KEJANG DEMAM
OLEH:
Dr. YOLA NEWARY
PRESEPTOR:
Dr. Rusdi, Sp. A(K)
BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK RSUP DR. M. DJAMIL
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2012
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
1.1 DEFINISI
1
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu
rectal diatas 38C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium.1Kejang demam
merupakan kelainan neurologis yang paling sering dijumpai pada anak-anak, terutama pada
golongan umur 3 bulan sampai 5 tahun. Menurut Consensus statement on febrile seizures (1980),
kejang demam adalah kejadian pada bayi atau anak yang berhubungan dengan demam tetapi
tidak pernah terbukti adanya infeksi intrakranial atau penyebab tertentu. Anak yang pernah
kejang tanpa demam dan bayi berumur kurang dari 4 minggu tidak termasuk dalam kejang
demam. Kejang demam harus dibedakan dengan epilepsi,yaitu yang ditandai denagn kejang
berulang tanpa demam.1,2,3
Definisi ini menyingkirkan kejang yang disebabkan penyakit saraf seperti meningitis,
ensefatitis atau ensefalopati. Kejang pada keadaan ini mempunyai prognosis berbeda dengan
kejang demam karena keadaan yang mendasarinya mengenai sistem susunan saraf pusat. Dahulu
Livingston membagi kejang demam menjadi 2 golongan, yaitu kejang demam sederhana (simple
febrile convulsion) dan epilepsi yang diprovokasi oleh demam (epilepsi triggered of by fever).2
Hampir 3% daripada anak yang berumur di bawah 5 tahun pernah menderitanya
(Millichap, 1968). Wegman (1939) dan Millichap (1959) dari percobaan binatang berkesimpulan
bahwa suhu yang tinggi dapat menyebabkan terjadinya bangkitan kejang. 1
Terjadinya bangkitan kejang demam bergantung kepada umur, tinggi serta cepatnya suhu
meningkat (Wegman, 1939; Prichard dan McGreal, 1958). Faktor hereditas juga mempunyai
peranan. Lennox-Buchthal (1971) berpendapat bah wa kepekaan terhadap bangkitan kejang
demam diturunkan oleh sebuah gen dominan dengan penetrasi yang tidak sempurna. Lennox
(1949) berpendapat bah wa 41,2% anggota keluarga penderita mempunyai riwayat kejang
sedangkan pada anak normal hanya 3%.1
terdapat beberapa perbedaan kecil dalam penggolongan tersebut, menyangkut jenis kejang,
tingginya demam, usia penderita, lamanya kejang berlangsung, gambaran rekam otak dan
lainnya1,2
I. Klasifikasi kejang demam menurut Prichard dan Mc Greal2
Prichard dan Mc Greal membagi kejang demam atas 2 golongan, yaitu:
1.
2.
Kejangnya bersifat simetris, artinya akan terlihat lengan dan tungkai kiri yang
3.
4.
5.
6.
Kejang demam yang tidak memenuhi butir tersebut diatas digolongkan sebagai kejang demam
tidak khas
II. Klasifikasi kejang demam menurut Livingston2
Livingston membagi dalam:
1.
2.
2.
3.
4.
5.
EEG normal
kejang demam yang tidak sesuai dengan ciri tersebut diatas digolongkan sebagai epilepsy yang
dicetuskan oleh demam
III. Klasifikasi kejang demam menurut Fukuyama 2
Fukuyama juga membagi kejang demam menjadi 2 golongan, yaitu:
3
1.
2.
2.
3.
Serangan kejang demam yang pertama terjadi antara usia 6 bulan - 6 tahun
4.
5.
6.
7.
8.
kejang demam yang tidak sesuai dengan criteria tersebut diatas digolongkan sebagai KD jenis
kompleks
bagian Ilmu Kesehatan Anak sub bagian Saraf Anak RSCM Jakarta, menggunakan
kriteria Livingston yang telah dimodifikasi sebagai pedoman untuak membuat diagnosis kejang
demam, yaitu:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Pemeriksaan EEG yang dibuat setidaknya 1 minggu sesudah suhu normal tidak
menunjukkan kelainan
7.
faktor demam
2.
