Anda di halaman 1dari 2

BAB I

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
Menurut Khabori dan Khandekar, gangguan pendengaran yaitu kehilangan

pendengaran di salah satu atau kedua telinga. Tingkat penurunan gangguan


pendengaran terbagi menjadi beberapa yaitu ringan, sedang, sedang berat, berat, dan
sangat berat. Tiga jenis gangguan pendengaran, yaitu konduktif, sensorineural, dan
campuran. Sedangkan, Menurut Centers for Disease Control and Prevention pada
gangguan pendengaran konduktif terdapat masalah di dalam telinga luar dan telinga
tengah, sedangkan pada gangguan pendengaran sensorineural terdapat masalah di
telinga bagian dalam dan saraf pendengaran. Tuli sensorineural melibatkan kerusakan
koklea atau saraf vestibulokoklear. Salah satu penyebabnya adalah pemakaian obatobatan ototoksik seperti streptomisin yang dapat merusak stria vaskularis.
Menurut perkiraan WHO (World Health Organization) pada tahun 1995
terdapat 120.000.000 penderita gangguan pendengaran di seluruh dunia. Pada tahun
2001 jumlah tersebut meningkat menjadi 250.000.000 jiwa, 222.000.000 jiwa
diantaranya adalah orang dewasa dan sisanya anak berusia di bawah 15 tahun.
Penderita gangguan pendengaran tersebut kira-kira 2/3 diantaranya berada di negara
berkembang.
Dari hasil WHO Multi Centre Study, Indonesia termasuk empat negara di Asia
Tenggara dengan prevalensi gangguan pendengaran yang cukup tinggi (4,6%), tiga
negara lain Sri Lanka, Myanmar, dan India. Pada tahun 2007 WHO menyatakan
jumlah penduduk Indonesia yang mengalami gangguan dengar 9.319.800 jiwa.
Gangguan pendengaran dapat terjadi pada berbagai usia. Adanya gangguan
pendengaran akan sangat mengganggu produktivitas dan membuat penderitanya
terisolasi dari lingkungannya. Pada anak-anak, dampaknya lebih berat lagi karena

2
mempengaruhi perkembangannya hingga dewasa. Data kementrian kesehatan
menyatakan bahwa di Indonesia, prevalensi gangguan pendengaran dan ketulian
cukup tinggi. Dampak yang ditimbulkan akibat gangguan ini cukup luas dan berat,
yaitu mengganggu perkembangan kognitif, psikologi dan sosial. Akibatnya kualitas
Sumber Daya Manusia atau SDM juga rendah.
Tingginya kasus gangguan pendengaran dan ketulian di Asia Tenggara, WHO
mencanangkan program Sound Hearing 2030. Tujuannya adalah agar setiap penduduk
Asia Tenggara memiliki hak untuk memiliki derajat kesehatan telinga dan
pendengaran yang optimal di tahun 2030 yang akan datang.

1.2
1.
2.
3.
4.
5.

Tujuan
Mengetahui ilmu dasar gangguan pendengaran
Mengetahui gangguan pendengaran yang terjadi pada bayi dan anak
Mengetahui gangguan pendengaran yang terjadi pada remaja
Mengetahui gangguan pendengaran yang terjadi pada dewasa
Mengetahui gangguan pendengaran yang terjadi pada usia lanjut

Anda mungkin juga menyukai