Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN KASUS

HIPOGLIKEMIA

Oleh :
LISRA ANATORIA
1110070100182

Pembimbing :
dr. Elvi Fitraneti, Sp.PD

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SOLOK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BAITURRAHMAH
SOLOK
2015

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hipoglikemia adalah keadaan penurunan glukosa plasma dibawah 60mg% atau 50mg
% yang disertai gangguan neuropsikiatri.Hipoglikemia adalah kadar glukosa darah <60
mg/dL, atau kadar glukosa darah <80 mg/ dL dengan gejala klinis Hipoglikemia pada
DM.
1.2 Rumusan Masalah
Pembahasan case ini agar mengetahui tentang definisi, epidemiologi, etiologi,
patofisiologi, diagnosa, penatalaksanaan, komplikasi, proknosis, serta laporan kasus dari
Hipoglikemian dengan DM terkontrol.
1.3 Tujuan Penulisan
Penulisan case ini bertujuan untuk menambah pengetahuan pembaca mengenai
hipoglikemi dan sebagai salah satu syarat dalam menjalankan kepastian klinik di bagian Ilmu
Penyakit dalam RSUD Solok.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Hipoglikemia adalah keadaan penurunan glukosa plasma dibawah 60mg% atau 50mg
% yang disertai gangguan neuropsikiatri.
Hipoglikemia adalah kadar glukosa darah <60 mg/dL, atau kadar glukosa darah <80 mg/
dL dengan gejala klinis Hipoglikemia pada DM terjadi karena :
1. Kelebihan obat / dosis obat :terutama insulin, atau obat hipoglikemik oral
2. Kebutuhan tubuh akan insulin yang relatif menurun : gagal ginjal kronik, pasca
persalinan
3. Asupan makanan tidak adekuat : jumlah kalori atau waktu makantidak tepat
4. Kegiatan jasmani berlebihan
2.2 Epidemiologi
Karena definisi yang digunakan berbeda, perbandingan kekerapan kejadian
hipoglikemia dari berbagai studi harus dilakukan dengan hati-hati. Sangat bermanfaat untuk
mencatat kekerapan kejadian hipoglikemia agar pengaruh berbagai regimen terapi terhadap
timbulnya hipoglikemia dan ciri-ciri klinik yang menyebabkan pasien beresiko dapat
dibandingkan. Dalam the Diabetes Control and Complication Trial (DCCT) yang
dilaksanakan pada pasien diabetes tipe I, kejadian hipoglikemia berat tercatat pada 60 pasien
per tahun pada kelompok yang dapat terapi insulin intensif dibandingkan dengan 20 pasien
per tahun pada pasien yang mendapat terapi konvensional. Sebaliknya, dengan kriteria yang
berbeda kelompok the Dusseldorf mendapat kejadian hipoglikemia berat didapatkan pada 28
dengan terapi insulin intensif dan 17 dengan terapi konvensional.
Walaupun tidak menyenangkan, hipoglikemia yang ringan seringkali hanya dianggap
konsekuensi terapi menurunkan glukosa yang tidak dapt dihindari. Walaupun demikian,
hipoglikemia ringan tidak boleh diabaikan, karena potensial dapat diikuti kejadian
hipoglikemia yang lebih berat.

2.3 Etiologi
1.
2.
3.
4.
5.

Hipoglikemia latrogenik : insulin, sulfonilurea


Ketidakseimbangan aktivitas dan intake glukosa
Penyakit addison, insulinoma
Penyakit gastroenteritis
Neuropati otonomik

