidang ilmunya, tetapi
juga kompeten dalam belajar.
Artinya, mahasiswa tidak hanya menguasai isi matakuliahnya, tetapi mereka
juga belajar tentang bagaimana belajar (learn how to learn), melalui discovery, inquiry,
dan problem solving dan terjadi pengembangan, belajar menjadi kegiatan komunitas

60

Pedagogik, Volume 8, Nomor 1, Januari 2015

yang difasilitasi oleh dosen, yang mampu mengelola pembelajarannya menjadi


berorientasi pada mahasiswa, belajar lebih dimaknai sebagai belajar sepanjang hayat
(life long learning), suatu keterampilan yang dibutuhkan dalam dunia kerja, belajar
termasuk memanfaatkan teknologi yang tersedia, baik berfungsi sebagai sumber
informasi pembelajaran maupun sebagai alat untuk pemberdayaan mahasiswa
dalam mencapai ketrampilan utuh (intelektual, emosional, dan psikomotor) yang
dibutuhkan(Randhani,2009).
Sebuah perguruan tinggi yang menerapkan metode pembelajaran dengan
model ASCL mempunyai beberapa karakteristik yang dapat kita temui antara lain
adanya berbagai aktivitas dan tempat belajar, display hasil karya mahasiswa, tersedia
banyak materi belajar, tersedia banyak tempat yang nyaman untuk diskusi atau
bercengkerama, terjadi kelompok- kelompok dan interaksi multi-angkatan, ada
keterlibatan dunia bisnis/industri dan masyarakat lainnya, jam buka perpustakaan
fleksibel (Hadi, 2007) Peran dosen dalam proses pembelajaran model ASCL memiliki
peran yang penting dalam pelaksanaan model ini yang meliputi bertindak sebagai
fasilitator dalam proses pembelajaran, mengkaji kompetensi matakuliah yang perlu
dikuasai mahasiswa di akhir pembelajaran, merancang strategi dan lingkungan
pembelajaran yang dapat menyediakan beragam pengalaman belajar yang
diperlukan mahasiswa dalam rangka mencapai kompetensi yang dituntut mata
kuliah, membantu mahasiswa mengakses informasi, menata dan memprosesnya
untuk dimanfaatkan dalam pemecahan permasalahan sehari hari, mengidentifikasi
dan menentukan pola penilaian hasil belajar mahasiswa yang relevan dengan
kompetensi yang akan diukur (Ramdhani, 2009).
Dalam pelaksanaan model pembelajaran ini mahasiswa juga mempunyai
peranan yang tidak kalah penting karena mahaiswa termasuk salah satu yang ikut
menentukan proses pembelajaran model ini berhasil atau tidak. Peran mahasiswa
meliputi mengkaji kompetensi matakuliah yang dipaparkan dosen, mengkaji
strategi pembelajaran yang ditawarkan dosen, membuat rencana pembelajaran
untuk matakuliah yang diikuti, belajar secara aktif (dengan cara mendengar,
membaca, menulis, diskusi, dan terlibat dalam pemecahan masalah serta lebih
penting lagi terlibat dalam kegiatan berpikir tingkat tinggi, seperti analisis, sintesis
dan evaluasi), baik secara individu maupun kelompok (Hadi, 2007).
Agar pembelajaran model ASCL dapat diimplementasikan secara efektif dan
efisien, maka perguruan tinggi juga mempunyai peranan dalam (1) mengkaji
kurikulum, program pembelajaran dan sistem penilaian hasil belajar yang mengacu
pada ASCL, (2) membuat kebijakan tentang sosialisasi dan penerapan active student
center learning (ASCL) di institusinya, (3) menciptakan lingkungan belajar yang
kondusif untuk terlaksananya ASCL dengan menciptakan networking dengan dunia
kerja, lembaga-lembaga masyarakat, atau instansi yang terkait, (4) membenahi pola
pikir (mindset) pada dosen dan pengelola program pendidikan pada umumnya
tentang pentingnya mengubah paradigma mengajar berorientasi pada dosen semata
pada pola pembelajaran yang berorientasi pada mahasiswa yang dicirikan dengan
adanya interaksi yang positif dan konstruktif antara dosen dan mahasiswa dalam

Tita Menawati Liansyah, Problems-Based Learning . 61


membangun pengetahuan, (5) melatih dan memberikan dukungan yang penuh
kepada para dosen dalam menerapkan ASCL dalam proses pembelajaran, (6)
memanfaatkan perencanaan pembelajaran yang berorientasi ASCL, yang
dikembangkan para dosen, dalam pengadaan sarana dan prasarana pendukung
pembelajaran, dan (7) menciptakan sistem yang memungkinkan dosen dan seluruh
civitas akademica dapat berkomunikasi dan berkoordinasi serta akses terhadap IT
(information technology) (Ramdhani,2006).
Pemahaman peran dari ketiga elemen utama proses pembelajaran
sebagaimana diuraikan di atas, akan mampu mendukung efektivitas metodemetode pembelajaran yang masuk dalam klasifikasi model pembelajaran ASCL.
Adapun metode-metode yang dimaksud adalah small group discussion, role-play and
simulation, case study, discovery learning, self- directed learning, cooperative learning,
collaborative learning, contextual learning, project based learning; dan problem based
learning and inquiry (Dikti, 2009).
Keuntungan dan Kerugian PBL
PBL memberikan aneka keuntungan sebagai berikut (Halonen, 2010):
1. Kemampuan retensi dan recall pengetahuan lebih besar
2. Mengembangkan keterampilan interdisipliner:
Mengakses dan menggunakan informasi dari aneka domain subjek
Mengintegrasikan pengetahuan dengan lebih baik
Mengintegrasikan belajar di kelas dan lapangan
3. Mengembangkan keterampilan belajar seumur hidup:
Cara meneliti
Cara berkomuniasi dalam kelompok
Cara mengatasi masalah
4. Menciptakan lingkungan belajar yang aktif, kooperatif, penilaian diri dan
kelompok (peer assessment), berpusat pada mahasiswa, efektivitas tinggi.
5. Menciptakan lingkungan belajar yang memberikan
Umpan balik segera
Kesempatan untuk mempelajari aneka sasaran belajar yang disukai
Kesempatan untuk belajar pada berbagai tingkat pembelajaran (taksonomi
Bloom)
6. Menciptakan lingkungan belajar yang dapat meningkatkan keterampilan
berpikir kritis dan memecahkan masalah.
7. Meningkatkaan motivasi dan kepuasan mahasiswa, interaksi mahasiswamahasiswa, dan interaksi mahasiswa-dosen/ instruktur
Kerugian PBL sebagai berikut (Halonen, 2010):
1. Membutuhkan perencanaan dan sumberdaya yang sangat besar:
Pembuatan skenario, meliputi masalah, kasus, situasi.
Penyediaan sumberdaya untuk mahasiswa, misalnya, ruang diskusi,
literatur, perpustakaan tradisional maupun e-library, narasumber, tenaga
profesional di bidangnya

62

Pedagogik, Volume 8, Nomor 1, Januari 2015

2. Membutuhkan komitmen untuk menjalankan PBL, dan kesediaan dosen untuk


menghargai pengetahuan, pengalaman, dan ketrampilan yang diperoleh
mahasiswa selama proses pembelajaran.
3. Memerlukan perubahan paradigma:
Pergeseran dari fokus dari apa yang diajarkan dosen (teacher-centered)
menjadi apa yang dipelajari mahasiswa (student-centered).
Perubahan pandangan dosen sebagai pakar yang berperan sebagai bank
pengetahuan melalui kuliah dan peragaan di kelas, menjadi dosen sebagai
fasilitator atau tutor pembelajaran.
SIMPULAN
Penerapan program PBL merupakan kurikulum yang tepat serta sesuai untuk
mencapai tujuan pendidikan kedokteran di Indonesia. PBL menekankan active
student center learning (ASCL) dimana para mahasiswa ditantang untuk menguji,
mencari, menyelidiki merefleksikan, memahami makna, dan memahami ilmu dalam
konteks yang relevan dengan profesi mereka di masa datang. ASCL adalah
pembelajaran yang berpusat pada aktivitas belajar mahasiswa, bukan hanya pada
aktivitas dosen mengajar.
DAFTAR PUSTAKA
UII team. 2007. PBL. Diakses pada tanggal 10 Februari 2015 dari
http://unisys.uii.ac.id/index.asp?u=710&b=I&v=1&j=I&id=8
Gwee M (2009). Problem-based learning: A strategic learning system design for the
education of healthcare professionals in the 21ST Century. The Kaohsiung
Journal of Medical Sciences, 25 (5), 231-239
Halonen D. 2010. Problem based learning: A case study. University fo
Manitoba.auspace.athabascau.ca:8080/.../Problem%20Based%20Learning.pp
t. Diakses 12 Februari 2015
Nur Cahyani, N., Marchira, C. R., P., Sumarni. 2008. Hubungan Persepsi Mahasiswa
terhadap Tutorial dengan Prestasi Belajar Blok 16 Endocrine and Metabolism
di Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada. Jurnal Pendidikan
Kedokteran dan Profesi Kesehatan Indonesia Vol. 3, No. 3: 115-122.
Rukmini, Elisabeth. 2006. Evaluation of Pilot PBL Implementation at The Faculty of
Medicine Atma Jaya Catholic University. Jurnal Pendidikan Kedokteran dan
Profesi Kesehatan Indonesia Vol. 1, No. 3: 69-76.
Harsono. 2009. Aplikasi ASCL dalam Proses Pembelajaran dalam www.belajar.
usd.ac.id/
KKI. 2006a. Standar pendidikan profesi dokter. Jakarta: Konsil Kedokteran
Indonesia.
KKI. 2006b. Standar kompetensi dokter. Jakarta: Konsil Kedokteran Indonesia.
Wood DF. 2003. ABC of learning and teaching in medicine. Problem based learning.
BMJ, 326

Tita Menawati Liansyah, Problems-Based Learning . 63


Hadi, R. 2007. Dari Teacher-Centered Learning ke Student-Centereded Learning:
Perubahan Metode Pembelajaran di Perguruan Tinggi. Insania, Vol.12, No. 3. hal.
408-419.
Sudjana S., D. 2005. Metode dan Teknik Pembelajaran Partisipatif. Bandung: Production
Ditjen Dikti Depdiknas. 2004. Tanya Jawab Seputar Unit dan Proses Pembelajaran di
Perguruan Tinggi. Jakarta:Departemen Pendidikan Nasional.
Ramdhani, Neila. 2009. Ruh Experiential Learning dalam ASCL, dalam
http://neila.staff.ugm.ac.id/?pilih=lihat&id=10

Anda mungkin juga menyukai