DEPARTEMEN IKA
RSMH PALEMBANG
No Dokumen
.
Tanggal Revisi
9 Januari 2013
Panduan Praktek
Klinis
No.Revisi
..
Halaman : 1
Ditetapkan Oleh:
Kumpulan penyakit dengan gejala diare, yaitu defekasi dengan feses cair atau
lembek dengan/ tanpa lendir atau darah, dengan frekuensi 3 kali atau lebih sehari,
berlangsung kurang dari 14 hari, kurang dari 4 episode/bulan.
Perubahan konsistensi feses menjadi lebih lembek/cair dan frekuensi defekasi
lebih sering menurut ibu
Etiologi
Patogenesis
Anamnesis
Frekuensi BAB: 3 kali atau lebih, konsistensi feses cair atau lembek (konsistensi
feses cair tanpa ampas walaupun hanya sakali dapat disebut diare), jumlah feses,
ada tidaknya muntah, gejala-gejala klinik lain (batuk-pilek, panas, kejang, dan
lain-lain), riwayat masukan cairan sebelumnya, minum lahap atau malas minum.
Pemeriksaan fisik
Kriteria Diagnosis
Pemeriksaan
Penunjang
Tatalaksana
Anamnesis
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan penunjang
Diare akut murni : darah rutin, feses rutin dan kultur feses
Bukan diare akut murni atau diare akut dengan komplikasi : Darah lengkap,
elektrolit, BSS, kultur darah, urin lengkap, kultur urin.
Terapi cairan dan elektrolit :
1
1
2
3
4
Terapi medikamentosa :
Diberikan preparat zink elemenal, untuk usia < 6 bulan sebanyak 1 x 10 mg dan
usia 6 bulan sebanyak 1 x 20 mg selama 10-14 hari. Obat-obatan antimikroba
termasuk antibiotik tidak dipakai secara rutin pada penyakit diare akut. Patokan
pemberian antimikroba/antibiotika adalah sebagai berikut :
Kolera.
Diare bakterial invasif.
Diare dengan penyakit penyerta.
Diare karena parasit/jamur.
2
Ad. 1. Kolera :
Semua penderita yang secara klinis dicurigai kolera diberi Tetrasiklin
50 mg/kgBB/hari dibagi 4 dosis selama 3 hari.
Ad. 2. Diare bakterial invasif :
Secara klinis didiagnosis jika :
Panas lebih dari 38,5oC dan meteorismus.
Ada lendir dan darah dalam tinja secara makroskopis maupun
mikroskopis.
Leukosit dalam tinja secara mikroskopis lebih dari 10/lpb atau ++
Antibiotika yang dipakai sementara menunggu hasil kultur :
K1inis diduga ke arah Shigella (setiap diare yang disertai darah
dapat dianggap shigelosis, jika tidak ada tanda klinis yang khas
untuk penyakit lainya atau belum dapat dibutikan infeksi lainnya,
melalui kultur) diberi Nalidixid acid 55mg/kgBB/hari diberi 4
dosis selama 10 hari atau Ciprofloxacin 30 mg/kgBB/hari dibagi
2 dosis selama 5 hari.
K1inis diduga ke arah Salmonella diberikan Kloramfenikol 100
mg/kgBB/hari dibagi 4 dosis selama 10 hari.
Ad. 3.
Penyakit penyerta diobati sebagaimana mestinya.
Ad. 4
Untuk penyakit parasit diberikan :
Amubiasis diberikan Metronidazole 50 mg/kbBB/hari dibagi
dalam 3 dosis selama 5-7 hari.
Helminthiasis: untuk Ascaris/Ankylostoma/Oxyuris: Pyrantel
Pamoate 10 mg/kgBB/hari dosis tungga1 atau albendazole 400
mg dosis tunggal untuk anak lebih dari 2 tahun.
Untuk Trichuris : Mebendazole 2 X l00 mg selama 3 hari.
Giardiasis : Metronidazole 15 mg/kgBB/hari selama 5 hari.
Untuk penyebab jamur diberikan :
Candidiasis diberikan Nistatin :
- Kurang dari 1 tahun
: 4 X 100.000 IU se1ama 5 hari.
- Lebih dari 1 tahun
: 4 X 300.000 IU se1ama 5 hari.
Edukasi
Pendidikan kesehatan dilakukan pada saat visite dan di ruangan khusus dimana
orangtua penderita dikumpulkan.
Pokok ceramah meliputi :
Penderita dipulangkan :
Komplikasi dan
Prognosis
Kepustakaan
Asidosis metabolik
Gangguan elektolit, terutama hipokalemia
Kembung dan ileus paralitik
Sindoma hemolitik uremik
1. Nelson Pediatric Text Book King CK, Glass R, Bresee JS, Duggan C.
Managing acute gastroenteritis among children oral rehydration: maintenance,
and nutritional therapy. Centers for disease control and prevention. MMWR.
2003;52:1-29.
2. Buku ajar IDAI Gastroenterohepatologi
3
4 Jam
IVFD RL 30
cc/kg BB 7
tetes/kgBB/menit.
Oralit ad libitum
segera setelah
anak bias minum
Idem
Idem
meteorismus.
Tidak ada penyulit yang mengharuskan menggunakan cairan IV
Dikatakan gagal jika dalam 1 jam pertama muntah dan diare terlalu
banyak atau syok bertambah berat.
Jenis/Cara
Pemberian
Cairan
Jumlah Cairan
Terapi
Medikametosea
Gizi kurang
RL
Gizi buruk
Modifikasi
Sutejo
Modifikasi
Sutejo
Modifikasi
Sutejo
Modifikasi
Sutejo
Modifikasi
Sutejo
Sesuai skema 3
Sesuai GGA
30 cc kg/BB +
Sesuai GGA
volume urin 1 hari
sebelumnya + 12%
setiap kenaikan suhu
Bronko
Pneumonia
Ensefalitis
Meteorismus
Miningitis
Purulenta
Dehidrasi
hipotonis
Gagal
Ginjal Akut
Ket
Sesuai kausa/
penyakit penyerta
*
**
Kebutuhan
Sesuai Ensefalitis
Kebutuhan
***
Kebutuhan
Antibiotik
profilaksis
Sesuai menpur
Sesuai skema 3
Sesuai etiologi
****
10 C
Cairan rendah Kebutuhan
natrium
Impending
Digitalisasi
Decomp
Cordis
*
Dapat mengunakan tatalaksana diare pada gizi buruk
**
Diberikan pada bronkopneumonia dimana anak sangat sesak dan
sistim kardiovaskuler tidak mungkin menerima terapi rehidrasi cepat.
*** Akibat lanjut dari meteorismus adalah terjadinya ballooning effect,
langkah-langkah; untuk mengatasi ini adalah dengan melakukan
dekompresi :
Dari atas dengan sonde lambung yang dihisap secara berkala.
Dari bawah dengan memasang schorstein.
Menghentikan makanan peroral (sesuai dengan beratnya meteorismus)
dan memberi makanan parenteral sedini mungkin.
**** Dasar klinis diagnosis dehidrasi hipertonis :
1 Klinis : turgor yang relatif baik, hiperiritabel, rasa haus yang
sangat nyata, kejang yang biasanya timbul setelah terapi cairan.
2 Labor : kadar Na* serum 1ebih dari 150 meq/l.
Skema 3. Terapi Cairan Dehidrasi Hipertonik.
Waktu
(Jam)
1
2
3
4
5 s/d 24
Target
Jumlah
Cairan
(ml)
Jenis Cairan
Nadi
Kecepatan
120
15
15
15
15
3 tts/kgBB/ menit
Idem
Idem
Idem
190
Cairan DG = KAEN 3A
DG
DG
DG
DG
Ca
Glukonas
Diare Kronik
DEPARTEMEN IKA
RSMH PALEMBANG
Panduan Praktek
Klinis
No Dokumen
.
No.Revisi
..
Tanggal Revisi
9 Januari 2013
Halaman : 1
Ditetapkan Oleh:
Diare kronik adalah diare berlangsung 14 hari atau lebih, dapat berupa diare cair
atau disentri. Diare akut dengan episode serangan 4 kali atau lebih dalam sebulan.
