PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hipertensi mengenai lebih dari 20% populasi dan merupakan faktor risiko
utama banyak penyakit kardiovaskular. Hipertensi didefinisikan sebagai keadaan
tekanan sistolik yang terus-menerus >140 mmHg dan/atau tekanan diastolik yang
>90 mmHg. Faktor risikonya meliputi ras (keturunan Afrika > Kaukasia > Asian),
obesitas, diabetes, usia lanjut, penggunaan pil KB, riwayat keluarga, konsumsi
alkohol yang berlebihan dan merokok. Hipertensi memiliki beberapa stadium
berdasarkan JNC VII.
Sampai saat ini hipertensi masih tetap menjadi masalah karena beberapa hal,
antara lain meningkatnya prevalensi hipertensi, masih banyaknya pasien
hipertensi yang belum mendapat pengobatan maupun yang sudah diobati tetapi
tekanan darahnya belum mencapai target, serta adanya penyakit penyerta dan
komplikasi yang dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas. Penyakit
penyerta sistemik dapat berupa aterosklerosis, diabetes melitus, dan gangguan
fungsi ginjal.
Krisis hipertensi merupakan suatu keadaan klinis yang ditandai oleh
tekanan darah yang sangat tinggi dengan kemungkinan akan timbulnya atau telah
terjadi kelainan organ target. Pada umumnya krisis hipertensi terjadi pada pasien
hipertensi yang tidak atau lalai memakan obat antihipertensi.
1.2 Tujuan Penulisan
1.2.1 Tujuan Umum
Mengetahui dan memahami tentang krisis hipertensi dan Infeksi
1.2.2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
vasokonstriksi pembuluh darah dan aldosteron yang menyebabkan retensi air dan
natrum di ginjal sehingga meningkatkan volume darah.
Sel endotel pembuluh darah juga memegang peranan penting dalam
terjadinya hipertensi. Sel endotel pembuluh darah memproduksi berbagai bahan
vasoaktif yang sebagiannya bersifat vasokonstriktor seperti endotelin, tromboksan
A2 dan angiotensin II local. Sebagian lagi bersifat vasodilator seperti
endothelium-derived relaxing factor (EDRF), yang dikenal juga sebagai nitrit
oxide (NO) dan prostasiklin (PGI2). Selain itu jantung terutama atrium kanan
memproduksi hormone yang disebut atriopeptin (atrial natriuretic peptide, ANP)
yang cenderung bersifat diuretic, natriuretik dan vasodilator yang cenderung
menurunkan tekanan darah.
2.4 Epidemiologi
Tekanan Darah
Normal
Prehipertensi
Hipertensi derajat 1
< 120
120-139
140-159
Dan
Atau
Atau
< 80
80-90
90-99
7
Hipertensi derajat 2
160
Atau
100
2.6 Klasifikasi
2.6.1 Berdasarkan Etiologi
Hipertensi berdasarkan etiologi / penyebabnya dibagi menjadi 2 :
idiopatik adalah
hipertensi
yang
tidak
diketahui
meningkatnya
tekanan
darah
secara
bertahap.
Apabila
stress berkepanjangan dapat berakibat tekanan darah menjadi tetap tinggi. Secara
fisiologis apabila seseorang stress maka kelenjer pituitary otak akan menstimulus
kelenjer endokrin untuk mengahasilkan hormon adrenalin dan hidrokortison
kedalam darah sebagai bagian homeostasis tubuh. Penelitian di AS menemukan
enam penyebab utama kematian karena stress adalah PJK, kanker, paru-paru,
kecelakan, pengerasan hati dan bunuh diri.
f. Obesitas
Pada orang yang obesitas terjadi peningkatan kerja pada jantung
untuk memompa darah agar dapat menggerakan beban berlebih dari tubuh
10
Hipertensi Sekunder
Hipertensi sekunder disebabkan oleh suatu proses penyakit sistemik yang
renal
vaskular
atau
parenchymal
disease,
adrenocortical
Manifestasi Klinis
Pada sebagian besar penderita, hipertensi tidak menimbulkan gejala
walaupun secara tidak sengaja beberapa gejala terjadi bersamaan dan dipercaya
berhubungan dengan tekanan darah tinggi. Gejala yang dimaksud adalah sakit
kepala, perdarahan dari hidung, pusing, wajah kemerahan, dan kelelahan yang
bisa saja terjadi baik pada penderita hipertensi maupun pada seseorang dengan
tekanan darah yang normal.
