Anda di halaman 1dari 49

TANGGAP FUNGSIONAL PARASITOID TELUR

Trichogramma pretiosum Riley terhadap TELUR INANG Corcyra


cephalonica Stainton pada PERTANAMAN KEDELAI

Oleh :
Mia Nuratni Yanti Rachman
A44101051

PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN


FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2006

ABSTRAK
MIA NURATNI YANTI RACHMAN. Tanggap Fungsional Parasitoid Telur
Trichogramma pretiosum Riley terhadap Telur Inang Corcyra cephalonica
Stainton pada Pertanaman Kedelai. Dibimbing oleh PUDJIANTO.
Penelitian bertujuan mengetahui hubungan antara tingkat parasitisasi
T. pretiosum pada kepadatan inang C. cephalonica berbeda dan mengetahui
pengaruh pemanfaatan parasitoid terhadap serangga lain pada pertanaman kedelai.
Penelitian dilaksanakan Desember 2004-Juli 2005 di Laboratorium
Bioekologi Parasitoid dan Predator serta kebun percobaan Cikabayan. Penelitian
menggunakan RAK dengan tiga ulangan. Data diolah menggunakan SAS,
dilanjutkan uji Duncan taraf 5%.
Lahan pertanaman kedelai yang luasnya 600 m dibagi tiga petak.
Tanaman kedelai 18 buah dipilih dengan jarak 1 m dari titik pelepasan. Pias
kepadatan telur berbeda (20, 40, 80, 160, 320, dan 640 butir) ditempelkan pada
permukaan bawah daun.
Pelepasan parasitoid dilaksanakan pukul 07:00 WIB.
Pelepasan
dilakukan saat tanaman berumur 3 MST. Jumlah pelepasan parasitoid sebanyak
lima kali dan jumlah total parasitoid sebanyak 6000 per pelepasan. Pias
dipaparkan selama 8 jam dan diambil pukul 15:00 WIB.
Pemasangan pias tetap dilakukan untuk melihat kemapanan T. pretiosum
dengan cara sama seperti pelepasan dan dilakukan sebanyak 4 kali. Pengambilan
contoh telur-telur serangga hama pada pertanaman dilakukan secara diagonal.
Tipe tanggap fungsional T. pretiosum pada pertanaman kedelai dapat
berubah karena kondisi lingkungan. Grafik hubungan kepadatan telur dengan
tingkat parasitisasi menunjukkan korelasi positif. Kemapanan parasitoid bertahan
2 minggu.
Parasitoid larva yang diidentifikasi ialah famili Ichneumonidae,
Braconidae, dan Elasmidae. Parasitoid telur yang keluar adalah T. pretiosum dan
Ooencyrtus sp. T. pretiosum berpengaruh terhadap serangga ordo Lepidoptera
yang berada di lahan.

TANGGAP FUNGSIONAL PARASITOID TELUR


Trichogramma pretiosum Riley terhadap TELUR INANG Corcyra
cephalonica Stainton pada PERTANAMAN KEDELAI

Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana Pertanian
Pada Fakultas Pertanian,
Institut Pertanian Bogor

Oleh :
Mia Nuratni Yanti Rachman
A44101051

PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN


FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2006

Judul

Nama
NRP

: TANGGAP FUNGSIONAL PARASITOID TELUR


Trichogramma pretiosum Riley terhadap TELUR INANG
Corcyra cephalonica Stainton pada PERTANAMAN
KEDELAI
: Mia Nuratni Yanti Rachman
: A44101051

Menyetujui,
Pembimbing

Dr. Ir. Pudjianto, MSi


NIP. 131 475 578

Mengetahui,
Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Supiandi Sabiham, MAgr.


NIP. 130 422 698

Tanggal lulus:............................................... ..

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bekasi pada tanggal 23 September 1982 sebagai anak
pertama dari empat bersaudara, anak dari pasangan H. Taufik Rachman dan
Hj.
Fatmah AF.
Pada tahun 1998, penulis melanjutkan sekolah menengah umum di SMUN
1 Bekasi dan menyelesaikan sekolah pada tahun 2001. Penulis diterima di Institut
Pertanian Bogor, Fakulatas Pertanian, Departemen Hama dan Penyakit Tumbuhan
(sekarang menjadi Departemen Proteksi Tanaman) pada tahun 2001 melalui Jalur
UMPTN (Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri). Penulis pernah menjadi asisten
praktikum virologi pada semester 2003/2004 dan asisten praktikum pengendalian
hayati dan pengelolaan habitat pada semester 2004/2005.

PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Subhanahu wa Taala yang
memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi yang berjudul Tanggap Fungsional Parasitoid Telur Trichogramma
pretiosum Riley terhadap Telur Inang Corcyra cephalonica Stainton pada
Pertanaman Kedelai.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. Ir. Pudjianto, MSi. sebagai pembimbing, yang senantiasa sabar dalam
membimbing dan mengarahkan selama penelitian dan penulisan skripsi ini.
2. Dr. Ir. Widodo, MS., selaku penguji tamu yang telah memberikan saran dan
kritik dalam penyusunan laporan ini.
3. Keluarga (Mama, Papa, my sister Ika, my brothers Fadli dan Fauzi) di Bekasi
yang telah memberikan kasih sayang, perhatian, nasehat dan doa.
4. Seluruh anggota ( mbak Nita (alm), mbak Ada, mbak Diana, mbak Atik, dan
lain- lain) Laboratorium Bioekologi Parasitoid dan Predator Departemen
Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian yang telah membantu dalam penelitian
dan penulisan skripsi ini.
5. Seluruh staf pengajar Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian yang
telah memberikan ilmu selama penulis kuliah.
6. My best friends Mumin, Okti, Rosita, Lia, Asti, dan Desmi yang telah
memberikan arti persahabatan yang sebenarnya.
7. Kakak kelas dan rekan-rekan HPT 38 dari Departemen Proteksi Tanaman.
8. Kristal crew yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini.
9. Semua pihak terkait yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini, masih ada
kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran sangat diharapkan oleh penulis
untuk perbaikan kegiatan selanjutnya. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat. Amin.

Bogor, Februari 2006

Mia Nuratni Yanti Rahman

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL .........................................................................................

DAFTAR GAMBAR ....................................................................................

ii

PENDAHULUAN .........................................................................................

Latar belakang ...................................................................................


Tujuan................................................................................................

1
3

TINJAUAN PUSTAKA................................................................................

Parasitoid Telur Famili Trichogrammatidae .....................................


Bioekologi Trichogramma pretiosum Riley......................................
Tanggap Fungsional Inang-Parasitoid ...............................................
Ngengat Beras Corcyra cephalonica Stainton ..................................
Parasitisasi Trichogramma pada Serangga Lain ...............................

4
5
6
7
8

BAHAN DAN METODE .............................................................................

10

Waktu dan Tempat ............................................................................


Bahan dan Alat ..................................................................................
Metode Penelitian..............................................................................
Pemeliharaan Serangga Inang C. cephalonica .....................
Perbanyakan Parasitoid Telur T. pretiosum..........................
Persiapan Lahan Kedelai............................. ..........................
Studi Tanggap Fungsional T. pretiosum...............................
Kemapanan T. pretiosum dan Pengaruhnya pada
Serangga Lain .......................................................................
Rancangan Percobaan............................................................

10
10
11
11
12
12
13

HASIL DAN PEMBAHASAN......................................................................

16

Tanggap Fungsional T. pretiosum .....................................................


Kemapanan Hidup T. pretiosum ........................................................
Parasitisasi T. pretiosum pada Serangga Lain ...................................

16
21
23

KESIMPULAN DAN SARAN .....................................................................

27

Kesimpulan........................................................................................
Saran ..................................................................................................

27
27

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................

28

LAMPIRAN ..................................................................................................

32

14
15

DAFTAR TABEL
Nomor

Halaman
Teks

1. Jumlah telur terparasit pada beberapa pelepasan ...................................... 22


2. Jumlah telur terparasit pada kemapanan hidup T. pretiosum .................... 23

Lampiran
1. Hasil analisis data telur terparasit pada pelepasan parasitoid
saat tanaman berumur 3 MST ...................................................................... 36
2. Hasil analisis data telur terparasit pada pelepasan parasitoid
saat tanaman berumur 4 MST ...................................................................... 37
3. Hasil analisis data telur terparasit pada pelepasan parasitoid
saat tanaman berumur 5 MST ...................................................................... 38
4. Hasil analisis data telur terparasit pada pelepasan parasitoid
saat tanaman berumur 6 MST ...................................................................... 39
5. Hasil analisis data telur terparasit pada pelepasan parasitoid
saat tanaman berumur 7 MST ...................................................................... 40

DAFTAR GAMBAR
Nomor

Halaman
Teks

1. Hubungan antara kepadatan telur inang C. cephalonica


dengan jumlah telur inang terparasit pada saat tanaman berumur 3 MST ... 18
2. Hubungan antara kepadatan telur inang C. cephalonica
dengan jumlah telur inang terparasit pada saat tanaman berumur 4 MST ... 19
3. Hubungan antara kepadatan telur inang C. cephalonica
dengan jumlah telur inang terparasit pada saat tanaman berumur 5 MST ... 19
4. Hubungan antara kepadatan telur inang C. cephalonica
dengan jumlah telur inang terparasit pada saat tanaman berumur 6 MST ... 19
5. Hubungan antara kepadatan telur inang C. cephalonica
dengan jumlah telur inang terparasit pada saat tanaman berumur 7 MST ... 20
6. Grafik jumlah hama yang didapatkan selama sampling .............................. 25
7. Jumlah parasitoid yang terkumpul dari sampling ........................................ 26

Lampiran
1. Petak percobaan dengan 18 tanaman berjarak 1 m
dari titik pelepasan ..................................................................................... 33
2. Penempelan pias pada permukaan bawah daun ......................................... 33
3. Tabung reaksi berisi parasitoid dengan posisi tegak lurus
saat pelepasan parasitoid ............................................................................ 33
4. Kondisi lahan saat generatif akhir .............................................................. 34
5. Imago betina T. pretiosum ......................................................................... 34
6. Parasitoid larva C. chalcites famili Ichneumonidae .................................. 34
7. Parasitoid larva C. chalcites famili Braconidae ......................................... 35
8. Parasitoid telur Ooencyrtus sp. famili Encyrtidae ..................................... 35
9. Parasitoid larva C. chalcites famili Elasmidae spesies A .......................... 35
10. Parasitoid larva C. chalcites famili Elasmidae spesies B ............................ 35

PENDAHULUAN

Latar belakang
Trichogrammatidae merupakan famili yang terkenal sebagai agens
pengendali hayati berbagai serangga hama.

