Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN Ny.

M
DENGAN GANGGUAN KEBUTUHAN AKTIVITAS
DI BANGSAL EDELWEIS RSUD WATES
(Minggu ke-II KDM )
Disusun untuk Memenuhi Tugas Individu Keperawatan KDM

Di susun oleh :
EKO MARGONO WIDODO
2520142488
2B

AKADEMI KEPERAWATAN NOTOKUSUMO


YOGYAKARTA
2015

LEMBAR PENGESAHAN
Laporan Pendahuluan pada klien Ny. M dengan gangguan kebutuhan aktivitas di Bangsal
Edelweis RSUD Wates disusun untuk memenuhi Tugas Mandiri PKK KDM Semester III
,pada :
Hari

Tanggal :
Tempat

Praktikan,

()

Mengetahui,
CI Lahan,

CI Akademik,

()

()

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pasien yang mengalami perawatan tirah baring dengan waktu yang lama tanpa
melakukan aktivitas apapun sangat mudah mengalami kontraktur pada otot-otot
persendian. Gangguan pemenuhan aktivitas yang dialami oleh pasien akan
menyebabkan tidak terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan pasien yang lain di mana
semua itu akan menghambat proses penyembuhan. Mobilisasi mengacu pada
kemampuan seseorang untuk bergerak bebas dan imobilisasi mengacu pada
ketidakmampuan seseorang untuk bergerak dengan bebas.
Gangguan peredaran darah diotak (GPDO) atau dikenal dengan CVA ( Cerebro
Vaskuar Accident) adalah gangguan fungsi syaraf yang disebabkan oleh gangguan aliran
darah dalam otak yang dapat timbul secara mendadak ( dalam beberapa detik) atau secara
cepat ( dalam beberapa jam ) dengan gejala atau tanda yang sesuai dengan daerah yang
terganggu.(Harsono,1996, hal 67)

Pada kondisi tertentu, klien dapat kehilangan kemampuan untuk melakukan


pergerakan atau aktivitas. Kondisi seperti ini dapat terjadi karena gangguanpada
sistem muskuloskeletal. Baik itu otak, otot, skelet maupun syaraf sistem tersebut.klien
dapat kehilangan kemampuan dalam menggerakkan ekstrimitasnya dan anggota gerak
lainnya. Ekstrimitas yang tidak digerakan dalam kurun waktu yang lama dapat
mengakibatkan atrofi otot atau pengecilan massa otot karena otot tidak pernah
dipergunakan untuk beraktivitas. Klien dengan gangguan mobilisasi harus menjadi
perhatian perawat untuk mencegah atrofi otot atau merawat jika telah terjadi atrofi
pada klien dengan gangguan mobilisasi.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Tujuan dari laporan pendahuluan ini untuk mengetahui masalahkebutuhan dasar
manusia khususnya masalah gangguan mobilitas fisik.
2. Tujuan Khusus
a. Mampu melakukan pengkajian pada klien dengan gangguan mobilitas fisik
b. Mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada klien dengan gangguan
c.

mobilitas fisik
Mampu menyusun rencana asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan

mobilitas fisik
d. Mampu melakukan implementasi pada klien dengan gangguan mobilitas fisik
e. Mampu melakukan evaluasi pada klien dengan gangguan mobilitas fisik

BAB II

KONSEP DASAR

1. Definisi
Mobilisasi mengacu pada kemampuan seseorang untuk bergerak secara
bebas sedangkan Imobilisasi adalah ketidak mampuan untuk bergerak secara aktif
akibat berbagai penyakit atau impairment (gangguan pada alat/ organ tubuh) yang
bersifat fisik atau mental. Imobilisasi merupakan ketidakmampuan seseorang
untuk menggerakkan tubuhnya sendiri
Mobilisasi tubuh merupakan aktivitas yang memegang peranan penting
dalam kesehatan tubuh. Mobilisasi mempunyai banyak tujuan, seperti
mengekspresikan emosi dengan gerakan nonverbal, pertahanan diri, pemenuhan
kebutuhan dasar, aktivitas hidup sehari-hari dan kegiatan rekreasi.
2. Etiologi
Berbagai kondisi dapat menyebabkan terjadinya imobilisasi, sebagai
contoh:
a. Gangguan sendi dan tulang, penyakit reumatik seperti pengapuran tulang atau
patah tulang tentu akan menghambat pergerakan (mobilisasi)
b. Penyakit saraf. Adanya strok, penyakit Parkinson, dan gangguan saraf tepi
juga menimbulkan gangguan pergerakan dan mengakibatkan imobilisasi.
c. Penyakit jantung atau pernapasan. Penyakit jantung dan/atau pernapasan akan
menimbulkan kelelahan dan sesak napas ketika beraktivitas. Akibatnya, pasien
dengan gangguan pada organ-organ tersebut akan mengurangi mobilitasnya. Ia
cenderung lebih banyak duduk atau berbaring.
d. Gangguan penglihatan. Rasa percaya diri untuk bergerak akan terganggu bila
ada gangguan penglihatan karena ada kekhawatiran terpeleset, terbentur, atau
tersandung.
e. Pasien yang masih lemah setelah menjalani operasi atau penyakit berat seperti
ulkus DM pada kaki tentu memerlukan bantuan untuk berjalan.
3. Manifestasi Klinik

Dampak fisik dari imobilitas dan ketidakaktifan sangat banyak dan

bermacam-

macam. Masalah-masalah yang berhubungan dapat mempengaruhi semua sistem pada


tubuh.

NO
EFEK
1. Penurunan konsumsi oksigen

HASIL
Intoleransi ortostatik

maksimum
2.

Penurunan fungsi ventrikel kiri

Peningkatan denyut jantung

Sinkop

3.

Penurunan curah jantung

Penurunan toleransi latihan

4.

Penurunan volume sekuncup

Penurunan kapasitas kebugaran

5.

Peningkatan katabolisme protein

Penurunan massa otot tubuh

Atrofi muskular

Penurunan kekuatan otot

6.

Peningkatan pembuangan kalsium

Osteoporosis

7.

Perlambatan fungsi usus

Konstipasi

8.

Pengurangan miksi

Penurunan evakuasi kandung kemih

9.

Gangguan metabolisme glukosa

Intoleransi glukosa

10.

Penurunan ukuran thoraks

Penurunan kapasitas fungsional


residual

11.

12.

Penurunan aliran darah pulmonal

Penurunan cairan tubuh total

Atelektasis

Penurunan PO2

Peningkatan pH

Penurunan volume plasma

Penurunan keseimbangan
natrium

13.

14.

Gangguan sensori

Gangguan tidur

Penurunan volume darah total

Perubahan kognisi

Depresi dan ansietas

Perubahan persepsi

Bermimpi pada siang hari

Halusinasi

4. Patofisiologi
Proses terjadinya gangguan aktivitas tergantung dari penyebab gangguan yang
terjadi. Ada tiga hal yang yang dapat menyebabkan gangguan tersebut.
Diantaranya adalah:
a. Kerusakan otot
Kerusakan otot ini meliputi kerusakan anatomis maupun fisiologis
otot. Otot berperan sebagai sumber daya dan tenaga dalam proses
pergerakan jika terjadi kerusakan pada otot, maka tidak akan terjadi
pergerakan jika otot terganggu. Otot dapat rusak oleh beberapa hal
seperti trauma langsung oleh benda tajam yang merusak kontinuitas
otot. Kerusakan tendon atau ligaman, radang dan lainnya.
b. Gangguan pada skelet
Rangka yang menjadi penopang sekaligus poros pergerakan dapat
terganggu pada kondisi tertentu hingga menggangu pergerakan atau
mobilisasi. Beberapa penyakit dapat mengganggu bentuk, ukuran
maupun fungsi dari sistem rangka. Diantaranya adalah, farktur, radang
sendi, kekakuan sendi dan lain sebagainya.
c. Gangguan pada sistem persyarafan.
Syaraf berperan penting dalam menyampaikan impuls dari dan ke
otak. Impuls tersebut merupakan perintah dan koordinasi antara otak
dan anggota gerak. Jadi, jika syaraf tergganggu maka akan terjadi
gangguan penyampaian impuls dari dan ke organ target. Dengan tidak
sampainya impuls maka akan mengakibatkan gangguan mobilisasi.
Kerusakan dapat terjadi pada susunan syaraf pusat (upper motor
neuron/UMN) atau

pada susunan

Syaraf

tepi

(lower

motor

neuron/LMN). Yang termasuk UMN adalah otak. Contoh penyakit


yang mengganggu otak adalah stroke dan dapat menyebabkan
gangguan mobilisasi. Sedangkan untuk LMN adalah Guillaine-bare
syndrome dan gangguan sistem syaraf lainnya seperti trauma tulang
belakang.

5. Pathway

Gangguan skelet

Gangguan otot

Atrofi otot/disuse atrofi


syndrome

Gangguan syaraf

Gangguan
Mobilitas

Kerusakan
mobilitas
fisik

Intoleransi

Resiko

aktifitas

jatuh

Nyeri

6.

Pemeriksaan penunjang
a. Sinar X tulang menggambarkan kepadatan tulang, tekstur, dan
perubahan hubungan tulang.
b. CT scan (Computed Tomography) menunjukkan rincian bidang
tertentu tulang yang terkena dan dapat memperlihatkan tumor jaringan
lunak

atau

cidera

ligament

atau

tendon.

Digunakan

untuk

mengidentifikasi lokasi dan panjangnya patah tulang didaerah yang


sulit dievaluasi.
c. MRI (Magnetik Resonance Imaging) adalah tehnik pencitraan khusus,
noninvasive, yang menggunakan medan magnet, gelombang radio, dan
computer untuk memperlihatkan abnormalitas (mis: tumor atau
penyempitan jalur jaringan lunak melalui tulang. Dll.
d. Pemeriksaan laboratorium didapatkan Hb pada trauma, Ca pada
imobilisasi lama, Alkali Fospat , kreatinin dan SGOT pada
kerusakan otot.
7.

Komplikasi
Perubahan Metabolik
Secara umum imobilitas dapat mengganggu metabolisme secara normal,
mengingat imobilitas dapat menyebabkan turunnya kecepatan metabolisme
dalam tubuh. Immobilisasi menggangu fungsi metabolic normal antara lain
laju metabolic: metabolisme karbohidarat, lemak, dan protein, keseimbangan
cairan dan elektrolit, ketidakseimbangan kalsium, dan gangguan pencernaan.
Keberdaaan infeksius padaklien immobilisasi meningkatkan BMR karena
adanya demam dan penyembuhanluka yang membutuhkan peningkatan
kebutuhan oksgen selular.
Gangguan metabolic yang mungkin terjadi :
a. Defisensi kalori dan proterin merupakan karakteristik klien
yangmengalamianoreksia sekunder akibat mobilisasi. Immobilisasi
menyebabkan asam aminotidak digunakan dan akan diekskresikan.
Pemcahan asasm amino akan terusterjadi dan menghasilkan nitrogen

sehingga akumulasinya kan menyebbakankeseimbangan nitrogen


negative , kehilangan berat badan , penurnan massaotot, dan kelemahan
akibat katabolisme jarinagn. Kehilangan masa otottertutama pada
hati,jantung,paru-paru, saluran pencernaan, dan imunitas.
b. Ekskresi kalssium dalam urin ditngkatkan melalui resorpsi tulang. Hal
initerjadi karena immobilisasi menyebabkan kerja ginjal yang
menyebabkanhiperkalsemia.
c. Gangguan nutrisi (hipoalbuminemia) Imobilisasi akan mempengaruhi
system metabolik dan endokrin yang akibatnya akan terjadi perubahan
terhadap metabolisme zat gizi. Salah satu yang terjadi adalah
perubahan metabolisme protein. Kadar plasma kortisol lebih tinggi
pada usia lanjut yang imobilisasi sehingga menyebabkan metabolisme
menjadi katabolisme. Keadaan tidak beraktifitas dan imobilisasi
selama 7 hari akan meningkatkan ekskresinitrogen urin sehingga
terjadi hipoproteinemia.
d. Gannguan gastrointestinal terjadi akibta penurunan motilitas usus.
Konstipasi sebagai gejala umum , diare karena feces yang cair
melewati bagian tejpit dan menyebabkan masalah serius berupa
obstruksi usus mekanik bila tidak ditangani karena adanya distensi dan
peningkatan intraluminal yang akan semakin parah bila terjadi
dehidrasi, terhentinya basorbsi, gannguan cairan dan elektrolit.
e. Ketidakseimbangan Cairan dan Elektrolit
Terjadinya ketidakseimbangan cairan dan elektrolit sebagai dampak
dari imobilitas akan mengakibatkan persediaan protein menurun dan
konsenstrasi protein serum berkurang sehingga dapat mengganggu
kebutuhan cairan tubuh. Berkurangnya perpindahan cairan dari
intravaskular ke interstitial dapat menyebabkan edema, sehingga
terjadi ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.
f.

