Anda di halaman 1dari 26

DAFTAR ISI

Daftar Isi1
Bab I: Pendahuluan2
Bab II: Tinjauan Pustaka6
Bab III: Kesimpulan...21
Daftar Pustaka23

BAB I
PENDAHULUAN
Retina adalah lapisan sel-sel syaraf di dalam mata yang berfungsi seperti
film pada kamera. Cahaya memasuki mata melalui kornea dan lensa mata yang
kemudian difokuskan pada retina. Retina mengubah cahaya tersebut menjadi
signal-signal penglihatan yang dikirim ke otak melalui syaraf penglihatan.
Makula adalah bagian yang paling sensitif di bagian tengah retina dan
memberikan

penglihatan

yang

paling

tajam

dan

jelas.

Vitreous adalah media seperti agar-agar bening yang mengisi bagian dalam bola
mata mulai dari belakang lensa mata sampai ke retina. Informasi ini hanyalah
pedoman umum.1
Retina adalah jaringan paling kompleks di mata. Untuk melihat, mata
harus berfungsi sebagai suatu alat optis, sebagai suatu reseptor kompleks, dan
sebagi suatu transduser yang efektif. Sel-sel batang dan kerucut di lapisan
fotoreseptor mampu mengubah rangsangan cahaya menjadi suatu impuls saraf
yang dihantarkan oleh lapisan serat retina melalui saraf ooptikus dan akhirnya ke
korteks penglihatan. Makula bertanggungjawab untuk ketajaman penglihatan yang
terbaik dan untuk penglihatan warna, dan sebagian besar selnya adalah sel
kerucut. Di fovea sentralis, terdapat hubungan hampir 1:1 antara fotoreseptor
kerucut, sel ganglionnya, dan serat saraf yang keluar, dan hal ini menjamin
penglihatan yang paling tajam. Di retina perifer, banyak fotoreseptor dihubungkan
ke sel ganglion yang sama, dan diperlukan sistem pemancar yang lebih kompleks.
Akibat dari susunan itu adalah bahwa makula terutama digunakan untuk
penglihatan sentral dan warna (penglihatan fotopik) sedangkan bagian retina
lainnya, yang sebagian besar terdiri dari fotoreseptor batang, digunakan untuk
penglihatan perifer dan malam (skotopik). 2
Ablasio retina (retinal detachment) adalah suatu keadaan terpisahnya sel
kerucut dan sel batang retina dari sel epitel pigmen retina. Pada keadaan ini sel
epitel pigmen masih melekat erat dengan membran Brunch. Sesungguhnya antara
sel kerucut dan sel batang retina tidak terdapat suatu perlengketan struktural

dengan koroid atau pigmen epitel, sehingga merupakan titik lemah yang potensial
untuk lepas secara embriologis.3
Lepasnya retina atau sel kerucut dan batang dari koroid atau sel pigmen
epitel akan mengakibatkan gangguan nutrisi retina dari pembuluh darah koroid
yang bila berlangsung lama akan mengakibatkan gangguan fungsi penglihata yang
menetap.4,5

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

ANATOMI

Gambar 1 dikutip dari kepustakaan 7


Retina merupakan membran yang tipis, halus dan tidak berwarna, tembus
pandang. Yang terlihat merah pada fundus adalah warna koroid. Retina terdiri dari
macam-macam jaringan, jaringan saraf dan jaringan pengokoh yang terdiri dari
serat-serat Mueller, membrane limitans interna dan eksterna, serta sel-sel glia.8
Lapisan-lapisan retina dari dalam ke luar, adalah sebagai berikut :3,8
o Membran limitans interna, merupakan membran hialin antara retina
dan badan kaca.

o Lapisan sel saraf, merupakan lapisan akson sel ganglion menuju ke


arah saraf optik. Di dalam lapisan ini terletak sebagian besar pembuluh
darah retina.
o Lapisan sel ganglion, merupakan lapis badan sel daripada neuron
kedua.
o Lapisan pleksiformis dalam, merupakan lapisan aseluler yang
merupakan tempat sinaps sel bipolar, sel amakrim dengan sel ganglion.
o Lapisan inti dalam, merupakan tubuh sel bipolar, sel horizontal, dan sel
Muller, lapisan ini mendapat metabolisme dari arteri retina sentral.
o Lapisan pleksiformis luar, merupakan lapisan aseluler dan merupakan
tempat sinaps sel fotoreseptor dengan sel bipolar dan sel horizontal.
o Lapisan inti luar, merupakan susunan lapis nukleus sel kerucut dan sel
batang.
o Membran limitans eksterna, merupakan membran ilusi.
o Lapisan fotoreseptor terdiri atas sel batang yang mempunyai bentuk
ramping, dan sel kerucut, merupakan sel fotosensitif.
o Epitel pigmen retina.
Lapisan-LapisanRetina

