ABSTRAK
Farni Djamalu. 2014. Hubungan Personal Hygiene, Usia, dan Jenis Kelamin dengan
Kejadian Dermatitis di Puskesmas Global Tibawa Kabupaten Gorontalo. Skripsi,
Jurusan Keperawatan, Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan dan Keolahragaan, Universitas
Negeri Gorontalo. Pembimbing I, dr. Zuhriana K. Yusuf, M. Kes dan Pembimbing II,
Ahmad Aswad, S.Kep, Ns, MPH, (Daftar Pustaka: 37, 2000-2013).
Dermatitis adalah suatu peradangan pada epidermis dan dermis ditandai oleh
gejala obyektif berupa lesi yang bersifat polimorf dan gejala subyektif gatal, dapat
disebabakan oleh faktor endogen ataupun eksogen (Maryunani, 2010). Menurut Suryani
(2011) bahwa personal hygiene, usia, dan jenis kelamin merupakan faktor penyebab
terjadinya dermatitis. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan personal
hygiene, usia, dan jenis kelamin dengan kejadian dermatitis di Puskesmas Global Tibawa
Kabupaten Gorontalo.
Desain penelitian ini menggunakan penelitian kuantitatif dengan pendekatan
cross sectional. Populasi penelitian adalah seluruh pasien yang datang berkunjung di
Puskesmas Global Tibawa Kabupaten Gorontalo. Penelitian ini menggunakan teknik
aksidental (accidental), melalui kriteria inklusi dan eksklusi, sehingga sampel penelitian
ini berjumlah 53 responden. Instrumen penelitian menggunakan kuesioner. Teknik
analisa data menggunakan uji Chi-Square (<0,05).
Hasil uji Chi-Square menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan
antara personal hygiene dengan kejadian dermatitis dengan nilai =0,005, usia dengan
kejadian dermatitis dengan nilai =0,004, dan jenis kelamin dengan kejadian dermatitis
dengan nilai =0,002.
Simpulan dari penelitian adalah terdapat hubungan yang signifikan antara
personal hygiene, usia, dan jenis kelamin dengan kejadian dermatititis. Hasil penelitian
disarankan lebih mengembangkan penelitian lebih luas, guna untuk pendidikan di masa
yang akan datang khususnya mengenai penyakit dermatitis.
Kata Kunci:
Farni Djamalu, 841410023, Jurusan Ilmu Keperawatan FIKK UNG, Zuhriana K. Yusuf, M.Kes,
Ahmad Aswad, SKM S.Kep, Ns, MPH.
keringat dan hormon. Kulit pria mempunyai hormon yang dominan yaitu
androgen yang dapat menyebabkan kulit pria lebih banyak berkeringat dan
ditumbuhi lebih banyak bulu, sedangkan kulit wanita lebih tipis daripada kulit pria
sehingga lebih rentan terhadap kerusakan kulit (Suryani, 2011).
Kebanyakan orang terlalu mengganggap sepele penyakit ini, padahal bila
didiamkan, lama-kelamaan akan timbul bengkak, dan bila digaruk secara terus
menerus akan menyebabkan lecet (Nurani, 2012). Selain itu pada dermatitis ini
dapat terjadi komplikasi yaitu infeksi bakteri. Gejalanya berupa bintik-bintik yang
mengeluarkan nanah dan pembengkakan kelenjar getah bening sehingga penderita
mengalami demam dan lesu (Ciptosantoso, 2011). Selain terjadi infeksi bakteri,
dermatitis juga dapat terinfeksi oleh virus, infeksi virus ini berupa Herpes Simplex
1 (HVS 1) ditandai dengan munculnya bintik-bintik kecil yang berkelompok
secara tiba-tiba, berisi cairan bening atau putih, nyeri dan gatal. Bintik-bintik ini
kemudian dapat bernanah atau terkikis (Siada, 2007).
Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti dengan
wawancara pada penderita dermatitis yang datang berkunjung ke Puskesmas
Global Tibawa didapatkan 4 dari 6 penderita dermatitis personal hygienenya
kurang, kemudian rata-rata penderita dermatitis tersebut berusia lebih dari 40
tahun dan berjenis kelamin perempuan.
Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian tentang Hubungan Personal Hygiene, Usia, dan Jenis Kelamin dengan
Kejadian Dermatitis di Puskesmas Global Tibawa Kabupaten Gorontalo Tahun
2014.
METODE PENELITIAN
Desain dalam penelitian ini menggunakan penelitian kuantitatif dengan
pendekatan cross sectional yang digunakan untuk mengetahui hubungan personal
hygiene, usia, dan jenis kelamin dengan kejadian dermatitis di Puskesmas Global
Tibawa Kabupaten Gorontalo.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien yang datang
berkunjung di Puskesmas Global Tibawa pada 10 Maret sampai dengan 10 April
2014. Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan teknik
accidental sampling, sehingga mendapatkan jumlah sampel 53 orang.
Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis
univariat dan bivariat untuk mencari hubungan antar variabel independen dan
variabel dependen menggunakan uji Chi Square.
HASIL PENELITIAN
Tabel 1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Personal Hygiene di
Puskesmas Global Tibawa Kabupaten Gorontalo
No
1
2
Personal Hygiene
Baik
Tidak Baik
Total
Sumber: Data Primer 2014
Jumlah
30
23
53
56,6
43,4
100
No
Usia
<40 tahun
1
>40 tahun
2
Total
Sumber: Data Primer 2014
%
47,2
52,8
100
Jenis Kelamin
Laki-laki
Perempuan
Total
Jumlah
23
30
53
%
43,4
56,6
100
Kejadian Dermatitis
Menderita
Tidak Menderita
Total
Jumlah
41
12
53
77,4
22,6
100
1.
Personal
Hygiene
Menderita
n
%
1
Baik
19
35,9
2
Tidak Baik
22
41,5
Total
41
77,4
Sumber: Data Primer 2014
Kejadian Dermatitis
Tidak Menderita
Total
n
%
n
%
11
20,8
30
56,7
1
1,8
23
43,3
12
22,6
53
100
value
0,005
Usia
Menderita
n
%
1
<40 tahun
15
28,3
2
>40 tahun
26
49,1
Total
41
77,4
Sumber: Data Primer 2014
Kejadian Dermatitis
Tidak Menderita
n
%
10
18,8
2
3,8
12
22,6
Total
n
%
25
47,1
28
52,9
53
100
value
0,004
No
Jenis
Kelamin
Menderita
n
%
1
Laki-laki
13
24,6
2
Perempuan
28
52,8
Total
41
77,4
Sumber: Data Primer 2014
Kejadian Dermatitis
Tidak Menderita
n
%
10
18,8
2
3,8
12
22,6
Total
n
%
23
43,4
30
56,6
53
100
value
0,002
PEMBAHASAN
1. Personal Hygiene
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden
memiliki personal hygiene baik yaitu sebanyak 30 orang (56,6%), sedangkan
responden yang memiliki personal hygiene tidak baik sebanyak 23 orang (43,4%).
Hal ini dikarenakan responden memiliki kebiasaan mandi 2 kali sehari dan
menggunakan handuk miliknya sendiri, kemudian responden sering
membersihkan kuku yang kotor dengan sabun dan memotong kuku apabila
kukunya sudah panjang. Selain itu juga responden rajin mengganti pakaian yang
sudah berkeringat dengan pakaian yang bersih dan mengganti pakaian sebelum
tidur.
Hal ini sejalan dengan teori menurut Isroin (2012) kebersihan
perorangan atau personal hygiene adalah suatu tindakan untuk memelihara
kebersihan dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan, baik fisik maupun
psikisnya. Tujuan perawatan personal hygiene meningkatkan derajat kesehatan
seseorang, memelihara kebersihan diri seseorang, memperbaiki personal hygiene
yang kurang, pencegahan penyakit, meningkatkan percaya diri seseorang,
menciptakan keindahan. Personal hygiene sangat erat hubungannya dengan
terjadinya kelainan atau penyakit pada kulit seperti dermatitis, oleh karena itu
perlu memperhatikan beberapa aspek kebersihan.
2. Usia
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa responden paling banyak
berusia >40 tahun yaitu sebanyak 28 orang (52,8%), sedangkan responden yang
berusia <40 tahun yaitu sebanyak sebanyak 25 orang (47,2%). Menurut asumsi
peneliti di mana usia sangatlah berpengaruh terhadap kejadian dermatitis hal ini
dibuktikan dengan banyaknya responden yang datang berkunjung ke puskesmas
termasuk dalam usia >40 tahun.
Hal ini sejalan dengan teori Menurut HSE (Health Safety Environment)
(2000) dalam Suryani (2011) bahwa kondisi kulit mengalami proses penuaan
mulai dari usia 40 tahun. Pada usia tersebut, sel kulit lebih sulit menjaga
kelembapannya karena menipisnya lapisan basal. Selain itu produksi sebum juga
menurun tajam, sehingga banyak sel mati yang menumpuk karena pergantian sel
menurun.
3. Jenis Kelamin
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa responden paling banyak
berjenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 30 orang (56,6%), sedangkan yang
berjenis kelamin laki-laki sebanyak 23 orang (43,4%). Menurut asumsi peneliti di
mana responden yang berjenis kelamin perempuan sering mengalami dermatitis
hal ini dibuktikan dengan banyaknya responden yang berkunjung ke puskesmas
dengan jenis kelamin perempuan.
