KELOMPOK 3
Dosen Pembimbing
Ketua
Scrable 1
Scrable 2
:
:
:
:
(J2A013032)
(J2A013030)
(J2A013027)
Anggota
Khaleda Shafiratunnisa
Ishana Raisa Hafid
Sekar Lintang Hapsari
Kurnia Adhi Wikanto
Maulida Dara Harjanti
Gita Jazaul Aufa
Hesti Widyawati
Mutia Ulfa
Nahdlia Adibah H
(J2A013003)
(J2A013004)
(J2A013006)
(J2A013010)
(J2A013011)
(J2A013026)
(J2A013037)
(J2A013034)
(J2A013033)
BAB I
A. PENDAHULUAN
Kesehatan merupakan bagian terpenting dalam kehidupan manusia, baik sehat
secara jasmani dan rohani. Salah satunya kesehatan gigi, Kesehatan gigi dan mulut adalah
suatu keadaan dimana gigi dan mulut berada dalam kondisi bebas dari adanya bau mulut,
kekuatan gusi dan gigi yang baik, tidak adanya plak dan karang gigi, gigi dalam keadaan
putih dan bersih, serta memiliki kekuatan yang baik.
Untuk mencapai kesehatan gigi dan mulut yang optimal, maka harus dilakukan
perawatan secara berkala. Perawatan dapat dimulai dari memperhatikan diet makan,
jangan terlalu banyak makan makanan yang mengandung gula dan makanan yang
lengket. Pembersihan plak dan sisa makanan yang tersisa dengan menyikat gigi, teknik
dan caranya jangan sampai merusak struktur gigi dan gusi. Pembersihan karang gigi dan
penambalan gigi yang berlubang oleh dokter gigi, serta pencabutan pada gigi yang sudah
tidak bisa dipertahankan lagi.
Pencabutan gigi dalam kedokteran gigi merupakan suatu proses pencabutan gigi
dari dalam soket dari tulang alveolar. Dalam melakukan ekstraks (pencabutan gigi),
dapat dilakukan dengan dua teknik yaitu teknik sederhana yaitu teknik pencabutan gigi
tanpa pembedahan, hanya menggunakan prosedur pencabutan dengan menggunakan tang,
elevator mapun kombinasi keduanya dan teknik pembedahan yaitu teknik pencabutan
gigi dengan menggunakan prosedur bedah (surgical extraction) yang biasa disebut
dengan istilah pencabutan trans-alveolar yang bisanya didahului dengan pembuatan flap
maupun alveolectomi.
Anastesi diperlukan untuk menghilangkan rasa nyeri pada saat pencabutan.
Anastesi yang dikenal di dalam kedokteran ada 2, yaitu anastesi local dan anastesi umum.
Anastesi local hanya meredakan rasa nyeri pada bagian-bagian yang akan di operasi,
sedangkan anastesi umum, untuk meredakan rasa nyeri pada seluruh tubuh atau pasien
dalam keadaan tidak sadar. Dalam kedokteran gigi biasanya menggunakan anastesi local
untuk tindakan ekstraksi gigi
B. TUJUAN
1. Mahasiswa mampu menjelaskan macam-macam anastesi lokal yang digunakan di
dalam kedokteran gigi
2. Mahasiswa mampu menjelaskan teknik dan cara anastesi local yang digunakan di
3.
4.
5.
6.
Kedokteran Gigi
Mahasiswa mampu menjelaskan komplikasi yang dapat terjadi saat tindakan anastesi
Mahasiswa mampu menjelaskan prosedur yang dilakuan saat ekstrasi gigi
Mahasiswa mampu menjelaskan indikasi dan kontraindikasi ekstraksi gigi
Mahasiswa mampu menerapkan sesuai dengan agama dalam kehidupan sehari-hari
C. RUMUSAN MASALAH
1. Jelaskan macam-macam anastesi local yang ada di dalam Kedokteran Gigi!
2. Jelaskan teknik dan cara anastesi local!
3. Sebutkan dan jelaskan komplikasi yang dapat terjadi saat tindakan anastesi!
BAB II
PEMBAHASAN
1. Anestesi lokal merupakan suatu kondisi hilangnya berbagai sensasi seperti rasa sakit
yang terjadi di sebagian tubuh. Bahan anestetikum lokal bekerja dengan menghambat
pengiriman impuls ke ujung syaraf bebas dengan menghasilkan blokade gerbang
sodium sehingga terjadi penurunan sensasi, terutama rasa sakit yang bersifat
sementara di sebagian tubuh. Bahan anestetikum lokal mengubah proses
pembentukan dan pengiriman impuls dengan beberapa cara, yaitu dengan mengubah
potensial istirahat dasar dari membran sel syaraf, mengubah potensial ambang batas
(threshold), mengurangi rasio depolarisasi, atau dengan menambah rasio repolarisasi.
