Makalah Tentang Imunisasi
Makalah Tentang Imunisasi
PENDAHULUAN
Tuhan menciptakan setiap makhluk hidup dengan kemampuan untuk
mempertahankan diri terhadap ancaman dari luar dirinya. Salah satu ancaman
terhadap manusia adalah penyakit, terutama penyakit infeksi yang dibawa oleh
berbagai macam mikroba seperti virus, bakteri, parasit, jamur. Tubuh mempunyai
cara dan alat untuk mengatasi penyakit sampai batas tertentu. Beberapa jenis penyakit
seperti pilek, batuk, dan cacar air dapat sembuh sendiri tanpa pengobatan. Dalam hal
ini dikatakan bahwa sistem pertahanan tubuh (sistem imun) orang tersebut cukup baik
untuk mengatasi dan mengalahkan kuman-kuman penyakit itu. Tetapi bila kuman
penyakit itu ganas, sistem pertahanan tubuh (terutama pada anak-anak atau pada
orang dewasa dengan daya tahan tubuh yang lemah) tidak mampu mencegah kuman
itu berkembang biak, sehingga dapat mengakibatkan penyakit berat yang membawa
kepada cacat atau kematian.
Apakah yang dimaksudkan dengan sistem imun? Kata imun berasal dari
bahasa Latin immunitas yang berarti pembebasan (kekebalan) yang diberikan
kepada para senator Romawi selama masa jabatan mereka terhadap kewajiban
sebagai warganegara biasa dan terhadap dakwaan. Dalam sejarah, istilah ini
kemudian berkembang sehingga pengertiannya berubah menjadi perlindungan
terhadap penyakit, dan lebih spesifik lagi, terhadap penyakit menular. Sistem imun
adalah suatu sistem dalam tubuh yang terdiri dari sel-sel serta produk zat-zat yang
dihasilkannya, yang bekerja sama secara kolektif dan terkoordinir untuk melawan
benda asing seperti kuman-kuman penyakit atau racunnya, yang masuk ke dalam
tubuh.
Kuman disebut antigen. Pada saat pertama kali antigen masuk ke dalam tubuh,
maka sebagai reaksinya tubuh akan membuat zat anti yang disebut dengan antibodi.
Pada umumnya, reaksi pertama tubuh untuk membentuk antibodi tidak terlalu kuat,
karena tubuh belum mempunyai "pengalaman." Tetapi pada reaksi yang ke-2, ke-3
dan seterusnya, tubuh sudah mempunyai memori untuk mengenali antigen tersebut
sehingga pembentukan antibodi terjadi dalam waktu yang lebih cepat dan dalam
jumlah yang lebih banyak. Itulah sebabnya, pada beberapa jenis penyakit yang
dianggap berbahaya, dilakukan tindakan imunisasi atau vaksinasi. Hal ini
dimaksudkan sebagai tindakan pencegahan agar tubuh tidak terjangkit penyakit
tersebut, atau seandainya terkena pun, tidak akan menimbulkan akibat yang fatal.
Imunisasi ada dua macam, yaitu imunisasi aktif dan pasif. Imunisasi aktif
adalah pemberian kuman atau racun kuman yang sudah dilemahkan atau dimatikan
dengan tujuan untuk merangsang tubuh memproduksi antibodi sendiri. Contohnya
adalah imunisasi polio atau campak. Sedangkan imunisasi pasif adalah penyuntikan
sejumlah antibodi, sehingga kadar antibodi dalam tubuh meningkat. Contohnya
adalah penyuntikan ATS (Anti Tetanus Serum) pada orang yang mengalami luka
kecelakaan. Contoh lain adalah yang terdapat pada bayi yang baru lahir dimana bayi
tersebut menerima berbagai jenis antibodi dari ibunya melalui darah placenta selama
masa kandungan, misalnya antibodi terhadap campak.
Pembahasan Masalah :
1. Pengertian Imunisasi
2. Penyakit Penyakit Yang Ditimbulkan Pada Anak Yang Tidak Di Imunisasi
3. Imuniasi Mmr
4. Penyakit Penyakit Yang Kemungkinan Akan Di Alami Bila Tidak Mendapat
Imunisasi Mmr.
5. Jadwal Pemberian Imunisasi
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Imunisasi
Imunisasi adalah pemberian kekebalan tubuh terhadap suatu penyakit dengan
memasukkan sesuatu ke dalam tubuh agar tubuh tahan terhadap penyakit yang sedang
mewabah atau berbahaya bagi seseorang. Imunisasi berasal dari kata imun yang
berarti kebal atau resisten. Imunisasi terhadap suatu penyakit hanya akan memberikan
kekebalan atau resistensi pada penyakit itu saja, sehingga untuk terhindar dari
penyakit lain diperlukan imunisasi lainnya.
Imunisasi biasanya lebih fokus diberikan kepada anak-anak karena sistem
kekebalan tubuh mereka masih belum sebaik orang dewasa, sehingga rentan terhadap
serangan penyakit berbahaya. Imunisasi tidak cukup hanya dilakukan satu kali, tetapi
harus dilakukan secara bertahap dan lengkap terhadap berbagai penyakit yang sangat
membahayakan kesehatan dan hidup anak.
2.1.1 Tujuan Pemberian Imunisasi
Tujuan dari diberikannya suatu imunitas dari imunisasi adalah untuk
mengurangi angka penderita suatu penyakit yang sangat membahayakan kesehatan
bahkan bisa menyebabkan kematian pada penderitanya. Beberapa penyakit yang
dapat dihindari dengan imunisasi yaitu seperti hepatitis B, campak, polio, difteri,
tetanus, batuk rejan, gondongan, cacar air, tbc, dan lain sebagainya.
2.1.2 Jenis Jenis Imunisasi
1. BCG
2. Hepatitis B
3. Polio
4. DTP
5. Campak
1. Imunisasi BCG
Kepanjangan BCG ? Mungkin karena susah mengucapkannya makanya jarang
yang hafal kepanjangannya. Bacillus Calmette-Guerin. BCG adalah vaksin untuk
mencegah penyakit TBC, orang bilang flek paru. Meskipun BCG merupakan vaksin
yang paling banyak di gunakan di dunia (85% bayi menerima 1 dosis BCG pada
tahun 1993), tetapi perkiraan derajat proteksinya sangat bervariasi dan belum ada
penanda imunologis terhadap tuberculosis yang dapat dipercaya.
