HEMOFILIA A
Oleh:
Indah Redjeki Agatha Kewo
15014101122
Masa KKM : 21 Desember 2015 28 Februari 2016
Supervisor Pembimbing:
dr. Stefanus Gunawan, Sp.A (K), MSi, Med
Residen Pembimbing :
dr. Felix Setiawan
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan kasus panjang dengan judul:
Hemofilia A
Telah dikoreksi, disetujui, dan dibacakan pada
Mengetahui:
Residen Pembimbing
Februari 2016
BAB I
PENDAHULUAN
Leukemia merupakan penyakit keganasan sel darah yang berasal dari sumsum
tulang yang ditandai oleh proliferasi sel-sel darah putih (leukosit), dengan
manifestasi adanya sel-sel abnormal dalam darah tepi. Leukosit dalam darah
berproliferasi secara tidak teratur dan tidak terkendali dan fungsinya pun menjadi
tidak normal. Oleh karena proses tersebut, fungsi-fungsi lain dari sel darah normal
juga terganggu hingga menimbulkan gejala leukemia yang dikenal dalam klinik.
Leukemia akut dibagi atas leukemia limfoblastik akut (LLA) dan leukemia
mieloblastik akut (LMA).1-3 Leukemia akut yang tersering pada anak adalah LLA
(80%), sedangkan LMA adalah leukemia kedua tersering (50-60%).4-6 Leukemia
mieloblastik akut ditandai dengan blokade maturasi yang menyebabkan proses
diferensiasi sel-sel mieloid terhenti pada sel-sel mieloblast akibat terjadinya
akumulasi blast dalam sumsum tulang, insufisiensi hemopoietik (dengan atau
tanpa leukositosis), dan infiltrasi sumsum tulang serta jaringan lainnya oleh sel-sel
blast.7,8
Angka kejadian leukemia akut merupakan 30-40% dari semua keganasan
pada masa anak-anak. Insiden rata-rata 4 - 4,5 kasus/tahun/100.000 anak di bawah
15 tahun dengan puncak insidens usia 2-5 tahun.1,9 Proporsi LMA adalah sekitar
15-20% dari semua leukemia pada anak dengan insidens 7,1 per satu juta populasi
dan sebanyak 6000 kasus baru didiagnosa setiap tahunnya. 4,9,10 Tujuh dari satu juta
anak-anak mengembangkan LMA setiap tahunnya. Kejadian pada anak laki-laki
dan perempuan hampir sama.6,9 Di negara berkembang 83% LLA, 17% LMA,
ditemukan pada anak kulit putih dibandingkan kulit hitam.1
Penyebab LMA belum diketahui dengan pasti.9.10 Beberapa faktor yang
sering dihubungkan dengan timbulnya leukemia antara lain adalah faktor genetik,
masalah sistem kekebalan tubuh, riwayat keluarga menderita leukemia, gaya
hidup dan faktor lingkungan yang tidak sehat.9,11
Berbeda dengan LLA, LMA lebih sulit diobati. Namun demikian,
pengobatan LMA mengalami kemajuan dari waktu ke waktu yang berdampak
pada membaiknya prognosis LMA, baik pada anak maupun dewasa yang
meningkat pada dekade terakhir. Di negara maju, angka harapan hidup mencapai
65%.4
Berikut ini akan dilaporkan sebuah laporan kasus, seorang anak dengan
Leukemia Mieloblastik Akut yang dirawat di Pusat Kanker Anak Estella RSUP
Prof. Dr. R.D Kandou Manado pada Desember 2015.
BAB II
LAPORAN KASUS
I.