3.
4.
5.
6.
demam. Imunisasi yang sering menyebabkan demam adalah DPT dan campak. 1
Penelitian.Lumbantobing pada 297 penderita kejang
jumlah penderita
100
91
Enteritis/gastroenteritis
22
44
Bronkopneumonia
38
Bronkitis
17
Campak
12
Varisela
Dengue
Tidak diketahui
66
PATOFISIOLOGI1,5
Meskipun mekanisme pasti terjadinya kejang tidak diketahui, beberapa faktor fisiologis
dianggap bertanggung jawab atas berkembangnya suatu kejang 1.
Untuk mempertahankan hidup sel atau organ otak, diperlukan suatu energi yang didapat dari
metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak yang terpenting adalah glukosa. Sifat proses
itu adalah oksidasi dimana oksigen disediakan dengan perantaraan fungsi paru-paru dan
diteruskan ke otak melalui sistem kardiovaskuler. Jadi sumber energi otak adalah glukosa yang
melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air.
Sel dikelilingi oleh suatu membran yang terdiri dari permukaan dalam berupa lipid dan
permukaan luar adalah ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan
mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na+) dan elektrolit lainnya,
6
kecuali ion klorida (Cl-). Akibatnya kosentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi
Na+ menjadi rendah sedangkan di luar sel neuron terjadi keadaan sebaliknya. Karena perbedaan
jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan potensial yang
disebut potensial membran dari sel neuron. Untuk menjaga keseimbangan petensial membran ini
diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K-ATPase yang terdapat pada permukaan sel.
Keseimbangan petensial membran ini dapat diubah oleh adanya perubahan konsentrasi
ion diruang ekstraseluler, rangsangan yang datangnya mendadak, misalnya mekanis, kimiawi
atau aliran listrik dari sekitarnya, dan perubahan dari patofisiologi dari membran sendiri karena
penyakit atau keturunan.
Pada keadaan demam, kenaikan 1oC akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal
10-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat sampai 20%. Jadi pada kenaikan suhu tubuh
tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran sel neuron, dan dalam waktu yang
singkat dapat terjadi difusi ion kalium listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya
sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran tetangganya dengan bantuan
neurotransmitter sehingga terjadinya kejang. Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda
dan kejang tergantung dari tinggi rendahnya ambang kejang seorang anak pada kenaikan suhu
tubuh tertentu. Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang sudah dapat terjadi pada
suhu 38oC, sedangkan pada anak dengan ambang kejang yang tinggi, kejang baru dapat terjadi
pada suhu 40oC atau lebih 4.
Pada kejang yang berlangsung lama biasanya disertai terjadinya apneu, meningkatnya
kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot rangka sedangkan otot pernafasan tidak
efisien sehingga tidak sempat bernafas yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnea,
hipoglikemia, asidosis laktat disebabkan metabolisme anaerob disertai denyut jantung yang tidak
teratur dan suhu tubuh yang semakin meningkat oleh karena meningkatnya aktivitas otot dan
selanjutnya menyebabkan metabolisme otot meningkat.
Gangguan
peredaran
darah
mengakibatkan
hipoksia
sehingga
meningkatkan
permeabilitas kapiler dan timbul oedem otak yang mengakibatkan kerusakan sel neuron.