Etiologi
Patogenesis
Bentuk Klinis
(Klasifikasi)
Pembagian diare kronik yang didasarkan atas sifat tinja-berair, berlemak atau
berdarah, menurut Arasu dkk. (1979) akan lebih membantu menghadapi masalah
diare kronik. Klasifikasi diare kronik pada bayi dan anak adalah sebagai berikut :
a. Watery stools atau tinja cair :
1. Gastroenteropati alergi :
Alergi protein susu sapi.
Alergi protein kedele.
2.a. Defisiensi disakaridase :
Defisiensi lactase sering sekunder.
Defisiensi sucrose isomaltase.
b. Malabsorbsi glukosa galaktosa
3 Defek imun primer.
4 Infeksi usus oleh virus, bakteri dan parasit (giardisis).
6
Pemeriksaan fisik
Riwayat penyakit: saat mulainya diare, frekuensi diare, kondisi tinja meliputi
penampakan, konsistensi, adanya darah atau lendir, gejala ekstraintestinal seperti
gejala infeksi saluran pernafasan bagian atas, failure to thrive sejak lahir (cystic
fibrosis), terjadinya diare sesudah diberikan susu. Buah-buahan (defisiensi
sukrase-isomerase), hubungan dengan serangan sakit perut dan muntah
(malrotasi), diare sesudah gangguan emosi atau kecemasan (irritable colon
syndrome), nyeri abdomen berulang yang berat (insufisiensi pankreas yang berat),
riwayat pengobatan antibiotika sebelumnya (enterokolitis pseudomembranosa).
Kelompok umur dapat memprediksi penyakit. Bayi muda: diare intraktabel pada
bayi, alegi protein susu sapi atau kedelai, enteritis karena infeksi yang
berkepanjangan, atrofi vilus idiopatik, penyakit Hirschrprung, defek transpor
kongenital. Anak 2 tahun keatas, kolon irritabel (irritable colon of infancy,
chronic nonspesific diarrhea), enteritis karena virus yang berkepanjangan,
giardiasis, difisiensi sukrase-isomaltase, tumor sekretori, inflamatory bowel
disease, dan penyakit siliak.
Pemeriksaan meliputi keadaan umum, status dehidrasi, pemeriksaan abdomen,
ekskoriasi bokong, manifestasi kulit. Penting untuk mengukur berat badan, tinggi
badan, lingkar kepala, perbandingan berat badan terhadap tinggi badan, gejala
kehilangan berat badan, menilai kurva pertumbuhan, dan sebagainya. Tanda;tanda
khas: anemia (inflamatory bowel disease, penyakit siliak, fibrosis kistik), artritis
7
Kriteria Diagnosis
Differential diagnosis
Ananmesis
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan
Penunjang
c
d
Pemeriksaan tinja :
Makroskopis: warna, konsistensi, adanya darah, lendir.
Mikroskopis :
Darah samar dan leukosit yang positif ( 10/lpb) menunjukkan
kemungkinan adanya peradangan pada kolon bagian bawah.
PH tinja yang rendah menunjukkan adanya maldigesti dan malabsorbsi
karbohidrat di dalam usus kecil yang diikuti fermentasi oleh bakteri
yang ada di dalam kolon. PH rendah (<5,3): reduksi tinja akibat
maldigesti dan malabsorpsi KH, pH 6,0-7,5: malabsorbsi asam amino,
asam lemak
Clinitest, untuk memeriksa adanya substansi reduksi dalam sampel
tinja yang masih baru, yang menunjukkan adanya malabsorbsi
karbohidrat.
Uji kualitatif ekskresi lemak di dalam tinja dengan pengecatan butir
lemak, merupakan skrining yang cepat dan sederhana untuk
menentukan adanya malabsorbsi lemak.
Biakan kuman dalam tinja, untuk mendapat informasi tentang flora
usus dan kontaminasi.
Pengecatan gram: bakteri (mengetahui bakteri dominan), jamur,
parasit tinja (amoeba, giardia, telur cacing/ cacing sebagai etiologi
langsung). Beberapa parasit perlu dikultur
Elektrolit tinja: Stool anion gap = 290 2 ([Na]+[K]), jika osmotik >
50, sekretorik < 50. Osmolalitas tinja: < 250 : kontaminasi dengan
air/urin: fistula, banyak minum, > 290 : metabolisme karbohidrat oleh
bakteri: overgroth kuman, penyimpanan lama
Pemeriksaan darah: darah rutin, elektrolit (Na, K; Cl) dan bicarbonate,
albumin, kadang diperlukan pemeriksaan kadar serum, dll. Eosinofil tinggi:
gastroenteritis eosinofilik, alergi makanan, infeksi parasit. Netropenia:
sindroma Sluvachman. Hb dan albumin rendah, dan LED tinggi
menunjukkan penyakit organik. Anemia: sindroma malabsorpsi. Anemia
hipokrom mikrositer: peradarahan kronis, malabsorpsi Fe. Anemia
megaloblast: peny Seliak, malabsorpsi kronik B12 dan asam folat, LED dan
CRP tinggi: IBD. B12 rendah: bacterial overgrowth, Albumin dan protein
lainnya rendah: malnutrisi, malabsorpsi, protein losing enterophati, IgG
campilobacter pylorik. Imunodefisiensi: HIV, malnutrisi.
Breath hydrogen test, digunakan untuk evaluasi malabsorbsi karbohidrat,
overgrowth kuman.
Pemeriksaan radiologi :
Pemeriksaan radiologi saluran gastrointestinal membantu mengidentifikasi
cacat bawaan (malrotasi, stenosis) dan kelainan-kelainan seperti
limfangiektasis, inflammatory bowel disease, penyakit Hirschsprung,
enterokolitis nekrotikans.
Kolonoskopi : memeriksa kelainan mukosa kolon, seperti inflamatory bowel
diseease, dan lain-lain.
Tatalaksana
Intractable vomiting
Pankreatitits berat
Diare
Ileus
Malabsorbsi
Penghentian makanan
< 10 kg
100 ml
10 20 kg
< 20 kg
c. Karbohidrat :
Dekstrosa merupakan sumber utama kalori non protein yang
memberikan 3,4 kka1/gram dalam bentuk monohidrat.
Keterbatasannya: phlebitis terjadi pada kadar > 10-12,5%.
Pemberian dilakukan secara bertahap untuk memberikan
kesempatan respon tubuh dalam memproduksi insulin endogen
dan mencegah terjadinya glikosuria.
d
Asam amino
Kebutuhan asam amino menurut usia (Ament ME, 1993) :
Umur
Kebutuhan
Mulai pemberian
(gr prot/kg/hari)
Bayi prematur
2,5 3
Bayi 01 tahun
2,5 3
Lemak :
Selain untuk memenuhi kebutuhan kalori, lemak menyediakan
asam lemak essensial untuk pertumbuhan bayi dan anak, dan
menunjang perkembangan yang normal.
Preparat lemak intravena tersedia dalam larutan 10% (1 kkal/ml)
dan 20% (2 kka1/ml).
Minimal 20-40% dari kebutuhan kalori total diberikan berupa
lemak intravena untuk menghindari terjadinya defisiensi asam
lemak, yang dapat dicapai dengan penggunaan 0,5-1 gram
emulsi lemak/kg/hari.
Defisiensi asam lemak paling awal terjadi pada neonatus dalam
2 hari dengan tanda kecepatan pertumbuhan yang lambat, kulit
kering bersisik, pertumbuhan rambut berkurang. trombositopeni,
peka terhadap infeksi dan gangguan penyembuhan luka.
