Anda di halaman 1dari 24

CASE REPORT SESSION

KEJANG DEMAM

OLEH:
Dr. YOLA NEWARY
PRESEPTOR:
Dr. Rusdi, Sp. A(K)
BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK RSUP DR. M. DJAMIL
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2012

BAB I
TINJAUAN PUSTAKA

1.1 DEFINISI
1

Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu
rectal diatas 38C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium.1Kejang demam
merupakan kelainan neurologis yang paling sering dijumpai pada anak-anak, terutama pada
golongan umur 3 bulan sampai 5 tahun. Menurut Consensus statement on febrile seizures (1980),
kejang demam adalah kejadian pada bayi atau anak yang berhubungan dengan demam tetapi
tidak pernah terbukti adanya infeksi intrakranial atau penyebab tertentu. Anak yang pernah
kejang tanpa demam dan bayi berumur kurang dari 4 minggu tidak termasuk dalam kejang
demam. Kejang demam harus dibedakan dengan epilepsi,yaitu yang ditandai denagn kejang
berulang tanpa demam.1,2,3
Definisi ini menyingkirkan kejang yang disebabkan penyakit saraf seperti meningitis,
ensefatitis atau ensefalopati. Kejang pada keadaan ini mempunyai prognosis berbeda dengan
kejang demam karena keadaan yang mendasarinya mengenai sistem susunan saraf pusat. Dahulu
Livingston membagi kejang demam menjadi 2 golongan, yaitu kejang demam sederhana (simple
febrile convulsion) dan epilepsi yang diprovokasi oleh demam (epilepsi triggered of by fever).2
Hampir 3% daripada anak yang berumur di bawah 5 tahun pernah menderitanya
(Millichap, 1968). Wegman (1939) dan Millichap (1959) dari percobaan binatang berkesimpulan
bahwa suhu yang tinggi dapat menyebabkan terjadinya bangkitan kejang. 1
Terjadinya bangkitan kejang demam bergantung kepada umur, tinggi serta cepatnya suhu
meningkat (Wegman, 1939; Prichard dan McGreal, 1958). Faktor hereditas juga mempunyai
peranan. Lennox-Buchthal (1971) berpendapat bah wa kepekaan terhadap bangkitan kejang
demam diturunkan oleh sebuah gen dominan dengan penetrasi yang tidak sempurna. Lennox
(1949) berpendapat bah wa 41,2% anggota keluarga penderita mempunyai riwayat kejang
sedangkan pada anak normal hanya 3%.1

KLASIFIKASI KEJANG DEMAM (KD)


Umumnya kejang demam diklasifikasikan menjadi 2 golongan yaitu kejang demam
sederhana, yang berlangsung kurang dari 15 menit dan berlangsung umum, dan kejang demam
kompleks, yang berlangsung kurang dari 15 menit, fokal, atau multiple (lebih dari 1 kali kejang
dalam 24 jam). Kriteria penggolongan tersebut dikemukan oleh berbagai pakar. Dalam hal ini
2

terdapat beberapa perbedaan kecil dalam penggolongan tersebut, menyangkut jenis kejang,
tingginya demam, usia penderita, lamanya kejang berlangsung, gambaran rekam otak dan
lainnya1,2
I. Klasifikasi kejang demam menurut Prichard dan Mc Greal2
Prichard dan Mc Greal membagi kejang demam atas 2 golongan, yaitu:
1.

Kejang demam sederhana

2.

Kejang demam tidak khas

Ciriciri kejang demam sederhana ialah:2


1.

Kejangnya bersifat simetris, artinya akan terlihat lengan dan tungkai kiri yang

kejang sama seperti yang kanan


2.

Usia penderita antara 6 bulan - 4 tahun

3.

Suhu 100F (37,78C) atau lebih

4.

Lamanya kejang berlangsung kurang dari 30 menit

5.

Keadaan neurology normal dan setelah kejang juga tetap normal

6.

EEG yang dibuat setelah tidak demam adalah normal

Kejang demam yang tidak memenuhi butir tersebut diatas digolongkan sebagai kejang demam
tidak khas
II. Klasifikasi kejang demam menurut Livingston2
Livingston membagi dalam:
1.

kejang demam sederhana

2.

Epilepsy yang dicetuskan oleh demam

Ciri-ciri kejang demam sederhana:2


1.

Kejang bersifat umum

2.

Lamanya kejang berlangsung singkat (kurang dari 15 menit)

3.

Usia waktu kejang demam pertama muncul kurang dari 6 tahun

4.

Frekuensi serangan 1-4 kali dalam satu tahun

5.

EEG normal

kejang demam yang tidak sesuai dengan ciri tersebut diatas digolongkan sebagai epilepsy yang
dicetuskan oleh demam
III. Klasifikasi kejang demam menurut Fukuyama 2
Fukuyama juga membagi kejang demam menjadi 2 golongan, yaitu:
3

1.

kejang demam sederhana

2.

kejang demam kompleks

Ciri-ciri kejang demam sederhana menurut Fukuyama:2


1.

Pada keluarga penderita tidak ada riwayat epilepsy

2.

Sebelumnya tidak ada riwayat cedera otak oleh penyebab apapun

3.

