Anda di halaman 1dari 35

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN DENGAN STROKE

RUANG NAGASARI RSUP SANGLAH


Oleh:
NI LUH SUCI NOVI ARINI
(P07120214021)

KEMENTERIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
PROGRAM STUDY DIV KEPERAWATAN
TAHUN 2016

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN


PADA PASIEN DENGAN STROKE

A. Pengertian
Stroke adalah serangan otak yang timbul secara mendadak dimana terjadi
gangguan fungsi otak sebagian atau menyeluruh sebagai akibat dari gangguan
aliran darah oleh karena sumbatan atau pecahnya pembuluh darah tertentu di
otak sehingga menyebabkan sel-sel otak kekurangan darah, oksigen atau zat - zat
makanan dan akhirnya dapat terjadi kematian sel-sel tersebut dalam waktu relatif
singkat. (Yayasan Stroke Indonesia 2009).
Menurut Price & Wilson (2006) pengertian dari stroke adalah setiap
gangguan neurologik mendadak yang terjadi akibat pembatasan atau terhentinya
aliran darah melalui sistem suplai arteri otak. Dari beberapa uraian diatas dapat
disimpulkan bahwa pengertian stroke adalah gangguan sirkulasi serebral yang
disebabkan oleh sumbatan atau penyempitan pembuluh darah oleh karena
emboli, trombosis atau perdarahan serebral sehingga terjadi penurunan aliran
darah ke otak yang timbulnya secara mendadak. Stroke diklasifikasikan menjadi
dua yaitu stroke non hemoragik dan stroke hemoragik berdasarkan kelainan
Stroke non hemoragik adalah suatu gangguan peredaran darah otak tanpa
terjadi suatu perdarahan yang ditandai dengan kelemahan pada satu atau
keempat anggota gerak atau hemiparese, nyeri kepala, mual, muntah, pandangan
kabur dan dysfhagia (kesulitan menelan). Stroke non haemoragik dibagi lagi
menjadi dua yaitu stroke embolik dan stroke trombotik (Wanhari, 2008).
Sedangkan stroke hemoragik adalah

Suatu gangguan peredaran darah otak

yang ditandai dengan adanya perdarahan intra serebral atau perdarahan


subarakhnoid. Tanda yang terjadi adalah penurunan kesadaran, pernapasan cepat,
nadi cepat, gejala fokal berupa hemiplegi, pupil mengecil, kaku kuduk (Wanhari,
2008).

B. Etiologi
Menurut Sylvia dan Lorraine (2006), SH terjadi akibat :
1. Perdarahan intraserebrum hipertensif.
2. Perdarahan subaraknoid (PSA): ruptura aneurisma secular (berry), rupture
malformasi arteriovena (MAV), trauma.
3. Penyalahgunaan kokain, amfetamin
4. Perdarahan akibat tumor otak
5. Infark hemoragik
6. Penyakit perdarahan sistemik termasuk penggunaan obat antikoagulan.
Klasifikasi Stroke Non Haemoragik menurut Tarwoto dkk, (2008) adalah :
a. Transient Ischemic Attack (TIA)
TIA adalah defisit neurologik fokal akut yang timbul karena iskemia
otak sepintas dan menghilang lagi tanpa sisa dengan cepat dalam waktu
tidak lebih dari 24 jam.
b.

Reversible Iscemic Neurological Deficit (RIND)


RIND adalah defisit neurologik fokal akut yang timbul karena iskemia
otak berlangsung lebih dari 24 jam dan menghilang tanpa sisa dalam
waktu 1-3 minggu

c.

Stroke in Evolution (Progressing Stroke)


Stroke in evolution adalah deficit neurologik fokal akut karena
gangguan peredaran darah otak yang berlangsung progresif dan mencapai
maksimal dalam beberapa jam sampai beberapa hari

d.

Stroke in Resolution
Stroke in resolution adalah deficit neurologik fokal akut karena
gangguan peredaran darah otak yang memperlihatkan perbaikan dan
mencapai maksimal dalam beberapa jam sampai bbrapa hari

e.

Completed Stroke (infark serebri)

Completed stroke adalah defisit neurologi fokal akut karena oklusi


atau gangguan peredaran darah otak yang secara cepat menjadi stabil
tanpa memburuk lagi.
Sedangkan secara patogenitas menurut Tarwoto dkk, (2007) Stroke iskemik
(Stroke Non Hemoragik) dapat dibagi menjadi :
a.

Stroke trombotik, yaitu stroke iskemik yang disebabkan oleh karena


trombosis di arteri karotis interna secara langsung masuk ke arteri serebri
media. Permulaan gejala sering terjadi pada waktu tidur,atau sedang
istrirahat kemudian berkembang dengan cepat,lambat laun atau secara
bertahap sampai mencapai gejala maksimal dalam beberapa jam, kadangkadang dalam beberapa hari (2-3 hari), kesadaran biasanya tidak
terganggu dan ada kecendrungan untuk membaik dalam beberapa
hari,minggu atau bulan.

b. Stroke embolik, yaitu stroke iskemik yang disebabkan oleh karena


emboli yang pada umunya berasal dari jantung. Permulaan gejala terlihat
sangat mendadak berkembang sangat cepat, kesadaran biasanya tidak
terganggu, kemungkinan juga disertai emboli pada organ dan ada
kecendrungan untuk membaik dalam beberapa hari, minggu atau bulan.

C. Tanda dan Gejala


Menurut Smeltzer & Bare (2002) dan Price & Wilson (2006) tanda dan
gejala penyakit stroke adalah kelemahan atau kelumpuhan lengan atau tungkai
atau salah satu sisi tubuh, hilangnya sebagian penglihatan atau pendengaran,
penglihatan ganda atau kesulitan melihat pada satu atau kedua mata, pusing dan
pingsan, nyeri kepala mendadak tanpa kausa yang jelas, bicara tidak jelas (pelo),

sulit memikirkan atau mengucapkan kata-kata yang tepat, tidak mampu


mengenali bagian dari tubuh, ketidakseimbangan dan terjatuh dan hilangnya
pengendalian terhadap kandung kemih.
Stoke menyebabkan defisit neurologik, bergantung pada lokasi lesi (pembuluh
darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak adekuat dan
jumlah aliran darah kolateral. Stroke akan meninggalkan gejala sisa karena
fungsi otak tidak akan membaik sepenuhnya.
Berikut gejala dari stroke :
a Kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh (hemiparese atau hemiplegia)
b Lumpuh pada salah satu sisi wajah Bells Palsy
c Tonus otot lemah atau kaku
d Menurun atau hilangnya rasa
e Gangguan lapang pandang Homonimus Hemianopsia
f Gangguan bahasa (Disatria: kesulitan dalam membentuk kata; afhasia atau
disfasia: bicara defeksif/kehilangan bicara)
g Gangguan persepsi
h Gangguan status mental
Gejala yang ditimbulkan dapat pula diklasifikasikan berdasarkan sistem
peredaran darah yang terkena.
1 Sistem Karotis
Gejalanya :
Unilateral headache
Disartria
Afasia, bilamana mengenai hemisfer dominan
Amourosis fugaks (transient monocular blindness) ipsilateral

menetap
Hemiparesis/paralisis kontralateral
Hemiparestesia/anestesia kontralateral
Brancio-Facial atau defisit ekstremitas bawah kontralateral
Deviasi konjugue ke arah lesi
Sistem vertebro-basilaris
Nistagmus
Diplopia
Gangguan penglihatan/pergerakan bola mata
Vornitus
Parestesia sirkumoral
Vertigo
Tinitus
Amnesia
Disartria

Disfagia
Drop attack
Hemihipestesia
Ataksia serebeller ipsilateral
Sindrom horner ipsilateral
Oftalmoplegia internuklearis

Tanda dan gejala yang muncul sangat tergantung pada daerah dan luasnya
daerah otak yang terkena:
1. Pengaruh terhadap status mental

Tidak sadar : 30% 40%

Konfuse : 45% dari pasien biasanya sadar

2. Daerah arteri serebri media, arteri karotis interna akan menimbulkan:

Hemiplegia kontralateral yang disertai hemianesthesia (30%-80%)

Afasia bila mengenai hemisfer dominant (35%-50%)

Apraksia bila mengenai hemisfer non dominant(30%)

3. Daerah arteri serebri anterior akan menimbulkan gejala:

Hemiplegia dan hemianesthesia kontralateral terutama tungkai


(30%-80%)

Inkontinensia urin, afasia, atau apraksia tergantung hemisfer mana


yang terkena

4. Daerah arteri serebri posterior

Nyeri spontan pada kepala

Afasia bila mengenai hemisfer dominant (35-50%)

5. Daerah vertebra basiler akan menimbulkan:

Sering fatal karena mengenai pusat-pusat vital di batang otak

Hemiplegia alternans atau tetraplegia

Kelumpuhan pseudobulbar (kelumpuhan otot mata, kesulitan


menelan, emosi labil)

Apabila dilihat bagian hemisfer mana yang terkena, gejala dapat berupa:
1. Stroke hemisfer kanan

Hemiparese sebelah kiri tubuh

Penilaian buruk

Mempunyai

kerentanan

terhadap

sisi

kontralateral

sebagai

kemungkinan terjatuh ke sisi yang berlawanan


2. stroke hemisfer kiri

Mengalami hemiparese kanan

Perilaku lambat dan sangat berhati-hati

Kelainan bidang pandang sebelah kanan

Disfagia global

Afasia

Mudah frustasi

Tanda dan gejala TIK


Manifestasi klinik peningkatan tekanan intrakranial banyak dan bervariasi.
Perubahan tingkat kesadaran penderita merupakan indikator yang paling sensitif
dari semua tanda peningkatan tekanan intrakranial.
Trias klasik peningkatan tekanan intrakranial adalah ;
1

Nyeri kepala karena regangan duramater dan pembuluh darah.

Papiledema yang disebabkan oleh tekanan dan pembengkakan diskus


optikus.

Muntah sering proyektil.

Tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial lainnya;


1

Hipertermia.

Perubahan motorik dan sensorik.

Perubahan berbicara.

Kejang.

D. Path way Stroke

E. Patofisiologi
1. Stroke Hemoragik
Tahapan patofisologi terjadinya stroke adalah kerusakan pembuluh darah otak,
pembuluh darah tidak mampu mengalirkan darah atau pembuluh darah pecah

dan bagian otak yang memperoleh darah dari pembuluh yang rusak tadi
fungsinya menjadi terganggu hingga timbul gejala-gejala stroke.
Tahapan tersebut tidak terjadi dalam waktu singkat.Pada tahap pertama dimana
dinding pembuluh darah yang mengalirkan darah ke otak mula-mula terkena
berupa aterosklerosis pada pembuluh-pembuluh yang kecil. Penebalan dinding
pembuluh darah ini terjadi berangsung-angsur dan diakibatkan oleh hipertensi,
DM, peninggian kadar asam urat atau lemak dalam darah, perokok berat dll.
Proses penebalan timbul berangsur-angsur dalam waktu beberapa tahun atau
akhirnya suatu saat terjadi sumbatan dimana aliran darah yang terjadi cukup
ditolerir oleh otak. Akhirnya karena sempitnya lumen pembuluh darah tersebut
tidak cukup lagi memberi darah pada pembuluh darah otak ini menyebabkan
kerapuhan dan pembuluh darah menjadi pecah dan timbul perdarahan. Pada saat
dimana pembuluh darah tersebut pecah atau tersumbat hingga aliran darah tidak
cukup lagi memberi darah lalu timbul gejala-gejala neurologik berupa
kelumpuhan, tidak bisa bicara atau pingsan, diplopia secara mendadak.
Sumbatan pembuluh darah otak dapat juga terjadi akibat adanya bekuan-bekuan
darah dari luar otak (jantung atau pembuluh besar tubuh) atau dari pembuluh
darah leher (karotis) yang terlepas dari dinding pembuluh tersebut dan terbawa
ke otak lalu menyumbat. Karena fungsi otak bermacam-macam, maka gejala
stroke juga timbul tergantung pada daerah mana otak yang terganggu.
Penyumbatan atau pecahnya pembuluh darah secara mendadak dapat
menimbulkan gejala dan tanda-tanda neurologik yang memiliki sifat, mendadak,
tidak ada gejala-gejala dini atau gejala peningkatan dan timbulnya iskemi atau
kerusakan otak,gejala neurologik yang timbul selalau terjadi pada satu sisi
badan, gejala-gejala klinik yang timbul mencapai maksimum beberapa jam
setelah serangan . Umumnya kurang dari 24 jam, jadi misalnya pagi hari
serangan stroke timbul berupa kelemahan pada badan sebelah kanan kemudian
berangsur-angsur menjadi lumpuh sama sekali.
Perdarahan pada stroke hemoragik biasanya terjadi pada intraserebral dan
subarachnoid. Perdarahan intraserebral biasanya timbul karena pecahnya
mikroaneurisma (Berry aneurysm) akibat hipertensi maligna. Pecahnya
pembuluh darah otak terutama karena hipertensi ini mengakibatkan darah masuk

10

ke dalam jaringan otak, membentuk massa atau hematom yang menekan


jaringan otak dan menimbulkan oedema di sekitar otak. Peningkatan TIK yang
terjadi dengan cepat dapat mengakibatkan kematian yang mendadak karena
herniasi otak. Perdarahan intra cerebral sering dijumpai di daerah putamen,
talamus, sub kortikal, nukleus kaudatus, pon, dan cerebellum. Hipertensi kronis
mengakibatkan

perubahan

struktur

dinding

permbuluh

darah

berupa

lipohyalinosis atau nekrosis fibrinoid.


Perdarahan subarachnoid (PSA) terjadi akibat pembuluh darah disekitar
permukaan otak pecah, sehingga terjadi ekstravasasi darah ke ruang
subarachnoid. Perdarahan subarachnoid umumnya disebabkan oleh rupturnya
aneurisma sakular atau perdarahan dari arteriovenous malformation (AVM).
2. Stroke Non Hemoragik
Infark ischemic cerebri

sangat

erat

hubungannya

dengan aterosklerosis dan arteriosklerosis.Aterosklerosis dapat menimbulkan


bermacam-macam manifestasi klinis dengan cara:
1. Menyempitkan lumen pembuluh darah dan mengakibatkan insufisiensi
aliran darah.
2. Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadinya thrombus dan
perdarahan aterm.
3. Dapat terbentuk thrombus yang kemudian terlepas sebagai emboli.
4. Menyebabkan aneurisma yaitu lemahnya dinding pembuluh darah atau
menjadi lebih tipis sehingga dapat dengan mudah robek.
Faktor yang mempengaruhi aliran darah ke otak:
1. Keadaan pembuluh darah.
2. Keadan darah : viskositas darah meningkat, hematokrit meningkat, aliran
darah ke otak menjadi lebih lambat, anemia berat, oksigenasi ke otak
menjadi menurun.
3. Tekanan darah sistemik memegang peranan perfusi otak. Otoregulasi otak
yaitu kemampuan intrinsik pembuluh darah otak untuk mengatur agar
pembuluh darah otak tetap konstan walaupun ada perubahan tekanan
perfusi otak.

11

4. Kelainan jantung menyebabkan menurunnya curah jantung dan karena


lepasnya embolus sehingga menimbulkan iskhemia otak.
Suplai darah ke otak dapat berubah pada gangguan fokal (thrombus,
emboli, perdarahan dan spasme vaskuler) atau oleh karena gangguan
umum

(Hypoksia

karena

Arterosklerosissering/cenderung

gangguan
sebagai

paru
faktor

dan
penting

jantung).
terhadap

otak. Thrombus dapat berasal dari flak arterosklerotik atau darah dapat
beku pada area yang stenosis, dimana aliran darah akan lambat atau
terjadi turbulensi.

Oklusi

pada

pembuluh

darah serebral oleh embolus menyebabkan oedema dan nekrosis diikuti thr
ombosis dan hypertensi pembuluh darah. Perdarahan intraserebral yang
sangat luas akan menyebabkan kematian dibandingkan dari keseluruhan
penyakit cerebrovaskuler. Anoksia serebral dapat reversibel untuk jangka
waktu 4-6 menit. Perubahan irreversible dapat anoksia lebih dari 10 menit.
Anoksia serebral dapat terjadi oleh karena gangguan yang bervariasi, salah
satunya cardiac arrest.

F. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut (Doenges dkk, 1999) pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan
pada penyakit stroke adalah:
1. Angiografi serebral: membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik
seperti perdarahan, obstruksi arteri atau adanya titik oklusi/ ruptur.
2. CT-scan: memperhatikan adanya edema, hematoma, iskemia, dan adanya
infark.
3. Pungsi lumbal: menunjukkan adanya tekanan normal dan biasanya ada
thrombosis, emboli serebral, dan TIA (Transient Ischaemia Attack) atau
serangan iskemia otak

sepintas. Tekanan meningkat dan cairan yang

mengandung darah menunjukkan adanya hemoragik subarakhnoid atau


perdarahan intra kranial. Kadar protein total meningkat pada kasus
thrombosis sehubungan dengan adanya proses inflamasi.
4. MRI (Magnetic Resonance Imaging): menunjukkan daerah yang mengalami
infark, hemoragik, dan malformasi arteriovena.
5. Ultrasonografi Doppler: mengidentifikasi penyakit arteriovena.

12

6. EEG (Electroencephalography): mengidentifikasi penyakit didasarkan pada


gelombang otak dan mungkin memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.
7. Sinar X: menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal daerah yang
berlawanan dari massa yang meluas, kalsifikasi karotis interna terdapat pada
thrombosis serebral.
8. Laboratorium:

Urin: glukosa, protein, berat jenis, dan sedimen

Darah:
o

Darah rutin: Hb, hematokrit, leukosit

LED (vaskulitis)

Glukosa darah, sewaktu, puasa, 2JPP

Kreatinin dan urea (fungsi ginjal)

Lipid darah (kolesterol total, LDL, HDL, trigliserida)

Elektrolit (Na, K)

Waktu perdarahan

G. Penatalaksaan Medis
Penatalaksanaan penderita dengan SH adalah sebagai berikut:
1. Posisi kepala dan badan atas 20-30 derajat, posisi miring jika muntah dan
boleh dimulai mobilisasi bertahap jika hemodinamika stabil.
2. Bebaskan jalan nafas dan pertahankan ventilasi yang adekuat, bila perlu
3.
4.
5.
6.
7.
8.

diberikan ogsigen sesuai kebutuhan.


Tanda-tanda vital diusahakan stabil
Bed rest
Koreksi adanya hiperglikemia atau hipoglikemia
Pertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit
Kandung kemih yang penuh dikosongkan, bila perlu lakukan kateterisasi
Pemberian cairan intravena berupa kristaloid atau koloid dan hindari

penggunaan glukosa murni atau cairan hipotonik.


9. Hindari kenaikan suhu, batuk, konstipasi, atau suction berlebih yang dapat
meningkatkan TIK.
10. Nutrisi per oral hanya diberikan jika fungsi menelan baik. Jika kesadaran
menurun atau ada gangguan menelan sebaiknya dipasang NGT.

13

11. Penatalaksanaan spesifiknya yaitu dengan pemberian obat neuroprotektor,


antikoagulan, trombolisis intraven, diuretic, antihipertensi, dan tindakan
pembedahan, menurunkan TIK yang tinggi (Sylvia dan Lorraine 2006).
H. Pengkajian Keperawatan
Pada pengkajian dilakukan wawancara dan pemeriksaan laboraturium untuk
memperoleh informasi dan data yang nantinya akan digunakan sebagai dasar
untuk membuat rencana asuhan keperawatan klien.
a. Keadaan Umum
Meliputi kondisi seperti tingkat ketegangan/kelelahan, tingkat kesadaran
kualitatif atau GCS dan respon verbal klien.
b.

Tanda-tanda Vital
Meliputi pemeriksaan:

Tekanan darah: sebaiknya diperiksa dalam posisi yang berbeda, kaji


tekanan nadi, dan kondisi patologis.

Pulse rate meningkat/menurun tergantung dari mekanisme kompensasi,


sistem konduksi jantung & pengaruh sistem saraf otonom.

c.

Respiratory rate

Suhu

Pemeriksaan Fisik
a) Keadaan umum
Kesadaran

: umumnya mengalami penurunan kesadaran.

Suara bicara

: kadang mengalami gangguan yaitu sukar dimengerti,


kadang tidak bisa bicara.

Tanda-tanda vital :

tekanan darah meningkat, denyut nadi bervariasi.

b) Pemeriksaan integumen
Kulit :

jika klien kekurangan oksigen, kulit akan tampak pucat


dan jika kekurangan cairan maka turgor kulit akan buruk.
Di samping itu perlu juga dikaji tanda-tanda dekubitus

14

terutama pada daerah yang menonjol karena klien stroke


hemoragik harus bed rest 2-3 minggu.
Kuku

Rambut:

perlu dilihat adanya clubbing finger, cyanosis.


umumnya tidak ada kelainan.

c) Pemeriksaan kepala dan leher


Kepala

: bentuk normocephalik.

Muka

: umumnya tidak simetris yaitu mencong ke salah satu


sisi.

Leher

: kaku kuduk jarang terjadi. (Satyanegara, 1998)

d) Pemeriksaan dada
Pada pernafasan kadang didapatkan suara nafas terdengar ronchi,
wheezing ataupun suara nafas tambahan, pernafasan tidak teratur akibat
penurunan refleks batuk dan menelan.
e) Pemeriksaan abdomen
Didapatkan penurunan peristaltik usus akibat bed rest yang lama, dan
kadang terdapat kembung.
f) Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus
Kadang terdapat incontinensia atau retensio urine.
g) Pemeriksaan ekstremitas
Sering didapatkan kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.
h) Pemeriksaan neurologi
Pemeriksaan nervus cranialis : Umumnya terdapat gangguan nervus
cranialis VII dan XII central.
Pemeriksaan motorik

Hampir

selalu

terjadi

kelumpuhan/kelemahan pada salah satu sisi


tubuh.
Pemeriksaan sensorik

: Dapat terjadi hemihipestesi.

Pemeriksaan refleks

: Pada fase akut reflek fisiologis sisi yang


lumpuh akan menghilang. Setelah beberapa
hari refleks fisiologis akan muncul kembali

15

didahuli dengan refleks patologis.(Jusuf


Misbach, 1999)

d. Pemeriksaan Diagnostik
a) Pemeriksaan radiologi
CT scan

: Didapatkan hiperdens fokal, kadang-kadang


masuk ventrikel, atau menyebar ke permukaan
otak. (Linardi Widjaja, 1993)

MRI

: Untuk menunjukkan area yang mengalami


hemoragik. (Marilynn E. Doenges, 2000)

Angiografi serebral

: Untuk mencari sumber perdarahan seperti


aneurisma

atau

malformasi

vaskuler.

(Satyanegara, 1998)
Pemeriksaan foto thorax

: Dapat

memperlihatkan

keadaan

jantung,

apakah terdapat pembesaran ventrikel kiri


yang merupakan salah satu tanda hipertensi
kronis pada penderita stroke. (Jusuf Misbach,
1999).
b) Pemeriksaan laboratorium
Pungsi lumbal

: Pemeriksaan likuor yang merah biasanya


dijumpai pada perdarahan yang masif,
sedangkan perdarahan yang kecil biasanya
warna likuor masih normal (xantokhrom)
sewaktu hari-hari pertama. (Satyanegara,
1998)

Pemeriksaan darah rutin


Pemeriksaan kimia darah

: Pada

stroke

akut

dapat

terjadi

hiperglikemia. Gula darah dapat mencapai


250 mg dalam serum dan kemudian

16

berangsur-angsur turun kembali. (Jusuf


Misbach, 1999)
Pemeriksaan darah lengkap

: Untuk mencari kelainan pada darah itu


sendiri. (Linardi Widjaja, 1993)

Pengkajian menurut Dongoes


1. Pengkajian Primer
Airway
Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan sekret akibat
kelemahan reflek batuk
Breathing
Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas, timbulnya pernapasan yang
sulit dan atau tak teratur, suara nafas terdengar ronchi /aspirasi
Circulation
TD dapat normal atau meningkat , hipotensi terjadi pada tahap lanjut, takikardi,
bunyi jantung normal pada tahap dini, disritmia, kulit dan membran mukosa
pucat, dingin, sianosis pada tahap lanjut
2. Pengkajian Sekunder

Aktivitas dan istirahat


Data Subyektif:
Kesulitan dalam beraktivitas ; kelemahan, kehilangan sensasi atau
paralysis
Mudah lelah, kesulitan istirahat ( nyeri atau kejang otot).
Data obyektif:
Perubahan tingkat kesadaran.
Perubahan tonus otot ( flaksid atau spastic), paraliysis ( hemiplegia ),
kelemahan umum.

Sirkulasi
Data Subyektif:

17

Riwayat penyakit jantung ( penyakit katup jantung, disritmia, gagal


jantung, endokarditis bacterial )
Polisitemia.
Data obyektif:
Hipertensi arterial
Disritmia, perubahan EKG
Pulsasi : kemungkinan bervariasi
Denyut karotis, femoral dan arteri iliaka atau aorta abdominal

Integritas ego
Data Subyektif:
Perasaan tidak berdaya, hilang harapan
Data obyektif:
Emosi yang labil dan marah yang tidak tepat, kesediahan , kegembiraan
kesulitan berekspresi diri

Eliminasi
Data Subyektif
Inkontinensia
Anuria
Distensi abdomen (kandung kemih sangat penuh)
Tidak adanya suara usus (ileus paralitik)

Makan/ minum
Data Subyektif:
Nafsu makan hilang
Nausea / vomitus menandakan adanya PTIK, kehilangan sensasi lidah ,
pipi , tenggorokan, disfagia.
Riwayat DM, Peningkatan lemak dalam darah.

18

Data obyektif:
Problem dalam mengunyah ( menurunnya reflek palatum dan faring )
Obesitas ( factor resiko)

Sensori neural
Data Subyektif:
Pusing / syncope ( sebelum CVA / sementara selama TIA )
Nyeri kepala : pada perdarahan intra serebral atau perdarahan sub
arachnoid.
Kelemahan, kesemutan/kebas, sisi yang terkena terlihat seperti
lumpuh/mati
Penglihatan berkurang
Sentuhan : kehilangan sensor pada sisi kolateral pada ekstremitas dan
pada muka ipsilateral ( sisi yang sama )
Gangguan rasa pengecapan dan penciuman
Data obyektif:
Status mental ; koma biasanya menandai stadium perdarahan , gangguan
tingkah laku (seperti: letergi, apatis, menyerang) dan gangguan fungsi
kognitif
Ekstremitas : kelemahan / paraliysis ( kontralateral pada semua jenis
stroke, genggaman tangan tidak imbang, berkurangnya reflek tendon
dalam ( kontralateral )
Wajah: paralisis / parese ( ipsilateral )
Afasia ( kerusakan atau kehilangan fungsi bahasa, kemungkinan
ekspresif/ kesulitan berkata kata, reseptif / kesulitan berkata kata
komprehensif, global / kombinasi dari keduanya.
Kehilangan kemampuan mengenal atau melihat, pendengaran, stimuli
taktil
Apraksia : kehilangan kemampuan menggunakan motorik

19

Reaksi dan ukuran pupil : tidak sama dilatasi dan tak bereaksi pada sisi
ipsi lateral

Nyeri / kenyamanan
Data Subyektif:
Sakit kepala yang bervariasi intensitasnya
Data obyektif:
Tingkah laku yang tidak stabil, gelisah, ketegangan otot / fasial

Respirasi
Data Subyektif:
Perokok (factor resiko)

Keamanan
Data obyektif:
Motorik/sensorik : masalah dengan penglihatan
Perubahan persepsi terhadap tubuh, kesulitan untuk melihat objek, hilang
kewasadaan terhadap bagian tubuh yang sakit
Tidak mampu mengenali objek, warna, kata, dan wajah yang pernah
dikenali
Gangguan berespon terhadap panas, dan dingin/gangguan regulasi suhu
tubuh
Gangguan dalam memutuskan, perhatian sedikit terhadap keamanan,
berkurang kesadaran diri
Kaji risiko jatuhnya
Kaji Skor ADLnya

Interaksi social
Data obyektif:
Problem berbicara, ketidakmampuan berkomunikasi
(Doenges E, Marilynn,2000 hal 292).

20

I. Diagnosa Keperawatan
Merupakan pernyataan yang menjelaskan status kesehatan baik aktual
maupun potensial. Perawat memakai proses keperawatan dalam mengidentifikasi
dan mengsintesa data klinis dan menentukan intervensi keperawatan untuk
mengurangi, menghilangkan, atau mencegah masalah kesehatan klien yang
menjadi tanggung jawabnya.
1. Gangguan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan gangguan aliran darah
sekunder akibat peningkatan tekanan intracranial.
2. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan kehilangan kontrol otot
facial atau oral.
3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuscular
4. Resiko gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan menelan.
5. Deficit perawatan diri berhubungan dengan hemiparese/hemiplegi.
6. Resiko terjadinya ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan
dengan menurunnya refleks batuk dan menelan, imobilisasi.
7. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama.
8. Gangguan eliminasi uri (incontinensia uri) yang berhubungan dengan
penurunan sensasi, disfungsi kognitif, ketidakmampuan untuk berkomunikasi.
9. Risiko jatuh berhubungan dengan penurunan kesadaran.

J. Rencana Keperawatan
N

Diagnosa

O
1.

Gangguan
jaringan

NOC
perfusi NOC :
cerebral

berhubungan dengan
gangguan aliran darah
sekunder
peningkatan
intracranial.

akibat
tekanan

NIC
NIC :

1. Circulation status

Peripheral Sensation

2. Tissue Prefusion :

Management

cerebral

(Manajemen sensasi

Kriteria Hasil :

perifer)

1. mendemonstrasikan

1.

Monitor adanya

status sirkulasi yang

daerah tertentu yang

ditandai dengan :

hanya peka terhadap

21

a. Tekanan systole
dandiastole dalam
rentang yang
diharapkan
b. Tidak ada
ortostatikhipertensi
c. Tidak ada tanda

panas/dingin/tajam/tu
mpul
2. Monitor adanya
paretese
3. Berikan oksigen
4. Monitor tonus otot
pergerakan

tanda peningkatan

5. Monitor GCS

tekanan intrakranial

6. Berika posisi kepala

(tidak lebih dari 15


mmHg)
2. mendemonstrasikan

30 0
7. Instruksikan keluarga
untuk mengobservasi

kemampuan kognitif

kulit jika ada lsi atau

yang ditandai dengan:

laserasi

a. berkomunikasi
dengan jelas dan
sesuai dengan
kemampuan
b. menunjukkan
perhatian,
konsentrasi dan
orientasi
c. memproses
informasi
d. membuat keputusan
dengan benar
e. menunjukkan fungsi
sensori motori

8. Gunakan sarun tangan


untuk proteksi
9. Batasi gerakan pada
kepala, leher dan
punggung
10. Monitor kemampuan
BAB
11. Kolaborasi pemberian
analgetik
12. Monitor adanya
tromboplebitis
13. Diskusikan menganai
penyebab perubahan
sensasi

cranial yang utuh :


tingkat kesadaran
mambaik, tidak ada

22

gerakan gerakan
2.

involunter
Gangguan komunikasi NOC
1. Anxiety self control
verbal berhubungan
2. Coping
dengan
kehilangan 3. Sensory function :
kontrol
atau oral.

otot

facial

hearing & vision


4. Fear self control
Kriteria hasil :
1. Komunikasi :
penerimaan,
interpretasi, dan
ekspresi pesan lisan,
tulisan, dan non verbal
meningkat.
2. Komunikasi ekspresif
(kesulitan berbicara) :
ekspresif pesan verbal
dan atau non verbal
yang bermakna.
3. Komunikasi resptif
(kesulitan mendengar) :
penerimaan komunikasi
dan interpretasi pesan
verbal dan/atau non

NIC
Communication
Enhancement : Speech
Deficit.
1. Gunakan penerjemah,
jika diperlukan
2. Beri satu kalimat
simple setiap bertemu,
jika diperlukan
3. Dorong pasien untuk
berkomunikasi secara
perlah dan untuk
mengulangi
permintaan
4. Berikan pujian positif
Communication
Enhancement : Hearing
Defisit
Communication
Enhancement : Visual
defisit
Ansiety Reduction
Active Listening

verbal.
4. Gerakan terkoordinasi :
mampu mengkoordinasi
gerakan dalam
menggunakan isyarat
5. Pengolahan informasi :
klien mampu untuk
memperoleh, mengatur,
dan menggunakan
informasi

23

6. Mampu mengontrol
respon ketakutan dan
kecemasan terhadap
ketidakmapuan
berbicara
7. Mampu manajemen
kemampuan fisik yang
dimiliki
8. Mampu
mengkomunikasikan
kebutuha dengan
3.

lingkungan.
Gangguan mobilitas NOC :
1. Joint Movement
fisik
berhubungan
Active
dengan
kerusakan
2. Mobility Level
neuromuscular
3. Self care : ADLs

NIC :
: Exercise therapy :
ambulation
1. Monitoring vital sign
sebelm/sesudah

4. Transfer performance

respon pasien saat

Kriteria hasil:
1.

Klien

meningkat

dalam aktivitas fisik


2. Mengerti tujuan dari
peningkatan mobilitas
3. Memverbalisasikan
perasaan

dalam

meningkatkan
kekuatan

dan

Memperagakan
penggunaan alat Bantu
untuk
(walker)

latihan
2. Konsultasikan dengan
terapi fisik tentang
rencana ambulasi
sesuai dengan
kebutuhan
3. Bantu klien untuk
menggunakan tongkat

kemampuan berpindah
4.

latihan dan lihat

mobilisasi

saat berjalan dan


cegah terhadap cedera
4. Ajarkan pasien atau
tenaga kesehatan lain
tentang teknik
ambulasi
5. Kaji kemampuan

24

pasien dalam
6.

mobilisasi
Latih pasien dalam
pemenuhan kebutuhan
ADLs secara mandiri

sesuai kemampuan
7. Dampingi dan Bantu
pasien saat mobilisasi
dan bantu penuhi
kebutuhan
ADLs
1. Berikan alat Bantu
jika klien
memerlukan.
2. Ajarkan pasien
bagaimana merubah
posisi dan berikan
bantuan jika
diperlukan
4.

Resiko

gangguan NOC :
1. Nutritional Status
nutrisi kurang dari
2. Nutritional Status :
kebutuhan
tubuh
food and fluid intake
berhubungan dengan 3. Nutritional Status :
ketidakmampuan
menelan.

nutrient intake
4. Weight control
Kriteria Hasil :
1. Adanya peningkatan
berat badan sesuai
dengan tujuan
2. Berat badan ideal sesuai
dengan tinggi badan
3. Mampu
mengidentifikasi
kebutuhan nutrisi

NIC :
Nutrision Management
1. Kaji adanya alergi
makanan
2. Kolaborasi dengan
ahli gizi untuk
menentukan jumlah
kalori dan nutrisi
yang dibutuhkan
pasien
3. Anjurkan pasien
untuk meningkatkan
intake Fe
4. Anjurkan pasien
untuk meningkatkan

25

4. Tidak ada tanda-tanda


malnutrisi
5. Menunjukkkan
peningkatan fungsi
pengecapan dari
menelan
6. Tidak terjadi penurunan
berat badan yang berarti

protein dan vitamin C


5. Monitor jumlah
nutrisi dan
kandungan kalori
6. Berikan informasi
tentang kebutuhan
nutrisi
7. Kaji kemempuan
pasien untuk
mendapatkan nutrisi
yang dibutuhkan
Nutrition Monitoring
1. BB pasien dalam
batas normal
2. Monitor adanya
penurunan berat
badan
3. Monitor tipe dan
jumlah aktivitas
yang bisa dilakukan
4. Monitor lingkungan
selama makan
5. Jadwalkan
pengobatan dan
tindakan tidak
selama jam makan
6. Monitor mual
muntah
7. Monitor kadar
albumin, total
protein, Hb, dan
kadar Ht
Monitor kalori dan intake

26

nutrisi
5.

Deficit perawatan diri NOC:


berhubungan dengan
hemiparese/hemiplegi
.

NIC:

1. Activity Intolerance
2. Mobility: Physical
impaired
3. Self Care Deficit
Hygiene
4. Sensory perpeption,
Auditory disturbed
Kriteria Hasil:
1. Pasien dapat
melakukan aktivitas
sehari-hari (makan,
berpakaian,
kebersihan,
toileting, ambulasi)
2. Kebersihan diri
pasien terpenuhi.
3. Mengungkapkan
secara verbal
kepuasan tentang
kebersihan tubuh
dan hygiene oral.
4. Klien terbebas dari
bau badan

Self-Care Assistance:
Bathing/Hygiene
1. Monitor kemampuan
pasien terhadap
perawatan diri
2. Monitor kebutuhan
akan personal
hygiene, berpakaian,
toileting dan makan.
3. Beri bantuan sampai
klien mempunyai
kemapuan untuk
merawat diri
4. Bantu klien dalam
memenuhi
kebutuhannya.
5. Anjurkan klien untuk
melakukan aktivitas
sehari-hari sesuai
kemampuannya
6. Pertahankan aktivitas
perawatan diri secara
rutin
7. Evaluasi kemampuan
klien dalam
memenuhi kebutuhan
sehari-hari.
8. Berikan
reinforcement atas
usaha yang dilakukan

27

dalam melakukan
perawatan diri sehari
hari.
6.

Resiko

terjadinya NOC:
1. Respiratory
ketidakefektifan
Ventilation
bersihan jalan nafas 2. Respiratory
yang

berhubungan

dengan

menurunnya

refleks

batuk

dan

menelan, imobilisasi.

status
status

NIC :
: Airway suction
1. Pastikan kebutuhan
:
oral/tracheal

Airway patency
3. Aspiration Control

suctioning.
2. Berikan
O2
2liter/mnt,

Kriteria Hasil :

dengan

1. Mendemonstrasikan
batuk efektif dan suara
nafas yang bersih, tidak
ada

sianosis

dyspneu

dan

(mampu

1-

metode

pemasangan

nasal kanul.
3. Anjurkan

pasien

untuk istirahat dan


napas

dalam

anak usia diatas 5)


4. Posisikan
pasien

mengeluarkan sputum,

untuk

bernafas

memaksimalkan

dengan

mudah,

tidak

pursed lips)
2. Menunjukkan

ada
jalan

nafas yang paten (klien

ventilasi
5. Lakukan

fisioterapi

dada jika perlu


6. Keluarkan
sekret

tidak merasa tercekik,

dengan

irama nafas, frekuensi

suction
7. Auskultasi

pernafasan

dalam

rentang normal, tidak


ada

suara

nafas

abnormal)
3. Mampu
mengidentifikasikan
dan mencegah faktor
yang penyebab.

