Anda di halaman 1dari 52

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hipertensi mengenai lebih dari 20% populasi dan merupakan faktor risiko
utama banyak penyakit kardiovaskular. Hipertensi didefinisikan sebagai keadaan
tekanan sistolik yang terus-menerus >140 mmHg dan/atau tekanan diastolik yang
>90 mmHg. Faktor risikonya meliputi ras (keturunan Afrika > Kaukasia > Asian),
obesitas, diabetes, usia lanjut, penggunaan pil KB, riwayat keluarga, konsumsi
alkohol yang berlebihan dan merokok. Hipertensi memiliki beberapa stadium
berdasarkan JNC VII.
Sampai saat ini hipertensi masih tetap menjadi masalah karena beberapa hal,
antara lain meningkatnya prevalensi hipertensi, masih banyaknya pasien
hipertensi yang belum mendapat pengobatan maupun yang sudah diobati tetapi
tekanan darahnya belum mencapai target, serta adanya penyakit penyerta dan
komplikasi yang dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas. Penyakit
penyerta sistemik dapat berupa aterosklerosis, diabetes melitus, dan gangguan
fungsi ginjal.
Krisis hipertensi merupakan suatu keadaan klinis yang ditandai oleh
tekanan darah yang sangat tinggi dengan kemungkinan akan timbulnya atau telah
terjadi kelainan organ target. Pada umumnya krisis hipertensi terjadi pada pasien
hipertensi yang tidak atau lalai memakan obat antihipertensi.
1.2 Tujuan Penulisan
1.2.1 Tujuan Umum
Mengetahui dan memahami tentang krisis hipertensi dan Infeksi
1.2.2

Saluran Kemih (ISK) .


Tujuan Khusus
1. Mengetahui dan memahami tentang definisi, etiologi, klasifikasi,
patogenesa, diagnosa, dan penatalaksanaan hipertensi.
2. Mengetahui dan memahami tentang definisi, etiologi, diagnosa,
dan penatalaksanaan krisis hipertensi.
3. Mengetahui dan memahami tentang definisi, etiologi, klasifikasi,
diagnosa, dan penatalaksanaan Infeksi Saluran Kemih (ISK).

1.3 Manfaat Penulisan


1. Sebagai sumber media informasi mengenai hipertensi, krisis hipertensi,
dan Infeksi Saluran Kemih (ISK).
2. Sebagai laporan kasus yang menyajikan analisis kasus tentang krisis
hipertensi dengan Infeksi Saluran Kemih (ISK).
3. Untuk memenuhi tugas case report session kepaniteraan klinik senior di
Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD Solok 2016.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi

Hipertensi didefinisikan sebagai peningakatan tekanan darah sistolik


sedikitnya 140 mmHg atau tekanan diastolik sedikitnya 90 mmHg menurut JNC
VII.
2.2 Fisiologi Regulasi Tekanan Darah
Tekanan darah ditentukan oleh 2 faktor utama, yaitu curah jantung
(cardiac output) dan resistensi vascular perifer (peripheral vascular resistance).
Curah jantung merupakan hasil kali antara frekuensi denyut jantung dengan isi
sekuncup (stroke volume), sedangkan isi sekuncup ditentukan oleh aliran balik
vena (venous return) dan kekuatan kontraksi miokard. Resistensi perifer
ditentukan oleh tonus otot polos pembuluh darah, elastisitas pembuluh darah dan
viskositas darah. Semua parameter tersebut dapat dipengaruhi oleh beberapa
faktor, antara lain: system saraf simpatis dan parasimpatis, system renninangiotensin- aldosteron (SRAA) dan faktor local berupa bahan-bahan vasoaktif
yang diproduksi oleh sel endotel pembuluh darah.
Sistem saraf simpatis bersifat presif yaitu meningkatkan tekanan darah
dengan meningkatkan frekuensi denyut jantung, memperkuat kontraktilitas
miokard, dan meningkatkan resistensi pembuluh darah. Sistem parasimpatis justru
kebalikannya yaitu bersifat defresif. Apabila terangsang, maka akan menurunkan
tekanan darah karena menurunkan frekuensi denyut jantung. SRAA juga bersifat
presif karena

dapat memicu pengeluaran angiotensin II yang memiliki efek

vasokonstriksi pembuluh darah dan aldosteron yang menyebabkan retensi air dan
natrum di ginjal sehingga meningkatkan volume darah.
Sel endotel pembuluh darah juga memegang peranan penting dalam
terjadinya hipertensi. Sel endotel pembuluh darah memproduksi berbagai bahan
vasoaktif yang sebagiannya bersifat vasokonstriktor seperti endotelin, tromboksan
A2 dan angiotensin II local. Sebagian lagi bersifat vasodilator seperti
endothelium-derived relaxing factor (EDRF), yang dikenal juga sebagai nitrit
oxide (NO) dan prostasiklin (PGI2). Selain itu jantung terutama atrium kanan
memproduksi hormone yang disebut atriopeptin (atrial natriuretic peptide, ANP)
yang cenderung bersifat diuretic, natriuretik dan vasodilator yang cenderung
menurunkan tekanan darah.

Gambar 2.1. regulasi tekanan darah

2.3 Sistem Renin Angiotensin Aldosteron

Gambar 2.2. Sistem Renin Angiotensin-Aldosteron system


Peranan renin-angiotensin sangat penting pada hipertensi renal atau yang
disebabkan karena gangguan pada ginjal. Apabila bila terjadi gangguan aliran
sirkulasi darah pada ginjal, maka ginjal akan banyak mensekresikan sejumlah
besar renin. Menurut Guyton dan Hall (1997), renin adalah enzim dengan protein
kecil yang dilepaskan oleh ginjal bila tekanan arteri turun sangat rendah. Menurut
Klabunde (2007) pengeluaran renin dapat disebabkan aktivasi saraf simpatis
(pengaktifannya melalui 1-adrenoceptor), penurunan tekanan arteri ginjal
(disebabkan oleh penurunan tekanan sistemik atau stenosis arteri ginjal), dan
penurunan asupan garam ke tubulus distal.
Renin bekerja secara enzimatik pada protein plasma lain, yaitu
angiotensinogen untuk melepaskan angiotensin I. Angiotensin I memiliki sifat
vasokonstriktor yang ringan, selanjutnya akan diaktifkan angiotensin II oleh suatu
enzim, yaitu enzim pengubah, yang terdapat di endotelium pembuluh paru yang
disebut Angiotensin Converting Enzyme (ACE). Angiotensin II adalah
vasokonstriktor yang sangat kuat, dan memiliki efek-efek lain yang juga
mempengaruhi sirkulasi. Angiotensin II menetap dalam darah hanya selama 1 atau
2 menit karena angiotensin II secara cepat akan diinaktivasi oleh berbagai enzim
darah dan jaringan yang secara bersama-sama disebut angiotensinase Selama

angiotensin II ada dalam darah, maka angiotensin II mempunyai dua pengaruh


utama yang dapat meningkatkan tekanan arteri. Pengaruh yang pertama, yaitu
vasokontriksi, timbul dengan cepat. Vasokonstriksi terjadi terutama pada arteriol
dan sedikit lebih lemah pada vena. Konstriksi pada arteriol akan meningkatkan
tahanan perifer, akibatnya akan meningkatkan tekanan arteri. Konstriksi ringan
pada vena-vena juga akan meningkatkan aliran balik darah vena ke jantung,
sehingga membantu pompa jantung untuk melawan kenaikan tekanan.
Cara utama kedua dimana angiotensin meningkatkan tekanan arteri adalah
dengan bekerja pada ginjal untuk menurunkan eksresi garam dan air. Ketika
tekanan darah atau volume darah dalam arteriola eferen turun ( kadang-kadang
sebagai akibat dari penurunan asupan garam), enzim renin mengawali reaksi
kimia yang mengubah protein plasma yang disebut angiotensinogen menjadi
peptida yang disebut angiotensin II. Angiotensin II berfungsi sebagai hormon
yang meningkatkan tekanan darah dan volume darah dalam beberapa cara.
Sebagai contoh, angiotensin II menaikan tekanan dengan cara menyempitkan
arteriola, menurunkan aliran darah ke banyak kapiler, termasuk kapiler ginjal.
Angiotensin II merangsang tubula proksimal nefron untuk menyerap kembali
NaCl dan air. Hal tersebut akan jumlah mengurangi garam dan air yang
diekskresikan dalam urin dan akibatnya adalah peningkatan volume darah dan
tekanan darah. Pengaruh lain angiotensin II adalah perangsangan kelenjar adrenal,
yaitu organ yang terletak diatas ginjal, yang membebaskan hormon aldosteron.
Hormon aldosteron bekerja pada tubula distal nefron, yang membuat tubula
tersebut menyerap kembali lebih banyak ion natrium (Na+) dan air, serta
meningkatkan volume dan tekanan darah. Hal tersebut akan memperlambat
kenaikan voume cairan ekstraseluler yang kemudian meningkatkan tekanan arteri
selama berjam-jam dan berhari-hari. Efek jangka panjang ini bekerja melalui
mekanisme volume cairan ekstraseluler, bahkan lebih kuat daripada mekanisme
vasokonstriksi akut yang akhirnya mengembalikan tekanan arteri ke nilai normal.

2.4 Epidemiologi

Data epidemiologi menunjukkan bahwa dengan meningkatnya populasi


usia lanjut maka jumlah pasien dengan hipertensi kemungkinan besar juga
bertambah, di mana baik hipertensi sistolik maupun kombinasi hipertensi sistolik
dan diastolik sering timbul pada lebih dari separuh orang yang berusia > 65 tahun.
Selain itu, laju pengendalian tekanan darah yang dahulu terus meningkat dalam
dekade terakhir tidak menunjukkan kemajuan lagi (pola kurva mendatar) dan
pengendalian tekanan darah ini hanya mencapai 34% dari seluruh pasien
hipertensi.
Sampai saat ini, data hipertensi yang lengkap sebagian besar berasal dari
negara maju. Data dari The National Health and Nutrition Examination Survey
(NHNES) menunjukkan bahwa dari tahun ke 1999-2000, insiden hipertensi pada
orang dewasa adalah sekitar 29-31% yang berarti terdapat 58-65 juta orang
hipertensi di Amerika dan terjadi peningkatan 15 juta dari data NHNES III tahun
1988-1991. Hipertensi esensial sendiri merupakan 95% dari seluruh kasus
hipertensi.
2.5 Kriteria
Berdasarkan penyebabnya hipertensi dapat diklasifikasikan menjadi
hipertensi esensial/ primer dan hipertensi sekunder. Hipertensi esensial/primer
adalah hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya disebut sebagai hipertensi
esensial. Sedangkan hipertensi sekunder adalah hipertensi yang terjadi karena ada
suatu penyakit yang melatarbelakanginya.
Menurut The Seventh of The Joint National Committee on Prevention,
Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC 7) klasifikasi
tekanan darah pada orang dewasa terbagi menjadi kelompok normal,
prehipertensi, hipertensi derajat 1, dan hipertensi derajat 2.