Serangan kejang demam yang pertama terjadi antara usia 6 bulan - 6 tahun

4.

Lamanya kejang berlangsung tidak lebih dari 20menit

5.

Kejang tidak bersifat fokal

6.

Tidak didapatkan gangguan atau abnormalitas pasca kejang

7.

Sebelumnya juga tidak didapatkan abnormalitas neurologist atau abnormalitas


perkembangan

8.

Kejang tidak berulang dalam waktu singkat

kejang demam yang tidak sesuai dengan criteria tersebut diatas digolongkan sebagai KD jenis
kompleks
bagian Ilmu Kesehatan Anak sub bagian Saraf Anak RSCM Jakarta, menggunakan
kriteria Livingston yang telah dimodifikasi sebagai pedoman untuak membuat diagnosis kejang
demam, yaitu:
1.

Umur anak ketika kejang antara 6 bulan 6 tahun

2.

Kejang berlangsung hanya sebentar saja, tidak lebih dari 15 menit

3.

Kejang bersifat umum

4.

Kejang timbul 16 jam pertama setelah timbulnya demam

5.

tidak ada defisit neurologis sebelum dan sesudah kejang

6.

Pemeriksaan EEG yang dibuat setidaknya 1 minggu sesudah suhu normal tidak
menunjukkan kelainan

7.

Frekuensi bangkitan kejang dalam satu tahun tidak melebihi 4 kali

kejang demam dibagi menjadi 3 kelompok:


1. Kejang demam kompleks
- Lama > 15 menit
- Fokal/parsial atau fokal yg menjadi umum
- Kejang berulang dalam 24 jam
2. Kejang demam sederhana
4

- Lama < 15 menit


- umum
- Kejang tidak berulang dalam 24 jam
3. Kejang demam plus (Febrile Seizure Plus)
- Kejang demam yang ada > umur 6 tahun
- Kejang demam bersamaan dengan Epilepsi
- Serangan kejang yang sering > 13x/thn
- Phenotype Kejang Demam
- Mutasi pada channel sodium dan GABA
FAKTOR RISIKO
Faktor risiko kejang demam yaitu adanya demam, faktor riwayat kejang demam pada
orang tua atau saudara kandung, perkembangan terlambat, gangguan pada masa neonatus, dan
kadar natrium rendah. Setelah kejang demam pertama, sekitar 33 anak akan mengalami
berulangnya kejang demam 1 kali atau lebih, dan sekitar 9 anak mengalami berulangnya kejang
demam 3 kali atau lebih. Resiko berulangnya kejang demam meningkat pada usia dini, cepatnya
anak mendapat kejang setelah demam timbul, suhu yang sangat rendah saat kejang, riwayat
keluarga kejang demam, dan riwayat keluarga epilepsi.1
Dua puluh sampai 25% penderita kejang demam mempunyai keluarga dekat (orangtua dan saudara kandung) yang juga pernah menderita kejang demam.Tsuboi mendapatkan
bahwa insiden kejang demam pada orang tua penderita kejang demam ialah 17% dan pada
saudara kandungnya 22%.
Pada penderita kejang demam risiko saudara kandung berikutnya untuk mendapat
kejang demam ialah 10%. Namun bila satu dari orang-tuanya dan satu saudara pernah pula
mengalami kejang demam, kemungkinan ini meningkat menjadi 50% .1,2,3
ETIOLOGI
Penyebab kejang demam hingga kini masih belum diketahui dengan pasti. Beberapa
faktor yang mungkin berperan dalam menyebabkan kejang demam,yaitu:2,3,4
1.

faktor demam

2.

Efek metabolik mikroorganisme (kuman dan virus) terhadap otak

3.

Respon alergi atau keadaan imun yang abnormal


5

4.

Perubahan keseimbangan cairan atau elektrolit

5.

Ensefalitis viral yang ringan atau yang tidak diketahui

6.

Gabungan semua faktor diatas


Demam yang terjadi setelah anak diimunisasi juga dapat memprovokasi kejang

demam. Imunisasi yang sering menyebabkan demam adalah DPT dan campak. 1
Penelitian.Lumbantobing pada 297 penderita kejang

demam, didapatkan beberapa

penyakit penyebab demam.


Tabel 1. Penyebab demam
Penyebab demam

jumlah penderita

Tonsilitis dan/atau faringitis

100

Otitis media akut

91

Enteritis/gastroenteritis

22

Enteritis/gastroenteritis disertai dehidrasi

44

Bronkopneumonia

38

Bronkitis

17

Campak

12

Varisela

Dengue

Tidak diketahui

66

PATOFISIOLOGI1,5
Meskipun mekanisme pasti terjadinya kejang tidak diketahui, beberapa faktor fisiologis
dianggap bertanggung jawab atas berkembangnya suatu kejang 1.
Untuk mempertahankan hidup sel atau organ otak, diperlukan suatu energi yang didapat dari
metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak yang terpenting adalah glukosa. Sifat proses
itu adalah oksidasi dimana oksigen disediakan dengan perantaraan fungsi paru-paru dan
diteruskan ke otak melalui sistem kardiovaskuler. Jadi sumber energi otak adalah glukosa yang
melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air.
Sel dikelilingi oleh suatu membran yang terdiri dari permukaan dalam berupa lipid dan
permukaan luar adalah ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan
mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na+) dan elektrolit lainnya,
6

