Daftar Isi1
Bab I: Pendahuluan2
Bab II: Tinjauan Pustaka6
Bab III: Kesimpulan...21
Daftar Pustaka23
BAB I
PENDAHULUAN
Retina adalah lapisan sel-sel syaraf di dalam mata yang berfungsi seperti
film pada kamera. Cahaya memasuki mata melalui kornea dan lensa mata yang
kemudian difokuskan pada retina. Retina mengubah cahaya tersebut menjadi
signal-signal penglihatan yang dikirim ke otak melalui syaraf penglihatan.
Makula adalah bagian yang paling sensitif di bagian tengah retina dan
memberikan
penglihatan
yang
paling
tajam
dan
jelas.
Vitreous adalah media seperti agar-agar bening yang mengisi bagian dalam bola
mata mulai dari belakang lensa mata sampai ke retina. Informasi ini hanyalah
pedoman umum.1
Retina adalah jaringan paling kompleks di mata. Untuk melihat, mata
harus berfungsi sebagai suatu alat optis, sebagai suatu reseptor kompleks, dan
sebagi suatu transduser yang efektif. Sel-sel batang dan kerucut di lapisan
fotoreseptor mampu mengubah rangsangan cahaya menjadi suatu impuls saraf
yang dihantarkan oleh lapisan serat retina melalui saraf ooptikus dan akhirnya ke
korteks penglihatan. Makula bertanggungjawab untuk ketajaman penglihatan yang
terbaik dan untuk penglihatan warna, dan sebagian besar selnya adalah sel
kerucut. Di fovea sentralis, terdapat hubungan hampir 1:1 antara fotoreseptor
kerucut, sel ganglionnya, dan serat saraf yang keluar, dan hal ini menjamin
penglihatan yang paling tajam. Di retina perifer, banyak fotoreseptor dihubungkan
ke sel ganglion yang sama, dan diperlukan sistem pemancar yang lebih kompleks.
Akibat dari susunan itu adalah bahwa makula terutama digunakan untuk
penglihatan sentral dan warna (penglihatan fotopik) sedangkan bagian retina
lainnya, yang sebagian besar terdiri dari fotoreseptor batang, digunakan untuk
penglihatan perifer dan malam (skotopik). 2
Ablasio retina (retinal detachment) adalah suatu keadaan terpisahnya sel
kerucut dan sel batang retina dari sel epitel pigmen retina. Pada keadaan ini sel
epitel pigmen masih melekat erat dengan membran Brunch. Sesungguhnya antara
sel kerucut dan sel batang retina tidak terdapat suatu perlengketan struktural
dengan koroid atau pigmen epitel, sehingga merupakan titik lemah yang potensial
untuk lepas secara embriologis.3
Lepasnya retina atau sel kerucut dan batang dari koroid atau sel pigmen
epitel akan mengakibatkan gangguan nutrisi retina dari pembuluh darah koroid
yang bila berlangsung lama akan mengakibatkan gangguan fungsi penglihata yang
menetap.4,5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
ANATOMI
terjadi robekan di retina, maka cairan badan kaca akan melalui robekan ini, masuk
ke dalam celah potensial dan melepaskan lapisan batang dan kerucut dari lapisan
epitel pigmen, maka terjadilah ablasio retina. Keadaan ini tidak boleh berlangsung
lama, oleh karena lapisan batang dan kerucut mendapat makanan dari kapiler
koroid, sedang bagian-bagian lain dari retina mendapat nutrisi dari pembuluh
darah retina sentral, yang cabang-cabangnya terdapat di dalam lapisan urat saraf. 8
Retina menjalar ke depan dan makin ke depan, lapisannya berubah makin tipis
dan berakhir di ora serrata, di mana hanya didapatkan satu lapisan nuklear. Makin
ke perifer makin banyak batang daripada kerucut, batang-batang itu telah
mengadakan modifikasi menjadi tipis-tipis. Epitel pigmen dari retina kemudian
meneruskan diri menjadi epitel pigmen yang menutupi badan siliar dan iris.8
Di mana aksis mata memotong retina, terletak makula lutea. Di tengah-tengahnya
terdapat lekukan dari fovea sentralis. Pada funduskopi, tampak makula lutea lebih
merah dari sekitarnya dan pada tempat fovea sentralis seolah-olah ada cahaya,
yang disebut refleks fovea, yang disebabkan lekukan pada fovea sentralis. Besar
makula lutea 1-2 mm. Daerah ini daya penglihatannya paling tajam, terutama di
fovea sentralis.
