Anda di halaman 1dari 31

KARSINOMA NASOFARING

REFERAT
KARSINOMA NASOFARING
RACHMAT FAJAR
11-096

NASOFARING

Fungsi nasopharing :
Sebagai jalan udara pada respirasi
Jalan udara ke tuba eustachii
Resonator
Sebagai drainage sinus paranasal
kavum timpani dan hidung
Secret dari nasopharing dapat bergerak
ke bawah karena:
Gaya gravitasi
Gerakan menelan
Gerakan silia (kinosilia)
Gerkan usapan palatum molle

Definisi

Carcinoma adalah pertumbuhan baru yang ganas terdiri dari


sel-sel epithelial yang cenderung menginfiltrasi jaringan
sekitarnya dan menimbulkan metastasis.

Nasopharyngeal carcinoma merupakan tumor ganas yang


timbul pada epithelial pelapis ruangan dibelakang hidung
(nasofaring).

EPIDEMIOLOGI
- Angka kejadian Kanker Nasofaring (KNF) di Indonesia
cukup tinggi, yakni 4,7 kasus/tahun/100.000 penduduk atau
diperkirakan 7000 8000 kasus per tahun di seluruh
Indonesia (Survei yang dilakukan oleh Departemen
Kesehatan pada tahun 1980 secara pathology based).
- Di Bagian THT Semarang mendapatkan 127 kasus KNF
dari tahun 2000 2002. Di RSCM Jakarta ditemukan lebih
dari 100 kasus setahun,

Tumor ini lebih sering ditemukan pad pria disbanding


wanita dengan rasio 2-3:1 (PARKINdkk.2002)

- insiden KNF meningkat sesuia dengan meningkatnya umur,


pada daera dengan insiden tinggi KNF meningkat setelah
umur 30 tahun, ;uncaknya pada umur 40-59 tahun dan
menurun setelahnya (ZONG dkk.1983).

Faktor pendukung terjadinya KNF :


(1) Adanya infeksi EBV,
(2) Faktor lingkungan
(3) Genetik

Gejala dan Tanda KNF

Nasal sign :
Pilek lama yang tidak sembuh
Epistaksis. Keluarnya darah ini biasanya berulang-ulang, jumlahnya
sedikit dan seringkali bercampur dengan ingus, sehingga berwarna
merah jambu
Ingus dapat seperti nanah, encer atau kental dan berbau.

Ear sign :
Tinitus. Tumor menekan muara tuba eustachii sehingga terjadi tuba
oklusi, karena muara tuba eustachii dekat dengan fosa rosenmulleri.
Tekanan dalam kavum timpani menjadi menurun sehingga terjadi
tinnitus.
Gangguan pendengaran hantaran
Rasa tidak nyaman di telinga sampai rasa nyeri di telinga (otalgia).

Eye sign :
Diplopia. Tumor membesar masuk foramen laseratum dan
menimbulkan gangguan N. IV dan N. VI. Bila terkena chiasma
opticus akan menimbulkan kebutaan.

Tumor sign :
Pembesaran kelenjar limfoid leher ini merupakan penyebaran atau
metastase dekat secara limfogen dari karsinoma nasofaring.

Cranial sign
Gejala cranial terjadi bila tumor sudah meluas ke otak dan
dirasakan pada penderita. Gejala ini berupa :
Sakit kepala yang terus menerus, rasa sakit ini merupakan
metastase secara hematogen.
Sensitibilitas derah pipi dan hidung berkurang.
Kesukaran pada waktu menelan
Afoni
Sindrom Jugular Jackson atau sindroma reptroparotidean mengenai
N. IX, N. X, N. XI, N. XII. Dengan tanda-tanda kelumpuhan pada:
-Lidah
-Palatum
-Faring atau laring
-M. sternocleidomastoideus
-M. trapezeus

Diagnosis
Anamnesis / pemeriksaan fisik
Anamnesis berdasarkan keluhan yang dirasakan pasien (tanda
dan gejala KNF)
Pemeriksaan nasofaring
Dengan menggunakan kaca nasofaring atau dengan
nashopharyngoskop
Biopsi nasofaring
Diagnosis histologik atau sitologik dapat ditegakan bila dikirim
suatu material hasil biopsy cucian, hisapan (aspirasi), atau
sikatan (brush), biopsy dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu
dari hidung atau dari mulut. Biopsi tumor nasofaring umunya
dilakukan dengan anestesi topical dengan xylocain 10%.

Pemeriksaan Patologi Anatomi


Klasifikasi gambaran histopatologi yang direkomendasikan
oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sebelum tahun
1991, dibagi atas 3 tipe, yaitu :
-Karsinoma sel skuamosa berkeratinisasi (Keratinizing
Squamous Cell Carcinoma). Tipe ini dapat dibagi lagi
menjadi diferensiasi baik, sedang dan buruk.