MANIFESTASI KLINIK
Terjadinya kejang pada kejang demam terkait dengan kenaikan suhu yang cepat dan
biasanya berkembang bila suhu tubuh mencapai 39C atau lebih (rectal). Umumnya kejang
7
berlangsung singkat, berupa serangan tonik klonik. Bentuk kejang yang lain dapat juga terjadi
seperti mata terbalik keatas dengan disertai kekakuan atau kelemahan,gerakan sentakan berulang
tanpa didahului kekakuan, atau hanya sentakan atau kekakuan fokal.2,3,4,5
Sebagian besar kejang berlangsung kurang dari 6 menit dan kurang dari 8% yang
berlangsung lebih dari 15 menit. Sering kali kejang berhenti sendiri setelah mendapat
pertolongan pertama. Setelah kejang berhenti anak tampak lelah, mengantuk, tertidur pulas, dan
tidak memberikan reaksi apapun untuk sejenak atau disebut periode mengantuk singkat pasca
kejang, tetapi setelah beberapa detik atau menit, anak terbangun dan sadar kembali tanpa defisit
neurologis. 2
Kejang demam yang berlangsung lebih lama dari 15 menit sering bersifat fokal atau
unilateral dan kadang-kadang diikuti oleh parese Tood (lumpuh sementara pasca serangan
kejang) yang berlangsung beberapa jam sampai beberapa hari. Kejang unilateral yang lama dapat
diikuti oleh hemiparesis yang menetap. Bangkitan kejang yang berlangsung lama biasanya lebih
sering terjadi pada kejang demam yang pertama.2
DIAGNOSIS
Diagnosis kejang demam ditegakkan berdasarkan kriteria Livingston yang telah
dimodifikasi, yaitu:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Pemeriksaan EEG yang dibuat setidaknya 1 minggu sesudah suhu normal tidak
menunjukkan kelainan
7.
dengan adanya gejala kejang pada suhu badan yang tinggi serta tidak didapatkan gejala
neurologis lain dan anak segera sadar setelah kejang berlalu. Tetapi perlu diingat bahwa kejang
dengan suhu badan yang tinggi dapat pula tejadi pada kelainan lain, misalnya meningitis atau
ensefalitis
Pemeriksaan
cairan
serebrospinal
dapat
dilakukan
untuk
menyingkirkan
kemungkinan meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang pertama dan dengan usia
kurang dari 1 tahun. Saat ini pemeriksaaan EEG tidak dianjurkan untuk pasien kejang demam
sederhana. Pemeriksaan laboratorium tidak dianjurkan dan baru dilakukan bila dicurigai adanya
infeksi. Pasien dengan diare, muntah dan gangguan keseimbangan cairan dapat diduga terdapat
gangguan
2.
3.
sedalam 3 - 5 cm. Kemudian rektiol dipijat hingga kosong betul dan selanjutnya untuk beberapa
menit lubang dubur ditutup dengan cara merapatkan kedua muskulus gluteus. Dosis diazepam
intrarectal yg dapat digunakan adalah 5 mg untuk berat badan kurang dari 10 kg atau 10 mg
untuk berat badan lebih dari 10 kg. Bila kejang tidak berhenti diazepam dapat diulang 2 kali lagi
dengan interval 5 menit, bila tidak berhenti juga berikan fenitoin dengan dosis awal 10-20
mg/kgBB secara intravena perlahan-lahan 1 mg/kgBB/menit. Setelah pemberian fenitoin, harus
dilakukan pembilasan dengan NaCl fisiologis karena fenitoin bersifat basa dan menyebabkan
iritasi vena.
Bila kejang berhenti dengan diazepam, lanjutkan dengan pemberian fenobarbital
intramuskular. Dosis awal untuk bayi 1 bulan 1 tahun 50 mg dan di atas 1 tahun adalah 75
mg. Lalu 4 jam kemudian diberikan fenobarbital dosis rumatan. Untuk 2 hari pertama diberikan
dosis 8-10 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis, untuk hari-hari berikutnya dengan dosis 4-5
mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis. Dosis maksimal fenobarbital adalah 200 mg/hari karena dapat
menyebabkan hipotensi, penurunan kesadaran, dan depresi pernafasan.