kecuali ion klorida (Cl-). Akibatnya kosentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi
Na+ menjadi rendah sedangkan di luar sel neuron terjadi keadaan sebaliknya. Karena perbedaan
jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan potensial yang
disebut potensial membran dari sel neuron. Untuk menjaga keseimbangan petensial membran ini
diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K-ATPase yang terdapat pada permukaan sel.
Keseimbangan petensial membran ini dapat diubah oleh adanya perubahan konsentrasi
ion diruang ekstraseluler, rangsangan yang datangnya mendadak, misalnya mekanis, kimiawi
atau aliran listrik dari sekitarnya, dan perubahan dari patofisiologi dari membran sendiri karena
penyakit atau keturunan.
Pada keadaan demam, kenaikan 1oC akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal
10-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat sampai 20%. Jadi pada kenaikan suhu tubuh
tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran sel neuron, dan dalam waktu yang
singkat dapat terjadi difusi ion kalium listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya
sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran tetangganya dengan bantuan
neurotransmitter sehingga terjadinya kejang. Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda
dan kejang tergantung dari tinggi rendahnya ambang kejang seorang anak pada kenaikan suhu
tubuh tertentu. Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang sudah dapat terjadi pada
suhu 38oC, sedangkan pada anak dengan ambang kejang yang tinggi, kejang baru dapat terjadi
pada suhu 40oC atau lebih 4.
Pada kejang yang berlangsung lama biasanya disertai terjadinya apneu, meningkatnya
kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot rangka sedangkan otot pernafasan tidak
efisien sehingga tidak sempat bernafas yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnea,
hipoglikemia, asidosis laktat disebabkan metabolisme anaerob disertai denyut jantung yang tidak
teratur dan suhu tubuh yang semakin meningkat oleh karena meningkatnya aktivitas otot dan
selanjutnya menyebabkan metabolisme otot meningkat.
Gangguan

peredaran

darah

mengakibatkan

hipoksia

sehingga

meningkatkan

permeabilitas kapiler dan timbul oedem otak yang mengakibatkan kerusakan sel neuron.
MANIFESTASI KLINIK
Terjadinya kejang pada kejang demam terkait dengan kenaikan suhu yang cepat dan
biasanya berkembang bila suhu tubuh mencapai 39C atau lebih (rectal). Umumnya kejang
7

berlangsung singkat, berupa serangan tonik klonik. Bentuk kejang yang lain dapat juga terjadi
seperti mata terbalik keatas dengan disertai kekakuan atau kelemahan,gerakan sentakan berulang
tanpa didahului kekakuan, atau hanya sentakan atau kekakuan fokal.2,3,4,5
Sebagian besar kejang berlangsung kurang dari 6 menit dan kurang dari 8% yang
berlangsung lebih dari 15 menit. Sering kali kejang berhenti sendiri setelah mendapat
pertolongan pertama. Setelah kejang berhenti anak tampak lelah, mengantuk, tertidur pulas, dan
tidak memberikan reaksi apapun untuk sejenak atau disebut periode mengantuk singkat pasca
kejang, tetapi setelah beberapa detik atau menit, anak terbangun dan sadar kembali tanpa defisit
neurologis. 2
Kejang demam yang berlangsung lebih lama dari 15 menit sering bersifat fokal atau
unilateral dan kadang-kadang diikuti oleh parese Tood (lumpuh sementara pasca serangan
kejang) yang berlangsung beberapa jam sampai beberapa hari. Kejang unilateral yang lama dapat
diikuti oleh hemiparesis yang menetap. Bangkitan kejang yang berlangsung lama biasanya lebih
sering terjadi pada kejang demam yang pertama.2
DIAGNOSIS
Diagnosis kejang demam ditegakkan berdasarkan kriteria Livingston yang telah
dimodifikasi, yaitu:
1.

Umur anak ketika kejang antara 6 bulan 6 tahun

2.

Kejang berlangsung hanya sebentar saja, tidak lebih dari 15menit

3.

Kejang bersifat umum

4.

Kejang timbul 16 jam pertama setelah timbulnya demam

5.

tidak ada defisit neurologis sebelum dan sesudah kejang

6.

Pemeriksaan EEG yang dibuat setidaknya 1 minggu sesudah suhu normal tidak
menunjukkan kelainan

7.