Pada pasien diabetes hipoglikemia timbul akibat peningkatan kadar insulin yang
kurang tepat, baik sesudah penyuntikan insulin subkutan atau karena obat yang meningkatkan
sekresi insulin seperti sulfonilurea. Oleh sebab itu dijumpai saat-saat keadaan tertentu dimana
pasien diabetes mungkin akan mengalami kejadian hipoglikemia. Sampai saat ini pemberian
insulin masih belum sepenuhnya dapat menirukan (mimicking) pola sekresi insulin yang
fisiologis. Makan akan meningkatkan kadar glukosa darah dalam beberapa menit dan
mencapai puncak setelah 1 jam. Bahkan insulin yang bekerjanya paling cepat (insulin
analograpid acting) bila diberikan subkutan belum mampu menurunkan kecepatan
peningkatan kadar puncak tersebut dan berakibat menghasilkan puncak konsentrasi insulin 12 jam sesudah disuntikkan. Oleh sebab itu pasien rentan terhdap hipoglikemia sekitar 2 jam
sesudah makan sampai waktu makan berikutnya. Oleh sebab itu waktu dimana resiko
hipoglikemia paling tinggi adalah saat menjelang makan berikutnya dan malam hari.
Hampir setiap pasien yang mendapat terapi insulin, dan sebagian besar pasien yang
mendapat sulfonilurea, pernah mengalami keadaan dimana kadar insulin disirkulasi tetap
tinggi sementara kadar glukosa darah sudah dibawah normal. Untuk menghindari timbulnya
hipoglikemia pada pasien perlu diajarkan bagaimana menyesuaikan penyuntikan insulin
dengan waktu dan jumlah makanan (karbohidrat), pengaruh aktivitas jasmani terhadap kadar
glukosa darah, tanda-tanda dini hipoglikemia dan cara penanggulangannya. Resiko
hipoglikemia terkait dengan penggunaan sulfonilurea dan insulin dapat dilihat dalam
Gambar 1.

Pada pasien diabetes tipe 2 kejadian hipoglikemia berat jauh lebih sedikit. Dari The
United Kingdom Prospective Diabetes Study (UKPDS), pada kadar HbA1c yang setara
dengan DCCT, dalam 10 tahun pertama kejadian hipoglikemia berat dengan terapi
klorpropamid 0,4%, glibenklamid 0,6% dan insulin 2,3%. Gambar 1. Kejadian hipoglikemia
berat juga meningkat dengan penggunaan insulin yang makin lama.

2.4 Klasifikasi
Pada diabetes, hipoglikemia juga sering didefinisikan sesuai dengan gambaran
klinisnya. Hipoglikemia akut menunjukkan gejala dan Triad Whipplemerupakan panduan
klasifikasi klinis hipoglikemi yang bermanfaat. Triad tersebut meliputi : a) Keluhan yang
menunjukkan adanya kadar glukosa darah plasma yang rendah, b) kadar glukosa yang rendah
(<1 mmol/L hipoglikemia pada diabetes) dan c) hilangnya secara cepat keluhan-keluhan
sesudah kelainan biokimiawi dikoreksi.
Akan tetapi pasien diabetes (dan insulinoma) dapat kehilangan kemampuannya untuk
menunjukkan atau mendeteksi keluhan dini hipoglikemia. Dengan menambah kriteria klinis
pada pasien diabetes yang mendapat terapi, hipoglikemia akut dibagi menjadi hipoglikemia
ringan, sedang, dan berat (tabel 1).

American Diabetes Association Worgroup Un Hypoglycemia mengklasifikasikan


kejadian hipoglikemia menjadi 5 kategori sebagai berikut :
Tabel 2. Klasifikasi hipoglikemia menurut American Diabetes Association Workgroup
On Hypoglycemia tahun 2005.
Severe hypoglycemia
Documented symptomatic hypoglycemia
Asymptomatic hypoglycemia
Probable symptomatic hypoglycemia
Relative hypoglycemia

Kejadian hipoglikemia yang membutuhkan


bantuan dari orang lain
Kadar gula darah plasma 70 mg/dl disertai
gejala klinis hipoglikemia
Kadar gula darah plasma 70 mg/dl tanpa
disertai gejala klinis hipoglikemia
Gejala klinis hipoglikemia tanpa disertai
pengukuran kadar gula darah plasma
Gejala
klinis
hipoglikemia
dengan
pengukuran kadar gula darah plsama 70
mg/dl dan terjadi penurunan kadar gula darah

2.5 Mekanisme Kontra Regulasi Kadar Gula Darah


Penurunan kadar gula darah dapat memicu serangkaian respon yang bertujuan meningkatkan
kadar gula darah.
Respon fisiologi terhadap penurunan kadar gula darah plasma
Respon
Penurunan sekresi insulin