Identitas
A. Identitas Pasien
Nama
: PK
Jenis Kelamin
: Laki-laki
: 3400 gram
Ditolong oleh
: Bidan
Kebangsaan
: Indonesia
Agama
: Kristen Protestan
Alamat
: Karame Lingkungan 1
: 2 Januari 2016
Ruangan
: Estella
Tanggal pemeriksaan
: 2 Januari 2016
: Tn. RK
Umur Ayah
: 38 tahun
Status Perkawinan
:I
: Swasta
Ibu
Nama Ibu
: Ny. TS
Umur Ibu
: 37 tahun
Status Perkawinan
:I
: IRT
Anamnesis (Alloanamnesis)
Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis dengan ayah penderita
a. Keluhan Utama
3
:5
:6
:8
:8
: 11
::4
:6
::-
bulan
bulan
bulan
bulan
bulan
bulan
bulan
bulan
bulan
bulan
g. Imunisasi
Jenis Imunisasi
Dasar
I
Ulangan
II
III
BCG
Polio
DTP
Campak
Hepatitis B
II
Family Tree
III
Keterangan :
: Perempuan
: Penderita
: Laki-laki
j. Ikhtisar Keluarga
Penderita merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara
No.
Jenis Kelamin
Umur
Keterangan
1.
Perempuan
17 tahun
Sehat
2.
Perempuan
15 tahun
Sehat
3.
Laki-laki
5 tahun 10 bulan
Penderita
a. Status Generalis
Keadaan Umum
: Tampak sakit
Kesadaran
Antropometri
: Berat Badan
: 17,6 kg
Tinggi Badan
: 126 cm
BSA
=
= 0,78 m2
Status gizi (CDC) :
Gizi Kurang
Tanda Vital
TD
: 100/60 mmHg
Nadi
Respirasi
: 24 x/m
Suhu
: 36,5C (axilla)
Kulit
Warna
: Sawo matang
Efloresensi
: Normal
Pigmentasi
: Tidak ada
8
: Kembali Cepat
Tonus
: Eutoni
Kepala
Bentuk
: Normal
Rambut
: Tidak ada
Mata
Sclera
Pupil
Lensa
: Jernih
Gerakan
: Normal
Telinga
Hidung
Mulut
Bibir
: Sianosis (-)
Lidah
: Beslag (-)
Gigi
: Caries (-)
Gusi
: Perdarahan (-)
Faring
: Hiperemis (+)
Leher
Trakea
: Letak di tengah
Kelenjar
Kaku Kuduk
: Tidak ada
Thorax
Bentuk
: Simetris
Retraksi
: Tidak ada
Paru-paru
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Jantung
Iktus
: tidak tampak
Batas Kiri
Batas Kanan
Batas atas
: ICS II III
BJ Apeks
: M1 > M2
BJ Aorta
: A1 < A2
BJ Pulmo
: P1 < P2
Bising
: (-)
Abdomen
Inspeksi
: Datar
Palpasi
Hepar
Lien
: Teraba, Schuffner I.
Perkusi
: Timpani
Auskultasi
Ekstremitas
Refleks
IV.
Pemeriksaan penunjang
a. Hasil Laboratorium (15 Desember 2015 pukul 16.00)
Leukosit
: 7400 /uL
Trombosit
: 54.000 /uL
Eritrosit
: 2,58 x 106/uL
MCH
: 30,6 pg
Hematokrit
: 21,3 %
MCHC
: 37,1 g/dL
Hemoglobin
: 7,9 g/dL
MCV
: 82,6 fL
10
Eosinofil
: 1%
SGPT
: 27 U/L
Basofil
: 0%
Ureum
: 11 mg/dL
Netrofil Batang : 0%
Creatinin
: 0,3 mg/dL
Natrium
: 132 mEq/L
ANC
: 5550
Kalium
: 3,08 mEq/L
Limfosit
: 22%
Chlorida
: 66 mEq/L
Monosit
: 2%
Calsium
: 8,52 mg/dL
SGOT
: 18 U/L
V.
Makroskopis
Mikroskopis
Warna
Eritrosit
: Negatif/LPB
Konsentrasi : Lembek
Epitel
: 6-8
Bau
: Khas
Telur Cacing
: Negatif
Darah
: Negatif
Bakteri
: Negatif
Cacing
: Negatif
Jamur
: Negatif
: Kuning
Diagnosis
Leukemia Mieloblastik Akut + Gizi Kurang + Diare akut tanpa dehidrasi +
Hipokalemia + Hiponatremia + Hipokloremia + Faringitis
VI.