-Karsinoma non-keratinisasi (Non-keratinizing Carcinoma).


Pada tipe ini dijumpai adanya diferensiasi, tetapi tidak ada
diferensiasi sel skuamosa tanpa jembatan intersel. Pada
umumnya batas sel cukup jelas.
-Karsinoma tidak berdiferensiasi (Undifferentiated Carcinoma).
Pada tipe ini sel tumor secara individu memperlihatkan inti
yang vesikuler, berbentuk oval atau bulat dengan nukleoli
yang jelas. Pada umumnya batas sel tidak terlihat dengan
jelas.

Pemeriksaan radiologi
dengan foto polos dan ct-scan
Tujuan utama pemeriksaan radiologic tersebut adalah:
-Memberikan diagnosis yang lebih pasti pada kecurigaan
adanya tumor pada daerah nasofaring
-Menentukan lokasi yang lebih tepat dari tumor tersebut
-Mencari dan menetukan luasnya penyebaran tumor ke jaringan
sekitarnya.

Pemeriksaan neuro-oftalmologi
Karena nasofaring berhubungan dekat dengan rongga
tengkorak melalui beberapa lobang, amka gangguan
beberapa saraf otak dapat terjadi sebagai gejala lanjut KNF
ini.
Pemeriksaan serologi.
Pemeriksaan serologi IgA anti EA (early antigen) dan igA
anti VCA (capsid antigen) untuk infeksi virus E-B telah
menunjukan kemajuan dalam mendeteksi karsinoma
nasofaring.

Diagnosis Banding
Hiperplasia adenoid
Angiofibroma juenilis
Tumor sinus sphenoidalis
Neurofibroma
Tumor kelenjarr parotis
Chordoma
Menigioma basis kranii

Stadium
Penentuan stadium yang terbaru berdasarkan atas
kesepakatan antara UICC (Union Internationale Contre
Cancer) pada tahun 1992 adalah sebagai berikut :
T = Tumor, menggambarkan keadaan tumor primer, besar
dan perluasannya.
T0 : Tidak tampak tumor
T1 : Tumor terbatas pada 1 lokasi di nasofaring
T2 : Tumor meluas lebih dari 1 lokasi, tetapi masih di dalam
rongga nasofaring
T3 : Tumor meluas ke kavum nasi dan / atau orofaring
T4 : Tumor meluas ke tengkorak dan / sudah mengenai saraf
otak

N = Nodul, menggambarkan keadaan kelenjar limfe regional

N0 : Tidak ada pembesaran kelenjar


N1 : Terdapat pembesaran kelenjar homolateral yang masih
dapat digerakkan
N2 : Terdapat pembesaran kelenjar kontralateral / bilateral
yang masih dapat digerakkan
N3 :Terdapat pembesaran kelenjar baik homolateral,
kontralateral atau bilateral, yang sudah
melekat pada
jaringan sekitar.

M = Metastase, menggambarkan metastase jauh


M0 : Tidak ada metastase jauh
M1 : Terdapat metastase jauh.2,3,9-13
Berdasarkan TNM tersebut di atas, stadium penyakit dapat
ditentukan :
Stadium I: T1 N0 M0
Stadium II
: T2 N0 M0
Stadium III : T3 N0 M0
T1,T2,T3 N1 M0
Stadium IV: T4 N0,N1 M0
Tiap T N2,N3 M0
Tiap T Tiap N M12

Menurut American Joint Committee Cancer tahun 1988,


tumor staging dari nasofaring diklasifikasikan sebagai
berikut :
Tis : Carcinoma in situ
T1 : Tumor yang terdapat pada satu sisi dari nasofaring atau
tumor yang tak dapat dilihat, tetapi hanya dapat diketahui
dari hasil biopsi.
T2 : Tumor yang menyerang dua tempat, yaitu dinding
postero-superior dan dindinglateral.
T3 : Perluasan tumor sampai ke dalam rongga hidung atau
orofaring.
T4 : Tumor yang menjalar ke tengkorak kepala atau
menyerang saraf cranial (atau keduanya).

Prognosis
Secara keseluruhan, angka bertahan hidup 5 tahun adalah 45
%. Prognosis diperburuk oleh beberapa faktor, seperti :
Stadium yang lebih lanjut.
Usia lebih dari 40 tahun
Laki-laki dari pada perempuan
Ras Cina dari pada ras kulit putih
Adanya pembesaran kelenjar leher
Adanya kelumpuhan saraf otak adanya kerusakan tulang
tengkorak
Adanya metastasis jauh

Komplikasi
Petrosphenoid sindrom
-Neuralgia trigeminus ( N. V )
-Ptosis palpebra ( N. III )
-Ophthalmoplegia ( N. III, N. IV, N. VI )
Retroparidean sindrom
Tumor tumbuh ke depan kea rah rongga hidung kemudian
dapat menginfiltrasi ke sekitarnya. Tumor ke samping dan
belakang menuju ke arah daerah parapharing dan retropharing
dimana ada kelenjar getah bening. Tumor ini menekan saraf
N. IX, N. X, N. XI, N. XII
Metastasis ke organ lainnya

PENATALAKSANAAN
1. Radiasi
Dosis radiasi umumnya berkisar antara 6000 7000 rad,
dalam waktu 6 7 minggu dengan periode istirahat 2 3
minggu (split dose). Alat yang biasanya dipakai ialah
cobalt 60, megavoltageorthovoltage
Penilaian respon radiasi berdasarkan kriteria WHO :
- Complete Response : menghilangkan seluruh kelenjar getah
bening yang besar.
- Partial Response : pengecilan kelenjar getah bening sampai
50% atau lebih.
- No Change : ukuran kelenjar getah bening yang menetap.
- Progressive Disease : ukuran kelenjar getah bening membesar
25% atau lebih.

2. Kemoterapi
Kemoterapi sebagai terapi tambahan pada karsinoma
nasofaring ternyata dapat meningkatkan hasil terapi. Terutama
diberikan pada stadium lanjut atau pada keadaan kambuh.
Manfaat Kemoradioterapi adalah
Mengecilkan massa tumor
Mengontrol metastasis jauh dan mengontrol mikrometastase.
Modifikasi melekul DNA oleh kemoterapi menyebabkan sel
lebih sensitif terhadap radiasi yang diberikan (radiosensitiser).

3. Operasi
Tindakan berupa diseksi leher radikal dan nasofaringektomi.
Diseksi leher dilakukan jika masih ada sisa kelenjar pasca
radiasi atau adanya kelenjar dengan syarat bahwa tumor
primer sudah dinyatakan bersih yang dibuktikan dengan
pemeriksaan radiologik dan serologi.
4. Imunoterapi
Dengan diketahuinya kemungkinan penyebab dari karsinoma
nasofaring adalah virus Epstein-Barr, maka pada penderita
karsinoma nasofaring dapat diberikan imunoterapi.
5. Doa

Pencegahan
Pemberian vaksinasi dengan vaksin spesifik membran
glikoprotein virus Epstein Barr yang dimurnikan pada
penduduk yang bertempat tinggal di daerah dengan resiko
tinggi.
Memindahkan (migrasi) penduduk dari daerah resiko tinggi
ke tempat lainnya.
Penerangan akan kebiasaan hidup yang salah, mengubah cara
memasak makanan untuk mencegah akibat yang timbul dari
bahan-bahan yang berbahaya.

Penyuluhan mengenai lingkungan hidup yang tidak sehat,


meningkatkan keadaan sosial ekonomi dan berbagai hal yang
berkaitan
dengan
kemungkinan-kemungkinan
faktor
penyebab.
Melakukan tes serologik IgA anti VCA dan IgA anti EA
secara massal di masa yang akan datang bermanfaat dalam
menemukan karsinoma nasofaring secara lebih dini.

KESIMPULAN
Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas nomor satu
yang mematikan dan menempati urutan ke 10 dari seluruh
tumor ganas di tubuh.
Banyak faktor yang diduga berhubungan dengan KNF,
yaitu :
(1)Aadanya infeksi EBV,
(2) Faktor lingkungan
(3) Genetik
Karsinoma nasofaring banyak ditemukan di Indonesia.
Pada stadium dini yang diberikan adalah penyinaran dan
hasilnya baik.

DAFTAR PUSTAKA

Averdi Roezin, Aninda Syafril. Karsinoma Nasofaring. Dalam:


Efiaty A. Soepardi (ed). Buku ajar ilmu penyakit telinga hidung
tenggorok. Edisi kelima. Jakarta : FK UI, 2001. h. 146-50.
Harry a. Asroel. Penatalaksanaan radioterapi pada karsinoma
nasofaring. Referat. Medan: FK USU,2002.h. 1-11.
Hasibuan R, A. H. pharingologi. Jakarta: Samatra Media Utama,
2004.h. 70-81.
Kartikawati, Henny. Penatalaksanaan karsinoma nasofaring
menuju terapi kombinasi/kemoradioterapi.
Lu Jiade J, Cooper Jay S, M Lee Anne WM. The epidemiologi of
Nasopharigeal Carcinoma In : Nasopharyngeal Cancer. Berlin :
Springer,2010. p. 1-9.
Susworo, R. Kanker nasofaring : epidemiologi dan pengobatan
mutakhir. Tinjauan pustaka artikel. Dalam: Cermin Dunia
Kedokteran. No. 144, 2004.h. 16-18.

TERIMAKAS
IH

Anda mungkin juga menyukai