Mencari dan mengobati penyebab
Pemeriksaaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan
meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang pertama. Walaupun demikian kebanyakan
dokter melakukan pungsi lumbal hanya pada kasus yang dicurigai sebagai meningitis, misalnya
bila ada gejala meningitis atau bila kejang demam berlangsung lama.2
Profilaksis untuk mencegah terjadinya kejang demam berulang
Pengobatan ini dibagi atas 2 bagian, yaitu:2
1. Profilaksis intermiten
Untuk mencegah terulangnya kejang kembali dikemudian hari, penderita yang menderita
kejang demam sederhana diberikan diazepam secara oral untuk profilaksis intermiten dengan
dosis 0,3-0,5 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis saat pasien demam. Diazepam dapat juga
diberikan secara intrarectal tiap 8 jam sebanyak 5 mg untuk berat badan kurang dari 10 kg dan
10 mg untuk berat badan lebih dari 10kg setiap pasien menunjukan suhu lebih dari 38,5C.
Profilaksis intermiten ini sebaiknya diberikan sampai kemungkinan anak untuk menderita kejang
demam sedarhana sangat kecil, yaitu sampai sekitar umur 4 tahun.
2. Profilaksis jangka panjang
10
Profilaksis jangka panjang berguna untuk menjamin terdapatnya dosis terapeutik yang
stabil dan cukup didalam darah penderita untuk mencegah berulangnya kejang demam yang
dapat menyebabkan kerusakan otak tetapi tidak dapat mencegah terjadinya epilepsi dikemudian
hari. Profilaksis jangka panjang dengan fenobarbital 4-5 mg/ kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis. Obat
lain yang dapat digunakan adalah asam valproat dengan dosis 15-40 mg/kgBB/hari. Antikonvulsan
untuk profilaksis jangka panjang diberikan selama 1-2 tahun setelah kejang terakhir dan dihentikan
bertahap selama 1-2 bulan.
Profilaksis jangka panjang dapat dipertimbangkan bila ada 2 kriteria (termasuk poin 1atau 2) yaitu:2
a. Sebelum kejang demam yang pertama sudah ada kelainan neurologis atau
perkembangan (misalnya serebral palsi atau mikrosefal, retardasi mental).
b. Kejang demam lebih lama dari 15 menit, fokal, atau diikuti kelainan
neurologissementara atau menetap.
c. Ada riwayat kejang tanpa demam pada orang tua atau saudara kandung.
d. Bila kejang demam terjadi pada bayi berumur kurang dari 12 bulan atau terjadi kejang
multipel dalam satu episode demam.
Bila hanya memenuhi satu kriteria saja dan ingin memberikan pengobatan jangka
panjang, maka berikan profilaksis intermiten yaitu pada waktu anak demam dengan diazepam oral alau
rektal tiap 8 jam di samping antipiretik
Dalam penanganan kejang demam, orang tua harus mengupayakan diri setenang mungkin
dalam mengobservasi anak. Beberapa hal yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut :8,9,10
Anak harus dibaringkan di tempat yang datar dengan posisi menyamping, bukan
Jangan meletakkan benda apapun dalam mulut si anak seperti sendok atau penggaris,
Sebagian besar kejang berlangsung singkat dan tidak memerlukan penanganan khusus.
Jika kejang terus berlanjut selama 10 menit, anak harus segera dibawa ke fasilitas
kesehatan terdekat. Sumber lain menganjurkan anak untuk dibawa ke fasilitas kesehatan jika
11
kejang masih berlanjut setelah 5 menit. Ada pula sumber yang menyatakan bahwa penanganan
lebih baik dilakukan secepat mungkin tanpa menyatakan batasan menit.
Setelah kejang berakhir (jika < 10 menit), anak perlu dibawa menemui dokter untuk
meneliti sumber demam, terutama jika ada kekakuan leher, muntah-muntah yang berat, atau anak
terus tampak lemas.