Genera yang terkenal sebagai

parasitoid telur adalah Trichogramma dan Trichogrammatoidea. Pemanfaatan


parasitoid telur ini telah lama dilakukan dalam bidang pertanian dan kehutanan.
Pemanfaatan Trichogramma dalam skala besar difokuskan pada tanaman pangan
dan tanaman industri (Li 1994). Trichogramma digunakan untuk mengendalikan
serangga-serangga hama penting yang merugikan secara ekonomi, seperti Ostrinia
sp. (Lepidoptera: Pyralidae), Chilo sp. (Lepidoptera: Pyralidae), dan Helicoverpa
sp. (Lepidoptera: Noctuidae).
Faktor utama yang mene ntukan keefektifan pemanfaatan Trichogramma
adalah pemilihan spesies yang sesuai, kualitas parasitoid yang dibiakkan, jumlah
parasitoid yang dilepaskan, metode pelepasan, teknik pelepasan, iklim, waktu, dan
integrasi dengan metode pengendalian lain. Pemilihan spesies parasitoid yang
sesuai penting untuk mengendalikan serangga hama sasaran. Sebagai contoh,
pada lahan pertanaman padi di Cina, T. japonicum merupakan spesies yang
dominan dan menunjukkan kemampuan parasitisasi yang tinggi pada telur-telur
Lepidoptera dibandingkan T. chilonis dan T. dendrolimi (Li 1994). Kualitas
parasitoid berhubungan dengan lamanya parasitoid dibiakkan di laboratorium.
Semakin lama parasitoid dibiakkan di laboratorium maka semakin menurun
kualitas parasitoid tersebut. Jumlah parasitoid yang dilepaskan berkaitan dengan
populasi serangga hama sasaran. Metode pelepasan yang umum digunakan ada
dua macam yaitu inundasi dan inokulasi.
manual dan mekanik.
dalam pencarian inang.

Teknik pelepasan terdiri dari cara

Iklim dan waktu berkaitan dengan perilaku parasitoid


Integrasi dengan metode pengendalian lain dapat

mendukung keefektifan Trichogramma misalnya penanaman tanaman berbunga


sebagai tanaman pinggir yang dapat menyediakan makanan bagi parasitoid.
Berbagai kajian pelepasan Trichogramma telah banyak dilakukan di dunia
untuk melihat keefektifan Trichogramma di lapangan. Liau (1991) melaporkan
bahwa

tingkat

parasitisasi

Trichogrammatoidea

bactrae

fumata

untuk

mengendalikan penggerek batang kakao Conomorpha cramerella (Lepidoptera:


Gracillariidae) dapat mencapai 63 - 86% di Sabah. Di Indonesia, Ramlan (2001)
melaporkan bahwa pelepasan T. armigera populasi Cianjur pada pertanaman
kedelai dapat menurunkan kerusakan polong kedelai sebesar 23,27% dan
meningkatkan produksi sebesar 70 g biji kering dalam 10 rumpun, dengan tingkat
parasitisasi sebesar 37,77%.

Tingkat parasitisasi T. exiguum berkisar antara

67 - 83% dalam menekan Helicoverpa sp. pada pertanaman kapas di Carolina


Utara (Suh 2000). Pemanfaatan Trichogramma sp. di Cina untuk mengendalikan
serangga

hama

Lepidoptera

memiliki

tingkat

parasitisasi

berkisar

dari

6,5% - 98,9% (Li 1994).


Hubungan antara tingkat parasitisasi dengan kepadatan inang dikenal
dengan istilah tanggap fungsional.

Holling (1959 dalam Hassell 2000)

menggolongkan tiga tipe tanggap fungsional, yaitu:


1. Tipe

1,

hubungan

bersifat

konstan

contohnya Encarsia

citrina

(Hymenoptera: Aphelinidae) (Matadha et al. 2005), Daphnia magna


(Hassell 2000)
2. Tipe 2, hubungan yang bersifat logaritmik contoh Telenomus remus
(Hymenoptera: Scelionidae) (Widyarti 2003), T. ostriniae ( Hymenoptera:
Trichogrammatidae) (Wang & Ferro 1998).
3. Tipe 3, hubungan dengan respon berbentuk sigmoid contoh Plea atomoria
(Hassell 2000).
Smith

(1996)

melaporkan

bahwa

pelepasan

Trichogramma

sp.

mempengaruhi dinamika populasi inang dan komunitas serangga lain di sekitar


lahan pelepasan. Akibat langsung pelepasan tersebut dapat dilihat pada serangga
ordo Lepidoptera bukan sasaran di sekitar lahan pelepasan, sedangkan efek tidak
langsung dapat dilihat pada kompleks musuh alami (Howarth 1991).
Buchori (2003) melaporkan bahwa tingkat parasitisasi T. pretiosum
berbeda pada suhu dan kepadatan inang yang berbeda dalam skala laboratorium.
Studi tentang tanggap fungsional T. pretiosum di lapangan belum banyak
dilakukan di Indonesia. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi
mengenai kemampuan parasitisasi parasitoid T. pretiosum pada kepadatan inang
Corcyra cephalonica yang berbeda di pertanaman kedelai.

Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kemampuan
parasitisasi parasitoid telur T. pretiosum dengan kepadatan inang C. cephalonica
yang berbeda pada pertanaman kedelai. Untuk meningkatkan populasi parasitoid
di lapangan, maka dilakukan pelepasan T. pretiosum hasil pembiakkan massal di
laboratorium. Oleh karena itu, penelitian ini juga dimaksudkan untuk melihat
pengaruh pelepasan parasitoid telur T. pretiosum terhadap serangga lain di
pertanaman kedelai.

TINJAUAN PUSTAKA

Parasitoid Telur Famili Trichogrammatidae


Famili Trichogrammatidae merupakan parasitoid telur yang bersifat
generalis.

Ciri khas Trichogrammatidae terletak pada tarsi yang beruas tiga

(Doutt & Viggiani 1968; Grissell & Schauf 1990; Borror 1996).

Struktur

metasoma yang menempel pada mesosoma lebar dan fragma yang kedua
menonjol jauh ke dalamnya (Borror 1996). Antena pendek dengan tujuh atau
lebih ruas, menggada pada bagian pedicel, flagellum khas dengan satu atau dua
segmen.

Sayap depan memiliki rambut-rambut yang tersusun dalam baris

(Doutt & Viggiani 1968; Borror 1996). Venasi sayap sigmoid, terdapat pola RS 1
pada sayap depan, dan dorsal lamina berasosiasi dengan genitalia jantan. Famili
Trichogrammatidae termasuk serangga yang sangat kecil dengan ukuran panjang
tubuh berkisar antara 0,2 - 1,5 mm (Pinto & Stouthamer 1994).
Trichogramma dan Trichogrammatoidea sangat sulit diklasifikasikan
karena perbedaan morfologi yang sangat kecil, memiliki sebaran yang luas dan
strain yang bervariasi (Kalshoven 1981).

Trichogramma memiliki morfologi

sebagai berikut: seta fringe pada sayap lebih pendek, funikel dua ruas pada betina,
gada antena jantan tidak beruas, ada venasi RS 1 pada sayap depan, dan genitalia
jantan memiliki dorsal gonobase expansion.

Morfologi khusus genus

Trichogrammatoidea adalah sebagai berikut: seta fringe pada sayap lebih panjang,
funikel dua ruas pada jantan dan betina, antena jantan terdiri dari tiga ruas, tidak
ada vein track RS1 pada sayap depan, dan genitalia jantan tanpa dorsal gonobase
expansion (Buchori et al. 1998).
Famili

Trichogrammatidae

mengalami

metamorfosis

sempurna

(holometabola). Fase larva terdiri dari tiga instar. Pupa berwarna kuning muda
yang kemudian akan berubah menjadi berwarna coklat kehitaman.

Lama

perkembangan parasitoid berkisar antara 7 - 14 hari. Imago parasitoid keluar


dengan cara membuat lubang pada korion telur inang. Imago parasitoid biasanya
keluar dari inang pada pagi hari dan dapat melakukan oviposisi pada saat yang
sama (Clausen 1940). Imago betina mampu memproduksi 20 - 50 butir telur
(Kalshoven 1981).

Penyebaran parasitoid ini sangat luas.

Tiap negara memiliki jumlah

spesies yang bervariasi. Pinto & Stouthamer (1994) melaporkan bahwa dari 145
spesies Trichogramma yang diakui, 114 spesies telah dideskripsikan. Beberapa
spesies Trichogramma bahkan telah dibiakkan secara komersial, misalnya
T. pretiosum Riley, T. platneri Nagakarti, T. minutum Riley, Ttoidea armigera
Nagaraja, T. ostriniae Pan & Chen, dan T. brassicae Bezd. (Losey & Calvin 1995;
Vasquez et al. 1997)

Bioekologi Trichogramma pretiosum Riley


Trichogramma pretiosum adalah salah satu spesies parasitoid telur famili
Trichogrammatidae yang berasal dari Amerika Utara (Smith 1996; Knutson
2002). Saat ini, distribusi parasitoid ini tersebar luas di dunia. Hal ini berkaitan
dengan kemampuan yang baik parasitoid tersebut dalam beradaptasi terhadap
lingkungan.
Di alam, T. pretiosum merupakan parasitoid alami pada telur Helicoverpa
armigera.
seperti

Parasitoid ini juga dapat memarasit telur-telur serangga hama lain


Sitotroga

cerealella

(Lepidoptera:

Gelechiidae),

Chilo

spp.