Penatalaksanaan
-
KCL 4x12 ml
Oralit ad libitum
Rencana
Transfusi PRC
Kebutuhan PRC = (10-7,9) x 17,6 x 4
11
Koreksi Kalium
4 jam I = 0,4 x 17,6 (3,5 3,08) + (2x17,6)
= 2,96 + 35,2
= 38,16
20 jam II = 2,96 + (1/6 x35,2)
= 8,83
Total = 46,99 mEq
Asuhan Gizi
Kebutuhan : - Energi = 1309 kkal/hari
- Protein = 18,7 gram/hari
- Cairan = 1309 1589 ml/hari
Diberikan secara oral
Dalam bentuk : - Makanan lunak 3x1 porsi @ 350 kkal, 5 gram protein
- Susu 3x200 ml @200 kkal, 6 gram protein
- Buah 2x1 porsi
- Air putih 1000 ml
Monitoring dan evaluasi berat badan
VII.
Follow Up
a. Rabu, 16 Desember 2015
S : Demam (-), diare (+) berkurang (frequensi 1x, volume gelas
aqua, darah -, lendir -), mual/muntah (-), batuk (+), lendir (+)
O
R : 24 x/m
S : 36,2 oC
12
S
O
: Demam (+) 38oC dengan thermometer tadi malam, batuk (+) berkurang,
diare (-), intake (+)
: Keadaan umum : Tampak sakit
Kesadaran
: Compos mentis
TD : 90/60 mmHg
N : 134 x/m R : 32 x/m
S : 37,6 oC
Kepala : Konjungtiva anemis +/+, sklera ikterik -/-, PCH -/-,
pupil bulat isokor, 3mm 3 mm, RC +/+
Pupil bulat isokor, 3mm 3 mm, RC +/+
Tenggorokan : Faring hiperemis (+)
Thoraks : simetris, retraksi (-)
Cor : Bising (-)
Pulmo : SP bronkovesikuler, Rh -/-, Wh -/Abdomen : Datar, lemas, bising usus (+) normal
Hepar teraba 2-2 cm BAC
Lien teraba Schuffner I
Ekstremitas : Akral hangat, CRT 2 detik, sianosis (-), pucat (-)
14
BAB III
PEMBAHASAN
Leukemia mieloblastik akut merupakan penyakit leukemia kedua tersering pada
anak-anak.12 Proporsi LMA sekitar 15-20% dari semua leukemia pada anak
dengan insidens 7,1 per satu juta populasi. Insidens puncak pada umur 2-5 tahun.
Kejadian pada anak laki-laki dan perempuan hampir sama. 1,9 Pada kasus ini
didapatkan pasien perempuan, berusia 7 tahun 6 bulan.
Diagnosis leukemia ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan
darah lengkap. Namun untuk memastikan harus dilakukan pemeriksaan aspirasi
sumsum tulang dan dilengkapi dengan pemeriksaan radiografi dada, cairan
serebrospinal, dan beberapa pemeriksaan penunjang lainnya. Cara ini dapat
mendiagnosis sekitar 90% kasus, sedangkan sisanya memerlukan pemeriksaan
lebih lanjut, yaitu sitokimia, imunologi, sitogenetika, dan biologi molekuler.1
Pada kasus ini, pasien MRS dengan keluhan demam, pucat, dan lemah
badan yang dialami sejak 2 minggu SMRS. Tidak dikeluhkan adanya
manifestasi perdarahan. Hal ini sesuai dengan teori bahwa gejala umum yang
dilaporkan adalah demam, pucat, petekie atau ekimosis, kelesuan, malaise,
anoreksia, dan tulang atau nyeri sendi. Demam dapat timbul dengan atau tanpa
infeksi.13,14 Tanda dan gejala leukemia akut terkait dengan infiltrasi sel leukemia
ke dalam jaringan normal, berdampak pada kegagalan sumsum tulang (anemia,
neutropenia, trombositopenia) atau infiltrasi jaringan tertentu (kelenjar getah
bening, hati, limpa, otak, tulang, kulit, gingiva, testis).14 Pada pemeriksaan fisik
ditemukan konjungtiva anemis, hepatomegali (2-2 cm BAC) dan splenomegali