Frekuensi bangkitan kejang dalam satu tahun tidak melebihi 4 kali


Secara klinis umumnya tidak sulit untuk menegakkan diagnosis kejang demam,

dengan adanya gejala kejang pada suhu badan yang tinggi serta tidak didapatkan gejala
neurologis lain dan anak segera sadar setelah kejang berlalu. Tetapi perlu diingat bahwa kejang

dengan suhu badan yang tinggi dapat pula tejadi pada kelainan lain, misalnya meningitis atau
ensefalitis
Pemeriksaan

cairan

serebrospinal

dapat

dilakukan

untuk

menyingkirkan

kemungkinan meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang pertama dan dengan usia
kurang dari 1 tahun. Saat ini pemeriksaaan EEG tidak dianjurkan untuk pasien kejang demam
sederhana. Pemeriksaan laboratorium tidak dianjurkan dan baru dilakukan bila dicurigai adanya
infeksi. Pasien dengan diare, muntah dan gangguan keseimbangan cairan dapat diduga terdapat
gangguan

metabolisme akut, sehingga pemeriksaan elektrolit diperlukan. Pemeriksaan

labratorium lain perlu dilakukan untuk mencari penyebab timbulnya demam.2


PENATALAKSANAAN
Ada 3 hal yang perlu dikerjakan pada penatalaksanaan kejang demam yaitu:2,3,4,5,6,9,10
1.

Pengobatan fase akut

2.

Mencari dan mengobati penyebab

3.

Pengobatan profilaksis terhadap berulangnya kejang demam

Pengobatan fase akut


Pada waktu kejang pasien dimiringkan untuk mencegah aspirasi ludah atau muntahan
dan diusahakan jalan nafas harus bebas agar oksigenisasi terjamin. Perhatikan tanda vital seperti
kesadaran, tekanan darah, suhu, pernafasan, dan fungsi jantung. Suhu tubuh yang tinggi
diturunkan dengan kompres air hangat dan pemberian antipiretik.
Demam yang timbul dapat diturunkan dengan antipiretik yaitu asetaminofen 10 - 15
mg/kgBB/hari setiap 4 6 jam atau ibuprofen 5 10 mg/kgBB/hari setiap 4 6 jam.
Diazepam adalah obat yang paling cepat menghentikan kejang. Efek terapeutik
diazepam sangat cepat, yaitu antara 30 detik sampai 5 menit dan efek toksik yang serius hampir
tidak dijumpai apabila diberikan secara perlahan dan dosis tidak melebihi 50 mg tiap kali
suntikan. Diazepam dapat diberikan secara intravena dan intrarectal. Dosis diazepam intravena
0,3-0,5 mg/kgBB/kali dengan kecepatan 1-2 mg/menit dengan dosis maksimal 20 mg.
Pemberian diazepam secara intravena pada anak yang kejang seringkali menyulitkan,
cara pemberian yang mudah, sederhana dan efektif melalui rektum telah dibuktikan
keampuhannya. Pemberian diazepam rektal dilakukan pada anak dalam posisi miring atau
menungging dan kemudian rektiol yang ujungnya diolesi vaselin, dimasukkan ke rektum
9

sedalam 3 - 5 cm. Kemudian rektiol dipijat hingga kosong betul dan selanjutnya untuk beberapa
menit lubang dubur ditutup dengan cara merapatkan kedua muskulus gluteus. Dosis diazepam
intrarectal yg dapat digunakan adalah 5 mg untuk berat badan kurang dari 10 kg atau 10 mg
untuk berat badan lebih dari 10 kg. Bila kejang tidak berhenti diazepam dapat diulang 2 kali lagi
dengan interval 5 menit, bila tidak berhenti juga berikan fenitoin dengan dosis awal 10-20
mg/kgBB secara intravena perlahan-lahan 1 mg/kgBB/menit. Setelah pemberian fenitoin, harus
dilakukan pembilasan dengan NaCl fisiologis karena fenitoin bersifat basa dan menyebabkan
iritasi vena.
Bila kejang berhenti dengan diazepam, lanjutkan dengan pemberian fenobarbital
intramuskular. Dosis awal untuk bayi 1 bulan 1 tahun 50 mg dan di atas 1 tahun adalah 75
mg. Lalu 4 jam kemudian diberikan fenobarbital dosis rumatan. Untuk 2 hari pertama diberikan
dosis 8-10 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis, untuk hari-hari berikutnya dengan dosis 4-5
mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis. Dosis maksimal fenobarbital adalah 200 mg/hari karena dapat
menyebabkan hipotensi, penurunan kesadaran, dan depresi pernafasan.
Mencari dan mengobati penyebab
Pemeriksaaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan
meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang pertama. Walaupun demikian kebanyakan
dokter melakukan pungsi lumbal hanya pada kasus yang dicurigai sebagai meningitis, misalnya
bila ada gejala meningitis atau bila kejang demam berlangsung lama.2
Profilaksis untuk mencegah terjadinya kejang demam berulang
Pengobatan ini dibagi atas 2 bagian, yaitu:2
1. Profilaksis intermiten
Untuk mencegah terulangnya kejang kembali dikemudian hari, penderita yang menderita
kejang demam sederhana diberikan diazepam secara oral untuk profilaksis intermiten dengan
dosis 0,3-0,5 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis saat pasien demam. Diazepam dapat juga
diberikan secara intrarectal tiap 8 jam sebanyak 5 mg untuk berat badan kurang dari 10 kg dan
10 mg untuk berat badan lebih dari 10kg setiap pasien menunjukan suhu lebih dari 38,5C.
Profilaksis intermiten ini sebaiknya diberikan sampai kemungkinan anak untuk menderita kejang
demam sedarhana sangat kecil, yaitu sampai sekitar umur 4 tahun.
2. Profilaksis jangka panjang