Jika hipertensinya berat atau menahun dan tidak diobati, bisa timbul gejala
berikut:
Sakit kepala
Kelelahan
Mual-muntah
Sesak napas
Gelisah
Pandangan menjadi kabur yang terjadi karena adanya kerusakan pada otak,
mata, jantung, dan ginjal
2.10. Diagnosis
1. Anamnesis
Anamnesis yang perlu ditanyakan kepada seorang penderita hipertensi
meliputi:
a. Lama menderita hipertensi dan derajat tekanan darah
b. Indikasi adanya hipertensi sekunder
Keluarga dengan riwayat penyakit ginjal (ginjal polikistik)
Adanya penyakit ginjal, infeksi saluran kemih hematuri, pemakaian
kecemasan
palpitasi
(feokromositoma).
c. Faktor-faktor resiko (riwayat hipertensi/ kardiovaskular pada pasien atau
keluarga pasien, riwayat hiperlipidemia, riwayat diabetes mellitus,
kebiasaan merokok, pola makan, kegemukan, insentitas olahraga)
d. Gejala kerusakan organ
Otak dan mata: sakit kepala, vertigo, gangguan penglihatan, transient
ischemic attacks, defisit neurologis
Jantung: Palpitasi,nyeri dada, sesak, bengkak di kaki
Ginjal: Poliuria, nokturia, hematuria
e. Riwayat pengobatan antihipertensi sebelumnya
2. Pemeriksaan Fisik
a. Memeriksa tekanan darah
terlalu jauh.
Pengukuran 24 jam (Ambulatory Blood Pressure Monitoring-ABPM)
- Hipertensi borderline atau yang bersifat episodic
- Hipertensi office atau white coat
- Hipertensi sekunder
- Sebagai pedoman dalam pemilihan jenis obat antihipertensi
12
antihipertensi
Pengukuran sendiri oleh pasien
b. Evaluasi penyakit penyerta
kerusakan
organ
target
serta
adanya LVH
Plasma rennin activity (PRA), aldosteron, katekolamin urin
Ultrasonografi pembuluh darah besar (karotis dan femoral)
Ultrasonografi ginjal jika diduga adanya kelainan ginjal
Pemeriksaaan neurologis untuk mengetahui kerusakan pada otak
Funduskopi untuk mengetahui kerusakan pada mata
Mikroalbuminuria atau perbandingan albumin/kreatinin urin
Foto thorax.
13
Gambar
kardiomegali
dengan
2.3.
hipertensi
pulmonal
2.11.
Tatalaksana
Tujuan pengobatan pasien hipertensi adalah:
1. Target tekanan darah < 140/90 mmHg, untuk individu berisiko tinggi
(diabetes, gagal ginjal proteinuria) < 130/80 mmHg
2. Penurunan morbiditas dan mortalitas kardiovaskuler
3. Menghambat laju penyakit ginjal proteinuria
14
15
Rekomendasi
Penurunan
Tekanan
Darah Sistolik
Menurunkan Berat Badan Mengendalikan
berat 5-20 mmHg/10 kg
badan sesuai dengan IMT
normal yaitu 18,5-24,9
kg/m2
Diet dengan mengadopsi Banyak mengkonsumsi 8-14 mmHg
diet DASH
buah,
sayuran
dan
makanan yang rendah
lemak
Menurunkan
asupan Pada
pasien
dengan 2-8 mmHg
garam
hipertensi dikenal 3 jenis
diet rendah garam, yaitu:
1. Diet Garam Rendah I
(200-400 mg Na)
Ditujukan
pada
pasien
dengan
asites/edema dan
hipertensi
berat.
Pada kondisi ini
tidak
diperkenankan
menambahkan
garam ke dalam
masakan
yang
dikonsumsi
dan
menghindari
makanan
yang
tinggi natrium.
2. Diet Garam Rendah II
(600-800 mg Na)
16
dengan
obat
anti
pengelompokkan
hipertensi
pasien
oral.
Untuk
berdasarkan
keperluan
pertimbangan
pengobatan,
khusus
ada
(special
Gagal jantung
Pasca infark miokardium
Risiko penyakit pembuluh darah koroner tinggi
Diabetes melitus
Penyakit ginjal kronis
Pencegahan stroke berulang
Keadaan khusus lainnya meliputi:
Populasi minoritas
Obesitas dan sindrom metabolik
Hipertrofi ventrikel kanan
Penyakit arteri perifer
Hipertensi pada usia lanjut
Hipotensi postural
Demensia
Hipertensi pada perempuan
Hipertesi pada anak dan dewasa muda
Hipertensi urgensi dan emergensi
Pada pasien hipertensi tanpa kondisi
medis
yang
memaksa,
18
(Aldo Ant)
Beta Blocker (BB)
Calcium Channel Blocker atau Calcium Antagonist (CCB)
Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACE-I)
Angiotensin II Receptor Blocker atau AT1 Receptor Antagonist atau
Blocker (ARB)
Masing-masing obat antihipertensi memiliki efektivitas dan keamanan
Faktor sosio-ekonomi
Profil faktor risiko kardiovaskuler
Ada tidaknya kerusakan organ target
Ada tidaknya penyakit penyerta
Variasi individu dari respon pasien terhadap obat antihipertensi
Kemungkinan adanya interaksi dengan obat yang digunakan pasien untuk
penyakit lain
Bukti ilmiah kemampuan obat antihipertensi yang akan digunakan dalam
menurunkan risiko kardiovaskuler
Untuk sebagian besar pasien hipertensi, terapi dimulai secara bertahap dan
target tekanan darah tinggi dicapai secara progresif dalam beberapa minggu.
