Anda di halaman 1dari 42

DIAGNOSIS DAN INTERVENSI KOMUNITAS PENGETAHUAN

TENTANG PENTINGNYA MENUTUP TEMPAT PENAMPUNGAN


AIR PADA KELUARGA BINAAN
DESA X, KECAMATAN X, KABUPATEN Y, PROVINSI Z
PERIODE JUNI 2016

Disusun Oleh : KELOMPOK 5

Muhammad Candrasa W 1102011173


Adinda Nurani Putri
1102010006
Erika Anggraini
1102011088
Nely Halidiyah
1102011192
Tenny Widya Sari
1102011277

Pembimbing :
dr. Yusnita, M.Kes, Dipl DK

KEPANITERAAN KEDOKTERAN KOMUNITAS BAGIAN ILMU


KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
YARSI
2016

BAB I
LATAR BELAKANG

1.1 Gambaran Umum Desa X


1.1.1 Keadaan Umum Secara Geografis
Desa X terletak 0,5 km dari pusat Pemerintahan Kecamatan Y dengan jarak
10 menit dan 50 km dari pusat kota pemerintahan Kabupaten Z, dengan jarak
2 jam. Luas wilayah Desa X 798,975 Ha yang terdiri dari lahan pertanian seluas
349,180 Ha dan lahan pemukiman seluas 449,795 Ha. Desa X merupakan salah
satu desa binaan dari Puskesmas X. Terdapat tiga desa binaan Puskesmas X, yaitu
sebagai berikut :
a) Desa X
b) Desa Y
c) Desa Z

Gambar 1.1 Peta Desa X

Batas batas wilayah Desa X adalah sebagai berikut (RPJM Desa Pangkalan, 2015):
1) Sebelah utara berbatasan dengan Desa Y
2) Sebelah timur berbatasan dengan Desa Z
3) Sebelah selatan berbatasan dengan Desa XX
4) Sebelah barat berbatasan dengan Desa YY

1.1.2 Keadaan Umum Secara Demografi


1.1.2.1 Kependudukan
Jumlah penduduk Desa X sampai akhir tahun 2010 terhitung sebanyak
16.247 jiwa yang terdiri dari 8.361 jiwa penduduk laki-laki dan 7.886 jiwa
penduduk perempuan.

1.1.2.2 Kondisi Sosial Ekonomi


Lapangan pekerjaan penduduk di Desa X cukup beragam. Mata
pencaharian penduduk didominasi oleh petani, buruh, dan pedagang. Namun
masih banyak penduduk yang tidak memiliki pekerjaan.

Tabel 1.1 Tingkat Kesejahteraan Masyarakat Desa X (dalam KK/Jiwa)


Ekonomi Tinggi

Ekonomi Sedang Ekonomi


Rendah

15%

35%

50%

1.1.2.3 Pendidikan
Tingkat pendidikan masyarakat sangat berperan dalam membentuk
sikap dan perilaku masyarakat terhadap program kesehatan, sehingga
pendidikan sangat berperan dalam pembangunan kesehatan.Tingkat pendidikan
di Desa X masih tergolong rendah. Dari 16.247 jiwa penduduk Desa X, hanya
sedikit yang menyelesaikan jenjang pendidikan sarjana.
Tabel 1.2 Tingkat Pendidikan di Desa X
Tidak Tamat SD

SD

SMP

SMA

Sarjana

672

1.820

879

231

15

1.1.2.4 Sarana Kesehatan


Berikut adalah sarana kesehatan yang ada di Desa X :
Tabel 1.3 Sarana Kesehatan di Desa X
Kesehatan

Jumlah

Apotek

1 Unit

Balai Pengobatan

2 Unit

Klinik Khitan

1 Unit

Poliklinik

3 Unit

Praktik Bidan

3 Unit

Praktik Dokter

2 Unit

1.2 Puskesmas X
1.2.1 Visi dan Misi
Dalam Mendukung terwujudnya Visi Kabupaten Z dan pembangunan
Pemerintah Z dan khususnya Kecamatan Y dalam bidang kesehatan maka
dirumuskannya Visi Pembangunan Kesehatan Puskesmas X yaitu:
MEMBERIKAN PELAYANAN OPTIMAL
Untuk mewujudkan hal tersebut
pembangunan kesehatan sebagai berikut:

diatas,

ditetapkan

Misi

1) Menggerakkan pembangunan berwawasaan kesehatan di wilayah


kerjanya.
2) Mendorong kemandirian hidup sehat bagi keluarga dan masyarakat di
wilayah kerjanya.
3) Memelihara dan meningkatkan mutu, pemerataan, dan keterjangkauan
pelayanan kesehatan yang diselenggarakan.
4) Memelihara dan meningkatkan kesehatan perorangan, keluarga, dan
masyarakat beserta lingkungannya.

1.2.2 Wilayah Kerja


Wilayah kerja Puskesmas X berada di wilayah Kecamatan Y bagian
utara yang terdiri dari 3 desa binaan yaitu Desa X, Y dan Z

1.2.3 Program Kerja


Program kerja dari Puskesmas X pada tahun 2016 adalah sebagai
berikut :
1) Upaya kesehatan wajib yaitu upaya promosi kesehatan, kesehatan
lingkungan, kesehatan ibu dan anak termasuk keluarga berencana,
perbaikan gizi masyarakat, pencegahan dan pemberantasan penyakit
menular, dan pengobatan.
2) Upaya kesehatan pengembangan yang ditetapkan puskesmas
bersama dinas kesehatan kabupaten sesuai dengan permasalahan,
kebutuhan, dan kemampuan Puskesmas Tegal Angus seperti lansia,
napza, kesehatan remaja, dan pengembangan gigi dan mulut.
3) Pelaksanaan manajemen puskesmas yang meliputi:
a) Proses penyusunan perencanaan, pelaksanaan lokakarya mini,
dan pelaksanaan penilaian kinerja.
b) Manajemen sumber daya termasuk manajemen alat, obat,
keuangan, dan lain lain.
4) Mutu pelayanan puskesmas yang meliputi: penilaian input
pelayanan berdasarkan standar yang ditetapkan, penilaian proses
pelayanan kesehatan dengan menilai tingkat kepatuhan terhadap
standar pelayanan yang ditetapkan, penilaian output pelayanan
berdasarkan upaya kesehatan yang diselenggarakan, dan penilaian
outcome pelayanan antara lain pengukuran kepuasan pengguna jasa
puskesmas.

1.2.4 Kesehatan Lingkungan


Kesehatan lingkungan merupakan aspek yang penting di bidang
kesehatan, upaya peningkatan kualitas lingkungan merupakan langkah yang
tepat dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dan keluarga yang
lebih baik. Berikut ini upaya upaya peningkatan kualitas lingkungan bagi
kesehatan yang dilakukan di Puskesmas X:
1) Perilaku Hidup Bersih Sehat
Pembinaan perilaku hidup bersih dan sehat di Puskesmas dilakukan
melalui program promosi kesehatan yaitu penyebarluasan informasi
kesehatan untuk meningkatkan derajat kesehatan. Perilaku hidup bersih
dan sehat di masyarakat dapat menggambarkan derajat kesehatan
wilayah tersebut, hal ini dapat disajikan dengan indikator PHBS, adapun
dari hasil kajian PHBS di wilayah Puskesmas X terutama di Desa X
pada Tahun 2016 dapat digambarkan sebagai berikut:
1) Persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan (67,8%)
2) Pemberian ASI eksklusif (39,2%)

3) Penimbangan bayi dan balita (67,5%)


4) Penggunaan air bersih (96,2%)
5) Cuci tangan dengan air bersih, mengalir, dan sabun (64,6%)
6) Penggunaan jamban sehat (56,3%)
7) Rumah yang bebas jentik (23,6%)
8) Olahraga atau melakukan aktifitas fisik setiap hari (66,2%)
9) Konsumsi buah dan sayur (67,2%)
10) Tidak merokok dalam rumah (16,3%)
Berdasar kajian PHBS di atas didapat ada beberapa yang
cakupannya masih rendah hal ini dikarenakan :
1. Penduduk miskin masih banyak, sehingga yang mempunyai akses
air bersih dan jamban sehat sedikit.
2. Tingkat pendidikan yang masih rendah sehingga kurangnya
kesadaran tentang ASI eksklusif, aktifitas fisik, dan merokok di
dalam rumah.
3. Kurangnya kader jumantik sehingga kegiatan pemeriksaan jentik
berkala kurang optimal.
Untuk meningkatkan pencapaian rumah tangga ber-PHBS
dilakukan penyuluhan tentang PHBS yang terus menerus,
meningkatkan kerjasama lintas program dan lintas sektor .

2) Penyehatan Perumahan
Rumah merupakan tempat berkumpul dan beristirahat bagi semua
anggota keluarga dan untuk menghabiskan sebagian besar waktunya, sehingga
kondisi kesehatan perumahan dapat berperan sebagai media penularan
penyakit diantara anggota keluarga atau tetangga sekitarnya.
Rumah sehat adalah rumah tinggal yang memenuhi syarat kesehatan,
hasil pemantauan selama tahun 2015 menunjukkkan dari 390 rumah yang
diperiksa sebanyak 33,85% yang memenuhi syarat kesehatan. Hal ini
menunjukkan bahwa masih banyak masyarakat yang ada di wilayah
Puskesmas X mempunyai rumah yang tidak sehat, hal ini dikarenakan tingkat
ekonomi dan pendidikan yang masih rendah, pengetahuan tentang rumah sehat
yang kurang. Perlu kerjasama lintas sektoral untuk meningkatkan jumlah
rumah sehat.