Royan said : maksudnya, kekebalan yang dihasilkan dari imunisasi BCG ini
bervariasi. Dan tidak ada pemerikasaan laboratorium yang bisa menilai kekebalan
seseorang pada penyakit TBC setelah diimunisasi. Berbeda dengan imunisasi
hepatitis B, kita bisa memeriksa titer anti-HBsAg pada laboratotrium, bila hasilnya >
10 g dianggap memiliki kekebalan yang cukup terhadap hepatitis B.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kemampuan proteksi BCG
berkurang jika telah ada sensitisasi dengan mikobakteria lingkungan sebelumnya,
tetapi data ini tidak konsisten.
Royan said : maksudnya, kalau sih anak sudah kemasukkan kuman TBC
sebelum diimunisasi, proses pembentukan antibbodi setelah diimunisasi kurang
memuaskan.
Karena itu, BCG dianjurkan diberikan umur 2-3 bulan) atau dilakukan uji
tuberkulin dulu (bila usia anak lebih dari 3 bulan.IDAI) untuk mengetahui apakah
anak telah terinfeksi TBC atau belum (lihat jadwal imunisasi) Dan lagi, kekebalan
untuk penyakit TBC tidak diturunkan dari ibu ke anak (imunitas seluler), karena itu
anak baru lahir tidak punya kekebalan terhadap TBC. Makanya ibu-ibu harus segera
memberikan imunisasi BCG buat anaknya.
Perlu diketahui juga, derajat proteksi imunisasi BCG tidak ada hubungannya
dengan hasil tes tuberkulin sesudah imunisasi dan ukuran parut (bekas luka suntikan)
dilengan. Jadi tidak benar kalau parutnya kecil atau tidak tampak maka imunisasinya
dianggap gagal.
Imunsasi BCG diberikan dengan dosis 0,05 ml pada bayi kurang dari 1 tahun,
dan 0,1 ml pada anak. Disuntikkan secara intrakutan.
Dosis
dan
Cara
Pemberian
Vaksin
harus
dikocok
dulu
untuk
campak hanya diderita sekali seumur hidup. Jadi, sekali terkena campak, setelah itu
biasanya tak akan terkena lagi.
Penularan campak terjadi lewat udara atau butiran halus air ludah (droplet)
penderita yang terhirup melalui hidung atau mulut. Pada masa inkubasi yang
berlangsung sekitar 10-12 hari, gejalanya sulit dideteksi. Setelah itu barulah muncul
gejala flu (batuk, pilek, demam), mata kemerahabn dan berair, si kecilpun merasa
silau saat melihat cahaya. Kemudian, disebelah dalam mulut muncul bintik-bintik
putih yang akan bertahan 3-4 hari. Beberapa anak juga mengalami diare. satu-dua
hari kemudian timbul demam tinggi yang turun naik, berkisar 38-40,5 derajat celcius.
Seiring dengan itu barulah muncul bercak-bercak merah yang merupakan ciri
khas penyakit ini. Ukurannya tidak terlalu besar, tapi juga tidak terlalu kecil. Awalnya
haya muncul di beberapa bagian tubuh saja seperti kuping, leher, dada, muka, tangan
dan kaki. Dalam waktu 1 minggu, bercak-bercak merah ini hanya di beberapa bagian
tibih saja dan tidak banyak.
Jika bercak merah sudah keluar, umumnya demam akan turun dengan
sendirinya. Bercak merah pun akan berubah menjadi kehitaman dan bersisik, disebut
hiperpigmentasi. Pada akhirnya bercak akan mengelupas atau rontok atau sembuh
dengan sendirinya. Umumnya dibutuhkan waktu hingga 2 minggu sampai anak
sembuh benar dari sisa-sisa campak. Dalam kondisi ini tetaplah meminum obat yang
sudah diberikan dokter. Jaga stamina dan konsumsi makanan bergizi. Pengobatannya
bersifat simptomatis, yaitu mengobati berdasarkan gejala yang muncul. Hingga saat
ini, belum ditemukan obat yang efektif mengatasi virus campak.
Jika tak ditangani dengan baik campak bisa sangat berbahaya. Bisa terjadi
komplikasi, terutama pada campak yang berat. Ciri-ciri campak berat, selain
bercaknya di sekujur tubuh, gejalanya tidak membaik setelah diobati 1-2 hari.
Komplikasi yang terjadi biasanya berupa radang paru-paru dan radang otak.
Komplikasi ini yang umumnya paing sering menimbulkan kematian pada anak.
Usia dan Jumlah Pemberian Sebanyak 2 kali; 1 kali di usia 9 bulan, 1 kali di
usia 6 tahun. Dianjurkan, pemberian campak ke-1 sesuai jadwal. Selain karena
antibodi dari ibu sudah menurun di usia 9 bulan, penyakit campak umumnya
menyerang anak usia balita. Jika sampai 12 bulan belum mendapatkan imunisasi
campak, maka pada usia 12 bulan harus diimunisasi MMR (Measles Mump Rubella).
2.1.3 Efek Imunisasi
- Efek Imunisasi
Imunisasi memang penting untuk membangun pertahanan tubuh bayi. Tetapi,
orangtua masa kini seharusnya lebih kritis terhadap efek samping imunisasi yang
mungkin menimpa Si Kecil.
Pertahanan tubuh bayi dan balita belum sempurna. Itulah sebabnya pemberian
imunisasi, baik wajib maupun lanjutan, dianggap penting bagi mereka untuk
membangun pertahanan tubuh. Dengan imunisasi, diharapkan anak terhindar dari
berbagai penyakit yang membahayakan jiwanya.
Di lain pihak, pemberian imunisasi kadang menimbukan efek samping.
Demam tinggi pasca-imunisasi DPT, misalnya, kerap membuat orangtua was-was.
Padahal, efek samping ini sebenarnya pertanda baik, karena membuktikan vaksin
yang dimasukkan ke dalam tubuh tengah bekerja. Namun, kita pun tidak boleh
menutup mata terhadap fakta adakalanya efek imunisasi ini bisa sangat berat, bahkan
berujung kematian. Realita ini, menurut Departemen Kesehatan RI disebut "Kejadian
Ikutan Pasca Imunisasi"(KIPI). Menurut Komite Nasional Pengkajian dan
Penanggulangan (KN PP) KIPI, KIPI adalah semua kejadian sakit dan kematian yang
terjadi dalam masa satu bulan setelah imunisasi.
