Penulis :
Putri Maharani
030.11.235
Pembimbing :
dr. Much. Agus Sugiharto, Sp.THT
Telah diterima dan disetujui oleh pembimbing sebagai syarat untuk menyelesaikan
Kepaniteraan klinik subdepartemen THT di Rumah Sakit TNI Angkatan Laut Mintohardjo
periode 19 Oktober - 21 November 2015
Pembimbing,
DAFTAR ISI
BAB I Pendahuluan
II.1 Anatomi .
II.2 Fisiologi .
II.3 Definisi ..
II.4 Etiologi ..
II.5 Patofisiologi .
II.7 Penanganan ..
3.8 Komplikasi
12
15
BAB I
PENDAHULUAN
Sinusitis merupakan inflamasi mukosa sinus paranasalis. Sinusitis menurut guideline IDSA
(The Infectious Disease Society of America) dapat disebut sebagai rhinosinusitis karena mukosa
nasal yang saling kontinyu, sehingga inflamasi dari sinusitis selalu diikuti inflamasi dari kavum
nasi.(1) Sinusitis merupakan kondisi yang umum ditemukan. Menurut National Health Survey
tahun 2008, 1 dari 7 (13,4%) orang dewasa 18 tahun di diagnosa sinusitis dalam 12
sebelumnya, dengan prevalensi wanita lebih banyak daripada laki-laki dengan range umur 45-71
tahun.(2)
Hal ini dicetuskan oleh banyak faktor, antara lain alergen, iritan dari lingkungan sekitar,
infeksi bakteri, virus maupun jamur. Infeksi saluran pernapasan atas akibat infeksi virus
merupakan penyebab tersering. Dengan insiden pada anak mencapai 6 kali episode pertahun dan
2-3x episode pertahun pada dewasa.(3) Sinusitis akut merupakan inflamasi sinus paranasal yang
terjadi kurang dari 4 minggu. 90-98% sinusitis akut disebabkan oleh virus, sementara 2-10%
disebabkan oleh infeksi bakteri.(4)
Walaupun demikian, pada prakteknya pemberian antibiotik masih tinggi sebanyak 65,8%.
(5)
Sebuah survey nasional menyebutkan bahwa pemberian antibiotik pada infeksi saluran napas
atas sebanyak 81% pada dewasa dengan sinusitis akut, walaupun 70% dari pasien sinusitis akut
dapat sembuh secara spontan.(6) Hal ini menimbulkan pernyataan overperscription yang banyak
karena sulitnya membedakan sinusitis bakterial akut dengan virus.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Anatomi
Bagian lateral dinding kavum nasi terdiri atas konka superior, medius dan inferior.
Ostium dari sinus-sinus terdapat di lateral dinding nasal kecuali dari sinus sphenoid. Ductus
nasolakrimalis terdapat di bawah meatus inferior, kurang lebih 3 cm posterior eksternal dari
meatus nasalis eksterna.dibawah konka medius terdapat meatus medius, tempat bermuara sinus
frontalis, maxilaris, dan ethmoid anterior. Meatus superior berada diantara konka medius dan
konka superior menjadi muara sinus ethmoid posterior. Sinus sphenoid berada sejajar dengan
meatus superior.
mudah terkena infeksi. Karena batas sinus maksila superior adalah dasar orbita, maka komplikasi
sinusitis maxilla dapat menyebar ke orbita.
eustachius dalam fungsinya sebagai jalur untuk drainase.(9) Sekret dari sinus dan telinga tengah
terakumulasi, hal ini yang dapat menyebabkan sinusitis dan otitis media. Infeksi virus pun dapat
menyebabkan infeksi langsung pada telinga tengah dan sinus paranasal.
II.2 Fisiologi
Sinus adalah rongga udara berisi epitel kolumnar bersilia dengan sel goblet. Fungsi dari
sinus paranasal sendiri antara lain (1) sebagai pengatur kondisi udara (air conditioning), sinus
berfungsi unuk memanaskan dan mengatur kelembaban udara inspirasi. (2) Sebagai penahan
suhu (thermal insulators), sinus paranasal berfungsi sebagai penahan (buffer) panas, melindungi
orbita dan fossa serebri dari suhu rongga hidung yang berubah-ubah. (3) Membantu
keseimbangan kepala dengan mengurangi berat tulang wajah. (4) Membantu resonansi suara
yang berperan dalam resonansi suara dan mempengaruhi kualitasnya.(5) Sebagai peredam
perubahan tekanan udara biasanya saat bersin maupun membuang ingus. (6) Membantu produksi
mukus dengan menghasilkan sedikit mukus untuk membersihkan partikel yang masuk bersama
udara inspirasi.(8)
II.3 Definisi
Sinusitis didefinisikan sebagai inflamasi dari sinus paranasal yang dikarakteristikan
sebagai akut bila menetap hingga 4 minggu, subakut 4-8 minggu, rekuren jika berulang lebih dari
3 kali per tahun dan disebut kronik bila menetap sampai lebih dari 8 minggu.(10) Walaupun belum
ditetapkan secara universal, namun definisi rhinosinusitis lebih dapat di aplikasikan
dibandingkan dengan sinusitis karena beberapa hal ; (1) rhinitis biasanya mendahului sinusitis,
(2) sinusitis jarang ditemui tanpa rhinitis, (3) mukosa hidung dan sinus berkesinambungan dan
(4) gejala obstruksi nasal dan adanya sekret prominen pada sinusitis.