3) Pemenuhan Kebutuhan Sarana Sanitasi Dasar

Pemenuhan kebutuhan sarana sanitasi dasar di wilayah Puskesmas X


sangat kurang sekali. Dari jumlah rumah yang diperiksa (910 rumah), jumlah
yang memiliki jamban sehat hanya 39,1% dari target 50%, hal ini
menunjukkan masih rendahnya kepemilikkan jamban sehat di wilayah kerja
Puskesmas X. Berbagai faktor seperti tingkat pengetahuan, pendidikan,
ekonomi, sosial dan kesadaran penduduk yang masih rendah menyebabkan
sulitnya meningkatkan kesehatan sanitasi masyarakat.
4) Penyehatan Tempat Tempat Umum (TTU)
Pengawasan terhadap TTU dilakukan untuk meminimalkan faktor
resiko sumber penularan bagi masyarakat yang memanfaatkan TTU. Bentuk
kegiatan yang dilakukan antara lain meliputi pengawasan kualitas lingkungan
TTU secara berkala, bimbingan, penyuluhan, dan sarana perbaikan. Tidak
adanya tenaga sanitarian dan kurangnya tenaga di Puskesmas X menyebabkan
pembinaan di TTU tidak dapat dilakukan.
5) Penyehatan Makanan dan Minuman
Makanan dan minuman adalah kebutuhan pokok manusia dan sumber
utama kehidupan bagi umat manusia, maka dengan itu makanan yang tidak
dikelola dengan baik justru akan menjadi sumber media yang sangat efektif di
dalam penularan penyakit saluran pencernaan .

1.2.5 Sepuluh Besar Penyakit


Berdasarkan hasil laporan bulanan penyakit (LB1) Puskesmas X
didapatkan gambaran pola penyakit yang terjadi di Puskesmas X pada tahun
2016 menurut golongan semua umur seperti grafik berikut ini :

Grafik 1.1 Sepuluh Besar Penyakit Puskesmas X Tahun 2016

Column1
5000
4500
4000
3500
3000
2500
2000
1500
1000
500
0

Column1

Penyakit terbanyak adalah penyakit demam berdarah, disusul dengan


penyakit sakit kepala dan demam yang tidak diketahui penyebabnya.
Penyakit tidak menular (PTM) yang masuk dalam sepuluh besar penyakit
adalah hipertensi, myalgia, dan gangguan gigi.

1.3. Gambaran Keluarga Binaan


1.3.1. Lokasi Keluarga Binaan/
Ny.
c

Tn. A

Tn.
B
Rawa- rawa

Gambar 1.1 lokasi keluarga binaan


1.3.2. Keluarga Tn. A
Keluarga binaan pertama adalah keluarga Tn. A yang memiliki
delapan orang anggota keluarga yang tinggal dalam satu rumah.
Kedelapan anggota keluarga tersebut tercantum dalam tabel.
Keluarga Tn. A tinggal di Kampung W, Desa X, Kecamatan X,
Kabupaten Y, Propinsi Z. Keluarga ini terdiri dari sepasang suami istri,
empat orang anak, satu orang mantu dan dua orang cucu yang tinggal
serumah. Tn. A sebagai kepala keluarga berusia 52 tahun dengan latar
belakang pendidikan sekolah dasar yang tidak lulus. Ny. A sebagai istri
berusia 46 tahun dengan latar pendidikan sekolah dasar yang tidak
lulus. Tn. A dan Ny. A memiliki tiga orang anak perempuan dan satu
orang anak laki laki. Anak pertama bernama berusia 26 tahun sudah
menikah dengan suami berusia 34 tahun dan masih tinggal satu rumah
dengan Tn. A. Anak kedua Tn. A berusia 19 tahun, berhenti sekolah
pada kelas 2 SMP. Anak ketiga berusia 13 tahun, berhenti sekolah pada
kelas 2 SMP. Anak keempat berusia 6 tahun dan belum bersekolah.
Tabel 1.5 Anggota keluarga Tn. A
No Nama

Status
Keluarga

Jenis
Kelamin

Usia

Pendidikan

Pekerjaan Penghasilan

Tn.A

Suami

Laki laki

52 tahun

3 SD

Pemulung

Ny.A

Istri

Perempuan

46 tahun

3 SD

Buruh

Rp.
/hari

40.000

Rp.1.200.000

/bulan
3

Ny. 1

Anak

Perempuan

26 tahun

2 SMP

Ibu rumah tangga

Tn. 1

Mantu

Laki laki

34 tahun

4 SD

Buruh

Rp.1.000.00/
bulan

Nn. 2

Anak

Perempuan

19 tahun

2 SMP

Tidak
bekerja

Nn. 3

Anak

Perempuan

13 tahun

2 SMP

Tidak
bekerja

An. 4

Laki - laki

6 tahun

8
9

An. 5
An. 6

Anak
Cucu
Cucu

Perempuan
Perempuan

4 tahun
1 tahun

Tn. A berprofesi sebagai pemulung dengan pendapatan mencapai


Rp.40.000 tiap bulan. Ny. A berprofesi sebagai buruh dengan penghasilan
mencapai Rp. 1.200.000, dengan kesehariannya mengurus rumah seperti
memasak, mencuci pakaian, dan membersihkan rumah.
Keluarga Tn. A tinggal disebuah rumah semi permanen diatas tanah
seluas 6 x 8 m2. Dinding rumah terbuat dari bilik bambu berlantaikan setengah
tanah dan setengah keramik. Atap rumah menggunakan genteng tetapi tidak
dibuat plafon. Rumah Tn. A terdiri dari 1 buah ruang tamu, 3 buah kamar
tidur, 1 buah dapur, dan 1 buah kamar mandi. Ruang tamu berukuran 2 x 1 m2
beralaskan setengah keramik dan setengah tanah dimana terdapat TV dan
merupakan tempat biasanya keluarga berkumpul, diruangan tersebut tidak
terdapat jendela hanya memiliki pintu yang langsung mengakses ke bagian
depan rumah.
Rumah keluarga Tn. A terletak di daerah yang padat penduduk dengan
jarak antar rumah 0,5 meter disebelah kanan dan kiri. Di rumah Tn. A tidak
terdapat ventilasi jendela dan cahaya masuk hanya bila pintu terbuka. Untuk
siang hari hingga malam keluarga Tn. A menggunakan lampu sebagai
penerangan.

Gambar 1.2. Denah Rumah Keluarga Tn. A


Di rumah Tn. A terdapat WC (jamban) dan hanya terdapar dapur yang
berbentuk sekat bambu. Untuk buang air besar (BAB) mereka melakukannya
di jamban rumahnya. Dapur Tn. A hanya terdapat kompor yang menggunakan
gas. Sumber air bersih untuk minum didapatkan dari isi ulang galon. Air untuk
mandi dan masak keluarga Tn. A menggunakan sumur yang tidak ada
penutupnya yang terdapat di belakang rumah berjarak 1 meter. Saluran air
limbah rumah tangga di buang ke kali belakang rumah yang berjarak 5 meter
dari rumahnya karena ketidaktersediaan saluran pembuangan limbah rumah
tangga di lingkungannya. Tn. A dan keluarga tidak mengetahui seharusnya
untuk pembuangan air limbah rumah tangga tidak dibuang ke dalam kali.
Untuk pembuangan sampah sendiri dibuang di ke halaman depan rumahnya.
Sampah ditumpuk terlebih dahulu hingga cukup banyak lalu dibakar.
Dalam segi kesehatan, Tn. A dan Ny. A tidak memiliki masalah
kesehatan dalam sebulan terakhir ini. Anak Tn. A, mengaku sedang
mengalami demam tinggi selama 3 hari. Biasanya apabila sakit mereka
berobat dengan obat dari warung dan apabila sakit tambah parah baru ke
puskesmas atau klinik. Jarak puskesmas dari rumah Tn. A cukup jauh.
Keluarga Tn. A tidak memiliki alat trasportasi untuk pergi, sehingga biasanya
menggunakan angkot atau ojek.

Permasalahan Keluarga Tn.A

Masalah Medis
1. Demam tinggi selama 3 hari

Masalah Non Medis


1. Kurangnya pencahayaan dan ventilasi udara di dalam rumah.
2. Ketidaktersediaan saluran pembuangan limbah rumah tangga yang
baik.
3. Sumur yang tidak ada penutupnya.
4. Ketidaktersediaan air bersih.
5. Kurangnya pengetahuan tentang rumah sehat.
6. Tingkat pendidikan dan ekonomi yang rendah.
7. Kurangnya kesadaran akan pentingnya kebersihan lingkungan.

1.3.3. Keluarga Tn. B


Keluarga binaan kedua adalah keluarga Tn. B yang memiliki empat
orang anggota keluarga tapi hanya satu orang anggota keluarga yang

tinggal dalam satu rumah. Keempat anggota keluarga tersebut tercantum


dalam tabel.
Keluarga Tn. B tinggal di Kampung X, Desa X, Kecamatan Y,
Propinsi Z. Keluarga ini terdiri dari sepasang suami istri, dan satu orang
anak yang tinggal serumah. Tn. B sebagai kepala keluarga berusia 60
tahun dengan latar belakang pendidikan sekolah dasar. Ny. B sebagai istri
berusia 50 tahun dan tidak bersekolah. Tn. Rusli dan Ny. B memiliki tiga
orang anak, tetapi tidak tinggal serumah.
Tabel 1.8 Anggota keluarga Tn. B
No

Nama

Status
Keluar
ga

Jenis
Kelamin

Usia

Pendidika
n

Pekerjaa
n

Penghasilan

Tn. B

Suami

Laki laki

60 tahun

SD

Montir

Rp3.000.000
Per bulan

Ny. B

Istri

Perempuan 50 tahun

Juru
masak

Rp.
3.000.000
Per bulan

Tn. 1

Anak

Laki laki

28 tahun

SMP

Buruh
pabrik

Rp.
1.000.000
Per bulan

Tn. 2

Anak

Laki laki

25 tahun

SMP

Supir

Rp. 500.000
Per bulan

Tn. 3

Anak

Laki laki

21 tahun

SMA

Buruh
pabik

Rp.
1.000.000
Per bulan

Tn. B berprofesi sebagai montir dengan pendapatan tidak menentu,


namun diperkirakan bisa mencapai Rp 3.000.000,- tiap bulan. Ny. B bekerja
sebagai juru masak dengan penghasilan Rp 3.000.000,- tiap bulan. Anak Tn.B
bekerja sebagai buruh pabrik dengan penghasilan Rp. 1.000.000,- tiap bulan.
Anak kedua bekerja sebagai supir dengan penghasilan Rp. 500.000,- tiap
bulan dan anak ketiga bekerja sebagai buruh pabrik dengan penghasilan Rp
1.000.000,- tiap bulan.
Keluarga Tn. B tinggal disebuah rumah bangunan permanen diatas
tanah seluas 15 x 10 m2. Dinding rumah terbuat dari tembok, berlantai kan
keramik. Atap rumah menggunakan genteng. Rumah Tn. B terdiri dari sebuah
ruang tamu, 2 buah kamar tidur dan sebuah dapur. Ruang tamu berukuran 4 x
2 m2 beralaskan keramik dimana terdapat TV dan merupakan tempat biasanya
keluarga berkumpul, diruangan tersebut terdapat jendela namun jendela tidak
dapat dibuka. Kamar mandi terletak di belakang rumah terdapat wc jongkok.

