Anda di halaman 1dari 15

Teori Belajar Kognitif

1.1 Pandangan Teori Belajar Kognitif


Teori belajar kognitif memandang belajar sebagai proses pemfungsian unsur-unsur
kognisi, terutama unsur pikiran, untuk dapat mengenal dan memahami stimulus yang datang
dari luar. Aktivitas belajar pada diri manusia ditekankan pada proses internal berfikir, yakni
proses pengolahan informasi.
Isilah kognitif (cognitive) berasal dari kata cognition yang padanan katanya knowing,
artinya mengetahui. Dalam arti luas cognition (kognisi) ialah perolehan, penataan, dan
penggunaan pengetahuan.
Dalam perkembangan istilah kognitif menjadi populer sebagai salah satu domain atau
ranah psikologis manusia yang meliputi setiap prilaku mental dan berhubungan dengan
pemahaman, pertimbangan, pengolahan informasi, dengan pemecahan masalah, kesenjangan,
dan keyakinan. Ranah kejiwaan yang terpusat di otak berhubungan dengan konasi (kehendak)
dan afeksi (perasaan) yang bertalian dengan ranah rasa.Yang termasuk teori belajar kognitif
adalah:
1.

Teori belajar Pengolahan Informasi


Gambar tersebut menunjukkan titik awal dan akhir dari peristiwa pengolahan
informasi. Garis putus-putus menunjukkan batas antara kognitif internal dan dunia eksternal.
Dalam model tersebut tampak bahwa stimulus fisik seperti cahaya, panas, tekanan udara,
ataupun suara ditangkap oleh seseorang dan disimpan secara cepat di dalam sistem
penampungan penginderaan jangka pendek. Apabila informasi itu diperhatikan, maka
informasi itu disampaikan ke memori jangka pendek dan sistem penampungan memori kerja.
Apabila informasi di dalam kedua penampungan tersebut diulang-ulang atau disandikan,
maka dapat dimasukkan ke dalam memori jangka panjang.
Kebanyakan, peristiwa lupa terjadi karena informasi di dalam memori jangka pendek
tidak pernah ditransfer ke memori jangka panjang. Tapi bisa juga terjadi karena seseorang
kehilangan kemampuannya dalam mengingat informasi yang telah ada di dalam memori
jangka panjang. Bisa juga karena interferensi, yaitu terjadi apabila informasi bercampur
dengan atau tergeser oleh informasi lain.

Ada 2 bentuk pelancaran dalam membangkitkan ingatan, yaitu:


a.

pelancaran proaktif
Seseorang mengingat informasi sebelumnya apabila informasi yang baru dipelajari

memiliki karakter yang sama.


b.
pelancaran retroaktif
Seseorang mempelajari informasi baru akan memantapkan ingatan informasi yang telah
dipelajari.
2.

Teori belajar Kontruktivisme


Teori belajar Kontruktivisme memandang bahwa:
a. Belajar berarti mengkontruksikan makna atas informasi dari masukan yang masuk ke
dalam otak.
b. Peserta didik harus menemukan dan mentransformasikan informasi kompleks ke dalam
dirinya sendiri.
c. Peserta didik sebagai individu yang selalu memeriksa informasi baru yang berlawanan
dengan prinsip-prinsip yang telah ada dan merevisi prinsip-prinsip tersebut apabila sudah
dianggap tidak bisa digunakan lagi.
d. Peserta didik mengkontruksikan pengetahuannya sendiri melalui interaksi dengan
lingkungannya.
Teori Kontruktivisme menetapkan 4 asumsi tentang belajar, yaitu:
a.

Pengetahuan secara fisik dikonstruksikan oleh peserta didik yang terkibat dalam belajar

b.

aktif.
Pengetahuan secara simbolik dikonstruksikan oleh peserta didik yang membuat

c.

representasi atas kegiatannya sendiri.


Pengetahuan secara sosial dikonstruksikan oleh peserta didik yang menyampaikan

d.

maknanya kepada orang lain.


Pengetahuan secara teoritik dikonstruksikan oleh peserta didik yang mencoba
menjelaskan obyek yang tidak benar-benar dipahaminya.

Thomas dan Rohwer menyajikan beberapa prinsip belajar yang efektif, yaitu:
a. Spesifikasi

Sesuai dengan tujuan belajar dan karakteristik peserta didik.


b. Pembuatan
Memungkinkan seseorang mengerjakan kembali materi yang telah dipelajari, dan membuat
sesuatu menjadi baru.
c. Pemantauan yang efektif
Peserta didik mengetahui kapan dan bagaimana cara menerapkan strategi belajarnya dan
bagaimana cara menyatakannya bahwa strategi yang digunakan itu bermanfaat.
d. Kemujaraban personal
Belajar akan berhasil apabila dilakukan dengan sungguh-sungguh.