Tabel 2.1. Klasifikasi Tekanan Darah menurut JNC 7


Klasifikasi

Klasifikasi Tekanan Darah menurut JNC 7


TDS (mmHg)
TDD (mmHg)

Tekanan Darah
Normal
Prehipertensi
Hipertensi derajat 1

< 120
120-139
140-159

Dan
Atau
Atau

< 80
80-90
90-99
7

Hipertensi derajat 2

160

Atau

100

Pasien dengan prehipertensi berisiko mengalami peningkatan tekanan


darah menjadi hipertensi, yang tekanan darahnya 130-139/80-89 mmHg
sepanjang hidupnya memiliki 2 kali risiko menjadi hipertensi dan mengalami
penyakit kardiovaskuler daripada yang tekanan darahnya lebih rendah.
Pada orang yang berumur lebih dari 50 tahun, tekanan darah sistolik > 140
mmHg merupakan faktor risiko yang lebih penting untuk terjadinya penyakit
kardiovaskuler daripada tekanan darah diastolik.

Risiko penyakit kardiovaskuler dimulai pada tekanan darah 115/75

mmHg, meningkat 2 kali dengan tiap kenaikan 20/10 mmHg.


Risiko penyakit kardiovaskuler bersifat kontinyu, konsisten, dan
independen dari faktor risiko lainnya.

2.6 Klasifikasi
2.6.1 Berdasarkan Etiologi
Hipertensi berdasarkan etiologi / penyebabnya dibagi menjadi 2 :

Hipertensi Primer atau Esensial


Hipertensi primer atau yang disebut juga hipertensi esensial
atau

idiopatik adalah

hipertensi

yang

tidak

diketahui

etiologinya/penyebabnya. 90% dari semua penyakit hipertensi

merupakan penyakit hipertensi esensial.


Hipertensi Sekunder
Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang terjadi sebagai
akibat suatu penyakit, kondisi dan kebiasaan. Karena itu
umumnya hipertensi ini sudah diketahui penyebabnya. Terdapat
10% orang menderita apa yang dinamakan hipertensi sekunder.
Skitar 5-10% penderita hipertensi penyebabnya adalah penyakit
ginjal (stenoisarteri renalis, pielonefritis, glomerulonefritis,
tumor ginjal), sekitar 1-2% adalah penyakit kelaian hormonal
(hiperaldosteronisme, sindroma cushing) dan sisanya akibat
pemakaian obat tertentu (steroid, pil KB).

2.7 Faktor risiko

a. Faktor Genetika (Riwayat keluarga)


Hipertensi merupakan suatu kondisi yang bersifat menurun dalam suatu
keluarga. Anak dengan orang tua hipertensi memiliki kemungkinan dua kali
lebih besar untuk menderita hipertensi daripada anak dengan orang tua yang
tekanan darahnya normal.
b. Ras
Orang orang yang hidup di masyarakat barat mengalami hipertensi secara
merata yang lebih tinggi dari pada orang berkulit putih. Hal ini kemungkinan
disebabkan karena tubuh mereka mengolah garam secara berbeda.
c. Usia
Hipertensi lebih umum terjadi berkaitan dengan usia, Khususnya pada
masyarakat yang banyak mengkonsumsi garam. Wanita pre menopause
cenderung memiliki tekanan darah yang lebih tinggi daripada pria pada usia yang
sama, meskipun perbedaan diantara jenis kelamin kurang tampak setelah usia 50
tahun. Penyebabnya, sebelum menopause, wanita relatif terlindungi dari
penyakit jantung oleh hormon estrogen. Kadar estrogen menurun setelah
menopause dan wanita mulai menyamai pria dalam hal penyakit jantung
d. Jenis kelamin
Pria lebih banyak mengalami kemungkinan menderita hipertensi dari pada
wanita. Hipertensi berdasarkan jenis kelamin ini dapat pula dipengaruhi oleh
faktor psikologis. Pada pria seringkali dipicu oleh perilaku tidak sehat (merokok,
kelebihan berat badan), depresi dan rendahnya status pekerjaan. Sedangkan pada
wanita lebih berhubungan dengan pekerjaan yang mempengaruhi faktor psikiskuat
e. Stress psikis
Stress meningkatkan aktivitas saraf simpatis, peningkatan ini
mempengaruhi

meningkatnya

tekanan

darah

secara

bertahap.

Apabila

stress berkepanjangan dapat berakibat tekanan darah menjadi tetap tinggi. Secara
fisiologis apabila seseorang stress maka kelenjer pituitary otak akan menstimulus
kelenjer endokrin untuk mengahasilkan hormon adrenalin dan hidrokortison
kedalam darah sebagai bagian homeostasis tubuh. Penelitian di AS menemukan
enam penyebab utama kematian karena stress adalah PJK, kanker, paru-paru,
kecelakan, pengerasan hati dan bunuh diri.
f. Obesitas
Pada orang yang obesitas terjadi peningkatan kerja pada jantung
untuk memompa darah agar dapat menggerakan beban berlebih dari tubuh

tersebut. Berat badan yang berlebihan menyebabkan bertambahnya volume darah


dan perluasan sistem sirkulasi. Bila bobot ekstra dihilangkan, TD dapat turun
lebih kurang 0,7/1,5 mmHg setiap kg penurunan berat badan. Mereduksi berat
badan hingga 5-10% dari bobot total tubuh dapat menurunkan resiko
kardiovaskular secara signifikan.
g. Asupan garam Na
Ion natrium mengakibatkan retensi air, sehingga volume darah
bertambahdan menyebabkan daya tahan pembuluh meningkat. Juga memperkuat
efek vasokonstriksi noradrenalin. Secara statistika, ternyata bahwa pada
kelompok penduduk yang mengkonsumsi terlalu banyak garam terdapat lebih
banyak hipertensi daripada orang-orang yang memakan hanya sedikit garam.
h. Rokok
Nikotin dalam tembakau adalah penyebab tekanan darah meningkat. Hal
ini karena nikotin terserap oleh pembuluh darah yang kecil dalam paru paru dan
disebarkan keseluruh aliran darah. Hanya dibutuhkan waktu 10 detik bagi nikotin
untuk sampai ke otak. Otak bereaksi terhadap nikotin dengan memberikan sinyal
kepada kelenjer adrenal untuk melepaskan efinephrine (adrenalin). Hormon yang
sangat kuat ini menyempitkan pembuluh darah, sehingga memaksa jantung
untuk memompa lebih keras dibawah tekanan yang lebih tinggi.
i. Konsumsi alcohol
Alkohol memiliki pengaruh terhadap tekanan darah, dan secara
keseluruhan semakin banyak alkohol yang di minum semakin tinggi tekanan
darah. Tapi pada orang yang tidak meminum minuman keras memiliki tekanan
darah yang agak lebih tinggi dari pada yang meminum dengan jumlah yang
sedikit.
2.8.
Patofisiologi
2.8.1. Hipertensi primer
Beberapa teori patognesis hipertensi primer meliputi :

Aktivitas yang berlebihan dari sistem saraf simpatik


Aktivitas yang berlebihan dari sistem RAA
Retensi Na dan air oleh ginjal
Inhibisi hormonal pada transport Na dan K melewati dinding sel pada

ginjal dan pembuluh darah


Interaksi kompleks yang melibatkan resistensi insulin dan fungsi endotel

10

Sebab sebab yang mendasari hipertensi esensial masih belum


diketahui. Namun sebagian besar disebabkan oleh resistensi yang semakin
tinggi (kekakuan atau kekurangan elastisitas) pada arteri arteri yang kecil
yang paling jauh dari jantung (arteri periferal atau arterioles), hal ini seringkali
berkaitan dengan faktor-faktor genetik, obesitas, kurang olahraga, asupan
garam berlebih, bertambahnya usia, dll.4
2.8.2

Hipertensi Sekunder
Hipertensi sekunder disebabkan oleh suatu proses penyakit sistemik yang

meningkatkan tahanan pembuluh darah perifer atau cardiac output, contohnya


adalah

renal

vaskular

atau

parenchymal

disease,

adrenocortical

tumor,feokromositoma dan obat-obatan. Bila penyebabnya diketahui dan dapat


disembuhkan sebelum terjadi perubahan struktural yang menetap, tekanan darah
dapat kembali normal.
2.9.

Manifestasi Klinis
Pada sebagian besar penderita, hipertensi tidak menimbulkan gejala

walaupun secara tidak sengaja beberapa gejala terjadi bersamaan dan dipercaya
berhubungan dengan tekanan darah tinggi. Gejala yang dimaksud adalah sakit
kepala, perdarahan dari hidung, pusing, wajah kemerahan, dan kelelahan yang
bisa saja terjadi baik pada penderita hipertensi maupun pada seseorang dengan
tekanan darah yang normal.
Jika hipertensinya berat atau menahun dan tidak diobati, bisa timbul gejala
berikut:

Sakit kepala

Kelelahan

Mual-muntah

Sesak napas

Gelisah

Pandangan menjadi kabur yang terjadi karena adanya kerusakan pada otak,
mata, jantung, dan ginjal

Kadang penderita hipertensi berat mengalami penurunan kesadaran dan


bahkan koma karena terjadi pembengkakan otak disebut ensefalopati
hipertensif yang memerlukan penanganan segera
11

2.10. Diagnosis
1. Anamnesis
Anamnesis yang perlu ditanyakan kepada seorang penderita hipertensi
meliputi:
a. Lama menderita hipertensi dan derajat tekanan darah
b. Indikasi adanya hipertensi sekunder
Keluarga dengan riwayat penyakit ginjal (ginjal polikistik)
Adanya penyakit ginjal, infeksi saluran kemih hematuri, pemakaian

oba-obatan analgesic dan obat/ bahan lain.