Kamar mandi berdinding semen berwarna abu-abu dengan 1 bak mandi tanpa
penutup.
Rumah keluarga Tn. B terletak di daerah yang padat penduduk, sebelah
kiri menempel dengan rumah tetangga dan sebelah kanan berjarak 3 meter
dengan tetangga. Di rumah Tn. B terdapat ventilasi jendela namun tidak
pernah dibuka dan cahaya masuk hanya bila pintu terbuka. Untuk siang hari
hingga malam keluarga Tn. B menggunakan lampu sebagai penerangan.

u
T

Gambar1.6 Denah Rumah Keluarga Tn. B

Dapur Tn. B terdapat kompor yang menggunakan gas. Sumber air


bersih didapatkan dari air yang diambil dari sumur pribadi yang letaknya
di belakang rumah. Air untuk mandi keluarga Tn. B menggunakan air
sumur sedangkan untuk memasak membeli air galon karena air dari sumur
berbau dan kadang berwarna kuning. Saluran air limbah rumah tangga di
buang ke rawa belakang rumah yang berjarak hanya 2 meter dari
rumahnya karena saluran pembuangan limbah rumah tangga di
lingkungannya tertumpuk oleh sampah. Untuk pembuangan sampah
sendiri dibuang di depan rumah hingga jumlahnya cukup banyak lalu
dibakar.
Keluarga Tn. B memiliki pola makan sebanyak 2 kali sampai 3 kali
dalam sehari. Biasanya menu yang biasa dimakan adalah sayur bayam,
tahu, tempe, telur, ayam dan ikan. Tn. B dan anaknya tidak memiliki
kebiasaan merokok. Tn. B mengaku mencuci tangan sebelum dan sesudah
makan dan kadang mengggunakan sabun. Tn. B mengaku melakukan
olahraga seminggu 2 kali.
Dalam segi kesehatan, Tn. B sering mengeluhkan gula darah yang
tinggi dan sudah melakukan pengobatan. Biasanya apabila sakit mereka
berobat dengan obat dari warung dan apabila sakit tambah parah baru ke
puskesmas aatau ke dokter. Jarak puskesmas dari rumah Tn. B cukup jauh.
Tn. B memiliki motor untuk transportasi.
Permasalahan Keluarga Tn. B

Masalah Medis

Penyakit hipertensi yang diderita oleh Tn. B

Masalah Non Medis


1

saluran pembuangan limbah rumah tangga yang baik

Pengelolaan sampah yang kurang baik

Kurangnya pengetahuan akan pentingnya menutup penampungan air.

Kurangnya kesadaran akan pentingnya kebersihan lingkungan

1.3.4. Keluarga Ny. C


Keluarga binaan ketiga adalah keluarga Ny.C yang memiliki tiga
orang anggota keluarga yang tinggal dalam satu rumah. Ketiga anggota
keluarga tersebut tercantum dalam tabel.
Keluarga Ny.C tinggal di Kampung W, Desa X, Kecamatan X,
Kabupaten Y Propinsi Z. Keluarga ini terdiri dari sepasang suami istri dan
lima orang anak. Ny. C sebagai istri sekaligus kepala keluarga berusia 40
tahun dengan latar belakang pendidikan tidak bersekolah. Ny. C memiliki
suami, namun beliau sudah meninggal sejak 1 tahun yang lalu di
karenakan penyakit TBC dan Ny. C memiliki dua orang anak perempuan
dan tiga orang anak laki laki. Anak pertama laki-laki bernama Tn. C
berusia 25 tahun sudah menikah dan bercerai dengan istri nya tahun yang
lalu dan tinggal satu rumah dengan Ny.C. Ny. C tidak bersekolah dan
sekarang bekerja sebagai pengumpul kertas. Anak kedua perempuan
berusia 23 tahun sudah menikah dan tinggal bersama suami. Pendidikan
terakhir sekolah dasar dan tidak bekerja. Anak ketiga perempuan berusia
20 tahun sudah menikah dan tinggal bersama suami. Pendidikan terakhir
sekolah dasar dan tidak bekerja. Anak keempat laki-laki berusia 19 tahun
belum menikah dan tinggal bersama Ny.C. Pendidikan terakhir SMK dan
bekerja sebagai pegawai swasta. Anak kelima berusia 7 tahun tinggal
bersama Ny.C dan sedang duduk di bangku sekolah kelas 1 sekolah dasar.

Tabel 1.11 Anggota keluarga Ny. C


No

Nama

Status
Keluar
ga

Jenis
Kelamin

Usia

Ny. C

Istri

Perempuan 40 tahun

Pendidika
n

Pekerjaa
n

Penghasilan

Pemulung

Rp 20.000
Per hari

Tn. X

Anak

Laki-laki

25 tahun

SD

Ny. X

Anak

Perempuan 23 tahun

SD

Ibu

Rumah
Tangga
4

Ny. X

Anak

Perempuan 20 tahun

SD

Ibu
Rumah
Tangga

Tn. X

Anak

Laki-laki

19 tahun

SMK

Pegawai
Swasta

Tn. X

Anak

Laki-laki

7 tahun

Ny. C berprofesi sebagai pemulung kertas dengan pendapatan tidak


menentu, namun diperkirakan mencapai Rp 20.000,- tiap bulan. Anak Ny.
C tidak bekerja, sehari-hari anaknya mengurus rumah seperti memasak,
mencuci pakaian, dan membersihkan rumah. Tn. X tidak bekerja. Tn. X
bekerja sebagai buruh dan penghasilan Rp. 2.400.000 ,- tiap bulan.
Keluarga Ny. C tinggal disebuah rumah bangunan semi permanen
diatas tanah seluas 6 x 8 m2. Dinding rumah sebagian terbuat dari semen
dan batu bata dan sebagian terbuat dari rotan, berlantai kan keramik. Atap
rumah menggunakan genteng tetapi tidak dibuat plafon. Rumah Ny. C
terdiri dari sebuah ruang tamu yang bersambungan dengan dapur, 2 buah
kamar tidur. Ruang tamu berukuran 2 x 3 m2 beralaskan keramik dimana
merupakan tempat biasanya keluarga berkumpul, diruangan tersebut
terdapat jendela kaca yang permanen hanya memiliki pintu yang langsung
mengakses ke bagian belakang rumah.
Rumah keluarga Ny. C terletak di daerah yang padat penduduk
dengan jarak antar rumah 0,5 meter disebelah kanan dan kiri. Di rumah
Ny. C tidak terdapat ventilasi jendela dan cahaya masuk hanya bila pintu
terbuka. Untuk siang hari hingga malam keluarga
Ny. C
menggunakan lampu sebagai penerangan

Gambar 1.7 Denah Rumah Keluarga Ny. C

Di rumah Ny. C terdapat WC jongkok dan hanya terdapat dapur dan


kamar mandi yang berbentuk sekat semen. Dapur Ny. Yeni hanya terdapat
kompor yang menggunakan gas dan 1 buah dispenser. Sumber air bersih
didapatkan dari pompa sanyo. Air untuk mandi dan masak keluarga Ny. C
menggunakan air pompa sanyo. Saluran air limbah rumah tangga di buang ke
belakang rumah karena ketidaktersediaan saluran pembuangan limbah rumah
tangga di lingkungannya. Untuk pembuangan sampah sendiri dibuang ke
belakang rumah. Sampah ditumpuk terlebih dahulu hingga cukup banyak lalu
dibakar.
Keluarga Ny. C memiliki pola makan sebanyak 2 kali dalam sehari.
Biasanya menu yang biasa dimakan adalah sayur bayam, tahu, tempe, telur
dan ikan asin. Ny. C mengaku mencuci tangan sebelum dan sesudah makan
dan mengggunakan sabun dan Ny. C mengaku jarang melakukan olahraga.
Dalam segi kesehatan, Ny. C memiliki masalah kesehatan dalam
sebulan terakhir ini, yaitu sering mengalam panas badan, batuk, dan pilek
namun belum berobat. Biasanya apabila sakit mereka berobat dengan obat dari
warung dan apabila sakit tambah parah baru ke puskesmas. Jarak puskesmas
dari rumah Ny. C cukup jauh.

Permasalahan keluarga Ny. Yeni


Keluarga Ny.Yeni

Masalah Medis
1 ISPA

Masalah Non Medis


1 Kurangnya pengetahuan keluarga tentang klasifikasi sampah dan
proses pemusnahannya.
2 Ketidaktersediaan saluran pembuangan limbah rumah tangga yang
baik
3 Bangunan semi permanen dengan dinding berbahan bambu
4 Kurangnya pengetahuan akan mengubur sampah tempat sumber
tergenangnya air
5 Kurangnya pengetahuan akan resiko air yang menggenang.

1.2.1

Penentuan Area Masalah

Setelah mengamati, mewawancarai, dan melakukan observasi masing-masing


keluarga binaan di Desa X terdapat berbagai area permasalahan, yaitu:
1
2
3
4

Ketidaktersediaan saluran pembuangan limbah rumah tangga yang baik.