Elektrolit :
Kebutuhan elektrolit intravena (Ament ME, 1993) :
Elektrolit
Dosis Anak
(mEq/kg/24 jam)
Dosis Bayi
(mEq/kg/24 jam)
Na
K
Cl
Ca
Fosfat
Mg
34
23
24
0,5 1
2
0,25 0,5
28
26
06
0,9 2,3
1 1,5
0,25 0,5
Medikamentosa :
a Obat anti diare (kaolin, pectin, difenoksilat) tidak perlu diberikan karena
tidak satupun yang memberikan efek positif.
b Obat anti mikroba :
Pemberian anti mikroba umumnya tidak dianjurkan, bahkan dapat
mengubah flora usus dan memperburuk diare, kecuali pada neonatus,
anak dengan sakit berat (sepsis), anak dengan defisiensi imunologi dan
anak dengan diare kronis yang sangat berat. Metronidazole efektif untuk
Giardia lamblia.
c Kortikosteroid :
Pada anak dengan colitis ulseratif, pemberian enema steroid pada tahap
awal memberikan respon yang baik, dan pada beberapa anak mendapat
kombinasi dengan steroid sistemik.
d Immunosupressif, seperti Azathioprine digunakan pada penyakit Chron
apabila pengobatan konvensional tidak mungkin.
e Kolestiramin
Penggunaan kolestiramin sangat bermanfaat pada diare kronik, terutama
malabsorbsi asam empedu serta pada infeksi usus karena bakteri
(mengikat toksin).
f Operasi
Indikasi operasi adalah pada diare kronis pada kasus-kasus bedah seperti
penyakit Hirschprung, enterokolitis nekrotikans. Operasi hanya dilakukan
setelah keadaan umum membaik.
Tatalaksana diare persisten meliputi mengatasi infeksi persisten dengan
mengunakan hasil kultur dan resistensi feses (sebelumnya dapat
dipertimbangkan mengunakan antibiotik empiris), mengatasi intoleransi
laktosa dengan mengunakan diet yang bebas laktosa, mencegah atau
mengatasi alergi protein susu sapi, mencegah atau mengatasi bakteri tumbuh
lampau (dapat dipertimbangkan pengunaan metronidazol), dan mengatasi
malabsorpsi nutrien dengan memberikan multivitamin.
11
Edukasi
Komplikasi dan
Prognosis
Kepustakaan
Lain-lain (Algoritme,
Protokol, Prosedur,
Standing Order)
Asidosis metabolic
Hipokalemia
Kembung dan ileus paralitik
1. Soeparto P, Djupri LS, Sudarmo SM, Ranuh IGM RG. Gangguan AbsorpsiSekresi; Sindroma Diare. Seri Gramik: Gastroenterologi Anak. Edisi ke-2.
Surabaya : GRAMIK FK UNAIR; 1999.
2. Ghishan RE. Chronic Diarrhea. Dalam: Behrman RE, Kliegman RM, Nelson
WE, Vaughan III VC, penyunting. Nelson textbook of pediatrics. Edisi ke17. Philadelphia: WB Saunders Company; 2003. h. 1276-83.
3. Walker-Smith J, Barnard J, Bhutta Z, dkk. Chronic diarrhea and
malabsorption (including short gut syndrome): Working Group Report of the
First World Congress of Pediatric Gastroenterology, Hepatology, and
Nutrition. Journal of Pediatric Gastroenterology and Nutrition. 2002;
33(Suppl).
4. World Health Organization. Persistent diarrhoea in children in developing
countries: memorandum from a WHO meeting. Bull World Health Organ
1988;66: 709-17.
5. Thomas ED, Fortes A, Green C, Howdel P, Long R, Playford R, dkk.
Guidelines For The Investigation Of Chronic Diarrhoea. GAD. 2003; 52
[Suppl]: V1-15.
6. Bhutta ZA, Hendricks KM. Nutritional Management of Persistent Diarrhea
in Childhood: A Perspective from the Developing World. Journal of Pediatric
Gastroenterology & Nutrition. 1996; 22:17-37
7. Sudigbia I. Pencegahan dan Pengelolaan Diare Kronik. Dalam: Sudigbia I,
Harijono R, dan Sumantri A: Naskah Lengkap PB IKA Penyakit
Gastroenterologi. 1987.
8. Soenarto, SY. Diare Kronik dan Diare Persisten. Dalam: Buku Ajar Diare.
UKK Gastrohepatologi IDAI. 2008.
Prosedur puasa untuk membedakan diare persisten dan kronik:
Puasa yang terbaik dilakukan selama 72 jam dan dilakukan setelah pemeriksaan
dasar lengkap (paling tidak pada hari kedua). Tinja sebelum puasa harus dihitung
jumlahnya (paling tidak diketahui jumlah frekuensi defekasi perhari). Tinja 24, 48
jam harus dihitung jumlahnya dan dibandingkan dengan tinja sebelum puasa.
Diare osmotik: diare berhenti sebelum 48 jam. Diare sekretorik: diare tetap
berlangsung atau berhenti parsial setelah 48 jam.
12
PENYAKIT
HIRSCHPRUNG(CONGENITAL
AGANGLIONIK MEGACOLON
DEPARTEMEN IKA
RSMH PALEMBANG
No Dokumen
.
No.Revisi
..
Tanggal Revisi
9 Januari 2013
Panduan Praktek
Klinis
Halaman : 1
Ditetapkan Oleh:
Definisi
Suatu keadaan tidak ditemukannya sel ganglion Aurbach dan Meissner pada
dinding kolon
Etiologi
Kegagalan migrasi kranio kaudal sel ganglion sepanjang usus pada minggu ke 5
sampai dengan minggu ke 12
Patogenesis
Bentuk Klinis
(Klasifikasi)
Anamnesis
Riwayat mekonium terlambat dan atau defekasi yang jarang pada masa neonatus
memperkuat diagnosis penyakit Hirschsprung. Riwayat kelahiran dengan
mekonium terlambat keluar, atau keluar pada minggu pertama sehingga terjadi
obstruksi parsial dan total (dengan gejala feses tidak dapat dikeluarkan, distensi
abdomen, dan muntah). Gambaran klinis obstruksi total pada masa neonatus
menunjukkan segmen yang terlibat lebih panjang. Gambaran klinis konstipasi
setelah masa neonatus, penyakit hirschsprung sebagai penyebab dipikirkan
13
Kriteria Diagnosis
Diffrential diagnosis
Konstipasi idiopatik
Pemeriksaan
Penunjang
Tatalaksana
Washing atau irigasi dengan NaCl fisiologis dilakukan jika terdapat distensi
abdomen. Kolostomi dilakukan jika abdomen tetap kembung dan keluarga tidak
dapat melakukan irigasi, diikuti (dalam 3 sampai 6 bulan) operasi difinitif
Pullthrough, pada usia 6-12 tahun dengan metode Swenson Duhamel.
Komplikasi dan
Prognosis
Daftar kepustakaan
Anamnesis
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan penunjang
Enterokolitis
Toxic megacolon
Lain-lain (Algoritme,
Protokol, Prosedur,
Standing Order)
14
No Dokumen
.
Panduan Praktek
Klinis
Definisi
Etiologi
No.Revisi
..
Tanggal Revisi
9 Januari 2013
Ditetapkan Oleh:
,
Ketua Divisi: Dr Hasri Salwan, SpA(K)
Gastritis adalah inflamasi pada dinding gaster terutama pada lapisan mukosa
gaster yang dibuktikan dengan endoskopi. Jika belum dibuktikan dengan
endoskopi didiagnosis sebagai dispepsia. Dispepsia dapat diakibatkan oleh
esofagitis, gastritis dan duodenitis.
Obat obatan
Gangguan mikrosirkulasi
Makanan
Stress
Infeksi Helicobacter pylory
Patogenesis
Bentuk Klinis
(Klasifikasi)
Dispepsia akut
Dispepsia kronis
Bentuk Endoskopi
Erosi sedang
Hiperemis ringan dengan erosi sedang
Hiperemis sedang dengan erosi ringan
Hiperemis sedang dengan erosi sedang
Gastritis berat
Hiperemis berat
Erosi berat
Hiperemis berat dengan erosi ringan
Hiperemis berat dengan erosi sedang
Hiperemis berat dengan erosi berat
Hiperemis sedang dengan erosi berat
Hiperemis ringan dengan erosi berat
Erosi : kerusakan di epitel tanpa ditemukan kerusakan jaringan.
Ringan : 1 10 erosi
Sedang : 11 20 erosi
Berat : > 20 erosi
Catatan: erosi > 5 mm dikategorikan sebagai 5 erosi
Hiperemis
Ringan : bercak merah sepanjang lipatan atau bercak merah yang terlokalisasi
Sedang : bercak merah sepanjang lipatan dan bercak merah diantara
sepanjang lipatan
Berat : hiperemis terlihat di seluruh gaster
Anamnesis
Nyeri epigastrium, mual, kembung dan muntah, riwayat penggunaan obat obatan
dan makanan
Pemeriksaan fisik
Kriteria Diagnosis
Diffrential diagnosis
Pemeriksaan
Penunjang
Tatalaksana
Gastritis
Esofagitis
Duodenitis
Dispepsia dengan keluhan yang berat, tidak sembuh dengan obat-obat penekan
asam lambung, kronik, atau berulang dilakukan pemeriksaan endoskopis.
1
Komplikasi dan
Prognosis
Daftar kepustakaan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Lain-lain (Algoritme,
Protokol, Prosedur,
Standing Order)
17
No Dokumen
.
Panduan Praktek
Klinis
No.Revisi
..
Tanggal Revisi
9 Januari 2013
Halaman : 1
Ditetapkan Oleh,
Helicobater pylori adalah bakteri gram negatif yang dapat berkoloni pada saluran
cerna dan merupakan salah satu penyebab ulkus duodemum dan gaster. Menular
secara oral-oral, gastric oral, dan fekal-oral,
Etiologi
Helicobacter pylori
Patogenesis
Infeksi H. pylori pada antrum gaster, menimbulkan inflamasi mukosa gaster dan
duodeneum, yang dapat menimbulkan ulkus gaster dan duodenum. Pemakaian
obat-obat penekan asam lambung dapat mengakibatkan peradangan terjadi pada
korpus gaster.
Bentuk Klinis
(Klasifikasi)
Anamnesis
Adanya gangguan saluran cerna seperti muntah, mual, diare, nyeri perut, dan
gejala dispepsia lainnya.
Pemeriksaan fisik
Kriteria Diagnosis
Sangat bervariasi
Dipengaruhi faktor mikrobanya dan faktor host
Asimptomatik atau simptomatik
Gejala : gangguan gastrointestinal,nyeri perut, rasa panas dan terbakar pada
epigastrium, rasa penuh di gaster, kembung, mual, muntah
Diffrential diagnosis
Pemeriksaan
Penunujang
Tatalaksana
Edukasi
Komplikasi dan
Prognosis
Daftar kepustakaan
Pencegahan
Antibiotik untuk pencegahan sangat tidak dianjurkan
Vaksin Helicobacter pylori (Helicobacter pylori urease + enterotoxin E. Coli)
efektifitas sangat rendah
Perbaiki hygiene dan gizi anak
Prognosis
Tergantung dari penanganannya
Dideteksi lebih dini dan diterapi adekuat komplikasi minimal
Terlambat didiagnosa atau terapi tidak adekuatkomplikasi lanjut
Komplikasi
Ulkus dengan pendarahan gastrointestinal
Kanker
Relaps atau resisten terhadap obat
1. Pediatric Gastrointestinal Disease. Walker. Ontorio: BC Decker Inc
2. Pediatric Gastrointestinal and Liver Disease, Wyllie, Elsevier, 2006
Textbook of Pediatric Gastroenterology and Nutrition, Guandalini, Taylor &
Francis, 2004
Lain-lain (Algaritme,
Protokol, Prosedur,
Standing Order)
19
Diverticulum Meckel
DEPARTEMEN IKA
RSMH PALEMBANG
No Dokumen
.
Panduan Praktek
Klinis
No.Revisi
..
Tanggal Revisi
9 Januari 2013
Halaman :
Ditetapkan Oleh:
Etiologi
Asam atau sekresi pepsin dari mukosa yang ektopik dapat menyebabkan ulkus
sehingga terjadi perdarahan yang dapat menjadi masif.
Patogenesis
Bentuk Klinis
(Klasifikasi)
Tidak ada
Anamnesis
Pemeriksaan fisik
Hematoscezia
Kriteria Diagnosis
Difrential diagnosis
Ileitis
Colitis colon proximal
20
Pemeriksaan
Penunujang
Radioisotop scanning
Tatalaksana
Komplikasi dan
Prognosis
Daftar kepustakaan
Lain-lain (Algoritme,
Protokol, Prosedur,
Standing Order)
Akalasia Esofagus
DEPARTEMEN IKA
RSMH ALEMBANG
No Dokumen
.
Tanggal Revisi
9 Januari 2013
Panduan Praktek
Klinis
No.Revisi
..
Halaman :
Ditetapkan Oleh,
Etiologi
Patogenesis
Bentuk Klinis
(Klasifikasi)
Anamnesis
2.
3.
4.
Nyeri dada: Gejala kurang menonjol pada permulaan penyakit. Rasa nyeri
biasanya di substernal dan dapat menjalar ke belakang bahu, rahang dan
lengan, timbul bila makan/minum dingin.
Regurgitasi: Timbul tidak hanya berhubungan dengan bentuk/jenis makanan
tetapi juga berhubungan dengan posisi. Bila penyakit makin kronis, maka
pada saat penderita berbaring sisa makanan dan saliva yang terdapat pada
kantong esofagus dapat mengalir ke faring dan mulut sehingga akhirnya
dapat menimbulkan aspirasi pneumonia.
Kehilangan berat badan.
Pemeriksaan fisik
Kriteria Diagnosis
Diffrential diagnosis
Pemeriksaan
Penunujang
Pemeriksaan Radiologis :
1 Foto toraks polos :
Bermakna bila esofagus mengalami dilatasi yang hebat. Foto AP
memperlihatkan adanya bayangan yang menonjol ke arah jantung. Foto lateral
memperlihatkan adanya bayangan di posterior jantung. Terdapat gambaran air
fluid level di dalam esofagus, tak tampak gelembung udara di daerah gaster.
2 Esofagografi :
Stadium permulaan adanya obstruksi kardia dan pelebaran minimal dari
esofagus. Stadium lanjut adanya penyempitan pada bagian distal esofagus
pada batas esofagogastric junction dengan pelebaran pada bagian
proksimalnya. Terdapat gambaran beak like appearance (seperti paruh
burung) atau mouse tail appearance. Pemeriksaan ini penting untuk
menyingkirkan kelainan seperti striktura esofagus dan keganasan. Endoskop
pada akalasia masih bisa dimasukkan ke dalam lambung dengan hambatan
ringan dan dapat terlihat dilatasi esofagus, mukosa lembek dengan edema
ringan, tanda-tanda esofagitis, dan penutupan sfingter esofagus distal.
3 Pemeriksaan Manometer :
Setelah menelan, tekanan daerah sfingter esofagus menguat 2 kali normal
akibat dilatasi dan retensi makanan.
Tatalaksana
Konservatif
a Diet cair /lunak dan hangat
b Medikamentosa
Sedatif ringan untuk penenang.
Preparat kalsium antagonis seperti verapamil atau nifedipin dapat
digunakan karena dapat menurunkan tekanan sfingter esofagus bagian
bawah. Nifedipin diberikan 10-20 mg sublingual dapat menurunkan
tekanan esofagus bagian bawah kurang lebih 1 jam akan tampak
perbaikan gejala bila diberikan sebelum makan
Tindakan aktif
a Forced dilatation: dilakukan pada akalasia ringan sedang. Ada 3 macam
dilatator :
- Mekanik.
- Pneumatik.
- Hidrostatik.
b Tindakan bedah yaitu operasi Heler dengan melakukan esofagomiotomi.
Komplikasi yang timbul adalah :
- Perforasi.
22
Komplikasi dan
Prognosis
Komplikasi
Aspirasi pneumonia.
Perdarahan ulkus dalam mukosa.
Perforasi akut.
Karsinoma esofagus.
karsinoma lambung.
Daftar kepustakaan
Lain-lain (Algoritme,
Protokol, Prosedur,
Standing Order)
Obstruksi Usus
Kode ICD : K 56.60
No Dokumen
No.Revisi
Halaman :
.
..
Tanggal Revisi
Ditetapkan Oleh,
9 Januari 2013
Ketua Divisi: Dr Hasri Salwan, SpA(K)
DEPARTEMEN IKA
RSMH PALEMBANG
Panduan Praktek
Klinis
Definisi
Adalah gangguan pasase usus yang disebabkan oleh obstruksi lumen usus.