Episode
berkeringat,
sakit
kepala,

kecemasan

palpitasi

(feokromositoma).
c. Faktor-faktor resiko (riwayat hipertensi/ kardiovaskular pada pasien atau
keluarga pasien, riwayat hiperlipidemia, riwayat diabetes mellitus,
kebiasaan merokok, pola makan, kegemukan, insentitas olahraga)
d. Gejala kerusakan organ
Otak dan mata: sakit kepala, vertigo, gangguan penglihatan, transient
ischemic attacks, defisit neurologis
Jantung: Palpitasi,nyeri dada, sesak, bengkak di kaki
Ginjal: Poliuria, nokturia, hematuria
e. Riwayat pengobatan antihipertensi sebelumnya
2. Pemeriksaan Fisik
a. Memeriksa tekanan darah

Pengukuran rutin di kamar periksa


- Pasien diminta duduk dikursi setelah beristirahat selam 5
-

menit, kaki di lantai dan lengan setinggi jantung


Pemilihan manset sesuai ukuran lengan pasien (dewasa:

panjang 12-13, lebar 35 cm)


Stetoskop diletakkan di tempat yang tepat (fossa cubiti

tepat diatas arteri brachialis)


Lakukan penngukuran sistolik dan diastolic dengan

menggunakan suara Korotkoff fase I dan V


Pengukuran dilakukan 2x dengan jarak 1-5 menit, boleh
diulang kalau pemeriksaan pertama dan kedua bedanya

terlalu jauh.
Pengukuran 24 jam (Ambulatory Blood Pressure Monitoring-ABPM)
- Hipertensi borderline atau yang bersifat episodic
- Hipertensi office atau white coat
- Hipertensi sekunder
- Sebagai pedoman dalam pemilihan jenis obat antihipertensi
12

Gejala hipotensi yang berhubungan dengan pengobatan

antihipertensi
Pengukuran sendiri oleh pasien
b. Evaluasi penyakit penyerta

kerusakan

organ

target

serta

kemungkinan hipertensi sekunder


Umumnya untuk penegakkan diagnosis hipertensi diperlukan
pengukuran tekanan darah minimal 2 kali dengan jarak 1 minggu bila
tekanan darah < 160/100 mmHg.
3. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang pasien hipertensi terdiri dari:
Tes darah rutin (hemoglobin, hematokrit, leukosit, trombosit)
Urinalisis terutama untuk deteksi adanya darah, protein, gula
Profil lipid (total kolesterol (kolesterol total serum, HDL serum, LDL

serum, trigliserida serum)


Elektrolit (kalium)
Fungsi ginjal (Ureum dan kreatinin)
Asam urat (serum)
Gula darah (sewaktu/ puasa dengan 2 jam PP)
Elektrokardiografi (EKG)
Beberapa anjuran test lainnya seperti:
Ekokardiografi jika diduga adanya kerusakan organ sasaran seperti

adanya LVH
Plasma rennin activity (PRA), aldosteron, katekolamin urin
Ultrasonografi pembuluh darah besar (karotis dan femoral)
Ultrasonografi ginjal jika diduga adanya kelainan ginjal
Pemeriksaaan neurologis untuk mengetahui kerusakan pada otak
Funduskopi untuk mengetahui kerusakan pada mata
Mikroalbuminuria atau perbandingan albumin/kreatinin urin
Foto thorax.

13

Gambar
kardiomegali

dengan

2.3.

hipertensi

pulmonal
2.11.

Tatalaksana
Tujuan pengobatan pasien hipertensi adalah:
1. Target tekanan darah < 140/90 mmHg, untuk individu berisiko tinggi
(diabetes, gagal ginjal proteinuria) < 130/80 mmHg
2. Penurunan morbiditas dan mortalitas kardiovaskuler
3. Menghambat laju penyakit ginjal proteinuria

Berikut ini merupakan bagan algoritma penanganan hipertensi menurut


JNC VII, 2003

14

15

Gambar 2.4. algoritma penanganan hipertensi menurut JNC VII


Algoritma penanganan hipertensi dimulai terlebih dahulu dengan
perubahan lifestyle atau gaya hidup. Perubahan lifestyle yang dapat menimbulkan
penurunan terhadap tekanan darah, antara lain
Tabel 2.2. Algoritma penanganan hipertensi dengan perubahan lifestyle
Modifikasi

Rekomendasi

Penurunan
Tekanan
Darah Sistolik
Menurunkan Berat Badan Mengendalikan
berat 5-20 mmHg/10 kg
badan sesuai dengan IMT
normal yaitu 18,5-24,9
kg/m2
Diet dengan mengadopsi Banyak mengkonsumsi 8-14 mmHg
diet DASH
buah,
sayuran
dan
makanan yang rendah
lemak
Menurunkan
asupan Pada
pasien
dengan 2-8 mmHg
garam
hipertensi dikenal 3 jenis
diet rendah garam, yaitu:
1. Diet Garam Rendah I
(200-400 mg Na)
Ditujukan
pada
pasien
dengan
asites/edema dan
hipertensi
berat.
Pada kondisi ini
tidak
diperkenankan
menambahkan
garam ke dalam
masakan
yang
dikonsumsi
dan
menghindari
makanan
yang
tinggi natrium.
2. Diet Garam Rendah II
(600-800 mg Na)
16

Diet ini diberikan


kepada
pasien
edema/asites,
dan
hipertensi yang tidak
terlalu
berat.
Dianjurkan
menghindari makanan
dengan
kandungan
natrium
tinggi.
Diperbolehkan
menggunakan garam
dalam
pemasakan
sebesar 0,5 sendok
teh(2g).
3. Diet Garam Rendah
III (1000-1200 mg
Na)
Diet ini diberikan
pada pasien dengan
edema atau hipertensi
ringan.
Pada
masakannya
boleh
ditambahkan garam
dapur sebanyak 1
sendok teh
(4g).
Namun
tetap
menghindari
jenis
makanan
yang
mengandung natrium
tinggi.
Latihan fisik
Tertutama
olahraga 4-9 mmHg
aerobic seperti jalan
cepat, berenang (minimal
30 menit)
Menurunkan konsumsi Tidak lebih dari 2 gelas/ 2-4 mmHg
alcohol berlebih
hari untuk pria dan tidak
lebih dari 1 gelas/hari
untuk wanita
Stop merokok
Apabila dengan perubahan lifestyle tidak tercapai target tekanan darah
yang diinginkan (tekanan darah < 140/90 mmHg pada pasien tanpa riwayat
diabetes/ penyakit ginjal kronis dan tekanan darah <130/80 mmHg pada seseorang
dengan diabetes/penyakit ginjal kronis), maka selanjutnya kita mulai terapi inisial
17

dengan

obat

anti

pengelompokkan

hipertensi
pasien

oral.

Untuk

berdasarkan

keperluan

pertimbangan

pengobatan,
khusus

ada

(special

consederations) yaitu kelompok indikasi yang memaksa (compelling indications)


dan keadaan khusus lainnya (special situations).

Indikasi yang memaksa meliputi:

Gagal jantung
Pasca infark miokardium
Risiko penyakit pembuluh darah koroner tinggi
Diabetes melitus
Penyakit ginjal kronis
Pencegahan stroke berulang
Keadaan khusus lainnya meliputi:

Populasi minoritas
Obesitas dan sindrom metabolik
Hipertrofi ventrikel kanan
Penyakit arteri perifer
Hipertensi pada usia lanjut
Hipotensi postural
Demensia
Hipertensi pada perempuan
Hipertesi pada anak dan dewasa muda
Hipertensi urgensi dan emergensi
Pada pasien hipertensi tanpa kondisi

medis

yang

memaksa,

penatalaksanaan obat anti hipertensi dibagi berdasarkan derajat tekanan darahnya.


Pada hipertensi derajat 1 regimen pengobatan dilakukan dengan menggunakan
diuretik jenis Thiazid untuk sebagian besar kasus, dan dapatt dipertimbangkan
ACEI, ARB, BB, CCB, atau kombinasi. Sedangkan pada hipertensi derajat 2
digunakan kombinasi 2 jenis obat untuk sebagian besar kasusnya, umumnya
diuretic jenis thiazid dan ACEI atau ARB atau CCB. Sedangkan pada pasien
dengan indikasi medis yang memaksa, obat yang diberikan adalah obat-obatan
untuk indikasi medis yang memaksa dan anti hipertensi lain (diuretika, ACEI,
ARB, CCB)sesuai dengan kebutuhan.
Jenis-jenis obat antihipertensi untuk terapi farmakologis hipertensi yang
dianjurkan JNC 7 yaitu:

18

Diuretika terutama jenis Thiazide (Thiaz) atau Aldosterone Antagonist

(Aldo Ant)
Beta Blocker (BB)
Calcium Channel Blocker atau Calcium Antagonist (CCB)
Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACE-I)
Angiotensin II Receptor Blocker atau AT1 Receptor Antagonist atau
Blocker (ARB)
Masing-masing obat antihipertensi memiliki efektivitas dan keamanan

dalam pengobatan hipertensi tetapi pemilihan obat antihipertensi juga dipengaruhi


beberapa faktor yaitu:

Faktor sosio-ekonomi
Profil faktor risiko kardiovaskuler
Ada tidaknya kerusakan organ target
Ada tidaknya penyakit penyerta
Variasi individu dari respon pasien terhadap obat antihipertensi
Kemungkinan adanya interaksi dengan obat yang digunakan pasien untuk

penyakit lain
Bukti ilmiah kemampuan obat antihipertensi yang akan digunakan dalam
menurunkan risiko kardiovaskuler
Untuk sebagian besar pasien hipertensi, terapi dimulai secara bertahap dan

target tekanan darah tinggi dicapai secara progresif dalam beberapa minggu.
Dianjurkan untuk menggunakan obat antihipertensi dengan masa kerja panjang
atau yang memberikan efikasi 24 jam dengan pemberian sekali sehari. Pilihan
memulai terapi dengan 1 jenis obat antihipertensi atau dengan kombinasi
tergantung tekanan darah awal dan ada tidaknya komplikasi. Jika terapi dimulai
dengan 1 jenis obat dalam dosis rendah dan kemudian tekanan darah belum
mencapai target, maka langkah selanjutnya adalah meningkatkan dosis obat
tersebut atau berpindah ke antihipertensi lain dengan dosis rendah. Efek samping
umumnya bisa dihindarkan dengan dosis rendah baik tunggal maupun kombinasi.
Sebagian besar pasien memerlukan kombinasi obat antihipertensi untuk mencapai
target tekanan darah tetapi terapi kombinasi dapat meningkatkan biaya
pengobatan dan menurunkan kepatuhan pasien karena jumlah obat yang semakin
bertambah.

