Anda di halaman 1dari 9

TUGAS MATA KULIAH

FILSAFAT ILMU PENGETAHUAN


EPISTEMOLOGI

Disusun Oleh :
DENI MILDAN

21100110130076

TITO KRISHNA

21100110120064

TATYANA PUTRI A.

21100110130080

ADITYA TULUS R.

21100110120019

KUKUH VIVIAN T. A.

21100110141027

FACHMI HARIS

21100111140104

WIDA PURINDIVA

21100111140110

F. F. DHESWARA

21100111110071

YOSHI WIWEKA P.

21100111120011

IRENE DARA YOVITA

21100111120019

ANISA UTARI H.

21100111140111

LUQMAN HAKIM

21100111120017

RUBEN FITRA L.

21100111140098

PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
OKTOBER 2013

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Filsafat adalah studi tentang seluruh fenomena kehidupan dan pemikiran
manusia secara kritis dan dijabarkan dalam konsep mendasar. Filsafat tidak didalami
dengan melakukan eksperimen-eksperimen dan percobaan-percobaan, tetapi dengan
mengutarakan masalah secara persis, mencari solusi untuk itu, memberikan
argumentasi dan alasan yang tepat untuk solusi tertentu. Akhir dari proses-proses itu
dimasukkan ke dalam sebuah proses dialektika. Kegiatan studi filsafat mutla
memerlukan logika dalam berpikir dan jangkauan akal secara rasional terhadap suatu
masalah.
Dalam membangun tradisi filsafat banyak orang mengajukan pertanyaan yang
sama, menanggapi, dan meneruskan karya-karya pendahulunya sesuai dengan latar
belakang budaya, bahasa, bahkan agama tempat tradisi filsafat itu dibangun.Filsafat
dibedakan menurut letak geografis dan latar agamanya. Menurut letak geografis,
filsafat dibagi menjadi filsafat barat, filsafat timur, dan filsafat timur tengah. Sedangkan
menurut agamanya, filsafat dibagi menjadi filsafat Islam, filsafat Kristen, filsafat
Hindu, dan filsafat Budha.
Filsafat Barat merupakan salah satu filsafat yang paling banyak dipelajari di
universitas-universitas dan daerah jajahan bangsa Eropa, sehingga filsafat Barat dengan
mudah menyebar hampir ke seluruh belahan dunia. Salah satu cabang ilmu filsafat yang
berinduk pada filsafat barat adalah epistemologi yang mengkaji tentang hakikat ilmu
pengetahuan meliputi proses terjadinya pengetahuan, sumber pengetahuan, asal mula
pengetahuan, batas-batas, sifat, metode, dan keshahihan pengetahuan.
1.2. Tujuan Penulisan
1. Memahami pengertian mengenai epistemologi.
2. Memahami hubungan antara epistemologi dan ilmu pengetahuan sebagai objek
kajiannya.
3. Memahami alasan perlu dipelajarinya epistemologi.
1.3. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan epistemologi?
2. Bagaimana hubungan antara epistemologi terhadap ilmu pengetahuan?
3. Mengapa epitemologi perlu dipelajari?

BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Epistemologi
Epistemologi dalam filsafat pada dasarnya adalah ilmu yang mengkaji
kebenaran secara umum sebuah pengetahuan sehingga dapat ditemukan sebuah

kebenaran yang bertanggungjawab. Secara terminologi, epistemologi berasal dari


bahasa Yunani yaitu episteme (pengetahuan) dan logos (kata/pembicaraan/ilmu).
Episteme berarti pengetahuan atau epistamai yaitu mendudukkan atau menempatkan.
Sedangkan secara harfiah epistemologi adalah pengetahuan sebagai upaya intelektual
untuk menempatkan sesuatu pada tempatnya. Selain disebut dengan epistemologi, ilmu
ini juga disebut dengan gnoseologi yang artinya teori pengetahuan.
Epistemologi adalah cabang filsafat yang berkaitan dengan asal, sifat, karakter
dan jenis pengetahuan. Topik ini termasuk salah satu yang paling sering diperdebatkan
dan dibahas dalam bidang filsafat, misalnya tentang apa itu pengetahuan, bagaimana
karakteristiknya, macamnya, serta hubungannya dengan kebenaran dan keyakinan.
Di dalam Webster New International Dictionary, epistemologi diberi definisi
sebagai berikut: Epistimology is the theory or science the method and grounds of
knowledge, especially with reference to its limits and validity, yang artinya
epistemologi adalah teori atau ilmu pengetahuan tentang metode dan dasar-dasar
pengetahuan, khususnya yang berhubungan dengan batas-batas pengetahuan dan
validitas atau sah berlakunya pengetahuan itu. (Darwis. A. Soelaiman, 2007, hal. 61).
Beberapa pakar lainnya juga mendefinisikan espitemologi, seperti J.A Niels
Mulder menuturkan, epistemologi adalah cabang filsafat yang mempelajari tentang
watak, batas-batas dan berlakunya dari ilmu pengetahuan. Abbas Hammami Mintarejo
memberikan pendapat bahwa epistemology adalah bagian filsafat atau cabang filsafat
yang membicarakan tentang terjadinya pengetahuan dan mengadakan penilaian atau
pembenaran dari pengetahuan yang telah terjadi itu. (Surajiyo, 2008, hal. 25).
Dari beberapa definisi yang tampak di atas bahwa semuanya hampir memiliki
pemahaman yang sama. Epistemologi adalah bagian dari filsafat yang membicarakan
tentang terjadinya pengetahuan, sumber pengetahuan, asal mula pengetahuan, batasbatas, sifat, metode, dan keshahihan pengetahuan. Jadi objek material dari
epistemology adalah pengetahuan dan objek formalnya adalah hakikat pengetahuan itu.
Epistemologi menguji kebenaran dari sebuah ilmu pengetahuan dan sampai sejauh
mana ilmu pengetahuan tersebut dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara
rasional.
2.2. Epistemologi dan Ilmu Pengetahuan
Epistemologi atau Teori Pengetahuan yang berhubungan dengan hakikat dari
ilmu pengetahuan, pengandaian-pengandaian, dasar-dasarnya serta pertanggung
jawaban atas pernyataan mengenai pengetahuan yang dimiliki oleh setiap manusia.