Dianjurkan untuk menggunakan obat antihipertensi dengan masa kerja panjang
atau yang memberikan efikasi 24 jam dengan pemberian sekali sehari. Pilihan
memulai terapi dengan 1 jenis obat antihipertensi atau dengan kombinasi
tergantung tekanan darah awal dan ada tidaknya komplikasi. Jika terapi dimulai
dengan 1 jenis obat dalam dosis rendah dan kemudian tekanan darah belum
mencapai target, maka langkah selanjutnya adalah meningkatkan dosis obat
tersebut atau berpindah ke antihipertensi lain dengan dosis rendah. Efek samping
umumnya bisa dihindarkan dengan dosis rendah baik tunggal maupun kombinasi.
Sebagian besar pasien memerlukan kombinasi obat antihipertensi untuk mencapai
target tekanan darah tetapi terapi kombinasi dapat meningkatkan biaya
pengobatan dan menurunkan kepatuhan pasien karena jumlah obat yang semakin
bertambah.
19
Blocker
Diuretika
Blocker
hipertensi adalah:
CCB dan BB
CCB dan ACEI atau ARB
Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor
CCB dan diuretika
AB dan BB
Kadang diperlukan 3 atau 4 kombinasi obat
TDS
TDD
Perbaikan
Terapi Obat
Tekanan
(mmHg)
(mmHg)
Pola Hidup
tanpa Indikasi
Awal dengan
20
Darah
Memaksa
Indikasi
Memaksa
Normal
Prehipertensi
< 120
120-139
dan < 80
Dianjurkan
atau 80-89 Ya
Obat-obatan
untuk indikasi
Hipertensi
140-159
atau 9- 99
Ya
derajat 1
Diuretika jenis
yang memaksa
Obat-obatan
Thiazide untuk
untuk indikasi
sebagian besar
yang memaksa
kasus, dapat
Obat
dipertimbangkan
antihipertensi
lain (diuretika,
CCB, atau
ACE-I, ARB,
kombinasi
BB, CCB)
sesuai
kebutuhan
Hipertensi
160
atau 100 Ya
derajat 2
Kombinasi 2 obat
untuk sebagian
besar kasus
umumnya diuretika
jenis Thiazide dan
ACE-I atau ARB
atau BB atau CCB
ginjal
(laju
filtrate
glomerulus
mencapai
<60
22
BAB III
INFEKSI SALURAN KEMIH
3.1.
uretra. System urinarius berfungsi sebagai system ekskresi dari cairan tubuh.
Ginjal berfungsi untuk membentuk atau menghasilkan urin dan saluran kemih
lainnya berfungsi untuk mengekskresikan atau mengeliminasi urin. Sel-sel tubuh
memproduksi zat-zat sisa seperti urea, kreatinin dan ammonia yang harus
diekskresikan dari tubuh sebelum terakumulasi dan menyebabkan toksik bagi
tubuh. Selain itu, ginjal juga berfungsi untuk regulasi volume darah tubuh,
regulasi elekterolit yang terkandung dalam darah, regulasi keseimbangan asam
basa, dan regulasi seluruh cairan jaringan tubuh. Saluran kemih bagian atas adalah
ginjal, sedangkan ureter, kandung kemih (vesika urinaria) dan uretra merupakan
saluran kemih bagian bawah.
23
terdiri
dari
dua
saluran
pipa
yang
masing-masing
menyambung dari ginjal ke kandung kemih (vesika urinaria). Panjangnya kirakira 25-30 cm, dengan penampang 0,5 cm. Ureter sebagian terletak dalam
rongga abdomen dan sebagian terletak dalam rongga pelvis.
Kandung kemih adalah kantong yang terbentuk dari otot tempat urin
mengalir dari ureter. Dinding kandung kemih terdiri dari lapisan sebelah luar
(peritonium).
24
25
Gambar 3.3. Vesika urinaria dan uretra pada perempuan dan laki-laki
Sumber: Essential of Anatomy and Physiology 5th edition,2007, Hal. 432
3.2.
Definisi
Beberapa istilah yang perlu dipahami:
Bakteriuria
bermakna
(significant
backteriuri)
adalah
keberadaan
26
Tabel 3.1 Epidemiologi infeksi saluran kemih berdasarkan umur dan jenis
kelamin
27
28
Gambar 3.4 gambaran bakteri E.coli, berbentuk basil dan adanya fimbrae atau
pili
Sumber: http://www.kidneyatlas.org/book2/adk2_07.pdf
Tabel 3.2 Bakteri Penyebab Infeksi Saluran Kemih
29
Tidak semua bakteri dapat menginfeksi dan melekat pada jaringan saluran
kemih. Bakteri tersering yang menginfeksi saluran kemih adalah E.coli yang
bersifat uropathogen.