Kurangnya pengetahuan akan pentingnya menutup penampungan air.
Kurangnya kesadaran akan pentingnya kebersihan lingkungan.
Kurangnya pengetahuan tentang mengubur sampah yang menjadi sumber
tempat tergenangnya air

Dari sekian masalah yang ada pada keluarga tersebut, maka diputuskan
untuk mengangkat permasalahan Pengetahuan tentang menutup penampungan air
pada Keluarga Binaan RT 003/ RW 004, Desa X, Kecamatan X, Kabupaten Y,
Provinsi Z.
Dalam pengambilan sebuah masalah digunakan Metode Delphi. Metode
Delphi merupakan suatu teknik membuat keputusan yang dibuat oleh suatu
kelompok, di mana anggotanya terdiri dari para ahli atas masalah yang akan
diputuskan. Proses penetapan Metode Delphi dimulai dengan identifikasi masalah
yang akan dicari penyelesaiannya.

1.2.2

Alasan Penentuan Area Masalah

Gambar.1.1

0 Prinsip
Metode Delphi

Pemilihan area masalah ini didasarkan atas metode delphi dan melalui
berbagai pertimbangan yaitu :
Dalam kunjungan beberapa kali ke rumah keluarga binaan, ditemukan bahwa
ketiga keluarga binaan memiliki masalah tentang pengetahuan menutup
penampungan air. Dari ketiga domain pembentuk perilaku, yaitu knowledge,
attitude, dan practice, ketiga keluarga binaan memiliki masalah pada
knowledge nya. Sehingga, selama kunjungan dengan waktu yang berbeda dan
diobservasi, didapatkan bahwa kurangnya pengetahuan tersebut yang
berdasarkan dari hasil quesioner observasi. Pada hasil presurvey dari 10
responden, terdapat 10 responden yang pengetahuannya kurang mengenai
pengetahuan menutup tempat penampungan air.
Kurangnya pengetahuan ini dapat menjadi salah satu sebab timbulnya penyakit
seperti demam berdarah.

Demam berdarah merupakan penyakit terbanyak yang terjadi pada desa X


selama tahun 2016
Tidak adanya penyuluhan / informasi mengenai pentingnya menutup tempat
penampungan air
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 PENGETAHUAN
2.1.1

PENGERTIAN
Menurut Notoatmojo (2007), pengetahuan merupakan hasil Tahu
dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu
subyek tertentu. Pengindraan terjadi melalui panca indra manusia yaitu
indra penglihatan, pendengaran penciuman, rasa, dan raba. Pengetahuan
atau kognitif merupakan domain yang sangat berperan untuk
terbentuknya suatu tindakan seseorang.
Pengetahuan adalah segala sesuatu yang ada dikepala kita. Kita
dapat mengetahui sesuatu berdasarkan pengalaman yang kita miliki.
Selain pengalaman, kita juga menjadi tahu karena kita diberitahu oleh
orang lain. Pengetahuan juga didapatkan dari tradisi (Prasetyo, 2007).
Pengetahuan seseorang biasanya diperoleh dari pengalaman yang
berasal dari berbagai macam sumber seperti, media poster, kerabat dekat,
media massa, media elektronik, buku petunjuk, petugas kesehatan, dan
sebagainya. Pengetahuan dapat membentuk keyakinan tertentu, sehingga
seseorang berperilaku sesuai dengan keyakinannya tersebut (Istiari,
2000).

2.1.2

TINGKAT PENGETAHUAN

Pengetahuan yang
dicakup di
dalam domain
menurut Notoatmodjo (2007) mempunyai 6 tingkat, yakni :

kognitif

1) Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang dipelajari
sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah
mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari
seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.
Contoh, dapat menyebutkan tanda-tanda kekurangan kalori dan
protein pada anak balita.
2) Memahami (comprehension)
Memahami diartikan sebagai sesuatu kemampuan menjelaskan
secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat

menginterpretasi materi tersebut secara benar. Contoh,


menyimpulkan meramalkan, dan sebagainya terhadap obyek yang
dipelajari. Misalnya dapat menjelaskan mengapa harus makan
makanan yang bergizi.
3) Aplikasi (Application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan
materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil
(sebenarnya). Aplikasi di sini dapat diartikan aplikasi atau
penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan
menggunakan rumus statistik dalam menggunakan prinsip-prinsip
siklus pemecahan masalah kesehatan dari kasus pemecahan
masalah (problem solving cycle) di dalam pemecahan masalah
kesehatan dari kasus yang diberikan.
4) Analisis (Analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi
atau suatu obyek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di
dalam suatu struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya
satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari
penggunaan kata-kata kerja dapat menggambarkan (membuat
bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan
sebagainya.
5) Sintesis (synthesis)
Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk
meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu
bentuk keseluruhan yang baru. Misalnya: dapat menyusun, dapat
merencanakan, dapat meringkaskan, dapat menyesuaikan, dan
sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah
ada.
6) Evaluasi (evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan
justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek.evaluasi
dilakukan dengan menggunakan kriteria sendiri atau kriteria yang
telah ada.

Dari suatu pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang


disadari pengetahuan mengungkapkan sebelum orang mengadopsi
perilaku baru (berperilaku baru) di dalam diri orang tersebut terjadi proses
yang berurutan, yaitu:
1) Awareness (Kesadaran)

Dimana orang menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu


terhadap stimulus (obyek).
2) Interest (Tertarik)
Subyek mulai tertarik pada stimulus atau obyek tersebut, maka
disini sikap obyek sudah timbul.
3) Evaluation (Evaluasi)
Menimbang-nimbang terhadap baik dan tidaknya stimulusstimulus bagi dirinya, hal ini berarti sikap respon sudah lebih
baik lagi.
4) Trial (Mencoba)
Dimana subyek mulai mencoba melaksanakan sesuatu hal sesuai
dengan apa yang dikehendaki oleh stimulus atau obyek.
5) Adaptation (Adaptasi)
Subyek mencoba melaksanakan sesuatu sesuai dengan
pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.
Penerimaan perilaku baru atau adopsi yang didasari oleh
pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif, maka perilaku
tersebut akan berlangsung lama, (Notoatmodjo, 2007).
Disebutkan pula bahwa pengetahuan merupakan suatu wahana
untuk mendasari seseorang berperilaku secara alamiah, sedangkan
tingkatannya maupun lingkungan pergaulan melalui pengetahuan yang
didapatnya akan mendasari seseorang dalam mengambil keputusan
rasional dan efektif untuk kesehatannya. Semakin tinggi tingkat
pengetahuan seseorang untuk mengadaptasikan dirinya dalam lingkungan
inovasi yang baru maka semakin baik pula penerimaannya, (Notoatmodjo,
2007).

2.1.3

SUMBER PENGETAHUAN
Menurut Istiarti (2000), pengetahuan seseorang biasanya diperoleh
dari berbagai macam sumber, misalnya media massa, media elektronik,
buku petunjuk, petugas kesehatan, media poster, kerabat dekat, dan
sebagainya. Sumber pengetahuan dapat berupa pemimpin- pemimpin
masyarakat baik formal maupun informal ahli agama, pemegang
peerintahan, dan sebagainya (Notoatmojo, 2007).

2.1.4

CARA MEMPEROLEH PENGETAHUAN


Cara memperoleh pengetahuan dapat dikelompokkan menjadi dua,

yaitu :
1.

Cara tradisional atau non ilmiah

Cara kuno atau tradisional ini dipakai orang untuk memperoleh


kebenaran pengetahuan, sebelum ditemukannya metode ilmiah atau
metode penemuan secara sistematik dan logis adalah dengan cara non
ilmiah, tanpa melalui penelitian. Cara-cara penemuan pengetahuan pada
periode ini antara lain meliputi:
1) Cara Coba Salah (Trial and Error)
Cara memperoleh kebenaran non ilmiah, yang pernah digunakan
oleh manusia dalam memperoleh pengetahuan adalah melalui cara
coba-coba atau dengan kata yang lebih dikenal trial and error. Cara
ini telah dipakai orang sebelum adanya kebudayaan, bahkan mungkin
sebelum adanya peradaban. Pada waktu itu seseorang apabila
menghadapi persoalan atau masalah, upaya pemecahannya dilakukan
dengan coba-coba saja. Cara coba-coba ini dilakukan dengan
menggunakan beberapa kemungkinan dalam memecahkan masalah,
dan apabila kemungkinan tersebut tidak berhasil, dicoba kemungkinan
yang lain. Apabila kemungkinan kedua ini gagal pula, maka dicoba lagi
dengan kemungkinan ketiga, dan apabila kemungkinan ketiga gagal
dicoba kemungkinan keempat dan seterusnya, sampai masalah tersebut
dapat terpecahkan. Itulah sebabnya maka cara ini disebut
metode trial (coba) and error (gagal atau salah) atau metode coba salah
(coba-coba), (Notoatmodjo, 2010).
2) Secara kebetulan
Penemuan kebenaran secara kebetulan terjadi karena tidak
disengaja oleh orang yang bersangkutan. Salah satu contoh adalah
penemuan enzin urease oleh Summers pada tahun 1926. Pada suatu
hari Summer bekerja dengan ekstrak acetone, dan karena terburu-buru
ingin bermain tennis, maka ekstrak acetone tersebut disimpan di dalam
kulkas. Keesokan harinya ketika ingin meneruskan percobaanya,
ternyata ekstrak acetone yang disimpan didalam kulkas tersebut timbul
kristal-kristal yang kemudian disebut enzim urease, (Notoatmodjo,
2010).
3) Cara kekuasaan atau otoritas
Dalam kehidupan manusia sehari-hari, banyak sekali kebiasaankebiasaan dan tradisi-tradisi yang dilakukan oleh orang, tanpa melalui
penalaran apakah yang dilakukan tersebut baik atau tidak. Kebiasaankebiasaan ini biasanya diwariskan turun-temurun dari generasi ke
generasi berikutnya, (Notoatmodjo, 2010).
4) Berdasarkan pengalaman pribadi
Pengalaman adalah guru yang baik, demikian bunyi pepatah.
Pepatah ini mengandung maksud bahwa pengalaman itu merupakan
sumber pengetahuan, atau pengalaman itu merupakan suatu cara untuk
memperoleh kebenaran pengetahuan. Oleh sebab itu pengalaman
pribadipun dapat digunakan sebagai upaya memperoleh pengetahuan.
Hal ini dilakukan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang

diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi pada masa


yang lalu. Apabila dengan cara yang digunakan tersebut orang dapat
memecahkan masalah yang dihadapi, maka untuk memecahkan
masalah lain yang sama, orang dapat pula menggunakan atau merujuk
cara tersebut. Tetapi bila ia gagal menggunakan cara tersebut, ia tidak
akan mengulangi cara itu, dan berusaha untuk mencari cara yang lain,
sehingga berhasil memecahkannya, (Notoatmodjo, 2010).
5) Cara akal sehat (Common sense)
Akal sehat atau common sense kadang-kadang dapat menemukan
teori atau kebenaran. Sebelum ilmu pendidikan ini berkembang, para
orang tua zaman dahulu agar anaknya mau menuruti nasihat orang
tuanya, atau agar anak disiplin menggunakan cara hukuman fisik bila
anaknya berbuat salah, misalnya dijewer telinganya atau dicubit,
(Notoatmodjo, 2010).
6) Kebenaran melalui wahyu
Ajaran dan dogma agama adalah suatu kebenaran yang
diwahyukan dari tuhan melalui para Nabi. Kebenaran ini harus
diterima dan diyakini oleh pengikut-pengikut agama yang
bersangkutan, terlepas dari apakah kebenaran tersebut rasional atau
tidak. Sebab kebenaran ini diterima oleh para Nabi adalah sebagai
wahyu dan bukan karena hasil usaha penalaran atau penyelidikan
manusia, (Notoatmodjo, 2010).
7) Kebenaran secara intuitif
Kebenaran secara intuitif diperoleh oleh manusia secara cepat
sekali melalui proses diluar kesadaran dan tanpa melalui proses
penalaran atau berpikir. Kebenaran yang diperoleh melalui intuitif
sukar dipercaya karena kebenaran ini tidak menggunakan cara-cara
yang rasional dan yang sistematis.Kebenaran ini diperoleh seseorang
hanya berdasarkan intuisi atau suara hati atau bisikan hati saja,
(Notoatmodjo, 2010).
8) Melalui jalan pikiran
Sejalan dengan perkembangan kebudayaan umat manusia, cara
berpikir manusiapun ikut berkembang. Dari sini manusia telah mampu
menggunakan penalarannya dalam memperoleh pengetahuannya.
Dengan kata lain, dalam memperoleh kebenaran pengetahuan manusia
telah menggunakan jalan pikirannya, baik melalui induksi maupun
deduksi. Induksi dan deduksi pada dasarnya merupakan cara
melahirkan pemikiran secara tidak langsung melalui pernyataanpernyataan yang dikemukakan, kemudian dicari hubungannya sehingga
dapat dibuat suatu kesimpulan, (Notoatmodjo, 2010).
9) Induksi
Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, bahwa induksi adalah
proses penarikan kesimpulan yang dimulai dari pernyataan-pernyataan

khusus ke pernyataan yang bersifat umum. Hal ini berarti dalam


berpikir induksi pembuatan kesimpulan tersbut berdasarkan
pengalaman-pengalaman empiris yang ditangkap oleh indra. Kemudian
disimpulkan ke dalam suatu konsep yang memungkinkan seseorang
untuk memahami suatu gejala, (Notoatmodjo, 2010).
10) Deduksi
Deduksi adalah pembuatan kesimpulan dari pernyataanpernyataan umum ke khusus. Aristoteles (384-322 SM)
mengembangkan cara berpikir deduksi ini kedalam suatu cara yang
disebut silogisme. Silogisme ini merupan suatu bentuk deduksi yang
memungkinkan seseorang untuk dapat mencapai kesimpulan yang
lebih baik. Didalam proses berpikir deduksi berlaku bahwa sesuatu
yang dianggap benar secara umum pada kelas tertentu, berlaku juga
kebenarannya pada semua peristiwa yang terjadi pada setiap yang
termasuk dalam kelas itu, (Notoatmodjo, 2010).
2. Cara ilmiah dalam memperoleh pengetahuan
Cara baru atau modern dalam memperoleh pengetahuan pada
dewasa ini lebih sistematis, logis, dan ilmiah. Cara ini disebut metode
penelitian ilmiah, atau lebih populer disebut metodologi penelitian
(research methodology). Cara ini mula-mula dikembangkan oleh Francis
Bacon (1561-1626). Ia adalah seorang tokoh yang mengembangkan metode
berpikir induktif. Mula-mula ia mengadakan pengamatan langsung tehadap
gejala-gejala alam atau kemasyarakatan. Kemudian hasil pengamatannya
tersebuat dikumpulkan dan diklasifikasikan, dan akhirnya diambil
kesimpulan umum. Kemudian metode berpikir induktif yang dikembangkan
oleh Bacon ini dilanjutkan oleh Deobold van Dallen. Ia mengatakan bahwa
dalam memperoleh kesimpulan dilakukan dengan mengadakan observasi
langsung, dan membuat pencatatan-pencatatan terhadap semua fakta
sehubungan dengan objek yang diamatinya. Pencatatan ini mencakup tiga
hal pokok, yakni :
a) Segala sesuatu yang positif, yakni gejala tertentu yang muncul pada
saat dilakukan pengamatan.
b) Segala sesuatu yang negatif, yakni gejala tertentu yang tidak muncul
pada saat dilakukan pengamatan.
c) Gejala-gejala yang muncul bervariasi, yaitu gejala-gejala yang
berubah-ubah pada kondisi-kondisi tertentu, (Notoatmodjo, 2010).
2.1.5

1)

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGETAHUAN

Faktor Internal menurut Notoatmodjo (2007) :


a) Pendidikan
Tokoh pendidikan abad 20 M. J. Largevelt yang dikutip oleh
Notoatmojo (2007) mendefinisikan bahwa pendidikan adalah setiap

usaha, pengaruh, perlindungan, dan bantuan yang diberikan kepada


anak yang tertuju kepada kedewasaan. Sedangkan GBHN Indonesia
mendefinisikan lain, bahwa pendidikan sebagai suatu usaha dasar
untuk menjadi kepribadian dan kemampuan didalam dan diluar
sekolah dan berlangsung seumur hidup.
b) Minat
Minat diartikan sebagai suatu kecenderungan atau keinginan yang
tinggi terhadap sesuatu dengan adanya pengetahuan yang tinggi
didukung minat yang cukup dari seseorang sangatlah mungkin
seseorang tersebut akan berperilaku sesuai dengan apa yang
diharapkan.
c) Pengalaman
Pengalaman adalah suatu peristiwa yang dialami seseorang (Middle
Brook, 1974) yang dikutip oleh Azwar (2009), Mengatakan bahwa
tidak adanya suatu pengalaman sama sekali. Suatu objek psikologis
cenderung akan bersikap negatif terhadap objek tersebut untuk
menjadi dasar pembentukan sikap pengalaman pribadi haruslah
meninggalkan kesan yang kuat. Karena itu sikap akan lebih mudah
terbentuk apabila pengalaman pribadi tersebut dalam situasi yang
melibatkan emosi, penghayatan, pengalaman akan lebih mendalam
dan lama membekas.
d) Usia
Usia individu terhitung mulai saat dilahirkan sampai saat berulang
tahun. Semakin cukup umur tingkat kematangan dan kekuatan
seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja. Dari segi
kepercayaan masyarakat seseorang yang lebih dewasa akan lebih
dipercaya daripada orang yang belum cukup tinggi kedewasaannya.
Hal ini sebagai akibat dari pengalaman dan kematangan jiwanya,
makin tua seseorang maka makin kondusif dalam menggunakan
koping terhadap masalah yang dihadapi (Azwar, 2009).

2)

Faktor External menurut Notoatmodjo (2007), antara lain :

Dalam memenuhi kebutuahan primer ataupun sekunder, keluarga dengan


status ekonomi baik lebih mudah tercukupi dibanding dengan keluarga dengan
status ekonomi rendah, hal ini akan mempengaruhi kebutuhan akan informai
termasuk kebutuhan sekunder. Jadi dapat disimpulkan bahwa ekonomi dapat
mempengaruhi pengetahuan seseorang tentang berbagai hal.
a) Informasi
Informasi adalah keseluruhan makna, dapat diartikan sebagai
pemberitahuan seseorang adanya informasi baru mengenai suatu hal
memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya sikap terhadap hal
tersebut. Pesan-pesan sugestif dibawa oleh informasi tersebut apabila arah
sikap tertentu. Pendekatan ini biasanya digunakan untuk menggunakan
kesadaran masyarakat terhadap suatu inovasi yang berpengaruh perubahan
perilaku, biasanya digunakan melalui media masa.
b) Kebudayaan/Lingkungan

Kebudayaan dimana kita hidup dan dibesarkan mempunyai pengaruh besar


terhadap pengetahuan kita. Apabila dalam suatu wilayah mempunyai
budaya untuk selalu menjaga kebersihan lingkungan maka sangat mungkin
berpengaruh dalam pembentukan sikap pribadi atau sikap seseorang.

2.1.6

PENGUKURAN PENGETAHUAN
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau
angket (kuesioner) yang menanyakan tentang materi yang ingin diukur
dari subjek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang
ingin diketahui atau diukur dapat disesuaikan dengan tingkatantingkatan di atas. Pengukuran tingkat pengetahuan dimaksudkan untuk
mengetahui status pengetahuan seseorang dan disajikan dalam tabel
distribusi frekuensi. Selanjutnya dilakukan penilaian dimana setiap
jawaban benar dari masing-masing pertanyaan diberi nilai 1 jika salah
diberi nilai 0 (Notoatmodjo, 2007).
Penilaian dilakukan dengan cara membandingkan jumlah skor
jawaban dengan skor yang diharapkan (tertinggi) kemudian dikalikan
100% dan hasilnya berupa persentasi dengan rumus yang digunakan
sebagai berikut:

Secara umum tingkat pengetahuan dapat dibagi menjadi 3, yaitu


1) Kategori Baik

: 79-100 %

2) Kategori Cukup

: 56-78 %

3) Kategori Kurang : <56%


(Notoatmodjo, 2007).