(Schuffner 1). Temuan ini sesuai dengan teori bahwa pada pemeriksaan fisik dapat
ditemukan hepatosplenomegali dan adenopati tetapi lebih jarang terjadi jika
dibandingkan dengan LLA. Pembengkakan gusi secara khas terlihat pada
leukemia monoblastik.13
Pasien dengan LMA seringkali menunjukkan gejala yang tidak spesifik
yang dimulai dengan anemia, leukositosis, leukopenia atau disfungsi leukosit, atau
trombositopenia baik secara berangsur-angsur maupun tiba-tiba.1 Kadar
hemoglobin sekitar 7,0 sampai 8,5 g/dL, jumlah trombosit umumnya <50.000/uL,
15
dan jumlah leukositnya sekitar 24.000/uL. Sekitar 20% pasien jumlah leukositnya
>100.000/uL.1 Biasanya pemeriksaan sumsum tulang menunjukkan hiperseluler,
kadang-kadang hipoplastik yang kemudian berkembang menjadi leukemia akut.
Sumsum tulang yang tidak menunjukkan leukemia, tetapi ada perubahan
morfologi yang jelas sering mengarah pada sindrom mielodisplastik (MDS). 1
Hasil pemeriksaan gambaran darah tepi pada pasien ini sesuai dengan teori yang
menunjukkan anemia gravis dengan eritrosit normositik-normokrom, leukositosis
ringan dengan predominan mieloblas dan sebagian kecil dengan Auer Rod dan
trombositopenia sedang, dengan kesan sugestif AML FAB Class M1. Sesuai
klasifikasi FAB (tabel 1), menunjukkan LMA tanpa maturasi. Hasil pemeriksaan
aspirasi sumsum tulang menunjukkan kesan Mieloid Lineage with abberant exp
CD 19. Berdasarkan gejala, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
tersebut, pasien kemudian didiagnosis dengan leukemia mieloblastik akut (LMA).
Leukemia mieloblastik akut diklasifikasikan berdasarkan morfologi,
sitokimia, imunofenotip, sitogenetik, dan ciri molekuler dari sel leukemia.13
Berdasarkan klasifikasi dari French-American-British, LMA dibagi menjadi 8
tipe.4,15
Tabel 1. Klasifikasi FAB untuk LMA4
M0
LMA dengan diferensiasi minimal
M1
LMA tanpa maturasi
M2
LMA dengan maturasi
M3
Leukemia promielositik akut
M4
Leukemia mielomonositik akut
M5
Leukemia monoblatik akut
M6
Leukemia eritroblastik akut
M7
Leukemia megakarioblastik akut
*FAB: French-American-British; LMA: Leukemia Mieloblastik Akut
17
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
19
12. Ilyas AM, Ahmad S, Faheem M, Naseer MI, Kumosani TA, Al-Qahtani MH,
et al. Next generation sequencing of acute myeloid leukemia: influencing
prognosis. BMC Genomics. 2015;16:55.
13. Bonilla M, Riberio RC. Acute myeloid leukemia. In: Stefan DC, Galindo CR,
editors. Pediatric hematology-oncology in countries with limited resources.
New York: Springer; 2014. p. 239-43.
14. McLean TW, Wofford MM. Oncology. In: Kliegman RM, Marcdante KJ,
Jenson HB, Behrman RE, editors. Nelson Essentials of Pediatrics. 5 th Ed.
Philadelphia: Saunders Elsevier; 2007. p. 737-40.
15. Shah M, Agarwal B. Recent advances management of acute myeloid
leukemia (AML). Indian J Pediatr. 2008;75:831-35.
16. Sutandyo N. Nutrisi pada pasien kanker yang mendapat kemoterapi.
Indonesian Journal of Cancer. 2007;4:144-8.
20