Jika anak dibawa ke fasilitas kesehatan, penanganan yang akan dilakukan selain poin-poin di atas
adalah sebagai berikut :8,9,10
Pemberian diazepam 0,5 mg/kg berat badan per rektal (melalui anus) atau jika telah
KEJANG
12
Di rumah sakit
KEJANG
Diazepam IV
Kecepatan 0,5-1 mg/menit (3-5 menit)
(Depresi pernapasan dapat terjadi)
KEJANG
Fenitoin bolus IV 10-20 mg/kgBB
Kecepatan 0,5-1 mg/kgBB/menit
KEJANG
Transfer ke ruang rawat intensif
Keterangan:1. Bi la k ej ang be rhenti t erapi profilaksis intermiten atau rumatan diberikan nerdasarkan
k ej angdemam sederhana atau kompleks dan faktor lainnya2 . P e m b e r i a n f e n i t o i n b o l u s s e b a i k n y a
s e c a r a d r i p i n t r a v e n a d i c a m p u r d e n a g n c a i r a n N a C l fisiologis, untuk mengurangi efek sampinh
aritmia dan hipotensi
PROGNOSIS2
Dengan penangulangan yang tepat dan cepat, prognosis kejang demam baik dan tidak
menyebabkan kematian. Frekuensi berulangnya kejang berkisar antara 25% - 50%, yang terjadi
13
pada 6 bulan pertama. Pada anak berumur kurang dari 13 tahun, berulangnya kejang pada
wanita 50% dan pria 33%. Pada anak berumur antara 14 bulan dan 3 tahun dengan riwayat
keluarga adanya kejang, terulangnya kejang adalah 50%, sedang pada tanpa riwayat kejang 25%.
Risiko yang akan dihadapi oleh seorang anak sesudah menderita kejang demam
tergantung dari faktor yaitu riwayat penyakit kejang tanpa demam dalam keluarga. kelainan
dalam perkembangan atau kelainan saraf sebelum anak menderita kejang demam dan kejang
yang berlangsung lama atau kejang fokal.
Bila terdapat paling sedikit 2 dari 3 faktor tersebut di atas, maka dikemudian hari akan
mengalami serangan kejang tanpa demam sekitar 13%, dibanding bila hanya terdapat 1 atau
tidak sama sekali faktor tersebut di atas, serangan kejang tanpa demam hanya 2% - 3% saja. Pada
penelitian yang dilakukan oleh The National Collaboratlve Perinatal Project di Amerika Serikat,
1.706 anak pasca kejang demam diikuti perkembangannya sampai usia 7 tahun, tidak
didapatkan kematian sebagai akibat kejang demam. Anak dengan kejang demam ini lalu
dibandingkan dengan saudara kandungnya yang normal, terhadap tes IQ dengan menggunakan
WISC. Angka rata-rata untuk iQ total ialah 93 pada anak yang pernah mendapat kejang demam.
Skor ini tidak berbeda bermakna dari saudara kandungnya (kontrol). Anak yang .sebelum
terjadinya kejang demam sudah abnormal atau dicurigai menunjukkan gejala yang ab normal,
rnempunyai skor yang lebih rendah daripada saudara kandungnya. Hasil yang diperoleh the
National Collaborative Perinatal Project ini hampir serupa dengan yang didapatkan di Inggris
oleh The National Child Development-Study* Didapatkan bahwa anak yang pernah mengalam
kejang demam kinerjanya tidak berbeda dengan populasi umum waktu di tes pada usia 7 dan 11
tahun.2,3,4,5,6
Pada penelitian Ellenberg dan Nelson mendapatkan tidak ada perbedaan IQ waktu
diperiksa pada usia 7 tahun antara anak dengan KD dan kembarannya yang tanpa kejang
demam.4
BAB II
LAPORAN KASUS
14
: Danang
Umur
: 2 tahun
Jenis Kelamin
: laki-laki
MR
: 703903
2.2 ANAMNESIS
Seorang pasien laki-laki berumur 2 tahun kiriman dari IGD RSUD Arosuka masuk ke
bangsal anak tanggal 16 November 2014 dengan :
Keluhan Utama
Kejang 1 jam sebelum masuk rumah sakit
Riwayat Penyakit Sekarang
Kejang 1 jam sebelum masuk rumah sakit, frekuensi 2x, lama kejang 5 menit, kejang
mendadak pada seluruh tubuh, mata terbelalak, dan keluar buih dari mulut. Sebelum
Anak pernah menderita kejang disertai demam seperti ini sebelumnya saat berumur 9
bulan dan 13 bulan, frekuensi masing-masing 2-3x, lamanya 10 menit, dirawat di
RSUD di Jawa ketika orangtua pasien masih tinggal di sana, dan tidak rutin berobat anti
kejang.