2.2 DEMAM BERDARAH


2.2.1.
DEFINISI
Demam Dengue (DD) dan Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit
menular yang disebabkan oleh virus genus Flavivirus famili Flaviviridae,
mempunyai 4 jenis serotipe yaitu den-1, den-2, den-3 dan den-4 melalui perantara
gigitan nyamuk Aedes aegypti. Serotipe virus dengue (DEN-1, DEN-2, DEN-3
dan DEN-4) secara antigenik sangat mirip satu dengan lainnya, tetapi tidak dapat
menghasilkan proteksi silang yang lengkap setelah terinfeksi oleh salah satu tipe.
Keempat serotipe virus dapat ditemukan di berbagai daerah di Indonesia. Serotipe
DEN-3 merupakan serotipe yang dominan dan diasumsikan banyak yang
menunjukkan manifestasi klinik yang berat.

2.2.2. Epidemiologi
Di Indonesia, pertama sekali dijumpai di Surabaya pada tahun 1968 dan
kemudian disusul dengan daerah-daerah yang lain. Jumlah penderita menunjukkan
kecenderungan meningkat dari tahun ketahun, dan penyakit ini banyak terjadi di
kota-kota yang padat penduduknya. Akan tetapi dalam tahun tahun terakhir ini,
penyakit ini juga berjangkit di daerah pedesaan.
Berdasarkan penelitian di Indonesia dari tahun 1968-1995 kelompok umur
yang paling sering terkena ialah 5 14 tahun walaupun saat ini makin banyak
kelompok umur lebih tua menderita DBD. Saat ini jumlah kasus masih tetap
tinggi rata-rata 10-25/100.000 penduduk, namun angka kematian telah menurun
bermakna < 2%.
2.2.3. Cara Penularan
Virus yang ada di kelenjar ludah nyamuk ditularkan ke manusia melalui
gigitan. Kemudian virus bereplikasi di dalam tubuh manusia pada organ targetnya
seperti makrofag, monosit, dan sel Kuppfer kemudian menginfeksi sel-sel darah
putih dan jaringan limfatik. Virus dilepaskan dan bersirkulasi dalam darah. Di
tubuh manusia virus memerlukan waktu masa tunas intrinsik 4-6 hari sebelum
menimbulkan penyakit. Nyamuk kedua akan menghisap virus yang ada di darah
manusia. Kemudian virus bereplikasi di usus dan organ lain yang selanjutnya akan
menginfeksi kelenjar ludah nyamuk.
Virus bereplikasi dalam kelenjar ludah nyamuk untuk selanjutnya siap-siap
ditularkan kembali kepada manusia lainnya. Periode ini disebut masa tunas
ekstrinsik yaitu 8-10 hari. Sekali virus dapat masuk dan berkembang biak dalam
tubuh nyamuk, nyamuk tersebut akan dapat menularkan virus selama hidupnya.
2.2.4. Ciri - Ciri Nyamuk Penyebab Penyakit DBD
Ciri-ciri
nyamuk
Aedes
Aegypti
berikut
ini
:
a. Berwarna hitam dengan belang-belang putih (loreng) seluruh tubuhnya.
b. Mampu
terbang
hingga
ketinggian
100
meter.
c. Berumur rata-rata 14 hari dan mampu hidup 2-3 bulan.
d. Menggigit dalam posisi mendatar, biasanya pagi dan sore hari.
e. Siklus hidupnya dari telur-jentik-kepompong-nyamuk dewasa 9 10 hari.
f. Sekali bertelur mencapai 100 butir, warna hitam dan berukuran 0.80mm.
g. Telur mampu bertahan hidup hingga 6 bulan tanpa air dan menetas 2 hari
setelah terendam air.
h. Suka hidup disekitar rumah tangga dan tempat-tempat umum (rumah sakit,
hotel, masjid, mushola, sekolah, terminal, bandara, pelabuhan, pondok
pesantren, kampus, kantor, pasar, mall, dll) menyenangi tempat
penampungan air jernih seperti; bak mandi, drum, kaleng bekas, tandon
air,gentong, vas bunga, ban bekas, potongan bambu, tempayan dll.
i. Suka hidup di tempat agak gelap, pakaian yang digantung dikamar.
j. Hanya nyamuk betina yang mengigit manusia.
2.2.5. Gejala Utama
1. Demam
Demam tinggi yang mendadak, terus menerus berlangsung selama 2 7
hari, naik turun (demam bifosik). Kadang kadang suhu tubuh sangat tinggi
sampai 400C dan dapat terjadi kejan demam. Akhir fase demam merupakan

fase kritis pada demam berdarah dengue. Pada saat fase demam sudah mulai
menurun dan pasien seakan sembuh hati hati karena fase tersebut sebagai
awal kejadian syok, biasanya pada hari ketiga dari demam.

2. Tanda tanda perdarahan


Jenis perdarahan terbanyak adalah perdarahan bawah kulit seperti petekie,
purpura, ekimosis dan perdarahan conjuctiva. petekie merupakan tanda
perdarahan yang sering ditemukan. Muncul pada hari pertama demam tetapi
dapat pula dijumpai pada hari ke 3,4,5 demam. Perdarahan lain yaitu,
epitaxis, perdarahan gusi, melena dan hematemesis.
3. Hepatomegali
Pada umumnya dapat ditemukan pada permulaan penyakit bervariasi dari
haya sekedar diraba sampai 2 4 cm di bawah arcus costa kanan. Derajat
hepatomegali tidak sejajar dengan beratnya penyakit, namun nyeri tekan pada
daerah tepi hepar berhubungan dengan adanya perdarahan.10
4. Syok
Pada kasus ringan dan sedang, semua tanda dan gejala klinis menghilang
setelah demam turun disertai keluarnya keringat, perubahan pada denyut nadi
dan tekanan darah, akral teraba dingin disertai dengan kongesti kulit.
Perubahan ini memperlihatkan gejala gangguan sirkulasi, sebagai akibat dari
perembasan plasma yang dapat bersifat ringan atau sementara. Pada kasus
berat, keadaan umum pasien mendadak menjadi buruk setelah beberapa hari
demam pada saat atau beberapa saat setelah suhu turun, antara 3 7, terdapat
tanda kegagalan sirkulasi, kulit terabab dingin dan lembab terutama pada
ujung jari dan kaki, sianosis di sekitar mulut, pasien menjadi gelisah, nadi
cepat, lemah kecil sampai tidak teraba. Pada saat akan terjadi syok pasien
mengeluh nyeri perut.
2.2.6. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium meliputi kadar hemoglobin, kadar
hematokrit, jumlah trombosit. Trombositopenia umumnya dijumpai pada hari ke

3-8 sejak timbulnya demam. Hemokonsentrasi dapat mulai dijumpai mulai hari
ke 3 demam.
Pada DBD yang disertai manifestasi perdarahan atau kecurigaan terjadinya
gangguan koagulasi, dapat dilakukan pemeriksaan hemostasis (PT, APTT,
Fibrinogen, D-Dimer, atau FDP). Pemeriksaan lain yang dapat dikerjakan adalah
albumin, SGOT/SGPT, ureum/ kreatinin. Hasil laboratoris berikut yang
merupakan faktor resiko terjadinya DSS: Peningkatan hematokrit >20%, platelet
<40000/mm3, aPTT >44 detik, PT >14 detik, TT > 16 detik. Pemeriksaan lain
yang dapat dikerjakan adalah albumin, SGOT/SGPT, ureum/ kreatinin.
Untuk membuktikan etiologi DBD, dapat dilakukan uji diagnostik melalui
pemeriksaan isolasi virus, pemeriksaan serologi atau biologi molekular. Di antara
tiga jenis uji etiologi, yang dianggap sebagai baku emas adalah metode isolasi
virus. Namun, metode ini membutuhkan tenaga laboratorium yang ahli, waktu
yang lama (lebih dari 12 minggu), serta biaya yang relatif mahal. Oleh karena
keterbatasan ini, seringkali yang dipilih adalah metode diagnosis molekuler
dengan deteksi materi genetik virus melalui pemeriksaan reverse
transcriptionpolymerase chain reaction (RT-PCR). Pemeriksaan RT-PCR
memberikan hasil yang lebih sensitif dan lebih cepat bila dibandingkan dengan
isolasi virus, tapi pemeriksaan ini juga relatif mahal serta mudah mengalami
kontaminasi yang dapat menyebabkan timbulnya hasil positif semu. Pemeriksaan
yang saat ini banyak digunakan adalah pemeriksaan serologi, yaitu dengan
mendeteksi IgM dan IgG-anti dengue. Imunoserologi berupa IgM terdeteksi
mulai hari ke 3-5, meningkat sampai minggu ke 3 dan menghilang setelah 60-90
hari. Pada infeksi primer, IgG mulai terdeteksi pada hari ke 14, sedangkan pada
infeksi sekunder dapat terdeteksi mulai hari ke 2.
Salah satu metode pemeriksaan terbaru yang sedang berkembang adalah
pemeriksaan antigen spesifik virus Dengue, yaitu antigen nonstructural protein 1
(NS1). Antigen NS1 diekspresikan di permukaan sel yang terinfeksi virus
Dengue. Masih terdapat perbedaan dalam berbagai literatur mengenai berapa
lama antigen NS1 dapat terdeteksi dalam darah. Sebuah kepustakaan mencatat
dengan metode ELISA, antigen NS1 dapat terdeteksi dalam kadar tinggi sejak
hari pertama sampai hari ke 12 demam pada infeksi primer Dengue atau sampai
hari ke 5 pada infeksi sekunder Dengue. Pemeriksaan antigen NS1 dengan
metode ELISA juga dikatakan memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi
(88,7% dan 100%). Oleh karena berbagai keunggulan tersebut, WHO
menyebutkan pemeriksaan deteksi antigen NS1 sebagai uji dini terbaik untuk
pelayanan primer.
Pemeriksaan radiologis (foto toraks PA tegak dan lateral dekubitus kanan)
dapat dilakukan untuk melihat ada tidaknya efusi pleura, terutama pada
hemitoraks dan pada keadaan perembesan plasma hebat, efusi dapat ditemukan
pada kedua hemitoraks. Asites dan efusi pleura dapat pula dideteksi dengan USG.
Pemeriksaan laboratorium yang sering ditemukan pada pasien DHF adalah
trombositopenia (< 100.000/ul) dan hemokonsentrasi (kadar Ht lebih 20% dari
normal). Trombositopenia umumnya dijumpai pada hari ke 3-8 sejak timbulnya
demam. Hemokonsentrasi dapat mulai dijumpai mulai hari ke 3 demam.