Gangguan Pengubahan Zat Gizi


Terjadinya gangguan zat gizi yang disebabkan oleh menurunnya
pemasukan protein dan kalori dapat mengakibatkan pengubahan zat-

zat makanan pada tingkat sel menurun, dan tidak bisa melaksanakan
aktivitas metabolisme,

g. Gangguan Fungsi Gastrointestinal


Imobilitas dapat menyebabkan gangguan fungsi

gastrointestinal,

karena imobilitas dapat menurunkan hasil makanan yang dicerna dan


dapat menyebabkan gangguan proses eliminasi.
h. Perubahan Sistem Pernapasan
Imobilitas menyebabkan terjadinya perubahan sistem pernapasan.
Akibat imobilitas, kadar hemoglobin menurun, ekspansi paru menurun,
dan terjadinya lemah otot,
i.

Perubahan Kardiovaskular
Perubahan sistem kardiovaskular akibat imobilitas, yaitu berupa
hipotensi ortostatik, meningkatnya kerja jantung, dan terjadinya
pembentukan trombus.

j.

Perubahan Sistem Muskuloskeletal


Gangguan Muskular: menurunnya massa otot sebagai dampak
imobilitas, dapat menyebabkan turunnya kekuatan otot secara
langsung.
Gangguan Skeletal: adanya imobilitas juga dapat menyebabkan
gangguan skeletal, misalnya akan mudah terjadi kontraktur sendi dan
osteoporosis.

k. Perubahan Sistem Integumen


Perubahan sistem integumen yang terjadi berupa penurunan elastisitas
kulit karena menurunnya sirkulasi darah akibat imobilitas.
l.

Perubahan Eliminasi
Perubahan dalam eliminasi misalnya dalam penurunan jumlah urine.

m. Perubahan Perilaku
Perubahan perilaku sebagai akibat imobilitas, antara lain timbulnya
rasa bermusuhan, bingung, cemas, dan sebagainya.

8. Penatalaksanaan
a. Terapi
1) Penatalaksana Umum
a) Kerjasama tim medis interdisiplin dengan partisipasi
pasien, keluarga, dan pramuwerdha.
b) Edukasi pada pasien dan keluarga mengenai bahaya
tirah baring lama, pentingnya latihan bertahap dan
ambulasi dini, serta mencegah ketergantungan pasien
dengan melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari
sendiri, semampu pasien.
c) Dilakukan pengkajian geriatri paripurna, perumusan
target fungsional, dan pembuatan rencana terapi yang
mencakup pula perkiraan waktu yang diperlukan untuk
mencapai target terapi.
d) Temu dan kenali tatalaksana infeksi, malnutrisi,
anemia, gangguan cairan dan elektrolit yang mungkin
terjadi pada kasus imobilisasi, serta penyakit/ kondisi
penyetara lainnya.
e) Evaluasi seluruh obat-obatan yang dikonsumsi; obatobatan yang dapat menyebabkan kelemahan atau
kelelahan harus diturunkan dosisnya atau dihentkan
bila memungkinkan.
f)

Berikan nutrisi yang adekuat, asupan cairan dan


makanan yang mengandung serat, serta suplementasi
vitamin dan mineral.

g) Program latihan dan remobilisasi dimulai ketika


kestabilan kondisi medis terjadi meliputi latihan
mobilitas di tempat tidur, latihan gerak sendi (pasif,
aktif, dan aktif dengan bantuan), latihan penguat otot-

otot

(isotonik,

isometrik,

isokinetik),

latihan

koordinasi/ keseimbangan, dan ambulasi terbatas.


2) Penatalaksanaan lain yaitu:
a) Pengaturan Posisi Tubuh sesuai Kebutuhan Pasien
Pengaturan posisi dalam mengatasi masalah kebutuhan
mobilitas, digunakan untuk meningkatkan kekuatan,
ketahanan otot, dan fleksibilitas sendi. Posisi-posisi
tersebut, yaitu :
1. Posisi fowler (setengah duduk)
2. Posisi litotomi
3.

