Anda di halaman 1dari 11

Hepatitis Drug Induce

Patresia J Maiseka
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jakarta
Tahun 2013

Pendahuluan
Penyakit-penyakit hati yang diinduksi oleh obat adalah penyakit-penyakit dari hati
yang disebabkan oleh obat-obat yang diresepkan oleh dokter, obat-obat bebas (over-thecounter), vitamin-vitamin, hormon-hormon, herba-herba, obat-obat terlarang, dan racunracun lingkungan.
Ketika obat-obat melukai hati dan mengganggu fungsi normalnya, gejala-gejala, tanda-tanda,
dan tes-tes darah abnormal dari penyakit hati berkembang.

Patresia J Maiseka, 102010019, Mahasiswa Fakultas Kedokteran UKRIDA, Jalam Arjuna Utara,
Jakarta. Email : patriciamaiseka@rocketmail.com

Anamnesis
Pada anamnesis, pertama- pertama sekali ditanyakan tentang identitas, usia dan
pekerjaan pasien. Kemudian dilanjutkan dengan pertanyaan keluhan utama yang
membuatkan pasien datang ke rumah sakit. Antara hal lain yang penting ditanyakan adalah:
-

Riwayat penyakit
Riwayat penggunaan obat- obat untuk penyakit yang dideritai atau penyakit lain
Riwayat penyakit yang dideritai oleh keluarga lain
Penyakit yang dideritai sekarang atau masa lampau

Setelah melakukan anmnesis yang terarah kepada diagnosis banding, dilakukan pula
pemeriksaan fisik abdomen yang mencakupi antaranya adalah auskultasi, palpasi dan perkusi.

Pemeriksaan Fisik
Selanjutnya dilakukan pemeriksaan abdomen yang mencakupi inspeksi, auskultasi, palpasi
dan perkusi. Pada kebiasaannya auskultasi dilakukan yang terakhir tetapi dilakukan setelah
inspeksi adalah dengan tujuan supaya efek bunyi didalam abdomen tidak terdapat perubahan
atau terkena efeknya setelah dilakukan palpasi dan perkusi.
Inspeksi:
Pada pemeriksaan inspeksi ini, si dokter akan melihat keadaan abdomen sang pasien
dan melaporkannya. Pada pemeriksaan ini yang akan dilaporkan adalah:

Menyebutkan bentuk abdomen sang pasien, simetris ataupon tidak, datar, membuncit
atau cekung.

Palpasi:
Palpasi dinding dada dapat dilakukan dalam keadaan statis dan dinamis. Palpasi hati
dilakukan untuk mencari ada tidaknya pembesaran hati. Palpasi mencari pembesaran hati bisa
dilakukan dari kuadran kanan atas menuju kearah inferior arcus costae dextra pada saat
pasien inspirasi. Kemudian dilakukan palpasi dari regio suprapubic menuju ke xiphoideus
saat pasien inspirasi.

Bila terdapat pembesaran hati dilaporkan:


1. Ukuran pembesaran hati di bawah arcus costae kanan dan di bawah processus
2.
3.
4.
5.

xiphodeus
Tepi (tajam/tumpul)
Konsistensi (kenyal, lunak atau keras)
Permukaan (licin, berbenjol- benjol)
Nyeri/ tidak

Perkusi:
Dilakukan perkusi untuk menentukan batas paru hati. Dilakukan perkusi sepanjang
garis midklavikula kanan sampai didapatkan adanya perubahan bunyi dari sonor menjadi
redup. Perubahan ini menunjukkan batas antara paru dan hati. Setelah itu dilakukan tes
peranjakan hati antara inspirasi dan ekspirasi. Secara normal akan terjadi perubahan bunyi
yaitu dari redup kemudian menjadi sonor kembali.
Auskultasi:
Pemeriksaan ini dilakukan bertujuan untuk menilai aliran udara melalui sistem
trakeobronkial.

Pemeriksaan Penunjang

Dilakukan untuk mendukung diagnosa awal yang telah dibuat berdasarkan anamnesa
dan pemeriksaan fisik. Pasien dengan hepatosellular proses biasanya terdapat peningkatan
dalam serum aminotransferase jika dibandingkan dengan alkaline phosphatase.
Tes fungsi biokimia hati
a. Bilirubin: tidak spesifik untuk penyakit hati. Meningkat juga pada hemolisis dan
obstruksi bilier.
b. SGOT/ AST & SGPT/ ALT: biasanya mengarah pada perlukaan hepatoseluler dan
inflamasi. Jika rasio AST: ALT > 2, cenderung ke penyakit hepatitis alkoholik.
c. Fosfatase alkali, y-GT: meningkat pada keadaan patologis yang mempengaruhi sistem
empedu intra dan ektrahepatik.
d. Albumin: Menunjukkan fungsi sintesis hati.
e. LDH: sensitivitas dan spesifisitasnya rendah pada penyakit hati.

Uji serologi:
Dilakukan untuk menyimpangkan diangnosa dengan hepatitis yang disebabkan virus.

Peningkatan kadar gamma globulin biasa terjadi pada infeksi akut hepatitis. Serum IgG dan
IgM terjadi peningkatan pada sepertiga pasien dengan infeksi ini. Tetapi peningkatan IgM
merupakan karakteristik dari fase akut hepatitis A.

Pemeriksaan radiologi:
Digunakan untuk menyimpangkan penyebab kepada patologi hati dan sebagai
pendukung diagnosa.
o USG: Efektif untuk evaluasi kantung empedu, duktus biliaris dan tumor hepar
o CT scanning: Membantu untuk mendeteksi lesi fokal hepatik yang
pembesarannya lebih atau sama dengan 1cm. Digunakan juga untuk visualisasi
struktur organ yang berdekatan dalam abdomen.
o MRI: Bisa digunakan untuk mendeteksi kista dan tumor. Selain itu bisa juga
terlihat V. portal, hepatic dan traktus biliaris tanpa menggunakan injeksi
kontras.

Prosedur:
Biopsi hati: dilakukan untuk mendapatkan diagnose yang pasti selain dilakukan juga
pemeriksaan penunjang yang lain. Dapat melihat secara langsung perubahanperubahan jaringan kolagen stroma.

Diagnosis Banding
1) Hepatitis viral akut5
4

Hepatitis akut merupakan infeksi sistemik yang mempengaruhi terutama hati.


Hampir semua kasus disebabkan oleh virus ini yaitu : hepatitis virus A (HAV),
hepatitis virus B (HBV), dan hepatitis virus C (HCV), virus hepatitis B berhubungan
dengan virus hepatitis D dan hepatitis E. Kecuali virus hepatitis B, merupakan virus
RNA, walaupun memiliki perbedaan pada jenis penyebab hepatitis ini, gejala yang
timbul, angka kematian hampir sama pada semuanya.
2) Kolesistitis6
Merupakan peradangan dari dinding kandung empedu, yang biasanya merupakan
akibat dari adanya batu empedu empedu di dalam duktus sistikus yang secara tiba-

tiba menyebabkan serangan nyeri yang luar biasa.


Gejala:
Nyeri di perut kanan bagian atas, bertambah hebat bila pasien menarik nafas dalam

dan sering menjalar ke bahu kanan. Terdapat juga mual- muntah.


Timbul demam ringan dan semakin cenderung meninggi.
Komplikasi:
Demam tinggi, menggigil, leukositosis dan berhentinya gerakan usus dapat

menunjukkan terjadinya abses, gangrene atau perforasi kandung empedu.


Bisa disertai jaundice menunjukkan saluran empedu telah tersumbat sebagian oleh

batu empedu atau peradangan.


Diagnosa banding ditolak kerna waktu pemeriksaan fisik tidak terdapat nyeri
pada bagian kanan atas dan nyeri yang menjalar ke bahu kanan.

Diagnosis Kerja
Hepatitis drug- induced
Hepatotoksisitas imbas obat merupakan komplikasi potensial yang hampir selalu ada
pada setiap obat yang diberikan, karena hati yang merupakan pusat disposisi metabolic dari
semua obat dan bahan- bahan asing yang masuk tubuh.
Kejadian jejas hati karena obat mungkin jarang terjadi namun akibat yang
ditimbulkannya fatal. Reaksi tersebut sebagian besar idiosinkratik. Hepatoksisitas imbas obat
merupakan alasan paling sering penarikan obat dari pasaran di Amerika syarika dan di
dalamnya termasuk lebih dari dari 50 persen kasus gagal hati akut.
Sebagian besar obat bersifat lipofilik sehingga membuat mereka mampu menembus
membrane sel intestinal. Obat kemudiannya diubah menjadi lebih hidrofilik melalui proses5

proses biokimiawi dalam hepar kemudian menghasilkan produk- produk larut air yang
diekskresikan dalam urin atau empedu. Biotransformasi ini melibatkan jalur oksidatif
utamanya melalui sistem enzim sitokrom P-450.
Kelainan-kelainan dari penyakit-penyakit hati yang diinduksi oleh obat adalah serupa
dengan yang dari penyakit-penyakit hati yang disebabkan oleh agent-agent lain seperti virusvirus dan penyakit-penyakit imunologi.
Contohnya, hepatitis yang diinduksi oleh obat (peradangan dari sel-sel hati) adalah
serupa dengan hepatitis virus; mereka keduanya dapat menyebabkan peninggian-peninggian
dari

tingkat-tingkat

darah

dari

aspartate

amino

transferase

(AST)

dan

alanine

aminotransferase (ALT) (enzim-enzim yang bocor dari hati yang luka dan kedalam darah)
serta anorexia (kehilangan nafsu makan), kelelahan, dan mual. Cholestasis yang diinduksi
oleh obat (menggangu aliran empedu yang disebabkan oleh luka pada saluran-saluran
empedu) dapat meniru cholestasis dari penyakit autoimun hati (seperti, primary biliary
cirrhosis atau PBC) dan dapat menjurus pada penigkatan-peningkatan tingkat-tingkat
darah bilirubin (yang menyebabkan jaundice), alkaline phosphatase (enzim yang bocor
dari saluran-saluran empedu yang luka), dan gatal.

Gejala-gejala

khas

dari

hepatitis

yang

diinduksi

obat

termasuk:

kehilangan nafsu makan,

mual,

demam,

kelemahan,

kecapaian, dan

nyeri perut.

Pada kasus-kasus yang lebih serius dapat ditemukan:

Urin yang gelap warnanya


6

Demam

Tinja yang pucat warnanya

Jaundice (penampakan kuning pada kulit dan bagian putih mata).

Pasien-pasien dengan hepatitis biasanya mempunyai tingkat-tingkat darah yang tinggi


dari AST, ALT, dan bilirubin. Keduanya hepatitis akut dan kronis secara khas menghilang
setelah penghentian obat, namun adakalanya hepatitis akut dapat menjadi cukup berat/parah
untuk menyebabkan gagal hati.
Contoh-contoh dari obat-obat yang dapat menyebabkan hepatitis akut termasuk
acetaminophen (Tylenol), phenytoin (Dilantin), aspirin, isoniazid (Nydrazid, Laniazid),
diclofenac (Voltaren), dan amoxicillin/clavulanic acid (Augmentin).
Contoh-contoh dari obat-obat yang dapat menyebabkan hepatitis kronis termasuk
minocycline (Minocin), nitrofurantoin (Furadantin, Macrodantin), phenytoin (Dilantin),
propylthiouracil, fenofibrate (Tricor), dan methamphetamine ("ecstasy").

EPIDEMIOLOGI
Di Amerika Serikat, insiden gagal hepar akut dilaporkan terjadi kurang lebih 2000
kasus

per tahun dan dari jumlah kasus sebanyak 50% dilaporkan disebabkan dari

pengobatan. Dilaporkan 39% kasus terjadi disebabkan oleh asetaminofen dan 13% lagi
merupakan idiosinkratik yang disebabkan oleh pengobatan lain.
Selain itu dilaporkan juga 2-5 % kasus dengan pasien jaundice dan dirawat inap dan
10% kasus lagi merupakan kasus hepatitis akut. Secara internasionalnya, data insiden ini
secara general masih belum diketahui.7

ETIOPATOGENESIS

Etiologinya adalah disebabkan induksi obat yang digunakan pasien. (obat anti TBC).
Secara generalnya, mekanisme jajas hati imbas obat yang mempengaruhi protein- protein
transport pada membrane kanalikuli dapat terjadi melalui mekanisme apoptosis hepatosit
imbas asam empedu dimana terjadi penumpukan asam- asam empedu di dalam hati.
Disamping itu, banyak reaksi hepatoseluler melibatkan sistem sitokrom P-450 yang
mengandung heme yang akan menghasilkan reaksi- reaksi energi tinggi yang dapat membuat
ikatan kovalen obat dengan enzim sehingga menghasilkan ikatan- ikatan baru yang tidak
mempunyai peran. Semua ini dapat merangsang respon imun yang melibatkan sel- sel T
sebagai sitotoksik dan berbagai sitokin.
Obat- obat tertentu bisa menghambat fungsi mitokondria dan enzim- enzim rantai
respirasi dan metabolit- metabolit toksik yang dikeluarkan dalam empedu dapat merosak
epitel saluran empedu.
Sekarang akan dibahas tentang hepatotoksisitas obat anti TBC yang berdasarkan
kepada kasus. Obat anti TBC terdiri daripada:
- rifampisin, isoniazid, pirazinamid, dan ethambutol/ streptomisin dan tiga obat
pertama yang disebutkan mempunyai sifat hepatotoksik.
Telah dibuktikan secara meyakinkan bahwa adanya keterkaitan HLA- DR2 dengan
tuberculosis paru pada berbagai populasi dan keterkaitan varian gen NRAMP1. Pada resiko
hepatotoksik imbas obat tuberculosis, ianya berkaitan dengan tidak adanya gen tertentu di
samping faktor resiko lain. Dengan demikian resiko hepatotoksisitas pada pasien dengan obat
anti TBC dipengaruhi oleh faktor klinik dan genetik.
Kebanyakan pasien-pasien dengan hepatitis isoniazid sembuh sepenuhnya dan dengan
segera setelah penghentian obat. Penyakit hati yang berat dan gagal hati kebanyakan terjadi
pada pasien-pasien yang terus menerus memakai isoniazid setelah timbulnya hepatitis. Oleh
karenanya, perawatan yang paling penting untuk keracunan hati isoniazid adalah pengenalan
awal dari hepatitis dan penghentian isoniazid sebelum luka hati yang serius telah terjadi.

Penatalaksanaan
Perawatan yang paling penting untuk penyakit hati yang diinduksi obat adalah
menghentikan obat yang menyebabkan penyakit hati. Pada kebanyakan pasien-pasien, tanda8

tanda dan gejala-gejala dari penyakit hati akan menghilang dan tes-tes darah akan menjadi
normal dan tidak akan ada kerusakan hati jangka panjang. Ada pengecualian-pengecualian,
bagaimanapun. Contohnya, overdosis Tylenol dirawat dengan oral N-acetylcysteine untuk
mencegah necrosis hati yang parah dan gagal hati. Transplantasi hati mungkin perlu untuk
beberapa pasien-pasien dengan gagal hati akut.8

Komplikasi
Gagal Hati Akut
Pada kasus berat, adakalanya hepatitis akut dapat menjadi cukup berat/parah untuk
menyebabkan gagal hati. Pasien-pasien ini sangat sakit dengan gejala-gejala hepatitis akut
dan persoalan-persoalan tambahan dari kebingungan atau koma (encephalopathy) dan memar
atau perdarahan (coagulopathy). Faktanya, sampai dengan 80% dari orang-orang dengan
fulminant hepatitis meninggal dalam waktu hari-hari sampai minggu-minggu. Di Amerika,
acetaminophen (Tylenol) adalah penyebab yang palng umum dari gagal hati akut.

Pencegahan
1) Menghentikan pengobatan yang diambil untuk mengelakkan masalah penyakit hati
menjadi semakin serius.
2) Menghentikan dan menghindari minum alkohol.

Prognosis
Prognosis sangat bervariasi tergantung kepada keadaan klinik pasien dan tingkat
kerusakan hati. Penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat, antara tahun 1996- 2001,
persentage keseluruhan kelangsungan hidup pasien (termasuk yang menjalani tranplantasi
hati) sebesar 72%.

Kesimpulan

Diagnosis dari penyakit-penyakit hati yang diinduksi obat seringkali adalah sulit.
Pasien-pasien mungkin tidak mempunyai gejala-gejala dari penyakit hati atau mungkin
mempunyai hanya gejala-gejala ringan yang tidak spesifik. Pasien-pasien mungkin
mengkonsumsi banyak obat-obat, yang membuatnya sulit untuk mengidentifikasi obat yang
menyerang. Pasien-pasien juga mungkin mempunyai penyebab-penyebab potensial lainnya
dari penyakit-penyakit hati seperti non-alcoholic fatty liver disease (NAFLD) dan
alkoholisme.

Daftar Pustaka
1) Supartondo. Setiyohadi B. Anamnesis. In: Aru W.S, Bambang S, Idrus A,
Marcellus SK, Siti S, editors. Ilmu penyakit dalam. 6th Ed, Jilid 1. Jakarta: Interna
publishing; 2009.p.25-8.
2) Cleopas Martin Rumende. Pemeriksaan fisis dada dan paru. In: Aru W.S,
Bambang S, Idrus A, Marcellus SK, Siti S, editors. Ilmu penyakit dalam. 6th Ed,
Jilid 1. Jakarta: Interna publishing; 2009.p.54- 62
3) Rifai Amirudin. Fisiologi dan biokimia hati. In: Aru W.S, Bambang S, Idrus A,
Marcellus SK, Siti S, editors. Ilmu penyakit dalam. 6th Ed, Jilid 1. Jakarta: Interna
publishing; 2009.p.631.
4) Stephen J. McPhee. Acute viral hepatitis and alcoholic hepatitis. In: Lawrence M.

Tierney. Current medical diagnosis and treatment. 47th Ed. United State: Mc Graw
Hill. 2008. p.569-72, 580.
5) Patrick Davey. Penyakit bilier, kolestitis. In: Blackwell Science Ltd. Medical at a
glance. Jakarta: Pusat perbukuan Depdiknas dan Penerbit Erlangga. 2006. p. 216
6) Paul N. Harijanto. Malaria. In: Aru W.S, Bambang S, Idrus A, Marcellus SK, Siti
S, editors. Ilmu penyakit dalam. 6th Ed, Jilid 3. Jakarta: Interna publishing;
2009.p.2813-20.
10

7) Stephen J. McPhee and William F. Ganong. Toxic hepatitis. In: LANGE medical book.
Pathophysiology of disease, An introduction to clinical medicine. 5 th Ed. New York:
Medical publishing division;2006.p. 410- 12.

8) Nilesh Mehta. Drug-Induced Hepatotoxicity . In: Michael R Pinsky. Disease and


condition. Hepatobilier. Medscape from WebMD.

11

Anda mungkin juga menyukai