Etiologi
Patogenesis
Bentuk Klinis
(Klasifikasi)
Berdasarkan lokasi :
Sumbatan saluran cerna bagian atas
Sumbatan saluran cerna bagian bawah
Berdasarkan beratnya sumbatan :
Sumbatan saluran cerna total
Sumbatan saluran cerna parsial
Anamnesis
Muntah, gejala ini dominan dan pertama muncul pada sumbatan saluran
cerna bagian atas dan menjadi gejala paling akhir muncul pada sumbatan
saluran cerna bagian bawah. Muntah hijau menunjukkan sumbatan berada
di bawah valvula vatery
Sakit perut, kolik.
23
Pemeriksaan fisik
Kriteria Diagnosis
Diffrential diagnosis
Tidak ada atau gagal BAB dan flatus, gejala ini dominan dan pertama
muncul pada sumbatan saluran cerna bagian bawah dan menjadi gejala
paling akhir muncul sumbatan saluran cerna bagian atas.
Kembung : pada sumbatan saluran cerna bagian bawah: kembung besifat
menyeluruh, pada sumbatan saluran cerna bagian atas: kembung besifat
lokal (di atas umbilikus) atau tidak tampak.
Gejala-gejala pada sumbatan saluran cerna total terjadi mendadak dan
bersifat progresif. Gejala-gejala pada sumbatan saluran cerna parsial
bervariasi tergantung beratnya derajat obstruksi
Riwayat operasi usus.
Distensi usus.
Metallic sound.
Darm contour.
Bising usus meningkat pada awal penyakit, menurun atau menghilang pada
akhir penyakit atau jika ada perforasi.
Gambaran klinis komplikasi, misalnya tanda-tanda dehidrasi, gangguan
keseimbangaan asam-basa.
Muntah/muntah hijau
Kembung
Gagal BAB
Nyeri abdomen akut
1. Kongenital (terjadi kurang dari 2-3 minggu) :
Stenosis pilorus.
Atresia atau stenosis duodenum.
Atresia atau stenosis jejunum.
Ileus mekonium.
Volvulus.
Hirschsprung.
2. Didapat :
Intususepsi.
Bolus askaris.
Pemeriksaan
Penunujang
Pada foto polos 3 posisi didapatkan gambaran distensi usus dan step ladder.
Tatalaksana
Perbaiki dehidrasi, sesuai derajat dehidrasi. Cairan yang dapat digunakan adalah
NaCL fisiologis jika muntah tidak hijau dan Ringer laktat jika muntah hijau.
Patokan dehidrasi dan jumlah cairan yang digunakan dapat berpedoman
berdasarkan kriteria WHO untuk diare. Jika nadi tak teraba dan tekanan darah
tak terukur diberikan cairan resusitasi 20 ml/kgBB/ secepatnya.
Tindakan operatif dilakukan setelah resusitasi cairan telah diberikan pada
obstruksi total. Tindakan operatif terencana jika obstruksi terjadi parsial dengan
derajat yang ringan
Komplikasi dan
Prognosis
Daftar kepustakaan
Lain-lain (Algoritme,
Protokol, Prosedur,
Standing Order)
Invaginasi
DEPARTEMEN IKA
RSMH PALEMBANG
No Dokumen
.
Panduan Praktek
Klinis
Tanggal Revisi
9 Januari 2013
No.Revisi
..
Etiologi
Patogenesis
Bentuk Klinis
(Klasifikasi)
Berdasarkan lokasi
Anamnesis
Nyeri perut.
Berak berdarah dan berlendir.
Muntah.
Kembung : tidak selalu ditemukan
25
Pemeriksaan fisik
Kriteria Diagnosis
Pemeriksaan
Penunujang
Tatalaksana
Komplikasi dan
Prognosis
Daftar kepustakaan
Lain-lain (Algoritme,
Protokol, Prosedur,
Standing Order)
26
DEPARTEMEN IKA
RSMH PALEMBANG
Panduan Praktek
Klinis
Tanggal Revisi
9 Januari 2013
Perdarahan yang terjadi dari saluran cerna. Klassifikasi perdarahan saluran cerna
(psc) berdasarkan lokasi dibagi dua. Psc atas (psca) terjadi bila sumber
perdarahan terletak di atas Ligamentum Treitz dan psc bawah (pscb) bila
terletak di bawahnya.
Etiologi
Patogenesis
Bentuk Klinis
(Klasifikasi)
27
Anamnesis
Pemeriksaan fisik
Kriteria Diagnosis
Diferential diagnosis
Anamnesis
Pemeriksaan fisik
Psca
Pemeriksaan Penunjang
Tatalaksana
INFAN 6
BULAN
Tertelan darah ibu
(30%)
Irritasi NGT
Ulkus peptikum
Esofagitis
Varises esofagus
Gastritis
Haemoragik
Gastric stress
ulcers
Ulkus duodenum
Hemorrhagic
disease of newborn
6 BULAN 3
TAHUN
Irritasi NGT
Perdarahan
nasopharyngeal
Varises esofgeus
Ulkus peptikum
Esophageal foreign
body
Pengaruh obatobatan
3 TAHUN KE
ATAS
Gastritis
Varises esofgeus
Ulkus peptikum
Pengaruh obatobatan
Malory Weiss
Syndrome
Hemotobilia
Fisura ani
Meckels
diveticulum
Intusucepsi
Polip
Diarrhea invasif
HSP, HUS, ITP
Duplikasi
Hemangioma
Fisura ani
Polip
Intususepsi
HUS
IBD
HSP
Trauma
Duplikasi
Hemangioma
Tumor
Laboratorium : darah lengkap, kimia darah, CT, BT, PT, APTT, feses rutin
Endoskopi
28
Radiologi
Arteriografi
Edukasi
Daftar kepustakaan
29
Kolestasis
DEPARTEMEN IKA
30
RSMH PALEMBANG
No Dokumen
.
Panduan Praktek
Klinis
Tanggal Revisi
9 Januari 2013
No.Revisi
..
Halaman :
Ditetapkan Oleh
Kolestasis adalah gangguan sekresi dan atau aliran empedu yang biasanya terjadi
dalam 3 bulan pertama kehidupan, yang menyebabkan timbulnya ikterus, akibat
peninggian kadar bilirubin direk > 20% dari kadar bilirubin total jika bilirubin
total > 5 mg/dl atau bilirubin direk 1 mg/dl jika kadar bilirubin total 5 mg/dl.
Etiologi
C.
1.
D.
1.
E.
F.
II.
Kelainan Intrahepatik
A. Idiopatik
1. Hepatitis neonatal idiopatik
2. Kolestasis intrahepatik persisten, antara lain:
a. Displasia arteriohepatik (sindroma alagille)
b. Sindroma Zellweger (sindroma serebrohepatorenal)
c. Intrahepatic bile duct poucity
B. Anatomik
1. Hepatik fibrosis kongenital atau penyakit polikistik infantil
2. Penyakit coroli (pelebaran kista pada duktus intrahepatik)
Kelainan Metabolisme
Kelainan metabolisme asam amino, lipid, karbohidrat dan asam empedu
2. Kelainan metabolik tidak khas : defisiensi 1 antitripsin, dll
Hepatitis
Infeksi, antara lain TORCH, virus Hepatitis B, Reovirus tipe e, dll
2. Toksik : kolestasis akibat nutrisi parenteral, sepsis dengan
kemungkinan endotoksemia
Genetik atau kromosomal trisomi E, sindrom down, sindrom donahue
Lain-lain : obstruksi intestinal, histiosis X, sindroma polispenia
Patogenesis
Bentuk Klinis
(Klasifikasi)
Data Klinis
Kolestasis
31
Kolestasis
Ekstrahepatik
1.
2.
3.
4.
5.
Intrahepatik
26%
75%
2,678 + 55
30 + 2
*
*
*
47%
35%
47%
6%
47%
30%
1%
Anamnesis
Saat timbulnya ikterus (kurang dari usia 3 bulan), lama ikterus, warna tinja,
perdarahan, riwayat keluarga,riwayat kehamilan dan kelahiran.