(Lepidoptera: Pyralidae), Manduca sexta (Lepidoptera: Sphingidae), Ephestia


kuehniella (Lepidoptera: Pyralidae), Galleria mellonella (Lepidoptera: Pyralidae),
Corcyra

cephalonica

(Lepidoptera:

Pyralidae),

Antheraea

pernyi

(Lepidoptera: Saturniidae), Samia cynthia (Lepidoptera: Saturniidae), Alabama


argillacea (Lepidoptera: Noctuidae), Anticarsia spp. (Lepidoptera: Noctuidae),
Cadra cautella (Lepidoptera: Pyralidae), Diatraea spp. (Lepidoptera: Pyralidae),
Heliothis

spp.

(Lepidoptera:

Noctuidae),

Trichoplusia

ni

(Lepidoptera: Noctuidae), Plodia interpunctella (Lepidoptera: Pyralidae), dan


Scrobipalpula absoluta (Lepidoptera: Gelechiidae) (Li 1994; Greenberg et al.
1998; Monje et al. 1999).
Imago T. pretiosum berukuran antara 0,3 - 1,0 mm (Gambar lampiran 5).
Tubuhnya berwarna coklat kehitaman. Bagian antena dan koksa tungkai berwarna
coklat muda.

Sayap bening transparan dan dikelilingi rambut-rambut halus.

Sayap depan berukuran lebih besar dari sayap belakang. Antena imago parasitoid
jantan memiliki rambut-rambut yang agak panjang dan kasar, sedangkan antena

imago betina memiliki rambut-rambut yang lebih sedikit dan pendek


(Knutson 2002).
Tipe reproduksi T. pretiosum adalah arrhenotoky. Imago parasitoid betina
yang berkopulasi akan memiliki keturunan jantan dan betina.

Nisbah kelamin

antara jantan dan betina adalah 1:2 (Kalshoven 1981).


Siklus hidup parasitoid berkisar antara 8 - 10 hari (Clausen 1940). Telur
T. pretiosum menetas 26 jam setelah telur inang diparasit. Pada hari kedua dan
ketiga, telur inang yang terparasit berubah warna menjadi kehitaman karena larva
parasitoid memakan isi telur inang secara internal. Selama instar ketiga, butiran
melanin disimpan pada permukaan dalam korion telur inang.

Hal tersebut

menyebabkan telur inang berubah warna menjadi hitam (Knutson 2002). Hari
keempat hingga ketujuh, telur inang akan menjadi hitam. Parasitoid berada pada
tahap pupa yang berlangsung selama 108 jam (Strand 1985). Hari kedelapan,
imago T. pretiosum akan keluar dari telur inang (Knutson 2002). Lama hidup
imago berkisar antara 7 - 14 hari.

Tanggap Fungsional
Tanggap fungsional mengga mbarkan hubungan antara jumlah inang yang
diparasit per parasitoid dan kepadatan inang (Wang & Ferro 1998). Tanggap
fungsional merupakan komponen yang sangat esensial dari dinamika interaksi
antara parasitoid dan inang serta sangat penting untuk determinasi stabilitas dari
sistem yang dikelola (Oaten & Murdoch 1975 dalam Wang & Ferro 1998).
Holling (1959 dalam Hassell 2000) menggolongkan tanggap fungsional
menjadi tiga tipe yaitu:
1. Tipe 1, hubungan bersifat konstan.

Tipe 1 menggambarkan tingkat

parasitisasi oleh parasitoid meningkat atau menurun sebanding dengan


kepadatan inang sampai mencapai tahap kejenuhan.

Serangga-serangga

yang memiliki tanggap fungsional tipe 1 adalah Encarsia citrina (Matadha


et al. 2005), Daphnia magna (Hassell 2000).
2. Tipe 2, tipe respon fungsional hiperbolik.

Tingkat parasitisasi secara

progresif semakin menurun dengan meningkatnya jumlah inang.

Pada

awalnya terjadi peningkatan parasitisasi bersamaan dengan peningkatan

kepadatan inang. Namun, dengan pertambahan kepadatan inang, tingkat


parasitisasi mulai menurun. Tipe ini dimiliki oleh sebagian besar parasitoid
seperti Telenomus remus (Widyarti 2003), T. ostriniae (Wang & Ferro
1998).
3. Tipe 3, hubungan dengan respon berbentuk sigmoid.

Tipe ini

menggambarkan tingkat parasitisasi pada awal peningkatan kepadatan inang


lambat, terjadi peningkatan parasitisasi pada kepadatan inang yang makin
meningkat serta tingkat parasitisasi berjalan lambat lagi pada kepadatan
inang yang tinggi, contohnya Plea atomoria (Hassell 2000).
Holling (1959 dalam Hassell 2000) mengasumsikan bahwa tanggap
fungsional tipe 2 merupakan khas invertebrata, sedangkan tanggap fungsional tipe
3 lebih cocok untuk vertebrata predator yang memiliki kemampuan untuk
merespon peningkatan jumlah mangsa.
Tarumingkeng (1994) menyatakan bahwa tanggap fungsional tipe 1 dan 2
memiliki kestabilan yang rendah. Pada kedua tipe tersebut, tingkat parasitisasi
semakin menurun dengan meningkatnya populasi inang. Tanggap fungsional tipe
3 lebih stabil jika dibandingkan tipe 1 dan 2 karena parasitoid memberikan
pengaruh terpaut kerapatan bagi inang.
Studi-studi tanggap fungsional Trichogramma yang telah dilakukan di
laboratorium dan di lapangan menunjukkan hasil yang tidak sama. Kfir (1983
dalam Wang & Ferro 1998) menunjukkan bahwa tanggap fungsional T. pretiosum
mengarah pada tipe 2. Di lapangan, tanggap fungsional parasitoid dapat berubah
dari satu tipe ke tipe lainnya. Hal tersebut mungkin terjadi karena perubahan
kondisi lingkungan terutama suhu (Kalyebi et al. 2005).

Ngengat Beras Corcyra cephalonica Stainton


Corcyra cephalonica Stainton tergolong dalam famili Pyralidae, ordo
Lepidoptera. Serangga ini dikenal sebagai ngengat beras dan merupakan hama
yang bersifat kosmopolit (Kalshoven 1981). Serangga ini merupakan hama utama
pada tempat penyimpanan komoditas dimana sekelompok kokon dapat ditemukan
dalam karung penyimpanan komoditas sehingga dikenal juga sebagai hama

gudang. Serangga ini dapat menyerang berbagai macam komoditas antara lain
beras, tepung terigu, kopra, kacang-kacangan, kakao, bungkil dan lain- lain.
C. cephalonica memiliki metamorfosis yang lengkap (holometabola).
Serangga ini meletakkan telur pada komoditas yang diserangnya.

Telurnya

berbentuk oval, licin, dan berwarna putih (Kalshoven 1981). Telur menetas dalam
waktu 3 - 5 hari.

Larva berwarna putih keabuan dengan panjang 17 mm

(Kalshoven 1981). Larva terdiri dari 8 instar. Saat akan menjadi pupa, larva naik
ke permukaan bahan makanan dan membuat kokon dengan menganyam benang
sutra di antara butiran bahan makanan (Widodo 1987). Pupa berwarna coklat dan
terbentuk dalam kokon berwarna putih yang kuat. Masa pupa berlangsung selama
12 hari. Imago berwarna abu-abu dengan panjang 7 - 12 mm. Ngengat bersifat
nokturnal.

Lama hidup imago berlangsung selama 10 hari.

C. cephalonica adalah 1:1.

Nisbah kelamin

Imago dapat menghasilkan 400 butir telur

(Kalshoven 1981).
Parasitisasi Trichogramma pada Serangga Lain
Pemanfaatan Trichogramma sebagai agens pengendalian hayati telah lama
dilakukan terutama dalam pelepasan secara inundasi (Orr et al. 2000). Li (1994)
melaporkan bahwa 32 juta ha lahan pertanian dan kehutanan menggunakan
Trichogramma sebagai agens pengendali hayati di dalamnya.
Pemanfaatan Trichogramma yang luas dan dalam jumlah yang besar
memiliki pengaruh potential terhadap serangga

non

sasaran

di

lahan

pelepasannya. Dampak langsung dapat terlihat pada serangga ordo Lepidoptera.


Hal ini terjadi pada pelepasan T. brassicae yang memarasit kupu-kupu Karner
blue (Andow et al. 1995 dalam Orr et al. 2000).
Trichogramma merupakan parasitoid yang bersifat generalis. Parasitoid
ini dapat memarasit 400 spesies serangga dalam 203 genera, 44 famili, dan 7 ordo
( Bao & Chen 1989 dalam Li 1994). Namun demikian, ada kecenderungan bahwa
Trichogramma memiliki preferensi yang kuat pada inang, tanaman, dan kondisi
tertentu (Hassan and Gou 1991 dalam Orr et al. 2000). Trichogramma mungkin
akan memiliki kisaran inang yang terbatas karena preferensi tersebut, sehingga
dapat menurunkan potensi parasitisasi Trichogramma pada serangga non target.

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat


Penelitian dilaksanakan mulai bulan Desember 2004 - Juli 2005.
Pelepasan parasitoid telur T. pretiosum dilakukan pada pertanaman kedelai di
kebun percobaan IPB Cikabayan, Dramaga, Bogor. Pemeliharaan parasitoid telur
T. pretiosum dan identifikasi parasitoid lain yang tertangkap dari hasil
pengambilan contoh dilakukan di Laboratorium Bioekologi Parasitoid dan
Predator, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian
Bogor.

Bahan dan Alat


Parasitoid yang digunakan adalah T. pretiosum yang berasal dari populasi
Jambi. T. pretiosum yang digunakan berasal dari telur H. armigera pada tanaman
kapas dan merupakan generasi ke - 94. Asumsi nisbah kelamin T. pretiosum
yang dilepas betina:jantan adalah 2:1.

T. pretiosum dibiakkan pada inang

alternatif telur C. cephalonica. Serangga inang C. cephalonica dibiakkan pada


media campuran pakan ayam dan jagung. Kotak pemeliharaan larva serangga
inang C. cephalonica berukuran 34 cm x 26 cm x 7 cm, berisi campuran pakan
ayam dan dedak dengan perbandingan 1:2. Kotak peneluran berbentuk silinder
terbuat dari karton dengan diameter 8 cm dan tinggi 20 cm, dengan bagian atas
dan bawah kotak peneluran terbuat dari kawat kassa 25 mesh, dan ditutupi dengan
kertas buram. Kertas karton manila berukuran 2 cm x 2 cm, yang memuat 1000
butir telur C. cephalonica atau disebut juga pias telur. Gum arabic yang berfungsi
untuk menempelkan telur C. cephalonica pada pias.

Madu sebagai pakan

parasitoid T. pretiosum. Bahan-bahan yang diperlukan saat pelepasan antara lain


pita yang digunakan sebagai perekat pias dan tabung reaksi pada bambu ajir di
lapangan, kertas buram berfungsi sebagai alas penyimpanan telur C. cephalonica,
tisu sebagai penutup tabung reaksi, kertas label yang digunakan sebagai
keterangan perlakuan dan data yang diambil di lapangan, serta minyak gemuk
untuk melindungi telur dari serangan predator.

Peralatan yang digunakan dalam penelitian adalah bambu ajir sebagai


penanda tanaman kedelai yang akan ditempelkan pias dan titik pelepasan
parasitoid. Tabung reaksi ukuran 30 mm x 200 mm yang berguna sebagai tempat
pemeliharaan parasitoid dan penyimpanan telur dan larva yang diambil dari
lapangan. Cawan petri sebagai tempat penyimpanan pias yang disterilkan dan
pias yang dibawa ke lapangan. Gunting digunakan untuk memotong kertas karton
manila sesuai dengan yang diinginkan dan untuk memotong pita. Kuas berfungsi
untuk mengambil parasitoid saat membedakan antara parasitoid betina dan jantan
dan membersihkan tabung reaksi sebelum dicuci.

Pinset digunakan untuk

memasukkan pias dalam tabung reaksi dan mengambil pias yang telah berada
dalam tabung reaksi selama 24 jam. Lemari pendingin (freezer) sebagai tempat
mensterilkan telur C. cephalonica. Mikroskop untuk mengamati telur-telur yang
terparasit. Jarum digunakan untuk menusuk telur yang tidak terparasit. Lampu
duduk berfungsi sebagai penerangan saat pengamatan.

Oven berfungsi untuk

mensterilkan media hidup C. cephalonica.

Metode
Pemeliharaan Serangga Inang C. cephalonica
Media campuran pakan ayam dan dedak disterilkan dengan oven untuk
mematikan organisme kontaminan yang terbawa dalam media. Media dengan
ketebalan 3 cm kemudian dimasukkan dalam kotak pemeliharaan larva
C. cephalonica. Telur atau larva C. cephalonica dimasukkan ke dalam kotak
pemeliharaan yang telah berisi media dengan kepadatan 2 - 3 telur atau ulat per
cm. Kotak pemeliharaan ditutup dan disimpan pada rak penyimpanan dengan
suhu kamar sampai imago C. cephalonica muncul.

Kemunculan imago

C. cephalonica memerlukan waktu selama 5 - 7 minggu. Imago yang muncul


diambil dengan menggunakan tabung reaksi, lalu dikumpulkan dan dimasukkan
ke dalam kotak peneluran. Kotak peneluran disimpan pada posisi tegak dan
dialasi dengan kertas buram.

Selama dalam kotak peneluran, imago

C. cephalonica tidak memerlukan makanan. Telur-telur C. cephalonica akan


diletakkan pada bagian atas dan dasar kotak peneluran.

Telur-telur

C. cephalonica diambil setiap pagi hari. Telur-telur yang menempel pada kawat

kassa disikat dengan kuas dan ditampung sementara di atas kertas buram. Setelah
terkumpul, telur-telur tersebut dibersihkan dari sisa-sisa kotoran dan imago yang
mati dengan cara mengalirkan telur-telur tersebut pada selembar kertas buram dan
ditampung pada kertas buram lain. Hal tersebut dilakukan berulang kali hingga
kotoran dan sisa-sisa imago tidak ada lagi.

Telur-telur yang telah bersih

dimasukkan dalam cawan petri, kemudian digunakan untuk pembiakan parasitoid


dan sebagian lagi untuk pembiakkan C. cephalonica.

Perbanyakan Parasitoid Telur Trichogramma pretiosum


Telur C. cephalonica direkatkan pada pias dengan cara menaburkan telur
secara merata pada pias yang telah diberi gum arabic. Pias berukuran 2 cm x 2 cm
dan dapat menampung 1000 butir telur.

Telur C. cephalonica pada pias

dimasukkan dalam lemari pendingin (freezer) selama 120 menit untuk


mematikan telur tersebut. Bila telur tidak dimatikan, telur akan menetas dan larva
dapat memakan telur-telur yang terparasit. Pias dengan telur steril dimasukkan
dalam tabung reaksi (satu pias untuk satu tabung) yang di dalamnya telah
dimasukkan imago parasitoid. Jumlah imago parasitoid ya ng berada pada tabung
reaksi berjumlah 500 ekor. Tabung reaksi ditutup dengan tisu dan diikat dengan
karet. Tabung reaksi disimpan pada rak dengan posisi mulut tabung menjauhi
arah datangnya sinar. Setelah 24 jam, pias telur yang berada dalam tabung
reaksi diambil dan dipindahkan ke tabung reaksi lain.

Telur pada pias yang

terparasit akan berubah warna menjadi hitam pada hari ke-3. Imago parasitoid
akan muncul 8 - 10 hari setelah telur C. cephalonica terparasit. Setiap hari, imago
parasitoid diberikan pakan madu pada sisi tabung reaksi dengan menggunakan
jarum (cukup dengan sedikit olesan saja).

Persiapan Lahan Kedelai


Persiapan lahan dilakukan selama satu bulan. Persiapan lahan meliputi
pengolahan tanah, pembersihan gulma, pemupukan, dan penana man kedelai.
Pengolahan tanah dan pembersihan gulma dilakukan secara manual dengan
menggunakan cangkul.

Pupuk kandang disebarkan secara merata di lahan.

Pemberian kapur dan pupuk kandang dilakukan secara bersamaan setelah

pengolahan tanah, dengan dosis kapur dan pupuk kandang masing- masing sebesar
2.000 kg/ha dan 20.000 kg/ha.
Dua benih dimasukkan dalam satu lubang. Benih kedelai yang ditanam
adalah varietas Willis yang berasal dari Balitro. Kedelai ditanam dengan jarak
tanam 25 cm x 25 cm. Pemupukan pertama (urea, TSP, dan KCl) dilaksanakan
secara bersamaan di sekitar lubang benih, dengan dosis berturut-turut 83,33 kg/ha,
150 kg/ha, dan 150 kg/ha.

Aplikasi kedua dengan urea dilakukan menjelang

tanaman berbunga (6 MST - 8 MST). Setelah seminggu, penyulaman dilakukan


terhadap tanaman yang mati. Pengairan dilakukan secara manual. Penyiangan
dilakukan sebanyak dua kali yaitu pada saat tanaman berumur 2 - 3 MST dan
tanaman mulai berbunga (6 MST - 8 MST). Lahan pertanaman kedelai yang
luasnya 600 m, dibagi menjadi tiga petak percobaan yang masing- masing
berukuran 10 m x 20 m.

Studi Tanggap Fungsional T. pretiosum


Studi tanggap fungsional T. pretiosum dilakukan dengan memasang
pias-pias yang berisi berbagai tingkat kepadatan telur C. cephalonica pada
pertanaman kedelai, kemudian mengamati tingkat parasitisasi telur pada pias-pias
tersebut oleh T. pretiosum.

Untuk menambahkan populasi T. pretiosum di

pertanaman kedelai, maka dilepaskan imago parasitoid pada setiap pemasangan


pias.
Pemasangan pias-pias telur dilakukan pada pagi hari sekitar pukul 06:30
WIB. Pias dengan berbagai kepadatan telur yang berbeda dipasang pada tanaman
kedelai yang dipilih secara melingkar dengan jarak 1 m dari titik pelepasan. Titik
pelepasan parasitoid terletak pada bagian tengah setiap petak percobaan.
Sebanyak 18 tanaman pada masing- masing petak yang terpilih ditandai dengan
bambu ajir (Gambar lampiran 1). Pemilihan tanaman dilakukan saat tanaman
berumur 2 MST.
Alur pemasangan telur berlawanan dengan arah jarum jam.

Pias-pias

dengan berbagai kepadatan telur yang berbeda (20, 40, 80, 160, 320, 640 butir)
ditempelkan pada permukaan bawah daun kedelai (Gambar lampiran 2). Setelah
penempelan pias, batang terdekat dengan pias diolesi dengan minyak gemuk.

Koleksi pias-pias telur perangkap dilakukan 8 jam setelah pelepasan


parasitoid. Koleksi tersebut dibawa ke laboratorium dan disimpan dalam tabung
reaksi pada suhu ruang. Pengamatan dilakukan setiap hari untuk melihat apakah
ada telur yang terparasit atau telur ya ng menetas sebagai larva.
Pelepasan parasitoid dilaksanakan sejak tanaman berumur 3 MST.
Pelepasan dilakukan sebanyak lima kali dengan selang waktu satu minggu.
Jumlah parasitoid yang dilepas adalah 2.000 individu per petak. Tabung reaksi
yang berisi parasitoid direkatkan pada bambu ajir dengan posisi tegak lurus
(Gambar lampiran 3), lalu tutup tabung dibuka secara bersamaan antar petak.
Pelepasan parasitoid dilaksanakan pada pagi hari sekitar pukul 07:00 WIB.

Kemapanan T. pretiosum dan Pengaruhnya pada Serangga Lain


Pelepasan parasitoid terakhir dilakukan ketika tanaman berumur 8 MST.
Namun, pemasangan pias-pias perangkap tetap dilaksanakan untuk melihat
apakah parasitoid yang dilepas mampu bertahan (mapan) atau tidak. Pemasangan
pias-pias dilakukan sebanyak 4 kali dengan interval waktu satu minggu. Proses
pemasangan pias dan pemaparannya di lapangan sama dengan proses saat
pelepasan parasitoid.
Pengaruh pelepasan parasitoid telur T. pretiosum pada serangga lain pada
pertanaman kedelai diamati dengan melakukan pengambilan contoh telur-telur
serangga hama yang berada pada pertanaman kedelai secara diagonal. Telur-telur
yang terambil selanjutnya dimasukkan dalam tabung reaksi dan

disimpan di

laboratorium pada suhu ruang. Telur-telur yang terparasit dipelihara dan diamati
setiap hari sampai parasitoid muncul.
diidentifikasi.

