PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Nasopharing berbentuk kerucut dan selalu terbuka pada waktu respirasi karena
dindingnya dari tulang, kecuali dasarnya yang dibentuk oleh palatum molle.
Batas nasopharing:
Superior : basis kranii, diliputi oleh mukosa dan fascia
Inferior : bidang horizontal yang ditarik dari palatum durum ke posterior,
bersifat subjektif karena tergantung dari palatum durum.
Anterior : choane, oleh os vomer dibagi atas choane kanan dan kiri.
Posterior : - vertebra cervicalis I dan II
- Fascia space = rongga yang berisi jaringan longgar
- Mukosa lanjutan dari mukosa atas
Lateral : - mukosa lanjutan dari mukosa atas dan belakang
- Muara tuba eustachii
- Fossa rosenmulleri
Nasopharing akan tertutup bila paltum molle melekat ke dinding posterior pada
waktu menelan, muntah, mengucapkan kata-kata etrtentu seperti hak.
Fungsi nasopharing :
Sebagai jalan udara pada respirasi
4
B.
Definisi
Carcinoma adalah pertumbuhan baru yang ganas terdiri dari sel-sel
epithelial
yang
cenderung
menginfiltrasi
jaringan
sekitarnya
dan
4,7 kasus/tahun/100.000 penduduk atau diperkirakan 7000 8000 kasus per tahun di
seluruh Indonesia (Survei yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan pada tahun
1980 secara pathology based). Santosa (1988) mendapatkan jumlah 716 (8,46%)
penderita KNF berdasarkan data patologi yang diperoleh di Laboratorium Patologi
anatomi FK Unair Surabaya (1973 1976) diantara 8463 kasus keganasan di Seluruh
tubuh. Di Bagian THT Semarang mendapatkan 127 kasus KNF dari tahun 2000
2002. Di RSCMJakarta ditemukan lebih dari 100 kasus setahun, RS. Hasan Sadikin
Bandung rata-rata 60 kasus, Ujung Pandang 25 kasus, Denpasar 15 kasus, dan di
Padang dan Bukit tinggi (1977-1979). Dalam pengamatan dari pengunjung poliklinik
tumor THT RSCM, pasien karsinoma nasofaring dari ras Cina relative sedikit lebih
banyak dari suku bangsa lainya.
Studi epidemiologi KNF dengan berfokus kepada etiologi dan kebiasaan
biologi dari penyakit ini telah dikemukakan hasilnya oleh UICC (International Union
against Cancer) dalam symposium kanker nasofaring yg diadakan di Singapura tahun
1964 (MUIR,dkk.1967), dan dari investigasi dalam empat dekade terakhir telah
ditemukan banyak temuan penting di semua aspek. KNF mempunyai gambaran
epidemiologi yg unik, dalam daerah yg jelas, ras, serta agregasi family.
KNF mempunyai daerah distribusi endemic yang tidak seimbang antara
berbagai Negara, maupun yang tersebar dalm 5 benua. Tetapi, insiden KNF lebih
rendah dari 1/105 di semua area. Insisde. Insiden tertinggi terpusat pada di Cina
bagian selatan (termasuk Hongkong), dan insiden inni tertinggi di provinsi
Guangdong pada laki-laki mencapai 20-50/100000 penduduk. Berdasarkan data
IARC (International Agency for Research on Cancer) tahun 2002 ditemukan sekitar
80,000 kasus baru KNF diseluruh dunia, dan sekitar 50,000 kasus meninggal dengan
jumlah penduduk Cina sekitar 40%. Ditemukan pula cukup banyak kasus pada
penduduk local dari Asia Tenggara, Eskimo di Artik dan penduduk di Afrika utara dan
timur tengah (PARKIN dkk. 1992.2002, WATERHOUSE dkk. 1982, MUIR dkk.
1987).
Tumor ini lebih sering ditemukan pad pria disbanding wanita dengan rasio 23:1 (PARKINdkk.2002) dan apa sebabnya belum dapat diungkapkan dengan pasti,
mungkin ada hubungannya dengan factor genetic, kebiasaan hidup, pekerjaan dan
lain-lain. Distribusi umur pasien dengan KNF berbeda-beda pada daerah dengan
insiden yg bervariasi. Pada daerah dengan insiden rendah insisden KNF meningkat
sesuia dengan meningkatnya umur, pada daeraj dengan insiden tinggi KNF
meningkat setelah umur 30 tahun, ;uncaknya pada umur 40-59 tahun dan menurun
setelahnya (ZONG dkk.1983).