(bagi

batuk

atau
suara

nafas, catat adanya


suara tambahan
8. Berikan
bronkodilator
9. Monitor

status

hemodinamik
10. Berikan
pelembab
udara

Kassa

basah

28

NaCl Lembab
11. Berikan antibiotik
12. Atur intake untuk
cairan
mengoptimalkan
keseimbangan.
13. Monitor respirasi dan
status O2
14. Pertahankan

hidrasi

yang adekuat untuk


mengencerkan sekret
15. Jelaskan pada pasien
dan keluarga tentang
penggunaan
peralatan :

O2,

Suction, Inhalasi.
7.

Resiko

gangguan NOC:

integritas

berhubungan dengan
tirah baring lama.

NIC :

kulit
1. Tissue Integrity :
Skin and Mucous
Membranes
2. Hemodyalis Akses

Pressure Management
1. Anjurkan pasien
untuk
menggunakan

Kriteria Hasil :

pakaian yang
longgar

1. Integritas kulit yang


baik bisa
dipertahankan
2. Melaporkan adanya

2. Hindari kerutan
padaa tempat tidur
3. Jaga kebersihan

gangguan sensasi

kulit agar tetap

atau nyeri pada

bersih dan kering

daerah kulit yang

29

mengalami
gangguan

4. Mobilisasi pasien
(ubah posisi

3. Menunjukkan
pemahaman dalam

pasien) setiap dua


jam sekali

proses perbaikan
kulit dan mencegah
terjadinya sedera
berulang
4. Mampu melindungi
kulit dan
mempertahankan
kelembaban kulit
dan perawatan
alami

5. Monitor kulit akan


adanya kemerahan
6. Oleskan lotion
atau minyak/baby
oil pada derah
yang tertekan
7. Monitor aktivitas
dan mobilisasi
pasien
8. Monitor status
nutrisi pasien
9. Memandikan
pasien dengan
sabun dan air
hangat
10. Inspeksi kulit
terutama pada
tulang-tulang yang
menonjol dan titiktitik tekanan ketika
merubah posisi

30

pasien.
11. Jaga kebersihan
alat tenun.
8.

Gangguan

eliminasi NOC:

uri (incontinensia uri) 1. Urinary elimination


yang
dengan
sensasi,

berhubungan 2. Urinary Contiunence


penurunan
disfungsi Kriteria hasil:

kognitif,
ketidakmampuan
untuk berkomunikasi

1. Kandung kemih kosong


secarapenuh
2. Tidak ada residu urine
>100-200 cc
3. Intake cairan dalam
rentang normal
4. Bebas dari ISK
5. Tidak ada spasme
bladder Balance cairan
seimbang

NIC
Urinary Retention Care
1. Monitor intake dan
output
2. Monitor penggunaan
obat antikolinergik
3. Monitor derajat
distensi bladder
4. Instruksikan pada
pasien dan keluarga
untuk mencatat
output urine
5. Sediakan privacy
untuk eliminasi
6. Stimulasi reflek
bladder dengan
kompres dingin pada
abdomen.
7. Kateterisaai jika
perlu
8. Monitor tanda dan
gejala ISK (panas,
hematuria, perubahan
bau dan konsistensi
urine)

9.

Risiko

jatuh NOC
1. Trauma Risk For
berhubungan dengan
2. Injury Risk for
penurunan kesadaran. Kriteria Hasil :
1. Keseimbangan
2. Gerakan terkoordinasi :

NIC
Fall Prevention
1. Mengidentifikasi
faktor resiko pasien

31

kemampuan otot untuk


bekerja sama secara
volunteer untuk
melakukan geraka yang
bertujuan
3. Prilaku pencegahan
jatuh
4. Tidak ada kejadian jatuh

terjadinya jatuh
2.

kaji

kemampuan

mobilitas pasien
3. Monitor tanda tanda
vital
4. Bantu pasien dalam
berjalan

atau

mobilisasi
5. Ciptakan lingkungan
yang

aman

bagi

alat

Bantu

pasien
6. Berikan

jika diperlukan
7. Libatkan

keluarga

dalam

membatu

pasien mobilisasi.

K. Referensi
Doenges. M.E; Moorhouse. M.F; Geissler. A.C. (1999). Rencana Asuhan
Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian
Perawatan Pasien edisi 3. Jakarta: EGC.
NANDA Internasional. 2012. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi.
Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran.EGC
Nanda Nic-Noc.2013.Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis dan Nanda,Jilid 1.Jakarta:MediaActionPublishing

32

Price, S.A & Wilson. L.M. (2006). Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit Edisi 6 vol 2. Jakarta: EGC
Smeltzer, S.C & Bare, B.G. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Edisi 8 vol 3. Jakarta: EGC
Tarwoto, dkk. 2008. Keperawatan Medikal Bedah .Jakarta: Trans Info Media.
Yayasan Stroke Indonesia.2009.Sekilas Tentang Stroke.diakses pada 22
November 2015 http://www.yastroki.or.id/berita.php

Mengetahui
Pembimbing Praktik

Denpasar,.2016
Mahasiswa

Putu Epriliani

33

NIP.

NIM.P07120214010

Mengetahui
Pembimbing Institusi

NIP.

34

Anda mungkin juga menyukai