Anda di halaman 1dari 11

Jumat, 07 Juni 2013

ASKEPDHF(DEMAMBERDARAH)
BAB I
PEMBAHASAN
A. DEFINISI.
Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah penyakit demam akut yang disertai dengan
adanya manifestasi perdarahan, yang bertendensi mengakibatkan renjatan yang dapat
menyebabkan kematian (Arief Mansjoer & Suprohaita; 2000; 419).
Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah infeksi akut yang disebabkan oleh Arbovirus
(arthropodborn virus) dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti dan Aedes
Albopictus (Ngastiyah, 1995 ; 341).
Demam berdarah dengue adalah penyakit demam akut yang disebabkan oleh empat
serotipe virus dengue dan ditandai dengan empat gejala klinis utama yaitu demam yang tinggi,
manifestasi perdarahan, hepatomegali, dan tanda-tanda kegagalan sirkulasi sampai timbulnya
renjatan (sindroma renjatan dengue) sebagai akibat dari kebocoran plasma yang dapat
menyebabkan kematian (Rohim dkk, 2002 ; 45).
Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah penyakit yang terutama terdapat pada anak
dengan gejala utama demam, nyeri otot dan sendi, dan biasanya memburuk pada dua hari
pertama (Soeparman; 1987; 16).
B. ETIOLOGI.
1. Virus Dengue.
Virus dengue yang menjadi penyebab penyakit ini termasuk ke dalam Arbovirus
(Arthropodborn virus) group B, tetapi dari empat tipe yaitu virus dengue tipe 1,2,3 dan 4
keempat tipe virus dengue tersebut terdapat di Indonesia dan dapat dibedakan satu dari yang
lainnya secara serologis virus dengue yang termasuk dalam genus flavovirus ini berdiameter 40
nonometer dapat berkembang biak dengan baik pada berbagai macam kultur jaringan baik yang
berasal dari sel sel mamalia misalnya sel BHK (Babby Homster Kidney) maupun sel sel
Arthropoda misalnya sel aedes Albopictus.
2. Vektor.
Virus dengue serotipe 1, 2, 3, dan 4 yang ditularkan melalui vektor yaitu nyamuk aedes
aegypti, nyamuk aedes albopictus, aedes polynesiensis dan beberapa spesies lain merupakan
vektor yang kurang berperan berperan.infeksi dengan salah satu serotipe akan menimbulkan
antibodi seumur hidup terhadap serotipe bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan terhadap
serotipe jenis yang lainnya (Arief Mansjoer & Suprohaita; 2000;420).
C. PATOFISIOLOGI.
Virus dengue masuk dalam tubuh melalui gigitan nyamuk Aedes dan infeksi pertama kali
mungkin memberi gejala sebagai Dengue Fever (DF). Reaksi tubuh merupakan reaksi yang biasa