Pemeriksaan fisik
Kriteria Diagnosis
Untuk kolestasis evaluasi dilakukan pada usia minimal 2 minggu dan pada bayi
preterm dapat ditunda sampai 3 minggu
Langkah diagnosis :
Bedakan hiperbilirubinemia indirek dengan hiperbilirubinemia direk
(kolestasis). Gambaran klinik hiperbilirubinemia indirek adalah warna kulit
kuning terang, kuning dimulai dari muka kemudian ke bagian distal badan
(sesuai dengan peningkatan kadar bilirubin indirek, mengikuti skala
Krammer), dan urin berwarna jernih. Hiperbilirubinemia indirek dapat
disebabkan jaundice fisiologik (sampai umur 14 hari), breast milk jaundice,
penyakit sistemik (hemolisis, stadium awal hipotiroidsm, obstruksi saluran
cerna bagian atas, sepsis, hipoksia, hipoglikemia, galaktocemia, dan intoleransi
fruktosa), kelainan keturunan : Crigler-Najjar syndromes (UDPGT deficiency
tipe I bersifat total, tipe II bersifat partial) dan Gilbert syndrome.
Evaluasi klinik (anamnesis, pemeriksaan fisik, dan warna feses)
Pemeriksaan fraksi bilirubin: direk, indirek, dan total.
Pemeriksaan kelainan hepatoseluler dan bilier (SGPT/ALT, SGOT/AST, Alkali
fosfatase, GGT)
Pemeriksaan fungsi liver (albumin, PT/ aPTT, kadar glukosa serum, ammonia)
Rule out penyebab-penyebab yang dapat diobati
Kultur bakteri (urin dan darah)
Serologi dan biakan virus (infeksi hepatitis kongenital)
Deteksi kelainan metabolik (galaktosemia, tyrosinemia heriditer, intoleransi
fruktosa heriditer, dan hipopitutarime/hipotiroid)
Deteksi defek sintesis asam empedu, neonatal iron storage disease,
hepatotoksis karena obat
Kelainan anatomik : atresia bilier, kista koledokus, inspissated bile/calculi in
common bile duct
Rule out obstruksi ekstrahepatikdan intrahepatik dengan ultrasonografi dan
biopsi hati.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan :
Anamnesis
Pemeriksaan fisik
32
Pemeriksaan penunjang
Diffrential diagnosis
Kolestasis intrahepatik
Kolestasis ekstrahepatik
Pemeriksaan
Penunujang
Laboratorium :
a.
Rutin
Darah lengkap (terutama pada kasus yang dicurigai hiperbilirubinemia
indirek), uji fungsi hati: SGOT (AST), SGPT (ALT), gamma GT (normal:
meningkat pada bayi umur-umur muda), alkali fosfatase (normal:
meningkat pada waktu memasuki usia pubertas), waktu protrombin dan
tromboplastin (PT, aPTT), kadar albumin plasma, kolesterol, kadar glukosa,
ureum, kreatinin, urine reduction substance, kadar amonia serum, kultur
urine (jika dicurigai kolestasis intrahepatik), kultur darah (jika dicurigai
sepsis), parasintesis (jika terbukti ada asites pada USG abdomen)
Bilirubin urine positif
Pemeriksaan tinja 3 porsi (pk. 06.00-14.00, pk. 14.00-22.00, serta pk. 22.0006.00) dan adanya empedu dalam tinja.
b. Khusus : uji aspirasi duodenum (DAT) yang diperoleh melalui aspirasi dengan
menggunakan sonde (Levine tube), serologi untuk penyakit infeksi (TORCH,
HbsAg, HIV, dan lain-lain), skrining metabolik (asam amino serum dan urin,
asam organik urin), kelainan hormon (kadar hormon tiroid, TSH), kultur virus,
kadar 1 antitripsin, dan lain-lain.
Pencitraan :
a. Ultrasonografi hepar
Dapat menegakkan atau menyingkirkan diagnosis atresia bilier, kista
koledokus, masa intra abdomen, dan patensi duktus bilier. Pada atresia bilier:
akurasi diagnostik USG 77%, dilakukan pada tiga fase yaitu pada keadaan
puasa (4-6 jam dengan alat USG berosolusi tinggi dan 10-12 jam dengan alat
USG berosulusi rendah), saat minum, dan sesudah minum (1 sampai 2 jam
setelah makan) ataupun dua fase yakni puasa dan sesudah minum. Apabila
pada saat atau sesudah minum kandung empedu tidak tampak berkontraksi,
maka kemungkinan besar (90%) diagnosis atresia bilier dapat ditegakkan.
b. Kolangiografi
Apabila diagnosis masih meragukan dapat dilakukan kolangiografi operatif,
bila terbukti atresia bilier, dilakukan eksplorasi lebih jauh dengan anestesi
umum
Biopsi hepar:
Gambaran histopatologis hati dapat membantu perlu tidaknya laparotomi
eksplorasi
Atresia bilier : gambaran histopatologis menunjukkan proliferasi duktus
dan sumbatan empedu, fibrosis porta, edema, tetapi arsitektur lobuler
masih normal
Hepatitis neonatal : umumnya ditemukan infiltrat inflamasi dari lobulus
yang disertai dengan nekrosis hepatoseluler, sehingga terlihat gambaran
lobul yang kacau. Selain itu ditemukan sel raksasa, fibrosis porta dan
proliferasi duktus ringan.
Paucity sistem bilier.
Uji fungsi hati dilakukan untuk menentukan jenis hiperbilirubinemia dan
tatalaksana selanjutnya. Tatalaksana kolestasis intrahepatik :
Memperbaiki aliran empedu: Obat stimulasi aliran empedu adalah :
1. Asam ursodeoksikolat, dosis: 10 - 30 mg/kgBB/hari, bekerja sebagai
competitive binding empedu toksik, bile fow inducer, suplemen
empedu, dan hepatoprotektor.
2. Kolestiramin, dosis: 0,25 - 0,5 g/kgBB/hari, berfungsi menyerap
empedu toksik dan menghilangkan gatal.
3. Rifampicin, dosis: 10 mg/kgBB/hari, berfungsi meningkatkan
aktivitas enzim mikrosom dan menurunkan ambilan asam empedu
Tatalaksana
33
34
Lain-lain (Algaritma,
Protokol, Prosedur,
Standing Order)
35
No Dokumen
.
No.Revisi
..
Tanggal Revisi
9 Januari 2013
Halaman :
Ditetapkan oleh
Etiologi
Patogenesis
Bentuk Klinis
(Klasifikasi)
Klasifikasi :
Berdasarkan onset gambaran klinis: tipe neonatal/ bayi dan tipe anak/ dewasa.
Berdasarkan kelainan anatomi :
Tipe I :
Tipe kistik dan fusiform/dilatasi segmental dari
duktus biliaris ekstra hepatik. Jenis ini paling sering
ditemukan.
Tipe II:
Dilatasi sakulat tunggal/divertikulum dari
duktus biliaris ekstra hepatik
Tipe III
:
Dilatasi intraduodenal/koledokel dari
duktus biliaris.
Tipe IV A :
Kombinasi dilatasi intra dan ekstra
hepatik.
Tipe IV B :
Dilatasi multipel dari duktus biliaris
ekstra hepatik.
Tipe V
: Dilatasi difus duktus biliaris intra hepatik
(penyakit caroli).
Anamnesis
Pemeriksaan fisik
Ikterus, dan dapat teraba massa tumor pada perut kanan atas.
Klasik berupa trias: ikterus, nyeri perut yang hilang timbul, dan massa tumor
pada perut kanan atas.
Kriteria Diagnosis
Diffrential diagnosis
Pemeriksaan
Penunujang
Tatalaksana
Komplikasi dan
Prognosis
Daftar kepustakaan
36
Lain-lain (Algaritme,
Protokol, Prosedur,
Standing Order)
Kolitis Ulseratif
DEPARTEMEN IKA
RSMH PALEMBANG
No Dokumen
.
Panduan Praktek
Klinis
No.Revisi
..
Tanggal Revisi
9 Januari 2013
Halaman :
Ditetapkan oleh
Reaksi radang difus yang ditandai oleh infiltrat neutrofil dengan abses kripta
yang mengenai usus besar bagian distal yang dapat meluas ke proksimal
sepanjang kolon dengan panjang bervariasi.
Etiologi
Idiopatik
Patogenesis
Anamnesis
Pemeriksaan fisik
Kriteria Diagnosis
Diffrential diagnosis
Kolitis infeksiosa
Kolitis akibat C.diificile
Irritable Bowel Syndrome
Kolitis alergi
Penyakit Chron
Pemeriksaan
Penunujang
Laboratorium
Endoskopi
Biopsi
Tatalaksana
Komplikasi dan
Prognosis
Daftar kepustakaan
No Dokumen
.
Panduan Praktek
Klinis
No.Revisi
..
Tanggal Revisi
9 Januari 2013
Hipertrofi dari otot sirkuler pilorus yang menyebabkan obstruksi pintu keluar
lambung
Etiologi
Tidak diketahui
Patogenesis
Anamnesis
Pemeriksaan fisik
a.
b.
Kriteria Diagnosis
Pemeriksaan
Penunujang
Akurasi 95%. Target sign adalah gambaran khas penebalan mukosa pilorus
pada stenosis pilorus lebih dari 14 mm.
Laboratorium :
Alkalosis metabolik.
Hipokalemia.
Hiponatremia.
Tatalaksana
a. Operatif
makan.
Komplikasi dan
Prognosis
Daftar kepustakaan
Lain-lain (Algaritma,
Protokol, Prosedur,
Standing Order)
39
Keracunan Makanan/minuman
DEPARTEMEN IKA
RSMH PALEMBANG
Panduan Praktek
Klinis
No Dokumen
.
No.Revisi
..
Tanggal Revisi
9 Januari 2013
Gambaran klinik yang disebabkan gangguan satu atau beberapa organ yang
disebabkan oleh makanan yang mengandung racun / toksin
Etiologi
Patogenesis
Anamnesis
Apabila terdapat 1 orang atau lebih yang menunjukkan gejala keracunan yang
sama setelah mengkonsumsi makanan/minuman yang sama atau bila pihak
keluarga penderita mengkaitkan kasusnya dengan kecurigaan keracunan
makanan.
Pemeriksaan fisik
Kriteria Diagnosis
Komplikasi dan
Prognosis
Daftar kepustakaan
Lain-lain (Algoritme,
Protokol, Prosedur,
Standing Order)
41
No Dokumen
.
No.Revisi
..
Tanggal Revisi
9 Januari 2013
Halaman :
Ditetapkan oleh
Nyeri perut merupakan manifestasi nyeri pada daerah abdomen. Nyeri ini dapat
disebabkan oleh organ di dalam ataupun di luar abdomen
Nyeri perut berulang merupakan serangan sakit perut yang timbul sekurangkurangnya tiga kali dalam jangka waktu tiga bulan dan mengakibatkan terganggunya
aktivitas sehari-hari.
Etiologi
Nyeri perut dapat dibagi menurut penyebab gastrointestinal dan non gastrointestinal,
dan keduanya dibagi lagi menjadi sakit perut bedah dan non bedah.
1). Nyeri perut non bedah :
a. Traktus gastrointestinalis dan mesenterium.
1. Kolik.
2. Ulkus peptikum.
3. Zollinger-Ellison Syndrome.
4. Gastritis.
5. Adenitis Mesenterika.
6. Kiste mesenterika.
7. Konstipasi.
b. Traktus Urinarius.
1. Penyakit pada traktus urinarius.
2. Henoch-Scholein Purpura.
c. Hepar dan kandung Empedu.
1. Hepatitis.
2. Perihepatitis.
3. Kolesistitis akut.
4. Kolelitiasis.
d. Lien. Pembesaran lien congestive.
e. Pankreas. Pankreastitis akut.
2). Nyeri perut akut bedah :
a. Traktus gastrointestinalis.
1. Appendisitis.
2. Intussusepsi.
3. Intestinal Malrotasi.
4. Volvulus.
5. Divertikulum Meckel.
6. Hernia inkarserata.
7. Obstruksi intestinal.
b. Traktus Urinarius.Calculus Renal.
c. Tumor Hepar.
d. Lien.
e. Trauma yang menyebabkan ruptur lien.
42
Patogenesis
Bentuk Klinis
(Klasifikasi)
Pada bayi dan anak, manifestasi klinis sakit perut bergantung pada umur penderita.
Umur 0-3 bulan
:
umumnya
digambarkan dengan adanya muntah.
Umur 3 bulan-2 tahun :
muntah tiba-tiba,
menjerit, menangis tanpa adanya trauma yang dapat
menerangkan terjadinya gejala.
Umur 2-5 tahun :
sudah dapat menyatakan
sakit tetapi lokalisasinya belum tepat.
Umur > 5 tahun :
dapat menerangkan sifat
dan lokasi yang dirasakan sakit.
Anamnesis
sakit perut.
feses.
sakit perut.
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan yang terbaik adalah pada waktu serangan, harus lengkap dengan titik
berat pada abdomen.
Pengamatan.
Secara umum penderita tampak tidak anemia, turgor normal, sirkulasi normal.
Tanda vital : temperatur harus diperhatikan.
Periksa tanda-tanda peradangan dan proses infeksi pada kepala, mata, telinga,
hidung, tenggorokan, seperti faringitis, OMA, dll.
Dada : perhatikan pergerakan dada, retraksi, frequensi respirasi.
Abdomen :
- Pengamatan bentuk perut.
- Distensi / ketegangan dinding perut baik sebelum atau sesudah rangsangan
tangan (palpasi).
- Adanya cairan bebas, bising usus diseluruh perut meningkat atau menurun
sampai negatif.
- Perlu dicari tanda akut abdomen yaitu dinding abdomen yang kaku,
defence musculare, nyeri tekan, nyeri lepas.
- Pada pemeriksaan di luar abdomen, cari kemungkinan adanya hernia
strangulata, hernia inguinalis yang menyebabkan obstruksi dan peritonitis.
Rektum :
Pemeriksaan colok dubur perlu diperhatikan abnormalitas sfingter internal atau
eksternal, adanya massa feces, warna, konsistensi, darah.
Sistem Genitourinaria :
Perhatikan di daerah genitalia adanya trauma, discharge, peradangan nyeri pada
anak remaja periksa daerah pelvis, evaluasi adanya trauma, infeksi peradangan,
besarnya uterus, dan massa.
43
Kriteria Diagnosis
Diffrential diagnosis
Pemeriksaan
Penunujang
Tatalaksana
Ditentukan apakah penyakitnya membutuhkan tindakan bedah atau tidak. Bila tidak
ditemukan kedaruratan perut, penyebab sakit perut harus dicari dan diberi
pengobatan yang sesuai.
Edukasi
Memberikan rasa aman dan edukasi kepada penderita dan keluarga. Meyakinkan
bahwa pada sakit perut fungsioanal, tidak ada bukti adanya kelainan dasar yang serius
Komplikasi dan
Prognosis
Daftar kepustakaan
Lain-lain (Algaritma,
Protokol, Prosedur,
Standing Order)
hour or more
Intervening periods of usual health lasting weeks to months
The pain interferes with normal activities
The pain is associated with 2 of the following:
a. Anorexia
b. Nausea
c. Vomiting
d. Headache
e. Photophobia
f. Pallor
No evidence of an inflammatory, anatomic, metabolic, or neoplastic process
considered that explains the subjects symptoms
* Criteria fulfilled two or more times in the preceding 12 months
H2d. Childhood Functional Abdominal Pain
Diagnostic criteria* Must include all of the following:
Episodic or continuous abdominal pain
Insufficient criteria for other FGIDs
. No evidence of an inflammatory, anatomic, metabolic, or neoplastic process
that explains the subjects symptoms
* Criteria fulfilled at least once per week for at least 2 months prior to diagnosis
H2d1. Childhood Functional Abdominal Pain Syndrome
Diagnostic criteria* Must satisfy criteria for childhood functional abdominal pain
and have at least 25% of the time one or more of the following:
Some loss of daily functioning
Additional somatic symptoms such as headache, limb pain, or difficulty
sleeping
* Criteria fulfilled at least once per week for at least 2 months prior to diagnosis
45
Kolesistitis
DEPARTEMEN IKA
RSMH PALEMBANG
No Dokumen
.
Panduan Praktek
Klinis
Kode ICD : K 81
No.Revisi
..
Tanggal Revisi
9 Januari 2013
Halaman :
Ditetapkan Oleh
Kolesistitis adalah peradangan pada kantung empedu yang dapat akut atau kronik.
Etiologi
a.Kolesistitis akut :
- Stasis garam empedu : Obstruksi (batu empedu, nodus limfatikus, tumor),
kelaparan dan imobilisasi.
- Inflamasi : garam empedu, lysolecitin, bakteri.
- Iskemi : torsi, penyakit vaskuler.
b.Kolesistitis kronik : obstruksi berulang dan inflamasi
Patogenesis
Bentuk Klinis
(Klasifikasi)
Anamnesis
Pemeriksaan fisik
Kriteria Diagnosis
Diffrential diagnosis
a.
b.
c.
d.
a.
b.
c.
d.
e.
f.
Nyeri abdomen.
Kwadran kanan atas.
Epigastrium.
Menyebar ke belakang, bahu.
Mual
Intoleran makanan lemak
a.
b.
c.
d.
Abdomen tegang.
Kuning.
Demam.
Teraba massa.
d. Obstruksi Intestinal.
Pemeriksaan
Penunujang
a.
Laboratorium :
Rutin : Hb, Lekosit, Hitung jenis.
Test faal hati : bilirubin, SGOT, SGPT, Alkali fosfatase.
b. Radiologis : Perlu di buat foto polos abdomen, untuk mendeteksi ada atau
tidaknya batu empedu radio opak.
c.
USG :
Pemeriksaan USG lebih banyak membantu menentukan diagnosis.
Gambaran USG dari kolesistitis akut :
- Penebalan dinding kandung empedu lebih dari 3 cm.
- Pada dinding yang menebal terlihat suatu daerah bebas gema
diantara lapis luar dengan lapisan dalam, sehingga terlihat tanda
dinding yang rangkap atau disebut Double Rim Sign. Hal ini
disebabkan karna adanya edema di dinding kandung empedu.
- Terdapat tanda Murphy Ultrasonik yaitu terasa nyeri pada saat
transduser sedikit di tekan diatas daerah kandung empedu.
- Terdapat pembesaran kandung empedu.
- Selain tanda-tanda tersebut di atas perlu dicari penyebabnya.
Sebagai penyebab terbanyak yaitu batu empedu, yang akan terlihat sebagai
suatu massa padat berdensitas gema meninggi, disertai bayangan akustik.
Pada perubahan posisi massa tersebut akan ikut bergerak
Tatalaksana
Edukasi
Komplikasi dan
Prognosis
Perforasi.
Peritonitis empedu.
Obstruksi bilier.
Sirosis bilier.
Kanker kandung empedu
Angka mortalitas keseluruhan untuk kolesistitis akut dan kronik < 2 %
Daftar kepustakaan
47
Lain-lain (Algoritme,
Protokol, Prosedur,
Standing Order)
Peritonitis Tuberkulosa
DEPARTEMEN IKA
RSMH PALEMBANG
No Dokumen
.
Panduan Praktek
Klinis
No.Revisi
..
Tanggal Revisi
9 Januari 2013
Halaman :
Ditetapkan Oleh,
Etiologi
Mycobacterium tuberculosa
Patogenesis
Bentuk Klinis
(Klasifikasi)
Anamnesis
Pemeriksaan fisik
Kriteria Diagnosis
Tipe kering
Tipe basah
Tipe campuran
Anamnesis
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan penunjang
Diffrential diagnosis
48
Pemeriksaan
Penunujang
Tatalaksana
Edukasi
Komplikasi dan
Prognosis
Daftar kepustakaan
Lain-lain (Algaritma,
Protokol, Prosedur,
Standing Order)
Konstipasi
DEPARTEMEN IKA
RSMH PALEMBANG
Panduan Praktek
Klinis
No Dokumen
.
Tanggal Revisi
9 Januari 2013
Halaman :
Ditetapkan Oleh,
Etiologi
Patogenesis
Bentuk Klinis
(Klasifikasi)
Anamnesis
Riwayat konstipasi yang terjadi, yakni lamanya gejala (konstipasi akut atau
kronik), frekuensi defekasi, konsitensi feses, ada tidaknya darah pada feses, dan
kebiasaan defekasi (seberapa sering dan dimana pasien biasa defekasi).
mengenai kebiasaan makan,komsumsi obat-obatan, dan aktifitas fisik. Penting
juga untuk menanyakan umur saat awitan. Jika gejala pada saat usia toilet
training (>2 tahun) kemungkinan besar bersifat fungsional.
Pemeriksaan fisik
Konstipasi akut
Konstipasi kronik : konstipasi fungsional dan konstipasi organik
Pemeriksaan colok dubur dapat untuk mengevaluasi tonus otot-otot sfingter ani
dan mendeteksi obstruksi atau darah. Pemeriksaan ini dapat menyingkirkan
adanya kelainan anatomi (seperti anal stenosis dan fisura ani) dan trauma.
Kriteria Diagnosis
Anamnesis
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan penunjang
Diffrential diagnosis
Konstipasi fungsional
Konstipasi organik
Pemeriksaan
Penunujang
Tatalaksana
Edukasi
Komplikasi dan
Prognosis
Komplikasi yang sering terjadi antara lain nyeri anus, nyeri abdomen, fisura ani,
enkopresis, enuresis, infeksi saluran kemih, obstruksi ureter, prolaps rectum,
ulkus soliter, sindrom stasis (bakteri overgrowth, fermentasi karbohidrat,
maldigesti, dekonyugasi asam empedu, steatorea).
Toilet education
Diet tinggi serat
50
Pada anak di bawah usia 5 tahun dengan konstipasi kronis, sebanyak 50%
sembuh dalam 1 tahun dan 65-75% sembuh dalam 2 tahun dengan pemakaian
laksansia bertahun-tahun.
Keberhasilan pengobatan konstipasi sangat
tergantung dari penyebabnya. Sekitar 80% anak dengan konstipasi fungsional
biasanya berhasil diobati dalam 5 tahun.
Daftar kepustakaan
Lain-lain (Algoritme,
Protokol, Prosedur,
Standing Order)
51
DEPARTEMEN IKA
RSMH PALEMBANG
No Dokumen
.
Panduan Praktek
Klinis
Tanggal Revisi
9 Januari 2013
No.Revisi
..
Halaman :
Ditetapkan Oleh,
Helicobater pylori adalah bakteri gram negatif yang dapat berkoloni pada
saluran cerna dan merupakan salah satu penyebab ulkus duodemum dan gaster.
Menular secara oral-oral, gastric oral, dan fekal-oral,
Etiologi
Helicobacter pylori
Patogenesis
Infeksi H. pylori pada antrum gaster, menimbulkan inflamasi mukosa gaster dan
duodeneum, yang dapat menimbulkan ulkus gaster dan duodenum. Pemakaian
obat-obat penekan asam lambung dapat mengakibatkan peradangan terjadi pada
korpus gaster.
Bentuk Klinis
(Klasifikasi)
Anamnesis
Adanya gangguan saluran cerna seperti muntah, mual, diare, nyeri perut, dan
gejala dispepsia lainnya.
Pemeriksaan fisik
Kriteria Diagnosis
Sangat bervariasi
Dipengaruhi faktor mikrobanya dan faktor host
Asimptomatik atau simptomatik
Gejala : gangguan gastrointestinal,nyeri perut, rasa panas dan terbakar pada
epigastrium, rasa penuh di gaster, kembung, mual, muntah
Diffrential diagnosis
Pemeriksaan
Penunujang
Tatalaksana
53
Edukasi
Komplikasi dan
Prognosis
Daftar kepustakaan
Lain-lain (Algaritme,
Protokol, Prosedur,
Standing Order)
54