19

Blocker
Diuretika

Blocker

Kombinasi yang telah terbukti


efektif
dan dapat
ditoleransi pasien
Calcium
Channel
Blocker

hipertensi adalah:

Angiotensin II Receptor Blocker

CCB dan BB
CCB dan ACEI atau ARB
Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor
CCB dan diuretika
AB dan BB
Kadang diperlukan 3 atau 4 kombinasi obat

Gambar 2.5. Kombinasi obat antihipertensi

Tabel 2.3. Tatalaksana hipertensi menurut JNC 7


Klasifikasi

TDS

TDD

Perbaikan

Terapi Obat Awal

Terapi Obat

Tekanan

(mmHg)

(mmHg)

Pola Hidup

tanpa Indikasi

Awal dengan

20

Darah

Memaksa

Indikasi
Memaksa

Normal
Prehipertensi

< 120
120-139

dan < 80
Dianjurkan
atau 80-89 Ya

Tidak indikasi obat

Obat-obatan
untuk indikasi

Hipertensi

140-159

atau 9- 99

Ya

derajat 1

Diuretika jenis

yang memaksa
Obat-obatan

Thiazide untuk

untuk indikasi

sebagian besar

yang memaksa

kasus, dapat

Obat

dipertimbangkan

antihipertensi

ACE-I, ARB, BB,

lain (diuretika,

CCB, atau

ACE-I, ARB,

kombinasi

BB, CCB)
sesuai
kebutuhan

Hipertensi

160

atau 100 Ya

derajat 2

Kombinasi 2 obat
untuk sebagian
besar kasus
umumnya diuretika
jenis Thiazide dan
ACE-I atau ARB
atau BB atau CCB

Pasien yang telah mulai mendapakan pengobatan harus dilakukan evaluasi


lanjutan dan pengaturan dosis obat sampai target tekanan darah tercapai. Setelah
tekanan darah stabil, kunjungan berikutnya datang dengan interval 3-6 bulan,
frekuensi kunjungan ini ditentukan dengan adanya tidaknya komorbiditas seperti
gagal jantung, diabetes dan kebutuhan akan pemeriksaan laboratorium.
Pada beberapa pasien adakalanya terjadi hipertensi yang resisten. Apabila
terjadi hal demikian, perlu dipertimbangkan adanya kedaan sebagai berikut:
a. Pengukuran tekanan darah yang tidak benar
b. Dosis belum memadai
c. Ketidakpatuhan pasien dalam penggunaan obat anti hipertensi
21

d. Ketidakpatuhan pasien dalam memperbaiki pola hidup

Asupan alcohol berlebih

Kenaikan berat badan berlebih

e. Kelebihan volume cairan tubuh

Asupan garam berlebih

Terapi diuretika tidak cukup

Pennurunan fungsi ginjal berjalan progresif

f. Adanya terapi lain

Masih menggunakan bahan/obat yang dapat meningkatkan tekanan


darah

Adanya obat yang mempengaruhi atau berinteraksi dengan kerja


obat anti hipertensi.

g. Penyebab hipertensi lain/ sekunder


Adakalanya seorang dokter umum dianjurkan merujuk ke dokter
spesialis/ subspesialis, yaitu pada kondisi:

Jika dalam 6 bulan target pengobatan tidak tercapai

Selain hipertensi ada kondisi lain seperti diabetes mellitus atau


penyakit

ginjal

(laju

filtrate

glomerulus

mencapai

<60

ml/men/1,73 m2 -> konsul penyakit dalam, sedangkan untuk laju


filtrate glomerulus mencapai < 30ml/men/1,73m3-> konsul
nefrologi).

22

BAB III
INFEKSI SALURAN KEMIH
3.1.

Anatomi dan Fisiologi


Sistem urinarius terdiri dari 2 ginjal (ren), 2 ureter, vesika urinaria dan

uretra. System urinarius berfungsi sebagai system ekskresi dari cairan tubuh.
Ginjal berfungsi untuk membentuk atau menghasilkan urin dan saluran kemih
lainnya berfungsi untuk mengekskresikan atau mengeliminasi urin. Sel-sel tubuh
memproduksi zat-zat sisa seperti urea, kreatinin dan ammonia yang harus
diekskresikan dari tubuh sebelum terakumulasi dan menyebabkan toksik bagi
tubuh. Selain itu, ginjal juga berfungsi untuk regulasi volume darah tubuh,
regulasi elekterolit yang terkandung dalam darah, regulasi keseimbangan asam
basa, dan regulasi seluruh cairan jaringan tubuh. Saluran kemih bagian atas adalah
ginjal, sedangkan ureter, kandung kemih (vesika urinaria) dan uretra merupakan
saluran kemih bagian bawah.

23

Gambar 3.1. Struktur saluran kemih manusia


Sumber: www.kidney.org
Ginjal memiliki tiga bagian penting yaitu korteks, medulla dan pelvis
renal. Bagian paling superfisial adalah korteks renal, yang tampak bergranula. Di
sebelah dalamnya terdapat bagian lebih gelap, yaitu medulla renal. Ujung
ureter yang berpangkal di ginjal, berbentuk corong lebar disebut pelvis renal.
Pelvis renal bercabang dua atau tiga, disebut kaliks mayor yang masing-masing
bercabang membentuk beberapa kaliks minor. Dari kaliks minor, urin masuk ke
kaliks mayor, ke pelvis renal kemudian ke ureter, sampai akhirnya ditampung di
dalam kandung kemih.
Ureter

terdiri

dari

dua

saluran

pipa

yang

masing-masing

menyambung dari ginjal ke kandung kemih (vesika urinaria). Panjangnya kirakira 25-30 cm, dengan penampang 0,5 cm. Ureter sebagian terletak dalam
rongga abdomen dan sebagian terletak dalam rongga pelvis.
Kandung kemih adalah kantong yang terbentuk dari otot tempat urin
mengalir dari ureter. Dinding kandung kemih terdiri dari lapisan sebelah luar
(peritonium).

24

Gambar 3.2 Struktur anatomi ginjal,


Sumber: Essential of Anatomy and Physiology 5th edition, 2007, Hal. 422.
Bagian akhir saluran keluar yang menghubungkan kandung kemih
dengan luar tubuh ialah uretra. Uretra pria sangat berbeda dari uretra wanita. Pada
laki-laki, sperma berjalan melalui uretra waktu ejakulasi. Uretra pada laki-laki
merupakan tuba dengan panjang kira-kira 17-20 cm dan memanjang dari kandung
kemih ke ujung penis.
Uretra pada laki-laki mempunyai tiga bagian yaitu : uretra prostatika,
uretra membranosa dan uretra spongiosa. Uretra wanita jauh lebih pendek
daripada pria, karena hanya 2,5-4 cm panjangnya dan memanjang dari kandung
kemih ke arah ostium diantara labia minora kira-kira 2,5 cm di sebelah belakang
klitoris.

25

Gambar 3.3. Vesika urinaria dan uretra pada perempuan dan laki-laki
Sumber: Essential of Anatomy and Physiology 5th edition,2007, Hal. 432
3.2.

Definisi
Beberapa istilah yang perlu dipahami:

Bakteriuria

bermakna

(significant

backteriuri)

adalah

keberadaan

mikroorganisme murni (tidak terkontaminasi flora normal dari uretra) lebih


dari 105 colony forming units per mL (cfu/ml) biakan urin dan tanpa
lekosituria

Bakteriuria simtomatik adalah bakteriuria bermakna dengan manifestasi


klinik1,4

Bakteriuria asimtomatik (covert bacteriuria) adalah bakteriuria bermakna


tanpa manifestasi klinik.
Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan istilah yang digunakan untuk
menunjukkan bakteriuria patogen dengan colony forming units per mL CFU/ ml
urin > 105, dan lekositouria >10 per lapangan pandang besar, disertai manifestasi
klinik4.

26

ISK akhir-akhir ini juga didefinisikan sebagai suatu respon inflamasi


tubuh terhadap invasi mikroorganisme pada urothelium.
3.3. Epidemiologi
Infeksi saluran kemih merupakan salah satu penyakit yang paling sering
ditemukan di praktik umum. Kejadian ISK dipengaruhi oleh berbagai faktor
seperti usia, gender, prevalensi bakteriuria, dan faktor predisposisi yang
mengakibatkan perubahan struktur saluran kemih termasuk ginjal. ISK cenderung
terjadi pada perempuan dibandingkan laki-laki. ISK berulang pada laki-laki jarang
dilaporkan, kecuali disertai factor predisposisi.
Menurut penelitian, hampir 25-35% perempuan dewasa pernah
mengalami ISK selama hidupnya. Prevalensi bakteriuria asimtomatik lebih sering
ditemukan pada perempuan. Prevalensi selama periode sekolah (School girls) 1%
meningkat menjadi 5 % selama periode aktif secara seksual. Prevalensi infeksi
asimtomatik meningkat mencapai 30% pada laki-laki dan perempuan jika disertai
faktor predisposisi.
Di Amerika Serikat, terdapat >7 juta kunjungan pasien dengan ISK di
tempat praktik umum. Sebagian besar kasus ISK terjadi pada perempuan muda
yang masih aktif secara seksual dan jarang pada laki-laki <50 tahun5. Insiden ISK
pada laki-laki yang belum disirkumsisi lebih tinggi (1,12%) dibandingkan pada
laki-laki yang sudah disirkumsisi (0,11%).