1.2 Tokoh-tokoh Teori Belajar Kognitif


1.

Jean Piaget
Menurut Jean Piaget, bahwa proses belajar sebenarnya terdiri dari tiga tahapan, yaitu :

a. Asimilasi yaitu proses penyatuan (pengintegrasian) informasi baru ke struktur kognitif yang
sudah ada dalam benak siswa. Contoh, bagi siswa yang sudah mengetahui prinsip
penjumlahan, jika gurunya memperkenalkan prinsip perkalian, maka proses pengintegrasian
antara prinsip penjumlahan (yang sudah ada dalam benak siswa), dengan prinsip perkalian
(sebagai informasi baru) itu yang disebut asimilasi.
b. Akomodasi yaitu penyesuaian struktur kognitif ke dalam situasi yang baru. Contoh, jika
siswa diberi soal perkalian, maka berarti pemakaian (aplikasi) prinsip perkalian tersebut
dalam situasi yang baru dan spesifik itu yang disebut akomodasi.
c. Equilibrasi (penyeimbangan) yaitu penyesuaian berkesinambungan antara asimilasi dan
akomodasi. Contoh, agar siswa tersebut dapat terus berkembang dan menambah ilmunya,
maka yang bersangkutan menjaga stabilitas mental dalam dirinya yang memerlukan proses
penyeimbangan antara dunia dalam dan dunia luar.
Proses belajar yang dialami seorang anak pada tahap sensori motorik tentu lain
dengan yang dialami seorang anak yang sudah mencapai tahap kedua (pra-operasional) dan
lain lagi yang dialami siswa lain yang telah sampai ke tahap yang lebih tinggi (operasional
kongrit dan operasional formal). Jadi, secara umum, semakin tinggi tingkat kognitif
seseorang, semakin teratur (dan juga semakin abstrak) cara berfikirnya.

Dikemukakannya pula, bahwa belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan dengan
tahap perkembangan kognitif peserta didik. Peserta didik hendaknya diberi kesempatan untuk
melakukan eksperimen dengan obyek fisik, yang ditunjang oleh interaksi dengan teman
sebaya dan dibantu oleh pertanyaan tilikan dari guru. Guru hendaknya banyak memberikan
rangsangan kepada peserta didik agar mau berinteraksi dengan lingkungan secara aktif,
mencari dan menemukan berbagai hal dari lingkungan.
2.

David Ausubel
Menurut Ausubel, siswa akan belajar dengan baik jika pengatur kemajuan (belajar)
didefinisikan dan dipresentasikan dengan baik dan tepat kepada siswa. Pengatur kemajuan
belajar adalah konsep atau informasi umum yang mewadahi (mencakup) semua isi pelajaran
yang akan diajarkan kepada siswa.
David Ausubel merupakan salah satu tokoh ahli psikologi kognitif yang berpendapat
bahwa keberhasilan belajar siswa sangat ditentukan oleh kebermaknaan bahan ajar yang
dipelajari. Ausubel menggunakan istilah pengatur lanjut (advance organizers) dalam
penyajian informasi yang dipelajari peserta didik agar belajar menjadi bermakna. Selanjutnya
dikatakan bahwa pengatur lanjut itu terdiri dari bahan verbal di satu pihak, sebagian lagi
merupakan sesuatu yang sudah diketahui peserta didik di pihak lain.
Dengan demikian kunci keberhasilan belajar terletak pada kebermaknaan bahan ajar
yang diterima atau yang dipelajari oleh siswa.. Ausubel tidak setuju dengan pendapat bahwa
kegiatan belajar penemuan lebih bermakna dari pada kegiatan belajar. Dengan ceramahpun
asalkan informasinya bermakna bagi peserta didik, apalagi penyajiannya sistimatis akan
diperoleh hasil belajar yang baik pula. Ausubel mengidentifikasikan empat kemungkinan tipe
belajar, yaitu:
a.
b.
c.
d.

Belajar dengan penemuan yang bermakna.


Belajar dengan ceramah yang bermakna.
Belajar dengan penemuan yang tidak bermakna.
Belajar dengan ceramah yang tidak bermakna.
Dia berpendapat bahwa menghafal berlawanan dengan bermakna, karena belajar

dengan menghafal, peserta didik tidak dapat mengaitkan informasi yang diperoleh itu dengan
pengetahuan yang telah dimilikinya. Dengan demikian bahwa belajar itu akan lebih berhasil
jika materi yang dipelajari bermakna.
3.