terlihat sebagai akibat dari proses viremia seperti demam, nyeri otot dan atau sendi, sakit kepala,
dengan / tanpa rash dan limfa denopati.
Sedangkan DBD biasanya timbul apabila seseorang telah terinfeksi dengan virus dengue
pertama kali, mendapat infeksi berulang virus dengue lainnya. Reinfeksi ini akan menyebabkan
suatu reaksi anamnestik antibodi, sehingga menimbulkan konsentrasi komplek antigen antibodi
(komplek virus anti bodi) yang tinggi.
Terdapatnya komplek antigen antibodi dalam sirkulasi darah mengakibatkan :
1. Aktivasi sistem komplemen yang berakibat dilepaskannya mediator anafilatoksin C 3a dan C 5a,
dua peptida yang berdaya melepaskan histamin dan merupakan mediator kuat yang
menyebabkan meningkatnya permeabilitas pembuluh darah (plasma Leakage), dan
menghilangnya plasma melalui endotel dinding itu, renjatan yang tidak diatasi secara adekuat
akan menimbulkan anoksia jaringan, asidosis metabolik dan berakhir kematian.
2. Depresi sumsum tulang mengakibatkan trombosit kehilangan fungsi agregasi dan mengalami
metamorfosis, sehingga dimusnahkan oleh sistem RE dengan akibat terjadi trombositopenia
hebat dan perdarahan.
3. Terjadinya aktivasi faktor Hagemon (faktor XII) dengan akibat akhir terjadinya pembekuan intra
vaskuler yang meluas. Dalam proses aktivasi ini maka plasminogen akan berubah menjadi
plasmin yang berperan pada pembentukan anafilatoksin dan penghancuran fibrin menjadi Fibrin
Degradation Product (FDP).
D. TANDA DAN GEJALA
1. Demam.
Demam terjadi secara mendadak berlangsung selama 2 7 hari kemudian turun menuju
suhu normal atau lebih rendah. Bersamaan dengan berlangsung demam, gejala gejala klinik
yang tidak spesifik misalnya anoreksia. Nyeri punggung , nyeri tulang dan persediaan, nyeri
kepala dan rasa lemah dapat menyetainya.
2. Perdarahan.
Perdarahan biasanya terjadi pada hari ke 2 dan 3 dari demam dan umumnya terjadi pada
kulit dan dapat berupa uji torniguet yang positif mudah terjadi perdarahan pada tempat fungsi
vena, petekia dan purpura. Perdarahan ringan hingga sedang dapat terlihat pada saluran cerna
bagian atas hingga menyebabkan haematemesis (Nelson, 1993 ; 296).
Perdarahan gastrointestinal biasanya di dahului dengan nyeri perut yang
hebat (Ngastiyah, 1995 ; 349).
3. Hepatomegali.
Pada permulaan dari demam biasanya hati sudah teraba, meskipun pada anak yang
kurang gizi hati juga sudah. Bila terjadi peningkatan dari hepatomegali dan hati teraba kenyal
harus di perhatikan kemungkinan akan tejadi renjatan pada penderita.
4. Renjatan (Syok).
Permulaan syok biasanya terjadi pada hari ke 3 sejak sakitnya penderita, dimulai dengan
tanda tanda kegagalan sirkulasi yaitu kulit lembab, dingin pada ujung hidung, jari tangan, jari
kaki serta sianosis disekitar mulut. Bila syok terjadi pada masa demam maka biasanya
menunjukan prognosis yang buruk.
E. KLASIFIKASI.

1.
2.

3.

4.

WHO, 1986 mengklasifikasikan DHF menurut derajat penyakitnya menjadi 4 golongan,


yaitu :
Derajat I.
Demam disertai gejala klinis lain, tanpa perdarahan spontan. Uji tourniquet positif.
Derajat II.
Sama dengan derajat I, ditambah dengan gejala-gejala perdarahan spontan seperti petekie,
ekimosis, hematemesis, melena, perdarahan gusi.
Derajat III.
Ditandai oleh gejala kegagalan peredaran darah seperti nadi lemah dan cepat (>120x/mnt),
tekanan nadi sempit ( 20 mmHg ), tekanan darah menurun, (120/80 120/100 120/110
90/70 80/70 80/0 0/0 ).
Derajat IV.
Nadi tidak teraba, tekanan darah tidak teatur (denyut jantung 140x/mnt), anggota gerak teraba
dingin, berkeringat dan kulit tampak biru.

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG.
1. HB, Hematokrit / PCV meningkat sama atau lebih dari 20 %.
Normal : PCV / Hm = 3 x Hb.
Nilai normal :
- HB
=
L : 12,0 16,8 g/dl.
P : 11,0 15,5 g/dl.
- PCV /Hm =
L : 35 48 %.
P : 34 45 %.
3
2. Trombosit menurun 100.000 / mm .
Nilai normal :
L
: 150.000 400.000/mm3.
P
: 150.000 430.000/mm3.
3. Leucopenia, kadang-kadang Leucositosis ringan.
Nilai normal :
L/P
: 4.600 11.400/mm3.
4. Waktu perdarahan memanjang.
Nilai normal :
1 5 menit.
5. Waktu protombin memanjang.
Nilai normal :
10 14 detik.
G. PENATALAKSANAAN.
Penatalaksanaan penderita dengan DHF adalah sebagai berikut :
1. Tirah baring atau istirahat baring.
2. Diet makan lunak.
3. Minum banyak (2-2,5 liter/24 jam) dapat berupa : susu, teh manis, sirup dan beri penderita
sedikit oralit, pemberian cairan merupakan hal yang paling penting bagi penderita DHF.
4. Pemberian cairan intravena (biasanya ringer laktat, NaCl Faali) merupakan cairan yang paling
sering digunakan.
5. Monitor tanda-tanda vital tiap 3 jam (suhu, nadi, tensi, pernafasan) jika kondisi pasien
memburuk, observasi ketat tiap jam.
6. Periksa Hb, Ht dan trombosit setiap hari.g.Pemberian obat antipiretik sebaiknya dari golongan
asetaminopen.

