Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Retina merupakan salah satu bagian dari mata yang fungsinya sangat penting dan
terletak di belakang mata dan terhubung ke otak. Hal ini terdiri dari jutaan sel-sel peka
cahaya yang dikenal sebagai sel fotoreseptor. Sel-sel fotoreseptor memiliki fungsi penting
dari transmisi impuls listrik ke otak untuk memungkinkan melihat untuk mengambil tempat. 1
Ketika melihat sebuah benda, cahaya dari objek yang bergerak pada kornea, kemudian
melewati aqueous humor, pupil, lensa dan vitreous humor untuk mencapai retina. Selama
bagian ini, cahaya menjadi difokuskan ke macula. Pada makula, cahaya menyebabkan reaksi
kimia dalam sel kerucut, yang akibatnya mengirim pesan listrik dari mata ke otak. Otak
menerima pesan-pesan dan menunjukkan bahwa objek tertentu telah terlihat. Sel kerucut
bertanggung jawab agar mampu mengenali warna dan membaca. 3
Sel batang sangat penting untuk melihat dalam gelap, dan untuk mendeteksi bendabenda ke samping, atas dan bawah objek secara langsung terfokus. Fungsi ini mencegah
Anda dari menabrak hambatan saat sedang bergerak. Semua sel-sel retina (batang dan
kerucut) mendapatkan oksigen dan nutrisi lain dari sel-sel pigmen retina (epitel), yang
disimpan disediakan oleh jaringan yang kaya pembuluh darah di koroid tersebut.
Kelainan sel-sel fotoreseptor pada retina menyebabkan gangguan yang dinamakan
Retinal dystrophies, salah satu bentuk retinal dystrophies adalah retinitis pigmentosa.
Retinitis pigmentosa (RP) merupakan jenis kebutaan yang disebabkan oleh kelainan pada selsel fotoreseptor. Pada retina, degenerasi dapat terjadi pada sel-sel fotoreseptor, yang dapat
menyebabkan antara lain retinitis pigmentosa (RP). RP adalah penyakit mata keturunan. Pada
pasien RP, degenerasi sel fotoreseptor terjadi secara bertahap menyebabkan hilangnya
penglihatan secara progresif. 1
Dalam RP ada kerusakan sel-sel dalam retina yang menangkap cahaya, yang dikenal
sebagai kerucut dan batang. Seiring waktu, sel-sel ini perlahan-lahan berhenti bekerja dan visi
memburuk. Salah satu tanda-tanda pertama RP malam kebutaan, atau adaptasi lambat untuk
cahaya redup. Sebagai RP berlangsung, orang mengembangkan visi terowongan, yang
akhirnya dapat menyebabkan hilangnya lengkap penglihatan. 2
Berdasarkan visual impairment and Blindness, Retinitis Pigmentosa merupakan salah
satu penyebab kehilangan visus yang penting pada usia-usia produktif. Retinitis Pigmentosa
merupakan merupakan distrofi pigmen retina primer, merupakan kelainan heriditer yang
kelainannya lebih menonjol pada rods dari pada cone. Kebanyakan diturunkan secara
1

autosomal resesif, diikuti dengan autosomal dominan dan paling sedikit diturunkan melalui
X-liked resesif. 2
Dalam kebanyakan kasus, gangguan ini terkait dengan gen resesif, gen yang
diwariskan harus dari kedua orang tua untuk menyebabkan penyakit. Tapi gen dominan dan
gen pada kromosom X juga telah dikaitkan dengan retinitis pigmentosa. 3
Jumlah penderita RP diperkirakan memiliki rasio 1 dari 5000 penduduk di seluruh
dunia. gejala klinis umumnya timbul pada masa dewasa muda (young adulthood) usia 20-30
tahun. meskipun dapat juga ditemukan pada masa kanak-kanak (infancy) hingga pertengahan
usia 30-an sampai 50-an. Dokter dapat melihat tanda-tanda pertama retinitis pigmentosa pada
anak-anak yang terkena dampak sejak usia 10. Penelitian menunjukkan bahwa beberapa jenis
mutasi gen (perubahan gen) dapat mengirim pesan yang salah pada sel-sel retina yang
menyebabkan degenerasi progresif mereka. 1
Sebuah populasi multicenter studi oleh Grover et al pasien dengan RP yang
setidaknya 45 tahun atau lebih ditemukan temuan sebagai berikut: 52% memiliki visi 20/40
atau lebih baik dalam setidaknya satu mata, 25% memiliki visi 20/200 atau lebih buruk, dan
0,5% tidak punya persepsi cahaya 2
Hingga saat ini belum ditemukan cara pengobatan yang paling sesuai untuk mengatasi
kedua kondisi kebutaan tersebut. Walaupun demikian, penelitian telah menunjukkan
kemajuan dalam pengembangan beberapa terapi yang dapat digunakan.
1.2 Tujuan Penelitian
Pada referat kali ini penulis akan mencoba membahas tentang retinitis pigmentosa.
Berbagai etiologi yang mendasarinya, mekanisme patofisiologi, cara mendiagnosis dan
penatalaksanaan

retinitis

pigmentosa

dari

berbagai

sumber

yang

ada. Referat kali inidiharapkan berguna bagi mahasiswa kedokteran untuk memperkaya
khasanah ilmu ofltalmologi.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Anatomi Retina