15
Tidak ada anggota keluarga pasien yang menderita kejang seperti ini sebelumnya
Riwayat Kelahiran
Saat lahir menangis kuat, berat badan lahir 2800 gram, panjang badan lahir 47 cm
Riwayat Imunisasi
BCG
DPT
: umur 2, 3, 4 bulan
Polio
: umur 2, 3, 4 bulan
Hepatitis B
: umur 2, 3, 4 bulan
Campak
: umur 9 bulan
tertawa
: 2 bulan
miring
: 3 bulan
tengkurap
: 4 bulan
duduk
: 6 bulan
merangkak
: 8 bulan
berdiri
: 10 bulan
lari
: 12 bulan
gigi pertama : 6 bulan
bicara satu suku kata : 11 bulan
perkembangan mental:
isap jempol (-), gigit kuku (-), mengompol (-), aktif sekali (-), apati (-), ketakutan (-), pergaulan
jelek (-)
kesan : perkembangan fisik dan mental baik
Riwayat Sosial Ekonomi
Rumah permanen
: sakit sedang
Kesadaran
: somnolen
Frekuensi nafas
: 30 x/menit
Nadi
: 116x/menit
Suhu
: 39C
Berat badan
: 10 kg
Tinggi badan : 85 cm
Sianosis
: Tidak ada
BB/U
: 83%
Anemis
: Tidak ada
TB/U
: 97%
Ikterik
: Tidak ada
BB/TB
: 85%
Edema
: Tidak ada
Status gizi
: baik
Pemeriksaan Sistemik :
Kulit
Kepala
Mata
Telinga
Hidung
Tenggorok
Mulut
: Mukosa mulut dan bibir basah. Sianosis sekitar mulut tidak ada
Leher
17
KGB
Dada
:
Paru
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
: Sonor.
Auskultasi
Jantung :
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
: Batas jantung atas: RIC II, kanan: LSD, kiri: 1 jari medial LMCS RIC V
Auskultasi
Perut :
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
: Timpani
Auskultasi
Punggung
: 13,2 gr/dl
Leukosit
: 7000 /mm3
Trombosit
: 251.000/mm
17 November 2014
S/
kejang (-)
Demam (-)
muntah (-)
BAK & BAB biasa
O/
KU
: Sakit ringan
Kesadaran
: somnolen
Nadi
: 92x/menit
Nafas
: 30x/menit
Suhu
: 37C
Mata
Kulit
: teraba hangat
Paru
Jantung
Abdomen
Ekstremitas
18 November 2014
S/
kejang (-)
Demam (-)
muntah (-)
BAK & BAB biasa
O/
KU
: Sakit ringan
20
Kesadaran
: komposmentis koperatif
Nadi
: 88x/menit
Nafas
: 28x/menit
Suhu
: 37C
Mata
Kulit
: teraba hangat
Paru
Jantung
Abdomen
Ekstremitas
BAB III
DISKUSI
Seorang pasien laki-laki berumur 8 tahun 5 bulan kiriman dari IGD RS. Dr.M.Djamil
Padang masuk ke bangsal anak tanggal 01 oktober 2012 dengan keluhan kejang 1 hari sebelum
masuk Rumah sakit, frekuensi 1x, lama kejang jam, kejang mendadak pada seluruh tubuh,
21
tangan dan kaki kaku, dan mata melirik ke atas. Kejang 1 jam setelah demam tinggi. Setelah
kejang pasien tertidur.. sebelum kejang, kira-kira 1 jam sebelumnya, pasien demam tinggi,
demamnya terus menerus, tidak menggigil dan tidak berkeringat. Saat kejang, pasien muntah,
frekuensi 2 kali,, banyaknya 2 sendok makan - 1/2 gelas per kali, isi muntah apa yang
dimakan, dan tidak menyemprot.