Batas kadar gula darah


(mg/dl)
80-85

Efek fisiologi

Mempercepat
peningkatan
glukosa
(menghambat
penurunan glukosa)
Peningkatansekresi glukagon
65-70
Mempercepat
peningkatan
glukosa
Peningkatan sekresi ephinefrin
65-70
Mempercepat
peningkatan
glukosa,
menghambat
penurunan glukosa
Peningkatan sekresi kortisol
65-70
Mempercepat
peningkatan
dan growth hormone
glukosa,
menghambat
penurunan glukosa
Simptom hipoglikemia
50-55
Sebagai tanda bagi pasien
untuk mengkonsumsi glukosa
Keterangan tabel : peningkatan glukosa adalah produksi glukosa yang dilakukan oleh hati dan
glinjal (glukoneogenesis). Penurunan glukosa adalah penggunaan glukosa oleh jaringan yang
sensitif terhadap insulin.
Pertahanan fisiologis yang pertama terhadap hipoglikemia adalah penurunan sekresi
insulin oleh sel beta pankreas. Pasien diabetes melitus tipe 1 yang menerima terapi substitusi
insulin tidak memiliki penurunan sekresi insulin fisiologi (sekresi insulin berkurang saat
kadar gula darah rendah) karena insulin yang beredar dalam tubuh merupakan insulin
pengganti yang berasal dari luar (eksogen)
Pertahanan fisiologi yang kedua terhadap hipoglikemia adalah peningkatan sekresi
glukagon. Sekresi glukagon meningkatkan produksi glukosa di hepar dengan memacu
glikogenolisis.
Pertahanan fisiologi yang ketiga terhadap hipoglikemia adalah peningkatan sekresi
glukagon tidak cukup untuk meningkatkan kadar gula darah. Sekresi epinefrin
adrenomedullar meningkatkan kadar gula darah dengan cara stimulasi hepar dan ginjal untuk
memproduksi glukosa, membatasi penyerapan glukosa oleh jaringan yang sensitif terhadap
insulin, perpindahan substrat glukoneogenik (laktat dan asam amino dari otot dan gliserol
dari jaringan lumak)
Sekresi insulin dan glukagon dikendalikan oleh perubahab kadar gula darah dalam
pulau langerhans di pankreas. Sedangkan pelepasan epinefrin (aktivitas simpatoadrenal)
dikendalikan secara langsung oleh sistem saraf pusat.

Bila pertahanan fisiologis ini gagal mencegah terjadinya hipoglikemia, kadar glukosa
plasma yang rendah menyebabkan respon simpatoadrenal yang lebih hebat yang
menyebabkan gejala neurogenik sehingga penderita hipoglikemia menyadari keadaan
hipoglikemia dan bertujuan agar penderita segera mengkonsumsi karbohidrat. Seluruh
mekanisme pertahanan ini berkurang pada pasien dengan diabetes tipe 1 dan pada advenced
diabetes melitus tipe 2.

2.6 Patofisiologi
Mekanisme kontra regular. Glukagon dan epinegrin merupakan 2 hormon yang
disekresi pada kejadian hipoglikemia akut, glukagon hanya bekerja dihati. Glukagon mulamula mengikatkan glikogenolisis dan kemudian glukoneogenesis. Epinefrin selain
meningkatkan glikogenolisis dan glukoneogenesis juga menyebabkan lipolisis dijaringan
lemak serta glikogenolisis dan proteolisis diotot, gliserol, hasil lipolisis, serta asam amino
merupakan ban baku glukogenesis.
Epinefrin juga meningkatkan glukoneogenesis diginjal yang pada keadaan tertentu
merupakan 25% produksi glukosa tubuh. Pada keadaan hihipoglikemia berat, walaupun kecil
hati juga menunjukkan kemampuan otoregulasi.
Kortisol dan growth hormoneberperan pada keadaan hipoglikemia yang berlangsung
lama, dengan cara melawan kerja insulin dijaringan perifer serta meningkatkan
glukoneogenesis. Defisiensi growth hormone dan kortisol pada individu menimbulkan
hipoglikemia yang ringan.
Bila sekresi glukagon dihambat secara farmakologis, pemulihan kadar glukosa setelah
hipoglikemia yang di induksi insulin berkurang sekitar 40%. Bila sekresi glukagon dan
epinefrin dihambat sekaligus pemulihan glukosa tidak terjadi. Sel pancreas terhadap
hipoglikemia adalah dengan menghambat sekresi insulin dan turunnya kadar insulin didalam
sel berperan dalam sekresi glikagon oleh sel .