- Tidak Ada yang Bebas Efek Samping
Menurut Komite KIPI, sebenarnya tidak ada satu pun jenis vaksin imunisasi
yang aman tanpa efek samping. Oleh karena itu, setelah seorang bayi diimunisasi, ia
harus diobservasi terlebih dahulu setidaknya 15 menit, sampai dipastikan tidak terjadi
adanya KIPI (reaksi cepat).
Selain itu, menurut Prof. DR. Dr. Sri Rejeki Hadinegoro SpA.(K), untuk
menghindari adanya kerancuan antara penyakit akibat imunisasi dengan yang bukan,
maka gejala klinis yang dianggap sebagai KIPI dibatasi dalam jangka waktu tertentu.
10
"Gejala klinis KIPI dapat timbul secara cepat maupun lambat. Dilihat dari gejalanya
pun, dapat dibagi menjadi gejala lokal, sistemik, reaksi susunan saraf pusat, serta
reaksi lainnya," terang Ketua Satgas Imunisasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI)
ini.
Pada umumnya, semakin cepat KIPI terjadi, semakin cepat gejalanya. Pada
keadaan tertentu lama pengamatan KIPI dapat mencapai masa 42 hari (pascavaksinasi rubella), bahkan 42 hari (pasca-vaksinasi campak dan polio). Reaksi juga
bisa diakibatkan reaksi simpang (adverse events) terhadap obat atau vaksin, atau
kejadian lain yang bukan akibat efek langsung vaksin, misalnya alergi. "Pengamatan
juga ditujukan untuk efek samping yang timbul akibat kesalahan teknik pembuatan,
pengadaan, distribusi serta penyimpanan vaksin. Kesalahan prosedur dan teknik
pelaksanaan imunisasi, atau semata-mata kejadian yang timbul kebetulan," demikian
Sri.
Penelitian Vaccine Safety Committee, Institute of Medicine (IOM), AS,
melaporkan, sebagian besar KIPI terjadi karena faktor kebetulan. "Kejadian yang
memang akibat imunisasi tersering adalah akibat kesalahan prosedur dan teknik
pelaksanaan atau pragmatic errors)," tukas dokter yang berpraktek di RSUPN Cipto
Mangunkusumo ini.
Stephanie Cave MD, ahli medis yang menulis "Yang Orangtua Harus Tahu
tentang Vaksinasi Pada Anak" menyebutkan, peluang terjadinya efek samping vaksin
pada bayi dan anak-anak adalah karena mereka dijadikan target imunisasi massal oleh
pemerintah, pabrik vaksin, maupun dokter. Padahal, imunisasi massal yang memiliki
sikap "satu ukuran untuk semua orang" ini sangat berbahaya. Karena, "Setiap anak
adalah pribadi tersendiri, dengan bangun genetika, lingkungan sosial, riwayat
kesehatan, keluarga dan pribadi yang unik, yang bisa berefek terhadap cara mereka
bereaksi terhadap suatu vaksin," demikian Cave.
- Beberapa Kejadian Pasca-Imunisasi
11
Secara garis besar, tidak semua KIPI disebabkan oleh imunisasi. Sebagian
besar ternyata tidak ada hubungannya dengan imunisasi. Untuk lebih jelasnya, berikut
ini beberapa faktor KIPI yang bisa terjadi pasca-imunisasi:
1. Reaksi suntikan
Semua gejala klinis yang terjadi akibat trauma tusukan jarum suntik, baik
langsung maupun tidak langsung harus dicatat sebagai reaksi KIPI. Reaksi suntikan
langsung misalnya rasa sakit, bengkak dan kemerahan pada tempat suntikan.
Sedangkan reaksi suntikan tidak langsung misalnya rasa takut, pusing, mual, sampai
sinkope atau pingsan.
2. Reaksi vaksin
Gejala KIPI yang disebabkan masuknya vaksin ke dalam tubuh umumnya
sudah diprediksi terlebih dahulu karena umumnya "ringan". Misal, demam pascaimunisasi DPT yang dapat diantisipasi dengan obat penurun panas. Meski demikian,
bisa juga reaksi induksi vaksin berakibat parah karena adanya reaksi simpang di
dalam tubuh (misal, keracunan), yang mungkin menyebabkan masalah persarafan,
kesulitan memusatkan perhatian, nasalah perilaku seperti autisme, hingga resiko
kematian.
3. Faktor kebetulan
Seperti disebut di atas, ada juga kejadian yang timbul secara kebetulan setelah
bayi diimunisasi. Petunjuk "faktor kebetulan" ditandai dengan ditemukannya kejadian
sama di saat bersamaan pada kelompok populasi setempat, dengan karakterisitik
serupa tetapi tidak mendapatkan imunisasi.
4. Penyebab tidak diketahui
Bila kejadian atau masalah yang dilaporkan belum dapat dikelompokkan ke
dalam salah satu penyebab, maka untuk sementara dimasukkan ke kelompok
"penyebab tidak diketahui" sambil menunggu informasi lebih lanjut. Biasanya,
dengan kelengkapan informasi akan dapat ditentukan kelompok penyebab KIPI.
12
13
2. DPT: Kebanyakan bayi menderita panas pada waktu sore hari setelah
mendapatkan imunisasi DPT, tetapi panas akan turun dan hilang dalam waktu
2 hari. Sebagian besar merasa nyeri, sakit, kemerahan atau bengkak di tempat
suntikan. Keadaan ini tidak berbahaya dan tidak perlu mendapatkan
pengobatan khusus, akan sembuh sendiri.Bila gejala diatas tidak timbul tidak
perlu diragukan bahwa imunisasi tersebut tidak memberikan perlindungan dan
Imunisasi tidak perlu diulang.
3. POLIO : Jarang timbuk efek samping.
4. CAMPAK : Anak mungkin panas, kadang disertai dengan kemerahan 410
hari sesudah penyuntikan.
5. HEPATITIS : Belum pernah dilaporkan adanya efek samping.
Perlu diingat efek samping imunisasi jauh lebih ringan daripada efek penyakit
bila bayi tidak diimunisasi.
2.2 Penyakit Penyakit Yang Ditimbulkan Pada Anak Yang Tidak Di Imunisasi
Imunisasi, tak hanya menjaga agar anak tetap sehat, tapi juga ampuh untuk
mencegah dan menangkal timbulnya penyakit serta kematian pada anak-anak. Lalu
mengapa kadangkala orangtua kerap mengabaikan tindakan penting tersebut?
Bukankah lebih baik mencegah daripada mengobati?