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Trihapsoro (2003)
yang menyatakan bahwa perempuan memiliki prevalensi dua kali lipat terkena
dermatitis kontak dibandingkan dengan laki-laki.
Suryani (2011) juga mengatakan bahwa kulit pria juga memiliki kelenjar
aprokin yang tugasnya meminyaki bulu tubuh dan rambut, kelenjar ini bekerja
aktif saat remaja, sedangkan pada wanita seiring bertambahnya usia, kulit akan
semakin kering. Dibandingkan dengan pria, kulit wanita memproduksi lebih
sedikit minyak untuk melindungi dan menjaga kelembapan kulit, selain itu juga
kulit wanita lebih tipis daripada kulit pria sehingga lebih rentan untuk menderita
penyakit dermatitis.
4. Kejadian Dermatitis
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa responden sebagian besar
menderita dermatitis yaitu sebanyak 41 orang (77,4%), sedangkan yang tidak
menderita dermatitis sebanyak 12 orang (22,6%). Menurut asumsi peneliti paling
banyak responden menderita dermatitis hal ini dibuktikan dengan hasil diagnosa
dokter.
Menurut Djuanda (2007) bahwa penyakit infeksi dermatitis merupakan
penyakit kulit yang umumnya dapat terjadi secara berulang-ulang terhadap
seseorang dalam bentuk peradangan kulit (epidermis dan dermis) sebagai respon
terhadap pengaruh faktor eksogen dan atau faktor endogen, menimbulkan
kelainan klinis berupa efloresensi polimorfik (eritema, edema, papul, vesikel,
skuama, likenifikasi) dan keluhan gatal. Prevalensi dari semua bentuk ekzema
adalah 4,66%, termasuk dermatitis atopik 0,69%, ekzema numular 0,17%, dan
dermatitis seboroik 2,32% yang menyerang 2% hingga 5% dari penduduk.
Hal ini sejalan dengan teori menurut HSE (Health Safety Environment)
(2000) dalam Suryani (2011) bahwa kondisi kulit mengalami proses penuaan
mulai dari usia 40 tahun. Pada usia tersebut, sel kulit lebih sulit menjaga
kelembapannya karena menipisnya lapisan basal. Selain itu produksi sebum juga
menurun tajam, sehingga banyak sel mati yang menumpuk karena pergantian sel
menurun.
Hayakawa (2000) juga menjelaskan bahwa usia merupakan salah satu
unsur yang tidak dapat dipisahkan dari individu. Selain itu usia juga merupakan
salah satu faktor yang dapat memperparah terjadinya dermatitis Pada beberapa
literatur menyatakan bahwa kulit manusia mengalami degenerasi seiring
bertambahnya usia. Sehingga kulit kehilangan lapisan lemak diatasnya dan
menjadi lebih kering. Kekeringan pada kulit ini memudahkan bahan kimia untuk
menginfeksi kulit, sehingga kulit menjadi lebih mudah terkena dermatitis
(Suryani, 2011).
Hal ini di dukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Suwondo, dkk
(2011) dengan hasil penelitian sebagai berikut: diperoleh usia dewasa 17,1% (7
responden), usia muda 17,1% (7 responden), dan usia tua 65,9% (27 responden,
artinya usia tua lebih banyak menderita dermatitis. Hasil dari penelitian adalah
terdapat hubungan yang sangat bermakna antara umur pekerja dengan angka
kejadian dermatitis kontak (=0,025).
Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Nurhidayat (2013) dengan hasil
penelitian diketahui jumlah rata-rata usia pekerja yang mengalami dermatitis
kontak kosmetik adalah 49,88, sedangkan rata-rata usia pekerja yang tidak
mengalami dermatitis kontak kosmetik adalah 32,15. Hasil penelitian ini
menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara usia pekerja dengan
kejadian dermatitis kontak kosmetik pada penari studio fantasi di Dunia Fantasi
Ancol (=0,001).
Dari hasil penelitian ini peneliti berasumsi bahwa usia juga berpengaruh
terhadap terjadinya dermatitis di mana dari hasil penelitian ini terdapat jumlah
responden yang berusia >40 tahun lebih banyak menderita dermatitis hal ini
dibuktikan dengan hasil diagnosa dokter dan responden yang berkunjung ke
puskesmas yang mengalami dermatitis rata-rata berusia >40 tahun.
7. Hubungan Jenis Kelamin dengan Kejadian Dermatitis
Berdasarkan hasil uji Chi Square dengan tingkat kepercayaan 95% atau
derajat kemaknaan 0,05 didapatkan nilai =0,002 (<0,05), maka secara statistik
dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara jenis kelamin
dengan kejadian dermatitis.
Dari hasil penelitian didapatkan responden yang tidak menderita dan
berjenis kelamin laki-laki sebnayak 10 orang (18,8%), sedangkan responden yang
tidak menderita dan berjenis kelamin perempuan sebanyak 2 orang (3,8%).