2.7 Keluhan dan Gejala Hipoglikemia


Faktor utama mengapa hipoglikemia menjadi penting dalam pengelolaan diabetes
adalah ketergantungan jaringan saraf terhadap asupan glukosa yang terus-menerus. Gangguan
asupan glukosa yang berlangsung beberapa menit menyebabkan gangguan sistem saraf,
dengan gejala gangguan kognisi , bingung dan koma. Seperti jaringan yang lain, jaringan
saraf dapat memanfaatkan sumber energy alternative yaitu keton dan laktat. Pada
hipoglikemia yang disebabkan insulin, konsentrasi keton di plasma tertekan dan mungkin
tidak mencapai kadar yang cukup di SSP, sehingga tidak dapat dipakai sebagai sumber energi
alternative.

Pada individu yang mengalami hipoglikemia, responfisiologi terhadap glukosa darah


tidak hanya membatasi makin parahnya metabolisme glukosa, tetapi juga menghasilkan
berbagai keluhan dan gejala yang khas.

Pada pasien diabetes yang masih relative baru, keluhan dan gejala yang terkait dengan
system saraf otonom seperti palpitasi, tremor atau berkeringat yang lebih menonjol dan
biasanya mendahului keluhan dan gejala disfungsi serebral yang disebabkan oleh
neroglikopeni, seperti gangguan konsentrasi atau koma. Sakit kepala dan mual mungkin
bukan keluhan malaise yang khas. Pada pasien diabetes yang lama intensitas. Keluhan
otonomik cenderung berkurang atau menghilang. Hal tersebut menunjukkan kegagalan yang
progresif aktivasi system saraf otonomik.
Pada pasien dengan usia lanjut dan pasien yang mengalami hipoglikemia berulang,
respon sistem saraf otonom dapat berkurang sehingga pasien yang mengalami hipoglikemia
tidak menyadari kalau kadar gula darahnya rendah (hypoglycemia unawarness). Kejadian ini
dapat memperberat akibat dari hipoglikemia karena penderita terlambat untuk mengkonsumsi
glukosa untuk meningkatkan kadar gula darahnya.
Kadar Gula Darah
79,2 mg/dl
70,2 mg/dl
59,4 mg/dl
50,4 mg/dl
39,6 mg/dl

Gejala Neurogenik
Gemetar, goyah,gelisah
Gugup,berdebar-debar
Berkeringat
Mulut kering, rasa kelaparan
Pucat, midriasis

Gejala Neuroglikopenik
Irritabilita, kebingungan
Sulit berfikir,sulit berbicara
Ataxia, paresthesia
Sakit kepala,stupor
Kejang, koma , kematian