Sesuai dengan yang diprogramkan oleh organisasi kesehatan dunia WHO
(Badan Kesehatan Dunia), Pemerintah Indonesia menetapkan ada 12 imunisasi yang
harus diberikan kepada anak-anak. 5 Diantaranya merupakan imunisasi yang wajib
diberikan sebab fungsinya adalah untuk mencegah anak dari serangan penyakit
penyakit seperti :
1. Tuberkulosis (TBC)
Tuberkulosis, terutama TB paru, merupakan masalah yang timbul tidak hanya
di negara berkembang tetapi juga di negara maju. Tuberkulosis tetap merupakan salah
satu penyebab tingginya angka kesakitan dan kematian, baik di negara berkembang
maupun di negara maju
14
faktor resiko infeksi dan faktor resiko progresi infeksi menjadi penyakit
( resiko penyakit ).
Resiko Infeksi TB Faktor resiko terjadinya infeksi TB antara lain adalah :
anak yang memiliki kontak dengan orang dewasa dengan TB aktif, daerah endemis,
penggunaan obat-obat intravena, kemiskinan, serta lingkungan yang tidak sehat.
2. Hepatitis B yang disebabkan virus hepatitis B yang berakibat pada hati
Penyakit hepatitis B pada bayi menjadi kronik jauh lebih besar (lebih dari 90
persen) dibandingkan kemungkinan pada orang dewasa. "Oleh karena itu, bagi bayi
vaksin hepatitis B mutlak perlu.
Ciri-ciri penderita hepatitis B umumnya tak diketahui secara jelas karena
penderita seperti orang sehat. Akibatnya ia tak segera menyadari dirinya telah tertular
virus hepatitis B, bahkan sudah menularkannya kepada orang lain. "Sebaiknya,
mereka yang memiliki gejala kuning pada mata, kulit, lesu, tak memiliki nafsu makan
serta sakit lambung-seperti maag yang tak sembuh dalam tempo enam bulan-segera
periksa ke dokter.
Virus hepatitis B diketahui sebagai salah satu virus yang paling mudah
menular. Bahkan, penularan virus ini 100 kali lebih menular daripada HIV (virus
penyebab AIDS), dan diperkirakan menginfeksi 10 kali lebih banyak daripada HIV.
Virus itu menyerang hati dan merusak organ tubuh secara tak langsung melalui
gangguan sistem kekebalan. Pada serangan tahap awal masih bisa disembuhkan jika
segera diobati. Namun, jika penyakit berkembang lebih berat maka ia akan mencapai
tahap hepatitis akut, sirosis (pengerasan hati), sampai kemudian mengakibatkan
munculnya kanker hati.
3. Penyakit polio. Penyakit ini disebabkan virus, menyebar melalui tinja/kotoran
orang yang terinfeksi. Anak yang terkena polio dapat menjadi lumpuh layuh.
Poliomyelitis atau Polio, adalah penyakit paralisis atau lumpuh yang
disebabkan oleh virus. Agen pembawa penyakit ini, sebuah virus yang dinamakan
poliovirus (PV), masuk ke tubuh melalui mulut, mengifeksi saluran usus. Virus ini
dapat memasuki aliran darah dan mengalir ke sistem saraf pusat menyebabkan
melemahnya otot dan kadang kelumpuhan. Kata Polio sendiri berasal dari bahasa
15
Yunani
yaitu
atau
bentuknya
yang
lebih
mutakhir
sebagai
penyakit
peradaban.
Polio
menular
melalui
kontak
antarmanusia. Virus masuk ke dalam tubuh melalui mulut ketika seseorang memakan
makanan atau minuman yang terkontaminasi feses.
Poliovirus adalah virus RNA kecil yang terdiri atas tiga strain berbeda dan
amat menular. Virus akan menyerang sistem saraf dan kelumpuhan dapat terjadi
dalam hitungan jam. Polio menyerang tanpa mengenal usia, lima puluh persen kasus
terjadi pada anak berusia antara 3 hingga 5 tahun. Penyebab penyakit polio terdiri
atas tiga strain yaitu strain 1 (brunhilde) strain 2 (lanzig), dan strain 3 (Leon). Strain 1
adalah yang paling paralitogenik atau yang paling ganas dan sering kali menyebabkan
kejadian luar biasa atau wabah. Strain ini sering ditemukan di Sukabumi.
Sedangkan Strain 2 adalah yang paling jinak. Penyakit Polio terbagi atas tiga
jenis yaitu Polio non-paralisis, Polio paralisis spinal, dan Polio bulbar. -Polio nonparalisis menyebabkan demam, muntah, sakit perut, lesu, dan sensitif. Terjadi kram
otot pada leher dan punggung, otot terasa lembek jika disentuh. -Polio Paralisis
Spinal Jenis Strain poliovirus ini menyerang saraf tulang belakang, menghancurkan
sel tanduk anterior yang mengontrol pergerakan pada batang tubuh dan otot tungkai.
Meskipun strain ini dapat menyebabkan kelumpuhan permanen, kurang dari
satu penderita dari 200 penderita akan mengalami kelumpuhan. Kelumpuhan paling
sering ditemukan terjadi pada kaki. Setelah poliovirus menyerang usus, virus ini akan
diserap oleh kapiler darah pada dinding usus dan diangkut seluruh tubuh.
Poliovirus menyerang saraf tulang belakang dan neuron motor -- yang
mengontrol gerak fisik. Pada periode inilah muncul gejala seperti flu. Namun, pada
penderita yang tidak memiliki kekebalan atau belum divaksinasi, virus ini biasanya
akan menyerang seluruh bagian batang saraf tulang belakang dan batang otak. Infeksi
16
ini akan mempengaruhi sistem saraf pusat menyebar sepanjang serabut saraf. Seiring
dengan berkembang biaknya virus dalam sistem saraf pusat, virus akan
menghancurkan neuron motor.
Neuron motor tidak memiliki kemampuan regenerasi dan otot yang
berhubungan dengannya tidak akan bereaksi terhadap perintah dari sistem saraf pusat.