2.2.7. Patofisiologi
a. Sistim vaskuler
Patofisiologi primer DBD dan DSS adalah peningkatan akut permeabilitas
vaskuler yang mengarah ke kebocoran plasma ke dalam ruang ekstravaskuler,
sehingga menimbulkan hemokonsentrasi dan penurunan tekanan darah. Volume
plasma menurun lebih dari 20% pada kasus-kasus berat, hal ini didukung
penemuan post mortem meliputi efusi pleura, hemokonsentrasi dan
hipoproteinemi. Tidak terjadinya lesi destruktif nyata pada vaskuler,
menunjukkan bahwa perubahan sementara fungsi vaskuler diakibatkan suatu
mediator kerja singkat. Jika penderita sudah stabil dan mulai sembuh, cairan
ekstravasasi diabsorbsi dengan cepat, menimbulkan penurunan hematokrit.
Perubahan hemostasis pada DBD dan DSS melibatkan 3 faktor: perubahan
vaskuler, trombositopeni dan kelainan koagulasi. Hampir semua penderita
DBD mengalami peningkatan fragilitas vaskuler dan trombositopeni, dan
banyak diantaranya penderita menunjukkan koagulogram yang abnormal.
b. Sistim respon imun
Setelah virus dengue masuk dalam tubuh manusia, virus berkembang biak
dalam sel retikuloendotelial yang selanjutnya diikuiti dengan viremia yang
berlangsung 5-7 hari. Akibat infeksi virus ini muncul respon imun baik
humoral maupun selular, antara lain anti netralisasi, antihemaglutinin, anti
komplemen. Antibodi yang muncul pada umumnya adalah IgG dan IgM, pada
infeksi dengue primer antibodi mulai terbentuk, dan pada infeksi sekunder
kadar antibodi yang telah ada meningkat (booster effect).

Gambar 5. Tingkat Antibodi terhadap Infeksi Virus Dengue

c. Perubahan Patofisiologi DBD


Patofisiologi DBD dan DSS seringkali mengalami perubahan, oleh karena itu
muncul banyak teori respon imun seperti berikut. Pada infeksi pertama terjadi
antibodi yang memiliki aktifitas netralisasi yang mengenali protein E dan
monoclonal antibodi terhadap NS1, Pre M dan NS3 dari virus penyebab

infeksi akibatnya terjadi lisis sel yang telah terinfeksi virus tersebut melalui
aktifitas netralisasi atau aktifasi komplemen. Akhirnya banyak virus
dilenyapkan dan penderita mengalami penyembuhan, selanjutnya terjadilah
kekebalan seumur hidup terhadap serotip virus yang sama tersebut, tetapi
apabila terjadi antibodi yang nonnetralisasi yang memiliki sifat memacu
replikasi virus dan keadaan penderita menjadi parah; hal ini terjadi apabila
epitop virus yang masuk tidak sesuai dengan antibodi yang tersedia di hospes.
Pada infeksi kedua yang dipicu oleh virus dengue dengan serotipe yang
berbeda terjadilah proses berikut : Virus dengue tersebut berperan sebagai
super antigen setelah difagosit oleh monosit atau makrofag. Makrofag ini
menampilkan Antigen Presenting Cell (APC). Antigen ini membawa muatan
polipeptida spesifik yang berasal dari Mayor Histocompatibility Complex
(MHC II). Antigen yang bermuatan peptida MHC II akan berikatan dengan
CD4+ (TH-1 dan TH-2) dengan perantaraan TCR ( T Cell Receptor ) sebagai
usaha tubuh untuk bereaksi terhadap infeksi tersebut, maka limfosit T akan
mengeluarkan substansi dari TH-1 yang berfungsi sebagai imuno modulator
yaitu INF gama, Il-2 dan CSF (Colony Stimulating Factor). Dimana IFN
gama akan merangsang makrofag untuk mengeluarkan IL-1 dan TNF alpha.
IL-1 sebagai mayor imunomodulator yang juga mempunyai efek pada
endothelial sel termasuk di dalamnya pembentukan prostaglandin dan
merangsang ekspresi intercellular adhesion molecule 1 (ICAM 1).

Gambar 6. Respon Imun

Sedangkan CSF (Colony Stimulating Factor) akan merangsang neutrophil,


oleh pengaruh ICAM 1 Neutrophil yang telah terangsang oleh CSF akan mudah
mengadakan adhesi. Neutrophil yang beradhesi dengan endothel akan mengeluarkan
lisosim yang akan menyebabkan dinding endothel lisis dan akibatnya endothel
terbuka. Neutrophil juga membawa superoksid yang termasuk dalam radikal bebas

yang akan mempengaruhi oksigenasi pada mitochondria dan siklus GMPs. Akibatnya
endothel menjadi nekrosis, sehingga terjadi kerusakan endothel pembuluh darah yang
mengakibatkan terjadi gangguan vaskuler sehingga terjadi syok. Antigen yang
bermuatan MHC I akan diekspresikan dipermukaan virus sehingga dikenali oleh
limfosit T CD8+, limfosit T akan teraktivasi yang bersifat sitolitik, sehingga semua
sel mengandung virus dihancurkan dan juga mensekresi IFN gama dan TNF alpha.

d. Patogenesis

Gambar 7. Patogenesis Perdarahan pada DBD

Virus dengue masuk ke dalam tubuh manusia lewat gigitan nyamuk Aedes
aegypti atau Aedes albopictus. Organ sasaran dari virus adalah organ RES meliputi
sel kupffer hepar, endotel pembuluh darah, nodus limfaticus, sumsum tulang serta
paru-paru. Data dari berbagai penelitian menunjukkan bahwa sel-sel monosit dan
makrofag mempunyai peranan besar pada infeksi ini. Dalam peredaran darah, virus

tersebut akan difagosit oleh sel monosit perifer. Virus DEN mampu bertahan hidup
dan mengadakan multifikasi di dalam sel tersebut. Infeksi virus dengue dimulai
dengan menempelnya virus genomnya masuk ke dalam sel dengan bantuan organelorganel sel, genom virus membentuk komponen-komponennya, baik komponen
perantara maupun komponen struktural virus. Setelah komponen struktural dirakit,
virus dilepaskan dari dalam sel. Proses perkembangan biakan virus DEN terjadi di
sitoplasma sel. Semua flavivirus memiliki kelompok epitop pada selubung protein
yang menimbulkan cross reaction atau reaksi silang pada uji serologis, hal ini
menyebabkan diagnosis pasti dengan uji serologi sulit ditegakkan. Kesulitan ini
dapat terjadi diantara ke empat serotipe virus DEN. Infeksi oleh satu serotip virus
DEN menimbulkan imunitas protektif terhadap serotip virus tersebut, tetapi tidak ada
cross protektif terhadap serotip virus yang lain. Secara in vitro antibodi terhadap
virus DEN mempunyai 4 fungsi biologis: netralisasi virus; sitolisis komplemen;
Antibody Dependent Cell-mediated Cytotoxity (ADCC) dan Antibody Dependent
Enhancement.
Virion dari virus DEN ekstraseluler terdiri atas protein C (capsid), M
(membran) dan E (envelope), sedang virus intraseluler mempunyai protein premembran atau pre-M. Glikoprotein E merupakan epitop penting karena : mampu
membangkitkan antibodi spesifik untuk proses netralisasi, mempunyai aktifitas
hemaglutinin, berperan dalam proses absorbsi pada permukaan sel, (reseptor
binding), mempunyai fungsi biologis antara lain untuk fusi membran dan perakitan
virion. Antibodi memiliki aktifitas netralisasi dan mengenali protein E yang berperan
sebagai epitop yang memiliki serotip spesifik, serotipe-cross reaktif atau flaviviruscross reaktif. Antibodi netralisasi ini memberikan proteksi terhadap infeksi virus
DEN. Antibodi monoclonal terhadap NS1 dari komplemen virus DEN dan antibodi
poliklonal yang ditimbulkan dari imunisasi dengan NS1 mengakibatkan lisis sel yang
terinfeksi virus DEN. Antibodi terhadap virus DEN secara in vivo dapat berperan
pada dua hal yang berbeda :
a. Antibodi netralisasi atau neutralizing antibodies memiliki serotip spesifik
yang dapat mencegah infeksi virus.
b. Antibodi non netralising serotipe memiliki peran cross-reaktif dan dapat
meningkatkan infeksi yang berperan dalam patogenesis DBD dan DSS.

Gambar 8. Antibody Dependent Enhancement


2.2.8.

Penegakan Diagnosis

Berdasarkan kriteria WHO 2009, diagnosis DBD ditegakkan bila semua hal ini
terpenuhi:
a. Klinis
Gejala klinis yang harus ada yaitu :
1. Demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas berlangsung terus
menerus selama 2-7 hari.
2. Terdapat manifestasi perdarahan yang meliputi : uji bendung
positif; petekie, ekimosis, atau purpura; perdarahan mukosa,
epistaksis dan perdarahan gusi; hematemesis dan melena.
3. Pembesaran hati
4. Syok, ditandai dengan nadi cepat dan lemah sampai tidak teraba,
penyempitan tekanan nadi 20 mmHg, hipotensi sampai tidak
terukur, kaki dan tangan dingin, kulit lembab, waktu pengisian
kapiler memanjang atau lebih dari 2 detik dan pasien tampak
gelisah.
b. Laboratorium
1. Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000/ ml).
2. Adanya kebocoran plasma karena peningkatan permeabilitas kapiler,
dengan manifestasi berikut :
a. Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standar sesuai umur
dan jenis kelamin.
b. Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan,
dibandingkan dengan nilai hematokrit sebelumnya.
c. Tanda kebocoran plasma seperti:
hipoproteinemia, hiponatremia.

efusi

pleura,

asites,

Dua kriteria klinis pertama ditambah satu kriteria laboratorium ( atau hanya
peningkatan hematokrit) cukup untuk menegakkan diagnosis DBD.
Terdapat 4 derajat spektrum klinis DBD (WHO, 1997), yaitu:
-

Derajat 1 : Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya


manifestasi perdarahan adalah uji torniquet.
Derajat 2 : Seperti derajat 1, disertai perdarahan spontan di kulit dan
perdaran lain.
Derajat 3 : Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah,
tekanan nadi menurun (20 mmHg atau kurang) atau hipotensi, sianosis di
sekitar mulut kulit dingin dan lembab, tampak gelisah.
Derajat 4 : Syok berat, nadi tidak dapat diraba dan tekanan darah tidak
terukur.