6
Persentase
terbesar
yang
dikenai
adalah
masyarakat
keturunan
Tionghoa
mencoba menghubungkannya
dengan merokok , secara umum resiko terhadap KNF pada perokok 2-6 kali
dibandingkan dengan bukan perokok (HSU dkk.2009). ditemukan juga bahwa
menurunnya angka kematian KNF di Amerika utara dan Hongkong merupakan hasil
dari mengurangi frekuensi merokok. Adanya hubungan antara faktor kebiasaan
makan dengan terjadinya KNF dipelajari oleh Ho dkk. Ditemukan kasus KNF dalam
jumlah yang tinggi pada mereka yang gemar mengkonsumsi ikan asin yang dimasak
dengan gaya Kanton (Cantonese-style salted fish). Risiko terjadinya KNF sangat
berkaitan dengan lamanya mereka mengkonsumsi makanan ini. Di beberapa bagian
negeri Cina makanan ini mulai digunakan sebagai pengganti air susu ibu pada saat
menyapih.
Tentang factor genetic telah banyak ditemukan kasus herediter atau familier
dari pasien KNF dengan keganasan pada organ tubuh lain. Suatu cintoh terkenal di
8
Cina selatan, satu keluarga dengan 49 anggota dari dua generasi didapatkan 9 pasien
KNF dan 1 menderita tumor ganas payudara. Secara umum didapatkan 10% dari
pasien karsinoma nasofaring menderita keganasan organ lain.
Penyebab lain yang dicurigai adalah pajanan di tempat kerja seperti
formaldehid, debu kayu serta asap kayu bakar. Belakangan ini penelitian dilakukan
terhadap pengobatan alami (Chinese herbal medicine=CHB). Hildesheim dkk
memperoleh hubungan yang erat antara terjadinya KNF, infeksi EBV dan
penggunaan CHB. Beebrapa tanaman dan bahan CHB dapat menginduksi aktivasi
dari virus EBV yg laten. Seperti pada TPA ( Tetradecanoylyphorbol Acetate) yaitu
substansi yg ada di alam dan tumbuhan jika dikombinasi dengan N-Butyrate yang
merupkan produk dari bakteri anaerob yang ditemukan di nasofaring dapat
menginduksi sintesis antigen EBV di tikus, meningkatnya transformasi cell-mediated
immunity dari EBV dan
dkk.1988).
Secara mikroskopis karsinoma nasofaring dapat dibedakan menjadi 3 bentuk yaitu :
1. Bentuk ulseratif
Bentuk ini paling sering terdapat pada dinding posterior dan di daerah sekitar
fosa rosenmulleri. Juga dapat ditemukan pada dinding lateral didepan tuba
eustachius dan pada bagian atap nasofaring. Lesi ini biasanya lebih kecil
disertai dengan jaringan yang nekrotik dan sangat mudah mengadakan
infiltrasi ke jaringan sekitarnya. Gambaran histopatologik bentuk ini adalah
karsinoma sel skuamosa deengan diferensiasi baik.
2. Bentuk noduler/lubuler/proliferative
Bentuk noduler atau lobuler sangat sering dijumpai pada daerah sekitar muara
tuba eustachius. Tumor jenis ini berbentuk seperti buah angguratau polipoid
jarang, dijumpai adanya ulserasi, namun kadang-kadang dijumpai ulserasi
9
menimbulkan kebutaan.
4. Tumor sign :
10
secara hematogen.
Sensitibilitas derah pipi dan hidung berkurang.
Kesukaran pada waktu menelan
Afoni
Sindrom Jugular Jackson atau sindroma reptroparotidean mengenai N.