10

Profilaksis jangka panjang berguna untuk menjamin terdapatnya dosis terapeutik yang
stabil dan cukup didalam darah penderita untuk mencegah berulangnya kejang demam yang
dapat menyebabkan kerusakan otak tetapi tidak dapat mencegah terjadinya epilepsi dikemudian
hari. Profilaksis jangka panjang dengan fenobarbital 4-5 mg/ kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis. Obat
lain yang dapat digunakan adalah asam valproat dengan dosis 15-40 mg/kgBB/hari. Antikonvulsan
untuk profilaksis jangka panjang diberikan selama 1-2 tahun setelah kejang terakhir dan dihentikan
bertahap selama 1-2 bulan.
Profilaksis jangka panjang dapat dipertimbangkan bila ada 2 kriteria (termasuk poin 1atau 2) yaitu:2
a. Sebelum kejang demam yang pertama sudah ada kelainan neurologis atau
perkembangan (misalnya serebral palsi atau mikrosefal, retardasi mental).
b. Kejang demam lebih lama dari 15 menit, fokal, atau diikuti kelainan
neurologissementara atau menetap.
c. Ada riwayat kejang tanpa demam pada orang tua atau saudara kandung.
d. Bila kejang demam terjadi pada bayi berumur kurang dari 12 bulan atau terjadi kejang
multipel dalam satu episode demam.
Bila hanya memenuhi satu kriteria saja dan ingin memberikan pengobatan jangka
panjang, maka berikan profilaksis intermiten yaitu pada waktu anak demam dengan diazepam oral alau
rektal tiap 8 jam di samping antipiretik
Dalam penanganan kejang demam, orang tua harus mengupayakan diri setenang mungkin
dalam mengobservasi anak. Beberapa hal yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut :8,9,10

Anak harus dibaringkan di tempat yang datar dengan posisi menyamping, bukan

terlentang, untuk menghindari bahaya tersedak.

Jangan meletakkan benda apapun dalam mulut si anak seperti sendok atau penggaris,

karena justru benda tersebut dapat menyumbat jalan napas.

Jangan memegangi anak untuk melawan kejang.

Sebagian besar kejang berlangsung singkat dan tidak memerlukan penanganan khusus.

Jika kejang terus berlanjut selama 10 menit, anak harus segera dibawa ke fasilitas

kesehatan terdekat. Sumber lain menganjurkan anak untuk dibawa ke fasilitas kesehatan jika

11

kejang masih berlanjut setelah 5 menit. Ada pula sumber yang menyatakan bahwa penanganan
lebih baik dilakukan secepat mungkin tanpa menyatakan batasan menit.

Setelah kejang berakhir (jika < 10 menit), anak perlu dibawa menemui dokter untuk

meneliti sumber demam, terutama jika ada kekakuan leher, muntah-muntah yang berat, atau anak
terus tampak lemas.
Jika anak dibawa ke fasilitas kesehatan, penanganan yang akan dilakukan selain poin-poin di atas
adalah sebagai berikut :8,9,10

Memastikan jalan napas anak tidak tersumbat

Pemberian oksigen melalui face mask

Pemberian diazepam 0,5 mg/kg berat badan per rektal (melalui anus) atau jika telah

terpasang selang infus 0,2 mg/kg per infus

Pengawasan tanda-tanda depresi pernapasan

Skema 1. BAGAN PENGHENTIAN KEJANG DEMAM

KEJANG

12

Diazepam rektal 0,5 mg/kgBB atau


Berat badan < 10 kg: 5 mg
Berat badan > 10 kg: 10 mg, atau
Diazepam IV 0,3-0,5 mg/kgBB
KEJANG
Diazepam Rektal

Di rumah sakit

KEJANG
Diazepam IV
Kecepatan 0,5-1 mg/menit (3-5 menit)
(Depresi pernapasan dapat terjadi)

KEJANG
Fenitoin bolus IV 10-20 mg/kgBB
Kecepatan 0,5-1 mg/kgBB/menit

KEJANG
Transfer ke ruang rawat intensif
Keterangan:1. Bi la k ej ang be rhenti t erapi profilaksis intermiten atau rumatan diberikan nerdasarkan
k ej angdemam sederhana atau kompleks dan faktor lainnya2 . P e m b e r i a n f e n i t o i n b o l u s s e b a i k n y a
s e c a r a d r i p i n t r a v e n a d i c a m p u r d e n a g n c a i r a n N a C l fisiologis, untuk mengurangi efek sampinh
aritmia dan hipotensi