Gambar 2 dikutip dari kepustakaan7

Gambar 3 dikutip dari kepustakaan 7


Pada kehidupan embrio, dari optic vesicle terbentuk optic cup, di mana
lapisan luar membentuk lapisan epitel pigmen dan lapisan dalam membentuk
lapisan dalam lainnya. Di antara kedua lapisan ini terdapat celah potensial. Bila

terjadi robekan di retina, maka cairan badan kaca akan melalui robekan ini, masuk
ke dalam celah potensial dan melepaskan lapisan batang dan kerucut dari lapisan
epitel pigmen, maka terjadilah ablasio retina. Keadaan ini tidak boleh berlangsung
lama, oleh karena lapisan batang dan kerucut mendapat makanan dari kapiler
koroid, sedang bagian-bagian lain dari retina mendapat nutrisi dari pembuluh
darah retina sentral, yang cabang-cabangnya terdapat di dalam lapisan urat saraf. 8
Retina menjalar ke depan dan makin ke depan, lapisannya berubah makin tipis
dan berakhir di ora serrata, di mana hanya didapatkan satu lapisan nuklear. Makin
ke perifer makin banyak batang daripada kerucut, batang-batang itu telah
mengadakan modifikasi menjadi tipis-tipis. Epitel pigmen dari retina kemudian
meneruskan diri menjadi epitel pigmen yang menutupi badan siliar dan iris.8
Di mana aksis mata memotong retina, terletak makula lutea. Di tengah-tengahnya
terdapat lekukan dari fovea sentralis. Pada funduskopi, tampak makula lutea lebih
merah dari sekitarnya dan pada tempat fovea sentralis seolah-olah ada cahaya,
yang disebut refleks fovea, yang disebabkan lekukan pada fovea sentralis. Besar
makula lutea 1-2 mm. Daerah ini daya penglihatannya paling tajam, terutama di
fovea sentralis.
Struktur makula lutea:
1.

Tidak ada serat saraf;

2.

Sel-sel ganglion sangat banyak dipinggir-pinggirnya, tetapi di makula


sendiri tidak ada;

3.

Lebih banyak kerucut daripada batang dan telah bermodifikasi menjadi


tipis-tipis. Di fovea sentralis hanya terdapat kerucut. Nasal dari makula
lutea, kira-kira pada jarak 2 diameter papil terdapat papilla nervi optisi,
yaitu tempat di mana N II menembus sklera. Papil ini hanya terdiri dari
serabut saraf, tidak mengandung sel batang dan kerucut sama sekali.
Bentuk papil lonjong, berbatas tegas, pinggirnya lebih tinggi dari retina
sekitarnya. Bagian tengahnya ada lekukan yang tampak agak pucat,
besarnya 1/3 diameter papil, yang disebut ekskavasi fisiologis. Dari tempat
inilah keluar arteri dan vena sentral yang kemudian bercabang-cabang ke
temporal dan ke nasal, juga ke atas dan ke bawah.8

Gambar Fundus normal

Gambar 4 dikutip dari kepustakaan 7


Pada pemeriksaan funduskopi, dinding pembuluh darah tidak dapat dilihat.
Yang tampak pada pemeriksaan adalah kolom darah. Arteri diameternya lebih
kecil, dengan perbandingan a:v = 2:3. Warnanya lebih merah, bentuknya lebih
lurus-lurus, di tengahnya terdapat refleks cahaya. Vena lebih besar, warna lebih
tua, bentuk lebih berkelok-kelok.8
Retina sentralis mengurus makanan lapisan-lapisan retina sampai dengan
membrana limitans eksterna. Di daerah makula lutea, yang terutama terdiri dari
sel batang dan sel kerucut tidak terdapat cabang dari A. retina sentralis, oleh
karena daerah ini mendapat nutrisi dari kapiler koroid.8

ETIOLOGI
Ablasio retina ini terjadi akibat adanya robekan pada retina. Biasanya
terjadi pada retina bagian perifer, jarang pada makula. Miopia tinggi, afakia,
degenerasi lattice dan trauma mata biasanya berkaitan dengan ablasio retina.
Ablasio retina traksional terjadi akibat adanya tarikan (traksi) oleh jaringan parut

pada badan kaca menyebabkan retina terangkat dari epitel pigmennya. Jaringan
fibrosis pada badan kaca dapat disebabkan oleh retinopati diabetik proliferatif,
vitreoretinopati proliferatif, trauma mata, dan perdarahan badan kaca akibat
pembedahan atau

infeksi.