IX, N. X, N. XI, N. XII. Dengan tanda-tanda kelumpuhan pada:
o Lidah
o Palatum
o Faring atau laring
o M. sternocleidomastoideus
o M. trapezeus
E.
icosahedral dan termasuk dalam famili Herpesviridae. Infeksi EBV dapat berasosiasi
dengan beberapa penyakit seperti limfoma Burkitt, limfoma sel T, mononukleosis dan
karsinoma nasofaring (KNF). KNF merupakan tumor ganas yang terjadi pada sel
epitel di daerah nasofaring yaitu pada daerah cekungan Rosenmuelleri dan tempat
bermuara saluran eustachii. Banyak faktor yang diduga berhubungan dengan KNF,
yaitu
(1)Aadanya infeksi EBV,
(2) Faktor lingkungan
(3) Genetik
1) Virus Epstein-Barr
11
2) Genetik
Walaupun karsinoma nasofaring tidak termasuk tumor genetic, tetapi
kerentanan terhadap karsinoma nasofaring pada kelompok masyarakat tertentu
relative menonjol dan memiliki agregasi familial. Analisis korelasi menunjukkan
gen HLA (human leukocyte antigen) dan gen pengode enzim sitokrom p450 2E1
(CYP2E1) kemungkinan adalah gen kerentanan terhadap karsinoma nasofaring.
Sitokrom p450 2E1 bertanggung jawab atas aktivasi metabolik yang terkait
nitrosamine dan karsinogen
3) Faktor lingkungan
Sejumlah besar studi kasus yang dilakukan pada populasi yang berada di
berbagai daerah di asia dan america utara, telah dikonfirmasikan bahwa ikan asin
dan
makanan
lain
nitrosodimethyamine
yang
awetkan
(NDMA),
mengandung
sejumlah
besar
N-nitrospurrolidene
(NPYR)
dan
karsinoma nasofaring. Selain itu merokok dan perokok pasif yg terkena paparan
asap rokok yang mengandung formaldehide dan yang tepapar debu kayu diakui
faktor risiko karsinoma nasofaring dengan cara mengaktifkan kembali infeksi
dari EBV.
F.
Diagnosis
Jika ditemukan adanya kecurigaan yang mengarah pada suatu karsinoma
nasofaring, protokol dibawah ini dapat membantu untuk menegakkan diagnosis pasti
serta stadium tumor :
1. Anamnesis / pemeriksaan fisik
Anamnesis berdasarkan keluhan yang dirasakan pasien (tanda dan gejala
KNF)
2. Pemeriksaan nasofaring
Dengan menggunakan kaca nasofaring atau dengan nashopharyngoskop
3. Biopsi nasofaring
13
dilakukan biopsy.
Biopsy melalui mulut dengan memakai bantuan kateter nelaton yang
dimasukan melalui hidung dan ujung kateter yang berada dalam mulut
ditarik keluar dan diklem bersama-sama ujung kateter yang dihdung.
Demikian juga kateter yang dari hidung disebelahnya, sehingga
palatum
Klasifikasi
gambaran
histopatologi
terbaru
yang
direkomendasikan oleh WHO pada tahun 1991, hanya dibagi atas 2 tipe, yaitu
:
Carcinoma).
Karsinoma non-keratinisasi (Non-keratinizing Carcinoma). Tipe ini
dapat dibagi lagi menjadi berdiferensiasi dan tak berdiferensiasi.
5. Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan radiologi pada kecurigaan KNF merupakan pemeriksaan
penunjang diagnostic yang penting. Tujuan utama pemeriksaan radiologic
tersebut adalah:
Memberikan diagnosis yang lebih pasti pada kecurigaan adanya tumor
a) Foto polos
Ada beberapa posisi dengan foto polos yang perlu dibuat dalam
mencari kemungkina adanya tumor pada daerah nasofaring yaitu:
Posisi Lateral dengan teknik foto untuk jaringan lunak (soft
tissue technique)
Posisi Basis Kranii atau Submentoverteks
Tomogram Lateral daerha nasofaring
Tomogranm Antero-posterior daerah nasofaring
15
b) C.T.Scan
Pada umunya KNF yang dapat dideteksi
radiografi polos adalah jika tumor tersebut cukup besar dan eksofitik,
sedangkan bula kecil mungkin tidak akan terdeteksi. Terlebih-lebih
jika perluasan tumor adalah submukosa, maka hal ini akan sukar
dilihat dengan pemeriksaan radiografi polos. Demikian pula jika
penyebaran ke jaringan sekitarnya belum terlalu luas akan terdapat
kesukaran-kesukaran dalam mendeteksi hal tersebut. Keunggulan C.T.
Scan dibandingkan dengan foto polos ialah kemampuanya untuk
membedakan bermacam-macam densitas pada daerah nasofaring, baik
itu pada jaringan lunak maupun perubahan-perubahan pada tulang,
gengan criteria tertentu dapat dinilai suatu tumor nasofaring yang
masih kecil. Selain itu dengan lebih akurat dapat dinilai pakah sudah
ada perluasan tumor ke jaringna sekitarnya, menilai ada tidaknya
destruksi tulang serta ada tidaknya penyebaran intracranial.
Ada beberapa posisi dengan foto polos yang perlu dibuat dalam
mencari kemungkina adanya tumor pada daerah nasofaring yaitu:
Posisi Lateral dengan teknik foto untuk jaringan lunak (soft
tissue technique)
Posisi Basis Kranii atau Submentoverteks
Tomogram Lateral daerha nasofaring
Tomogranm Antero-posterior daerah nasofaring
6. Pemeriksaan neuro-oftalmologi
Karena nasofaring berhubungan dekat dengan rongga tengkorak melalui
beberapa lobang, amka gangguan beberapa saraf otak dapat terjadi sebagai
gejala lanjut KNF ini.
7. Pemeriksaan serologi.
Pemeriksaan serologi IgA anti EA (early antigen) dan igA anti VCA (capsid
antigen) untuk infeksi virus E-B telah menunjukan kemajuan dalam
mendeteksi karsinoma nasofaring. Tjokro Setiyo dari FK UI Jakarta
16
Diagnosis Banding
1. Hiperplasia adenoid
Biasanya terdapat pada anak-anak, jarnag pada orang dewasa, pada
anak-anak hyperplasia ini terjadi Karena infeksi berulang. Pada foto polos
akan terlihat suatu massa jaringna lunak pada aatap nasofaring umunya
berbatas tegas dan umunya simetris serta struktur-struktur sekitarnya tak
tampak tanda- tanda infiltrasi seprti tampak pada karsinoma.
2. Angiofibroma juenilis
Baisanya ditemui pada usia relative muda dengan gejala-gejala
menyerupai KNF. Tumor ini kaya akan pembuluh darah dan biasnya tidak
infiltrative. Pada foto polos akan didapat suatu massa pada atap nasofairng
yang berbatas tegas. Proses dapat meluas seperrti pada penyebaran karsinoma,
walaupun jarang menimbulkan destruksi tulang hanay erosi saja karena
penekanan tumor. Biasanya ada pelengkungan ke arah depan dari dinding
belakang sinus maksilarisyang dikenals ebgai antral sign. Karena tumor ini
kaya akan vascular maka arterigrafi carotis eksterna sangat diperlukan sebab
gambaranya sangat karakteristik. Kadang-kadang sulit pula membedakan
angiofibroma juvenils dengan polip hidung pada foto polos.
3. Tumor sinus sphenooidalis
Tumor ganas primer sinus sphenoidalis adalah sangat jarang dan
biasanya tumor sudah sampai stadium agak lanjut waktu pasien dating untuk
pemeriksaan pertama.
4. Neurofibroma
17
Kelompok tumor ini sering timbul pada ruang faring lateral sehingga
menyerupai keganasan didnding lateral nasofaring. secara C.T. Scan,
pendesakan ruang para faring kea rah medial dapat membantu mebedakan
kelompok tumor ini dengan KNF.
5. Tumor kelenjarr parotis
Tumor kelenjar parotis terutama yang berasal dari lobus yang terletak
agak dalam mengenai ruang para faring dan menonjol kearah lumen
nasofaring. pada sebagian besar kasus terlihat pendesakan ruang parafaring
kea rah medial yang tampak pada pemeriksaan C.T.Scan.
6. Chordoma
Walaupun tanda utama chordoma adalah destruksi tulang, tetapi
mengingat KNF pun sering menimbulkan destruksi tulang, maka sering
timbul kesulitan untuk membedakanya. Dengan foto polos, dapat dilihat
kalsifikasi atau destruksi terutama di daerah clivus. CT dapat membantu
,elihat apakah ada pembesaran kelenjar cervical bagian atas karena chordoma
umunya tidak memperhatikan kelainan pada kelenjar tersebuts edangkan KNF
sering bermetastasis ke kelenjar getah bening.
7. Menigioma basis kranii
Walaupun tumor ini agak jarang tetapi gambaranya kadang-kadang
meyerupai KNF dengan tanda-tanda sklerotik pada daerah basis kranii.
Ganbaran CT meningioma cukup karakteristikk yaitu sedikit hiperdense
sebelum penyuntikanzat kontras dan akan menjadi sangat hiperdense setelah
pemberian zat kontras intravena. Pemeriksaan arteiografi juga sangat
membantu diagnosis tumor ini.
H.
Stadium
Penentuan stadium yang terbaru berdasarkan atas kesepakatan antara UICC
(Union Internationale Contre Cancer) pada tahun 1992 adalah sebagai berikut :
T = Tumor, menggambarkan keadaan tumor primer, besar dan perluasannya.
T0 : Tidak tampak tumor
T1 : Tumor terbatas pada 1 lokasi di nasofaring
18
T2 : Tumor meluas lebih dari 1 lokasi, tetapi masih di dalam rongga nasofaring
T3 : Tumor meluas ke kavum nasi dan / atau orofaring
T4 : Tumor meluas ke tengkorak dan / sudah mengenai saraf otak
N = Nodul, menggambarkan keadaan kelenjar limfe regional
N0 : Tidak ada pembesaran kelenjar
N1 : Terdapat pembesaran kelenjar homolateral yang masih dapat digerakkan
N2 : Terdapat pembesaran kelenjar kontralateral / bilateral yang masih dapat
digerakkan
N3 :Terdapat pembesaran kelenjar baik homolateral, kontralateral atau bilateral, yang
sudah
: T1 N0 M0
Stadium II
: T2 N0 M0
Stadium III
: T3 N0 M0
T1,T2,T3 N1 M0
Stadium IV
: T4 N0,N1 M0
Tiap T N2,N3 M0
Tiap T Tiap N M12
Menurut American Joint Committee Cancer tahun 1988, tumor staging dari
nasofaring diklasifikasikan sebagai berikut :
Tis : Carcinoma in situ
T1 : Tumor yang terdapat pada satu sisi dari nasofaring atau tumor yang tak dapat
dilihat, tetapi hanya dapat diketahui dari hasil biopsi.
T2 : Tumor yang menyerang dua tempat, yaitu dinding postero-superior dan
dindinglateral.
T3 : Perluasan tumor sampai ke dalam rongga hidung atau orofaring.
19
T4 : Tumor yang menjalar ke tengkorak kepala atau menyerang saraf cranial (atau
keduanya).
I.
Prognosis
Secara keseluruhan, angka bertahan hidup 5 tahun adalah 45 %. Prognosis
J.
1. Petrosphenoid sindrom
Tumor tumbuh ke atas ke dasar tengkorak lewat foramen laserum sampai
sinus kavernosus menekan saraf N. III, N. IV, N.VI juga menekan N.II. yang
memberikan kelainan :
20
2. Retroparidean sindrom
Tumor tumbuh ke depan kea rah rongga hidung kemudian dapat
menginfiltrasi ke sekitarnya. Tumor ke samping dan belakang menuju ke arah
daerah parapharing dan retropharing dimana ada kelenjar getah bening. Tumor
ini menekan saraf N. IX, N. X, N. XI, N. XII dengan manifestasi gejala :
3. Sel-sel kanker dapat ikut mengalir bersama getah bening atau darah,
mengenaiorgan tubuh yang letaknya jauh dari nasofaring. Yang sering adalah
tulang, hati dan paru. Hal ini merupakan hasil akhir dan prognosis yang
buruk. Dalam penelitian lain ditemukan bahwa karsinoma nasofaring dapat
21
Penatalaksanaan
1. Radioterapi
Sampai saat ini radioterapi masih memegang peranan penting dalam
penatalaksanaan karsinoma nasofaring. Penatalaksanaan pertama untuk karsinoma
nasofaring adalah radioterapi dengan atau tanpa kemoterapi.
Sampai saaat ini pengobatan pilihan terhadap tumor ganas nasofaring adalah
radiasi, karena kebanyakan tumor ini tipe anaplastik yang bersifat radiosensitif.
Radioterapi dilakukan dengan radiasi eksterna, dapat menggunakan pesawat kobal
(Co60 ) atau dengan akselerator linier ( linier Accelerator atau linac). Radiasi ini
ditujukan pada kanker primer didaerah nasofaring dan ruang parafaringeal serta pada
daerah aliran getah bening leher atas, bawah seerta klasikula. Radiasi daerah getah
bening ini tetap dilakukan sebagai tindakan preventif sekalipun tidak dijumpai
pembesaran kelenjar. Metode brakhiterapi, yakni dengan memasukkan sumber radiasi
kedalam rongga nasofaring saat ini banyak digunakan guna memberikan dosis
maksimal pada tumor primer tetapi tidak menimbulkan cidera yang serius pada
jaringan sehat disekitarnya. Kombinasi ini diberikan pada kasus-kasus yang telah
memeperoleh dosis radiasi eksterna maksimum tetapi masih dijumpai sisa jaringan
kanker
atau
pada
kasus
kambuh
lokal.
bila
dosis
akan
ditingkatkan
lagi
sampai
sekitar
7000
rad.