Strain bakteri E. coli hidup atau berkoloni di usus besar atau kolon
manusia. Beberapa strain bakteri E. coli dapat berkoloni di daerah periuretra dan
masuk ke vesika urinaria. Strain E. coli yang masuk ke saluran kemih dan tidak
memberikan gejala klinis memiliki strain yang sama dengan strain E. coli pada
usus (fecal E.coli), sedangkan strain E. coli yang masuk ke saluran kemih manusia
dan mengakibatkan timbulnya manifestasi klinis adalah beberapa strain bakteri E.
coli yang bersifat uropatogenik dan berbeda dari sebagian besar E.coli di usus
manusia (fecal E.coli). Strain bakteri E.coli ini merupakan uropatogenik E.coli
(UPEC) yang memiliki faktor virulensi.
Penelitian intensif berhasil menentukan faktor virulensi E.coli dikenal
sebagai virulence determinalis.
Ga
mbar 3.5. Penampang pemukaan Escherichia coli
Sumber: Nefrologi Klinik Edisi III, 2006, hal. 86
Tabel 3.3 Faktor Virulensi E.coli
30
Penentu virulensi
Fimbriae
Alur
Adhesi
Pembentuk jaringan ikat (scarring)
Kapsul antigen K
Lipopolysaccharide side
chains (O antigen)
Lipid A (endotoksin)
Hemolysin
Sumber: Sumber: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi V, 2009,
hal.1010
Bakteri patogen dari urin dapat menyebabkan manifestasi klinis
bergantung pada perlengketan mukosa oleh bakteri, faktor virulensi, dan variasi
faktor virulensi.
uroepithelial.
Fimbriae
atau
pili
dibagi
berdasarkan
kemampuan
hemaaglutinasi dan tipe sugar yang berada pada permukaan sel. Pada umumnya P
fimbriae yang dapat menaglutinasi darah, berikatan dengan reseptor glikolipid
31
antigen pada sel uroepithelial, eritrosit (antigen terhadap P blood group) dan selsel tubulus renalis. Sedangkan fimbriae tipe 1 berikatan dengan sisa mannoside
pada sel uroepithelial.
Berdasarkan penelitian P fimbriae terdapat pada 90% bakteri E.coli yang
menyebabkan pyelonefritis dan hanya < 20% strain E.coli yang menyebabkan ISK
bawah. Sedangkan fimbriae tipe 1 lebih berperan dalam membantu bakteri untuk
melekat pada mukosa vesika urinaria.
saluran kemih), maka proses selanjutnya dilakukan oleh faktor virulensi lainnya.
Sebagian besar uropatogenik E.coli (UPEC) menghasilkan hemolysin yang
befungsi untuk menginisiasi invasi UPEC pada jaringan dan mengaktivasi ion besi
bagi kuman patogen (sekuestrasi besi). Keberadaan kaspsul K antigen dan O
antigen pada bakteri yang menginvasi jaringan saluran kemih melindungi bakteri
dari proses fagositosis oleh neutrofil. Keadaan ini mengakibatkan UPEC dapat
lolos dari berbagai mekanisme pertahanan tubuh host. Beberapa penelitian
terakhir juga mengatakan bahwa banyak bakteri seperti E.coli memiliki
kemampuan untuk menginvasi sel host sebagai patogen oportunistik intraseluler.
Sifat patogenitas lain dari strain E.coli yaitu toksin, dikenal beberapa
toksin seperti -haemolysin, cytotoxic necrotizing factor-1 (CNF-1) dan iron
uptake system (aerobactin dan enterobactin). Hampr 95% sifat -haemolysin ini
terikat pada kromosom dan berhubungan dengan phatogenicity island (PAIS) dan
hanya 5 % terikat pada gen plasmid.
bergantung dari respon faktor luar. Konsep variasi MO ini menunjukkan peranan
beberapa penentu virulensi yang bervariasi di antara individu dan lokasi saluran
kemih. Oleh karena itu ketahanan hidup bakteri berbeda dalam vesika urinaria dan
ginjal.
3.5.2. Peranan Faktor Tuan Rumah (host)
32
ISK. faktor bakteri dan status saluran kemih pasien mempunyai peranan penting
untuk kolonisasi bakteri pada saluran kemih. Kolonisasi bakteri sering mengalami
kambuh (eksaserbasi) bila sudah terdapat kelainan struktur anatomi saluran
kemih. Dilatasi saluran kemih termasuk pelvis ginjal tanpa obstruksi saluran
kemih dapat menyebabkan gangguan proses klirens normal dan sangat peka
terhadap infeksi1.