2.8 Pemeriksaan penunjang


Kadar glukosa darah (GD), tes fungsi ginjal, tes fungsi hati, C-peptide

2.9 Terapi
1. Stadium permulaan (sadar)
- Berikan gula murni 30 gram (2 sendok makan) atau sirop / permen gula murni
(bukan pemanis pengganti gula atau gula diet / gula diabetes) dan makanan
yang mengandung karbohidrat.
- Hentikan obat hipoglikemik sementara.
- Pantau glukosa darah sewaktu tiap 1-2 jam
- Pertahankan GD sekitar 200 mg/dL (bila sebelumnya tidak sadar)
- Cari penyebabnya
2. Stadium lanjut (koma hipoglikemia atau tidak sadar + curiga hipoglikemia)
- Diberikan larutan Dekstrosa 40% sebanyak 2 flakon (=50 mL) bolus intravena
- Diberikan cairan dekstrosa 10% per infus, 6 jam per kolf
- Periksa GD sewaktu (GDs), kalau memungkinkan dengan glukometer
Bila GDs <50 mg/dL +bolus dekstrosa 40% 50 ml IV
Bila GDs <100 mg/dL+bolus Dekstrosa 40% 25 ml IV
- Periksa GDs setiap 1 jam setelah pemberian Dekstrosa40%
Bila GDs <50 mg/dl +bolus Dekstrosa 40% 50 ml IV
Bila GDs <100 mg/dL+bolus Dekstrosa 40% 25 ml IV
Bila GDs 100-200 mg/dl tanpa bolus dekstrosa 40%
Bila GDs >200 mg/dl pertimbangkan menurunkan kecepatan drip
Dextrosa 10%
- Bila GDs >100% mg/dL sebanyak 3x berturut-turut, pemantauan GDs setiap 2
jam, dengan protokol sesuai diatas. Bila GDs >200mg/dL pertimbangkan
mengganti infus dengan dekstrosa 5% atau NaCl 0,9%
- Bila GDs >100 mg/dL sebanyak 3x berturut-turut, pemantauan GDs setiap 4
jam, dengan protokol sesuai di atas. Bila GDs >200 mg/dL pertimbangkan
mengganti infus dengan Dekstrosa 5% atau NaCl 0,9%
- Bila GDs >100 mg/dL sebanyak 3x berturut-turut, sliding scale setiap 6 jam :
GDmg/Dl
<200
200-250
250-300
300-350
>350
-

RI (Unit, Subkutan)
0
5
10
15
20

Bila hipoglikemia belum teratasi, pertimbangkan pemberian antagonis insulin,


seperti :adrenalin, kortison dosis tinggi, atau glukosa 0,5 mg IV/IM (bila
penyebabnya insulin)
- Bila pasien belum sadar, GDs sekitar 200 mg/dL : hidrokortison 100 mg per 4
jam selama 12 jam atau Deksametason 10 mg IV bolus dilanjutkan 2 mg
setiap 6 jam dan Manitol 1,5-2 g/KgBB IV setiap 6-8 jam. Dicari penyebab
lain kesadaran menurun.
3. Glukosa oral

Sedudah diagnose hipoglikemia ditegakkan dengan pemeriksaan glukosa


darah kapiler, 10-20 g glukosa oral harus segera diberikan. Idealnya dalam bentuk
tablet, jelly atau 150-200 ml minuman yan mengandung glukosa seperti jus buah
segar dan non diet cola. Sebaiknya coklat manis tidak diberikan karena lemak dalam
coklat dapat menghambat absorbsi glukosa. Bila belum ada jadwal makan dalam 1-2
jam perlu diberikan tambhan 10-20 g karbohidrat kompleks.
4. Glukagon intravena
Glukosa intravena harus diberikan dengan hati-hati. Pemberian glukosa
dengan konsentrasi 50% terlalu toksik untuk jaringan dan 75-100 ml glukosa 20%
atau 150-200ml glukosa 10% di anggap lebih aman. Ekstravasi glukosa 50% dapat
menimbulkan nekrosis yang memerlukan amputasi.
5. Glukagon intramuskular
Glukagon 1 mg intramuskular dapat diberikan oleh tenaga non profesional
yang terlatih dan hasilnya akan tampak dalam 10 menit. Kecepatan kerja glukagon
tersebut sama dengan pemberian glukosa intravena. Bila pasien sudah sadar
pemberian glukagon harus diikuti dengan pemberian glukosa oral 20g dan dilanjutkan
dengan pemberian 40g karbohidrat dalam bentuk tepung untuk mempertahankan
pemulihan. Pada keadaan puasa yang panjang atau hipoglikemia yang induksi
alkohol, pemberian glukagon mungkin tidak efektif. Efektifitas glukagon tergantung
dari stimulasi glikogenolisis yang terjadi.
2.10 Komplikasi
Kerusakan Otak, Koma, Kematian