Daerah penyinaran kelenjar leher sampai fosa supraklavikula. Apabila tidak ada
metastasis kelenjar leher, maka radiasi daerah leher ini bersifat profilaktik dengan
dosis 4000 rad, sedangkan bila ada metastasis diberikan dosis yang sama dengan
dosis daerah tumor primer yaitu 6000 rad, atau lebih. Untuk menghindari gangguan
penyinaran terhadap medulla spinalis, laring dan esofagus, maka radiasi daerah leher
dan supraklavikula ini, sebaiknya diberikan dari arah depan dengan memakai blok
timah didaerah leher tengah.
Dosis radiasi
Dosis radiasi umumnya berkisar antara 6000 7000 rad, dalam waktu 6 7 minggu
dengan periode istirahat 2 3 minggu (split dose). Alat yang biasanya dipakai ialah
cobalt 60, megavoltageorthovoltage
23
Respon radiasi
Setelah diberikan radiasi, maka dilakukan evaluasi berupa respon terhadap radiasi.
Respon dinilai dari pengecilan kelenjar getah bening leher dan pengecilan tumor
primer di nasofaring. Penilaian respon radiasi berdasarkan kriteria WHO :
- Complete Response : menghilangkan seluruh kelenjar getah bening yang besar.
- Partial Response : pengecilan kelenjar getah bening sampai 50% atau lebih.
- No Change : ukuran kelenjar getah bening yang menetap.
- Progressive Disease : ukuran kelenjar getah bening membesar 25% atau lebih.
Komplikasi radioterapi dapat berupa :
a) Komplikasi dini
Biasanya terjadi selama atau beberapa minggu setelah radioterapi, seperti :
-
Xerostomia - Mual-muntah
Mukositis (nyeri telan, mulut kering, dan hilangnya cita rasa)
kadang diperparah dengan infeksi jamur pada mukosa lidah
dan palatum
Anoreksi
Xerostamia (kekeringan mukosa mulut akibat disfungsi
Kontraktur
Penurunan pendengaran
Gangguan pertumbuhan
Untuk menghindari efek samping semaksimal mungkin maka sebelum dan selama
pengobatan, bahkan setelah selesai terapi, pasien akan selalu diawasi oleh dokter.
Perawatan sebelum radiasi adalah dengan membenahi gigi geligi, memberikan
informasi kepada pasien mengenai metode pembersihan ruang mulut dan gigi secara
benar. Untuk mengurangi keluhan penderita juga dapat diberikan obat kumur yang
24
2. Kemoterapi
Kemoterapi sebagai terapi tambahan pada karsinoma nasofaring ternyata
dapat meningkatkan hasil terapi. Terutama diberikan pada stadium lanjut atau pada
keadaan kambuh.
Terapi adjuvan tidak dapat diberikan begitu saja tetapi memiliki indikasi yaitu
bila setelah mendapat terapi utamanya yang maksimal ternyata :
-
kemungkinan besar kankernya masih ada, meskipun tidak ada bukti secara
makroskopis.
pada tumor dengan derajat keganasan tinggi ( oleh karena tingginya resiko
kekambuhan dan metastasis jauh).
Berdasarkan saat pemberiannya kemoterapi adjuvan pada tumor ganas kepala leher
dibagi menjadi
1. neoadjuvant atau induction chemotherapy (yaitu pemberian kemoterapi
mendahului pembedahan dan radiasi)
2. concurrent, simultaneous atau concomitant chemoradiotherapy (diberikan
bersamaan dengan penyinaran atau operasi)
25
27
28
Pencegahan
Melakukan tes serologik IgA anti VCA dan IgA anti EA secara massal di masa
yang akan datang bermanfaat dalam menemukan karsinoma nasofaring secara
lebih dini.
29
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Pada stadium dini yang diberikan adalah penyinaran dan hasilnya baik.
30
DAFTAR PUSTAKA
Tinjauan pustaka artikel. Dalam: Cermin Dunia Kedokteran. No. 144, 2004.h. 1618.
31
32