Kelumpuhan pada kaki menyebabkan tungkai menjadi lemas -- kondisi ini disebut
acute flaccid paralysis (AFP). Infeksi parah pada sistem saraf pusat dapat menyebabkan kelumpuhan pada batang tubuh dan otot pada toraks (dada) dan abdomen
(perut), disebut quadriplegia.
adanya kekebalan alami sehingga batang otak ikut terserang. Batang otak
mengandung neuron motor yang mengatur pernapasan dan saraf kranial, yang
mengirim sinyal ke berbagai otot yang mengontrol pergerakan bola mata; saraf
trigeminal dan saraf muka yang berhubungan dengan pipi, kelenjar air mata, gusi, dan
otot muka; saraf auditori yang mengatur pendengaran; saraf glossofaringeal yang
membantu proses menelan dan berbgai fungsi di kerongkongan; pergerakan lidah dan
rasa; dan saraf yang mengirim sinyal ke jantung, usus, paru-paru, dan saraf tambahan
yang mengatur pergerakan leher. Tanpa alat bantu pernapasan, polio bulbar dapat
menyebabkan kematian. Lima hingga sepuluh persen penderta yang menderita polio
bulbar akan meninggal ketika otot pernapasan mereka tidak dapat bekerja. Kematian
biasanya terjadi setelah terjadi kerusakan pada saraf kranial yang bertugas mengirim
''perintah bernapas'' ke paru-paru.
Penderita juga dapat meninggal karena kerusakan pada fungsi penelanan;
korban dapat ''tenggelam'' dalam sekresinya sendiri kecuali dilakukan penyedotan
atau diberi perlakuan trakeostomi untuk menyedot cairan yang disekresikan sebelum
masuk ke dalam paru-paru. Namun trakesotomi juga sulit dilakukan apabila penderita
telah menggunakan ''paru-paru besi'' (iron lung). Alat ini membantu paru-paru yang
lemah dengan cara menambah dan mengurangi tekanan udara di dalam tabung. Kalau
tekanan udara ditambah, paru-paru akan mengempis, kalau tekanan udara dikurangi,
paru-paru akan mengembang. Dengan demikian udara terpompa keluar masuk paru-
17
paru. Infeksi yang jauh lebih parah pada otak dapat menyebabkan koma dan
kematian.
Penyakit Polio dapat ditularkan oleh infeksi droplet dari oro-faring (mulut dan
tenggorokan) atau dari tinja penderita yang telah terinfeksi selain itu juga dapat
menular melalui oro-fecal (makanan dan minuman) dan melalui percikan ludah yang
kemudian virus ini akan berkembangbiak di tengorokan dan usus lalu kemudian
menyebar ke kelenjar getah bening, masuk ke dalam darah serta menyebar ke seluruh
tubuh.
Penularan terutama sering terjadi langsung dari manusia ke manusia melalui
fekal-oral (dari tinja ke mulut) atau yang agak jarang terjadi melalui oral-oral (mulut
ke mulut). Virus Polio dapat bertahan lama pada air limbah dan air permukaan,
bahkan dapat sampai berkilo-kilometer dari sumber penularannya.
Penularan terutama terjadi akibat tercemarnya lingkungan leh virus polio dari
penderita yang telah terinfeksi, namun virus ini hidup di lingkungan terbatas. Virus
Polio sangat tahan terhadap alkohol dan lisol, namun peka terhadap formaldehide dan
larutan klor. Suhu yang tinggi dapat cepat mematikan virus tetapi pada keadaan beku
dapat bertahun-tahun masa hidupnya.
4. Penyakit campak (tampek)
Penyakit Campak (Rubeola, Campak 9 hari, measles) adalah suatu infeksi
virus yang sangat menular, yang ditandai dengan demam, batuk, konjungtivitis
(peradangan selaput ikat mata/konjungtiva) dan ruam kulit. Penyakit ini disebabkan
karena infeksi virus campak golongan Paramyxovirus.
Penularan infeksi terjadi karena menghirup percikan ludah penderita campak.
Penderita bisa menularkan infeksi ini dalam waktu 2-4 hari sebelum rimbulnya ruam
kulit dan 4 hari setelah ruam kulit ada.
Penyebab Campak, rubeola, atau measles Adalah penyakit infeksi yang sangat
mudah menular atau infeksius sejak awal masa prodromal, yaitu kurang lebih 4 hari
pertama sejak munculnya ruam. Campak disebabkan oleh paramiksovirus ( virus
campak). Penularan terjadi melalui percikan ludah dari hidung, mulut maupun
18
tenggorokan penderita campak (air borne disease ). Masa inkubasi adalah 10-14 hari
sebelum gejala muncul.
Kekebalan terhadap campak diperoleh setelah vaksinasi, infeksi aktif dan
kekebalan pasif pada seorang bayi yang lahir ibu yang telah kebal (berlangsung
selama 1 tahun). Orang-orang yang rentan terhadap campak adalah: - bayi berumur
lebih dari 1 tahun - bayi yang tidak mendapatkan imunisasi - remaja dan dewasa
muda yang belum mendapatkan imunisasi kedua.
Gejala mulai timbul dalam waktu 7-14 hari setelah terinfeksi, yaitu berupa: Panas badan - nyeri tenggorokan - hidung meler ( Coryza ) - batuk ( Cough ) - Bercak
Koplik - nyeri otot - mata merah ( conjuctivitis )
2-4 hari kemudian muncul bintik putih kecil di mulut bagian dalam (bintik
Koplik). Ruam (kemerahan di kulit) yang terasa agak gatal muncul 3-5 hari setelah
timbulnya gejala diatas. Ruam ini bisa berbentuk makula (ruam kemerahan yang
mendatar) maupun papula (ruam kemerahan yang menonjol). Pada awalnya ruam
tampak di wajah, yaitu di depan dan di bawah telinga serta di leher sebelah samping.
Dalam waktu 1-2 hari, ruam menyebar ke batang tubuh, lengan dan tungkai,
sedangkan ruam di wajah mulai memudar.
Pada puncak penyakit, penderita merasa sangat sakit, ruamnya meluas serta
suhu tubuhnya mencapai 40 Celsius. 3-5 hari kemudian suhu tubuhnya turun,
penderita mulai merasa baik dan ruam yang tersisa segera menghilang.
Demam, kecapaian, pilek, batuk dan mata yang radang dan merah selama
beberapa hari diikuti dengan ruam jerawat merah yang mulai pada muka dan merebak
ke tubuh dan ada selama 4 hari hingga 7 hari.
5. Difteri, pertusis dan tetanus. Difteri disebabkan bakteri yang menyerang
tenggorokan dan dapat menyebabkan komplikasi yang serius atau fatal.
Difteri merupakan penyakit menular yang sangat berbahaya pada anak anak.