PROGNOSIS2
Dengan penangulangan yang tepat dan cepat, prognosis kejang demam baik dan tidak
menyebabkan kematian. Frekuensi berulangnya kejang berkisar antara 25% - 50%, yang terjadi
13

pada 6 bulan pertama. Pada anak berumur kurang dari 13 tahun, berulangnya kejang pada
wanita 50% dan pria 33%. Pada anak berumur antara 14 bulan dan 3 tahun dengan riwayat
keluarga adanya kejang, terulangnya kejang adalah 50%, sedang pada tanpa riwayat kejang 25%.
Risiko yang akan dihadapi oleh seorang anak sesudah menderita kejang demam
tergantung dari faktor yaitu riwayat penyakit kejang tanpa demam dalam keluarga. kelainan
dalam perkembangan atau kelainan saraf sebelum anak menderita kejang demam dan kejang
yang berlangsung lama atau kejang fokal.
Bila terdapat paling sedikit 2 dari 3 faktor tersebut di atas, maka dikemudian hari akan
mengalami serangan kejang tanpa demam sekitar 13%, dibanding bila hanya terdapat 1 atau
tidak sama sekali faktor tersebut di atas, serangan kejang tanpa demam hanya 2% - 3% saja. Pada
penelitian yang dilakukan oleh The National Collaboratlve Perinatal Project di Amerika Serikat,
1.706 anak pasca kejang demam diikuti perkembangannya sampai usia 7 tahun, tidak
didapatkan kematian sebagai akibat kejang demam. Anak dengan kejang demam ini lalu
dibandingkan dengan saudara kandungnya yang normal, terhadap tes IQ dengan menggunakan
WISC. Angka rata-rata untuk iQ total ialah 93 pada anak yang pernah mendapat kejang demam.
Skor ini tidak berbeda bermakna dari saudara kandungnya (kontrol). Anak yang .sebelum
terjadinya kejang demam sudah abnormal atau dicurigai menunjukkan gejala yang ab normal,
rnempunyai skor yang lebih rendah daripada saudara kandungnya. Hasil yang diperoleh the
National Collaborative Perinatal Project ini hampir serupa dengan yang didapatkan di Inggris
oleh The National Child Development-Study* Didapatkan bahwa anak yang pernah mengalam
kejang demam kinerjanya tidak berbeda dengan populasi umum waktu di tes pada usia 7 dan 11
tahun.2,3,4,5,6
Pada penelitian Ellenberg dan Nelson mendapatkan tidak ada perbedaan IQ waktu
diperiksa pada usia 7 tahun antara anak dengan KD dan kembarannya yang tanpa kejang
demam.4

BAB II
LAPORAN KASUS

14

2.1 IDENTIFIKASI PASIEN


Nama

: Danang

Umur

: 2 tahun

Jenis Kelamin

: laki-laki

MR

: 703903

2.2 ANAMNESIS
Seorang pasien laki-laki berumur 2 tahun kiriman dari IGD RSUD Arosuka masuk ke
bangsal anak tanggal 16 November 2014 dengan :
Keluhan Utama
Kejang 1 jam sebelum masuk rumah sakit
Riwayat Penyakit Sekarang

Kejang 1 jam sebelum masuk rumah sakit, frekuensi 2x, lama kejang 5 menit, kejang
mendadak pada seluruh tubuh, mata terbelalak, dan keluar buih dari mulut. Sebelum

kejang pasien demam tinggi. Setelah kejang pasien tertidur..


Demam sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit, demam mendadak tinggi, terus

menerus, tidak menggigil dan tidak berkeringat


Batuk pilek tidak ada
Riwayat trauma tidak ada
Buang air kecil warna dan jumlah biasa
Buang air besar warna dan konsistensi biasa

Riwayat Penyakit Dahulu

Anak pernah menderita kejang disertai demam seperti ini sebelumnya saat berumur 9
bulan dan 13 bulan, frekuensi masing-masing 2-3x, lamanya 10 menit, dirawat di
RSUD di Jawa ketika orangtua pasien masih tinggal di sana, dan tidak rutin berobat anti
kejang.

Riwayat Penyakit Keluarga

15

Tidak ada anggota keluarga pasien yang menderita kejang seperti ini sebelumnya

Riwayat Kelahiran

Lahir normal, cukup bulan, ditolong oleh bidan

Saat lahir menangis kuat, berat badan lahir 2800 gram, panjang badan lahir 47 cm

Riwayat Imunisasi

BCG

: umur 1 bulan, scar (+) di lengan kanan atas

DPT

: umur 2, 3, 4 bulan

Polio

: umur 2, 3, 4 bulan

Hepatitis B

: umur 2, 3, 4 bulan

Campak

: umur 9 bulan

Kesan : Imunisasi dasar lengkap


Riwayat Perkembangan
Perkembangan fisik :

tertawa
: 2 bulan
miring
: 3 bulan
tengkurap
: 4 bulan
duduk
: 6 bulan
merangkak
: 8 bulan
berdiri
: 10 bulan
lari
: 12 bulan
gigi pertama : 6 bulan
bicara satu suku kata : 11 bulan

perkembangan mental:
isap jempol (-), gigit kuku (-), mengompol (-), aktif sekali (-), apati (-), ketakutan (-), pergaulan
jelek (-)
kesan : perkembangan fisik dan mental baik
Riwayat Sosial Ekonomi

Pasien anak ke 2 dari 2 bersaudara


16

Riwayat Perumahan dan Lingkungan

Rumah permanen

Sumber air minum dari air isi ulang (gallon)