7. Monitor tanda-tanda perdarahan lebih lanjut.


8. Pemberian antibiotik bila terdapat kekuatiran infeksi sekunder.
9. Monitor tanda-tanda dan renjatan meliputi keadaan umum, perubahan tanda-tanda vital, hasil
pemeriksaan laboratorium yang memburuk.
10. Bila timbul kejang dapat diberikan Diazepam. Pada kasus dengan renjatan pasien dirawat di
perawatan intensif dan segera dipasang infus sebagai pengganti cairan yang hilang dan bila tidak
tampak perbaikan diberikan plasma atau plasma ekspander atau dekstran sebanyak 20 30 ml/kg
BB.Pemberian cairan intravena baik plasma maupun elektrolit dipertahankan 12 48 jam setelah
renjatan teratasi. Apabila renjatan telah teratasi nadi sudah teraba jelas, amplitudo nadi cukup
besar, tekanan sistolik 20 mmHg, kecepatan plasma biasanya dikurangi menjadi 10 ml/kg
BB/jam.Transfusi darah diberikan pada pasien dengan perdarahan gastrointestinal yang hebat.
Indikasi pemberian transfusi pada penderita DHF yaitu jika ada perdarahan yang jelas secara
klinis dan abdomen yang makin tegang dengan penurunan Hb yang mencolok.Pada DBD tanpa
renjatan hanya diberi banyak minum yaitu 1-2 liter dalam 24 jam. Cara pemberian sedikit demi
sedikit dengan melibatkan orang tua. Infus diberikan pada pasien DBD tanpa renjatan apabila :
a. Pasien terus menerus muntah, tidak dapat diberikan minum sehingga mengancam terjadinya
dehidrasi.
b. Hematokrit yang cenderung mengikat.
H. PENCEGAHAN.
Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung pada pengendalian vektornya, yaitu
nyamuk Aedes Aegypti. Pengendalian nyamuk tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan
beberapa metode yang tepat, yaitu :
1. Lingkungan.
Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara lain dengan
pemberantasan sarang nyamuk, pengelolaan sampah padat, modifikasi tempat
pengembangbiakan nyamuk hasil samping kegiatan manusia.
2. Biologis.
Pengendalian biologis dengan menggunakan ikan pemakan jentik (ikan cupang).
3. Kimiawi.
Pengendalian kimiawi antara lain :
a. Pengasapan/fogging berguna untyk mengurangi kemungkinan penularan sampai batas waktu
tertentu.
b. Memberikan bubuk abate pada tempat-tempat penampungan air seperti gentong air, vas bunga,
kolam, dan lain-lain.

BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN.
1. Identitas Klien.

2.
3.
a.

b.
c.

d.

e.

Nama, umur (Secara eksklusif, DHF paling sering menyerang anak anak dengan usia
kurang dari 15 tahun. Endemis di daerah tropis Asia, dan terutama terjadi pada saat musim
hujan (Nelson, 1992 : 269), jenis kelamin, alamat, pendidikan, pekerjaan.
Keluhan Utama.
Panas atau demam.
Riwayat Kesehatan.
Riwayat penyakit sekarang.
Ditemukan adanya keluhan panas mendadak yang disertai menggigil dengan kesadaran kompos
mentis. Turunnya panas terjadi antara hari ke 3 dan ke 7 dan keadaan anak semakin lemah.
Kadang disertai keluhan batuk pilek, nyeri telan, mual, diare/konstipasi, sakit kepala, nyeri otot,
serta adanya manifestasi pendarahan pada kulit
Riwayat penyakit yang pernah diderita.
Penyakit apa saja yang pernah diderita klien, apa pernah mengalami serangan ulang DHF.
Riwayat imunisasi.
Apabila mempunyai kekebalan yang baik, maka kemungkinan akan timbulnya komplikasi dapat
dihindarkan.
Riwayat gizi.
Status gizi yang menderita DHF dapat bervariasi, dengan status gizi yang baik maupun buruk
dapat beresiko, apabila terdapat faktor predisposisinya. Pasien yang menderita DHF sering
mengalami keluhan mual, muntah, dan nafsu makan menurun. Apabila kondisi ini berlanjut dan
tidak disertai dengan pemenuhan nutrisi yang mencukupi, maka akan mengalami penurunan
berat badan sehingga status gizinya menjadi kurang.
Kondisi lingkungan.
Sering terjadi di daerah yang padat penduduknya dan lingkungan yang kurang bersih ( seperti air
yang menggenang dan gantungan baju dikamar ).