Epistemologi mengkaji ilmu pengetahuan dengan tiga cara, yaitu cara


evaluatif, normatif, dan kristis. Evaluatif memiliki makna mampu menilai kebenaran
yang objektif, rasional, dan mempu membuktikan bahwa sebuah pengetahuan adlah
kebenaran. Normatif berarti epistemologi memberikan tolak ukur kebenaran bagi
sebuah pengetahuan. Terakhir, kritis berarti mempertanyakan asumsi-asumsi,
pendekatan-pendekatan, dan kesimpulan dari sebuah ilmu pengetahuan. Selain untuk
menguji kebenaran, cara kritis ini juga mempertanyakan manfaat ilmu pengetahuan
tersebuat terhadap kehidupan manusia.
Pengetahuan adalah sebuah pengetahuan selama aspek-aspek di dalam
pengetahuan diperoleh manusia dapat dijangkau akal dan panca indera, dengan metodemetode tertentu. Metode-metode tersebut, diantaranya:
1. Empirisme
Empirisme adalah suatu cara/metode dalam filsafat yang mendasarkan cara
memperoleh pengetahuan dengan melalui pengalaman. John Locke, bapak
empirisme Britania, mengatakan bahwa pada waktu manusia di lahirkan akalnya
merupakan jenis catatan yang kosong (tabula rasa),dan di dalam buku catatan itulah
dicatat pengalaman-pengalaman inderawi. Menurut Locke, seluruh sisa pengetahuan
kita diperoleh dengan jalan menggunakan serta memperbandingkan ide-ide yang
diperoleh dari penginderaan serta refleksi yang pertama-pertama dan sederhana
tersebut.
Ia memandang akal sebagai sejenis tempat penampungan,yang secara pasif
menerima hasil-hasil penginderaan tersebut. Ini berarti semua pengetahuan kita
betapapun rumitnya dapat dilacak kembali sampai kepada pengalaman-pengalaman
inderawi yang pertama-tama, yang dapat diibaratkan sebagai atom-atom yang
menyusun objek-objek material. Apa yang tidak dapat atau tidak perlu di lacak
kembali secara demikian itu bukanlah pengetahuan, atau setidak-tidaknya bukanlah
pengetahuan mengenai hal-hal yang faktual.
2. Rasionalisme
Rasionalisme berpendirian bahwa sumber pengetahuan terletak pada akal.
Bukan karena rasionalisme mengingkari nilai pengalaman, melainkan pengalaman
paling-paling dipandang sebagai sejenis perangsang bagi pikiran. Para penganut