Ablasio retina eksudatif terjadi akibat adanya penimbunan cairan eksudat di


bawah retina (subretina) dan mengangkat retina. Penimbunan cairan subretina
terjadi akibat ekstravasasi cairan dari pembuluh retina dan koroid, misalnya pada
penyakit epitel pigmen retina dan koroid. Penyakit degeneratif, kelainan
kongenital, tumor pada koroid, miopia tinggi yang disertai lubang makula
(macular hole) pada pemeriksaan funduskopi, vaskulopati (misalnya hipertensi
maligna, toksemia gravidarum/eklampsia, penyakit kolagen), inflamasi dan
infeksi pada jaringan uvea dapat dikaitkan dengan ablasio retina jenis ini.4,5

PATOGENESIS
Ruangan potensial antara neuroretina dan epitel pigmennya sesuai dengan rongga
vesikel optik embriogenik. Kedua jaringan ini melekat longgar pada mata yang
matur dan dapat terpisah : 6
1. Jika terjadi robekan pada retina, sehingga vitreus yang mengalami
likuifikasi dapat memasuki ruangan subretina dan menyebabkan ablasio
progresif (ablasio regmatogenosa).
2. Jika retina tertarik oleh serabut jaringan kontraktil pada permukaan retina
(misalnya seperti pada retinopati proliferatif pada diabetes mellitus
(ablasio retina traksional).
3. Walaupun jarang terjadi, bila cairan berakumulasi dalam ruangan subretina
akibat proses eksudasi, yang dapat terjadi selama toksemia pada kehamilan
(ablasio retina eksudatif)

Ablasio retina idiopatik (regmatogen) terjadinya selalu karena adanya


robekanretina atau lubang retina. Sering terjadi pada miopia, pada usia lanjut, dan
pada mata afakia. Perubahan yang merupakan faktor prediposisi adalah degenerasi
retina perifer (degenerasi kisi-kisi/lattice degeration), pencairan sebagian badan
kaca yang tetap melekat pada daerah retina tertentu, cedera, dan sebagainya. 9
Perubahan degeneratif retina pada miopia dan usia lanjut juga terjadi di koroid.
Sklerosis dan sumbatan pembuluh darah koroid senil akan menyebabkan
berkurangnya perdarahan ke retina. Hal semacam ini juga bisa terjadi pada miopia
karena teregangnya dan menipisnya pembuluh darah retina. Perubahan ini
terutama terjadi di daerah ekuator, yaitu tempat terjadinya 90% robekan retina.
Terjadinya degenerasi retina pada mata miopia 10 sampai 15 tahun lebih awal
daripada mata emetropia. Ablasi retina delapan kali lebih sering terjadi pada mata
miopia daripada mata emetropia atau hiperopia. Ablasi retina terjadi sampai 4%
dari semua mata afakia, yang berarti 100 kali lebih sering daripada mata fakia.9
Terjadinya sineresis dan pencairan badan kaca pada mata miopia satu dasawarsa
lebih awal daripada mata normal. Depolimerisasi menyebabkan penurunan daya
ikat air dari asam hialuron sehingga kerangka badan kaca mengalami disintegrasi.
Akan terjadi pencairan sebagian dan ablasi badan kaca posterior. Oleh karenanya
badan kaca kehilangan konsistensi dan struktur yang mirip agar-agar, sehingga
badan kaca tidak menekan retina pada epitel pigmen lagi. Dengan gerakan mata
yang cepat, badan kaca menarik perlekatan vireoretina. Perlekatan badan kaca
yang kuat biasanya terdapat di daerah sekeliling radang atau daerah sklerosis
degeneratif. Sesudah ekstraksi katarak intrakapsular, gerakan badan kaca pada
gerkan mata bahkan akan lebih kuat lagi.Sekali terjadi robekan retina, cairan akan
menyusup di bawah retina sehingga neuroepitel akan terlepas dari epitel pigmen
dan koroid.9
KLASIFIKASI
Klasifikasi ablasio retina berdasarkan etiologinya, terdiri atas:
1. Ablasio retina regmatogenosa

10

Bentuk tersering dari ketiga jenis ablasio retina adalah ablasio retina
regmatogenosa. Pada ablasio retina regmatogenosa dimana ablasio terjadi
akibat adanya robekan pada retina sehingga cairan masuk ke belakang antara
sel pigmen epitel dengan retina. Terjadi pendorongan retina oleh badan kaca
cair (fluid vitreous) yang masuk melalui robekan atau lubang pada retina ke
rongga subretina sehingga mengapungkan retina dan terlepas dari lapis epitel
pigmen koroid.3,5,10,11,12,13
Karakteristik ablasio regmatogenosa adalah pemutusan total (full-thickness) di
retina sensorik, traksi korpus vitreum dengan derajat bervariasi, dan
mengalirnya korpus vitreum cair melalui defek retina sensorik ke dalam ruang
subretina. Ablasio retina regmatogenosa spontan biasanya didahului atau
disertai oleh pelepasan korpus vitreum. Miopia, afakia, degenerasi lattice, dan
trauma mata

biasanya

berkaitan

dengan ablasio retina jenis ini.2

Ablasio retina akan memberikan gejala terdapatnya gangguan penglihatan


yang kadang-kadang terlihat sebagai tabir yang menutup. Terdapatnya riwayat
adanya

pijaran

api

(fotopsia)

pada

lapangan

penglihatan.3,11

Ablasio retina yang berlokalisasi di daerah supratemporal sangat berbahaya


karena dapat mengangkat makula. Penglihatan akan turun secara akut pada
ablasio

retina

bila

dilepasnya

retina

mengenai

makula

lutea.3

Pada pemeriksaan funduskopi akan terlihat retina yang terangkat berwarna


pucat dengan pembuluh darah di atasnya dan terlihat adanya robekan retina
berwarna merah. Pemeriksaan yang teliti biasanya memperlihatkan satu atau
lebih pemutusan retina total misalnya robekan berbentuk tapal kuda, lubang
atrofik bundar, atau robekan sirkumferensial anterior (dialisis retina). Letak
pemutusan retina bervariasi sesuai dengan jenis; robekan tapal kuda paling
sering terjadi di kuadran superotemporal, lubang atrofik di kuadran temporal,
dan dialisis retina di kuadran inferotemporal. Apabila terdapat robekan retina
multipel, maka defek biasanya terletak dalam 90 derajat satu sama lain. 2,3
Bila bola mata bergerak akan terlihat retina yang lepas (ablasio) bergoyang.
Kadang-kadang terdapat pigmen di dalam badan kaca. Pada pupil terlihat
adanya defek aferen pupil akaibat penglihatan menurun. Tekanan bola mata

11

rendah dan dapat meninggi bila telah terjadi neovaskular glaukoma pada
ablasio yang telah lama.3

Gambar 5 dikutip dari kepustakaan 11


2. Ablasio retina tarikan atau traksi
Ablasio retina akibat traksi adalah jenis tersering kedua dan terutama
disebabkan oleh retinopati diabetes proliferatif, vitreoretinopati proliferatif,
retinopati pada prematuritas, atau trauma mata.2,12,13
Pada ablasio ini lepasnya jaringan retina terjadi akibat tarikan jaringan parut
pada badan kaca yang akan mengakibatkan ablasio retina dan penglihatan
turun tanpa rasa sakit.3
Berbeda dengan penampakan konveks pada ablasio regmatogenosa, ablasio
retina akibat traksi yang khas memiliki permukaan yang lebih konkaf dan
cenderung lebih lokal, biasanya tidak meluas ke ora serata. Gaya-gaya traksi
yang secara aktif menarik retina sensorik menjauhi epitel pigmen di bawahnya
disebabkan oleh adanya membran vitreosa, epiretina, atau subretina yang
terdiri dari fibroblas dan sel glia atau sel epitel pigmen retina. Pada ablasio
retina akibat traksi pada diabetes, kontraksi korpus vitreum menarik jaringan
fibrovaskular dan retina di bawahnya ke arah anterior menuju dasar korpus
vitreum. Pada awalnya pelepasan mungkin terbatas di sepanjang arkadearkade vaskular, tetapi dapat terjadi perkembangan sehingga kelainan
melibatkan retina midperifer dan makula.2,10,11,12,13
Proses patologik dasar pada mata yang mengalami vitreoretinopati proliferatif
adalah pertumbuhan dan kontraksi membran selular di kedua sisi retina dan di
permukaan korpus vitreum posterior. Traksi fokal dari membran selular dapat
menyebabkan robekan retina dan menimbulkan kombinasi ablasio retina

12

regmatogenosa-traksional.2

Gambar 6 dikutip dari kepustakaan 11


3. Ablasio retina eksudatif
Ablasio retina eksudatif adalah ablasio yang terjadi akibat tertimbunnya
eksudat di bawah retina dan mengangkat retina. Penimbunan cairan subretina
sebagai akibat keluarnya cairan dari pembuluh darah retina dan koroid
(ekstravasasi). Hal ini disebabkan penyakit koroid. Kelainan ini dapat terjadi
pada skleritis, koroiditis, tumor retrobulbar, radang uvea, idiopati, toksemia
gravidarum. Cairan di bawah retina tidak dipengaruhi oleh posisi kepala.
Permukaan retina yang terangkat terlihat cincin. Pada ablasio tipe ini
penglihatan dapat berkurang dari ringan sampai berat. Ablasio ini dapat hilang
atau

menetap

bertahun-tahun

setelah

penyebabnya

berkurang

atau

hilang.3,10,11,12,13

Gambar 7 dikutip dari kepustakaan 11


DIAGNOSIS
Diagnosis ablasio retina ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
oftalmologi, dan pemeriksaan penunjang.

13

1. Anamnesis
Gejala yang sering dikeluhkan penderita adalah : 9,12,14

Floaters (terlihat benda melayang-layang), yang terjadi karena


adanya kekeruhan di vitreus oleh adanya darah, pigmen retina yang
lepas atau degenerasi vitreus itu sendiri. Kadang-kadang penderita
merasa ada tabir atau bayangan yang datang dari oerifer (biasanya
dari sisi nasal) meluas dalam lapangan pandang. Tabir ini bergerak
bersama-sama dengan gerakan mata dan menjadi lebih nyata. Pada
stadium awal, penglihatannya membaik di malam hari, dan
memburuk

di

siang

hari,

terutama

sesudah

stres

fisik

(membungkuk, mengangkat) atau mengendarai mobil di jalanan


yang bergelombang.

Fotopsia/ light flashes (kilatan cahaya) tanpa adanya cahaya di


sekitarnya, yang umumnya terjadi sewaktu mata digerakkan dalam
keremangan cahaya atau dalam keadaan gelap. Keadaan ini
disebabkan oleh tarikan pada retina dan bisa terjadi pada orang
normal jika terjadi cedera tumpul pada mata.

Penurunan tajam penglihatan. Pasien mengeluh penglihatannya


sebagian seperti tertutup tirai yang semakin lama semakin luas.
Pada keadaan yang telah lanjut dapat terjadi penurunan tajam
penglihatan yang lebih berat. Selain itu dalam anamnesis perlu
ditanyakan

adanya

riwayat

trauma,

riwayat

pembedahan

sebelumnya (seperti : ekstraksi katarak, pengangkatan benda asing


intraokular, dsb), riwayat penyakit mata sebelumnya (uveitis,
perdarahan vireous, ambliopia, glaukoma, dan retinopati diabetik),
riwayat keluarga dengan penyakit mata, serta penyakit sistemik
yang berhubungan dengan ablasio retina (diabetes, tumor, sickle
cell disease, leukemia, eklamsia, dan prematuritas) 4,13
2. Pemeriksaan oftalmologi

Pemeriksaan visus, dapat terjadi penurunan tajam penglihatan


akibat terlibatnya makula lutea ataupun terjadi kekeruhan media

14

penglihatan atau badan kaca yang menghambat sinar masuk. Tajam


penglihatan akan sangat menurun bila makula lutea ikut terangkat.

Pemeriksaan lapangan pandang, akan terjadi lapangan pandang


seperti tertutup tabir dan dapat terlihat skotoma relatif sesuai
dengan kedudukan ablasio retina, pada lapangan pandang akan
terlihat pijaran api seperti halilintar kecil dan fotopsia.

Pemeriksaan funduskopi, yaitu salah satu cara terbaik untuk


mendiagnosis ablasio retina dengan menggunakan binokuler
indirek oftalmoskopi. Pada pemeriksaan ini retina yang mengalami
ablasio retina tampak sebagai membran abu-abu merah muda yang
menutupi gambaran vaskuler koroid. Jika terdapat akumulasi
cairan bermakna pada ruang subretina, didapatkan pergerakkan
undulasi retina ketika mata bergerak. Pembuluh darah retina yang
terlepas dari dasarnya berwarna gelap, berkelok-kelok, dan
membengkok di tepi ablasio. Pada retina yang mengalami ablasio
terlihat lipatan-lipatan halus. Suatu robekan pada retina terlihat
agak merah muda karena terdapat pembuluh koroid dibawahnya.
Mungkin didapatkan debris terkait pada vitreous yang terdiri dari
darah dan pigmen atau kelopak lubang retina (operkulum) dapat
ditemukan mengambang bebas.3,4,6,9,13,14

15

Gambar 8 dikutip dari kepustakaan 11


3. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk mengetahui adanya


penyakit penyerta antara lain glaukoma, diabetes mellitus, maupun
kelainan darah.

Pemeriksaan ultrasonografi, yaitu ocular B-Scan ultrasonografi


juga digunakan untuk mendiagnosis ablasio retina dan keadaan
patologis

lain

yang

menyertainya

seperti

proliferative

vitreoretinopati, benda asing intraokuler. Selain itu ultrasonografi


juga digunakan untuk mengetahui kelainan yang menyebabkan
ablasio retina eksudatif misalnya tumor dan posterior skleritis. 2,4,6,14
PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan pada ablasio retina adalah laser dan pembedahan Pada
pembedahan ablasio retina dapat dilakukan dengan cara: 2,6,9,11,12,13,15,16
1.

Scleral buckle

16

Metode

ini

paling

banyak

digunakan

pada

ablasio

retina

regmatogenosa terutama tanpa disertai komplikasi lainnya. Prosedur


meliputi lokalisasi posisi robekan retina, menangani robekan dengan
cryoprobe, dan selanjutnya dengan scleral buckle (sabuk). Sabuk ini
biasanya terbuat dari spons silikon atau silikon padat. Ukuran dan bentuk
sabuk yang digunakan tergantung lokasi dan jumlah robekan retina.
Pertama-tama

dilakukan

cryoprobe

atau

laser

untuk

memperkuat

perlengketan antara retina sekitar dan epitel pigmen retina. Sabuk dijahit
mengelilingi sklera sehingga terjadi tekanan pada robekan retina sehingga
terjadi penutupan pada robekan tersebut. Penutupan retina ini akan
menyebabkan cairan subretinal menghilang secara spontan dalam waktu 1-2
hari.

17

Gambar 9 dikutip dari kepustakaan 11


2.

Retinopeksi pneumatik
Retinopati pneumatik merupakan metode yang juga sering digunakan
pada ablasio retina regmatogenosa terutama jika terdapat robekan tunggal
pada bagian superior retina. Teknik pelaksanaan prosedur ini adalah dengan
menyuntikkan gelembung gas ke dalam rongga vitreus. Gelembung gas ini
akan menutupi robekan retina dan mencegah pasase cairan lebih lanjut
melalui robekan. Jika robekan dapat ditutupi oleh gelembung gas, cairan
subretinal biasanya akan hilang dalam 1-2 hari. Robekan retina dapat juga
dilekatkan dengan kriopeksi atau laser sebelum gelembung disuntikkan.
Pasien harus mempertahankan posisi kepala tertentu selama beberapa hari
untuk

meyakinkan

gelembung

18

terus

menutupi

robekan

retina.

Gambar 10 dikutip dari kepustakaan 11


3.

Vitrektomi
Vitrektomi merupakan cara yang paling banyak digunakan pada
ablasio akibat diabetes, dan juga digunakan pada ablasio regmatogenosa
yang disertai traksi vitreus atau perdarahan vitreus. Cara pelaksanaannya
yaitu dengan membuat insisi kecil pada dinding bola mata kemudian
memasukkan instrumen hingga ke cavum vitreous melalui pars plana.
Setelah itu dilakukan vitrektomi dengan vitreus cutter untuk menghilangkan
berkas badan kaca (vitreous strands), membran, dan perlekatan-perlekatan.
Teknik dan instrumen yang digunakan tergantung tipe dan penyebab ablasio.

Gambar 11 dikuti dari kepustakaan 11 Gambar12 dikutip dari kepustakaan15

19

4.

Laser photocoagulation
Biasanya laser digunakan untuk menangani robekan retina. Laser
tersebut dapat membuat luka bakar baru disekitar robekan yang pda
akhirnya nanti membentuk jaringan parut dan menahan retina pada jaringan
di bawahnya. Hal ini mencegah cairan (cairan viterus) agar tidak masuk
melalui

robekan

dan

melepaskan

retina.

DIAGNOSIS BANDING

Retinoschisis degeneratif
Gejala fotopsia dan floaters tidak ada karena tidak ada traksi vitreoretinal.
Defek lapangan pandang jarang diobservasi karena jarang terjadi
penyebaran ke daerah posterior, namun jika ada maka merupakan defek
yang absolut.17,18
Elevasi yangtimbul berbentuk konveks, halus, tipis dan tidak bergerak.
Lapisan dalam yang tipis dapat disalahartikan dengan ablasio retina
regmatogenosa athropic long-standing, akan tetapi demarcation line dan
kista sekunder tidak ditemukan pada retinoschisis. Robekan dapat terjadi
pada salah satu atau kedua lapisan pada reticular retinoschisis.17,18

Choroidal detachment
Gejala fotopsia dan floaters tidak ada karena tidak ada traksi viteroretinal.
Defek lapangan pandang ada pada mata dengan pelepasan koroid yang
luas.18
Tekanan intraokular dapat sangat rendah karena lepasnya badan siliar.
Pelepasan koroid memberi gambaran konveks, halus, berwarna coklat,
danrelatif tidak bergerak. Retina perifer dan ora serata dapat terlihat tanpa
indentasi sklera. 17,18

KOMPLIKASI
Penurunan ketajaman penglihatan dan kebutaan merupakan komplikasi
yang paling umum terjadi pada ablasio retina. Penurunan penglihatan terhadap

20

gerakan tangan atau persepsi cahaya adalah komplikasi yang sering dari ablasio
retina yang melibatkan makula.4
Jika retina tidak berhasil dilekatkan kembali dan pembedahan mengalami
komplikasi, maka dapat timbul perubahan fibrotik pada vitreous (vitreoretinopati
proliferatif, PVR). PVR dapat menyebabkan traksi pada retina dan ablasio retina
lebih lanjut.6
EDUKASI

Hindari faktor resiko

Pakai kaca mata

Kontrol gula darah

Kontrol tekanan darah tinggi

Jaga kebersihan mata

Istirahat yang cukup

PROGNOSIS
Prognosis tergantung luasnya robekan retina, jarak waktu terjadinya ablasio,
diagnosisnya dan tindakan bedah yang dilakukan.9
Terapi yang cepat prognosis lebih baik. Prognosis lebih buruk bila mengenai
makula atau jika telah berlangsung lama. Jika makula melekat dan pembedahan
berhasil melekatkan kembali retina perifer, maka hasil penglihatan sangat baik.
Jika makula lepas lebih dari 24 jam sebelum pembedahan, maka tajam
penglihatan

sebelumnya

mungkin

tidak

21

dapat

pulih

sepenuhnya. 6

22

BAB III
KESIMPULAN
1. Retina adalah lapisan sel-sel syaraf di dalam mata yang berfungsi seperti
film pada kamera. Cahaya memasuki mata melalui kornea dan lensa mata
yang kemudian difokuskan pada retina. Retina mengubah cahaya tersebut
menjadi signal-signal penglihatan yang dikirim ke otak melalui syaraf
penglihatan. Makula adalah bagian yang paling sensitif di bagian tengah
retina dan memberikan penglihatan yang paling tajam dan jelas.
2. Ablasio retina (retinal detachment) adalah suatu keadaan terpisahnya sel
kerucut dan sel batang retina dari sel epitel pigmen retina. Pada keadaan
ini sel epitel pigmen masih melekat erat dengan membran Brunch.
Sesungguhnya antara sel kerucut dan sel batang retina tidak terdapat suatu
perlengketan struktural dengan koroid atau pigmen epitel, sehingga
merupakan titik lemah yang potensial untuk lepas secara embriologis
3. Ablasio retina sering terjadi pada miopia, pada usia lanjut, dan pada mata
afakia. Perubahan yang merupakan faktor prediposisi adalah degenerasi
retina perifer (degenerasi kisi-kisi/lattice degeration), pencairan sebagian
badan kaca yang tetap melekat pada daerah retina tertentu, cedera, dan
sebagainya
4. Patogenesis ablasio retina ialah ruangan potensial antara neuroretina dan
epitel pigmennya sesuai dengan rongga vesikel optik embriogenik. Kedua
jaringan ini melekat longgar pada mata yang matur dan dapat terpisah

Jika terjadi robekan pada retina, sehingga vitreus yang mengalami


likuifikasi dapat memasuki ruangan subretina dan menyebabkan
ablasio progresif (ablasio regmatogenosa).

Jika retina tertarik oleh serabut jaringan kontraktil pada permukaan


retina (misalnya seperti pada retinopati proliferatif pada diabetes
mellitus (ablasio retina traksional)).

23

Walaupun jarang terjadi, bila cairan berakumulasi dalam ruangan


subretina akibat proses eksudasi, yang dapat terjadi selama
toksemia pada kehamilan (ablasio retina eksudatif)

4. Diagnosis ablasio retina ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan


oftalmologi

(pemeriksaan

visus,

pemeriksaan

lapangan

pandang,

pemeriksaan funduskopi) dan pemeriksaan penunjang.


5. Penatalaksanaan pada ablasio retina adalah pembedahan Pada pembedahan
ablasio retina dapat dilakukan dengan cara: scleral buckle, retinopeksi
pneumatik, dan vitrektomi.
6. Penurunan ketajaman penglihatan dan kebutaan merupakan komplikasi
yang paling umum terjadi pada ablasio retina
7. Prognosis tergantung luasnya robekan retina, jarak waktu terjadinya
ablasio, diagnosisnya dan tindakan bedah yang dilakukan. Terapi yang
cepat prognosis lebih baik. Prognosis lebih buruk bila mengenai makula
atau jika telah berlangsung lama

24

DAFTAR PUSTAKA
1. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi keempat. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. 2006. h. 3-11 dan 183-6.
2. Vaughan DG, Asbury T, Eva PR. Anatomi dan Embriologi Mata; Penyakit
retina Perifer. Dalam: Oftalmologi Umum. Jakarta: Widya Medika. 2008.
Hal. 1-15 dan 207-8.
3. Galloway NR, Amoaku WMK, Galloway PH, et al. Retinal Detachment.
In: Common Eye Diseases and Their Management. Third Edition. London:
Springer-Verlag. 2006. p. 7-15 dan 103-10.
4. Regiello C, Chang TS, Jhonson MW. Retinal Detachment. In: Retinal and
Vitreus. Chapter 11.Section 12. American Academy of Opthalmology
2008-2009. Singapore. p. 292-302.
5. Lang GK, Lang GK. Retina: Retinal Detachment. In: Lang G.
Ophtalmology, A Short Textbook. New York : Thieme. 2010. p. 299-309
dan 328-32.
6. Goodman RL. Rhegmatogenous Retinal Detachment. In: Ophtho Notes
The Essential Guide. New York : Thieme. 2013. p. 269-71.
7. James B, Chew C, Bron A. Anatomi dan Ablasio Retina. In: Lecture Notes
Oftalmologi. Edisi Kesembilan. Jakarta: Penerbit Erlangga. Hal.1-15 dan
117-21.
8. Webb LA, Kanski JJ. Retinal Detachment. In : Manual of Eye
Emergencies, Diagnosis and Management. Second Edition. Edinburgh:
Butterworth-Heinemann. p. 86-8.

25

9. Olver J, Cassidy L. Posterior Segment and Retina; Retinal Detachment. In:


Ophthalmology at A Glance. Oxford : Blackwell Science. 2005. p. 28-9
and 84-7.
10. Batterbury M, Bowling B. Ocular Fundus : Retinal Detachment. In:
Ophthalmology An Illustrated Colour Text. London: Elsevier Churchill
Livingstone. 2005. p. 64-5.
11. Vaughan DG, Asbury T, Eva PR. Retina & Tumor Intraokular. In:
Oftalmologi Umum. 14th ed. Widya Medika: Jakarta; 2006:197, 207-9.
12. James B.,dkk. Ablasi Retina. Dalam: Oftalmologi. 9th ed.
Erlangga:Ciracas Jakarta; 2008: 117-121.
13. Friedman NJ, Kaiser PK, Trattler WB. Posterior Segment. In: Review of
Ophthalmology. Elsevier Saunders. Philadelphia; 2005: 295-342.
14. Langston DP. Manual of Ocular Diagnosis and Therapy. 5th ed. Lippicott
Williams & Wilkins. Philadelphia; 2012: 187-91.
15. Paley DA, Krachmer JH. Retinal Detachment. In: Primary Care
Ophtalmology. Elsevier Mosby. Philadelphia; 2005: 149-187
16. Angeles Vision Clinic. Retinal Detachment.
http://www.avclinic.com/RetinalDetachment.htm.
17. The Eye MD. Association, Retina and Vitreus. In: Basic and Clinical
Science Cource 2005-2006 on CD-ROM, section 12. America Academy of
Ophthalmology: 2005-2006.
18. Kanski JJ. Retinal Detachment. In: Clinical Ophthalmology. 5th ed.
Butterworth Heinemann. Philadelphia; 2013: 349-89.

26

Anda mungkin juga menyukai