Jamban di dalam rumah

Pekarangan cukup luas

Sampah dibuang ke tempat pembuangan sampah umum

Kesan higiene dan sanitasi baik


2.3 PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum

: sakit sedang

Kesadaran

: somnolen

Frekuensi nafas

: 30 x/menit

Nadi

: 116x/menit

Suhu

: 39C

Berat badan

: 10 kg

Tinggi badan : 85 cm

Sianosis

: Tidak ada

BB/U

: 83%

Anemis

: Tidak ada

TB/U

: 97%

Ikterik

: Tidak ada

BB/TB

: 85%

Edema

: Tidak ada

Status gizi

: baik

Pemeriksaan Sistemik :
Kulit

: Teraba hangat, Sianosis (-), pucat (-), ikterik (-)

Kepala

: Bentuk bulat simetris,


Rambut hitam tidak mudah dicabut

Mata

:Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil isokor 2mm/2mm,


Refleks cahaya +/+ normal

Telinga

: Tidak ditemukan kelainan

Hidung

: nafas cuping hidung tidak ada

Tenggorok

: faring hiperemis (-), Tonsil T1-T1 hiperemis (-)

Mulut

: Mukosa mulut dan bibir basah. Sianosis sekitar mulut tidak ada

Leher

: kaku kuduk (-)

17

KGB

: Tidak teraba pembesaran kelejar getah bening

Dada

:
Paru

Inspeksi

: Normochest, retraksi tidak ada.

Palpasi

: Fremitus sama kiri dan kanan.

Perkusi

: Sonor.

Auskultasi

: vesikuler, rhonki tidak ada, wheezing tidak ada.

Jantung :
Inspeksi

: Iktus tidak terlihat

Palpasi

: Iktus teraba di linea midclavicularis sinistra RIC V

Perkusi

: Batas jantung atas: RIC II, kanan: LSD, kiri: 1 jari medial LMCS RIC V

Auskultasi

: Irama jantung teratur, bising tidak ada.

Perut :
Inspeksi

: Distensi tidak ada

Palpasi

: Hepar dan lien tidak teraba

Perkusi

: Timpani

Auskultasi

: Bising usus (+) normal

Punggung

: Tidak ditemukan kelainan

Alat Kelamin : Tidak ditemukan kelainan


Ekstremitas

: Akral hangat, refilling kapiler baik,


Refleks fisiologis ++/++,
Refleks Patologis
Refleks oppenheim -/Refleks gordon -/Refleks schaeffer -/Refleks chaddock -/Tanda rangsangan meningeal
Kaku kuduk (-)
brudzinsky I (-)
brudzinsky II (-)
kernig sign (-)
18

Kekuatan otot : 555


Sensorik : (+)
Edema (-)
2.4 PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Darah: (16 November 2014)
Hb

: 13,2 gr/dl

Leukosit

: 7000 /mm3

Trombosit

: 251.000/mm

2.5 DIAGNOSIS KERJA


Kejang demam komplek
2.6 DIAGNOSIS BANDING
epilepsi
2.7 TERAPI

IVFD KaEN 1B 18 tetes/menit

Stesolid sup 2x di IGD

Dumin sup 1x di IGD

Inj. Diazepam 3mg (jika kejang dan sampai kejang berhenti)

Inj. Fenobarbital 1x75 mg (IM) di IGD

Inj. Ampicilin 4x250mg

Fenobarbital 2x50 mg (pulv) per oral

Paracetamol (syr) 3x1cth

2.8 RENCANA PEMERIKSAAN


EEG
2.9 FOLLOW UP
19

17 November 2014
S/

kejang (-)
Demam (-)
muntah (-)
BAK & BAB biasa

O/

KU

: Sakit ringan

Kesadaran

: somnolen

Nadi

: 92x/menit

Nafas

: 30x/menit

Suhu

: 37C

Mata

: konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, RC +/+

Kulit

: teraba hangat

Tenggorokan : hiperemis (-)


Leher

: kaku kuduk (-)

Paru

: vesikuler, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)

Jantung

: Irama teratur, bising (-)

Abdomen

: Distensi (-), hepar dan lien tidak teraba, timpani, BU + normal

Ekstremitas

: Akral hangat,refilling kapiler baik. Rf ++/++, Rp -/-, TRM (-)

Kesan/ kejang demam teratasi


Terapi

Inj. Ampicilin 4x250mg

Fenobarbital 2x50 mg (pulv) per oral

Paracetamol (syr) 3x1cth

18 November 2014
S/

kejang (-)
Demam (-)
muntah (-)
BAK & BAB biasa

O/

KU

: Sakit ringan
20

Kesadaran

: komposmentis koperatif

Nadi

: 88x/menit

Nafas

: 28x/menit

Suhu

: 37C

Mata

: konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, RC +/+

Kulit

: teraba hangat

Tenggorokan : hiperemis (-)


Leher

: kaku kuduk (-)

Paru

: vesikuler, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)

Jantung

: Irama teratur, bising (-)

Abdomen

: Distensi (-), hepar dan lien tidak teraba, timpani, BU + normal

Ekstremitas

: Akral hangat,refilling kapiler baik. Rf ++/++, Rp -/-, TRM (-)