rasionalisme yakin bahwa kebenaran dan kesesatan terletak di dalam ide kita, dan
bukannya di dalam diri barang sesuatu. Jika kebenaran mengandung makna
mempunyai ide yang sesuai dengan atau menunjuk kepada kenyataan, maka
kebenaran hanya dapat ada di dalam pikiran kita dan hanya dapat diperoleh dengan
akal budi saja.
3. Fenomenalisme
Bapak Fenomenalisme adalah Immanuel Kant. Kant membuat uraian
tentang pengalaman. Barang sesuatu sebagaimana terdapat dalam dirinya sendiri
merangsang alat inderawi kita dan diterima oleh akal kita dalam bentuk-bentuk
pengalaman dan disusun secara sistematis dengan jalan penalaran. Karena itu kita
tidak pernah mempunyai pengetahuan tentang barang sesuatu seperti keadaannya
sendiri, melainkan hanya tentang sesuatu seperti yang menampak kepada kita,
artinya, pengetahuan tentang gejala (Phenomenon).
4. Intusionisme
Menurut Bergson, intuisi adalah suatu sarana untuk mengetahui secara
langsung dan seketika. Analisa, atau pengetahuan yang diperoleh dengan jalan
pelukisan, tidak akan dapat menggantikan hasil pengenalan secara langsung dari
pengetahuan intuitif.
Salah satu di antara unsur-unsur yang berharga dalam intuisionisme
Bergson ialah, paham ini memungkinkan adanya suatu bentuk pengalaman di
samping pengalaman yang dihayati oleh indera. Dengan demikian data yang
dihasilkannya dapat merupakan bahan tambahan bagi pengetahuan di samping
pengetahuan yang dihasilkan oleh penginderaan. Kant masih tetap benar dengan
mengatakan bahwa pengetahuan didasarkan pada pengalaman, tetapi dengan
demikian pengalaman harus meliputi baik pengalaman inderawi maupun
pengalaman intuitif.
Hendaknya diingat, intusionisme tidak mengingkati nilai pengalaman
inderawi yang biasa dan pengetahuan yang disimpulkan darinya. Intusionisme
setidak-tidaknya dalam beberapa bentuk-hanya mengatakan bahwa pengetahuan

yang lengkap di peroleh melalui intuisi, sebagai lawan dari pengetahuan yang nisbiyang meliputi sebagian saja-yang diberikan oleh analisis. Ada yang berpendirian
bahwa apa yang diberikan oleh indera hanyalah apa yang menampak belaka, sebagai
lawan dari apa yang diberikan oleh intuisi, yaitu kenyataan. Mereka mengatakan,
barang sesuatu tidak pernah merupakan sesuatu seperti yang menampak kepada kita,
dan hanya intuisilah yang dapat menyingkapkan kepada kita keadaanya yang
senyatanya.
5. Dialektis
Yaitu tahap logika yang mengajarkan kaidah-kaidah dan metode penuturan serta
analisis sistematik tentang ide-ide untuk mencapai apa yang terkandung dalam
pandangan. Dalam kehidupan sehari-hari dialektika berarti kecakapan untuk
melekukan perdebatan. Dalam teori pengetahuan ini merupakan bentuk pemikiran
yang tidak tersusun dari satu pikiran tetapi pemikiran itu seperti dalam percakapan,
bertolak paling kurang dua kutub

2.3. Perlunya Mempelajari Epistemologi


Menurut Sudarminta, terdapat tiga alasan mengapa mempelajari epistemologi:
1. Pertimbangan strategis
Seperti yang telah kita ketahui, era modern adalam era dimana seluruh kehidupan
manusia digerakkan oleh ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan telah manjadi sebuah
kebutuhan tak tergantikan saat ini. Kajian epistemologi perlu karena pengetahuan
sendiri sangatlah strategis bagi kehidupan manusia.
2. Pertimbangan kebudayaan
Epistemologi mencari tahu pengetahuan dari unsur-unsur dan sistem kebudayaan
yang dianggap penting bagi kehidupan manusia. Kebudayaan lahir dari hasil
pemikiran dan keyakinan manusia. Hasil pemikiran dan keyakinan ini merupakan
dasar terbentuknya ilmu pengetahuan.
3. Pertimbangan pendidikan
Sebagai usaha sadar untuk membantu peserta didik (dalam hal ini manusia)
mengembangkan pandangan hidup, sikap hidup dan keterampilan hidup untuk tidak
lepas dari penguasaan pengetahuaan.

BAB III

KESIMPULAN
Dari penjelasan di atas mengenai epistemologi, dapat diperoleh beberapa
kesimpulan, yaitu:
1. Epistemologi (bahasa Yumami, episteme berarti pengetahuan dan logos berarti
kata/pembicaraan/ilmu) adalah bagian dari filsafat yang membicarakan tentang terjadinya
pengetahuan, sumber pengetahuan, asal mula pengetahuan, batas-batas, sifat, metode, dan
keshahihan pengetahuan.
2. Epistemologi berhubungan dengan hakikat dari ilmu pengetahuan, pengandaianpengandaian, dasar-dasarnya serta pertanggung jawaban atas pernyataan mengenai
pengetahuan yang dimiliki oleh setiap manusia.
3. Epistemologi perlu dipelajari karena tiga alasan, yaitu pertimbangan strategis,
pertimbangan kebudayaan, dan pertimbangan pendidikan.

DAFTAR PUSTAKA
Alala Muliba. 2012. Pengertian Epistemologi (http://griya-kula.blogspot.com)

Hapsari, Erwinda. 2012. Pengertian Epistemologi (http://erwindahapsari.blogspot.com)


Susano, A. 2011. Filsafat Ilmu Suatu Kajian Dalam Dimensi Ontologis Epistemologis,
dan Aksiologis. Jakarta : PT. Bumiaksara.

Anda mungkin juga menyukai