II.4 Etiologi
Pada sinusitis akut, infeksi saluran pernapasan atas akibat virus seringkali mendahului
infeksi bakteri oleh Streptococcus pneumonia, Haemophilus influenza dan Moraxella
catarrhalis. H. influenza dan M. cattarhalis memproduksi beta-laktamase yang resisten terhadap
amoxicillin. Terdapat peningkatan resistensi terhadap S. pneumonia terhadap penisilin sebanyak
25-50%.(11) Terjadi perbedaan pathogen yang kontras antara sinusitis akut yang community8
acquired dengan nosocomial. Pathogen pada infeksi nosocomial yaitu gram negatif
(Pseudomonas aeruginosa, Klebsiella pneumoniae, Enterobacter, S. marcescens) dan gram
positif (Streptococci dan Staphylococci). Infeksi apabila bakteri mencapai 103 104 cfu/ml
Etiologi akibat jamur dapat dibagi menjadi 3 yaitu; (1) sinusitis jamur alergi, (2) fungus
ball, (3) sinusitis jamur invasif fulminan. Sinusitis jamur yang disebabkan alergi biasanya terjadi
pada pasien imunokompeten dengan penyakit atopic. Biasanya disertai dengan nasal polip dan
kongesti nasal yang kronik. Alergi terjadi karena manifestasi reaksi imun tubuh terhadap inhalasi
spora jamur, dengan adanya skin test yang positif dan peningkatan kada total serum IgE,
Bipolaris, Curvularia, Aspergillus, dan Dreschlera adalah jenis spesies jamur yang paling umum
menyebabkan sinusitis. Fungus ball secara histologi yaitu adanya akumulasi hifa yang
terkonsentrasi membentuk lapisan fungus ball. Biasanya menyerang sinus maksila dan sphenoid
serta unilateral. Sinusitis jamur invasif fulminant terdapat pada pasien dengan penurunan daya
tahan tubuh (diabetes, leukemia, malignansi, demam, neutrpenic dan pemakaian steroid jangka
panjang). Terdapat kumpulan gejala yaitu, demam, sakit kepala, epistaksis, perubahan status
mental yang disebut mucormycosis.
II.5 Patofisiologi
Secara anatomis, sinus frontalis, ethmoid anterior dan maksila dependen terhadap
osteomeatal complex untuk ventilasi dan bersihan mukosilier. drainase pada meatus media ini
dengan strukturnya yang relatif sempit (narrow pathway) bila ditambah dengan obstruksi yang
signifikan dapat memicu berkembangnya sinusitis. (10) Saat terjadi obstruksi, terdapat penurunan
tekanan di dalam kavum sinus (membentuk tekanan negatif) yang dapat menyebabkan
penurunan oksigenasi dalam kavum sinus yang dapat memfasilitasi pertumbuhan bakteri
anaerobic. Penurunan tekanan di kavum sinus dapat mencapai 20 30 mm H2O dengan tekanan
terendah dapat mencapai -60 mm H2O. Transudasi dimulai jika tekanan mencapai kurang dari
20-30 mm H2O.Transudasi dan infeksi bakteri anaerob dapat menghasilkan sekret purulent.
Kombinasi antara inflamasi mukosa dengan tekanan dinding sinus akibat sekret purulent yang
terus bertambah dapat menyebabkan nyeri.
hidung dan sinus secara keseluruhan. Pemeriksaan lain seperti pemeriksaan transluminasi
didapati isinus yang sakit akan menjadi suram dan gelap. Pemeriksaan mikrobiologik dan tes
resistensi diperlukan dengan mengambil sekret dari meatus medius/superior.
Diagnosis sinusitis dapat ditegakkan apabila terdapat 2 gejala mayor atau 1 gejala mayor
ditambah 2 gejala minor. Dan klasifikasi akut, subakut, kronik maupun rekuren sesuai
dengan waktu daripada gejala tersebut muncul.