Selain itu urin juga memiliki karakter spesifik (osmolalitas urin,
konsentrasi urin, konsentrasi asam organik dan pH) yang dapat menghambat
pertumbuhan dan kolonisasi bakteri pada mukosa saluran kemih. Menurut
penelitian urin juga mengandung faktor penghambat perlekatan bakteri yakni
Tamm-Horsfall glycoprotein, dikatakan bahwa bakteriuria dan tingkat inflamasi di
saluran kemih meningkat pada defisit THG. THG membantu mengeliminasi
infeksi bakteri pada saluran kemih dan berperan sebagai salah satu mekanisme
pertahanan tubuh3.
Retensi urin, stasis, dan refluks urin ke saluran cerna bagian atas juga
dapat meningkatkan pertumbuhan bakteri dan infeksi. Selain itu, abnormalitas
anatomi dan fungsional saluran kemih yang dapat menganggu aliran urin dapat
meningkatkan kerentanan host terhadap ISK. Keberadaan benda asing seperti
adanya batu, kateter, stent
Litiasis
Nekrosis papilar
Nefropati analgesik
33
Penyakit Sickle-cell
Senggama
Kateterisasi
Sumber: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi V, 2009, halaman
1009
melindungi jaringan dari infeksi dan berkapasitas untuk mengenali bakteri dan
mengaktivasi mekanisme pertahanan tubuh. Sel uroepithelial mengekspresikan
toll-like receptors (TLRs) yang dapat mengikat komponen spesifik dari bakteri
sehingga menghasilkan mediator inflamasi. Respon tubuh dengan mengsekresikan
kemotraktan seperti interleukin-8 untuk merekrut neutrofil ke area jaringan yang
terinvasi. Selain itu, ginjal juga memproduksi antibodi untuk opsonisasi dan
fagositosis bakteri serta untuk mencegah perlekatan bakteri. Mekanisme imunitas
seluler dan humoral ini berperan dalam pencegahan ISK, oleh karena itu imunitas
host berperan penting dalam kejadian ISK
Penelitian laboratorium mengungkapkan bahwa golongan darah dan status
secretor mempunyai kontribusi untuk kepekaan terhadap ISK. Prevalensi ISK juga
meningkat terkait dengan golongan darah AB, B dan PI (antigen terhadap tipe
fimbriae bakteri) dan dengan fenotipe golongan darah lewis.
3.5.3. Cara Bakteri Menginvasi Saluran Kemih (bacterial entry)
Terdapat beberapa rute masuk bakteri ke saluran kemih. Pada umumnya,
bakteri di area periuretra naik atau secara ascending masuk ke saluran
genitourinaria dan menyebabkan ISK1,2,3 Sebagian besar kasus pielonefritis
disebabkan oleh naiknya bakteri dari kandung kemih, melalui ureter dan masuk ke
parenkim ginjal. Kejadian ISK oleh karena invasi MO secara ascending juga
dipermudah oleh refluks vesikoureter. Pendeknya uretra wanita dikombinasikan
dengan kedekatannya dengan ruang depan vagina dan rektum merupakan
predisposisi
yang
menyebabkan
perempuan
lebih
sering
terkena
ISK
dibandingkan laki-laki
34
Klasifikasi
kelamin walaupun lebih sering ditemukan pada wanita dan anak-anak. Pada lakilaki usia lanjut, PNA biasanya disertai hipertrofi prostat.
Pielonefritis Kronik (PNK) adalah kelainan jaringan interstitial (primer) dan
sekunder mengenai tubulus dan glomerulus, mempunyai hubungan dengan infeksi
bakteri (immediate atau late effect) dengan atau tanpa bakteriuria dan selalu
disertai kelainan-kelainan radiologi. PNK yang tidak disertai bakteriuria disebut
PNK fase inaktif. Bakteriuria yang ditemukan pada seorang penderita mungkin
berasal dari pielonefritis kronik fase aktif atau bakteriuria tersebut bukan
penyebab dari pielonefritis tetapi berasal dari saluran kemih bagian bawah yang
sebenarnya tidak memberikan keluhan atau bakteriuria asimtomatik. Jadi
diagnosis PNK harus mempunyai dua kriteria yakni telah terbukti mempunyai
kelainan-kelainan faal dan anatomi serta kelainan-kelainan tersebut mempunyai
35
Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis ISK (simtomatologi ISK) dibagi menjagi gejala-gejala
lokal, sistemik dan perubahan urinalisis. Dalam praktik sehari-hari gejala cardinal
seperti disuria, polakisuria, dan urgensi sering ditemukan pada hampr 90% pasien
rawat jalan dengan ISK akut.