4. Acitvity Daily Life (ADL)


1) Nutrisi
: Mual, muntah, anoreksia, sakit saat menelan.
2) Aktivitas
: Nyeri pada anggota badan, punggung sendi, kepala,
ulu hati, pegal-pegal pada seluruh tubuh, menurunnya aktivitas sehari-hari.
3) Istirahat, tidur
: Dapat terganggu karena panas, sakit kepala dan nyeri.
4) Eliminasi
: Diare / konstipasi, melena, oligouria sampai anuria.
5) Personal hygiene
: Meningkatnya ketergantungan kebutuhan perawatan diri.
5. Pemeriksaan fisik, terdiri dari :
Inspeksi, adalah pengamatan secara seksama terhadap status kesehatan klien (inspeksi
adanya lesi pada kulit). Perkusi, adalah pemeriksaan fisik dengan jalan mengetukkan jari tengah
ke jari tengah lainnya untuk mengetahui normal atau tidaknya suatu organ tubuh. Palpasi, adalah
jenis pemeriksaan fisik dengan meraba klien. Auskultasi, adalah dengan cara mendengarkan
menggunakan stetoskop (auskultasi dinding abdomen untuk mengetahu bising usus).
Adapun pemeriksaan fisik pada anak DHF diperoleh hasil sebagai berikut:
a. Keadaan umum :
Berdasarkan tingkatan (grade) DHF keadaan umum adalah sebagai berikut :

1) Grade I
: Kesadaran kompos mentis, keadaan umum lemah, tanda tanda vital dan nadi
lemah.
2) Grade II
: Kesadaran kompos mentis, keadaan umum lemah, ada perdarahan spontan
petekia, perdarahan gusi dan telinga, serta nadi lemah, kecil, dan tidak teratur.
3) Grade III
: Keadaan umum lemah, kesadaran apatis, somnolen, nadi lemah, kecil, dan tidak
teratur serta tensi menurun.
4) Grade IV
: Kesadaran koma, tanda tanda vital : nadi tidak teraba, tensi tidak terukur,
pernapasan tidak teratur, ekstremitas dingin berkeringat dan kulit tampak sianosis.
b. Kepala dan leher.
1) Wajah
: Kemerahan pada muka, pembengkakan sekitar mata, lakrimasi dan fotobia,
pergerakan bola mata nyeri.
2) Mulut
: Mukosa mulut kering, perdarahan gusi, lidah kotor, (kadang-kadang) sianosis.
3) Hidung : Epitaksis
4) Tenggorokan
: Hiperemia
5) Leher
: Terjadi pembesaran kelenjar limfe pada sudut atas rahang daerah servikal posterior.
c.

Perkusi
Auskultasi
d.

e.

f.

6.
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.

Dada (Thorax).
Nyeri tekan epigastrik, nafas dangkal.
Pada Stadium IV :
Palpasi
: Vocal fremitus kurang bergetar.
: Suara paru pekak.
: Didapatkan suara nafas vesikuler yang lemah.
Abdomen (Perut).
Palpasi
: Terjadi pembesaran hati dan limfe, pada keadaan dehidrasi turgor kulit dapat
menurun, suffiing dulness, balote ment point (Stadium IV).
Anus dan genetalia.
Eliminasi alvi
: Diare, konstipasi, melena.
Eliminasi uri
: Dapat terjadi oligouria sampai anuria.
Ekstrimitas atas dan bawah.
Stadium I
: Ekstremitas atas nampak petekie akibat RL test.
Stadium II III : Terdapat petekie dan ekimose di kedua ekstrimitas.
Stadium IV
: Ekstrimitas dingin, berkeringat dan sianosis pada jari tangan
dan kaki.
Pemeriksaan laboratorium.
Pada pemeriksaan darah klien DHF akan dijumpai :
Hb dan PCV meningkat ( 20%).
Trambositopenia (100.000/ml).
Leukopenia.
Ig.D. dengue positif.
Hasil pemeriksaan kimia darah menunjukkan : hipoproteinemia, hipokloremia, dan
hiponatremia.
Urium dan Ph darah mungkin meningkat.
Asidosis metabolic : Pco2<35-40 mmHg.
SGOT/SGPT mungkin meningkat.