Gejala Mayor
Facial Pain
Hidung Tersumbat (Kongesti)
Sekret Purulen
Anosmia / Gangguan Penghidu
Post Nasal Drip
Gejala Minor
Nyeri kepala
Nyeri Gigi
Batuk
Demam
Halitosis
besar
terhadap
pemakaian TMP-SMX
S.
pada
12
14
II.8 Komplikasi
Sebanyak 75% komplikasi orbital atau periorbital disebabkan karena sinusitis yang
berlanjut dikarenakan tidak adanya penanganan atau kurang adekuatnya penanganan tersebut,
yang dapat menyebabkan sinusitis kronik, meningitis, abses otak, atau komplikasi extra sinus
lainnnya. Karena lokasi anatomis sinus frontalis dan ethmoid, dimana sinus frontalis dibatasi
oleh tulang orbita yang lebih tipis dan sinus ethmoid dinding lateralnya berbatasan dengan
rongga orbita, infeksi daripada sinus ini akan memiliki resiko komplikasi intracranial lebih besar.
Vena yang berjalan sepanjang dinding posterior sinus frontalis tidak memiliki katup, sehingga
mempermudah penyebaran infeksi intracranial. Komplikasi sinusitis akut dibagi menjadi
beberapa ; (1) komplikasi lokal, (2) komplikasi periorobital, (3) komplikasi intracranial. (4)
komplikasi sistemik
Komplikasi lokal dapat berupa mukokel yaitu sebuah sebutan terhadap kista epiteloid
yang terbentuk akibat obstruksi sinus ostia, yang memiliki potensi untuk berkembang secara
progresif dan berekspansi menyebabkan erosi tulang menyebar keluar dari sinus. Komplikasi
lokal lain seperti osteomyelitis yang biasanya terjadi pada sinus frontalis dan disebut pott puffy
tumor. Gambarannya berupa abses subperiosteal dengan edema lokal pada bagian anterior sinus
frontalis. Hal ini dapat memburuk dan membentuk fistula pada kelopak mata atas akibat
sekuestrasi jaringan nekrotik tulang.
Komplikasi orbital dapat terjadi akibat penyebaran infeksi melewati batasan tulang yang
tipis pada sinus frontalis dan ethmoid. Pada pemeriksaan fisik, dapat diklasifikasikan menjadi 5
grup inflamasi orbital menurut klasifikasi Chandler ; (Group 1) Edema inflamasi dengan visus
dan gerakan ekstraokular normal. (Group 2 ) selulitis pada orbita dengan edema yang difus tanpa
abses. (Group 3) abses subperiosteal dibawah lamina papiracea sebabkan desakan rongga orbita
kea rah bawah dan lateral. (Group 4) abses orbital dengan kemosis, optalmoplegia, dan
penurunan visus
15
16
17
DAFTAR PUSTAKA
1. Meltzer EO, Hamilos DL, Hadley JA, et al. Rhinosinusitis: establishing definitions for
clinical research and patient care. J Allergy Clin Immunol 2004;114:155-212.
2. Pleis JR, Lucas JW, Ward BW. Summary health statistics for U.S. adults: National
Health Interview Survey, 2008. Vital Health Stat 10 2009:1-157.
3. Fokkens W, Lund V, Mullol J. European position paper on rhinosinusitis and nasal
polyps 2007. Rhinol Suppl 2007:1-136.
4. Gwaltney JM Jr., Wiesinger BA, Patrie JT. Acute community-acquired bacterial
sinusitis: the value of antimicrobial treatment and the value of antimicrobial treatment
and the natural history. Clin Infect Dis 2004;38:227-33.
5. Wang DY, Wardani RS, Singh K, Thanaviratananich S, et al. A survey on the
management of acute rhinosinusitis among Asian physicians. Rhinology 49: 264-271,
2011.
6. Young J, De Sutter A, Merenstein D, et al. Antibiotics for adults with clinically
diagnosed acute rhinosinusitis: a meta-analysis of individual patient
data. Lancet2008;371:908-14.
7. William NS, Bulstrode CJ, OConnell PR, Arnold H. Bailey & Loves Short Practice
Surgery. 25th Ed. 2008. New York : CRC Press.
8. Soepardi
18
11. Slavin RG, Spector SL, Bernstein L. The Diagnosis and Management of Sinusitis : A
Practice Parameter Update. J Allergy Clinnical Immunology. 2005; 09 :16-47.
12. Anthony W. Chow, Michael S. Benninger, Itzhak Brook, Jan L. Brozek, et al. IDSA
Clinical Practice Guideline for Acute Bacterial Rhinosinusitis in Children and Adults.
Oxford Journals. 2012. p.1-5, 6-8.
13. Brook I. Acute Sinusitis.[Internet]. Medscape Article; 2015 [Updated 2015 July 29
;cited 2015 Oct 30]. Available from : http://emedicine.medscape.com/article/232670overview
19