2.2.9.

Diagnosis Banding
DBD
ISK
Malaria
Faringitis
2.2.10.
Penatalaksanaan
Prinsip pengobatan meliputi: atasi segera hipovolemi, lanjutkan
penggantian cairan yang masih terus keluar dari pembuluh darah selama 12-24
jam , atau paling lama 48 jam, koreksi keseimbangan asam-basa, beri darah
segar bila ada perdarahan hebat.
-

2.2.11.

Prognosis
Tergantung dari beberapa faktor seperti, lama dan beratnya renjatan,
waktu, metode, adekuat tidaknya penanganan; ada tidaknya rekuren syok yang
terjadi terutama dalam 6 jam pertama pemberian infus dimulai, panas selama
renjatan, tanda-tanda serebral.

2.2.12. Cara Mencegah Penyakit DBD


Prinsip dasar pencegahan penyakit demam berdarah adalah dengan memutus
rantai kehidupan nyamuk termasuk telur, jentik dan nyamuk aedes aegypti
dewasa.
Cara Memberantas Nyamuk Aedes Aegypti
Pemberantasan sarang nyamuk 4M dan 4M plus :
Melaksanakan 4M, yaitu:
a. Menguras tempat penampungan air bersih sekurang-kurang seminggu
sekali.

b. Menutup rapat-rapat tempat penampungan air


c. Mengumpul, mengubur atau memanfaatkan barang-barang bekas
yang dapat menampung air.
d. Memantau jentik nyamuk secara berkala.
Melaksanakan 4M Plus. Yang dimaksud dengan Plus disini adalah tambahan dari
4M di atas, yaitu :
a. Mengganti air vas bunga, minuman burung seminggu sekali.
b. Perbaiki saluran dan talang air yang tidak lancer/rusak.
c. Menutup lobang pada potongan bamboo, pohon dll, misalnya dengan
tanah atau bahan lain.
d. Membersihkan/ mengeringkan tempat-tempat yang memungkinkan
menampung air seperti pelepah pinang, kelapa, pisang disekitar
rumah, kebun, kuburan dan rumah kosong.
e. Menaburkan bubuk abate (pembunuh jentik) ditempat yang sulit
dikuras (penampungan air wudhu masjid, mushola, tendon air dll).
f. Memelihara ikan pemakan jentik.
g. Memasang kasa nyamuk di rumah.
h. Membuat rumah cukup pencahayaan dan ventilasi.
i. Hindari kebiasaan menggantung pakaian dalam rumah.
j. Tidur menggunakan kelambu.
k. Menggunakan obat nyamuk seperlunya untuk menghindari gigitan
nyamuk.
Khusus pemberantasan nyamuk dewasa dapat dilakukan dengan Fogging
(pengasapan) massal dalam suatu pemukiman tertentu. Yang dimaksud dengan
Fogging (Pengasapan) yaitu:
a. Salah satu upaya pengendalian nyamuk dewasa
b. Memutus rantai penularan (ada kasus)
c. Merupakan kegiatan favorit yang diharapkan masyarakat

d. Belum tentu efektif (lokasi, waktu, dosis, alat, kondisi setempat) dan
tdk efisien (mahal)
e. Hanya membunuh nyamuk dewasa, bila masih ada jentik / pupa, maka
keesokan hari akan muncul nyamuk baru
2.3 KERANGKA TEORI
3.
4.

Variabel

Variabel

Independent

Dependent

5.
6.
7.
8.
Umur
9.
10.
11.
12. Pendidikan
13.
14.
15.
16.
Paparan
Media Massa
17.
18.
19.
20.
21.
Sosial Ekonomi
22.

Pengetahuan

(Pendapatan)
2.4. KERANGKA
KONSEP
Hubungan
Sosial

Berdasarkan sistematika kerangka konspep, penelitian ini meliputi variable dependen


dan variable independen. Dari uraian diatas dan sesuai dengan tujuan penelitian maka
Pengalaman
digunakan kerangka
konsep seperti dibawah ini

Variabel

Variabel

Independent

Dependent

Pendidikan

Hubungan
Sosial
Pengalaman
Ekonomi
Sosial
(Pendapatan)

Pengetahuan tentang
menutup
penampungan air

Bagan 2.2 kerangka konsep

22.3 Definisi Operasional

TABEL DEFINISI OPERASIONAL DIAGNOSIS DAN INTERVENSI


KOMUNITAS AREA MASALAH PENGETAHUAN PENTINGNYA MENUTUP
TEMPAT PENAMPUNGAN AIR PADA DAERAH KELUARGA BINAAN
No

1.

VARIABEL

Pengetahuan
tentang
menutup
penampunga
n air

DEFINISI

ALAT

CARA

OPERASIONAL UKUR

UKUR

Wawancara

Pengetahuan

Kuesioner

HASIL

Baik,

SKALA

jika Ordinal

responden

tentang

Buruk, jika

penampungan

<9

air
Pengetahuan
cara menutup
penampungan

air
Pengetahuan
tentang akibat
tidak
ditutupnya
tempat
penampungan

air
Pengetahuan
tentang

efek

menutup
tempat
penampungan
2.

Pendidikan

air
Jenjang

Kuesioner

Wawancara

Tinggi

: Ordinal

pendidikan

SMA

formal terakhir

Menengah :

yang ditamatkan

SMP

oleh responden.

Rendah :
SD/Tidak
Sekolah

3.

Ekonomi

Pendapatan

Kuisioner

Wawancara

Tinggi:

responden setiap

Rp

bulan

2.000.000/

> Ordinal

bulan
Menengah:
Rp.1.500.00
02.000.000/
bulan

Rendah
:<
Rp.1.500.00
0/ bulan
4.

Hubungan

Interaksi antara

Kuesioner

Wawancara

Baik,

jika Ordinal

Sosial

responden dengan

keluarga lain di

Buruk, jika

lingkungan

<4

sekitar berupa
ajakan oleh
tetangga kepada
responden dan
ajakan responden
kepada tetangga
dalam
menginformasika
n tentang
menutup tempat
penampungan air
5.

Pengalaman

Sesuatu yang

Kuesioner

Wawancara

Baik,

jika Ordinal

pernah dirasakan,

didengarkan, dan

Buruk, jika

dialami oleh

<4

responden dalam
hal pentingnya
menutup tempat
penampungan air

LAMPIRAN 2
KUESIONER

PENGETAHUAN

KELUARGA

BINAAN

PENTINGNYA MENUTUP PENAMPUNGAN AIR


DI DESA X KECAMATAN Y TAHUN 2016
Identitas Responden
Nama

Usia

Jenis Kelamin :
Pekerjaan

Pengetahuan
1. Apa saja yang disebut pemberantasan sarang nyamuk (4M) itu?
a. Menutup rapat-rapat tempat penampungan air
b. Menggunakan obat nyamuk seperlunya
c. Tidak tahu
2. Apakah penting untuk menutup penampungan air?

TENTANG

a. Penting
b. Tidak penting
c. Tidak tahu
3. Apakah anda tahu akibat dari tidak menutup penampungan air dengan baik
dan benar?
a. Ya
b. Tidak
c. Tidak tahu
4. Apakah dampak dari menutup penampungan air dapat mencegah timbulnya
penyakit (contohnya: demam berdarah)?
a. Ya
b. Tidak
c. Tidak tahu
Pendidikan
5. Apakah pendidikan terakhir anda?
a. Tidak sekolah / SD
b. SMP
c. SMA
Ekonomi
6. Berapakah penghasilan anda perbulan?
a. > Rp 2.000.000
b. Rp 1.500.000 Rp 2.000.000
c. < Rp 1.500.000
d. Tidak bekerja
Hubungan Sosial
7. Bagaimana hubungan anda dengan tetangga sekitar?
a. Baik
b. Kurang baik
c. Tidak baik
8. Menurut anda, adakah tetangga anda yang mengerti tentang pentingnya
menutup penampungan air?
a. Ada
b. Tidak ada
c. Tidak tahu
9. Adakah tetangga anda yang pernah memberitahu anda tentang penting nya
menutup penampungan air?
a. Ada
b. Tidak ada
10. Menurut anda, adakah tetangga anda yang menutup penampungan airnya?
a. Ada

b. Tidak ada
c. Tidak tahu

Pengalaman
11. Apakah anda mengetahui dampak dari tidak menutup tempat penampungan
air?
a. Tahu
b. sedikit
c. Tidak tahu sama sekali
12. Menurut anda, dampak negatif apa yang dapat ditimbulkan dari tidak menutup
tempat penampungan air?
a. Mencret
b. Demam
c. Gatal-gatal
13. Pernahkah anggota keluarga anda mengalami hal-hal seperti yang disebutkan
pada pilihan no.12?
a. Pernah dan sering
b. Pernah dan jarang
c. Tidak pernah

SKORING KUESIONER
Variabel

Soal No.

Pengetahuan
1
2

a.
b.
c.
a.

Skor

Penilaian

1
2
0
2

Baik jika skor 9


Buruk jika skor <9

3
4
5
6
7

b.
c.
a.
b.
c.
a.
b.
c.
a.
b.
c.
a.
b.
c.
a.
b.
c.

Total Skor
Pendidikan

a.
b.
c.

Total Skor
Ekonomi

9
Total Skor

a.
b.
c.
d.

1
0
2
1
0
2
1
0
2
1
0
3
2
1
3
2
1
16
1
2
3
3
3
2
1
0
3

Rendah jika skor 1


Menengah jika skor 2
Tinggi jika skor 3
Tinggi jika skor 3
Menengah jika skor 2
Rendah jika skor 0-1

Anda mungkin juga menyukai