Tabel 3.1 Epidemiologi infeksi saluran kemih berdasarkan umur dan jenis
kelamin

27

SumberE: Smiths General urology 17th edition, 2008, halaman 194


3.4. Etiologi
Pada umumnya ISK disebabkan oleh mikroorganisme (MO) tunggal seperti:

Eschericia coli merupakan MO yang paling sering diisolasi dari pasien


dengan ISK simtomatik maupun asimtomatik

Mikroorganisme lainnya yang sering ditemukan seperti Proteus spp (33%


ISK anak laki-laki berusia 5 tahun), Klebsiella spp dan Stafilokokus
dengan koagulase negatif

Pseudomonas spp dan MO lainnya seperti Stafilokokus jarang dijumpai,


kecuali pasca kateterisasi

28

Gambar 3.4 gambaran bakteri E.coli, berbentuk basil dan adanya fimbrae atau
pili
Sumber: http://www.kidneyatlas.org/book2/adk2_07.pdf
Tabel 3.2 Bakteri Penyebab Infeksi Saluran Kemih

Sumber: Nefrologi Klinik, edisi III. 2006, hal.33


3.5. Patogenesis
Patogenesis bakteriuri asimtomatik menjadi bakteriuri simtomatik
tergantung dari patogenitas bakteri sebagai agent, status pasien sebagai host dan
cara bakteri masuk ke saluran kemih (bacterial entry) .
3.5.1. Peranan Patogenisitas Bakteri (agent)

29

Tidak semua bakteri dapat menginfeksi dan melekat pada jaringan saluran
kemih. Bakteri tersering yang menginfeksi saluran kemih adalah E.coli yang
bersifat uropathogen.
Strain bakteri E. coli hidup atau berkoloni di usus besar atau kolon
manusia. Beberapa strain bakteri E. coli dapat berkoloni di daerah periuretra dan
masuk ke vesika urinaria. Strain E. coli yang masuk ke saluran kemih dan tidak
memberikan gejala klinis memiliki strain yang sama dengan strain E. coli pada
usus (fecal E.coli), sedangkan strain E. coli yang masuk ke saluran kemih manusia
dan mengakibatkan timbulnya manifestasi klinis adalah beberapa strain bakteri E.
coli yang bersifat uropatogenik dan berbeda dari sebagian besar E.coli di usus
manusia (fecal E.coli). Strain bakteri E.coli ini merupakan uropatogenik E.coli
(UPEC) yang memiliki faktor virulensi.
Penelitian intensif berhasil menentukan faktor virulensi E.coli dikenal
sebagai virulence determinalis.

Ga
mbar 3.5. Penampang pemukaan Escherichia coli
Sumber: Nefrologi Klinik Edisi III, 2006, hal. 86
Tabel 3.3 Faktor Virulensi E.coli

30

Penentu virulensi
Fimbriae

Alur
Adhesi
Pembentuk jaringan ikat (scarring)

Kapsul antigen K

Resistensi terhadap pertahanan tubuh


Perlengketan (attachment)

Lipopolysaccharide side
chains (O antigen)
Lipid A (endotoksin)

Membran protein lainnya

Resistensi terhadap fagositosis

Inhibisi peristalsis ureter


Proinflamatori
Kelasi besi
Antibiotika resisten
Kemungkinan perlengketan

Hemolysin

Inhibisi fungsi fagosit


Sekuestrasi besi

Sumber: Sumber: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi V, 2009,
hal.1010
Bakteri patogen dari urin dapat menyebabkan manifestasi klinis
bergantung pada perlengketan mukosa oleh bakteri, faktor virulensi, dan variasi
faktor virulensi.

Peranan Perlengketan Mukosa oleh Bakteri (Bacterial attachment of


mucosa)
Menurut penelitian, fimbriae (proteinaceous hair-like projection from

bacterial surface) merupakan salah satu pelengkap patogenesitas yang


mempunyai kemampuan untuk melekat pada permukaan mukosa saluran kemih.
Fimbriae atau pili memiliki ligand di permukaannya yang berfungsi untuk
berikatan dengan reseptor glikoprotein dan glikolipid pada permukaan membran
sel

uroepithelial.

Fimbriae

atau

pili

dibagi

berdasarkan

kemampuan

hemaaglutinasi dan tipe sugar yang berada pada permukaan sel. Pada umumnya P
fimbriae yang dapat menaglutinasi darah, berikatan dengan reseptor glikolipid

31

antigen pada sel uroepithelial, eritrosit (antigen terhadap P blood group) dan selsel tubulus renalis. Sedangkan fimbriae tipe 1 berikatan dengan sisa mannoside
pada sel uroepithelial.
Berdasarkan penelitian P fimbriae terdapat pada 90% bakteri E.coli yang
menyebabkan pyelonefritis dan hanya < 20% strain E.coli yang menyebabkan ISK
bawah. Sedangkan fimbriae tipe 1 lebih berperan dalam membantu bakteri untuk
melekat pada mukosa vesika urinaria.

Peranan Faktor Virulensi


Setelah fimbrae atau pili berhasil melekat pada sel uroepithelial (sel epitel

saluran kemih), maka proses selanjutnya dilakukan oleh faktor virulensi lainnya.
Sebagian besar uropatogenik E.coli (UPEC) menghasilkan hemolysin yang
befungsi untuk menginisiasi invasi UPEC pada jaringan dan mengaktivasi ion besi
bagi kuman patogen (sekuestrasi besi). Keberadaan kaspsul K antigen dan O
antigen pada bakteri yang menginvasi jaringan saluran kemih melindungi bakteri
dari proses fagositosis oleh neutrofil. Keadaan ini mengakibatkan UPEC dapat
lolos dari berbagai mekanisme pertahanan tubuh host. Beberapa penelitian
terakhir juga mengatakan bahwa banyak bakteri seperti E.coli memiliki
kemampuan untuk menginvasi sel host sebagai patogen oportunistik intraseluler.
Sifat patogenitas lain dari strain E.coli yaitu toksin, dikenal beberapa
toksin seperti -haemolysin, cytotoxic necrotizing factor-1 (CNF-1) dan iron
uptake system (aerobactin dan enterobactin). Hampr 95% sifat -haemolysin ini
terikat pada kromosom dan berhubungan dengan phatogenicity island (PAIS) dan
hanya 5 % terikat pada gen plasmid.

Peranan Variasi Fase Faktor Virulensi


Virulensi bakteri ditandai dengan kemampuan untuk mengalami perubahan

bergantung dari respon faktor luar. Konsep variasi MO ini menunjukkan peranan
beberapa penentu virulensi yang bervariasi di antara individu dan lokasi saluran
kemih. Oleh karena itu ketahanan hidup bakteri berbeda dalam vesika urinaria dan
ginjal.
3.5.2. Peranan Faktor Tuan Rumah (host)

32

Faktor Predisposisi Pencetus ISK


Menurut penelitian, status saluran kemih merupakan faktor risiko pencetus

ISK. faktor bakteri dan status saluran kemih pasien mempunyai peranan penting
untuk kolonisasi bakteri pada saluran kemih. Kolonisasi bakteri sering mengalami
kambuh (eksaserbasi) bila sudah terdapat kelainan struktur anatomi saluran
kemih. Dilatasi saluran kemih termasuk pelvis ginjal tanpa obstruksi saluran
kemih dapat menyebabkan gangguan proses klirens normal dan sangat peka
terhadap infeksi1.
Selain itu urin juga memiliki karakter spesifik (osmolalitas urin,
konsentrasi urin, konsentrasi asam organik dan pH) yang dapat menghambat
pertumbuhan dan kolonisasi bakteri pada mukosa saluran kemih. Menurut
penelitian urin juga mengandung faktor penghambat perlekatan bakteri yakni
Tamm-Horsfall glycoprotein, dikatakan bahwa bakteriuria dan tingkat inflamasi di
saluran kemih meningkat pada defisit THG. THG membantu mengeliminasi
infeksi bakteri pada saluran kemih dan berperan sebagai salah satu mekanisme
pertahanan tubuh3.
Retensi urin, stasis, dan refluks urin ke saluran cerna bagian atas juga
dapat meningkatkan pertumbuhan bakteri dan infeksi. Selain itu, abnormalitas
anatomi dan fungsional saluran kemih yang dapat menganggu aliran urin dapat
meningkatkan kerentanan host terhadap ISK. Keberadaan benda asing seperti
adanya batu, kateter, stent

dapat membantu bakteri untuk bersembunyi dari

mekanisme pertahanan host


Tabel 3.4 Faktor predisposisi (pencetus) ISK
Faktor predisposisi (pencetus) ISK

Litiasis

Obstruksi saluran kemih

Penyakit ginjal polikistik

Nekrosis papilar

DM pasca transplantasi ginjal

Nefropati analgesik

33

Penyakit Sickle-cell

Senggama

Kehamilan dan peserta KB dengan tablet progesteron

Kateterisasi
Sumber: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi V, 2009, halaman
1009

Status Imunologi Pasien


Lapisan epitel pada dinding saluran kemih mengandung membran yang

melindungi jaringan dari infeksi dan berkapasitas untuk mengenali bakteri dan
mengaktivasi mekanisme pertahanan tubuh. Sel uroepithelial mengekspresikan
toll-like receptors (TLRs) yang dapat mengikat komponen spesifik dari bakteri
sehingga menghasilkan mediator inflamasi. Respon tubuh dengan mengsekresikan
kemotraktan seperti interleukin-8 untuk merekrut neutrofil ke area jaringan yang
terinvasi. Selain itu, ginjal juga memproduksi antibodi untuk opsonisasi dan
fagositosis bakteri serta untuk mencegah perlekatan bakteri. Mekanisme imunitas
seluler dan humoral ini berperan dalam pencegahan ISK, oleh karena itu imunitas
host berperan penting dalam kejadian ISK
Penelitian laboratorium mengungkapkan bahwa golongan darah dan status
secretor mempunyai kontribusi untuk kepekaan terhadap ISK. Prevalensi ISK juga
meningkat terkait dengan golongan darah AB, B dan PI (antigen terhadap tipe
fimbriae bakteri) dan dengan fenotipe golongan darah lewis.
3.5.3. Cara Bakteri Menginvasi Saluran Kemih (bacterial entry)
Terdapat beberapa rute masuk bakteri ke saluran kemih. Pada umumnya,
bakteri di area periuretra naik atau secara ascending masuk ke saluran
genitourinaria dan menyebabkan ISK1,2,3 Sebagian besar kasus pielonefritis
disebabkan oleh naiknya bakteri dari kandung kemih, melalui ureter dan masuk ke
parenkim ginjal. Kejadian ISK oleh karena invasi MO secara ascending juga
dipermudah oleh refluks vesikoureter. Pendeknya uretra wanita dikombinasikan
dengan kedekatannya dengan ruang depan vagina dan rektum merupakan
predisposisi

yang

menyebabkan

perempuan

lebih

sering

terkena

ISK

dibandingkan laki-laki

34

Penyebaran secara hematogen umumnya jarang, namun dapat terjadi pada


pasien dengan immunocompromised dan neonatus. Staphylococcus aureus,
Spesies Candida, dan Mycobacterium tuberculosis adalah kuman patogen yang
melakukan perjalanan melalui darah untuk menginfeksi saluran kemih.
Penyebaran limfatogenous melalui dubur, limfatik usus, dan periuterine
juga dapat menyebabkan invasi MO ke saluran kemih dan mengakibatkan ISK.
Selain itu, invasi langsung bakteri dari organ yang berdekatan ke dalam saluran
kemih seperti pada abses intraperitoneal, atau fistula vesicointestinal atau
vesikovaginal dapat menyebabkan ISK
3.6.