Perubahan yang terjadi dapat diakibatkan oleh salah satu atau lebih dari satu cara
tersebut. Macam-macam anastesi local:
a. Anastesi topical anestesi topikal diperoleh melalui aplikasi agen anestesi
tertentu pada daerah kulitmaupun membran mukosa yang dapat dipenetrasi untuk
memblok ujung-ujung saraf superficial. Semua agen anestesi topical sama
efektifnya sewaktu digunakan pada mukosa danmenganestesi dengan kedalaman
2-3 mm dari permukaan jaringan jika digunakan dengan tepat, misal: benzokain
dan tetrakain
b. Anastesi infiltrasi Anestesi ini sering digunakan pada anak-anak untuk rahang
atas ataupun rahang bawah, teknik ini mudah dikerjakan dan efektif. Daya
penetrasinya pada anak cukup dalam karena komposisi tulang dan jaringan belum
begitu kompak., yang mana menganastesi pada akhiran saraf.
Macam-macam teknik anastesi:
I.
Anastesi submukosa: anestesi ini diterapkan bila larutan didepositkan tepat
dibalik membran mukosa
II.
Anastesi supraperiosteal: anestesi ini digunakann pada beberapa daerah
seperti maksila, bidang kortikal bagian luar dari tulang alveolar biasanya
tipis dan dapat terperforasi oleh saluran vaskular yang kecil.
III.
Anastesi subperiosteal: pada teknik ini, larutan anestesi didepositkan antara
periosteum dibidang kortikal. Karena struktur ini terikat dan terasa sangat
sakit, karena itu teknik ini hanya digunakan bila tidak ada alternative lain
atau bila anestesi superficial dapat diperoleh dari suntikan supraperiosteal
IV. Anastesi intraosseus: seperti terlihat dari namanya, pada teknik ini larutan
didepositkan pada tulang medularis
V. Anastesi intraseptal: larutan didepositkan dengan tekanan dan berjalan
melalui tulang medularis serta jaringan periodontal untuk memberi efek
anestesi. Teknik ini hanya dapat digunakan setelah diperoleh anestesi
superfisial
c. Anastesi blok pada bagian proximal cabang syaraf utama
2. Teknik teknik pada anastesi local:
a. Teknik anastesi topical:
Membran mukosa dikeringkan untuk mencegah larutnya bahan anastesi topikal.
Bahan anastesi topikal dioleskan melebihi area yang akan disuntik 15 detik
(tergantungpetunjuk pabrik) kurang dari waktu tersebut, obat tidak efektif.
2. Indirect
Raba linea oblique externa dan interna pada gigi yang hendak dicabut
Jarum masuk dari gigi P1 dan P2 kontralateral (2-3 mm), diarahkan sejajar dataran
oklusal menuju linea oblique interna daerah yang akan dianestesi.
Jarum diputar kontralateral
Jarum diputar lagi ke arah ipsilateral
Aspirasi terlebih dahulu, jika tidak terdapat darah langsung suntikan
a. Untuk mandibula sebelah kanan, operator berdiri pada posisi jam 8 menghadap pasien.
b. Untuk mandibula sebelah kiri , operator berdiri pada posisi jam 10 menghadap dalam arah
yang sama dengan pasien.
4. Tentukan patokan ekstra oral : intertragic notch dan sudut mulut Daerah sasaran: daerah
medial leher kondilus, sedikit dibawah insersi otot pterygoideus eksternus.
5. Operator membayangkan garis khayal yang dibentuk dari intertragic notch ke Sudut
mulut pada sisi penyuntikan untuk membantu melihat ketinggian penyuntikan secara
ekstra oral dengan meletakkan tutup jarum atau jari telunjuk.
6. Jari telunjuk diletakkan pada coronoid notch untuk membantu meregangkan jari ngan
7. Operator menentukan ketinggian penyuntikan dengan patokan intra oral berdasarkan
sudut mulut pada sisi berlawanan dan tonjolan mesiopalatinal M2 maksila.
8. Daerah insersi jarum diberi topical antiseptik.
9. Spuit diarahkan ke sisi penyuntikan melalui sudut mulut pada sisi berlawanan, dibawah
tonjolan mesiopalatinal M2 maksila, jarum diinsersikan kedalam jaringan sedikit sebelah
distal M2 maksila .