Struktur makula lutea:
1.
2.
3.
ETIOLOGI
Ablasio retina ini terjadi akibat adanya robekan pada retina. Biasanya
terjadi pada retina bagian perifer, jarang pada makula. Miopia tinggi, afakia,
degenerasi lattice dan trauma mata biasanya berkaitan dengan ablasio retina.
Ablasio retina traksional terjadi akibat adanya tarikan (traksi) oleh jaringan parut
pada badan kaca menyebabkan retina terangkat dari epitel pigmennya. Jaringan
fibrosis pada badan kaca dapat disebabkan oleh retinopati diabetik proliferatif,
vitreoretinopati proliferatif, trauma mata, dan perdarahan badan kaca akibat
pembedahan atau
infeksi.
PATOGENESIS
Ruangan potensial antara neuroretina dan epitel pigmennya sesuai dengan rongga
vesikel optik embriogenik. Kedua jaringan ini melekat longgar pada mata yang
matur dan dapat terpisah : 6
1. Jika terjadi robekan pada retina, sehingga vitreus yang mengalami
likuifikasi dapat memasuki ruangan subretina dan menyebabkan ablasio
progresif (ablasio regmatogenosa).
2. Jika retina tertarik oleh serabut jaringan kontraktil pada permukaan retina
(misalnya seperti pada retinopati proliferatif pada diabetes mellitus
(ablasio retina traksional).
3. Walaupun jarang terjadi, bila cairan berakumulasi dalam ruangan subretina
akibat proses eksudasi, yang dapat terjadi selama toksemia pada kehamilan
(ablasio retina eksudatif)
10
Bentuk tersering dari ketiga jenis ablasio retina adalah ablasio retina
regmatogenosa. Pada ablasio retina regmatogenosa dimana ablasio terjadi
akibat adanya robekan pada retina sehingga cairan masuk ke belakang antara
sel pigmen epitel dengan retina. Terjadi pendorongan retina oleh badan kaca
cair (fluid vitreous) yang masuk melalui robekan atau lubang pada retina ke
rongga subretina sehingga mengapungkan retina dan terlepas dari lapis epitel
pigmen koroid.3,5,10,11,12,13
Karakteristik ablasio regmatogenosa adalah pemutusan total (full-thickness) di
retina sensorik, traksi korpus vitreum dengan derajat bervariasi, dan
mengalirnya korpus vitreum cair melalui defek retina sensorik ke dalam ruang
subretina. Ablasio retina regmatogenosa spontan biasanya didahului atau
disertai oleh pelepasan korpus vitreum. Miopia, afakia, degenerasi lattice, dan
trauma mata
biasanya
berkaitan
pijaran
api
(fotopsia)
pada
lapangan
penglihatan.3,11
retina
bila
dilepasnya
retina
mengenai
makula
lutea.3
11
rendah dan dapat meninggi bila telah terjadi neovaskular glaukoma pada
ablasio yang telah lama.3
12
regmatogenosa-traksional.2
menetap
bertahun-tahun
setelah
penyebabnya
berkurang
atau
hilang.3,10,11,12,13
13
1. Anamnesis
Gejala yang sering dikeluhkan penderita adalah : 9,12,14
di
siang
hari,
terutama
sesudah
stres
fisik
adanya
riwayat
trauma,
riwayat
pembedahan
14
15
lain
yang
menyertainya
seperti
proliferative
Scleral buckle
16
Metode
ini
paling
banyak
digunakan
pada
ablasio
retina
dilakukan
cryoprobe
atau
laser
untuk
memperkuat
perlengketan antara retina sekitar dan epitel pigmen retina. Sabuk dijahit
mengelilingi sklera sehingga terjadi tekanan pada robekan retina sehingga
terjadi penutupan pada robekan tersebut. Penutupan retina ini akan
menyebabkan cairan subretinal menghilang secara spontan dalam waktu 1-2
hari.
17
Retinopeksi pneumatik
Retinopati pneumatik merupakan metode yang juga sering digunakan
pada ablasio retina regmatogenosa terutama jika terdapat robekan tunggal
pada bagian superior retina. Teknik pelaksanaan prosedur ini adalah dengan
menyuntikkan gelembung gas ke dalam rongga vitreus. Gelembung gas ini
akan menutupi robekan retina dan mencegah pasase cairan lebih lanjut
melalui robekan. Jika robekan dapat ditutupi oleh gelembung gas, cairan
subretinal biasanya akan hilang dalam 1-2 hari. Robekan retina dapat juga
dilekatkan dengan kriopeksi atau laser sebelum gelembung disuntikkan.
Pasien harus mempertahankan posisi kepala tertentu selama beberapa hari
untuk
meyakinkan
gelembung
18
terus
menutupi
robekan
retina.
Vitrektomi
Vitrektomi merupakan cara yang paling banyak digunakan pada
ablasio akibat diabetes, dan juga digunakan pada ablasio regmatogenosa
yang disertai traksi vitreus atau perdarahan vitreus. Cara pelaksanaannya
yaitu dengan membuat insisi kecil pada dinding bola mata kemudian
memasukkan instrumen hingga ke cavum vitreous melalui pars plana.
Setelah itu dilakukan vitrektomi dengan vitreus cutter untuk menghilangkan
berkas badan kaca (vitreous strands), membran, dan perlekatan-perlekatan.
Teknik dan instrumen yang digunakan tergantung tipe dan penyebab ablasio.
19
4.
Laser photocoagulation
Biasanya laser digunakan untuk menangani robekan retina. Laser
tersebut dapat membuat luka bakar baru disekitar robekan yang pda
akhirnya nanti membentuk jaringan parut dan menahan retina pada jaringan
di bawahnya. Hal ini mencegah cairan (cairan viterus) agar tidak masuk
melalui
robekan
dan
melepaskan
retina.
DIAGNOSIS BANDING
Retinoschisis degeneratif
Gejala fotopsia dan floaters tidak ada karena tidak ada traksi vitreoretinal.
Defek lapangan pandang jarang diobservasi karena jarang terjadi
penyebaran ke daerah posterior, namun jika ada maka merupakan defek
yang absolut.17,18
Elevasi yangtimbul berbentuk konveks, halus, tipis dan tidak bergerak.
Lapisan dalam yang tipis dapat disalahartikan dengan ablasio retina
regmatogenosa athropic long-standing, akan tetapi demarcation line dan
kista sekunder tidak ditemukan pada retinoschisis. Robekan dapat terjadi
pada salah satu atau kedua lapisan pada reticular retinoschisis.17,18
Choroidal detachment
Gejala fotopsia dan floaters tidak ada karena tidak ada traksi viteroretinal.
Defek lapangan pandang ada pada mata dengan pelepasan koroid yang
luas.18
Tekanan intraokular dapat sangat rendah karena lepasnya badan siliar.
Pelepasan koroid memberi gambaran konveks, halus, berwarna coklat,
danrelatif tidak bergerak. Retina perifer dan ora serata dapat terlihat tanpa
indentasi sklera. 17,18
KOMPLIKASI
Penurunan ketajaman penglihatan dan kebutaan merupakan komplikasi
yang paling umum terjadi pada ablasio retina. Penurunan penglihatan terhadap
20
gerakan tangan atau persepsi cahaya adalah komplikasi yang sering dari ablasio
retina yang melibatkan makula.4
Jika retina tidak berhasil dilekatkan kembali dan pembedahan mengalami
komplikasi, maka dapat timbul perubahan fibrotik pada vitreous (vitreoretinopati
proliferatif, PVR). PVR dapat menyebabkan traksi pada retina dan ablasio retina
lebih lanjut.6
EDUKASI
PROGNOSIS
Prognosis tergantung luasnya robekan retina, jarak waktu terjadinya ablasio,
diagnosisnya dan tindakan bedah yang dilakukan.9
Terapi yang cepat prognosis lebih baik. Prognosis lebih buruk bila mengenai
makula atau jika telah berlangsung lama. Jika makula melekat dan pembedahan
berhasil melekatkan kembali retina perifer, maka hasil penglihatan sangat baik.
Jika makula lepas lebih dari 24 jam sebelum pembedahan, maka tajam
penglihatan
sebelumnya
mungkin
tidak
21
dapat
pulih
sepenuhnya. 6
22
BAB III
KESIMPULAN
1. Retina adalah lapisan sel-sel syaraf di dalam mata yang berfungsi seperti
film pada kamera. Cahaya memasuki mata melalui kornea dan lensa mata
yang kemudian difokuskan pada retina. Retina mengubah cahaya tersebut
menjadi signal-signal penglihatan yang dikirim ke otak melalui syaraf
penglihatan. Makula adalah bagian yang paling sensitif di bagian tengah
retina dan memberikan penglihatan yang paling tajam dan jelas.
2. Ablasio retina (retinal detachment) adalah suatu keadaan terpisahnya sel
kerucut dan sel batang retina dari sel epitel pigmen retina. Pada keadaan
ini sel epitel pigmen masih melekat erat dengan membran Brunch.
Sesungguhnya antara sel kerucut dan sel batang retina tidak terdapat suatu
perlengketan struktural dengan koroid atau pigmen epitel, sehingga
merupakan titik lemah yang potensial untuk lepas secara embriologis
3. Ablasio retina sering terjadi pada miopia, pada usia lanjut, dan pada mata
afakia. Perubahan yang merupakan faktor prediposisi adalah degenerasi
retina perifer (degenerasi kisi-kisi/lattice degeration), pencairan sebagian
badan kaca yang tetap melekat pada daerah retina tertentu, cedera, dan
sebagainya
4. Patogenesis ablasio retina ialah ruangan potensial antara neuroretina dan
epitel pigmennya sesuai dengan rongga vesikel optik embriogenik. Kedua
jaringan ini melekat longgar pada mata yang matur dan dapat terpisah
23
(pemeriksaan
visus,
pemeriksaan
lapangan
pandang,
24
DAFTAR PUSTAKA
1. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi keempat. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. 2006. h. 3-11 dan 183-6.
2. Vaughan DG, Asbury T, Eva PR. Anatomi dan Embriologi Mata; Penyakit
retina Perifer. Dalam: Oftalmologi Umum. Jakarta: Widya Medika. 2008.
Hal. 1-15 dan 207-8.
3. Galloway NR, Amoaku WMK, Galloway PH, et al. Retinal Detachment.
In: Common Eye Diseases and Their Management. Third Edition. London:
Springer-Verlag. 2006. p. 7-15 dan 103-10.
4. Regiello C, Chang TS, Jhonson MW. Retinal Detachment. In: Retinal and
Vitreus. Chapter 11.Section 12. American Academy of Opthalmology
2008-2009. Singapore. p. 292-302.
5. Lang GK, Lang GK. Retina: Retinal Detachment. In: Lang G.
Ophtalmology, A Short Textbook. New York : Thieme. 2010. p. 299-309
dan 328-32.
6. Goodman RL. Rhegmatogenous Retinal Detachment. In: Ophtho Notes
The Essential Guide. New York : Thieme. 2013. p. 269-71.
7. James B, Chew C, Bron A. Anatomi dan Ablasio Retina. In: Lecture Notes
Oftalmologi. Edisi Kesembilan. Jakarta: Penerbit Erlangga. Hal.1-15 dan
117-21.
8. Webb LA, Kanski JJ. Retinal Detachment. In : Manual of Eye
Emergencies, Diagnosis and Management. Second Edition. Edinburgh:
Butterworth-Heinemann. p. 86-8.
25
26