Penyakit ini mudah menular dan menyerang terutama daerah saluran pernafasan
bagian atas. Penularan biasanya terjadi melalui percikan ludah dari orang yang
membawa kuman ke orang lain yang sehat. Selain itu penyakit ini bisa juga
ditularkan melalui benda atau makanan yang terkontaminasi.
19
20
batuk yang parah. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Bordetella pertussis yang
bersarang di saluran pernapasan dan sangat mudah tertular (www.warmasif.co.id).
Pertusis dapat menyerang segala umur, 60 % menyerang anak-anak yang
berumur kurang dari 5 tahun. Penyakit ini akan menjadi serius jika menyerang bayi
berumur kurang dari 1 tahun. Biasanya pada bayi yang baru lahir dan keadaannya
menjadi lebih parah. Pada tahun 2000 diperkirakan 39 juta kasus terjadi dan 297.000
kematian terjadi didunia yang diakibatkan oleh pertusis.
2.3 Imuisasi MMR
2.3.1 Defenisi
Imunisasi MMR adalah imunisasi kombinasi untuk mencegah penyakit
Campak, Campak Jerman dan Penyakit Gondong. Pemberian vaksin MMR biasanya
diberikan pada usia anak 16 bulan. Vaksin ini adalah gabungan vaksin hidup yang
dilemahkan. Semula vaksin ini ditemukan secara terpisah, tetapi dalam beberapa
tahun kemudian digabung menjadi vaksin kombinasi. Kombinasi tersebut terdiri dari
virus hidup Campak galur Edmonton atau Schwarz yang telah dilemahkan,
Componen Antigen Rubella dari virus hidup Wistar RA 27/3 yang dilemahkan dan
Antigen gondongen dari virus hidup galur Jerry Lynn atau Urabe AM-9.
2.3.2 Tujan
Tujuan diberikannya imunisasi MMR ini adalah untuk mencegah atau
mengurangi terjadinya infeksi pada anak yang disebabkan penyakit-penyakit,
gondongan dan rubela.
2.3.3 Efek Samping
Beberapa ahli memang ada yang mengkhawatirkan dengan pemberian MMR
ini, dapat memberikan autisme yang disebabkan pelarut MMR mengandung
Tiomersal, tetapi dugaan tersebut tidak terbukti. Seperti yang dikemukakan Andrew
Wakefield tahun 1998, MMR tidak terbukti menyebabkan autisme karena sampel
yang diteliti hanya pada 12 pasien. Itulah sebabnya hingga sekarang, MMR tetap
21
aman untuk diberikan pada anak mengingat pentingnya imunisasi ini terhadap
perlindungan anak, ungkapnya.
Pencegahan sindrom rubela congenital merupakan tujuan pemberian imunisasi
rubela. Rubela adalah penyakit yang cukup berbahaya apabila terjadi diawal
kehamilan, karena dapat menimbulkan kelainan jiwa, kelahiran prematur, dan cacat
bawaan.
Apabila cacat dari lahir, bayi dapat mengalami cacat dalam bentuk, tuli,
kelainan mata, kalainan jantung, kelainan saraf, mikrosefali, dan retardasi mental.
Untuk menghindar penyakit ini, ibu-ibu harus memiliki kekebalan rubela sejak kecil,
sehingga diharapkan penyakit tersebut tidak akan terjadi pada bayi yang akan
dilahirkan.
2.4 Penyakit Yang Kemungkinan Akan Ada Bila Tidak Mendapat Imunisasi
MMR
Vaksin MMR merupakan vaksin yang diberikan kepada anak untuk mencegah
penyakit campak, gondongan, dan campak Jerman.
2.4.1 Bedanya campak biasa dan campak jerman itu apa?
Campak biasa, berbeda dari campak Jerman atau rubela. Campak Jerman
umumnya memiliki dampak lebih ringan dan tidak fatal. Umumnya pun terjadi pada
anak usia 5 sampai 14 tahun.
Memang gejalanya hampir sama dengan campak biasa, seperti flu, batuk,
pilek dan demam tinggi. Yang membedakan, bercak merah pada rubela tidak timbul
terlalu banyak dan tidak separah campak biasa, juga cepat menghilang dalam waktu 3
hari. Gejala lain, umumnya nafsu makan anak akan menurun karena terjadi
pembengkakan pada limpa.
Justru kita harus lebih khawatir bila rubela menyerang wanita hamil karena
virusnya bisa menular pada janin melalui plasenta. Bila janin tertular maka anak yang
dilahirkan akan mengalami sindrom rubela kongenital dengan kelainan-kelainan,
22
misalnya mata bayi mengalami katarak, tidak bisa mendengar, terjadi pengapuran di
otak, juga banyak terjadi anak-anak tumbuh dengan keterbelakangan perkembangan.
Setiap anak perempuan harus mendapat vaksinasi rubela. Hal ini untuk
mengantisipasi terjadinya rubela serta melindungi janin yang dikandungnya kelak.
Tak hanya pada perempuan, vaksinasi rubela pun penting bagi kaum pria. Gunanya
mencegah agar tidak terserang rubela dan menulari sang istri yang mungkin tengah
hamil nanti.
2.4.2 Tidak Adanya Hubungan Antara Terjadinya Autisme Dengan Imunisasi
Mmr
1. Akhir-akhir ini pada sebagian masyarakat tersebar informasi tentang dugaan
adanya hubungan antara autisme dengan imunisasiMMR (Measles, Mumps,
Rubella).
2. Imunisasi adalah pemberian vaksin pada tubuh seseorang dengan tujuan untuk
meningkatkan kekebalan terhadap penyakit infeksi tertentu. Pemerintah telah
melaksanakan Program Imunisasi sejak lebih dari 30 tahun yang lalu dan telah
berhasil menurunkan angka kesakitan dan angka kematian dari berbagai
penyakit menular. Program Imunisasi di Indonesia mencakup antara lain
pemberian vaksin untuk meningkatkan kekebalan bayi terhadap penyakit
tuberkolosa (vaksin BCG), difteria , batuk rejan, dan tetanus (vaksin DPT),
poliomyelitis (vaksin Polio), campak (vaksin Campak), dan hepatitis B
(vaksin Hepatitis B). Program Imunisasi juga mencakup pemberian vaksin
untuk meningkatkan kekebalan ibu dan bayi terhadap penyakit tetanus (vaksin
TT) dan peningkatan kekebalan anak sekolah dasar terhadap penyakit difteri
dan tetanus (vaksin DT).
3. Autisme adalah gangguan petumbuhan anak yang kronik dengan gejala utama
gangguan interaksi sosial, komunikasi, serta keterbatasan perhatian dan
aktifitas, biasanya terjadi pada usia di bawah 3 tahun.
4. Vaksin MMR merupakan vaksin yang diberikan kepada anak dengan maksud
untuk mencegah penyakit campak, gondongan dan campak Jerman (German
23
24
25
26
and Social Medicine, University of Aarhus, Denmark Institute for Basic Psychiatric
Research, Department of Psychiatric Demography, Psychiatric Hospital in Aarhus,
Risskov, National Centre for Register-Based Research, University of Aarhus,
Aarhus,Denmark, State Serum Institute, Department of Medicine, Copenhagen,
Denmark mengadakan penelitian bersama terhadap anak usia 2 hingga 10 tahun sejak
tahun 1970 hingga tahun 2000.
Mengamati 956 anak sejak tahun 1971 hingga 2000 anak dengan autis. Sejak
thimerosal digunakan hingga tahun 1990 tidak didapatkan kenaikkan penderita auitis
secara bermakna. Kemudian sejak tahun 1991 hingga tahun 2000 bersamaan dengan
tidak digunakannya thimerosal pada vaksin ternyata jumlah penderita Autis malah
meningkat drastis. Kesimpulan penelitian tersebut adalah tidak ada hubungan antara
pemberian Thimerazol dengan Autis.
Stehr-Green P dkk, Department of Epidemiology, School of Public Health and
Community Medicine, University of Washington, Seattle, WA, bulan Agustus 2003
melaporkan antara tahun 1980 hingga 1990 membandingkan prevalensi dan insiden
penderita autisme di California, Swedia, dan Denmark yang mendapatkan ekposur
dengan imunisasi Thimerosal. Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa insiden
pemberian Thimerosal pada Autisme tidak menunjukkan hubungan yang bermakna.
Geier DA dalam Jurnal Americans Physicians Surgery tahun 2003, menungkapkan
bahwa Thimerosal tidak terbukti mengakibatkan gangguan neurodevelopment
(gangguan perkembangan karena persarafan) dan penyakit jantung. Melalui forum
National Academic Press tahun 2001, Stratton K dkk melaporkan tentang keamanan
thimerosal pada vaksin dan tidak berpengaruh terhadap gangguan gangguan
neurodevelopment (gangguan perkembangan karena persarafan).
Hviid A dkk dalam laporan di majalah JAMA 2004 mengungkapkan
penelitian terhadap 2 986 654 anak pertahun didapatkan 440 kasus autis. Dilakukan
pengamatan pada kelompok anak yang menerima thimerosal dan tidak menerima
thimerosal. Ternyata tidak didapatkan perbedaan bermakna. Disimpulkan bahwa
pemberian thimerosal tidak berhubungan dengan terjadinya autis.
27
28
dll) dari tubuh anak autis. Gangguan itu mengakibatkan peningkatan logam berat
dalam tubuh yang dapat mengganggu otak, meskipun anak tersebut menerima
merkuri dalam batas yang masih ditoleransi.
Pada anak sehat bila menerima merkuri dalam batas toleransi, tidak
mengakibatkan gangguan. Melalui metabolisme metalotionin pada tubuh anak, logam
berat tersebut dapat dikeluarkan oleh tubuh. Tetapi pada anak Autis terjadi gangguan
metabolisme metalotionin.Kejadian itulah yang menunjukkan bahwa imunisasi yang
mengandung thimerosal harus diwaspadai pada anak yang beresiko Autis, tetapi tidak
perlu dikawatirkan pada anak normal lainnya.
Penelitian atau pendapat beberapa kasus yang mendukung keterkaitan
Autisme dengan imunisasi, tidak boleh diabaikan bergitu saja. Sangatlah bijaksana
untuk lebih waspada, bila anak sudah mulai tampak ditemukan penyimpangan
perkembangan atau perilaku sejak dini. Dalam kasus tersebut untuk mendapatkan
imunisasi yang mengandung Thimerosal harus berkonsutlasi dahulu dengan dokter
anak. Mungkin harus menunda dahulu imunisasi yang mengandung thimerosal
sebelum dipastikan diagnosis Autis dapat disingkirkan. Dalam hal seperti ini, harus
dipahami dengan baik resiko, tanda dan gejala autis sejak dini.
Bila anak tidak beresiko atau tidak menunjukkan tanda tanda dini terjadinya
Autis maka tidak perlu kawatir untuk mendapatkan imunisasi tersebut. Kekawatiran
terhadap imunisasi tanpa didasari pemahaman yang baik, akan menimbulkan
permasalahan kesehatan yang baru pada anak kita. Dengan menghindari imunisasi,
beresiko terjadi akibat berbahaya dan dapat mengancam jiwa. Bila anak terkena
infeksi yang seharusnya dapat dicegah dengan imunisasi.
2.5 Jadwal Pemberian Imunisasi
1. Jadwal pemberian Vaksin Hepatitis B diberikan dalam satu seri yang terdiri
dari 3 kali suntik.
29
Kedua : Kalau yang pertama diberikan segera setelah lahir, yang kedua
diberikan antara bulan pertama dan kedua. Bila yang pertama
diberikan setelah sebulan, maka yang kedua diberikan antara bulan
ketiga dan keempat.
Menunda pemberian Bila anak sakit lebih dari sekedar panas badan
ringan. Bila ada reaksi alergi serius terhadap suntikan vaksin.
2. Jadwal pemberian Diberikan sebagai satu seri yang terdiri dari 5 kali suntik.
Yaitu pada usia 2 bulan, 4 bulan, 6 bulan, 15 s/d 18 bulan dan terakhir saat
sebelum masuk sekolah (4 s/d 6 tahun). Dianjurkan untuk mendapatkan
vaksin Td (penguat terhadap difteri dan tetanus) pada usia 11 s/d 12 tahun atau
paling lambat 5 tahun setelah imunisasi DTP terakhir. Setelah itu
direkomendasikan untuk mendapatkan Td setiap 10 tahun.
Menunda pemberian : Bila anak sakit lebih dari sekedar panas badan
ringan. Bila anak memiliki kelainan syaraf atau tidak tidak tumbuh
30
Menunda pemberian Bila anak sakit lebih dari sekedar panas badan
ringan. Bila ada reaksi alergi setelah imunisasi, maka pemberian
vaksin Hib berikutnya harus dihentikan.