Klasifikasi

Berdasarkan letak anatomi, ISK digolongkan menjadi:


3.6.1. Infeksi Saluran Kemih Atas
Infeksi saluran kemih atas terdiri dari pielonefritis dan pielitis.
Pielonefritis terbagi menjadi pielonefritis akut (PNA) dan pielonefritis kronik
(PNK). Istilah pielonefritis lebih sering dipakai dari pada pielitis, karena infeksi
pielum (pielitis) yang berdiri sendiri tidak pernah ditemukan di klinik.
Pielonefritis akut (PNA) adalah radang akut dari ginjal, ditandai primer oleh
radang jaringan interstitial sekunder mengenai tubulus dan akhirnya dapat
mengenai kapiler glomerulus, disertai manifestasi klinik dan bakteriuria tanpa
ditemukan kelainan radiologik.

PNA ditemukan pada semua umur dan jenis

kelamin walaupun lebih sering ditemukan pada wanita dan anak-anak. Pada lakilaki usia lanjut, PNA biasanya disertai hipertrofi prostat.
Pielonefritis Kronik (PNK) adalah kelainan jaringan interstitial (primer) dan
sekunder mengenai tubulus dan glomerulus, mempunyai hubungan dengan infeksi
bakteri (immediate atau late effect) dengan atau tanpa bakteriuria dan selalu
disertai kelainan-kelainan radiologi. PNK yang tidak disertai bakteriuria disebut
PNK fase inaktif. Bakteriuria yang ditemukan pada seorang penderita mungkin
berasal dari pielonefritis kronik fase aktif atau bakteriuria tersebut bukan
penyebab dari pielonefritis tetapi berasal dari saluran kemih bagian bawah yang
sebenarnya tidak memberikan keluhan atau bakteriuria asimtomatik. Jadi
diagnosis PNK harus mempunyai dua kriteria yakni telah terbukti mempunyai
kelainan-kelainan faal dan anatomi serta kelainan-kelainan tersebut mempunyai
35

hubungan dengan infeksi bakteri. Dari semua faktor predisposisi ISK,


nefrolithiasis dan refluks vesiko ureter lebih memegang peranan penting dalam
patogenesis PNK. Pielonefritis kronik mungkin akibat lanjut dari infeksi bakteri
berkepanjangan atau infeksi sejak masa kecil. Pada PNK juga sering ditemukan
pembentukan jaringan ikat parenkim.
3.6.2. Infeksi Saluran Kemih Bawah
Infeksi saluran kemih bawah terdiri dari sistitis, prostatitis dan epidimitis,
uretritis, serta sindrom uretra. Presentasi klinis ISKB tergantung dari gender. Pada
perempuan biasanya berupa sistitis dan sindrom uretra akut, sedangkan pada lakilaki berupa sistitis, prostatitis, epidimitis, dan uretritis.
Sistitis terbagi menjadi sistitis akut dan sistitis kronik. Sistitis akut adalah
radang selaput mukosa kandung kemih (vesika urinaria) yang timbulnya
mendadak, biasanya ringan dan sembuh spontan (self-limited disease) atau berat
disertai penyulit ISKA (pielonefritis akut). Sistitis akut termasuk ISK tipe
sederhana (uncomplicated type). Sebaliknya sistitis akut yang sering kambuh
(recurrent urinary tract infection) termasuk ISK tipe berkomplikasi (complicated
type), ISK jenis ini perlu perhatian khusus dalam pengelolaannya.
Sistitis kronik adalah radang kandung kemih yang menyerang berulang-ulang
(recurrent attact of cystitis) dan dapat menyebabkan kelainan-kelainan atau
penyulit dari saluran kemih bagian atas dan ginjal. Sistitis kronik merupakan
ISKB tipe berkomplikas, dan memerlukan pemeriksaan lanjutan untuk mencari
faktor predisposisi.
Sindrom uretra akut (SUA) adalah presentasi klinis sistitis tanpa ditemukan
mikroorganisme (steril), sering dinamakan sistitis abakterialis karena tidak dapat
diisolasi mikroorganisme penyebabnya. Penelitian terkini menunjukkan bahwa
SUA disebabkan oleh MO anaerobik.
3.7.

Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis ISK (simtomatologi ISK) dibagi menjagi gejala-gejala

lokal, sistemik dan perubahan urinalisis. Dalam praktik sehari-hari gejala cardinal
seperti disuria, polakisuria, dan urgensi sering ditemukan pada hampr 90% pasien
rawat jalan dengan ISK akut.

36

Tabel 3.5 Simtomatologi ISK


Lokal
Sistemik
Disuria

Panas
badan
sampai
menggigil
Polakisuria

Septicemia dan syok


Stranguria
Tenesmus
Perubahan urinalisis
Nokturia

Hematuria
Enuresis nocturnal

Piuria
Prostatismus

Chylusuria
Inkontinesia

Pneumaturia
Nyeri uretra
Nyeri kandung kemih
Nyeri kolik
Nyeri ginjal
Sumber: Nefrologi Klinik Edisi III, 2006, hal. 37
Manifestasi klinik pada infeksi saluran kemih atas dan infeksi saluran
kemih bawah pada pasien dewasa dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar 3.6. Hubungan antara lokasi infeksi saluran kemih dengan keluhan
Sumber: Nefrologi Klinik Edisi III, 2006, hal. 85

37

Pada pielonefritis akut (PNA), sering ditemukan panas tinggi (39.5C40,5C), disertai menggigil dan sakit pinggang. Pada pemeriksaan fisik diagnostik
tampak sakit berat, panas intermiten disertai menggigil dan takikardia. Frekuensi
nadi pada infeksi E.coli biasanya 90 kali per menit, sedangkan infeksi oleh kuman
staphylococcus dan streptococcus dapat menyebabkan takikardia lebih dari 140
kali per menit. Ginjal sulit teraba karena spasme otot-otot. Distensi abdomen
sangat nyata dan rebound tenderness mungkin juga ditemukan, hal ini
menunjukkan adanya proses dalam perut, intra peritoneal. Pada PNA tipe
sederhana (uncomplicated) lebih sering pada wanita usia subur dengan riwayat
ISKB kronik disertai nyeri pinggang (flank pain), panas menggigil, mual, dan
muntah. Pada ISKA akut (PNA akut) tipe complicated seperti obstruksi, refluks
vesiko ureter, sisa urin banyak sering disertai komplikasi bakteriemia dan syok,
kesadaran menurun, gelisah, hipotensi hiperventilasi oleh karena alkalosis
respiratorik kadang-kadang asidosis metabolik.
Pada pielonefritis kronik (PNK), manifestasi kliniknya bervariasi dari
keluhan-keluhan ringan atau tanpa keluhan dan ditemukan kebetulan pada
pemeriksaan urin rutin. Presentasi klinik PNK dapat berupa proteinuria
asimtomatik, infeksi eksaserbasi akut, hipertensi, dan gagal ginjal kronik (GGK).
Manifestasi klinik pada sistitis akut dapat berupa keluhan-keluhan klasik
seperti polakisuria, nokturia, disuria, nyeri suprapubik, stranguria dan tidak jarang
dengan hematuria. Keluhan sistemik seperti panas menggigil jarang ditemukan,
kecuali bila disertai penyulit PNA. Pada wanita, keluhan biasanya terjadi 36-48
jam setelah melakukan senggama, dinamakan honeymoon cystitis. Pada laki-laki,
prostatitis yang terselubung setelah senggama atau minum alkohol dapat
menyebabkan sistitis sekunder.
Pada sistitis kronik, biasanya tanpa keluhan atau keluhan ringan karena
rangsangan yang berulang-ulang dan menetap. Pada pemeriksaan fisik mungkin
ditemukan nyeri tekan di daerah pinggang, atau teraba suatu massa tumor dari
hidronefrosis dan distensi vesika urinaria.
Manifestasi klinis sindrom uretra akut (SUA) sulit dibedakan dengan
sistitis. Gejalanya sangat miskin, biasanya hanya disuri dan sering kencing.
3.8.

Pemeriksaan Penunjang Diagnosis


38

3.8.1. Analisis urin rutin


Pemeriksaan analisa urin rutin terdiri dari pH urin, proteinuria
(albuminuria), dan pemeriksaan mikroskopik urin.
Urin normal mempunyai pH bervariasi antara 4,3-8,0. Bila bahan urin
masih segar dan pH >8 (alkalis) selalu menunjukkan adanya infeksi saluran kemih
yang berhubungan dengan mikroorganisme pemecah urea (ureasplitting
organism). Albuminuria hanya ditemukan ISK. Sifatnya ringan dan kurang dari 1
gram per 24 jam.
Pemeriksaan mikroskopik urin terdiri dari sedimen urin tanpa putar (100
x) dan sedimen urin dengan putar 2500 x/menit selama 5 menit. Pemeriksaan
mikroskopik dengan pembesaran 400x ditemukan bakteriuria >105 CFU per ml.
Lekosituria (piuria) 10/LPB hanya ditemukan pada 60-85% dari pasien-pasien
dengan bakteriuria bermakna (CFU per ml >10 5). Kadang-kadang masih
ditemukan 25% pasien tanpa bakteriuria. Hanya 40% pasien-pasien dengan piuria
mempunyai bakteriuria dengan CFU per ml >10 5. Analisa ini menunjukkan bahwa
piuria mempunyai nilai lemah untuk prediksi ISK.
Tes dipstick pada piuria untuk deteksi sel darah putih. Sensitivitas 100%
untuk >50 leukosit per HPF, 90% untuk 21-50 leukosit, 60% untuk 12-20 leukosit,
44 % untuk 6-12 leukosit. Selain itu pada pemeriksaan urin yang tidak
disentrifuge dapat dilakukan pemeriksaan mikroskopik secara langsung untuk
melihat bakteri gram negatif dan gram positif. Sensitivitas sebesar 85 % dan
spesifisitas sebesar 60 % untuk 1 PMN atau mikroorganisme per HPF. Namun
pemeriksaan ini juga dapat mendapatkan hasil positif palsu sebesar 10%.
3.8.2. Uji Biokimia
Uji biokimia didasari oleh pemakaian glukosa dan reduksi nitrat menjadi
nitrit dari bakteriuria terutama golongan Enterobacteriaceae. Uji biokimia ini
hanya sebagai uji saring (skrinning) karena tidak sensitif, tidak spesifik dan tidak
dapat menentukan tipe bakteriuria.
3.8.3. Mikrobiologi
Pemeriksaan mikrobiologi yaitu dengan Colony Forming Unit (CFU) ml
urin. Indikasi CFU per ml antara lain pasien-pasien dengan gejala ISK, tindak

39

lanjut selama pemberian antimikroba untuk ISK, pasca kateterisasi, uji saring
bakteriuria asimtomatik selama kehamilan, dan instrumentasi. Bahan contoh urin
harus dibiakan lurang dari 2 jam pada suhu kamar atau disimpan pada lemari
pendingin. Bahan contoh urin dapat berupa urin tengah kencing (UTK), aspirasi
suprapubik selektif.
Interpretasi sesuai dengan kriteria bakteriura patogen yakni CFU per ml
>105 (2x) berturut-turut dari UTK, CFU per ml >10 5 (1x) dari UTK disertai
lekositouria > 10 per ml tanpa putar, CFU per ml >10 5 (1x) dari UTK disertai
gejala klinis ISK, atau CFU per ml >10 5 dari aspirasi supra pubik. Menurut
kriteria Kunin yakni CFU per ml >105 (3x) berturut-turut dari UTK..
3.8.4. Renal Imaging Procedures
Renal imaging procedures digunakan untuk mengidentifikasi faktor
predisposisi ISK, yang biasa digunakan adalah USG, foto polos abdomen,
pielografi intravena, micturating cystogram dan isotop scanning. Investigasi
lanjutan tidak boleh rutin tetapi harus sesuai indikasi antara lain ISK kambuh,
pasien laki-laki, gejala urologik (kolik ginjal, piuria, hematuria), hematuria
persisten, mikroorganisme jarang (Pseudomonas spp dan Proteus spp), serta ISK
berulang dengan interval 6 minggu.
3.9.

Terapi

3.9.1. Infeksi saluran kemih atas (ISKA)


Pada umumnya pasien dengan pielonefritis akut (PNA) memerlukan rawat
inap untuk memelihara status hidrasi dan terapi antibiotik parenteral minimal 48
jam. Indikasi rawat inap pada PNA antara lain kegagalan dalam mempertahankan
hidrasi normal atau toleransi terhadap antibiotik oral, pasien sakit berat, kegagalan
terapi antibiotik saat rawat jalan, diperlukan investigasi lanjutan, faktor
predisposisi ISK berkomplikasi, serta komorbiditas seperti kehamilan, diabetes
mellitus dan usia lanjut.
The Infectious Disease Society of America menganjurkan satu dari tiga
alternative terapi antibiotic IV sebagai terapi awal selama 48-72 jam, sebelum
adanya hasil kepekaan biakan yakni fluorokuinolon, amiglikosida dengan atau
tanpa ampisilin dan sefalosporin spektrum luas dengan atau tanpa aminoglikosida.

40

3.9.2. Infeksi saluran kemih bawah (ISKB)


Prinsip manajemen ISKB adalah dengan meningkatkan intake cairan,
pemberian antibiotik yang adekuat, dan kalau perlu terapi simtomatik untuk
alkanisasi urin dengan natrium bikarbonat 16-20 gram per hari
Pada sistitis akut, antibiotika pilihan pertama antara lain nitrofurantoin,
ampisilin, penisilin G, asam nalidiksik dan tetrasiklin. Golongan sulfonamid
cukup efektif tetapi tidak ekspansif. Pada sistitis kronik dapat diberikan
nitrofurantoin dan sulfonamid sebagai pengobatan permulaan sebelum diketahui
hasil bakteriogram.
3.10. Komplikasi
Komplikasi ISK bergantung dari tipe yaitu ISK tipe sederhana
(uncomplicated) dan ISK tipe berkomplikasi (complicated).

3.10.1. ISK sederhana (uncomplicated)


ISK akut tipe sederhana yaitu non-obstruksi dan bukan pada perempuan
hamil pada umumnya merupakan penyakit ringan (self limited disease) dan tidak
menyebablan akibat lanjut jangka lama.
3.10.2. ISK tipe berkomplikasi (complicated)
ISK tipe berkomplikasi biasanya terjadi pada perempuan hamil dan pasien
dengan diabetes mellitus. Selain itu basiluria asimtomatik (BAS) merupakan
risiko untuk pielonefritis diikuti penurun laju filtrasi glomerulus (LFG).
Komplikasi emphysematous cystitis, pielonefritis yang terkait spesies
kandida dan infeksi gram negatif lainnya dapat dijumpai pada pasien DM.
Pielonefritis emfisematosa disebabkan oleh MO pembentuk gas seperti E.coli,
Candida spp,

dan klostridium tidak jarang dijumpai pada pasien DM.

Pembentukan gas sangant intensif pada parenkim ginjal dan jaringan nekrosis
disertai hematom yang luas. Pielonefritis emfisematosa sering disertai syok septik
dan nefropati akut vasomotor.

41

Abses perinefritik merupakan komplikasi ISK pada pasien DM (47%),


nefrolitiasis (41%), dan obstruksi ureter (20%)
Tabel 3.6 Morbiditas ISK selama kehamilan
Kondisi
BAS tidak diobati

Risiko Potensial
Pielonefritis
Bayi prematur
Anemia
Pregnancy-induced hypertension

ISK trimester III

Bayi mengalami retardasi mental

Pertumbuhan bayi lambat


Cerebral palsy

Fetal death
Sumber: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II, 2009, hal. 1012
3.11. Prognosis
Prognosis pasien dengan pielonefritis akut, pada umumnya baik dengan
penyembuhan 100% secara klinik maupun bakteriologi bila terapi antibiotika
yang diberikan sesuai. Bila terdapat faktor predisposisi yang tidak diketahui atau
sulit dikoreksi maka 40% pasien PNA dapat menjadi kronik atau PNK. Pada
pasien Pielonefritis kronik (PNK) yang didiagnosis terlambat dan kedua ginjal
telah

mengisut,

pengobatan

konservatif

hanya

semata-mata

untuk

mempertahankan faal jaringan ginjal yang masih utuh. Dialisis dan transplantasi
dapat merupakan pilihan utama.
Prognosis sistitis akut pada umumnya baik dan dapat sembuh sempurna,
kecuali bila terdapat faktor-faktor predisposisi yang lolos dari pengamatan. Bila
terdapat infeksi yang sering kambuh, harus dicari faktor-faktor predisposisi.
Prognosis sistitis kronik baik bila diberikan antibiotik yang intensif dan tepat serta
faktor predisposisi mudah dikenal dan diberantas.

42

BAB IV
LAPORAN KASUS
4.1. Identitas Pasien
Nama

: Ny. YW

Jenis Kelamin

: Perempuan

Umur

: 63 Tahun

Agama

: Islam

Pekerjaan

: Ibu Rumah Tangga

Alamat

: Selayo

Suku Bangsa

: Minang

Tanggal Masuk

: 25 Februari 2016

4.2. Anamnesis
1. Keluhan Utama
43

Sakit kepala hebat dan pusing berputar sejak 6 jam sebelum tiba di IGD.
2. Riwayat Penyakit Sekarang
- Sakit kepala hebat dan pusing berputar sejak 6 jam sebelum tiba di
-

IGD. Sakit kepala muncul tiba-tiba terasa seperti ditekan kuat.


Sakit kepala diikuti dengan rasa mual
Nyeri dada menjalar ke lengan kiri tidak ada.
Gangguang penglihatan/mata kabur tidak ada.
Bengkak pada kedua kaki tidak ada.
Demam (-), mual (+), dan muntah (-)
Pasien juga mengeluhkan sering buang air kecil sejak 2 hari terakhir,
frekuensi >10 kali sehari dan disertai nyeri saat buang air kecil.

3. Riwayat Penyakit Dahulu


- Pasien riwayat hipertensi sejak 2 tahun yang lalu.
- Pasien tidak rutin berobat hipertensi
4. Riwayat Penyakit Keluarga
- Ibu pasien riwayat hipertensi.
5. Riwayat Psikososial
- Pasien seorang ibu rumah tangga
- Pasien jarang berolahraga.
- Pasien sering mengkonsumsi makanan yang bersantan, dan gorengagorengan.
4.3. Pemeriksaan Fisik
Hasil Pemeriksaan Fisik Saat di IGD 25 Februari 2016
1. Keadaan Umum
2. Vital Signs
a. Kesadaran
b. Tekanan Darah
c. Frekuensi Nadi
d. Frekuensi Napas
e. Suhu
3. Paru-paru
(-/-)
4. Jantung
5. Abdomen

: Sedang
: Composmentis cooperatif
: 210/110 mmHg
: 110 x/menit
: 20 x/menit
: 37C
: Suara napas vesikular, wheezing (-/-), rhonki
: Irama reguler, bising (-)
: Bising usus (+) normal

Hasil Pemeriksaan Fisik Tanggal 25 Februari 2016


1. Keadaan Umum
2. Vital Signs

: Sedang

44

a. Kesadaran
: Composmentis cooperatif
b. Tekanan Darah
: 200/100 mmHg
c. Frekuensi Nadi :80x/menit
d. Frekuensi Napas : 20 x/menit
e. Suhu
: 37C
3. Status Gizi
:
a. Berat Badan
: 68 kg
b. Tinggi Badan
: 170 cm
c. IMT
: 23,5 (Satus Gizi : Berat Badan Normal)
4. Status Generalisata
a. Kulit
: Ikterik (-), sianosis (-)
b. Kelenjar getah bening : Tidak ada pembesaran kelenjar getah
bening

(KGB)

submandimula,

sepanjang

M.sternocleidomastoideus, supra/infraclavikula kiri dan kanan,

axilla kiri dan kanan, serta inguinal kiri dan kanan.


c. Kepala
:
Bentuk
: normochepal
Rambut
: hitam, mudah rontok (-), mudah dicabut (-)
Wajah
: edema (-), wajah simetris (-)
Telinga: simetris kiri dan kanan
Hidung
: deformitas (-), napas cuping hidung (-)
Mulut
: bibir kering (-) , lidah kotor (-), sianosis (-)
d. Leher
:
- Benjolan/massa (-)
- JVP 5 2 cmH2O
e. Paru-paru
:
- Inspeksi
:
- Bentuk dada : normal diameter transversal :
-

anteroposterior = 2 : 1
Dinding dada : sikatrik (-), pelebaran pembuluh
darah

(-),

jenis

pernapasan

abdominotorakal,

gerakan dinding dada simetris, irama pernapasan


teratur.
- Palpasi
:
- Posisi trakea ditengah
- Fremitus taktil kiri sama dengan kanan
- Perkusi
: Sonor di kedua lapang paru
- Auskultasi
: Suara napas vesikular, wheezing
(-/-),
rhonki (-/-)
f. Jantung
- Inspeksi
- Palpasi

:
: Ictus cordis tidak terlihat
: Ictus cordis teraba di RIC V linea
midclavicularis sinistra.

45

- Perkusi
- Batas kanan
- Batas kiri
- Pinggang
- Auskultasi

: Batas jantung :
: RIC IV linea sternalis dextra
: RIC V linea midclavicularis sinistra
: RIC III linea parasternalis sinistra
: S1 dan S2 reguler, bunyi jantung
tambahan (-), bising jantung (-)

g. Abdomen
:
- Inspeksi
: sikatrik (-), pelebaran pembuluh darah (-)
- Palpasi
:
- Superfisial
: Nyeri tekan dan nyeri lepas pada 9
-

regio (-)
Profunda
:
a. Hepar : tidak teraba
b. Limpa : tidak teraba
c. Ginjal : bimanual (-), ballotement (-), nyeri

ketok CVA (-)


- Perkusi
: Timpani
- Auskultasi
: Bising usus (+) normal
h. Ekstremitas
:
- Superior
:
- Inspeksi : edema (-/-), sianosis (-)
- Palpasi : perabaan hangat
- Tes sensibilitas : sensibilitas halus normal dan
sensibilitas kasar normal.
- Inferior
:
- Inspeksi : edema (-/-), sianosis (-)
- Palpasi : perabaan hangat, palpasi A.dorsalis pedis,
-

A.tibialis posterior, dan A.poplitea kuat angkat.


Tes sensibilitas : sensibilitas halus normal dan
sensibilitas kasar normal.

4.4.

Pemeriksaan Rutin
a. Pemeriksaan darah rutin tanggal 25 Februari 2016:
- Hb
: 11,4 g/dL
- Hematokrit : 34,7 %
- Leukosit
: 14.280 /uL
- Trombosit : 256.000 /uL
- Ureum
: 25,2 mg/dL
- Creatinin
: 1,39 mg/dL
- GD Ad Random
: 263 mg%
b. EKG : Sinus rhythm
c. Pemeriksaan Anjuran :
- Profil lipid
- Glukosa darah puasa
- Urinalisa
46

- Rontgen thoraks
4.5.

Diagnosa Kerja
- Diagnosa Primer

: Hipertensi urgencyec hipertensi esensial

tidak terkontrol.
- Diagnosa sekunder

: Infeksi saluran kemih bawah (sistitis)

- Diagnosa Banding
- Hipertensi emergency

4.6.

Penatalaksanaan
1. Nonfarmakologi
a. Diet/Nutrisi
- Berat Badan Ideal (BBI) = (TB-100) 10%(TB-100)
(170-100) 10%(170-100)
70 7 = 73 kg
- Status Gizi : (BB aktual : BB ideal) x 100%
= (63 : 68) x 100% =92,6 % (Berat badan normal)
- Jumlah kebutuhan kalori per hari :
- Kebutuhan kalori basal = BB ideal x 25 kalori
= 63 x 30 kalori
= 1.890 kalori
- Kebutuhan aktivitas +20%
= 20% x 1.890 = 378 kalori
Total kebutuhan kalori : 1.890 + 378 = 2.268 kalori
Distribusi makanan :
Karbohidrat

= 60% x 2.268 = 1.360,8 kalori : 4 = 340,2

Protein

= 20% x 2.268 = 378 kalori : 4 = 94,5 gr

Lemak

= 20% x 2.268 = 378 kalori : 9 = 42 gr

gr

Diet rendah natrium.


Serat 25 gr/hari
b. Latihan Jasmani
- Latihan aerobik 3-5 kali seminggu
- Latihan disesuaikan dengan keadaan fisik pasien, kontinyu,
reguler, intensitas bertahap
2. Farmakologi
Th/

47

IVFD RL 12 jam/kolf
Captopril 2x25 mg
Amlodipin 1 x 5 mg
Paracetamol 3 x 1 tab
Domperidon 3x1 tab
Ranitidin 2x1 tab
Cefixime 2x100 mg

MAP = (2 Diastol + Sistol) : 3 = (200 + 200) : 3 = 130


25% MAP = 0,25 x 130 = 30
130 30 = 100
Jadi, target penurunan tekanan darah pasien adalah sebesar MAP 100,
yaitu kira-kira TD = 160/100 mmHg
4.7.

Follow Up

Jumat, 26 Februari 2016, pukul 07.00 WIB


S

:Sakit kepala (+), tidur tidak nyenyak, BAK disertai nyeri >8x

:Keadaan Umum
Vital Signs
a.
b.
c.
d.
e.

: Sedang
:

Kesadaran
Tekanan Darah
Frekuensi Nadi
Frekuensi Napas
Suhu

: Composmentis cooperatif
: 150/100 mmHg
: 80 x/menit
: 20 x/menit
: 36,4 C

:
Diagnosa Primer

: Hipertensi stage I

Diagnosa sekunder : Sistitis


P

: Farmakologi :
Amlodipin 1 x 10 mg
Captopril 2x25 mg
Paracetamol 3 x 1 tab
Cefixime 2x100 mg
Diet : ML RG II
Pemeriksaan anjuran : urinalisa, profil lipid, uric acid

Sabtu, 27 Februari 2016, pukul 07.00 WIB

48

:Sakit kepala (+), tidur tidak nyenyak, BAK mengejan disertai nyeri
>8x, nyeri perut bagian bawah.

:Keadaan Umum
Vital Signs

: Sedang
:

a. Kesadaran
b. Tekanan Darah
c. Frekuensi Nadi
d. Frekuensi Napas
e. Suhu
Pemeriksaan fisik :
a. mata
(-/-)
b. abdomen
c. extremitas

: Composmentis cooperatif
: 150/100 mmHg
: 80 x/menit
: 20 x/menit
: 36,4 C
: konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik
: NT daerah suprapubik
: akral hangat. Tidak ada edema pada

ekstremitas
Hasil Laboratorium
Cholesterol : 276 mg/dl
Trigliserida: 172 mg/dl
Uric Acid : 6,1 mg/dl
A

:
Diagnosa Primer

: Hipertensi stage I

Diagnosa sekunder : Sistitis, hiperlipidemia,


P

: Farmakologi :
Amlodipin 1 x 10 mg
Captopril 2x25 mg
Paracetamol 3 x 1 tab
Cefixime 2x100 mg
Simvastatin 1x20 mg
Allopurinol 2x100 mg
Diet : ML RG II
Pemeriksaan anjuran : USG abdomen

Senin , 29 Februari 2016, pukul 07.00 WIB


S

:Sakit kepala (-), tidur tidak nyenyak, BAK mengejan disertai nyeri
>10x, nyeri perut bagian bawah.

49

:Keadaan Umum
Vital Signs

: Sedang
:

a. Kesadaran
b. Tekanan Darah
c. Frekuensi Nadi
d. Frekuensi Napas
e. Suhu
Pemeriksaan fisik :
a. mata
(-/-)
b. abdomen
c. extremitas

: Composmentis cooperatif
: 160/100 mmHg
: 80 x/menit
: 20 x/menit
: 36,4 C
: konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik
: NT daerah suprapubik
: akral hangat. Tidak ada edema pada

ekstremitas
A

:
Diagnosa Primer

: Hipertensi stage I

Diagnosa sekunder : Sistitis, hiperlipidemia,


P

: Farmakologi :
Amlodipin 1 x 10 mg
Captopril 2x25 mg
Paracetamol 3 x 1 tab
Cefixime 2x100 mg
Simvastatin 1x20 mg
Allopurinol 2x100 mg
Diet : ML RG II
Pemeriksaan anjuran : USG abdomen, pasang cateter

Selasa , 1 Maret 2016, pukul 07.00 WIB


S

:Sakit kepala (-), tidur tidak nyenyak, BAK via folley cateter, nyeri
perut bagian bawah.

:Keadaan Umum
Vital Signs
a.
b.
c.
d.
e.

: Sedang
:

Kesadaran
Tekanan Darah
Frekuensi Nadi
Frekuensi Napas
Suhu

: Composmentis cooperatif
: 120/100 mmHg
: 80 x/menit
: 20 x/menit
: 36,4 C
50

Pemeriksaan fisik :
a. mata

: konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik

(-/-)
b. abdomen
c. extremitas

: NT daerah suprapubik
: akral hangat. Tidak ada edema pada

ekstremitas
hasil urinalisa
- Warna
: kuning
- Blood
: (-)
- Bilirubin
: (-)
- Urobilinogen : (-)
- Keton
: (-)
- Protein
: (+)
- Glukosa
: (-)
- pH
: 5,0
- Sedimen
:
o Eritrosit
: 0-1/LPB
o Silinder
: (-)
o Leukosit
: 2-3/LPB
o Kristal
: (-)
o Epitel
: 1-4 /LPK
Hasil USG abdomen :

Hepar : kesan tidak membesar, ekostruktur parenkim kesan

homogen, tidak tampak dilatasi duktus bilier intrahepatik


Kandung empedu : dinding tidak menebal, tak tampak batu.
Pankreas : kesan baik, tidak tampak lesi
Limpa : ukuran dan bentuk kesan baik, tidak tampak lesi
Ginjal : ukuran kedua ginjal relatif baik, diferensiasi korteks dan
medulla baik, sistem pelviokalises bilateral tampak melebar

ringan. Tak tampak jelas batu/kista/


Buli : dinidng menebal ( 6 mm) dan ireguler, tidak tampak
batu.
Tidak tampak lesi pada uterus dan kedua adneksa
Kesan :
gambaran cystitis kronis
pelviektasis bilateral ec suspek tekanan buli terhadap ureter

: Diagnosa Primer

: Hipertensi stage I

Diagnosa sekunder : Sistitis, hiperlipidemia,

51

: Farmakologi :
Amlodipin 1 x 10 mg
Captopril 2x25 mg
Paracetamol 3 x 1 tab
Cefixime 2x100 mg
Simvastatin 1x20 mg
Allopurinol 2x100 mg
Diet : ML RG II

52

Anda mungkin juga menyukai