36
Panas
badan
sampai
menggigil
Polakisuria
Hematuria
Enuresis nocturnal
Piuria
Prostatismus
Chylusuria
Inkontinesia
Pneumaturia
Nyeri uretra
Nyeri kandung kemih
Nyeri kolik
Nyeri ginjal
Sumber: Nefrologi Klinik Edisi III, 2006, hal. 37
Manifestasi klinik pada infeksi saluran kemih atas dan infeksi saluran
kemih bawah pada pasien dewasa dapat dilihat pada gambar berikut:
Gambar 3.6. Hubungan antara lokasi infeksi saluran kemih dengan keluhan
Sumber: Nefrologi Klinik Edisi III, 2006, hal. 85
37
Pada pielonefritis akut (PNA), sering ditemukan panas tinggi (39.5C40,5C), disertai menggigil dan sakit pinggang. Pada pemeriksaan fisik diagnostik
tampak sakit berat, panas intermiten disertai menggigil dan takikardia. Frekuensi
nadi pada infeksi E.coli biasanya 90 kali per menit, sedangkan infeksi oleh kuman
staphylococcus dan streptococcus dapat menyebabkan takikardia lebih dari 140
kali per menit. Ginjal sulit teraba karena spasme otot-otot. Distensi abdomen
sangat nyata dan rebound tenderness mungkin juga ditemukan, hal ini
menunjukkan adanya proses dalam perut, intra peritoneal. Pada PNA tipe
sederhana (uncomplicated) lebih sering pada wanita usia subur dengan riwayat
ISKB kronik disertai nyeri pinggang (flank pain), panas menggigil, mual, dan
muntah. Pada ISKA akut (PNA akut) tipe complicated seperti obstruksi, refluks
vesiko ureter, sisa urin banyak sering disertai komplikasi bakteriemia dan syok,
kesadaran menurun, gelisah, hipotensi hiperventilasi oleh karena alkalosis
respiratorik kadang-kadang asidosis metabolik.
Pada pielonefritis kronik (PNK), manifestasi kliniknya bervariasi dari
keluhan-keluhan ringan atau tanpa keluhan dan ditemukan kebetulan pada
pemeriksaan urin rutin. Presentasi klinik PNK dapat berupa proteinuria
asimtomatik, infeksi eksaserbasi akut, hipertensi, dan gagal ginjal kronik (GGK).
Manifestasi klinik pada sistitis akut dapat berupa keluhan-keluhan klasik
seperti polakisuria, nokturia, disuria, nyeri suprapubik, stranguria dan tidak jarang
dengan hematuria. Keluhan sistemik seperti panas menggigil jarang ditemukan,
kecuali bila disertai penyulit PNA. Pada wanita, keluhan biasanya terjadi 36-48
jam setelah melakukan senggama, dinamakan honeymoon cystitis. Pada laki-laki,
prostatitis yang terselubung setelah senggama atau minum alkohol dapat
menyebabkan sistitis sekunder.
Pada sistitis kronik, biasanya tanpa keluhan atau keluhan ringan karena
rangsangan yang berulang-ulang dan menetap. Pada pemeriksaan fisik mungkin
ditemukan nyeri tekan di daerah pinggang, atau teraba suatu massa tumor dari
hidronefrosis dan distensi vesika urinaria.
Manifestasi klinis sindrom uretra akut (SUA) sulit dibedakan dengan
sistitis. Gejalanya sangat miskin, biasanya hanya disuri dan sering kencing.
3.8.
39
lanjut selama pemberian antimikroba untuk ISK, pasca kateterisasi, uji saring
bakteriuria asimtomatik selama kehamilan, dan instrumentasi. Bahan contoh urin
harus dibiakan lurang dari 2 jam pada suhu kamar atau disimpan pada lemari
pendingin. Bahan contoh urin dapat berupa urin tengah kencing (UTK), aspirasi
suprapubik selektif.
Interpretasi sesuai dengan kriteria bakteriura patogen yakni CFU per ml
>105 (2x) berturut-turut dari UTK, CFU per ml >10 5 (1x) dari UTK disertai
lekositouria > 10 per ml tanpa putar, CFU per ml >10 5 (1x) dari UTK disertai
gejala klinis ISK, atau CFU per ml >10 5 dari aspirasi supra pubik. Menurut
kriteria Kunin yakni CFU per ml >105 (3x) berturut-turut dari UTK..
3.8.4. Renal Imaging Procedures
Renal imaging procedures digunakan untuk mengidentifikasi faktor
predisposisi ISK, yang biasa digunakan adalah USG, foto polos abdomen,
pielografi intravena, micturating cystogram dan isotop scanning. Investigasi
lanjutan tidak boleh rutin tetapi harus sesuai indikasi antara lain ISK kambuh,
pasien laki-laki, gejala urologik (kolik ginjal, piuria, hematuria), hematuria
persisten, mikroorganisme jarang (Pseudomonas spp dan Proteus spp), serta ISK
berulang dengan interval 6 minggu.
3.9.
Terapi
40
Pembentukan gas sangant intensif pada parenkim ginjal dan jaringan nekrosis
disertai hematom yang luas. Pielonefritis emfisematosa sering disertai syok septik
dan nefropati akut vasomotor.
41
Risiko Potensial
Pielonefritis
Bayi prematur
Anemia
Pregnancy-induced hypertension
Fetal death
Sumber: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II, 2009, hal. 1012
3.11. Prognosis
Prognosis pasien dengan pielonefritis akut, pada umumnya baik dengan
penyembuhan 100% secara klinik maupun bakteriologi bila terapi antibiotika
yang diberikan sesuai. Bila terdapat faktor predisposisi yang tidak diketahui atau
sulit dikoreksi maka 40% pasien PNA dapat menjadi kronik atau PNK. Pada
pasien Pielonefritis kronik (PNK) yang didiagnosis terlambat dan kedua ginjal
telah
mengisut,
pengobatan
konservatif
hanya
semata-mata
untuk
mempertahankan faal jaringan ginjal yang masih utuh. Dialisis dan transplantasi
dapat merupakan pilihan utama.
Prognosis sistitis akut pada umumnya baik dan dapat sembuh sempurna,
kecuali bila terdapat faktor-faktor predisposisi yang lolos dari pengamatan. Bila
terdapat infeksi yang sering kambuh, harus dicari faktor-faktor predisposisi.
Prognosis sistitis kronik baik bila diberikan antibiotik yang intensif dan tepat serta
faktor predisposisi mudah dikenal dan diberantas.
42
BAB IV
LAPORAN KASUS
4.1. Identitas Pasien
Nama
: Ny. YW
Jenis Kelamin
: Perempuan
Umur
: 63 Tahun
Agama
: Islam
Pekerjaan
Alamat
: Selayo
Suku Bangsa
: Minang
Tanggal Masuk
: 25 Februari 2016
4.2. Anamnesis
1. Keluhan Utama
43
Sakit kepala hebat dan pusing berputar sejak 6 jam sebelum tiba di IGD.
2. Riwayat Penyakit Sekarang
- Sakit kepala hebat dan pusing berputar sejak 6 jam sebelum tiba di
-
: Sedang
: Composmentis cooperatif
: 210/110 mmHg
: 110 x/menit
: 20 x/menit
: 37C
: Suara napas vesikular, wheezing (-/-), rhonki
: Irama reguler, bising (-)
: Bising usus (+) normal
: Sedang
44
a. Kesadaran
: Composmentis cooperatif
b. Tekanan Darah
: 200/100 mmHg
c. Frekuensi Nadi :80x/menit
d. Frekuensi Napas : 20 x/menit
e. Suhu
: 37C
3. Status Gizi
:
a. Berat Badan
: 68 kg
b. Tinggi Badan
: 170 cm
c. IMT
: 23,5 (Satus Gizi : Berat Badan Normal)
4. Status Generalisata
a. Kulit
: Ikterik (-), sianosis (-)
b. Kelenjar getah bening : Tidak ada pembesaran kelenjar getah
bening
(KGB)
submandimula,
sepanjang
anteroposterior = 2 : 1
Dinding dada : sikatrik (-), pelebaran pembuluh
darah
(-),
jenis
pernapasan
abdominotorakal,
:
: Ictus cordis tidak terlihat
: Ictus cordis teraba di RIC V linea
midclavicularis sinistra.
45
- Perkusi
- Batas kanan
- Batas kiri
- Pinggang
- Auskultasi
: Batas jantung :
: RIC IV linea sternalis dextra
: RIC V linea midclavicularis sinistra
: RIC III linea parasternalis sinistra
: S1 dan S2 reguler, bunyi jantung
tambahan (-), bising jantung (-)
g. Abdomen
:
- Inspeksi
: sikatrik (-), pelebaran pembuluh darah (-)
- Palpasi
:
- Superfisial
: Nyeri tekan dan nyeri lepas pada 9
-
regio (-)
Profunda
:
a. Hepar : tidak teraba
b. Limpa : tidak teraba
c. Ginjal : bimanual (-), ballotement (-), nyeri
4.4.
Pemeriksaan Rutin
a. Pemeriksaan darah rutin tanggal 25 Februari 2016:
- Hb
: 11,4 g/dL
- Hematokrit : 34,7 %
- Leukosit
: 14.280 /uL
- Trombosit : 256.000 /uL
- Ureum
: 25,2 mg/dL
- Creatinin
: 1,39 mg/dL
- GD Ad Random
: 263 mg%
b. EKG : Sinus rhythm
c. Pemeriksaan Anjuran :
- Profil lipid
- Glukosa darah puasa
- Urinalisa
46
- Rontgen thoraks
4.5.
Diagnosa Kerja
- Diagnosa Primer
tidak terkontrol.
- Diagnosa sekunder
- Diagnosa Banding
- Hipertensi emergency
4.6.
Penatalaksanaan
1. Nonfarmakologi
a. Diet/Nutrisi
- Berat Badan Ideal (BBI) = (TB-100) 10%(TB-100)
(170-100) 10%(170-100)
70 7 = 73 kg
- Status Gizi : (BB aktual : BB ideal) x 100%
= (63 : 68) x 100% =92,6 % (Berat badan normal)
- Jumlah kebutuhan kalori per hari :
- Kebutuhan kalori basal = BB ideal x 25 kalori
= 63 x 30 kalori
= 1.890 kalori
- Kebutuhan aktivitas +20%
= 20% x 1.890 = 378 kalori
Total kebutuhan kalori : 1.890 + 378 = 2.268 kalori
Distribusi makanan :
Karbohidrat
Protein
Lemak
gr
47
IVFD RL 12 jam/kolf
Captopril 2x25 mg
Amlodipin 1 x 5 mg
Paracetamol 3 x 1 tab
Domperidon 3x1 tab
Ranitidin 2x1 tab
Cefixime 2x100 mg
Follow Up
:Sakit kepala (+), tidur tidak nyenyak, BAK disertai nyeri >8x
:Keadaan Umum
Vital Signs
a.
b.
c.
d.
e.
: Sedang
:
Kesadaran
Tekanan Darah
Frekuensi Nadi
Frekuensi Napas
Suhu
: Composmentis cooperatif
: 150/100 mmHg
: 80 x/menit
: 20 x/menit
: 36,4 C
:
Diagnosa Primer
: Hipertensi stage I
: Farmakologi :
Amlodipin 1 x 10 mg
Captopril 2x25 mg
Paracetamol 3 x 1 tab
Cefixime 2x100 mg
Diet : ML RG II
Pemeriksaan anjuran : urinalisa, profil lipid, uric acid
48
:Sakit kepala (+), tidur tidak nyenyak, BAK mengejan disertai nyeri
>8x, nyeri perut bagian bawah.
:Keadaan Umum
Vital Signs
: Sedang
:
a. Kesadaran
b. Tekanan Darah
c. Frekuensi Nadi
d. Frekuensi Napas
e. Suhu
Pemeriksaan fisik :
a. mata
(-/-)
b. abdomen
c. extremitas
: Composmentis cooperatif
: 150/100 mmHg
: 80 x/menit
: 20 x/menit
: 36,4 C
: konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik
: NT daerah suprapubik
: akral hangat. Tidak ada edema pada
ekstremitas
Hasil Laboratorium
Cholesterol : 276 mg/dl
Trigliserida: 172 mg/dl
Uric Acid : 6,1 mg/dl
A
:
Diagnosa Primer
: Hipertensi stage I
: Farmakologi :
Amlodipin 1 x 10 mg
Captopril 2x25 mg
Paracetamol 3 x 1 tab
Cefixime 2x100 mg
Simvastatin 1x20 mg
Allopurinol 2x100 mg
Diet : ML RG II
Pemeriksaan anjuran : USG abdomen
:Sakit kepala (-), tidur tidak nyenyak, BAK mengejan disertai nyeri
>10x, nyeri perut bagian bawah.
49
:Keadaan Umum
Vital Signs
: Sedang
:
a. Kesadaran
b. Tekanan Darah
c. Frekuensi Nadi
d. Frekuensi Napas
e. Suhu
Pemeriksaan fisik :
a. mata
(-/-)
b. abdomen
c. extremitas
: Composmentis cooperatif
: 160/100 mmHg
: 80 x/menit
: 20 x/menit
: 36,4 C
: konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik
: NT daerah suprapubik
: akral hangat. Tidak ada edema pada
ekstremitas
A
:
Diagnosa Primer
: Hipertensi stage I
: Farmakologi :
Amlodipin 1 x 10 mg
Captopril 2x25 mg
Paracetamol 3 x 1 tab
Cefixime 2x100 mg
Simvastatin 1x20 mg
Allopurinol 2x100 mg
Diet : ML RG II
Pemeriksaan anjuran : USG abdomen, pasang cateter
:Sakit kepala (-), tidur tidak nyenyak, BAK via folley cateter, nyeri
perut bagian bawah.
:Keadaan Umum
Vital Signs
a.
b.
c.
d.
e.
: Sedang
:
Kesadaran
Tekanan Darah
Frekuensi Nadi
Frekuensi Napas
Suhu
: Composmentis cooperatif
: 120/100 mmHg
: 80 x/menit
: 20 x/menit
: 36,4 C
50
Pemeriksaan fisik :
a. mata
(-/-)
b. abdomen
c. extremitas
: NT daerah suprapubik
: akral hangat. Tidak ada edema pada
ekstremitas
hasil urinalisa
- Warna
: kuning
- Blood
: (-)
- Bilirubin
: (-)
- Urobilinogen : (-)
- Keton
: (-)
- Protein
: (+)
- Glukosa
: (-)
- pH
: 5,0
- Sedimen
:
o Eritrosit
: 0-1/LPB
o Silinder
: (-)
o Leukosit
: 2-3/LPB
o Kristal
: (-)
o Epitel
: 1-4 /LPK
Hasil USG abdomen :
: Diagnosa Primer
: Hipertensi stage I
51
: Farmakologi :
Amlodipin 1 x 10 mg
Captopril 2x25 mg
Paracetamol 3 x 1 tab
Cefixime 2x100 mg
Simvastatin 1x20 mg
Allopurinol 2x100 mg
Diet : ML RG II
52