B. DIAGNOSA.
Nursalam (2001) dan Nanda (2009) menyatakan, diagnosa keperawatan yang dapat
timbul pada klien dengan DHF adalah :
1. Peningkatan suhu tubuh (hipertermi) berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme.
Ditandai oleh :
a. Konvulsi.
b. Kulit kemerahan.
c. Peningkatan suhu tubuh diatas kisaran normal.
d. Kejang.
e. Takikardi.
f. Takipnea.
g. Kulit terasa hangat.
2. Defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif.
a. Perubahan status mental.
b. Penurunan tekanan darah.
c. Penurunan tekanan nadi.
d. Penurunan volume nadi.
e. Penurunan turgor kulit.
f. Penurunan turgor lidah.
g. Pengeluaran haluaran urine.
h. Penurunan pengisian vena.
i. Membrane mukosa kering.
j. Kulit kering.
k. Peningkatan hematokrit.
l. Peningkatan suhu tubuh.
m. Peningkatan frekuensi nadi.
n. Peningkatan konsentrasi urine.
o. Penurunan berat badan tiba-tiba.
p. Haus.
q. Kelemahan
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan untuk
mencerna makanan.
a. Kram abdomen.
b. Nyeri abdomen.
c. Menghindari makanan.
d. Berat badan turun 20 % atau lebih di bawah berat badan ideal.
e. Kerapuhan kapiler.
f. Diare.
g. Kehilangan rambut berlebihan.
h. Bising usus hiperaktif.
i. Kurang makanan.
j. Kurang informasi.
k. Kurang minat pada makanan.

l.
m.
n.
4.
a.
5.
a.
b.
c.
d.
e.

Penurunan berat badan dengan asupan makanan adekuat.


Kesalahan konsepsi.
Kesalahan informasi.
Perubahan perfusi jaringan kapiler berhubungan dengan perdarahan.
kematian jaringan pada ekstremitas seperti dingin, nyeri, pembengkakan kaki.
Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan tidak familiar dengan sumber informasi.
Perilaku hiperbola.
Ketidakakuratan mengikuti perintah.
Ketidakakuratan melakukan tes.
Perilaku tidak tepat.
Pengungkapan masalah.

C. INTERVENSI.
Nanda (2009) dan Doenges (2000), menyatakan bahwa rencana tindakan keperawatan
yang dapat disusun untuk setiap diagnose adalah :
1. Peningkatan suhu tubuh (hipertermi) berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme.
Tujuan
Mempertahankan suhu tubuha.
normal.
b.
KH :
0 c.
Suhu tubuh antara 36 37 C.
Membrane mukosa basah.
Nyeri otot hilang.

Rencana
Rasional
Ukur tanda-tanda vital
a. Suhu 38,90C-41,10C
(suhu).
menunjukkan proses
Berikan kompres hangat.
penyakit infeksi akut.
Tingkatkan intake cairan. b. Kompres hangat akan terjadi
perpindahan panas konduksi.
c. Untuk mengganti cairan
tubuh yang hilang akibat
evaporasi.

2. Defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif.


Tujuan
Kebutuhan cairan terpenuhi. a.
KH :
b.
Mata tidak cekung.
Membrane mukosa tetap
c.
lembab.
d.
Turgor kulit baik.

Rencana
Observasi tanda-tanda vital a.
paling sedikit setiap tiga jam.
Observasi dan cata intake
dan output.
Timbang berat badan.
Monitor pemberian cairan b.
melalui intravena setiap jam.

Rasional
Penurunan sirkulasi darah
dapat terjadi dari peningkatan
kehilangan cairan
mengakibatkan hipotensi dan
takikardia.
Menunjukkan status volume
sirkulasi, terjadinya /
perbaikan perpindahan cairan,
dan respon terhadap terapi.
c. Mengukur keadekuatan
penggantian cairan sesuai
fungsi ginjal.
d. Mempertahankan
keseimbangan

cairan/elektrolit.
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan untuk
mencerna makanan.
Tujuan
Rencana
Kebutuhan nutrisi adekuat. a. Berikan makanan yang
a.
disertai dengan suplemen
KH :
nutrisi untuk meningkatkan
Berat badan stabil atau
kualitas intake nutrisi.
b.
meningkat.
b. Anjurkan kepada orang tua
untuk memberikan makananc.
dengan teknik porsi kecil tapi
sering secara bertahap.
d.
c. Timbang berat badan setiap
hari pada waktu yang sama
dan dengan skala yang sama.e.
d. Pertahankan kebersihan
mulut klien.
e. Jelaskan pentingnya intake
nutrisi yang adekuat untuk
penyembuhan penyakit.

Rasional
Mengganti kehilangan
vitamin karena
malnutrisi/anemia.
Porsi lebih kecil dapat
meningkatkan masukan.
Mengawasi penurunan berat
badan.
Mulut yang bersih
meningkatkan selera makan
dan pemasukan oral.
Jelaskan pentingnya intake
nutrisi yang adekuat untuk
penyembuhan penyakit.

4. Perubahan perfusi jaringan kapiler berhubungan dengan perdarahan.


Tujuan
Perfusi jaringan perifer
adekuat.
KH :
TTV stabil.

Rencana
a.
a. Kaji dan catat tanda-tanda
vital.
b. Nilai kemungkinan
terjadinya kematian jaringan
b.
pada ekstremitas seperti
dingin, nyeri, pembengkakan
kaki.

Rasional
Penurunan sirkulasi darah
dapat terjadi dari peningkatan
kehilangan cairan
mengakibatkan hipotensi.
Kondisi kulit dipengaruhi
oleh sirkulasi, nutrisi, dan
immobilisasi.

5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan tidak familiar dengan sumber informasi


Tujuan
Rencana
Rasional
Klien mengerti dan
a. Tentukan kemampuan dan a. Adanya keinginan untuk
memahami proses penyakit
kemauan untuk belajar.
belajar memudahkan
dan pengobatan.
b. Jelaskan rasional
penerimaan informasi.
pengobatan, dosis, efek
b. Dapat meningkatkan
samping dan pentingnya
kerjasama dengan terapi obat
minum obat sesuai resep.
dan mencegah penghentian
c. Beri pendidikan kesehatan
pada obat dan atau interkasi
mengenai penyakit DHF.
obat yang merugikan.

c.

Dapat meningkatkan
pengetahuan pasien dan dapat
mengurangi kecemasan.

D. IMPLEMENTASI.
Implementasi, yang merupakan komponen dari proses keperawatan, adalah kategori dari
perilaku keperawatan dimana tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan hasil yang
diperkirakan dari asuhan keperawatan dilakukan dan diselesaikan. (Perry & Potter, 2005).
1. Tindakan Keperawatan Mandiri.
Tindakan yang dilakukan Tanpa Pesanan Dokter. Tindakan keperawatan mendiri
dilakukan oleh perawat. Misalnya menciptakan lingkungan yang tenang, mengompres hangat
saat klien demam.
2. Tindakan Keperawatan Kolaboratif.
Tindakan yang dilakukan oleh perawat apabila perawata bekerja dengan anggota
perawatan kesehatan yang lain dalam membuat keputusan bersama yang bertahan untuk
mengatasi masalah klien.
E. EVALUASI.
Langkah evaluasi dari proses keperawatan mengukur respons klien terhadap tindakan
keperawatan dan kemajuan klien kea rah pencapaian tujuan. Evaluasi terjadi kapan saja perawat
berhubungan dengan klien. Penekanannya adalah pada hasil klien. Perawat mengevaluasi apakah
perilaku klien mencerminkan suatu kemunduran atau kemajuan dalam diagnosa
keperawatan (Perry Potter, 2005).
Hasil asuhan keperawatan pada klien dengan DHF sesuai dengan tujuan yang telah
ditetapkan. Evaluasi ini didasarkan pada hasil yang diharapkan atau perubahan yang terjadi pada
pasien. Adapun sasaran evaluasi pada pasien demam berdarah dengue sebagai berikut :
a. Suhu tubuh pasien normal (360C - 370C), pasien bebas dari demam.
b. Pasien akan mengungkapkan rasa nyeri berkurang.
c. Kebutuhan nutrisi klien terpenuhi, pasien mampu menghabiskan makanan sesuai dengan porsi
yang diberikan atau dibutuhkan.
d. Keseimbangan cairan akan tetap terjaga dan kebutuhan cairan pada pasien terpenuhi.
e. Aktivitas sehari-hari pasien dapat terpenuhi.
f. Pasien akan mempertahankan sehingga tidak terjadi syok hypovolemik dengan tanda vital dalam
batas normal.
g. Infeksi tidak terjadi.
h. Tidak terjadi perdarahan lebih lanjut.
i. Kecemasan pasien akan berkurang dan mendengarkan penjelasan dari perawat tentang proses
penyakitnya.
DAFTAR PUSTAKA
Perry, Potter. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan. EGC. Jakarta.

Doenges, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. EGC. Jakarta.


M. Nurs, Nursalam. 2005. Asuhan Keperawatan pada bayi dan anak. Salemba Medika. Jakarta.
Ngastiyah (1995), Perawatan Anak Sakit, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Doenges, Marilynn E, dkk, (2000), Penerapan Proses Keperawatan dan Diagnosa Keperawatan,
EGC ; Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai