1102011088
Kelompok A-5
Sasaran Belajar
1. Memahami dan menjelaskan anatomi makro dan mikro Saluran Pernafasan Atas (SPA)
1.1. Anatomi Makroskopik
1.2.
Anatomi Mikroskopik
2. Memahami dan menjelaskan mekanisme fisiologis sistem respirasi
2.1. Mekanisme pertahanan tubuh SPA
3. Memahami dan menjelaskan Rhinitis Allergica
3.1.
Definisi
3.2.
Klasifikasi
3.3.
Etiologi
3.4.
Patofisiologi
3.5.
Manifestasi klinis
3.6.
Diagnosis dan Diagnosis Diferensial
3.7.
Tata laksana
3.8.
Komplikasi
3.9.
Pencegahan
3.10. Prognosis
4. Memahami dan menjelaskan sistem pernafasan dalam Islam
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------1. Memahami dan menjelaskan anatomi makro dan mikro Saluran Pernafasan Atas
(SPA)
1.1. Anatomi Makroskopik
Hidung
Organ hidung merupakan organ yang pertama berfungsi dalam saluran napas.
Dua buah nares anterior = apertura nasalis anterior ( lubang hidung )
Vestibulum nasi tempat muara nares anterior pada mucusa hidung, terdapat
silia yang kasar yang berfungsi sebagai saringan udara.
Cavum nasi bagian dalam rongga hidung yang berbentuk terowongan,
mulai dari nares anterior sampai ke nares posterior ( choanae ) dilanjutkan ke
daerah nasopharynx.
Septum nasi sekat antara kedua rongga hidung dibatasi oleh dinding yang
berasal dari tulang dan mucusa.
Dibentuk oleh tulang tulang cartilago septi nasi, os vomer dan lamina
parpendicularis ethmoidalis.
Dalam cavum nasi pada sisi lateral terdapat concha concha nasalis yang terbentuk
dari tulang tipis dan ditutupi mucusa yang dapat mengeluarkan lendir dan pada sisi
medial terlihat dinding septum nasi.
Ada tiga buah concha nasalis, yaitu:
1
1.
2.
Orofaring
Laringofaringeal
Berfungsi untuk menyediakan saluran pada traktus repiratorius dan traktus
digestivus.
Larynx
Daerah yang dimulai dari aditus laryngis sampai batas bawah cartilago cricoid.
Rangka larynx terbentuk oleh tulang dan tulang rawan
1. Os Hyoid (1 buah)
terbentuk dari jaringan tulang, seperti besi telapak kuda
mempunyai 2 buah cornu-cornu majus dan minus
dapat diraba pada batas antara batas atas leher dengan pertengahan dagu
berfungsi tempat perlekatan otot mulut dan cartilago thyroid
2. Cartilago thyroid (1 buah)
terletak di bagian depan dan dapat diraba tonjolan yang dikenal dengan
prominens laryngis atau adams apple, dalam kehidupan sehari-hari
disebut jakun, lebih jelas pada laki laki.
Melekat ke atas dengan os hyoid dan ke bawah dengan cartilago cricoid, ke
belakang dengan arytenoid.
Jaringan ikatnya adalah membrana thyrohyoid.
Mempunyai cornu superior dan cornu inferior
Pendarahan dari arteri thyroidea superior dan inferior.
3. Cartilago arytenoid (2 buah)
Terletak posterior dari lamina cartilago thyroid dan di atas dari cartilago
cricoid.
Mempunyai bentuk seperti burung pinguin, ada cartilago cornuculata dan
cuneiforme.
Kedua arytenoid dihubungkan oleh m. arytenoideus transversus.
4. Epiglotis (1 buah)
Tulang rawan berbentuk sendok
Melekat di antara kedua cartilago arytenoid
Berfungsi membuka dan menutup aditus laryngis
Berhubungan dengan cartilago arytenoid melalui m. Aryepiglotica
Pada waktu biasa epiglotis terbuka, tetapi pada waktu menelan epiglotis
menutup aditus laryngis supaya makanan jangan masuk ke larynx.
5. Cartilago cricoid
Batas bawah cartilago thyroid (daerah larynx)
Berhubungan dengan thyroid dengan ligamentum cricothyroid dan m.
cricothyroid medial lateral
Batas bawah adalah cincin pertama trachea
Berhubungan dengan cartilago arytenoid dengan otot m. cricoarytenoideus
posterior dan lateralis.
Dalam cavum laryngis terdapat :
Plica vocalis adalah pita suara asli, sedangkan plica vestibularis adalah pita suara
palsu. Plica vocalis merupakan pita suara yang terbentuk dari lipatan mucusa
ligamentum vocale dan ligamentum ventricularis.
3
Bidang antara pilca vocalis kiri dan kanan disebut dengan rima glotis, sedangkan
antara kedua plica ventriculi disebut rima ventriculi.
Pada rima glotis terdapat m. vocalis, m. cricoarytenoideus posterior, dan di
sampingnya m. thyroarytenoideus.
Salah satu fungsi dari larynx adalah membantu respirasi dengan mengatur besar
kecilnya rima glotis, bila m. cricoarytenoideus berkontraksi akan menyebabkan
processus cartilago arytenoid bergerak ke lateral, sehingga rima glotis terbuka yang
disebut dengan abduksi plica vocalis, sedangkan sebaliknya bila m. cricoartenoideus
posterior relaksasi terjadi adduksi plica vocalis dan rima glotis menutup.
Trachea
Terdiri dari tulang rawan dan otot yang berbentuk pipa yang terletak di tengah
tengah leher sampai incisura jugularis di belakang manubrium sternum masuk
mediastinum superior.
Dimulai dari bagian bawah cartilago cricoid setinggi cervical V1 sampai bercabang
menjadi bronchus dextra dan sinistra setinggi vertebrae thoracal ke IV V.
Percabangan tersebut dikenal dengan bifurcatio trachea.
Panjang trachea (10-12 cm), pria (12 cm), dan wanita (10 cm) yang terdiri dari (1620 cincin) yang berbentuk lingkaran, berhubungan dengan daerah larynx melalui
cartilago cricoid dengan ligamentum cricotrachealis. Diantara tulang rawan terdapat
jaringan ikat ligamentum intertrachealis (ligamentum annulare).
Trachea adalah saluran napas yang penting dalam penyumbatan saluran napas
terutama daerah larynx dengan membuat tracheostomi ( membuat lubang pada
trachea terutama obstruksi larynx mendadak ) 1-2 cm di atas incisura jugularis sterni.
1.3.
Anatomi Mikroskopik
Permukaan SPA dilapisi epitel respirasi yaitu bertingkat toraks bersilia dengan sel
goblet. Di submukosa terdapat pembuluh darah dan kel. mukosa yang memproduksi
sekret mukus.
Hidun
g
1.
Vestibulum
nasi: kel. keringat dan sebasea, vibriseae
2. Concha nasalis: media dan inferior dilapisi epitel respirasi sedangkan superior
dilapisi epitel olfactorius (epitel bertingkat toraks). Lamina propria terdapat
pleksus venosus atau Suell Bodies yang akan mengembang ketika terjadi
inflamasi sehingga menyumbat hidung.
4
Terletak pada pons bagian bawah. Mempunyai pengaruh tonik terhadap pusat
inspirasi. Pusat apneustik ini dihambat oleh pusat pneumotaksis dan impuls
aferen vagus dari reseptor paru-paru. Bila pengaruh pneumotaksis dan vagus
dihilangkan, maka terjadi apneustik.
3. Pusat Pneumotaksis
Terletak pada pons bagian atas. Bersama-sama vagus menghambat pusat
apneustik secara periodik. Pada hiperpnea, pusat pneumostaksis ini
merangsang pusat respirasi.
Aktivitas pernapasan diatur secara kimia dan non-kimia.
Penurunan PO2 , peningkatan PCO2 atau konsentrasi ion H darah akan
meningkatkan aktivitas pusat respirasi. Perubahan yang berlawanan mempunyai
efek hambatan terhadap aktivitas respirasi.
Secara non-kimia, pengaturan aktivitas pernapasan adalah melalui suhu tubuh
dan aktivitas fisik. Peningkatan suhu tubuh dapat meningkatkan aktivitas
pernafasan.
Mekanisme pernapasan dibedakan atas dua macam, yaitu:
1. Pernapasan dada adalah pernapasan yang melibatkan otot antartulang rusuk.
Fase inspirasi. Fase ini berupa berkontraksinya otot antartulang rusuk sehingga
rongga dada membesar, akibatnya tekanan dalam rongga dada menjadi lebih
kecil daripada tekanan di luar sehingga udara luar yang kaya oksigen masuk.
Fase ekspirasi. Fase ini merupakan fase relaksasi atau kembalinya otot antara
tulang rusuk ke posisi semula yang dikuti oleh turunnya tulang rusuk sehingga
rongga dada menjadi kecil. Sebagai akibatnya, tekanan di dalam rongga dada
menjadi lebih besar daripada tekanan luar, sehingga udara dalam rongga dada
yang kaya karbondioksida keluar.
2. Pernapasan perut merupakan pernapasan yang mekanismenya melibatkan
aktivitas otot-otot diafragma yang membatasi rongga perut dan rongga dada.
Fase Inspirasi. Pada fase ini otot diafragma berkontraksi sehingga diafragma
mendatar, akibatnya rongga dada membesar dan tekanan menjadi kecil
sehingga udara luar masuk.
Fase Ekspirasi. Fase ekspirasi merupakan fase berelaksasinya otot diafragma
(kembali ke posisi semula, mengembang) sehingga rongga dada mengecil dan
tekanan menjadi lebih besar, akibatnya udara keluar dari paru-paru.
2.1.
gejala bersin-bersin, rinore, rasa gatal dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapar
alergen yang diperantarai oleh IgE.
3.2.Klasifikasi
1. Lama berlangsung :
Intermitten : kadang-kadang. Gejala < 4 hari/minggu atau < 4 minggu.
Persisten : menetap. Gejala > 4 hari/minggu dan atau > 4 minggu.
2. Port dentree (cara masuknya alergen) :
Inhalan : alergen yang masuk lewat inspirasi pernafasan. Co : tungau debu,
spora fungi, serbuk bunga, dll.
Ingestan : alergen yang masuk lewat saluran pencernaan. Co : ikan laut, udang,
telur, dll.
Injektan : alergen yang masuk tubuh lewat suntikan atau tusukan. Co : obatobatan (penisilin) dan gigitan serangga.
Kontaktan : alergen yang masuk melalui kontak dengan kulit atau jaringan
mukosa. Co : kosmetik, logam, latex, dll.
3. Derajat penyakit :
a. Ringan : bila tidak ditemukan gangguan tidur, aktifitas harian, olahraga, belajar,
bekerja dll yang mengganggu.
b. Sedang/berat : bila didapati 1 / > gangguan terhadap aktifitas yang disebut
diatas.
4. Respon :
a. Fase Cepat : langsung sejak terpapar alergen hingga 1 jam setelahnya. Gejala
berupa bersin-bersin, hidung tersumbat, dan rinore. Disebabkan oleh
pengikatan mediator inflamasi (terutama histamin) dengan reseptornya yang
menyebabkan
vasodilatasi
dan
peningkatan
permeabilitas
kapiler,
perangsangan serabut vidianus (ujung N.V) dan kontraksi otot polos.
b. Fase Lambat : 4-8 jam setelah fase cepat. Gejala didominasi hidung tersumbat,
hiposmia dan post nasal drip. Disebabkan pelepasan VCAM (vascular cell
adhesion molecule) oleh sel endotel post-kapiler yang diaktivasi mediator fase
cepat. Sehingga sel leukosit (terutama eosinofil) berinfiltrasi dan memproduksi
protein-protein eosinofilik yang menyebabkan hidung hiperreaktif dan
hiperresponsif.
Saat ini digunakan klasifikasi rinitis alergi berdasarkan rekomendasi dari WHO Iniative
ARIA (Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma) tahun 2000, yaitu berdasarkan sifat
berlangsungnya dibagi menjadi :
Intermiten (kadang-kadang): bila gejala kurang dari 4 hari/minggu atau kurang dari
4 minggu.
Persisten/menetap bila gejala lebih dari 4 hari/minggu dan atau lebih dari 4 minggu.
3.3.Etiologi
Reaksi imunologis berupa Hipersensitivitas tipe 1 yang diperantarai oleh IgE. Reaksi
ini merupakan interaksi antara faktor genetik dengan faktor pencetus.
Faktor predisposisi : genetik atau riwayat atopik keluarga sangat berperan dalam
ekspresi rhinitis alergi.
lambat.
3.5.Manifestasi Klinis
9
Manifestasi
Hidung gatal dan bersin-bersin
>5x setiap serangan
Rinore (ingus encer, jernih dan
banyak)
Keterangan
Histamin reseptor di ujung saraf
vidianus (menggiatkan kerja
parasimpatis)
Vasodilatasi, pembesaran sel
goblet dan hipersekresi mukus
3.6.Diagnosis dan
Diagnosis
diferensial
1. Anamnesi
s
50%
diagnosis
2. Pemeriksaan Fisik
Allergic shiner (garis Dennie-Morgan)
Lingkar hitam dibawah mata akibat venostasis karena obstruksi hidung.
Allergic crease
Garis melintang pada dorsum nasi bagian 1/3 bawah akibat seringnya
menggosok hidung dengan punggung tangan (Allergic Sallute)
Konka edema, pucat/kebiruan, edema kelopak mata.
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Uji alergi kulit : tes konfirmasi rhinitis alergi. untuk mencari jenis alergen
penyebab
SET (Skin End-point Titration) : untuk alergen inhalan dengan menyuntikkan
alergen dengan konsentrasi bertingkat.
Challenge test : untuk menguji alergen ingestan dengan diet eliminasi dan
provokasi.
b. Sitologi : hanya pelengkap dan tidak memastikan diagnosis. Peningkatan
eosinofil menunjukkan alegen inhalan, bila basofil meningkat (5 sel/LPB) maka
alergen ingestan.
c. Serologi : pemeriksaan IgE dengan RAST/ELISA
Perbedaan
R. Alergi
Etiologi
Respon imun yg
dimediasi IgE
Gejala
Bersin yg
didahului gatal
pada mata dan
hidung.
Sekret
Jernih, cair
Lain-lain
Uji cukit kulit +
10
R. Vasomotor
R. Hormonal
Aktifitas
parasimpatis >
simpatis
Gangguan
keseimbangan
estrogen
R. Infeksiosa
Agen infeksius
(bakteri, virus)
R. Non-Alergi
dengan sindrom
eosinofilia
R.
Medikamentosa
Kelainan
metabolisme
prostaglandin
Efek samping
obat tertentu
----*
Hiposmia*
Dominasi oleh
rinore dan
obstruksi hidung
Demam, nyeri
tekan wajah,
hiposmia
----
---Kental,
kekuningan/hijau.
---Hiposmia
----
----
----
Sembuh bila
diberi penggiat
simpatis.
Sembuh sendiri
atau dg terapi
hormon
Sembuh dengan
antivirus atau
antibiotik
Eosinofil 10-20%
pada nasal swab.
Menghilang bila
obat dihentikan
11
Kortikosteroid
Berdasarkan pemakaiannya, kortikosteroid dibagi menjadi 2 yaitu topikal dan
sistemik.
Kortikosteroid topikal menjadi pilihan pertama untuk penderita rinitis alergi
dengan gejala sedang sampai berat dan persisten (menetap) efek antiinflamasi
jangka panjang. Kortikosteroid topikal efektif mengurangi gejala sumbatan hidung
yang timbul pada fase lambat.
Efek spesifik kortikosteroid topikal menghambat fase cepat dan lambat dari
rinitis alergi, menekan produksi sitokin Th2, sel mast dan basofil,
mencegah switching dan sintesis IgE oleh sel B, menekan pengerahan lokal dan
migrasi transepitel dari sel mast, basofil, dan eosinofil, menekan ekspresi GM-CSF,
IL-6, IL-8, RANTES, sitokin, kemokin, mengurangi jumlah eosinofil di mukosa
hidung dan juga menghambat pembentukan, fungsi, adhesi, kemotaksis dan
apoptosis eosinofil 1.
Kortikosteroid sistemik hanya digunakan untuk terapi jangka pendek pada
penderita rinitis alergi berat yang refrakter terhadap terapi pilihan pertama.
Studi oleh Weiner JM dkk, seperti dilansir dari British Medical Journal 1998,
menyimpulkan bahwa kortikosteroid intranasal lebih baik digunakan sebagai
terapi lini pertama rinitis daripada antihistamin, ditilik dari segi keamanan
dan cost-effective-nya.
Dekongestan
Dekongestan mengurangi sumbatan hidung dan kongesti dengan cara
vasokonstriksi melalui reseptor adrenergik alfa.
Preparat topikal bekerja dalam waktu 10 menit, dan dapat bertahan hingga 12
jam. Es : rasa panas dan kering di hidung, ulserasi mukosa, serta perforasi
septum. Terakhir jarang terjadi adalah Takifilaksis dan gejala rebound (rinitis
medikamentosa) dapat terjadi pada pemakaian dekongestan topikal jangka
panjang.
Efek preparat oral setelah 30 menit dan berakhir 6 jam kemudian, atau dapat
lebih lama (8-24 jam) bila bentuk sediaanya adalah tablet lepas lambat (sustained
release). Efek samping berupa iritabilitas, pusing melayang (dizziness), sakit
kepala, tremor, takikardi, dan insomnia.
Penstabil Sel Mast
Contoh golongan ini adalah sodium kromoglikatefektif mengontrol gejala rinitis
dengan efek samping minimal. Tetapi, terapi hanya dapat digunakan sebagai
preventif.
Preparat ini bekerja dengan cara menstabilkan membran mastosit dengan
menghambat influks ion kalsium sehingga pelepasan mediator tidak terjadi.
Kelemahan lain adalah frekuensi pemakaiannya sebanyak 6 kali per hari sehingga
mempengaruhi kepatuhan pasien.
12
Immunoterapi
Mekanisme immunoterapi dalam menekan gejala rinitis mengurangi jumlah IgE,
neutrofil, eosinofil, sel mast, dan limfosit T dalam peredaran darah.
Salah satu contoh preparat ini adalah omalizumab merupakan antibodi anti-IgE
monoklonal yang bekerja dengan mengikat IgE dalam darah.
Penelitian omalizumab berhasil menurunkan kadar IgE bebas dan memperbaiki
gejala rinitis. Uji klinis fase II memaparkan
Dosis omalizumab adalah 300 mg secara subkutan, 1 kali setiap 3-4 minggu.
Secrist H dkk dalam Journal of Experimental Medicine 2006 memaparkan,
immunoterapi dapat mengurangi IL-4 yang diproduksi oleh limfosit T CD4 +.
Dengan demikian, produksi IgE pun akan berkurang.
Fototerapi
Alternatif bagi penderita rinitis yang tidak mendapat respon perbaikan dengan
terapi konvensional adalah fototerapi. Hal itu dibuktikan oleh Koreck AI dkk seperti
dikutip dalam Journal of Allergy and Clinical Immunology 2005.
Dilatarbelakangi oleh fakta bahwa fototerapi digunakan pada beberapa penyakit
kulit seperti psoriasis karena dapat merangsang apoptosis limfosit T. Penelitian ini
membandingkan kemampuan sinar ultraviolet dengan cahaya tampak intensitas
rendah (low-intensity visible light) dalam mengurangi gejala rinitis.
Subyek penelitian disinari sebanyak 3 kali per minggu selama 3 minggu. Dosis
inisial sinar ultraviolet adalah 1,6 J/cm2 dan dinaikkan 0,25 J/cm2 setiap 3 kali
pengobatan. Sedangkan cahaya tampak intensitas rendah diberikan sebesar 0,06
J/cm2.
Hasilnya, gejala rinitis berkurang dan didapatkan pula penurunan jumlah
eosinofil, eosinophilic cationic protein (ECP) dan IL-5 pada kelompok sinar
ultraviolet daripada kelompok cahaya tampak intensitas rendah.
Operatif
Bila chonca inferior hipertrofi berat dan tidak berhasil dikecilkan dengan
kateterisasi AgNO3 atau troklor asetat maka dilakukan tindakan Konkotomi yaitu
pemotongan chonca inferior.
3.8.Komplikasi
Komplikasi
Polip hidung
Sinusitis
Otitis media
Keterangan
Akumulasi sel-sel inflamasi yang sangat banyak (>> eosinofil
dan sel CD4+), hiperplasia epitel, sel goblet dan metaplasia
squamosa.
Alergi obstruksi ostia sinus-oksigenasi dan tekanan udara
menurun-bakteri anaerob tumbuh-peradangan pada sinus
Alergi menyebabkan penyumbatan tuba eustaschii - disfungsi
dan efusi telinga tengah.
3.9.Pencegahan
Primer : mencegah sensitisasi alergen dengan sel imun.
13
Identifikasi bayi yang berisiko atopi, memberikan diet restriksi (tanpa susu, ikan
laut dan kacang) pada ibu hamil sejak trimester 3 hingga selama masa laktasi, bayi
diberikan ASI eksklusif selama 5-6 bulan, kontrol lingkungan untuk mengeliminir
faktor pencetus.
Sekunder : mencegah manifestasi alergi dengan menghindari allergen
1. Menghindari makanan dan obat-obatan yang dapat menimbulkan alergi.
2. Jangan biarkan hewan berbulu masuk kedalam rumah, jika alergi terhadap bulu
hewan.
3. Bersihkan debu dengan menyedot dan lap basah, minimal 2-3 kali dalam satu
minggu, jangan menggunakan sapu yang dapat menyebarkan debu.
4. Gunakan pembersih udara elektris (AC) untuk membuang debu rumah, jamur
dan pollen dari udara. Cuci dan ganti filter secara berkala.
5. Tutup perabotan berbahan kain dengan lapisan yang bisa dicuci sesering
mungkin.
6. Jangan mengunakan bahan atau perabot yang dapat menampung debu didalam
debu kamar.
7. Untuk menghindari kontak dengar allergen, gunakan sarung tangan dan masker
ketika sedang bersih-bersih di dalam maupun di luar rumah.
8. Larang rokok dan pengunaan produk yang beraroma di rumah.
Tersier : mengurangi dan mencegah bertambah buruknya gejala alergi dengan
avoidance dan terapi simtomatis.
3.10. Prognosis
Secara umum baik. Rinitis alergi secara menyeluruh akan berkurang dengan
bertambahnya usia walaupun risiko asma bronkial meningkat. Remisi spontan dapat
terjadi sebanyak 15-25% dalam jangka waktu 5-7 tahun. Remisi rinitis alergi musiman
lebih besar frekuensinya dibandingkan yang perennial.
Banyak gejala rinitis alergi dapat dengan mudah diobati. Pada beberapa kasus
(khususnya pada anak-anak), orang mungkin memperoleh alergi seiring dengan sistem
imun yang menjadi kurang sensitif pada alergen. Efek sistemik, termasuk lelah,
mengantuk, dan lesu, dapat muncul dari respon peradangan. Gejala-gejala ini sering
menambah perburukan kualitas hidup.
4. Memahami dan menjelaskan sistem pernafasan dalam Islam
HADIS TENTANG MENGUAP :
.
, , : ,
, ,
,
"Bersin itu dari Allah dan menguap itu dari syaitan. Jika salah seorang kalian menguap,
maka tutuplah mulutnya dengan tangannya dan jika ia mengatakan `aaah... ' , maka
syaitan tertawa di dalam perutnya. Sesungguhnya Allah menyukai bersin dan membenci
menguap." (Hadis riwayat. At-Tirmidzi )
a. Berusaha menahannya sedaya upaya.
Sabda Nabi Shallallahu alaihi wa Sallam :
"Apabila salah seorang dari kalian menguap dalam sholatnya, hendaklah ia
14
mengelak daripada terkena jangkitan pada orang lain. Selepas bersin hendaklah
mengucapkan alhamdulillah, sebagai rasa bersyukur dengan memuji Allah. Dan
orang yang mendengarnya hendaklah mengucapkan yarhamukallah sebagai
mendoakan kesejahteraan orang yang bersin itu agar dia agar dirahmati Allah. Serta
dibalas pula oleh orang yang bersin dengan mengucapkan Yahdiinaa
wayahdiikumullah. Namun begitu sekiranya orang yang bersin itu tidak
mengucapkan al-hamdulillah selepas bersin maka dia tidak berhak untuk diberikan
ucapan tersebut.
4. Menjawab orang yang bersin (jika dia mengucapkan hamdalah) hukumnya wajib, dan
wajib pula menjawab orang yang mengucapkan Yarhamukallah dengan ucapan
Yahdiina wayahdii kumullah, dan jika seseorang yang bersin itu terus menerus
bersin lebih dari tiga kali, maka kali keempatnya hendaklah diucapkan Afakallah
(Semoga Allah menyembuhkan anda) sebagai ganti dari ucapan Yarhamukallah.
5. Bersin yang terlalu kerap melebihi 3 kali menandakan seseorang itu kemungkinan
diserang selsema manakala menguap yang terlampau kerap menandakan seseorang
itu tidak cukup tidur selain menunjukkan ciri-ciri kemalasan yang patut dihindari
dengan melakukan aktiviti senam ringan dan sebagainya.
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
16