Pada anamnesis, diketahui bahwa pasien pernah menderita kejang disertai demam seperti
ini sebelumnya saat berumur 2 tahun dan 3 tahun pada tahun 2006 dan 2007, frekuensi masingmasing 1x, lamanya 10 menit, dirawat di RSUD Batusangkar, dan tidak rutin berobat anti
kejang. Selain itu, ibu dan kedua kakak pasien pernah menderita kejang demam ini. Kakak
pertama pasien menderita kejang disertai demam pada usia 3 tahun, sudah pernah di EEG, dan
mendapat obat rutin anti kejang. Kakak ketiga pasien juga menderita kejang disertai demam saat
berusia 4 tahun, tidak mendapat obat anti kejang rutin. Ibu pasien juga pernah menderita kejang
disertai demam saat anak-anak.
Sebelumnya anak telah dirawat di RSUD Batusangkar 1 hari yang lalu selama 1 hari
rawatan saat anak kejang. Kemudian dirujuk ke RS Dr. M. Djamil padang esok harinya atas
keinginan keluarga pasien.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan pasien dalam keadaan sadar, TD 90/60 mmHg, nadi
88x/menit, nafas 30x/menit, suhu agak tinggi (38,1 C), tonsil hiperemis dan membesar, faring
hiperemis, reflex-refleks masih dalam batas normal. Status gizi pasien baik.
Untuk selanjutnya, direncanakan pemeriksaan EEG. Pemeriksaan EEG dilakukan
untuk mengetahui apakah ada fokus epilepsi pada pasien ini karena pasien mempunyai riwayat
kejang sebelumnya.
Pasien didiagnosis dengan kejang demam plus dan tonsilofaringitis akut karena
ditemukan gejala klinis seperti kejang yang didahului demam sebelumnya, kejang terjadi saat
usia di atas 6 tahun, dan terdapat juga tonsil dan faring yang hiperemis. Adapun tatalaksana yang
diberikan pada pasien ini adalah luminal tablet 2x100 mg per oral dan paracetamol 3x250 mg.
pada pasien ini diberikan luminal oral untuk dosis rumatan setelah kejang berhenti yaitu dengan
dosis 8-10mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis untuk 2 hari pertama dan dilanjutkan dengan dosis
4-5 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis. selain itu pasien juga mengkonsumsi makanan lunak
dengan kebutuhan kalori sebesar 1700 kkal. Pasien diberi makanan lunak karena sebelumnya
pasien mengeluh adanya nyeri menelan akibat tonsilofaringitis.
22
Pada pasien ini, risiko terjadinya epilepsi adalah sekitar 4,5% karena pasien mempunyai
riwayat kejang lebih dari 15 menit. Selain itu perlu edukasi pada keluarga pasien mengenai
kejang demam ini, bahwa kejang demam umumnya mempunyai prognosis baik, menerangkan
bagaimana cara penanganan kejang bila kemungkinan terjadi bangkitan kejang pada pasien dan
juga pemberian obat selama 1 tahun untuk profilaksis.
DAFTAR PUSTAKA
1. Tumbelaka,A., Trihono,P.,Kurniati,N., Penanganan Demam Pada Anak Secara Profesional:
Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu Kesehatan Anak XLVII.Cetakan pertama,FKUIRSCM.Jakara,2005
2. Lumbantobing,S.M:Kejang Demam.Balai Penerbit FKUI,Jakarta,2007
3. Behrman, R., Hal. B. Nelson Ilmu Kesehatan Anak : Kejang Demam. 18 edition. EGC,
Jakarta 2007.
4. Fleisher, Gary R, M.D., Stephen Ludwig, M.G. Text Book Of Pediatric Emergency Medicine :
Seizures. Williams & Wilkins Baltimore. London. 2007
5. Mansjoer, A., Wardhani, W.. Kapita Selekta Kedokteran : kejang Demam. Edisi ke3 Jilid 2.
Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta 2000.
23
24