10. Jarum diluruskan kebidang perpanjangan garis melalui sudut mulut ke intertragic notch
pada sisi penyuntikan kemudian disejajarkan dengan sudut telinga kewajah sehingga arah
spuit bergeser ke gigi P pada sisi yang berlawanan, posisi tersebut dapat berubah dari M
sampai I bergantung pada derajat divergensi ramus mandibula dari telingan ke sisi wajah
11. Jarum ditusukkan perlahan-lahan sampai berkontak dengan tulang leher kondilus, sampai
kedalamam kira-kira 25 mm. Jika jarum belum berkontak dengan tulang, maka jarum
ditarik kembali per-lahan2 dan arahnya diulangi sampai berkontak dengan tulang.
Anestetikum tidak boleh dikeluarkan jika jarum tidak kontak dengan tulang.
12. Jarum ditarik 1 mm , kemudian aspirasi, jika negatif depositkan anestetikum sebanyak
1,8 2 ml perlahan-lahan.
13. Spuit ditarik dan pasien tetap membuka mulut selama 1 2 menit .
14. Setelah 3 5 menit pasen akan merasa baal dan perawatan dapat dilakukan
Anastesi blok teknik akinosi:
Teknik ini dilakukan dengan mulut pasien tertutup sehingga baik digunakan pada pasen yang
sulit atau sakit pada waktu membuka mulut.
Prosedur :
1. Pasien duduk terlentang atau setengah terlentang
2. Posisi operator untuk rahang kanan atau kiri adalah posisi jam delapan berhadapan
dengan pasien.
3. Letakkan jari telunjuk atau ibu jari pada tonjolan koronoid, menunjukkan jaringan pada
bagian medial dari pinggiran ramus. Hal ini membantu menunjukkan sisi injeksi dan
mengurangi trauma selama injeksi jarum.
4. Gambaran anatomi : -Mucogingival junctionari molar kedua dan molar ketiga maksila
dan Tuberositas maksila
5. Daerah insersi jarum diberi antiseptic kalau perlu beri topikal anestesi.
6. Pasien diminta mengoklusikan rahang, otot pipi dan pengunyahan rileks.
7. Jarum suntik diletakkan sejajar dengan bidang oklusal maksila, jarum diinsersikan
posterior dan sedikit lateral dari mucogingiva junction molar kedua dan ketiga maksila
8. Arahkan ujung jarum menjauhi ramus mandibula dan jarum dibelokkan mendekati ramus
dan jarum akan tetap didekat N. Alveolaris inferior.
9. Kedalaman jarum sekitar 25 mm diukur dari tuberositas maksila.
10. Aspirasi, bila negatif depositkan anestetikum sebanyak 1,5 1,8 ml secara perlahanlahan. Setelah selesai , spuit tarik kembali. Kelumpuhan saraf motoris akan terjadi lebih
cepat daripada saraf sensoris. Pasien dengan trismus mulai meningkat kemampuannya
untuk membuka mulut.
Teknik Fisher :
Prosedur :
1. Posisi pasien duduk dengan setengah terlentang.
2. Aplikasikan antiseptic didaerah trigonum retromolar.
3. Jari telunjuk diletakkan dibelakang gigi terakhir mandibula, geser kelateral untuk meraba
linea oblique eksterna. Kemudian telunjuk digeser kemedian untuk mencari linea oblique
interna, ujung lengkung kuku berada di linea oblique interna dan permukaan samping jari
berada dibidang oklusal gigi rahang bawah.
4. Posisi I : Jarum diinsersikan dipertengahan lengkung kuku , dari sisi rahang yang tidak
dianestesi yaitu regio premolar.
5. Posisi II : Spuit digeser kesisi yang akan dianestesi, sejajar dengan bidang oklusal dan
jarum ditusukkan sedalam 5 mm, lakukan aspirasi bila negatif keluarkan anestetikum
sebanyak 0,5 ml untuk menganestesi N. Lingualis.
6. Posisi III : Spuit digeser kearah posisi I tapi tidak penuh lalu jarum ditusukkan sambil
menyelusuri tulang sedalam kira-kira 10-15 mm.
7. Aspirasi dan bila negative keluarkan anestetikum sebanyak 1 ml untuk menganestesi N.
Alveolaris inferior.
8. Setelah selesai spuit ditarik kembali.
Teknik modifikasi Fisher :
Setelah kita melakukan posisi III, pada waktu menarik kembali spuit sebelum jarum lepas
dari mukosa tepat setelah melewati linea oblique interna ,jarum digeser kelateral ( kedaerah
trigonum retromolar ), aspirasi dan keluarkan anestetikum sebanyak 0,5 ml untuk
menganastesi N.Bukalis kemudian spuit ditarik keluar.