Retina adalah selembar tipis jaringan saraf yang semitransparan dan multilapis yang
melapisi bagian dalam dua per tiga posterior dinding bola mata. Retina membentang ke depan
hampir sama jauhnya dengan korpus siliari dan berakhir di tepi ora serata. Pada orang
dewasa, ora serata berada sekitar 6,5mm di belakang garis schwalbe pada sisi temporal dan
5,7 mm di belakang garis ini pada sisi nasal. Di sebagian besar tempat retina dan epitelium
pigmen retina mudah berpisah hingga membentuk suatu ruang subretina, seperti yang terjadi
pada ablasio retina. Tetapi pada diskus dan ora serata, retina dan eiptelium pigmen retina
saling melekat kuat, sehingga membatasi perluasan cairan subretina pada ablasio retina.4
Gambar 2.1. Anatomi retina

Retina mempunyai tebal 0,12 mm pada ora serata dan 0,23 mm pada kutub posterior.
Di tengan-tengan kutub posterior terdapat makula yang mengandung xanthophylls (pigmen
kuning). Secara histologis makula terdiri dari dua atau lebih lapisan sel ganglion dengan
diameter 5-6 mm. Makula berwarna kuning akibat akumulasi dari karotenoid teroksidasi
khususnya lutein dan zeaxhantine di tengah-tengah makula. Karotenoid ini berperan sebagai
antioksidan dan berfungsi untuk memfilter gelombang sinar biru yang berperan dalam
retinitis solar. 5

Di tengah-tengah makula terdapat fovea (fovea sentralis) dengan diameter 1,5 mm


dan di dalamnya terdapat fotoreseptor yang berperan dalam ketajaman pengihatan dan
penglihatan warna. Di dalam fovea terdapat foveal avascular zone. Di tengah-tengah fovea
foveola dengan diameter 0,35 dan di dalamnya tersusun padat sel kerucut. Di sekitar fovea
terdapat lingkaran yang berdiameter 0,5 mm yang disebut parafoveal dimana tersusun dari
lapisan sel ganglion, lapisan inti dalam dan lapisan pleksiformis luar yang tebal.

Di

sekeliling daerah ini terdapat lingkaran berdiameter 1,5 mm, disebut perifoveal zone.4
Gambar 2.2 Anatomi makula yang disebut juga area sentralis atau pole posterior.

Lapisan-lapisan retina mulai dari sisi dalamnya adalah sebagai berikut : 6

Membrana limitans interna


Lapisan serat saraf yang mengandung akson-akson sel ganglion yang berjalan

menuju nervus optikus


Lapisan sel ganglion
Lapisan pleksiformis dalam yang mengandung sambungan-sambungan sel

ganglion dengan sel amakrin dan sel bipolar


Lapisan inti dalam badan sel bipolar, amakrin dan sel horizontal
Lapisan pleksiformis luar, yang mengandung sambungan-sambungan sel bipolar

dan sel horizontal dengan fotoreseptor


Lapisan inti luar sel fotoreseptor
Membrana limitans eksterna
Lapisan fotoreseptor segmen dalam dan luar batang dan kerucut
Epitelium pigmen retina

Gambar 2.3. Lapisan retina


Sinar yang mengenai retina harus menembus melewati seluruh lapisan retina untuk
mencapai fotoreseptor. Densitas dan distribusi fotoreseptor bervariasi sesuai dengan topografi
di retina. Di fovea, fotoreseptor didominasi oleh sel kerucut, khususnya yang sensitive
terhadap warna merah dan hijau dengan densitasnya mencapai 140.000 sel kerucut per
millimeter persegi. Fovea sentralis hanya mengandung sel kerucut dan sel muller dan tidak
dijumpai sel batang. Jumlah sel kerucut semakin berkurang menjauhi fovea sentralis, dan
pada daerah perifer tidak dijumpai sel kerucut dan digantikan oleh sel batang dan mencapai
densitas tertinggi yaitu 160.000 sel per millimeter persegi. 5

Neuro Vaskularisasi Retina


Lapisan dalam retina (mulai dari lapisan membran limitans interna sampai lapisan inti
dalam) diperdarahi oleh arteri retina sentralis yang berasal dari arteri optalmika. Lapisan
retina sisanya tidak mempunyai pembuluh darah dan memperoleh nutrisi secara difusi dari
lapisan koroid yang kaya akan kapiler. Arteri retina sentralis memasuki orbita bersama
dengan nervus optikus dan bercabang menjadi empat percabangan yaitu cabang superiornasal, superior temporal, inferior-nasal, inferior temporal. Arteri-arteri ini tidak mempunyai
anastomosis sehingga apabila terjadi sumbatan akan menyebabkan infark retina.12
Retina tidak mempunyai persarafan sensoris sehingga kerusakan pada retina tidak
akan menyebabkan nyeri.7
5

2.2 Fisiologi Retina


Retina terdiri atas fotoreseptor yang berperan dalam proses penglihatan yaitu
fotoreseptor batang dan kerucut. Kedua fotoreseptor ini mengandung komponen kimia yang
sensitive terhadap cahaya yang berperan dalam proses penglihatan. Pada sel batang dikenal
dengan rodopsin dan pada sel kerucut dikenal dengan pigmen warna yang mempunyai
susunan yang sedikit berbeda dengan rodopsin.8
Segmen terluar dari sel batang yang mendekati lapisan pigmen retina mengandung
rodopsin sekitar 40%. Rodopsin merupakn kombinasi dari protein scotopsin dengan pigmen
karotenoid retina. Retina mempunyai bentuk rantai 11-cis. Bentuk cis ini penting karena
hanya bentuk ini yang dapat mengikat scotopsin untuk membentuk rodopsin.8
Ketika energi cahaya diabsorpsi oleh rodopsin, maka akan terjadi dekomposisi
rodopsin menjadi fraksi yang sangat kecil menjadi

barthorhodopsin. Kemudian

barthorhodopsin berubah menjadi lumirhodopsin kemudian menjadi metarhodopsin I dan


terakhir menjadi metarhodopsin II. Bentuk akhir ini, metarhodopsin, dikenal juga sebagai
rodopsin yang teraktivasi yang mengeksitasi perubahan impuls listrik di dalam sel batang
melalui proses hiperpolarisasi sel batang yang .kemudian menyampaikan impuls visual ke
system saraf pusat.8

Gambar 2.4. Aktivasi rodopsin

Pembentukan rodopsin diawali dengan isomerisasi rantai all-trans retinal menjadi


rantai 11-cis retina dengan bantuan enzim retinal isomerase. Setelah 11-cis retina terbentuk
secara otomomatis akan berikatan dengan skotopsin dan membentuk rodopsin yang akan
tetap stabil sampai terjadi dekomposisi kembali yang dipicu oleh absorbsi energy cahaya. 8
Rantai all-trans retinal yang terbentuk dalam proses aktivasi rodopsin dapat
dikonversi menjadi bentuk all-trans retinol yang merupakan salah satu bentuk vitamin A.
Dengan bantuan enzim isomerase all-trans retinol akan dikonversi menjadi bentuk 11-cis
retinol yang kemudian berubah menjadi 11-cis retinal yang kemudian berikatan dengan
skotopsin membentuk rodopsin. Vitamin A yang terdapat pada sel batang dapat diubah
menjadi bentuk retina apabila dibutuhkan, dan sebaliknya retinal yang berlebih diretina dapat
diubah menjadi vitamin A. Hal ini penting, karena berhubungan dengan proses penglihatan,
seperti yang terjadi pada rabun senja. Pada rabun senja terjadi defisiensi vitamin A yang berat
dan tanpa vitamin A jumlah retinal dan rodopsin yang terbentuk juga semakin berkurang. 8
Komponen fotokimia pada sel kerucut mempunyai struktur yang mirip dengan
komponen kimia rodopsin pada sel batang. Perbedaannya berada pada komponen protein atau
opsin, disebut dengan photopsin pada sel kerucut, sedikit berbeda dengan skotopsin pada sel
batang. Komponen retinal pada pigmen retina sama pada sel kerucut dan sel batang.8
Sel kerucut sensitif terhadap pigmen warna yang berbeda. Pigmen warna ini dikenal
dengan pigmen sensitif warna biru, pigmen sensitif warna hijau dan pigmen sensitif warna
merah.8

Gambar 2.5. Absorbsi cahaya oleh pigmen retina sel batang dan sel kerucut.

Jalur penghantaran sinyal visual dari sel kerucut ke sel ganglion berbeda dengan jalur
penghantaran sinyal visual dari sel batang ke sel ganglion. Neuron dan serabut saraf yang
menghantar sinyal visual dari penglihatan sel kerucutlebih besar dan dua kali lebih cepat
menghantarkan sinyal visual dibandingkan dengan penglihatan sel kerucut.

Gambar 2.6 Organisasi neural retina, sebelah kiri di daerah perifer retina dan di
sebelah kanan di daerah fovea
Dari gambar di atas terlihat jalur penghantaran sinyal visual dari fotoreseptor menuju
ke sel ganglion. Fotoreseptor baik sel kerucut maupun sel batang akan menghantarkan sinyal
visual menuju lapisan pleksiformis eksterna yang akan bersinaps dengan sel bipolar dan sel
horizontal. Sel bipolar akan menghantarkan sinyal visual akan meneruskan sinyak visual
menuju lapisan pleksiformis interna yang akan bersinaps dengan sel ganglion dan sel
amakrin. Sel amakrin akan menghantarkan sinyal visual melalui dua arah yaitu secara
langsung dari sel bipolar menuju sel ganglion atau secara horizontal di dalam lapisan
pleksiformis interna dari akson sel bipolar ke dendrite sel ganglion atau sel amakrin yang
lainnya. Sel ganglion kemudian akan menghantarkan sinyak dari retina menuju nervus
optikus dan kemudian menuju otak.9

2.3 Defenisi
Retinitis pigmentosa adalah nama dari sekelompok dystrophies retina yang
menyebabkan degenerasi retina mata. Retinitis pigmentosa adalah penyakit mata yang
individu sejak lahir. Kata "retinitis" berasal dari "retina" (bagian dari mata) dan "itis"
(penyakit). Ini adalah penyakit retina, meskipun tidak satu menular. Kata "pigmentosa"
8

mengacu pada perubahan warna terkait retina, yang menjadi terlihat pada pemeriksaan
mata.10
Retinitis pigmentosa merupakan sekelompok degenerasi retina herediter yang ditandai
oleh disfungsi progresif fotoreseptor dan disertai oleh hilangnya sel secara progresif dan
akhirnya atrofi beberapa lapisan retina1. Atau sekelompok gangguan retina yang
menyebabkan hilangnya ketajaman penglihatan secara progresif, defek lapangan penglihatan,
dan kebutaan pada malam hari (night blindness). Sebutan retinitis pigmentosa berasal dari
deposit pigmen yang merupakan karakteristik penyakit ini.10

2.4 Insidensi
1

Insidensi retinitis pigmentosa terjadi pada sekitar 1 orang per 5000 penduduk, pada

seluruh penduduk dunia.