31
Menunda pemberian Bila anak sakit lebih dari sekedar panas badan
ringan.
6. MMR / CAMPAK Jadwal pemberian Diberikan sebagai satu seri yang terdiri
dari dua kali pemberian. Yaitu pada usia 12 s/d 15 bulan dan saat sebelum
masuk sekolah (4 s/d 6 tahun) atau pada usia 11 s/d 12 tahun.
32
Menunda pemberian Bila anak sakit lebih dari sekedar panas badan
ringan. Bila memiliki alergi terhadap telur atau antibiotika neomycin.
Bila menerima gamma globulin dalam selang waktu 3 bulan sebelum
imunisasi. Bila memiliki gangguan kekebalan tubuh akibat kanker atau
sedang menjalani terapi kemo atau radiasi.
JENIS VAKSIN
Waktu Lahir
Umur 1 bulan
Umur 2 bulan
Umur 3 bulan
Umur 4 bulan
Umur 5 bulan
Umur 6 bulan
Umur 9 bulan
CAMPAK
Umur 15 bulan
MMR
Umur 18 bulan
Kelas 1 SD
33
BAB III
PENUTUP
Imunisasi merupakan hal yang terpenting dalam usaha melindungi kesehatan
anak anda. Imunisasi bekerja dengan cara merangsang timbulmya kekebalan tubuh
yang akan melindungi anak anda dari penyakit-penyakit sebagai berikut: polio,
campak, gondongan, campak Jerman, influenza, tetanus, difteri dan pertusis (batuk
rejan).
Tanpa pemberian vaksin, jumlah kematian anak-anak yang ditimbulkan oleh
penyakit tersebut meningkat dan banyak orang yang mengalami komplikasi kronik
setelah menderita penyakit tersebut.
3.1 kesimpulan
Imunisasi bertujuan untuk merangsang system imunologi tubuh untuk
membentuk antibody spesifik sehingga dapat melindungi tubuh dari serangan
penyakit. (Musa, 1985). Walaupun cakupan imunisasi tidak sama dengan 100% tetapi
sudah mencapai 70% maka anal-anak yang tidak mendapatkan imunisasi pun akan
terlindungi oleh adanya suatu herd immunity.
Berdasarkan hasil penelitian Ibrahim (1991), menyatakan bahwa bila
imunisasi dasar dilaksanakan dengan lengkap dan teratur, maka imunisasi dapat
menguragi angka kesakitan dan kematian balita sekitar 80-95%. Pengertian teratur
dalam hal ini adalah teratur dalam mentaati jadwal dan jumlah frekuensi imunisasi,
sedangkan yang dimaksud imunisasi dasar lengkap adalah telah mendapat semua
jenis imunisasi dasar (BCG 1 kali, DPT 3 kali, Polio 4 kali dan Campak 1 kali) pada
waktu anak berusia kurang dari 11 bulan. Imunisasi dasar yang tidak lengkap,
maksimal hanya dapat memberikan perlindungan 25-40%. Sedangkan anak yang
sama sekali tidak diimunisasi tentu tingkat kekebalannya lebih rendah lagi.
34
Pemberian tetanus toksoid pada ibu hamil dapat mencegah terjadinya tetanus
neonatorum pada bayi baru lahir yang ditolong dengan tidak steril dan pemotongan
tali pusat memakai alat tidak steril. Imunisasi terhadap difteri dan pertusis dimulai
sejak umur 2-3 bulan dengan selang 4-8 minggu sebanyak 3 kali akan memberikan
perlindungan mendekati 100% sampai anak berusia 1 tahun. Imunisasi campak
diberikan 1 kali akan memberikan perlindungan seumur hidup. Imunisasi
poliomyelitis dapat memberikan perlindungan seumur hidup apabila telah diberikan 4
kali. (Ibrahim, 1991).
Vaksin sebagai suatu produk biologis dapat memberikan efek samping yang
tidak diperkirakan sebelumnya dan tidak selalu sama reaksinya antara penerima yang
satu dengan penerima lainnya. Efek samping imunisasi yang dikenal sebagai
Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) atau Adverse Events Following
Immunization (AEFI) adalah suatu kejadian sakit yang terjadi setelah menerima
imunisasi yang diduga berhubungan dengan imunisasi. Penyebab kejadian ikutan
pasca imunisasi terbagi atas empat macam, yaitu kesalahan program/tehnik
pelaksanaan imunisasi, induksi vaksin, faktor kebetulan dan penyebab tidak
diketahui. Gejala klinis KIPI dapat dibagi menjadi dua yaitu gejala lokal dan
sistemik. Gejala lokal seperti nyeri, kemerahan, nodelle/ pembengkakan dan indurasi
pada lokasi suntikan. Gejala sistemik antara lain panas, gejala gangguan pencernaan,
lemas, rewel dan menangis yang berkepanjangan.
3.2 Saran
1. Tingkat pendidikan ibu tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap
kelengkapan imunisasi dasar pada bayi.
2. Jarak rumah ke Puskesamas tidak mempunyai pengaruh terhadap kelengkapan
imunisasi dasar pada bayi.
3. Pengetahuan ibu mempunyai pengaruh positip terhadap kelengkapan
imunisasi dasar, yang berarti bahwa semakin baik pengetahuan ibu tentang
manfaat imunisasi akan berpengaruh meningkatkan kelengkapan imunisasi
dasar pada bayi.
35
meningkatkan
kelengkapan
imunisasi
bayi
melalui
penyuluhanpenyuluhan di masyarakat.
6. Berupaya untuk meningkatan motivasi ibu dengan memberikan informasi
tentang imunisasi dengan tujuan untuk meningkatkan kesehatan bayi dan
meningkatkan kelengkapan imunisasi bayi.
7. Ibu yang mempunyai bayi Agar lebih meningkatkan pengetahuan tentang
manfaat imunisasi bagi anaknya. Agar mempunyai motivasi yang besar dalam
meningkatkan kesehatan bayi dan keluarganya
8. Peneliti selanjutnya Diharapkan dapat menambah jumlah responden, lebih
mespesifikkan jenis imunisasi, meneliti dengan variabel bebas yang baru, dsb.
9. Diharapkan peneliti selanjutnya agar meneliti dengan menggunakan metode
eksperimen dalam bentuk penyuluhan kesehatan.
10. Dapat menjadi informasi dan data sekunder dalam pengembangan penelitian
selanjutnya.
36
DAFTAR PUSTAKA
37