Selanjutnya responden yang menderita dermatitis dan berjenis kelamin laki-laki
sebanyak 13 orang (24,6%), sedangkan responden yang menderita dermatitis dan
berjenis kelamin perempuan sebanyak 28 orang (52,8%). Hal ini dibuktikan
dengan diagnosa dokter bahwa responden yang berjenis kelamin perempuan
paling banyak menderita dermatitis.
Hal ini sejalan dengan teori menurut Suryani (2011) bahwa jenis kelamin
adalah perbedaan yang tampak antara laki-laki dan perempuan dilihat dari segi
nilai dan tingkah laku. Dalam hal penyakit kulit perempuan dikatakan lebih
berisiko mendapat penyakit kulit dibandingkan dengan pria. Berdasarkan
Aesthetic Surgery Journal terdapat perbedaan antara kulit pria dengan wanita,
perbedaan tersebut terlihat dari jumlah folikel rambut, kelenjar sebaceous atau
kelenjar keringat dan hormon. Kulit pria mempunyai hormon yang dominan yaitu
androgen yang dapat menyebabkan kulit pria lebih banyak berkeringat dan
ditumbuhi lebih banyak bulu, sedangkan kulit wanita lebih tipis daripada kulit pria
sehingga lebih rentan terhadap kerusakan kulit.
Kulit pria juga memiliki kelenjar aprokin yang tugasnya meminyaki bulu
tubuh dan rambut, kelenjar ini bekerja aktif saat remaja, sedangkan pada wanita
seiring bertambahnya usia, kulit akan semakin kering. Dibandingkan dengan pria,
kulit wanita memproduksi lebih sedikit minyak untuk melindungi dan menjaga
kelembapan kulit, selain itu juga kulit wanita lebih tipis daripada kulit pria
sehingga lebih rentan untuk menderita penyakit dermatitis (Suryani, 2011).
Hal tersebut didukung dengan penelitian yang dilakukan oleh Trihapsoro
(2003) yang menyatakan bahwa perempuan memiliki prevalensi dua kali lipat
terkena dermatitis kontak dibandingkan dengan laki-laki. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa jenis kelamin terbanyak yang menderita dermatitis kontak
adalah perempuan yaitu sebanyak 29 pasien (72,5%), sedangkan laki-laki
sebanyak 11 pasien (27,5%).
Dari hasil penelitian ini peneliti berasumsi bahwa jenis kelamin
berpengaruh terhadap terjadinya dermatitis di mana hasil penelitian menunjukkan
paling banyak responden yang mengalami dermatitis adalah berjenis kelamin
perempuan dibandingkan dengan laki-laki, hal ini dibuktikan dengan diagnosa
dokter dan paling banyak yang berkunjung ke puskesmas berjenis kelamin
perempuan.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut:
1. Dari 53 orang diperoleh responden yang memiliki personal hygiene baik
sebanyak 30 orang (56,6%), sedangkan responden yang memiliki personal
hygiene tidak baik sebanyak 23 orang (43,4%).
2. Dari 53 orang diperoleh responden yang berusia <40 tahun sebanyak 25 orang
(47,2%), sedangkan responden yang berusia >40 tahun sebanyak 28 orang
(52,8%).
3. Dari 53 orang diperoleh responden yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak
23 orang (43,4%), sedangkan responden yang berjenis kelamin perempuan
sebanyak 30 orang (56,6%).
4. Dari 53 orang diperoleh responden yang menderita dermatitis sebanyak 41
orang (77,4%), sedangkan yang tidak menderita dermatitis sebanyak 12 orang
(22,6%).
5. Terdapat hubungan yang signifikan antara personal hygiene dengan kejadian
dermatitis dengan nilai =0,005 (<0,05).
Djuanda, A. 2007. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi Kelima. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Hasan, Hendra. 2009. Studi Epidemologi Penyakit Dermatitis di Wilayah Kerja
Puskesmas Lombakasih Kecamatan Lantari Jaya Kabupaten Bombana
Provinsi Sulawesi Tenggara. http://hendraalhasan.blogspot.com/2012/09/
studi-epidemologi-penyakit-dermatitis.html. Diakses: 12 Januari 2014.
Hayakawa, R. 2000. Contact Dermatitus. Nagoya J. Medicine. Science 63. 83-90.
Nagoya.
Isroin, L. 2010. Personal Hygiene Konsep, Proses dan Aplikasi dalam Praktik
Keperawatan. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Khairunnas. 2004. Hubungan Personal Hygiene dengan Kejadian Dermatitis
pada Pekerja Pengangkut Sampah di Pasar Tradisional Johar Kota
Semarang. http://eprints.undip.ac.id/28324/12103.pdf.
November 2013.
Diakses:
30