Umur: gambaran progresifitas lambat pada anak-anak, sering mengakibatkan

kebutaan pada pertengahan usia lanjut.


Ras: penyakit ini dapat ditemukan pada semua ras.
Suku Bangsa: laki-laki lebih sering ditemukan dari pada perempuan dengan

perbandingan 3:2.
Lateraliti: sering ditemukan bilateral dan efeknya sama pada ke dua mata.

2.5 Etiologi
Retinitis pigmentosa merupakan penyakit genetik yang diturunkan secara mendel
yang terjadi pada beberapa kasus. Beberapa kasus retinitis pigmentosa disebabkan oleh
mutasi DNA mitokondria. Pada tahun 1990 gen pertama yang menunjukkan kelainan pada
retinitis pigmentosa yaitu rhodopsin, yang merupakan pengkodean rod visual pigmen. Sejak
saat itu, banyak kelainan gen yang bisa mengakibatkan terjadinya retinitis pigmentosa. 6
Retinitis pigmentosa terjadi sebagai gangguan isolated sporadic, atau kelainan genetik
autosomal dominant (AD), autosomal recessive (AR), atau X-Linked recessive (XL). Bentuk
terbanyak kelainan gen pada retinitis pigmentosa yaitu autosomal recessive, diikuti oleh
autosom dominan. Sedangkan bentuk yang sedikit yaitu X-linked resesif.14

o ada retinitis pigmentosa autosomal dominan, orangtua yang terkena bisa punya anak
yang terkena dampak dan tidak terpengaruh.

o Pada retinitis pigmentosa autosomal resesif, tidak terpengaruh orang tua dapat
memiliki anak-anak baik yang terkena dampak dan tidak terpengaruh. Dalam jenis
ini, tidak ada sejarah keluarga sebelumnya retinitis.

o Dalam x-linked retinitis pigmentosa, cacat ini terkait dengan kromosom X.. Dengan
demikian, beberapa laki-laki dalam keluarga akan memiliki retinitis, sedangkan
perempuan akan menjadi pembawa terpengaruh dari sifat genetik.

2.6 Bentuk-bentuk Retinitis Pigmentosa


10

Adapun bentuk-bentuk retinitis pimentosa yaitu: 9


1. Rod-cone dystrophy (retinitis pigmentosa klasik)
2. Cone-rod dystrophy
3. Sectoral retinitis pigmentosa
4. Retinitis pigmentosa sine pigmento (bentuk tanpa pigmen)
5. Unilateral retinitis pigmentosa
6. Lebers amaurosis (terjadi pada early childhood )
7. Retinopathy punctata albescens (punctate retinitis)
8. Kombinasi dengan gangguan sindrome yang lain dan ganguan metabolik seperti
mukopolysakaridosis, fanconis sindrom, mukolipidosis, peroxisomal disorder,
cockaynes sindrome, mitokondrial myopati, ushers syndrome, renal tubuler defect
syndrome.
9. Retinitis pigmentosa hampir terjadi dalam bentuk rod-cone dystrophy.

2.7 Gejala Klinis


Gejala

awal

seringkali

muncul

pada

awal

masa

kanak-kanak.

Sel batang pada retina (berperan dalam penglihatan pada malam hari) secara bertahap
mengalami kemunduran sehingga penglihatan di ruang gelap atau penglihatan pada malam
hari menurun. Lama-lama terjadi kehilangan fungsi penglihatan tepi yang progresif dan bisa
menyebabkankebutaan. Sedangkan pada stadium lanjut, terjadi penurunan fungsi penglihatan
sentral.7
Retinitis pigmentosa biasanya terkena bilateral pada kedua mata dengan penurunan
fungsi rod photoreceptors. Adapun simptom yang biasa yaitu:11
1. Simtom visual

Nyctalopia, penglihatan yang buruk pada malam hari dengan adaptasi


penglihatan yang gelap

Penurunan penglihatan perifer, akibat dari densitas sel batang yang lebih besar
terhadap perifer
11

Penurunan penglihatan sentral pada akhirnya

2. Perubahan pada Fundus

Perubahan pigmen retina. Ini adalah jenis perivaskular dan berbentuk sepert
bone spicules. Pada awalnya perubahan ini ditemukan hanya pada bagian
equatorial dan kemudian berlanjut ke bagian anterior dan posterior.

Arteriol retina berkurang dan menjadi seperti benang pada tingkat yang lanjut

Optic disc menjadi pucat pada tingkat lanjut dan terjadi atrofi

Perubahan yang lain yang dapat terlihat adalah colloid bodies, choroidal
sclerosis, cystoid macular oedema, atrophic or cellophane maculopathy.

Gambar 2.7. Fundus picture in retinitis pigmentosa

Gambar 2.8. Consecutive optic atrophy in retinitis pigmentosa


12

3. Perubahan lapangan pandang penglihatan


Annular atau ring-shaped scotoma adalah gambaran adanya degenerasi pada
bagian equator pada retina. Seperti progres dari suatu penyakit, scotoma meningkat
pada bagian anterior dan posterior dan utamanya hanya penglihatan central berada
disebelah kiri (tubular vision). Biasanya hal ini hilang dan pasien menjadi buta.

Gambar 2.9. Field change in retinitis pigmentosa

4. Perubahan Elektrofisiologi
Perubahan secara electrofisiologi ini muncul diawal sebelum gejala subjektif
dan tanda-tanda objektif muncul.
a. Electro-retinogrsm (ERG) subnormal atau terhapus (abolished)
b. Electro-oculogram (EOG) menunjukkan tidak adanya puncak cahaya.

Pasien dengan gangguan

penglihatan yang berat dapat terjadi halusinasi dan

gangguan tidur. Hal ini merupakan suatu kesempatan penting bagi pasien untuk berdiskusi
tentang diagnosis penyakitnya dan konseling genetik prognosis penyakitnya.9

13

Gambar A

Gambar B

Penglihatan normal

Penglihatan pada retinitis


pigmentosa

2.8 Pemeriksaan
Untuk mengetahui apakah seseorang menderita retinitis pigmentosa, selain dari
anamnesis maka diperlukan juga pemeriksaan penunjang, antara lain sebagai berikut :
1. Funduskopi
Perubahan pigmentasi retina, ini adalah bentuk perivaskular yang khas dan mirip
dengan bentuk bone corpuscule. Pada mulanya perubahan ini ditemukan hanya pada
daerah equatorial dan kemudian menyebar diantara anterior dan posterior.
Penyempitan arterior retina dan menjadi seperti benang pada stadium akhir. Optik
disk menjadi pucat dan keruh pada stadium akhir dan akhirnya berturut-turut menjadi
atrofi optik. Perubahan-perubahan lainnya yang terlihat seperti koloid bodies,
sklerosis khoroidal, CME, atrofi atau cellophane makulopati.
o Pada retina tampak tidak berubah (unaffected) pada stadium awal RP.
o Pada funduskopi terlihat penumpukan pigmen perivaskuler di bagian perifer
retina.
o Terdapat degenerasi sel epitel retina terutama sel batang dan atrofi saraf optik,
menyebar tanpa gejala peradangan.
o Sel dalam badan kaca dengan papil pucat.
o Gambaran Fundus pada RP:
Bone spicules
Terdapat gambaran midperipheral retinal hyperpigmentation dalam

pola yang karakteristik.


Optic nerve waxy pallor
Atrofi retinal pigment epithelium (RPE) di mid perifer retina
Pelemahan arteriol retina (retinal arteriolar attenuation)
Gambar A
Penglihatan normal
14

2. Imaging Studies
Meskipun fluorescein angiography jarang berguna untuk menegakkan diagnosis,
keberadaan cystoid macular edema dapat dikonfirmasikan dengan tes ini.
3. Electroretinogram (ERG)
ERG merupakan tes diagnostik yang paling critical (penting dan diperlukan) untuk
RP karena menyediakan pengukuran objektif fungsi sel batang (rod) dan kerucut
(cone) di retina dan peka (sensitive) bahkan untuk kerusakan photoreceptor yang
ringan.
Perubahan elektrofisiologikal tampak lebih cepat pada penyakit ini sebelum tandatanda sebelum tanda-tanda subyektif atau tanda-tanda obyektif (perubahan fundus).
ERG sub-normal atau EOG tidak tampak light peak.
4. Formal visual field

15

Progressive loss of peripheral vision merupakan gejala utama yang menyertai


perubahan visual acuity. Oleh karena itu, tes ini merupakan alat ukur paling
bermanfaat untuk melakukan ongoing follow-up care pada pasien RP.
Goldmann (kinetic) perimetry direkomendasikan karena dapat dengan mudah
mendeteksi perubahan progressive visual field.
5. Color testing
Umumnya terdapat mild blue-yellow axis color defects, meskipun pasien tidak
mengeluh kesulitan tentang persepsi warna.
6. Adaptasi gelap (Dark adaptation)
Pasien biasanya sensitif cahaya terang (bright light).
7. Genetic subtyping
Merupakan tes definitive untuk mengidentifikasi particular defect.

Keterangan : gambar diatas menunjukkan lapisan jaringan retina dengan menggunakan highresolution microscope. Gambar kiri menunjukkan retina yang normal, sedangkan gambar
kanan menunjukkan keadaan retina yang terkena retinitis pigmentosa.

2.9 Patofisiologi
Mekanisme pasti dari degenerasi fotoreseptor belum diketahui, tetapi akhirnya dapat
terjadi apoptosis degeneratif fotoreseptor batang dengan fotoreseptor kerucut pada tingkat
yang lanjut. Retinitis pigmentosa dapat respon terhadap fotoreseptor yang atrofi dengan
proliferasi kedalam retina. Sel-sel pigmen berkumpul disekitar pembuluh darah retina yang
atrofi, yang dapat diketahui dengan fundus sebagai bentuk klasik bone spicule.8
16

Retinitis pigmentosa biasanya dianggap sebagai distrofi batang-kerucut (rod-cone


dystrophy) dimana defek genetik menyebabkan kematian sel (apoptosis), terutama di
fotoreseptor batang. Jarang terjadinya defek genetik akibat pengaruh fotoreseptor epitelium
pigmen retina dan kerucut. Retinitis pigmentosa memiliki variasi fenotipik yang signifikan,
karena ada banyak gen yang berbeda yang mengarah ke diagnosis retinitis pigmentosa, dan
pasien dengan mutasi genetik yang sama dapat ditandai dengan temuan retina sangat
berbeda.14

Gambar 2.10. Cone dydtrophy

Gambar 2.11. Cone dystrophy menunjukkan typical central macular atrophy


yang ditemukan pada kondisi ini
17

Perubahan histopatologi pada retinitis pigmentosa telah didokumentasikan dengan


baik, dan baru baru ini, perubahan histologis tertentu yang terkait dengan mutasi gen tertentu
telah

dilaporkan. Tahap

akhir

terjadi

kematian

sel

fotoreseptor

tetap

oleh

apoptosis. Perubahan histologis pertama yang ditemukan di fotoreseptor adalah pemendekan


segmen luar batang. Segmen luar semakin memendek, diikuti oleh hilangnya fotoreseptor
batang. Hal ini terjadi paling signifikan di pinggiran pertengahan retina. Daerah-daerah retina
mencerminkan apoptosis sel dengan memiliki inti menurun di lapisan nuklir luar. Dalam
banyak kasus, degenerasi cenderung memburuk pada bagian retina rendah, sehingga
menunjukkan peran untuk eksposur cahaya.11
Jalur akhir yang umum dalam retinitis pigmentosa biasanya kematian dari
fotoreseptor batang yang menyebabkan hilangnya penglihatan. Sebagai batang yang paling
padat ditemukan di retina midperipheral, hilangnya sel di daerah ini cenderung menyebabkan
kehilangan penglihatan perifer dan kehilangan penglihatan pada malam hari. Bagaimana
mutasi gen menyebabkan perlambatan kematian fotoreseptor batang progresif bisa terjadi
dengan banyak jalan, yang kenyataannya bahwa begitu banyak mutasi yang berbeda dapat
menyebabkan gambaran klinis yang serupa.11
Kematian fotoreseptor kerucut terjadi dengan cara yang mirip dengan apoptosis
batang dengan pemendekan segmen luar diikuti dengan hilangnya sel. Hal ini dapat terjadi
lebih awal atau terlambat dalam berbagai bentuk retinitis pigmentosa.11

2.10 Diagnosis
Retinitis pigmentosa merupakan penyakit retina degeneratif yang memiliki
karakteristik adanya deposit pigmen di retina. Kelainan ini merupakan degenerasi primer
fotoreseptor batang dengan fotoreseptor kerucut sebagai degenerasi sekunder, yang dapat
menjelaskan mengapa pasien dapat mengalami kebutaan pada malam hari.6
Adapun untuk menegakkan diagnosis dari retinitis pigmentosa berdasarkan temuan
klinis retinitis pigmentosa (lihat gejala klinis) yaitu berdasarkan simtom visual, perubahan
pada fundus, perubahan lapangan pandang penglihatan, perubahan elektrofisiologi.6
Selain itu, diagnosis juga dapat dibuat oleh ophtalmoskopi berdasarkan gambaran
klasic dasar. Rod-cone dystrophy (Utamanya sel batang yang terkena). Adanya bone spicule
18

yang merupakan proliferasi epitelium retina yang dapat dilihat pada bagian tengah perifer
retina. Kelainan ini perlahan-lahan menyebar ke sentral dan lebih jauh lagi sampai ke perifer
(gambar 10). Awal defisit yang terjadi yaitu defek penglihatan warna dan gangguan persepsi
kontra. Atrofi optic nerve yang terjadi pada fase lanjut. Arteri-arteri menjadi sempit.9

Gambar 2.12. Karakteristik tanda adanya narrowed retinal vessels, waxy yellow appearance
of the optic disk due to atrophy of the optic nerve, and bone-spicule proliferation of retinal
pigment epithelium.

Pada cone-rod dystrophy (Utamanya sel kerucut yang terkena). Adanya penurunan
visus diawal dengan penurunan progress dari lapangan pandang penglihatan. Kedua bentuk
kelainan dari retinitis pigmentosa ini dapat diketahui melalui electroretinography.4

2.11 Diagnosa Banding


Adapun diagnosa banding dari retinitis pigmentosa yaitu:10

End stage chloroquine retinopathy


Kesaman

: Penurunan difus bilateral epitelium pigmen retina dengan pembuluh

darah choroid yang jelas dan penyempitan arteriol-arteriol.


Perbedaan

: Perubahan pigmentasi yang tidak melibatkan perivaskular konfigurasi

bone corpuscle; atrofi optic tidak seperti lilin.

End stage thioridazine retinopathy


Kesamaan

: Penurunan difus bilateral epitelium pigmen retina

Perbedaan

: Perubahan pigmen seperti plaque (plaque-like pigmentary change)

dan tidak adanya nyctalopia

End stage syphilitic neuroretinitis

19

Kesamaan

: Lapangan pandang terbatas, penyempitan vaskular dan perubahan

pigmen
Perbedaan

: Nyctalopia ringan, keterlibatan assimetris dengan ringan atau tidak

adanya choroid

Cancer-related retinopathy
Kesamaan

: Nyctalopia. Terbatasnya lapangan pandang perifer, penyempitan

arteriol dan elektroretinogram yang dapat dibedakan


Perbedaan

: Perubahan pigmen ringan atau tidak ada

2.12 Penatalaksanaan
Belum ada pengobatan yang efektif untuk retinitis pigmentosa. Penderita dianjurkan
untuk berkunjung secara teratur kepada spesialis mata untuk memantau kelainan ini.
Sebaiknya dilakukan secara teratur setiap 5 tahun termasuk untuk menguji lapangan pandang
dan evaluasi electroretinogram.14
Pemakaian kaca mata gelap untuk melindungi retina dari sinar ultraviolet bisa
mempertahankan fungsi penglihatan. Baru-baru ini, muncul terapi baru (meskipun masih
dalam perdebatan) seperti pemberian

antioksidan (misalnya vitamin A palmitat) bisa

menunda perkembangan penyakit ini.14

1. Medical Care

Vitamin A/ Beta Karoten


Antioksidan dapat bermanfaat dalam mengobati pasien dengan retinitis

pigmentosa, tetapi belum ada bukti, yang jelas pada saat ini. Sebuah studi
komprehensif terbaru epidemiologi menyimpulkan bahwa dosis harian yang
sangat tinggi dari vitamin A palmitat (15.000 U / d) memperlambat kemajuan RP
sekitar 2% per tahun.

Docosahexaenoic acid (DHA)


DHA adalah asam lemak tak jenuh ganda omega-3 dan antioksidan. Penelitian

telah menunjukkan korelasi ERG (electroretinogram) amplitudo dengan

20

konsentrasi DHA eritrosit-pasien. Studi lainnya melaporkan adanya perubahan


ERG kurang pada pasien dengan tingkat yang lebih tinggi kadar DHA.

Acetazolamide
Edema makula dapat mengurangi penglihatan dalam tahap lanjut dari retinitis

pigmentosa. Dari banyak terapis mencoba, acetazolamide oral telah menunjukkan


hasil yang paling menggembirakan dengan beberapa perbaikan dalam fungsi
visual. Studi yang dilakukan oleh Fishman dkk dan Cox et al telah menunjukkan
perbaikan dalam ketajaman visual snelling dengan acetazolamide oral untuk
pasien yang memiliki retinitis pigmentosa dengan edema makula

Calcium channel blocker


Calcium channel blockers, seperti diltiazem, adalah obat-obat yang biasa

digunakan pada penyakit jantung. Kalsium channel blocker telah menunjukkan


beberapa manfaat dalam beberapa model binatang dari retinitis pigmentosa tetapi
mereka tidak efektif dalam model lain.

Lutein / zeaxanthin
Lutein dan zeaxanthin merupakan makula pigmen yang tubuh tidak dapat

membuat melainkan berasal dari sumber makanan. Lutein berfungsi untuk


melindungi macula dari kerusakan oksidatif, dan suplementasi oral telah terbukti
meningkatkan pigmen makula. Dosis 20 mg / hari telah direkomendasikan.

Asam valproik
Asam valproik oral telah menunjukkan manfaat dalam uji klinis, dan uji klinis

yang lebih lanjut sedang dilakukan.

Obat-obat yang dapat menyebabkan efek yang tidak diinginkan menjadi


retinitis pigmentosa
Sotretinoin (Accutane), obat yang digunakan untuk mengobati jerawat telah

dilaporkan memperburuk penglihatan pada malam hari, respon electroretinogram,


dan adaptasi terhadap gelap. Sildenafil (Viagra), obat untuk mengobati disfungsi
ereksi telah terbukti menyebabkan perubahan reversibel elektroretinogram dan
penglihatan .Sildenafil adalah inhibitor PDE5 dan kurang begitu sensitif terhadap
PDE6. Mutasi dari gen PDE6 diketahui menyebabkan RP autosomal resesif.

Obat Lain
21

Dosis 1000 mg /hari asam askorbat telah direkomendasikan, tetapi belum ada
bukti bahwa asam askorbat sangat membantu. Bilberry juga direkomendasikan
oleh beberapa praktisi pengobatan alternatif dalam dosis 80 mg, tetapi belum ada
studi terkontrol tentang khasiat dalam pengobatan

pasien dengan retinitis

pigmentosa. Antibodi antiretinal, agen imunosupresif (termasuk steroid) juga


telah digunakan dengan sukses.

2. Surgical Care

Katarak ekstraksi
Operasi katarak sering bermanfaat dalam tahap selanjutnya penobatan retinitis

pigmentosa. Bastek et al, mempelajari 30 pasien dengan retinitis pigmetasi, 83%


dari mereka menunjukkan perbaikan dalam pengobatan, dengan 2 garis pada
grafik ketajaman visual Snellen setelah dilakukan operasi katarak

Faktor pertumbuhan
Faktor neurotropik ciliary (CNTF) telah menunjukkan adanya perlambatan

degenerasi retina pada sejumlah model hewan. Tahap II uji klinis sedang
dilakukan, dengan menggunakan bentuk dienkapsulasi dari sel-sel epitelium
pigmen retina menghasilkan CNTF (Neurotech) untuk pasien dengan sindrom
Usher dan RP. Sel-sel ini harus dikemas dengan pembedahan yang diletakkan ke
dalam mata. Tahap I hasil uji coba klinis telah mendukung.

Transplantasi
Transplantasi sel epitelium pigmen retina telah dittranspalntasikan ke dalam

ruang subretinal untuk menyelamatkan fotoreseptor pada hewan model retinitis


pigmentosa. Salah satu pendekatan yang mungkin berguna adalah modifikasi ex
vivo pada sel-sel yang terdapat faktor-faktor trofik.

Prostesis retina
Sebuah chip prostesis atau phototransducing retina ditanamkan pada

permukaan retina dan telah diteliti selama beberapa tahun. Lapisan sel ganglion
retina yang sehat dapat dirangsang, dan implan pada hewan model memiliki
stabilitas jangka panjang. Dalam sebuah studi oleh Humayun et al, ini telah
terbukti bermanfaat pada manusia. Satu pasien yang tidak punya persepsi cahaya,
22

mampu melihat dan melokalisasi senter setelah prostesis pada retinitis


pigmentosa

Terapi gen
Terapi gen masih dalam penelitian, dengan harapan untuk menggantikan

protein yang rusak dengan menggunakan vektor DNA (misalnya, adenovirus,


Lentivirus).

2.13 Prognosis
Retinitis pigmentosa merupakan suatu progress yang kronik. Penampakan klinis
tergantung pada jenis dari kelainan yang terjadi, masing-masing bentuk keparahan dapay
menyebabkan kebutaan.10

23

BAB III
KESIMPULAN
1. Retina adalah selembar tipis jaringan saraf yang semitransparan dan multilapis yang
melapisi bagian dalam dua per tiga posterior dinding bola mata.
2. Retinitis pigmentosa (RP) adalah kelompok kelainan yang diturunkan (inherited
disorders) yang ditandai dengan kehilangan penglihatan perifer yang berkelanjutan
(progressive peripheral vision loss) dan kesulitan melihat di malam hari atau dengan
cahaya suram (nyctalopia/night blindness) yang menimbulkan kehilangan penglihatan
sentral (central vision loss).
3. Retinitis pigmentosa merupakan kelainan yang bersifat herediter (keturunan). Pola
pewarisannya: 20-25% autosomal dominant, 15-20% autosomal recessive, dan 5-10%
X-linked.
4. Retinitis pigmentosa ditandai oleh disfungsi progresif fotoreseptor dan disertai oleh
hilangnya sel secara progresif dan akhirnya atrofi beberapa lapisan retina.
5. Gejala

awal

seringkali

muncul

pada

awal

masa

kanak-kanak.

Sel batang pada retina (berperan dalam penglihatan pada malam hari) secara bertahap
mengalami kemunduran sehingga penglihatan di ruang gelap atau penglihatan pada
malam hari menurun.
6. Pengobatan terdiri dari medical care dan surgical care. Pemakaian kaca mata gelap
untuk melindungi retina dari sinar ultraviolet bisa mempertahankan fungsi
penglihatan. Pemberian antioksidan (misalnya vitamin A palmitat) bisa menunda
perkembangan penyakit ini (masih dalam penelitian)
7. Retinitis pigmentosa merupakan suatu progress yang kronik. Penampakan klinis
tergantung pada jenis dari kelainan yang terjadi, masing-masing bentuk keparahan
dapay menyebabkan kebutaan.
8. Penderita memerlukan konsultasi genetik disertai pengarahan pekerjaan dan
vocational rehabilitation.

24

DAFTAR ISI

1. Ilyas, S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi Ketiga. FK UI. Jakarta. 2007. Hlm. 225-6.
2. Simon C, Everitt H, Kendrick T. Oxford Handbook of General Practice. Second
Edition. Oxford University Press. 2006. p. 945.
3. Telander DG. Retinitis Pigmentosa. Last Updated: Mar 14, 2011.
4. Riordan-Eva P. Bab 1 : Anatomi dan Embriologi Mata, Retinitis Pigmentosa. Dalam
Vaughan GD, Asbury T, dan Riordan-Eva Paul (editor). Oftalmologi Umum. Edisi 14.
Jakarta : Widya Medika; 2000. P. 1-29, 208-209.
5. American Academy Of Ophthalmology. Basic Clinical Science Course : Retina and
Vitreuos. Section 12 th. Singapore. American Academy Of Ophthalmology. 2007. P.715, 25
6. Guyton, Arthur C. Textbook of Medical Physiology. 11th edition.2006. Philadelphia.
Elsevier. P. 626-636
7. Lang GK. Retinitis Pigmentosa. In Ophthalmology A short of Textbook. NewYork:
Thieme Stuttgart ;2000. P. 3343-345
8. Khurana AK. Retinitis Pigmentosa. In: Comprehensive Ophtalmology. 4th ed. New
Delhi: New Age International (P) Ltd; 2007.
9.
10.

P.268-269

Hamel Christian, 2003. Retinitis Pigmentosa. Perancis: Orphanet


Sehu KW, R. Lee William. Ophthalmic Pathology: Retinitis Pigmentosa. 1th ed.
2005. Australia. BMJ. P. 224-225

11.

Khaw PT, et all., ABC Of Eyes, Fourth Edition: Retinitis Pigmentosa. 4th ed.2004.
London. BMJ. P. 41.

12. Kanski, Jack J. Clinical Ophthalmology : Retinitis Pigmentosa. 7th ed. 2011. Cina.
Elsevier. P. 491-494
13. Telander David G, MD, PhD., Retinitis Pigmentosa. Medscape Available From:
25

http://www.medscape.com [Accesed on 21 Oktober 2011]


14. Ilyas S. Anatomi dan Fisiologi Mata. Dalam Ilmu Penyakit Mata. Edisi 3. Jakarta :
Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2008. Hal 1-12

26

Anda mungkin juga menyukai