Kesan/ hemodinamik stabil


Terapi

Inj. Ampicilin 4x250mg

Fenobarbital 2x50 mg (pulv) per oral

Paracetamol (syr) 3x1cth

BAB III
DISKUSI
Seorang pasien laki-laki berumur 8 tahun 5 bulan kiriman dari IGD RS. Dr.M.Djamil
Padang masuk ke bangsal anak tanggal 01 oktober 2012 dengan keluhan kejang 1 hari sebelum
masuk Rumah sakit, frekuensi 1x, lama kejang jam, kejang mendadak pada seluruh tubuh,
21

tangan dan kaki kaku, dan mata melirik ke atas. Kejang 1 jam setelah demam tinggi. Setelah
kejang pasien tertidur.. sebelum kejang, kira-kira 1 jam sebelumnya, pasien demam tinggi,
demamnya terus menerus, tidak menggigil dan tidak berkeringat. Saat kejang, pasien muntah,
frekuensi 2 kali,, banyaknya 2 sendok makan - 1/2 gelas per kali, isi muntah apa yang
dimakan, dan tidak menyemprot.
Pada anamnesis, diketahui bahwa pasien pernah menderita kejang disertai demam seperti
ini sebelumnya saat berumur 2 tahun dan 3 tahun pada tahun 2006 dan 2007, frekuensi masingmasing 1x, lamanya 10 menit, dirawat di RSUD Batusangkar, dan tidak rutin berobat anti
kejang. Selain itu, ibu dan kedua kakak pasien pernah menderita kejang demam ini. Kakak
pertama pasien menderita kejang disertai demam pada usia 3 tahun, sudah pernah di EEG, dan
mendapat obat rutin anti kejang. Kakak ketiga pasien juga menderita kejang disertai demam saat
berusia 4 tahun, tidak mendapat obat anti kejang rutin. Ibu pasien juga pernah menderita kejang
disertai demam saat anak-anak.
Sebelumnya anak telah dirawat di RSUD Batusangkar 1 hari yang lalu selama 1 hari
rawatan saat anak kejang. Kemudian dirujuk ke RS Dr. M. Djamil padang esok harinya atas
keinginan keluarga pasien.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan pasien dalam keadaan sadar, TD 90/60 mmHg, nadi
88x/menit, nafas 30x/menit, suhu agak tinggi (38,1 C), tonsil hiperemis dan membesar, faring
hiperemis, reflex-refleks masih dalam batas normal. Status gizi pasien baik.
Untuk selanjutnya, direncanakan pemeriksaan EEG. Pemeriksaan EEG dilakukan
untuk mengetahui apakah ada fokus epilepsi pada pasien ini karena pasien mempunyai riwayat
kejang sebelumnya.
Pasien didiagnosis dengan kejang demam plus dan tonsilofaringitis akut karena
ditemukan gejala klinis seperti kejang yang didahului demam sebelumnya, kejang terjadi saat
usia di atas 6 tahun, dan terdapat juga tonsil dan faring yang hiperemis. Adapun tatalaksana yang
diberikan pada pasien ini adalah luminal tablet 2x100 mg per oral dan paracetamol 3x250 mg.
pada pasien ini diberikan luminal oral untuk dosis rumatan setelah kejang berhenti yaitu dengan
dosis 8-10mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis untuk 2 hari pertama dan dilanjutkan dengan dosis
4-5 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis. selain itu pasien juga mengkonsumsi makanan lunak
dengan kebutuhan kalori sebesar 1700 kkal. Pasien diberi makanan lunak karena sebelumnya
pasien mengeluh adanya nyeri menelan akibat tonsilofaringitis.
22

Pada pasien ini, risiko terjadinya epilepsi adalah sekitar 4,5% karena pasien mempunyai
riwayat kejang lebih dari 15 menit. Selain itu perlu edukasi pada keluarga pasien mengenai
kejang demam ini, bahwa kejang demam umumnya mempunyai prognosis baik, menerangkan
bagaimana cara penanganan kejang bila kemungkinan terjadi bangkitan kejang pada pasien dan
juga pemberian obat selama 1 tahun untuk profilaksis.

DAFTAR PUSTAKA
1. Tumbelaka,A., Trihono,P.,Kurniati,N., Penanganan Demam Pada Anak Secara Profesional:
Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu Kesehatan Anak XLVII.Cetakan pertama,FKUIRSCM.Jakara,2005
2. Lumbantobing,S.M:Kejang Demam.Balai Penerbit FKUI,Jakarta,2007
3. Behrman, R., Hal. B. Nelson Ilmu Kesehatan Anak : Kejang Demam. 18 edition. EGC,
Jakarta 2007.
4. Fleisher, Gary R, M.D., Stephen Ludwig, M.G. Text Book Of Pediatric Emergency Medicine :
Seizures. Williams & Wilkins Baltimore. London. 2007
5. Mansjoer, A., Wardhani, W.. Kapita Selekta Kedokteran : kejang Demam. Edisi ke3 Jilid 2.
Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta 2000.
23

6. Kejang Demam,Guideline diakses dari http://www.sehatgroup.web.id.


7. Acute Management of Infants and Children with Seizures. December 2004, diakses dari
http://www.health.nsw.gov.au

24

Anda mungkin juga menyukai