2.11 Prognosa
Dubia

BAB III
KASUS

1. Identitas Pasien
Nama
Umur
Jenia kelamin
Alamat
No MR
Pekerjaan
Tanggal masuk
Ruangan

: Ny. U
: 73 tahun
: perempuan
:Aro
: 108336
: pedagang
:28 juni 2015
: Flamboyan 1

2. Anamnesa
a. Keluhan Utama : pasien tidak sadar kan diri sejak 1 jam yang lalu
b. Riwayat penyakit sekarang:
- Pasien tidak sadarkan diri sejak 1 jam yang lalu dalam keadaan
berkeringat yang banyak
- Penglihatan agak sedikit kabur
- Nafsu makan menurun
- Mual, muntah (-)
- Sakit kepala (-)
- BAB dan BAK biasa
- Pasien minum obat DM dan OAT malamnya sebelum tidur tanpa ada
makan sebelumnya
- Kaki kesemutan
c. Riwayat penyakit dahulu
- Riwayat DM setahun ini (terkontrol)
- Minum OAT sebulan ini
d. Riwayat pengobatan
- Pengobatan DM teratur dan Minum OAT sebulan ini
e. Riwayat penyakit keluarga
- Tidak ada keluaraga menderita penyakit seperti ini
f. Riwayat psikososial
- Pasien merupakan keluarga menengah
- Pasien merupakan seorang pedangang

3. Pemeriksaan Fisik
1) Vital Sign
- Keadaan umum
- Kesadaran
- Tekanan darah
- Nadi
- Nafas
- Suhu

: sakit sedang
: CMC
: 160/80 mmHg
: 80x/i
: 20x/i
: 36,5oC

2) Pemeriksaan Fisik
- Kepala
: bentuk bulat, ukuran normocephal, rambut tidak
mudah dicabut
- Mata
: konjungtiva anemis +/+, sklera tidak ikterik, pupil
isokor diameter 3mm, reflek cahaya positif
- Telinga
:bentuk dan ukuran dalam batas normal
- Hidung
: bentuk dan ukuran dalam batas normal
- Mulut
: bibir sedikit kering, lidah tidak kotor
- Tenggorokan : faring tidak hiperemis, tonsil T1-T1
- Leher
: JVP 5-2cmH2O, Tidak ada pembesaran KGB
-

Paru
I : simetris pada keadaan statis dan dinamis
P : fremitus paru kiri dan kanan sama, ekspansi tidak ada gerakan paru
yang tertinggal
P : sonor dikedua lapangan paru
A : suara nafas vesikular, ronkhi +/+ , whezing -/-

Jantung dan pembuluh darah


I : iktus kordis tidak terlihat
P : iktus kordis tidak teraba
P : batas jantung kanan RIC 4 linea sternalis dextra
batas jantung kiri RIC 5 linea midclavicularis sinistra
batas jantung atas RIC 2 linea sternalis sinistra
batas pinggang jantung RIC 3 line parasternalis sinistra
A : Irama reguler, bising (-), murmur (-), gallop (-)

Abdomen
I : perut tidak membuncit, striae (-), spider navi (-)
P : Nyeri tekan (-), nyeri lepas (-), hepatomegali (-), splenomegali (-),
bimanual (-), ballotement (-), CVA (-)
P : Timpani
A : Bising usus normal
Ekstremitas : edema (-), akral dingin, tremor (-)

4. Pemeriksaan penunjang
- Hb
: 9,9 g/dl
- HCT
: 29,9 %
- WBC
: 9120/l
- PLT
: 392000/l
- Ureum
: 27,8 mg/dl
- Kreatinin : 0,84 mg/dl
- Ad random : 65 mg/dl
5. Pemeriksaan penunjang anjuran
- Cek GDP dan GD2PP
- Rontgen thorax
6. Diagnosa kerja
- Hipoglikemia e.c low intake pada pasien DM tipe 2

7. Diagnosa sekunder
- TB
8. Diagnosa banding
Hipoglikemia karena :
-

Obat
Sering : insulin, sulfonylurea, alcohol
Kadang : kinin, pentamidine
Jarang : salisilat, sulfonamide
Penyakit : gagal hati, gagal ginjal, gagal jantung, sepsis
Defisiensi endokrin : kortisol, glikagon, epinefrin
Hiperinsulinisme endogen : insulinoma, autoimun , sekresi insulin
etopik

9. Therapi
IVFD D10 12 jam/ kolf
OAT lanjutkan

10. Follow up
Hari/ tanggl
Subject
Senin, 29 juni Sesak nafas (-)
Batuk (+)
2015
Nafsu makan menurun
Mual(-)
Muntah(-)
Nyeri ulu hati (-)
Demam (-)
Edema extremitas (-)
Selasa,30
2015

juni Tidak ada keluhan

Object
Ku : sakit
sedang
Kes : CMC
TD : 110/70
Nadi :72x/i
Nafas :18x/i
Suhu : 36,6oC
Ronkhi : -/-,
wh -/Ku
:sakit
sedang
Kes :CMC
TD : 140/80
Nadi : 70x/i
Nafas : 17x/i
Suhu : 36,2oC

Assesment
Hipoglike
mia ec low
intake
pada
pasien DM

Anjuran
Istirahat, OAT
dilanjutkan, cek
GDR/4
jam
>200
beri
glimepirid
1x1mg
IVFD D10% 12
jam/kolf

Hipoglike
mia ec low
intake
pada
pasien DM

Istirahat, OAT
lanjutkan,
glimepirid
1x2mg,
Pasien
dianjurkan

Ronkhi -/Whezing -/-

konsul paru dan


boleh pulang

BAB IV
PEMBAHASAN KASUS

Seorang pasien perempuan datang ke bangsal interna wanita RSUD Solok dengan
keluhan Pasien tidak sadarkan diri sejak 1 jam yang lalu dalam keadaan berkeringat yang
banyak, Penglihatan agak sedikit kabur, kaki kesemutan, Nafsu makan menurun, Mual,
muntah (-), Sakit kepala (-), BAB dan BAK biasa, pasien minum obat DM dan OAT
malamnya sebelum tidur tanpa ada makan sebelumnya, pasien pernah mempunyai Riwayat
DM setahun ini dan terkontrol dan pasien Minum OAT sebulan ini.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan Keadaan umum sakit sedang, Kesadaran CMC,
Tekanan darah 160/80 mmHg, Nadi 80x/i, Nafas 20x/i, Suhu 36,5oC, Juga didapatkan
konjungtiva anemis, pada pemeriksaan fisik paru suara nafas vesikular, pada pemeriksaan
fisik Jantung terdengar bunyi jantung reguler, pada pemeriksaan abdomen bising usus
normal. Dari pemeriksaan penunjang laboratorium didapatkan Hb 9,9 g/dl, HCT 29,9 %,

WBC :9120/l, PLT : 392000/l, Ureum : 27,8 mg/dl, Kreatinin : 0,84 mg/dl, Ad random : 65
mg/dl.

BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Hipoglikemia adalah kadar glukosa darah <60 mg/dL, atau kadar glukosa darah <80
mg/ dL dengan gejala klinis Hipoglikemia pada DM terjadi karena Kelebihan obat / dosis
obat terutama insulin, atau obat hipoglikemik oral, Kebutuhan tubuh akan insulin yang
relatif menurun gagal ginjal kronik, pasca persalinan, Asupan makanan tidak adekuat
jumlah kalori atau waktu makantidak tepat serta Kegiatan jasmani berlebihan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Guyton and Hall. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. 2008. Jakarta : Penerbit
Buku kedokteran EGC
2. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. 2010. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam jilid III, Edisi V. Jakarta :Interne Publishing
3. Dorland, 1998.Kamus Saku Kedokteran Dorland. Jakarta EGC
4. Robbins, Kumar., Cotran. Buku Ajar Patologi.Edisi 7. Volume 2. Jakarta Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
5. Iswanto, J.2012. hipoglikemia.http://www.sumbarsehat.com/2012/07/hipoglikemia.html
6. http://medicastore.com/penyakit /315/hipoglikemia_kadar_gula_darah_rendah.htm

Anda mungkin juga menyukai