3. Komplikasi yang dapat terjadi setelah anastesi
Pertimbangan anestesi umum:
Riwayat kesehatan, termasuk kondisi kesehatan Anda saat ini, seperti diabetes atau
masalah jantung.
Riwayat pembedahan (operasi) sebelumnya.
Alergi, misalnya apakah Anda alergi terhadap makanan atau obat-obatan tertentu
Obat yang Anda konsumsi saat ini, termasuk rokok dan alkohol.
Merupakan penyakit atau kelainan susunan darah yang bersifat herediter dan hanya
terdapat pada laki-laki. Apabila penderita mendapatkan luka, maka darahnya tidak dapat
membeku. Hal ini disebabkan oleh trombosit tidak dapat pecah kalau berhubungan
dengan udara karena kekurangan zat antihemofilia dalam serum, sehingga darah akan
terus mengalir.
6. Hadist sesuai dengan scenario dan penerapannya:
doa setalah operasi
allahumma ighfir lanaa warhamnaa wardha annaa wataqabbal minnaa wa adkhilnaal
jannata wa najjinaa minan naar wa ashlih lanaa syananaa kullahu
artinya:
ya Allah ampunilah kami, sayangilah kami dan masukkanlah kami ke dalam surgaMu.
Selamatkanlah kami dari api neraka dan perbaikilah kondisi tubuh kami (H. R Abu Daud
dan Ibnu Majah)
BAB III
PENUTUPAN
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
A. KESIMPULAN:
Anestesi lokal merupakan suatu kondisi hilangnya berbagai sensasi seperti rasa sakit
yang terjadi di sebagian tubuh. Bahan anestetikum lokal bekerja dengan menghambat
pengiriman impuls ke ujung syaraf bebas dengan menghasilkan blokade gerbang sodium
sehingga terjadi penurunan sensasi, terutama rasa sakit yang bersifat sementara di
sebagian tubuh. Bahan anestetikum lokal mengubah proses pembentukan dan pengiriman
impuls dengan beberapa cara, yaitu dengan mengubah potensial istirahat dasar dari
membran sel syaraf, mengubah potensial ambang batas (threshold), mengurangi rasio
depolarisasi, atau dengan menambah rasio repolarisasi. Perubahan yang terjadi dapat
diakibatkan oleh salah satu atau lebih dari satu cara tersebut. Macam-macam anastesi
local yakni terdiri dari anastesi topical, anastesi infiltrasi, dan anastesi blok.
Penggunaan anastesi digunakan sebelum tindakan pencabutan gigi, yang mana prosedur
dari ekstraksi gigi yakni:
Tahap pelaksaan ekstraksi:
Preoperative radiografi
Sterilkan area insersi anastesi dengan mengaplikasikan iod gliserin
Anastesi local
Separasi jaringan lunak (gingival) menggunakan eksavator/sonde
Luksasi gigi menggunakan bein /elevator/ luksator
Apabila sudah luksasi, dilanjutkan menggunakan tang. Rotasi pada gigi dengan akar
tungal, dan gerakan bukal lingual/ palatal pada akar jamak
Setelah gigi keluar dari soket, maka diperiksa masih adakah akar sisa tulang yang tajam
untuk memnimalisir terjadinya komplikasi pasca ekstraksi
Setelah itu dilakukan penekanan soket bekas pencabutan dan letakkan kain kassa
diatasnya serta passion diminta untuk menggigit dengan gigi atau jaringan antagonis
B. SARAN
Semoga dapat lebih ditingkatkan lagi dalam pembelajaran dan informasi yang
diberikan dapat bermanfaat
DAFTAR PUSTAKA
Bennet, C. R: 1974, Monheims Lokal Anasthesi and Pain Control in Dental Practice,
5th ed; The C.V. Mosby CO
Latief Asaid,dkk. 2007. Anestesi Lokal. Petunjuk Praktis anestesiologi. Edisi 2.
Jakarta :Penerbit bagian anestesiolgi dan Terapi Intensif Fakultas kedokteran
UniversitasIndonesia
Archer, W.H: 1961, Oral Surgery 3rd ed, W.B. Saunders Co
Karl R koerner, 1994m Color Atlas of Minor ORQL Surgery, Mosby Co
Bakar Abu: 2015. Kedokteran Gigi Klinis. cetakan VI. Yogyakarta: Penerbit CV.
Quantum Sinergis Media