Jerome Bruner
Menurut Bruner, pembelajaran hendaknya dapat menciptakan situasi agar mahasiswa
dapat belajar dari diri sendiri melalui pengalaman dan eksperimen untuk menemukan

pengetahuan dan kemampuan baru yang khas baginya. Dari sudut pandang psikologi kognitif,
bahwa cara yang dipandang efektif untuk meningkatkan kualitas output pendidikan adalah
pengembangan program-program pembelajaran yang dapat mengoptimalkan keterlibatan
mental intelektual pembelajar pada setiap jenjang belajar. Sebagaimana direkomendasikan
Merril, yaitu jenjang yang bergerak dari tahapan mengingat, dilanjutkan ke menerapkan,
sampai pada tahap penemuan konsep, prosedur atau prinsip baru di bidang disiplin keilmuan
atau keahlian yang sedang dipelajari.
Dalam teori belajar, Jerome Bruner berpendapat bahwa kegiatan belajar akan berjalan
baik dan kreatif jika siswa dapat menemukan sendiri suatu aturan atau kesimpulan tertentu.
Dalam hal ini Bruner membedakan menjadi tiga tahap. Ketiga tahap itu adalah:
(1)

tahap informasi, yaitu tahap awal untuk memperoleh pengetahuan atau


pengalaman baru,

(2)

tahap transformasi, yaitu tahap memahami, mencerna dan menganalisis


pengetahuan baru serta mentransformasikan dalam bentuk baru yang mungkin
bermanfaat untuk hal-hal yang lain, dan

(3)

evaluasi, yaitu untuk mengetahui apakah hasil tranformasi pada tahap kedua tadi
benar atau tidak. Bruner mempermasalahkan seberapa banyak informasi itu
diperlukan agar dapat ditransformasikan . Perlu Anda ketahui, tidak hanya itu saja
namun juga ada empat tema pendidikan yaitu:

a.
b.
c.
d.

Mengemukakan pentingnya arti struktur pengetahuan.


Kesiapan (readiness) siswa untuk belajar.
Nilai intuisi dalam proses pendidikan dengan intuisi.
Motivasi atau keinginan untuk belajar siswa, dan cara untuk memotivasinya.
Dengan demikian Bruner menegaskan bahwa mata pelajaran apapun dapat diajarkan

secara efektif dengan kejujuran intelektual kepada anak, bahkan dalam tahap perkembangan
manapun. Bruner beranggapan bahwa anak kecilpun akan dapat mengatasi permasalahannya,
asalkan dalam kurikulum berisi tema-tema hidup, yang dikonseptualisasikan untuk menjawab
tiga pertanyaan.
Berdasarkan uraian di atas, teori belajar Bruner dapat disimpulkan bahwa, dalam
proses belajar terdapat tiga tahap, yaitu informasi, trasformasi, dan evaluasi. Lama tidaknya
masing-masing tahap dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain banyak informasi,
motivasi, dan minat siswa.
4.

Mex Wertheimenr

Psikologi mulai berkembang dengan lahirnya teori belajar Gestalt. Peletak dasar
pisiologi Gestalt adalah Mex Wertheimenr tahun1880-1943 yang meneliti tentang
pengamatan dalam problem solving. Dari pengamatannya ia sangat menyesalkan penggunaan
metode menghafal disekolah dan menghendaki agar murid belajar dengan pengertian bukan
hafalan akademis (dalam Riyanto,2002).
Gestalt dalam bahasa Jerman, berarti Whole Configuration atau bentuk yang utuh,
pola, kesatuan, dan keseluruhan lebih dari bagian-bagian. Dalam belajar, siswa harus mampu
menangkap makna dari hubungan antara bagian yang satu dengan bagian Yanng lainnya.
Pemaknaan makna dari hubungan inilah yang disebut memahami, mengerti atau insight.
Menurut pandangan Gestalt, semua kegiatan belajar menggunakan insight atau pemahaman
mendadak terhadap hubungan-hubungan, terutama hubungan antara bagian dan keseluruhan.
Suatu konsep yang terpenting dalam teori Gestalt adalah tentang pengamatan dan
pemahaman mendadak terhadap hubungan-hubungan antara bagian-bagian dalam suatu
situasi permasalahan. Dalam pelaksanaan pembelajaran dengan teori Gestalt guru tidak
memberikan potongan-potongan atau bagian-bagian bahan ajaran, tetapi selalu satu kesatuan
yang utuh.Guru memberikan suatu kesatuan situasi atau bahan yang mengandung persoalanpersoalan, dimana anak harus berusaha menemukan hubungan antar bagian.
Menurut teori Gestalt ini pengamatan manusia pada awalnya bersifat global terhadap
objek-objek yang dilihat, karena itu belajar harus dimulai dari keseluruhan, baru kemudian
berproses kepada bagian-bagian. Pengamatan artinya proses menerima, menafsirkan dan
memberi arti rangsangan yang masuk melalui indra-indra seperti mata dan telinga.
5.

Kohler
Teori yang disampaikan oleh Kohler berdasarkan pada penelitiannya pada seekor
monyetnya dipulau Cannary yang dikembangkan dari teori Gestalt. Kohler menyatakan
bahwa belajar adalah serta mencapainya, hasil adalah proses yang didasarkan ada insight.

6.

Kurt Lewin
Kurt Lewin, mengembangkan suatu teori belajar Conitive-Field dengan menaruh
perhatian kepada kepribadian dan pisikologi sosial. Menurut Lewin, belajar berlangsung
sebagai akibat dari perubahan dalam struktur kognitif. Lewin berpendapat bahwa tingkah
laku merupakan hasil interaksi antar kekuatan baik yang berasal dari individu seperti tujuan,
kebutuhan tekanan kejiwaan maupun yang berasal dari luar individu seperti tantangan dan
permasalahan.

1.3 Tahap tahap Perkembangan dalam Teori Belajar Kognitif

1.

Adapun tahap tahap perkembangan dalam Teori Kognitif adalah sebagai berikut:
Enaktif

Dalam tahap ini peserta didik memahami lingkungan sekitar melalui pengetahuan motorik.
2. Ikonik
Dalam tahap ini peserta didik memahami lingkungan sekitar melalui visualisasi
verbal/gambar-gambar.
3. Simbolik
Dalam tahap ini peserta didik memahami lingkungan sekitar melalui simbol-simbol bahasa,
logika.
Contoh Pembelajaran Teori Kognitif :
Teori pembelajaran kognitif merupakan pembelajaran yang menitikberatkan pada
pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki peserta didik (individu). Mahasiswa salah satu
mata kuliah yang menggunakan teori ini adalah Kalkulus.
Pada saat dosen menjelaskan sub materi deferensial (turunan) I.Contoh pembelajaran
adalah sebagai berikut: Dosen hanya menjelaskan gambaran umum dari materi deferensial
yang berupa kumpulan rumus-rumus dasar perhitungan yang kemudian memberikan contohcontoh soal deferensial untuk diselesaikan dalam kurun waktu tertentu oleh masing-masing
mahasiswa.
Dengan batasan waktu yang diberikan mahasiswa diberikan tanggungjawab dan
keleluasan untuk menyelesaikan soal dengan berdasarkan pada konsep yang telah diberikan.
Selama kurun waktu tersebut, dosen berkeliling untuk memperhatikan yang dikerjakan
mahasiswa.
Setelah waktu yang ditentukan habis, dosen mulai menunjuk beberapa mahasiswa
untuk mengerjakan soal di depan kelas. Dari proses tersebut dosen dapat menganalisis sejauh
mana kemampuan dari mahasiswa yang dididiknya.
Koreksipun akan dilakukan apabila ada hasil kerja yang tidak sesuai setelah
mahasiswa selesai mengerjakannya dan menjelaskan letak langkah kekurangan dari hasil
kerja mahasiswa. Jika memang setelah itu tidak ada pertanyaan, maka dosen menganggap
materi sudah bisa diterima dan kembali memberikan contoh soal untuk dikerjakan di rumah
dan dikumpul pada hari tertentu.
Konsekuensi Pembelajaran Contoh di atas dari sisi Guru, Siswa, dan Lingkungan
Belajar Contoh pembelajaran kalkulus tersebut dikaitkan sebagai contoh dari pembelajaran
kognitif .

Definisi mengenai kesulitan dalam mengingat


Pada umumnya, ingatan merupakan hubungan pengalaman dengan masa lampau.
Lupa adalah suatu fenomena umum, ia merupakan suatu pengendalian biologis yang
membantu kita memertahankan keseimbangan dalam dunia yang dipenuhi oleh rangsangan
sensor (Mahmud,H.2005:139).
Peristiwa kelupaan dapat terjadi karena kemampuan ingatan yang terbatas, cepat
lambat orang dalam memasukkan (mendispersi) apa yang ia pelajari, ataupun karena problem
psikologis yang ada pada dirinya.
Dapat disimpulkan bahwa lupa merupakan ketidakmampuan untuk mengingat atau
menimbulkan kembali hal-hal tertentu yang telah pernah dialaminya. Lupa (forgetting) ialah
hilangnya kemampuan untuk menyebut atau mereproduksi kembali apa-apa yang sebelumnya
telah kita pelajari. Secara sederhana, Gulo (1982) dan Reber (1988) mendefinisikan lupa
sebagai ketidakmampuan mengenal atau mengingat sesuatu yang pernah dipelajari atau
dialami. Sedangkan hilang ingatan adalah hilangnya kemampuan untuk mengingat atau
menimbulkan kembali yang disebabkan oleh hilangnya item informasi dan pengetahuan dari
akal kita.
Lupa tidak dapat diukur secara langsung (Wittig: 1981). Sering terjadi, apa yang
dinyatakan telah terlupakan oleh seseorang siswa justru ia katakan. Sebagai contoh, ketika
seorang pengajar menanyakan kepada anak didiknya tetang hal-hal apa yang telah mereka
lupakan mengenai materi yang telah ia berikan. Salah seorang peserta didik menjawabnya
dengan mengatakan sebagian besar materi yang telah diajarkan kepadanya. Apakah peserta
didik tersebut juga masih dikatakan lupa? Tentu, tidak. Materi-materi yang dikatakannya
tersebut merupakan hal-hal yang mereka ingat dan hanya sebagian kecil yang tidak
dikatakannya merupakan yang dilupakan. Sehingga dapat disimpulkan lupa merupakan
kegagalan untuk mereproduksi kembali hal-hal yang sebelumnya telah terjadi yang
disebabkan oleh lemahnya item informasi untuk ditimbulkan ulang saat informasi tersebut
dibutuhkan.
2.1 Faktor-faktor yang menyebabkan seseorang mengalami ketidakmampuan dalam
mengingat

Ingatan itu merupakan kemampuan jiwa untuk menerima dan memasukkan (learning),
menyimpan (retention) dan menimbulkan kembali (remembering) hal-hal yang sudah lampau.
Ketidakmampuan individu (siawa) untuk mengingat disebabkan oleh beberapa hal
diantaranya:
a. Gangguan konflik antara item-item informasi. Dalam interference theory (teoti mengenai
gangguan), gangguan konflik terbagi menjadi dua yaitu proactive interverence dan
retroactive interverence (Reber 1988; Best 1989; Anderson 1990).
1. Gangguan proaktif terjadi jika materi pelajaran lama yang sudah tersimpan dalam
subsistem akal permanen mengganggu masuknya materi pelajaran baru. Hal ini bisa
terjadi apabila seorang siswa mempelajari materi baru yang hampir mirip dengan
materi yang sudah dikuasainya dalam waktu yang singkat. Hal ini akan membuat
materi baru akan sulit diingat kembali.
2. Gangguan retroaktif terjadi apabila masuknya materi baru membuat konflik dan
gangguan terhadap pemanggilan materi lama yang tersimpan di subsistem akal
permanen siswa tersebut. Dalam hal ini materi pelajaran lama akan sulit sekali untuk
diingat dan akan terlupakan.
b.

Tekanan terhadap item-item yang sudah ada, baik disengaja atupun tidak. Berdasarkan
repression theory (teori represi / penekanan) oleh Reber dan Sigmund Freud, penekanan
ini terjadi karena beberapa kemungkinan seperti:
i. Karena item informasi (berupa pengetahuan, tanggapan, kesan, dan sebagainya) yang
diterima siswa kurang menyenangkan, sehingga ia dengan sengaja menekannya hingga
kealam ketidaksadarannya.
ii. Karena item informasi yang baru secara otomatis menekan item informasi yang sudah
ada.
iii.Karena item informasi yang akan direproduksi itu tertekan kealam bawah sadar dengan
sendirinya lantaran tidak pernah dipergunakan.

c. Perubahan situasi lingkungan antara waktu belajar dengan waktu mengingat kembali

Perubahan situasi lingkungan yang dimaksud adalah perubahan keadaaan obyek


belajar saat dipelajari dengan lama waktu belajar terhadap keadaan realnya. Sebagai
contoh, ketika seorang guru mengajarkan tentang pengenalan nama-nama hewan melalui
gambar yang ada disekolah, maka kemungkinan, ia akan lupa menyebutkan nama hewan
tadi saat ia melihatnya dikebun binatang.
d. Perubahan sikap dan minat siswa terhadap proses dan situasi belajar tertentu
Minat dan sikap siswa dalam mengikuti proses belajar akan sangat mempengaruhi
besarnya pemahaman siswa terhadap materi yang disampaikan. Ketika sikap dan minat
siswa sudah tidak ada, misal karena tidak senang terhadap guru, maka materi yang
diajarkan akan mudah dilupakan.
e. Tidak pernah digunakannya materi pelajaran yang sudah dikuasai
Menurut law of disuse oleh Hilgard dan Bower (1975), lupa dapat terjadi karena
materi pelajaran yang telah dikuasai tidak pernah digunakan atau dihafalkan siswa. Para
ahli mengasumsikan, materi yang diperlakukan demikian dengan sendirinya akan masuk
ke alam bawah sadar atau mungkin juga bercampur aduk dengan materi pelajaran baru.
f. Perubahan urat syaraf otak
Perubahan urat syaraf otak tersebut dapat disebabkan oleh penyakit tertentu seperti
keracunan, kecanduan alkohol, dan gegar otak sehingga kita mengalami kehilangan
ingatan yang ada dalam memori permanennya. Meskipun faktor penyebab lupa banyak
sekali seperti kekurangan asupan makanan, terlalu fokusnya perhatian dan pemikiran
seperti memforsirkan diri, dan kurangnya olahraga, tetapi yang paling penting untuk
diperhatikan adalah faktor pertama yang meliputi gangguan proaktif dan retroaktif.
Kecuali hal tesebut, lupa dapat dikarenakan item informasi yang mereka serap rusak
sebelum masuk ke memori permanennya.
g. Item yang rusak (decay) itu tidak hilang dan tetap terproses oleh memori siswa, tetapi
terlalu lemah untuk dipanggil kembali.
Kerusakan item informasi tersebut disebabkan karena tenggang waktu antara saat
diserapnya item informasi dengan saat proses pengkodean dan transformasi dalam memori

jangka pendek. Kemampuan cepat atau tidaknya setiap siswa dalam memasukkan apa
yang dipelajarinya berbeda-beda. Semakin cepat ia memasukkan materi yang
dipelajarinya, makin besar kemungkinan ia akan mengingatnya. Materi yang lemah itu
dapat diperkuat lagi dengan melakukan relearning (belajar lagi) atau mengikuti remidial
teaching (pengajaran perbaikan) ternyata dapat menunjukan kinerja akademik yang lebih
memuaskan dari pada kinerja akademik sebelumnya. Hal ini bermakna bahwa relearning
dan remidial teaching berfungsi memperbaiki atau menguatkan item-item informasi yang
rusak dalam memori siswa.
h. Cue-dependent forgetting adalah kegagalan dalam mengambil kembali informasi karena
kurangnya petunjuk pengambilan yang efektif (Nairne, 2000).
i. Teori Interferensi adalah teori yang menyatakan bahwa kita lupa bukan karena kira
kehilangan memori dari tempat penyimpanan, tetapi karena ada informasi lain yang
menghambat upaya kita untuk mengingat informasi yang kita inginkan.

Pembahasan
Menurut teori kognitif, apapun yang kita alami dan kita pelajari kalau memang sistem
akal kita mengolahnya dengan cara yang memadai, semuanya akan tersimpan dalam

subsistem akal permanen kita akan tetapi kenyataan yang kita alami terasa bertolak belakang
dengan teori itu. Apa yang telah kita pelajari dengan tekun justru sukar diingat kembali dan
mudah terlupakan sebaliknya tidak sedikit pengalaman dan pelajaran yang kita tekuni
sepintas

lalu

mudah

melekat

dalam

ingatan.

Berdasarkan teori perkembangan kognitif yang dikemukakan oleh piaget memberikan


penjelasan bahwa anak mempelajari ciri-ciri dan fungsi dari objek-objek, seperti mainan,
perabot, dan makanan, serta objek-objek social seperti diri, orang tua dan teman yang
kemudian memberikan suatu kemampuan atau perkembangan kognitif yang merupakan hasil
dari hubungan perkembangan otak dan system nervous dan pengalaman-pengalaman yang
membantu individu untuk beradaptasi dengan lingkungannya.
Menurut Jean Piaget, perkembangan manusia melalui empat tahap perkembangan
kognitif dari lahir sampai dewasa. Tahap terakhir dalam perkembangan kognitif adalah
Operasional formal (11tahun-dewasa), di mana anak mampu berpikir abstrak dan dapat
menganalisis masalah secara ilmiah dan kemudian menyelesaikannya.
Karakteristik tahap Operasional formal adalah diperolehnya kemampuan untuk
berpikir secara abstrak, menalar secara logis, dan menarik kesimpulan dari informasi yang
tersedia.
Dalam pokok permasalahan yang diambil yaitu mengenai siswa (yang dimaksud di
sini adalah siswa yang berumur 11 tahun sampai dewasa) dianggap mampu berpikir abstrak
dan dapat menganalisis masalah secara ilmiah dan akhirnya mampu memberikan solusi
terhadap permasalahan yang ia hadapi.
Permasalahan yang diambil yaitu mengenai siswa yang mengalami kesulitan dalam
mengingat jangka panjang mengenai materi yang telah disampaikan oleh guru di kelas.
Banyaknya materi yang diterima oleh siswa SMP sekarang ini membuat mereka
kesulitan mengingat segala sesuatu yang ia peroleh, sedangkan materi-materi itu sangat
berguna bagi mereka terlebih pada saat Ujian Akhir Nasional dan di jenjang berikutnya saat
di SMA/SMK dan perguruan tinggi nantinya. Selain bahan ajar yang sangat banyak, mereka
juga dihadapkan pada bahasa-bahasa yang mungkin menurut mereka masih terdengar aneh
atau sumbang sehingga susah untuk diingat.
Bahan ajar yang begitu banyak dan pengaturan jam pelajaran yang kurang efektif
( contohnya seperti seusai pelajaran matematika langsung dilanjutkan pelajaran biologi) maka

akan mengganggu. Belum lagi dalam satu mata pelajaran ada banyak bab yang harus
dipelajari dan semuanya saling terkait, apabila hal ini tidak disikapi dengan bijak maka siswa
akan mengalami gangguan dalam menyimpan pokok bahasan, di mana materi pelajaran lama
yang sudah tersimpan akan mengganggu masuknya materi pelajaran yang baru atau
masuknya materi baru membuat konflik atau gangguan pemanggilan materi lama yang sudah
tersimpan dan nantinya akan membuat materi lama atau baru tersebut akan sulit diingat.
Selain itu, dengan adanya mata pelajaran yang begitu banyak dalam waktu yang
terbatas maka akan menyebabkan siswa kesulitan dalam menyerap item informasi (saat
proses pengkodean dan transformasi) dalam memori jangka pendek. Dengan demikian,
kemungkinan dapat terjadi kegagalan dalam mengambil kembali informasi karena kurangnya
petunjuk pengambilan yang efektif. Kebanyakan, peristiwa lupa terjadi karena informasi di
dalam memori jangka pendek tidak pernah ditransfer ke memori jangka panjang.
Apabila siswa ditanya mengenai materi yang telah didapatkan kemarin, kemungkinan
siswa menjawab sebagian dari apa yang ia terima dan ia simpan dalam memorinya.
Oleh karena itu, kami memberikan solusi yang sekiranya membantu mereka
mengingat dalam jangka waktu yang lama, yaitu dengan cara mencatat yang efektif dan
efisien melalui mind mapping. Mencatat adalah praktek merekam informasi yang didapat dari
sumber luar seperti diskusi atau kegiatan belajar mengajar.
Sebaiknya guru memberikan tugas kepada siswa mengenai materi yang baru saja ia
berikan yaitu membuat catatan dalam bentuk peta konsep.
Mencatat merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan daya ingat. Tanpa
mencatat dan mengulangi informasi, siswa hanya mampu mengingat sebagian kecil materi
yang diajarkan.
Umumnya siswa membuat catatan tradisional dalam bentuk tulisan linier panjang
yang mencakup seluruh isi materi pelajaran, sehingga catatan terlihat sangat monoton dan
tidak akan menarik perhatian atau membosankan yang akan menghilangkan topik-topik
utama yang penting dari materi pelajaran. Karena sistem catatan ini hanya menggunakan
kalimat, frasa daftar dan garis, serta angka. Sistem seperti ini hanya menggunakan prinsipprinsip otak kiri yang terkait dengan kata, daftar, logika, mengatur, urutan, dan angka.
Sebagian besar siswa cepat lupa dengan apa yang telah dicatatnya sehingga
berpengaruh terhadap proses belajar mengajar. Untuk mengatasi hal itu maka tehnik mencatat

monoton sebaiknya diganti dengan tehnik pemetaan pikiran atau sering juga disebut mind
mapping. Tehnik mencatat ini merupakan tehnik meringkas bahan yang akan dipelajari dan
memproyeksikan masalah yang dihadapi kedalam bentuk peta atau tehnik grafik sehingga
dapat mempermudah siswa dalam memahami suatu materi serta lebih mudah dan cepat dalam
menghafal materi pelajaran.
Dalam proses belajar siswa mendapatkan pertambahan materi berupa informasi
mengenai teori, gejala, fakta ataupun kejadian-kejadian. Informasi yang diperoleh akan
diolah oleh siswa. Proses pengolahan informasi melibatkan kerja sistem otak, sehingga
informasi yang diperoleh dan telah diolah akan menjadi suatu ingatan.
Siswa menginginkan materi pelajaran yang diterima dalam proses belajar menjadi
sebuah ingatan jangka panjang. Siswa melakukan berbagai hal untuk menyimpan ingatan
tersebut menjadi ingatan jangka panjang, salah satunya dengan mencatat materi pelajaran
yang telah dipelajari. Kebanyakan siswa mencatat materi pelajaran dengan menggunakan
catatan tradisional yang akan membuat siswa sulit dalam menghafal maupun mencari topik
utama yang penting dari materi pelajaran.
Akan lebih efektik apabila menggunakan peta pikiran, yaitu bentuk catatan yang tidak
monoton karena mind menggunakan teknik visualisasi verbal ke dalam gambar yang
bermanfaat untuk memahami materi, terutama materi yang diberikan secara verbal,
menyusun informasi agar mudah diingat, membantu merekam, memperkuat, dan mengingat
kembali informasi yang telah dipelajari.
Mind mapping juga dapat menghubungkan ide baru (mind mapping memanfaatkan
kedua belahan otak) dan unik dengan ide yang sudah ada, sehingga menimbulkan adanya
tindakan spesifik yang dilakukan oleh siswa. dengan penggunaan warna dan simbol-simbol
yang menarik akan menciptakan suatu hasil pemetaan pikiran yang baru dan berbeda.
Mind mapping merupakan bentuk belajar yang mengkontruksikan makna atas
informasi dari masukan yang masuk ke dalam otak. Pada tahap informasi, siswa memperoleh
pengetahuan atau pengalaman baru yang selanjutnya akan dipahami, dicerna, dan dianalisis
serta ditransformasikan dalam bentuk yang memudahkan mereka untuk mengingat atau
memanggil kembali infomasi yang ia dapat.
Pemetaan pikiran atau mind mapping bisa dimanfaatkan bukan hanya saat membuat
catatan tetapi juga bisa dimanfaatkan untuk merekam pola pikiran kedalam bentuk tertulis.
Tulisan yang dibuat bukan merupakan tulisan yang flat tetapi di gambarkan menyerupai

jejaring. Jejaring tersebut dimulai dari topik yang akan dicatat atau diringkas dari suatu buku,
artikel yang dibaca atau materi yang akan disajikan dalam presentasi. Yang kemudian, pikiran
siswa terfokus terhadap apa yang dicatat, dan pada umumnya seseorang akan lebih ingat
dengan apa yang telah dicatat.
Mind mapping bersifat fleksibel, yakni memudahkan siswa dalam mengingat atau
menghafal kembali suatu subyek pelajaran, dapat meningkatkan pemahaman dan
memberikan catatan tinjauan ulang yang sangat berarti, memusatkan perhatian siswa serta
menyenangkan dan tidak membosankan dengan perpaduan antara tulisan, gambar dan warna,
dan dapat menghubungkan antara satu ide dengan ide lainnya dengan memahami konteksnya.
Peta pikiran dapat menjadikan siswa lebih kreatif, menghemat waktu, memecahkan
masalah, membantu berkonsentrasi, mengatur dan menjernihkan pikiran, mengingat lebih
baik, belajar lebih cepat dan efisien, belajar lebih mudah,dapat melatih serta dapat melihat
gambaran keseluruhan pikiran secara terperinci.
Hubungan Mind Mapping dengan Daya Ingat
Proses memanggil kembali informasi ini bergantung kuat pada asosiasi yang
dibentuk. Semakin kuat asosiasi sebuah informasi akan semakin mudah diingat dan dipanggil
kembali. Pada teknik mind mapping akan mencatat menggunakan kata kunci dan gambar.
Perpaduan dua hal tadi akan membentuk sebuah asosiasi dan ketika melihat gambar maka
akan terjelaskan ribuan kata yang diwakili oleh kata kunci dan gambar.

Dengan guru memberikan tugas pada siswa untuk mencatat apa yang ia dapat dalam
bentuk mind mapping dapat meningkatkan daya ingat mereka mengenai materi yang didapa
dalam jangka panjang.

Anda mungkin juga menyukai