Parasitoid yang muncul selanjutnya

Rancangan Percobaan
Penelitian dilakukan dengan menggunakan rancangan acak kelompok
(RAK). Perlakuannya adalah kepadatan telur C. cephalonica yang berbeda (20,
40, 80, 160, 320, 640 butir) yang masing- masing terdiri dari tiga ulangan. Data
yang diperoleh dianalisis menggunakan program SAS dan selanjutnya dilakukan
uji Duncan pada taraf 5%. Analisis regresi sederhana digunakan untuk melihat
hubungan antara jumlah telur terparasit dan kepadatan telur.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Tanggap Fungsional Trichogramma pretiosum
Interaksi antara parasitoid- inang merupakan salah satu faktor penting
dalam menentukan keberhasilan parasitoid sebagai agens hayati.
populasi inang akan mempengaruhi populasi parasitoid.
inang-parasitoid adalah tanggap fungsional.

Perubahan

Salah satu interaksi

Tanggap fungsional pada intinya

menggambarkan hubungan antara jumlah inang/mangsa yang diparasit/dimakan


oleh parasitoid/predator (Hassell 2000).
Grafik-grafik tanggap fungsional parasitoid T. pretiosum pada inang
C .cephalonica menunjukkan bahwa kepadatan telur inang berpengaruh terhadap
jumlah telur inang yang terparasit. Hal tersebut dapat dilihat pada gambar 1, 3, 4,
dan 5, dimana pada kepadatan telur 640 jumlah telur terparasit yang tertinggi.
Pada gambar 2, grafik hubungan antara kepadatan telur dengan jumlah telur yang
terparasit cenderung menurun dengan nilai R2 = 0.287. Meskipun nilainya kecil,
hubungan antara kepadatan telur inang dengan jumlah telur terparasit berkorelasi

jumlah telur terparasit

positif.

20
15
y = 0,1249x2 - 0,3345x + 0,276
R2 = 0,9753

10
5
0
20

40

80

160

320

640

kepadatan telur

Gambar 1 Hubungan antara kepadatan telur inang C. cephalonica dengan jumlah


telur inang terparasit pada saat tanaman berumur 3 MST

jumlah telur terparasit

20
15
y = -0,1162x2 + 0,9582x
R2 = 0,2414

10
5
0
20

40

80

160

320

640

kepadatan telur

jumlah telur terparasit

Gambar 2 Hubungan antara kepadatan telur inang C. cephalonica dengan jumlah


telur inang terparasit pada tanaman berumur 4 MST

20
15
y = 0,2858x - 0,2598
R2 = 0,3537

10
5
0
20

40

80

160

320

640

kepadatan telur

jumlah telur terparasit

Gambar 3 Hubungan antara kepadatan telur inang C. cephalonica dengan jumlah


telur inang terparasit pada saat tanaman berumur 5 MST

20
15
10

y = 0,2102x2 - 0,8878x + 2,6213


R2 = 0,4599

5
0
20

40

80

160

320

640

kepadatan telur

Gambar 4 Hubungan antara kepadatan telur inang C. cephalonica dengan jumlah


telur inang terparasit pada saat tanaman berumur 6 MST

jumlah telur terparasit

20
y = 1,1607x2 - 5,9125x + 6,8113
R2 = 0,7092

15
10
5
0
-5

20

40

80

160

320

640

kepadatan telur

Gambar 5 Hubungan antara kepadatan telur inang C. cephalonica dengan jumlah


telur inang terparasit pada saat tanaman berumur 7 MST
Grafik 1,4,5 menunjukkan adanya kecenderungan tanggap fungsional tipe
3. Hal tersebut dapat dilihat dari peningkatan jumlah telur terparasit yang tinggi
pada populasi inang yang makin tinggi. Peningkatan populasi inang yang cukup
tinggi membuat jumlah inang yang diparasit pun makin meningkat. Oaten and
Murdoch (1975 dalam Bernstein 2000) tanggap fungsional tipe 3 memiliki
kestabilan sistem inang-parasitoid. Kestabilan dapat dicapai jika parasitoid yang
digunakan

adalah

parasitoid

polifag

yang

mampu

beralih

mangsa

(Tarumingkeng 1994).
Gambar 2 menunjukkan bahwa T. pretiosum memiliki tanggap fungsional
tipe 2. Tanggap fungsional tipe 2 memiliki handling time yaitu interval waktu
antara pencarian inang pertama dan keseluruhan pencarian inang-inang lainnya
(masa penanganan inang). Waktu yang tersedia untuk pencarian inang berkurang
karena handling time, akibatnya respon meningkat dan kemudian menurun
sejumlah inang yang diparasit (kisaran inang tertentu).

Parasitoid biasanya

bergerak secara bebas diantara patch dalam lingkungan patch, sehingga penting
mempertimbangkan waktu yang parasitoid habiskan dalam patch dengan
kepadatan inang yang berbeda.
Berdasarkan model perilaku, spesies parasitoid yang memperlihatkan
tanggap fungsional tipe 2 diperkirakan tidak mampu mengatur populasi hama
yang menjadi inangnya (Hassell 2000).

Berapapun jumlah inang maka laju

parasitisasinya akan tetap sama, yang berarti tidak ada perubahan tanggap
fungsional parasitoid terhadap kepadatan inang.
Gambar 3 menunjukkan tanggap fungsional yang mengarah hubungan
yang bersifat linear (tipe 1). Grafik mengalami peningkatan secara linear dengan

kepadatan telur kemudian mencapai titik maksimum, tingk at parasitisasi


selanjutnya akan bersifat konstan.
Interaksi inang-parasitoid pada tanggap fungsional tipe 1 dan 2
menunjukkan kestabilan yang rendah, karena pada kedua tipe tersebut tingkat
parasitisasi menurun dengan meningkatnya populasi inang (Tarumingkeng 1994).
Tanggap fungsional tipe 3 memiliki interaksi inang-parasitoid yang lebih stabil
dibandingkan tipe 1 dan 2.

Pada tipe 3, terdapat kecenderungan parasitoid

memarasit meningkat pada populasi inang yang lebih banyak, maka peluang
tingkat parasitisasi akan meningkat. Parasitoid yang memiliki tanggap fungsional
tipe 3 di alam menunjukkan bahwa parasitoid tersebut secara alami dapat
mengendalikan inangnya.
Tipe tanggap fungsional yang dapat berubah pada parasitoid telur
T. pretiosum menunjukkan bahwa pemanfaatan parasitoid tersebut akan
memerlukan bantuan manusia untuk mendukung keefektifannya.

Perencanaan

yang matang seperti waktu pelepasan, tipe tanaman, jenis hama dan lain- lain
diperlukan untuk mendukung keberhasilan pemanfaatan T. pretiosum.
Perubahan tipe tanggap fungsional dari tipe satu ke lainnya dapat
disebabkan oleh perubahan perilaku parasitoid dalam penerimaan inang pada suhu
yang berbeda, kemampuan reproduksi, dan lama hidup parasitoid betina.
Perbedaan tipe tanggap fungsional tiap pelepasan dapat terjadi karena kondisi
lapangan yang terus berubah (Wang & Ferro 1998).

Fluktuasi hujan dan

intensitas cahaya di lapangan dapat mempengaruhi aktifitas dan perilaku


parasitoid yang kemudian juga mempengaruhi tingkat parasitisasi (Wang & Ferro
1998).
Analisis data menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan secara signifikan
jumlah telur terparasit pada kepadatan telur inang yang berbeda kecuali pelepasan
ke-1. Tabel 1 memperlihatkan bahwa pada pelepasan 1 terdapat perbedaan yang
nyata (P = 0.008; Tabel lampiran 1) jumlah telur terparasit pada kepadatan telur
yang berbeda. Pada pelepasan 1, terdapat hubungan yang bersifat positif antara
kepadatan telur dan tingkat parasitisasi.

Semakin banyak telur inang yang

tersedia, maka tingkat parasitisasi akan meningkat pula.

Jumlah telur terparasit pada pelepasan ke-2, 3, 4, dan 5 tidak berbeda nyata
pada kepadatan telur inang yang berbeda (P2 = 0.42; Tabel lampiran 2),
(P3 = 0.11; Tabel lampiran 3), (P4 = 0.43 ; Tabel lampiran 4), (P5 = 0.21; Tabel
lampiran 5). Rata-rata pelepasan menunjukkan tingkat parasitisasi yang tertinggi
pada kepadatan telur 640 butir.
Tabel 1 Jumlah telur terparasit pada berbagai kepadatan telur perangkap oleh
T. pretiosum yang dilepaskan pada berbagai umur tanaman kedelai
Jumlah telur terparasit (butir)SDa

Kepadatan
telur
(butir)
3 MST

4 MST

5 MST

6 MST

7 MST

20
0.000.00b 1.222.54a 0.000.00a 1.442.96a 1.003.00a
40
0.220.44b 0.000.00a 0.000.00a 1.675.00a 0.000.00a
80
0.330.71b 1.223.31a 1.783.56a 4.004.61a 1.785.33a
160
1.112.98ab 3.677.53a 0.000.00a 1.113.33a 3.336.78a
320
1.451.94ab 2.224.32a 0.782.33a 2.224.66a 0.110.33a
640
2.892.31a 0.891.54a 1.893.06a 5.789.39a 5.229.01a
a
Rataan pada lajur yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan
tidak berbeda nyata (uji duncan, a=0,05)
Rendahnya tingkat parasitisasi pada tabel 1 dapat disebabkan oleh
berbagai faktor seperti faktor biologi, fisik lingkungan, dan kimia.

Berbagai

faktor tersebut di atas mempengaruhi perilaku parasitoid dalam tahap penemuan


inang, yang berpengaruh terhadap tingkat parasitisasi parasitoid.
Faktor biologi, fisik lingkungan, dan kimia sangat mempengaruhi
parasitoid dalam menemukan inang.

Faktor biologi seperti lama hidup,

kebugaran, lama generasi, ukuran tubuh, dan lain- lain mempengaruhi aktifitas
parasitoid di lapangan.

Faktor fisik lingkungan seperti cahaya, embun,

kelembaban, suhu, warna dan bentuk tanaman dapat dijadikan sinyal oleh
parasitoid untuk menemukan habitat inangnya. Kalyebi et al. (2005) menyatakan
bahwa suhu memiliki pengaruh yang signifikan terhadap tanggap fungsional.
Wang and Ferro (1998) melaporkan bahwa tanggap fungsional T. ostriniae
dapat berubah dari tanggap fungsional tipe yang satu ke tipe lainnya tergantung
kondisi lingkungan. Perubahan ini mungkin berkaitan dengan perilaku pencarian

oleh parasitoid.

Perubahan suhu mempengaruhi aktifitas perilaku parasitoid

misalnya dalam penanganan dan laju pencarian inang. Peningkatan suhu sampai
pada suhu tertentu dapat menurunkan masa penanganan inang. Laju parasitisasi
akan meningkat dengan meningkatnya suhu sampai batas tertentu karena interval
waktu parasitisasi menjadi lebih pendek. Faktor kimia seperti senyawa kimia
yang dikeluarkan tanaman dapat menjadi tanda bagi parasitoid dalam menemukan
inangnya.
Arsitektur lahan (ukuran, bentuk, kepadatan) dan morfologi tanaman
(tulang daun, rambut, bentuk jaringan) juga mempengaruhi perilaku parasitoid
dalam pencarian inang dan keberhasilannya dalam parasitisasi (Bigler et al. 1997).
Keragaman fisik dari suatu habitat mempengaruhi tanggap fungsional parasitoid
terhadap kepadatan inang.

Hal ini berkaitan dengan habitat sebagai tempat

berlindung dan sumber makanan alternatif parasitoid.

Perubahan bentuk dan

ukuran tanaman dapat mempengaruhi laju pencarian dan kemampuan bertahan


parasitoid di tanaman tersebut.
Kemapanan Parasitoid T. pretiosum
Parasitisasi oleh parasitoid yang dilepas pada telur perangkap setelah
pelepasan terakhir dapat menunjukkan kemapanan parasitoid yang dilepaskan.
Tabel 2 memperlihatkan bahwa tidak ada perbedaan yang nyata dalam jumlah
telur yang terparasit pada telur perangkap dengan kepadatan yang berbeda.
Tabel 2 Jumlah telur terparasit pada berbagai kepadatan telur perangkap pada
berbagai umur tanaman kedelai (tanpa pelepasan parasitoid)
Kepadatan
telur (butir)

Jumlah telur terparasit (butir)SDa


8 MST

9 MST

10 MST

11 MST

20
0.000.00a
1.222.54a
0.000.00a
0.000.00a
40
0.110.33a
0.000.00a
0.000.00a
0.000.00a
80
0.000.00a
1.223.31a
0.000.00a
0.000.00a
160
0.672.00a
3.677.53a
0.000.00a
0.000.00a
320
0.000.00a
2.224.32a
0.000.00a
0.000.00a
640
2.677.26a
0.891.54a
0.000.00a
0.000.00a
a
Rataan selajur yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda
nyata (uji duncan, a=0,05)

Kemapanan parasitoid di lapangan dipengaruhi oleh kemampuan


pencarian inang, faktor lingkungan, kualitas parasitoid dan keberadaan nutrisi
(Hassan 1994). Tabel 2 menunjukkan bahwa parasitoid yang dilepaskan hanya
bertahan pada saat tanaman berumur 8 MST dan 9 MST atau dua minggu setelah
pelepasan parasitoid terakhir. Hal tersebut sesuai dengan lama hidup parasitoid
yang berkisar antara 7 - 14 hari.
Kemapanan parasitoid di lapangan juga berhubungan dengan kondisi
tanaman yang telah berada pada masa generatif akhir dan tidak tersedianya inang
dan pakan sehingga parasitoid diperkirakan terbang menuju tempat dimana
terdapat inang, pakan, dan perlindungan untuk dapat bertahan (Hassan 1994).
Saat tanaman memasuki masa generatif akhir (Gambar lampiran 4), terdapat
pertanaman jagung ya ng berdekatan dengan lahan pelepasan. Tanaman jagung
merupakan habitat yang sesuai bagi perkembangan serangga-serangga hama
Lepidoptera seperti Helicoverpa armigera dan Ostrinia sp. Serangga-serangga
hama tersebut merupakan inang Trichogramma, sehingga ada dugaan bahwa
parasitoid akan terbang ke pertanaman jagung.
Perpindahan parasitoid di pertanaman banyak dipengaruhi oleh pergerakan
angin dan kemampuan terbang. Penerbangan Trichogramma dapat dibagi tiga
macam yaitu jarak pendek, perpindahan lokal, dan penerbangan jarak jauh
(Bigler et al. 1997).
Serangga parasitoid mampu melakukan penerbangan rata-rata 5 - 8
kali/menit bahkan dapat meningkat sampai 10 kali atau lebih pada saat angin
tenang (Speight et al. 1999 dalam Usyati 2003).

Tingkat parasitisasi parasitoid

telur T. pretiosum pada inang C. cephalonica di lapangan pada arah yang


berlawanan dengan arah angin sebesar 76,97%, sedangkan yang menyebar searah
dengan arah angin hanya 23,03% (Usyati 2003). Penyebaran serangga tidak
selamanya searah dengan arah angin, karena ada faktor lain yang lebih menarik
untuk serangga yaitu adanya sumber makanan yang terletak berlawanan arah
dengan arah angin.
Pada pemasangan pias saat tanaman berumur 10 MST dan 11 MST terjadi
hujan sehingga telur perangkap diambil sebelum selesai waktu pemaparannya.
Hujan adalah salah satu faktor yang dapat menyebabkan punahnya parasitoid.

Faktor-faktor eksternal dan internal mempengaruhi keberhasilan pelepasan


parasitoid di lapangan.

Faktor eksternal yang berpengaruh adalah faktor

lingkungan (temperatur, angin, curah hujan, kelembaban, dan intensitas cahaya)


dan faktor musuh alami,

sementara faktor internal adalah kebugaran dan

pemilihan spesies parasitoid yang dilepas. Predator utama Trichogramma sp.


adalah semut, larva Chrysopid, larva dan imago Coccinellid ( Usyati 2003).

Parasitisasi T. pretiosum pada Serangga Lain


Pelepasan parasitoid T. pretiosum mempunyai pengaruh terhadap serangga
lain terutama ordo Lepidoptera yang berada dalam pertanaman kedelai. Hal ini
berkaitan dengan sifat generalis dari parasitoid T. pretiosum.
12
L. indicata

Jumlah hama

10

Telur famili Limacodidae


Telur R.linearis

Telur H.armigera
6

Telur famili Geometridae

4
2
0
8 MST

9 MST

10 MST

11 MST

Umur tanaman

Gambar 6 Grafik jumlah hama yang didapatkan selama sampling


Gambar 6 memperlihatkan bahwa jumlah serangga hama yang berada di
lahan relatif sedikit. Pada sampling pertama saat tanaman berumur 8 MST telah
didapatkan kelompok telur famili Limacodidae dan ulat penjalin daun
Lamprosema indicata (Lepidoptera: Pyralidae) terparasit.

Kelompok telur

tersebut berjumlah 10 butir, namun hanya 2 butir telur yang terparasit. Sampling
ke-2 saat tanaman berumur 9 MST menemukan satu telur Helicoverpa armigera
terparasit, telur famili Geometridae terparasit, tiga larva L. indicata terparasit.
Pada sampling ke-3 saat tanaman berumur 10 MST telah terkoleksi satu telur

H.

armigera terparasit, dua larva L. indicata terparasit, dan tiga telur Riptortus
linearis (Hemiptera: Alydidae) terparasit. Pada sampling terakhir saat tanaman

berumur 11 MST hanya didapatkan dua telur R. linearis terparasit dan kutu daun
Aphid craccivora (Hemiptera: Aphididae) yang terparasit.
Pada masa vegetatif, hama-hama yang dominan ditemukan adalah
L. indicata, A. craccivora, kumbang daun Phaedonia inclusia (Coleoptera:
Chrysomelidae), belalang Valanga spp. (Orthoptera: Acrididae), wereng hijau
Empoasca sp.(Homoptera: Cicadellidae), thrips Frankliniella (Thysanoptera:
Terebrantia), dan tungau (Acarina: Tetranychidae). Kepik R. linearis dan Nezara
viridula (Hemiptera: Pentatomidae) merupakan hama-hama yang mendominasi
saat fase generatif.
Sampling dilakukan pada saat tanaman berada pada fase generatif,
sehingga hama-hama yang terkoleksi pun sebagian besar hama yang berada pada
fase tersebut. Namun pada fase tersebut terdapat hama yang dapat dijumpai pada
fase vegetatif seperti L. indicata.

Keberadaan L. indicata didukung oleh

ketersediaan makanannya, karena L. indicata menyerang hanya bagian daun saja


(Kalshoven 1981). Pada awalnya sampling hanya dilakukan untuk mengambil
telur-telur hama yang berada pada pertanaman kedelai, akan tetapi dalam
sampling ditemukan

L. indicata yang terparasit sehingga ikut serta dalam

sampling.
Telur-telur hama yang dapat dikoleksi yaitu: telur ordo Lepidoptera dari
famili Limacodidae, famili Geometridae dan famili Noctuidae (H. armigera), ordo
Hemiptera dari famili Alydidae (R. linearis) dan famili Pentatomidae
(N. viridula). Telur-telur ordo Lepidoptera yang dikoleksi dan terparasit sebagian
besar diparasit oleh parasitoid telur T. pretiosum. Sedangkan telur-telur ordo
Hemiptera terparasit, akan muncul parasitoid telur Ooencyrtus sp (Hymenoptera:
Encyrtidae).

Jumlah parasitoid (ekor)

25
20

Ichneumonidae
Braconidae

15

Elasmidae sp A
Elasmidae sp B

10

T. pretiosum
5

Ooencyrtus sp.

0
8 MST

9 MST

10 MST

11 MST

Umur tanaman

Gambar 7 Jumlah parasitoid yang terkumpul dari sampling


Keragaman jenis parasitoid yang berada di pertanaman kedelai relatif
tinggi. Ada dua jenis parasitoid yang berada dalam lahan yaitu parasitoid telur
dan parasitoid larva. Gambar 7 memperlihatkan jenis dan jumlah parasitoid yang
ditemukan pada pertanaman kedelai.

Parasitoid yang ditemukan berasal dari

famili Ichneumonidae (Gambar lampiran 6), Braconidae (Gambar lampiran 7),


Elasmidae, Trichogrammatidae dan Encyrtidae (Gambar lampiran 8). Parasitoid
larva tergolong dalam famili Ichneumonidae, Braconidae, dan Elasmidae.
Parasitoid telur yang muncul tergolong dalam famili Trichogrammatidae dan
Encyrtidae.
Identitifikasi hingga tingkat famili pada parasitoid larva L. indicata
menemukan parasitoid dari famili Ichneumonidae, Braconidae, dan Elasmidae.
Pada famili Elasmidae terdapat dua spesies yang berbeda (Gambar lampiran 9 dan
10).

Tingkat parasitisasi parasitoid larva oleh Ichneumonidae, Braconidae,

Elasmidae spesies A dan Elasmidae spesies B berturut-turut adalah 12,5%; 12,5%;


25% dan 50%.
Parasitoid telur yang keluar berhasil diidentifikasi hingga tingkat spesies
yaitu T. pretiosum dan Ooencyrtus sp. Telur R. linearis terparasit oleh parasitoid
telur Ooencyrtus sp. dengan tingkat parasitisasi 66,67%.

Parasitoid telur

T. pretiosum muncul dari telur-telur ordo Lepidoptera.


Pengaruh pelepasan T. pretiosum dapat dilihat pada telur-telur ordo
Lepidoptera nontarget di lahan, sedangkan secara tidak langsung dapat dilihat
pada kompleks musuh alami (Howarth 1991). Secara morfologi, parasitoid telur
yang keluar dari telur-telur ordo Lepidoptera (famili Limacodidae dan Noctuidae)

yang terparasit adalah T. pretiosum sesuai dengan parasitoid telur yang


dilepaskan. Tingkat parasitisasi T. pretiosum pada telur-telur famili Limacodidae
dan H. armigera berturut-turut 20% dan 100%.
Kemunculan T. pretiosum pada telur-telur ordo Lepidoptera berkaitan
dengan preferensi Trichogramma
Lepidoptera.

yang lebih menyukai inang telur-telur ordo

Komponen sex feromon yang dikeluarkan ngengat memiliki

pengaruh terhadap kemampuan pencarian inang T. pretiosum, T. brassicae, dan


T. evanescens (Lewis et al. 1982; Kaiser et al. 1989; Noldus 1989 dalam
Nordlund 1994).
Pelepasan parasitoid memiliki pengaruh terhadap dinamika populasi inang
yang terdapat di pertanaman kedelai dimana parasitoid dilepas. Populasi inang
T. pretiosum yang utama di lahan pertanaman kedelai adalah H. armigera. Dari
gambar 6 dapat dilihat bahwa jumlah telur-telur H. armigera yang terkoleksi
relatif sedikit, tetapi tingkat parasitisasinya mencapai 100%. Hal yang sama juga
dilaporkan oleh Llewellyn (2002) bahwa pelepasan T. pretiosum di pertanaman
kedelai memiliki tingkat parasitisasi yang cukup tinggi yaitu 81%. Pelepasan
pretiosum ternyata mempengaruhi jumlah H. armigera yang berada di lahan.

T.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
Tipe tanggap fungsional T. pretiosum dapat berubah dari tipe satu ke tipe
lainnya. Perubahan ini dapat disebabkan oleh kondisi lingkungan pertanaman
kedelai yang berubah.

Tanggap fungsional tipe 3 memiliki interaksi

inang-parasitoid yang lebih stabil dibandingkan tipe 1 dan 2.


Kemapanan T. pretiosum pada pertanaman kedelai berlangsung selama 2
minggu. Ketersediaan inang dan pakan mempengaruhi kemapanan T. pretiosum
di pertanaman kedelai.

Penyebaran parasitoid pada pertanaman kedelai

dipengaruhi oleh pergerakan angin dan kemampuan terbang.


Pada pertanaman kedelai ditemukan parasitoid larva dan parasitoid telur.
Parasitoid larva L. indicata tergolong dalam famili Ichneumonidae, Braconidae,
dan Elasmidae. Parasitoid telur yang muncul adalah Ooencyrtus sp. dari telur
R. linearis dan T. pretiosum. Pengaruh pemanfaatan T. pretiosum secara langsung
dapat dilihat pada telur-telur ordo Lepidoptera.

Saran
Penelitian ini dapat dilanjutkan dengan pemasangan inang utama
T. pretiosum yaitu H. armigera pada habitat tanaman asli.

Survey me ngenai

keberadaan musuh alami di pertanaman kedelai dapat dijadikan informasi penting


tentang keberadaan T. pretiosum, sebelum pelepasan parasitoid telur tersebut.

DAFTAR PUSTAKA
Bernstein C. 2000. Host-parasitoid models: the story of a successful failure. Di
dalam: Hochberg ME, Ives AR, editor. Parasitoid Population Biology. New
Jersey: Princeton University Press. hlm 41-57.
Bigler F, Suverkropp BP, Cerutti F. 1997. Host searching by Trichogramma and
its implications for quality control and release techniques. Di dalam: Andow
DA, Ragsdale DW, Nyvall RF. editor. Ecological Interactions and
Biological Control. USA: Westview Press. hlm 240-251.
Borror DJ, Triplehorn CA, Johnson NF. 1996. Pengenalan Pelajaran Serangga.
Penerjemah: Partosoedjono S. Terjemahan dari: An Introduction To The
Study Of Insects. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Buchori D. 2003. Tanggap fungsional, fluktuasi asimetri, jumlah betina penemu
dan ketersediaan pakan: kajian ekologi reproduksi serta implikasinya bagi
keberhasilan pelepasan parasitoid telur Trichogramma pretiosum Riley
(Hymenoptera: Trichogrammatidae). Laporan penelitian Hibah Bersaing
Perguruan Tinggi Tahun Anggaran 2003/2004. Bogor: IPB.
Buchori D, Hidayat P, Kartosuwondo U, Harahap IS, Nurmansyah A. 1998.
Dinamika interaksi antara parasitoid Trichogramma (Hymenoptera:
Trichogrammatidae) dan inangnya: faktor-faktor yang berpengaruh
terhadap kualitas Trichogramma sebagai agens pengendalian hayati.
Laporan Kemajuan Hibah Bersaing Perguruan Tinggi VII/I Tahun
Anggaran 1998/1999. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Depdikbud.
Bogor: IPB.
Clausen CP. 1940. Entomophagous Insects. New York: McGraw Hill Book
Company.
Doutt RL, Viggiani G. 1968. The Classification of the Trichogrammatidae
(Hymenoptera: Chalcidoidea). Proceedings of the California. Academy of
Sciences ed ke-4 35(20): 477-586.
Greenberg SM, Nordlund DA, Wu Z. 1998. Influence of rearing host on adult size
and ovipositional behavior of mass produced female Trichogramma
minutum Riley and Trichogramma pretiosum Riley (Hymenoptera:
Trichogrammatidae). Biol Con 11: 43-48.
Grissell EE, Schauff ME. 1990. A Handbook of The Families of Nearctic
Chalcidoidea (Hymenoptera). The Entomological Society of Washington,
Washington DC.

Hassan SA. 1994. Strategies to select Trichogramma species for use in biological
control. Di dalam: Wajnberg E, Hassan SA, editor. Biological Control With
Egg Parasitoids. UK: CAB International. hlm 55-72.
Hassell, Michael P. 2000. The Spatial and Temporal Dynamics of Host-Parasitoid
Interactions. New York: Oxford University Press.
Howarth FG. 1991. Environmental impacts of classical biological control. Annu
Rev Entomol. 36: 485-509.
Kalshoven LGE. 1981. The Pest of Crops in Indonesia. Penerjemah: PA van der
Laan. Terjemahan dari: De Plagen van de Cultuurgewassen in Indonesie.
Jakarta: Ichtiar Baru-Van Hoeve.
Kalyebi A, Overholt WA, Schulthess F, Mueke JM, Hassan SA, Sithanantham S.
2005. Functional response of six indigenous trichogrammatid egg
parasitoids (Hymenoptera: Trichogrammatidae) in Kenya: influence of
temperature and relative humidity. Biol Con 32: 164-171.
Knutson A. 2002. The Trichogramma Manual. The Texas Agricultural University
System.
(http://www.insects.tamu.edu/extension/bulletins/b-6071 html)
[31 Juli 2005]
Li YL. 1994. Worldwide use of Trichogramma for biological control on different
crops: a survey. Di dalam: Wajnberg E, Hassan SA, editor. Biological
Control With Egg Parasitoids. UK: CAB International. hlm 37-54.
Liau SS. 1991. The IPM experience in plantation crops. Di dalam: Integrated
Pest Management in The Asia Pasific Region. Proceeding of the Conference
on Integrated Pest Management in The Asia Pasific Region; Kualalumpur,
23-27 September 1991. Malaysia: CAB International. Asian Development
Bank.
Llewellyn R. 2002. Releases of Trichogramma pretiosum in soybeans.
(http://www.bioresources.com.au/pdf downloads/ trichs%20 in%20 soybean.
Pdf) [17 Juli 2005]
Losey JE, Calvin DD. 1995. Quality assesment of four commercially available
species of Trichogramma (Hymenoptera: Trichogrammatidae). J Econ.
Entomol 88(5): 1243-1251.
Matadha D, Hamilton GC, Lashomb JH, Zhang J. 2005. Ovipositional preferences
and functional response of parasitoids of euonymus scale, Unapis euonymi
(Comstock) and San Jose scale, Quadraspidiotus perniciosus (Comstock)
(Homoptera: Diaspididae). Biol Con 32: 337-347.

Monje JC, Zebitz CPW, Ohnesorge B. 1999. Host and host age preference of
Trichogramma galloi and T. pretiosum (Hymenoptera: Trichogrammatidae)
reared on different hosts. Ann of Entomol Soc Amer 92(1): 97-103.
Nordlund DA. 1994. Habitat location by Trichogramma. Di dalam: Wajnberg E,
Hassan SA, editor. Biological Control With Egg Parasitoids. UK: CAB
International. hlm 155-164.
Orr DB, Salazar CG, Landis DA. 2000. Trichogramma nontarget impacts: a
method for biological control risk assessment. Di dalam: Follet, Peter A. &
Duan JJ, editor. Nontarget Effects of Biological Control. hlm 111-124.
Pinto JD, Stouthamer R. 1994. Systematics of the Trichogrammatidae with
emphasis on Trichogramma. Di dalam: Wajnberg E, Hassan SA, editor.
Biological Control With Egg Parasitoids. UK: CAB International. hlm 1-36
Ramlan. 2001. Kajian pelepasan populasi parasitoid Trichogrammatidae untuk
pengendalian Helicoverpa armigera (Hubner) dan dampaknya terhadap
komunitas arthropoda pada pertanaman kedelai [tesis]. Bogor: Program
Pascasarjana. IPB.
Smith SM. 1996. Biological control with Trichogramma; advances, successes, and
potential of their use. Annu Rev Entomol 41: 375-406.
Strand MR. 1985. The physiological interactions of parasitoids with their hosts
and their influence on reproductive strategies. Di dalam: Waage J and
Greathead D, editor. Insect Parasitoid. 13 th Symposium of The Royal
Entomological Society of London. Department of Physics Lecture Theatre
Imperial College; London, 18-19 Sept 1985. London: Academic Press
London. hlm 97-136
Suh CPC, Orr DB, Duyn JWV, Borchert DM. 2000. Trichogramma exiguum
(Hymenoptera: Trichogrammatidae) releases in North Carolina cotton:
evaluation of Heliothine pest supression. Ann of Entomol Soc Amer
93(4): 1127-1136.
Tarumingkeng RC. 1994. Dinamika Populasi Kajian Ekologi Kuantitatif. Jakarta:
Pustaka Sinar Harapan dan Universitas Kristen Krida Wacana.
Usyati N. 2003. Hubungan antara ciri kebugaran Trichogrammatoidea armigera
Nagaraja (Hymenoptera: Trichogrammatidae) di laboratorium dan
keberhasilan parasitisasi di lapangan dengan teknik spot release [tesis].
Bogor: Program Pascasarjana. IPB.
Vasquez LA, Shelton AM, Hoffmann MP, Roush RT. 1997. Laboratory
evaluation of commercial Trichogrammatid products for potential use
against Plutella xylostella (L.) (Lepidoptera: Plutellidae). Biol Con
9:
143-148.

Wang B & D. Ferro. 1998. Functional reponse of Trichogramma ostriniae


(Hymenoptera: Trichogrammatidae) to Ostrinia nubilalis (Lepidoptera:
Pyralidae) under laboratory and field conditions. Environ Entomol 27(3):
752-758.
Widodo D. 1987. Hama dan Penyakit Padi. Jakarta: CV Pustaka Buana.
Widyarti NAP. 2003. Tanggap fungsional Telenomus remus (Hymenoptera:
Scelionidae) pada suhu yang berbeda [skripsi]. Bogor: Jurusan Hama dan
Penyakit Tumbuhan. Fakultas Pertanian. Bogor: IPB.

LAMPIRAN

Gambar Lampiran 1 Petak dengan 18 tanaman contoh berjarak 1 m dari titik


pelepasan

Gambar Lampiran 2 Penempelan pias pada permukaan bawah daun

Gambar Lampiran 3 Posisi tabung berisi parasitoid tegak lurus saat pelepasan
parasitoid

Gambar Lampiran 4 Kondisi lahan saat fase generatif akhir

Gambar Lampiran 5 Imago betina T. pretiosum

Gambar Lampiran 6 Parasitoid larva L. indicata famili Ichneumonidae

Gambar Lampiran 7 Parasitoid larva L. indicata famili Braconidae

Gambar Lampiran 8 Parasitoid telur Ooencyrtus sp famili


Encyrtidae

Gambar Lampiran 9 Parasitoid larva L. indicata famili Elasmidae spesies a

Gambar Lampiran 10 Parasitoid larva L. indicata famili Elasmidae spesies b

RAK Pelepasan parasitoid pada berbagai umur tanaman


Tabel lampiran 1

Hasil analisis data telur terparasit pada


pelepasan
parasitoid saat tanaman berumur
3 MST
General Linear Models Procedure
Class Level Information
Class

Levels

Values

TLR

20 40 80 160 320 640

KEL

1 2 3

Number of observations in data set = 54


General Linear Models Procedure
Dependent Variable: PRST
Source

DF

Sum of
Squares

Mean
Square

F Value

Pr > F

Model

66.2222

9.4603

3.21

0.0075

Error

46

135.7778

2.9517

Corrected Total
PRST Mean
1.000000

53

202.00000000

R-Square

C.V.

Root MSE

0.327833

171.8049

1.718049

General Linear Models Procedure


Dependent Variable: PRST
Source
Pr > F

DF

Type I SS

Mean Square

F Value

TLR
0.0084
KEL
0.1083

52.44444444

10.48888889

3.55

13.77777778

6.88888889

2.33

Source
Pr > F

DF

Type III SS

Mean Square

F Value

TLR
0.0084
KEL
0.1083

52.44444444

10.48888889

3.55

13.77777778

6.88888889

2.33

General Linear Models Procedure


Duncan Grouping

Mean

TLR

A
A
A

2.8889

640

1.4444

320

1.1111

160

0.3333

80

0.2222

40

0.0000

20

B
B
B
B
B
B
B
B
B

Tabel lampiran 2

Hasil analisis data telur terparasit pada


pelepasan
parasitoid saat tanaman berumur
4 MST
General Linear Models Procedure

Dependent Variable: PRST


Source
Pr > F

DF

Sum of
Squares

Mean
Square

F Value

Model
0.1191

175.9074074

25.1296296

1.76

46

657.5185185

14.2938808

Corrected Total 53

833.4259259

Error

R-Square

C.V.

Root MSE

0.211065

245.9749

3.780725

PRST Mean
1.537037
General Linear Models Procedure
Dependent Variable: PRST
Source
Pr > F

DF

Type I SS

Mean Square

F Value

TELUR
0.4252
KEL
0.0341

71.8703704

14.3740741

1.01

104.0370370

52.0185185

3.64

Source
Pr > F

DF

Type III SS

Mean Square

F Value

TELUR
0.4252
KEL

71.8703704

14.3740741

1.01

104.0370370

52.0185185

3.64

General Linear Models Procedure


Duncan Grouping

Mean

TELUR

A
A
A
A
A
A
A
A
A
A
A

3.667

160

2.222

320

1.222

80

1.222

20

0.889

640

0.000

40

Tabel lampiran 3

Hasil analisis data telur terparasit pada


pelepasan
parasitoid saat tanaman berumur
5 MST
General Linear Models Procedure

Dependent Variable: PRST


Source
Pr > F

DF

Sum of
Squares

Mean
Square

F Value

Model
0.0473

66.31856713

9.47408102

2.25

Error

45

189.49275362

4.21095008

Corrected Total

52

255.81132075

R-Square

C.V.

Root MSE

0.259248

271.8979

2.052060

PRST Mean
0.754717
General Linear Models Procedure
Dependent Variable: PRST
Source
Pr > F

DF

Type I SS

Mean Square

F Value

TELUR
0.1147
KEL
0.0526

39.82520964

7.96504193

1.89

26.49335749

13.24667874

3.15

Source
Pr > F

DF

Type III SS

Mean Square

F Value

TELUR
0.0949
KEL
0.0526

42.38959932

8.47791986

2.01

26.49335749

13.24667874

3.15

General Linear Models Procedure


Duncan Grouping

Mean

TELUR

A
A
A
A
A
A
A
A
A
A
A

2.1250

640

1.7778

80

0.7778

320

0.0000

160

0.0000

20

0.0000

40

Tabel lampiran 4

Hasil analisis data telur terparasit pada


pelepasan
parasitoid saat tanaman berumur
6 MST
General Linear Models Procedure

Dependent Variable: PRST


Source
Pr > F

DF

Sum of
Squares

Mean
Square

F Value

Model
0.5262

184.7407407

26.3915344

0.88

Error

46

1372.5185185

29.8373591

Corrected Total

53

1557.2592593

R-Square

C.V.

Root MSE

0.118632

202.0324

5.462358

PRST Mean
2.703704
General Linear Models Procedure
Dependent Variable: PRST
Source
Pr > F

DF

Type I SS

Mean Square

F Value

TELUR
0.4290
KEL
0.5540

149.0370370

29.8074074

1.00

35.7037037

17.8518519

0.60

Source
Pr > F

DF

Type III SS

Mean Square

F Value

TELUR
0.4290
KEL
0.5540

149.0370370

29.8074074

1.00

35.7037037

17.8518519

0.60

General Linear Models Procedure


Duncan Grouping

Mean

TELUR

A
A
A
A
A
A
A
A
A
A
A

5.778

640

4.000

80

2.222

320

1.667

40

1.444

20

1.111

160

Tabel lampiran 5

Hasil analisis data telur terparasit pada


pelepasan
parasitoid saat tanaman berumur
7 MST
General Linear Models Procedure

Dependent Variable: PRST


Source
Pr > F

DF

Sum of
Squares

Mean
Square

F Value

Model
0.0722

354.2407407

50.6058201

2.02

Error

46

1150.2962963

25.0064412

Corrected Total

53

1504.5370370

PRST Mean
1.907407

R-Square

C.V.

Root MSE

0.235448

262.1697

5.000644

General Linear Models Procedure


Dependent Variable: PRST
Source
Pr > F

DF

Type I SS

Mean Square

F Value

TELUR
0.2109
KEL
0.0437

186.5370370

37.3074074

1.49

167.7037037

83.8518519

3.35

Source
Pr > F

DF

Type III SS

Mean Square

F Value

TELUR
0.2109
KEL
0.0437

186.5370370

37.3074074

1.49

167.7037037

83.8518519

3.35

General Linear Models Procedure


Duncan Grouping

Mean

TELUR

A
A
A
A
A
A
A
A
A
A
A

5.222

640

3.333

160

1.778

80

1.000

20

0.111

320

0.000

40

Anda mungkin juga menyukai