Posisi dorsal recumbent

4. Posisi supinasi (terlentang)


5.

Posisi pronasi (tengkurap)

6. Posisi lateral (miring)


7. Posisi sim
8.

Posisi trendelenburg (kepala lebih rendah dari


kaki)

b. Ambulasi dini
Cara ini adalah salah satu tindakan yang dapat meningkatkan kekuatan
dan ketahanan otot serta meningkatkan fungsi kardiovaskular..
Tindakan ini bisa dilakukan dengan cara melatih posisi duduk di
tempat tidur, turun dari tempat tidur, bergerak ke kursi roda, dan lainlain.
c. Melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri juga dilakukan untuk
melatih kekuatan, ketahanan, kemampuan sendi agar mudah bergerak,
serta meningkatkan fungsi kardiovaskular.
d. Latihan isotonik dan isometrik
Latihan ini juga dapat dilakukan untuk melatih kekuatan dan ketahanan
otot dengan cara mengangkat beban ringan, lalu beban yang berat.
Latihan isotonik (dynamic exercise) dapat dilakukan dengan rentang
gerak (ROM) secara aktif, sedangkan latihan isometrik (static exercise)

dapat dilakukan dengan meningkatkan curah jantung dan denyut nadi.


e.

Latihan ROM Pasif dan Aktif


Latihan ini baik ROM aktif maupun pasif merupakan tindakan
pelatihan untuk mengurangi kekakuan pada sendi dan kelemahan
otot.Latihan-latihan itu, yaitu :
a)

Fleksi dan ekstensi pergelangan tangan

b)

Fleksi dan ekstensi siku

c)

Pronasi dan supinasi lengan bawah

d)

Pronasi fleksi bahu

e)

Abduksi dan adduksi

f)

Rotasi bahu

g)

Fleksi dan ekstensi jari-jari

9. Pengkajian fokus
a. Mengkaji skelet tubuh
Adanya deformitas dan kesejajaran. Pertumbuhan tulang yang abnormal
akibat tumor tulang. Pemendekan ekstremitas, amputasi dan bagian tubuh
yang tidak dalam kesejajaran anatomis. Angulasi abnormal pada tulang
panjang atau gerakan pada titik selain sendi biasanya menandakan adanya
patah tulang.
b. Mengkaji tulang belakang
a. Skoliosis (deviasi kurvatura lateral tulang belakang)
b. Kifosis (kenaikan kurvatura tulang belakang bagian dada)
c. Lordosis (membebek, kurvatura tulang belakang bagian pinggang
berlebihan)
c. Mengkaji sistem persendian
Luas gerakan dievaluasi baik aktif maupun pasif,deformitas, stabilitas, dan
adanya benjolan, adanya kekakuan sendi
d. Mengkaji sistem otot
Kemampuan mengubah posisi, kekuatan otot dan koordinasi, dan ukuran
masing-masing otot. Lingkar ekstremitas untuk mementau adanya edema atau
atropfi, nyeri otot.

e. Mengkaji cara berjalan


Adanya gerakan yang tidak teratur dianggap tidak normal. Bila salah satu
ekstremitas lebih pendek dari yang lain. Berbagai kondisi neurologist yang
berhubungan dengan caraberjalan abnormal (mis. cara berjalan spastic
hemiparesis - stroke, cara berjalan selangkah-selangkah penyakit lower
motor neuron, cara berjalan bergetar penyakit Parkinson).
f. Mengkaji kulit dan sirkulasi perifer
Palpasi kulit dapat menunjukkan adanya suhu yang lebih panas atau lebih
dingin dari lainnya dan adanya edema. Sirkulasi perifer dievaluasi dengan
mengkaji denyut perifer, warna, suhu dan waktu pengisian kapiler.
g. Mengkaji fungsional klien
1. Skala Kekuatan Motorik
Skala kekuatan motorik ini digunakan untuk mengetahui kekuatam sistem
muskuloskeletl dalam melakaukan aktifitas. Adapun scoring terdiri dari
4: spontan
3: menahan grafitasi
2: bergeser tidak mampu menahan grafitasi
1: otot sedikit bergerak
0: tidak berespon
2. KATZ Indeks
Termasuk katagori yang mana:
Mandiri dalam makan, kontinensia (BAB, BAK), menggunakan pakaian,
pergi ke toilet, berpindah,dan mandi.
Mandiri semuanya kecuali salah satu dari fungsi diatas.
Mandiri, kecuali mandi, dan satu lagi fungsi yang lain.
Mandiri, kecuali mandi, berpakaian dan satu lagi fungsi yang lain.
Mandiri, kecuali mandi, berpakaian, ke toilet, dan satu
Mandiri, kecuali mandi, berpakaian, ke toilet, berpindah dan satu fungsi
yang lain.
Ketergantungan untuk semua fungsi diatas.
Keterangan:
Mandiri: berarti tanpa pengawasan, pengarahan, atau bantuan aktif dari

orang lain. Seseorang yang menolak melakukan suatu fungsi dianggap


tidak melakukan fungsi, meskipun dianggap mampu.
3. Indeks ADL BARTHEL (BAI)
NO
FUNGSI
1. Mengendalikan

2.

SKOR
KETERANGAN
0
Tak terkendali/tak teratur (perlu pencahar)

rangsang pembuangan

Kadang-kadang tak terkendali (1x seminggu)

tinja
Mengendalikan

2
0

Terkendali teratur
Tak terkendali atau pakai kateter

rangsang berkemih

Kadang-kadang tak terkendali (hanya 1x 24


jam)

Terkendali teratur

3.

Membersihkan diri

Butuh pertolongan orang lain

4.

Penggunaan jamban,

1
0

Mandiri
Tergantung pertolongan orang lain

masuk dan keluar

Perlu pertolongan pada beberapa kegiatan

5.

6.

(melepaskan celana,

tetapi dpat mengerjakan sendiri beberapa

membersihkan,

kegiatan yang lain

menyiram)
Makan

Berubah sikap dari

2
0

Mandiri
Tidak mampu

Perlu ditolong memotong makanan

2
0

Mandiri
Tidak mampu\perlu banyak bantuan untuk

berbaring ke duduk

7.

8.

Berpindah/berjalan

Memakai baju

bisa duduk
1

Bantuan minimal 1 orang

Mandiri

Tidak mampu

Bisa pindah dengan kursi roda

Berjalan dengan bantuan 1 orang

3
0

Mandiri
Tergantung orag lain

Sebagian dibantu

Mandiri

9.

10

Naik turun tangga

Mandi

Tidak mampu

Butuh pertolongan

2
0

Mandiri
Tergantung otrang lain

Mandiri

TOTAL SKOR
Skor BAI :
20 : Mandiri
12-19 : Ketergantungan ringan
9-11 : Ketergantungan sedang
5-8 : Ketergantungan berat
0-4 : Ketergantungan total
10. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul
a. Intoleransi aktifitas
b. Nyeri Akut
c. Nyeri Kronik
d. Resiko jatuh
e. Kerusakan mobilitas fisik
f. Resiko intoleransi aktifitas
g. Kelelahan
h. Kerusakan mobilitas di tempat tidur
i. Kerusakan mobilitas kursi roda
j. Kerusakan kemampuan perpindahan
k. Kerusakan berjalan

11. INTERVENSI

No

Tujuan (NOC)

Dx
1.

Pasien

dapat

Intervensi (NIC)

Rasional

1. Ajarkan pasien untuk Agar

miring kanan dan

miring

kanan

dan

miring kiri

miring kiri

Pasien dapat duduk

2. Ajarkan pasien
untuk duduk
perlahan

1.
2.

tidak

ada

luka

dekubitus

pada

punggung

pasien

Agar pasien
dapat
melakukan
aktivitas
ringan

DAFTAR PUSTAKA

Asmadi. 2008. Konsep dan aplikasi kebutuhan dasar klien. Jakarta : Salemba Medika.
Kushariyadi. 2010. Askep pada Klien Lanjut Usia. Jakarta: Salemba Medika
Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second Edition.
New Jersey: Upper Saddle River
Perry & Potter. 2006. Buku ajar fundal mental keperawatan konsep, proses dan praktik.
Edisi 4. Jakarta : EGC.
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima
Medika
Tarwoto & Wartonah, 2003. Kebutuhan dasar manusia & proses keperawatan. Jakarta :
Salemba Medika.

Wilkinson, Judith M. 2007. Buku saku diagnosa keperawatan dengan intervensi NIC dan
kriteria hasil NOC. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai