Anda di halaman 1dari 19

BAB I

REKAM MEDIK
I. IDENTITAS
Nama

: An.F

Umur

: 1 tahun 7 bulan

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Alamat

: Pojoksari, Ambarawa

Kebangsaan

: Indonesia

Agama

: Islam

MRS

: 07 November 2015

II. ANAMNESIS
(alloanamnesis dengan ibu penderita, tanggal 08 November 2015 pukul 17.00)
Keluhan Utama
Sesak nafas
Riwayat Perjalanan Penyakit
Sejak sabtu pagi tanggal 07 November 2015 ibu pasien mengeluh
anaknya mengalami sesak yang di sertai nafas berbunyi mengi, pada sabtu
malam sesak dan sesaknya semakin parah dan nafasnya cepat. Sebelum di
bawa ke rs, pasien sempat di bawa ke puskesmas dan di berikan obat tetapi
tidak mengurangi gejala pasien.
Sejak 3 hari yang lalu pasien mengalami batuk berdahak dan pilek.
Prosesnya adalah batuk terlebih dahulu baru pilek. Pasien tidak mengeluhkan
adanya demam dan mual muntah, BAK dan BAB normal .
Riwayat Penyakit Dahulu
Usia 6 bulan di nyatakan radang paru-paru oleh dokter
Riwayat Penyakit dalam Keluarga
Riwayat penyakit dengan keluhan batuk serta sesak nafas dalam keluarga
disangkal

Riwayat Penggunaan obat-obatan


Pasien mengkonsumsi anakodinin untuk batuknya
Riwayat Imunisasi
Pasien mendapatkan imunisasi lengkap dari lahir (hepatitis, BCG, DPT,
campak, polio)
Riwayat Persalinan
Pasien di lahirkan spontan dengan usia kehamilan sang ibu 36 minggu. Berat
badan lahir pasien adalah 3000 gr. Ibu pasien melahirkannya di bantu oleh
bidan dan dalam proses persalinannya tidak ada penyulit.
Riwayat makanan
Pasien dari lahir sampai usia 2 bulan mendapatkan asi ekslusif. Setelah itu
dari usia 3 bulan sampai dengan seterusnya di campur yaitu dengan usia 5
bulan diberikan MPASI dan usia 6 bulan di berikan pisang. Pada usia 7 -8
bulan di berikan nasi tim.
Riwayat Tumbuh Kembang
Pada usia 1 bulan tangan dan kaki bergerak aktif, saat berusia 2 bulan dapat
ngangkat kepala saat tengkurap, berusia 5 bulan dapat tengkurap dan
telentang sendiri, berusia 6 bulan duduk tanpa pegangan. Pasien dapat
merangkak pada usia 8 bulan. Dapat berdiri berpengan berusia 9 bulan. Dapat
bertepuk tangan berusia 10 bulan dan pasien dapat berdiri tanpa berpengan
berusia 11 bulan serta dapat berjalan berusia 14 bulan.
Status gizi
BB : 9 kg. TB : 79 cm. Umur : 1 tahun 7 bulan
BB/U -2 dan 0 gizi baik
TB/U -2 dan 0 gizi baik

Genogram
KAKEK
EK

NENE
KK
IBU

AYAH

KAKAK

AN.F

III. ANAMNESA SISTEM


1. Sistem Cerebrospinal

: R. Kejang disangkal dan R.Trauma


disangkal

2. Sistem kardiovaskuler

:R. Ekstremitas kebiruan disangkal dan


R.Pasien mudah lelah disangkal

3. Sistem Respirasi

: Sesak (+), R.Batuk pilek (+)

4. Sistem Gastrointestinal

: R. diare disangkal

5. Sistem Muskuloskeletal

: R. trauma disangkal

6. Sistem Integumen

: R.Alergi disangkal

7. Sistem Urogenital

: R. nyeri saat BAK disangkal

IV. PEMERIKSAAN FISIK


Pemeriksaan Umum
Kesadaran

: compos mentis

Denyut jantung

: 113x/menit, reguler isi dan tegangan cukup

Pernapasan

: 65x/menit

Temperatur

: 370C

Berat Badan

: 9 kg

Tinggi Badan

: 79 cm

Pemeriksaan Khusus
Kepala:

Normocephali
Mata

: conjunctiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-),refleks


cahaya +/+

Hidung

: Pernapasan cuping hidung (-/-), sekret (-/-)

Leher

: Pembesaran KGB (-)

Thoraks
Inspeksi

: Simetris saat statis dan dinamis, retraksi suprasternal (+)

Cor
Inspeksi

: ictus cordis tidak terlihat.

Palpasi

: ictus cordis tidak teraba

Auskultasi

: S1S2 reguler, murmur (-), gallop (-).

Pulmo
Inspeksi

: simetris saat statis dan dinamis.

Palpasi

: fremitus kanan dan kiri simetris.

Perkusi

: sonor, kiri = kanan

Auskultasi

: vesikuler (+) normal, ronki (+/+) di seluruh lapangan


paru kanan, wheezing (+/+)

Abdomen
Inspeksi

: datar, lemas

Auskultasi

: bising usus (+) N

Perkusi

: timpani

Palpasi

: hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-).

Extermitas

: akral hangat, edema - /-

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Pemeriksaan laboratorium
Hemoglobin
Hematokrit
Leukosit
Eritrosit
Trombosit

12,4 g/dl
37,5%
9,7 ribu
4.88 juta
272 ribu

13,5-17,5 gr/dl
37-47%
5-11 ribu
4.0-5.4 juta
150-400 ribu

MCV
MCH
MCHC
RDW
MPV
Limfosit
Monosit
Eosinofil
Granulosit
Neutrofil
Limfosit %
Monosit %

76.8 mikro m3
25.4 pg
33,1 g/dl
14.8%
7,5 mikro m3
1.7 mikro3
0.8 mikro3
0.0 mikro3
7.1 mikro3
5.0 mikro3
17,7%
8,6%

77-91 mikro m3
24-30 pg
32-36 g/dl
10-16%
7-11 mikro m3
4.0-10.5 mikro3
0-0.8 mikro3
0-0.6 mikro3
2-4 mikro3
1.8-8.0 mikro3
25-40%
2-8%

Rontgen thoraks AP
Cor :

bentuk dan letak jantung normal


CTR 53%

Pulmo : corakan meningkat


tampak bercak pada lapang paru kiri, parakhardial kanan
tak tampak penebalan hilus
kedua sinus landip
Kesan : bentuk dan letak jantung normal
Gambaran : pneumonia
VI. RESUME
Seorang anak laki-laki berusia 1 tahun 7 bulan, dengan berat badan 9
kg dan panjang badan 79 cm, beralamat dalam kota datang dengan keluhan
utama sesak nafas
Dari alloanamnesis dengan ibu pasien os mengeluh anaknya Sejak
sabtu pagi ibu pasien mengeluh anaknya mengalami sesak yang di sertai nafas
berbunyi mengi, pada sabtu malam sesaknya sesaknya semakin parah dan
nafasnya cepat. Sebelum di bawa ke rs, pasien sempat di bawa ke puskesmas
dan di berikan obat tetapi tidak mengurangi gejala pasien.
Sejak 3 hari yang lalu pasien mengalami batuk berdahak dan pilek.
Prosesnya adalah batuk terlebih dahulu baru pilek. Pasien tidak mengeluhkan
adanya demam dan mual muntah, BAK dan BAB normal .
5

Pada pemeriksaan umum didapatkan nadi 110x/menit, pernapasan :


32x/menit, temperatur 370C. Dari Pemeriksaan fisik ronki (+/+), wheezing
(+/+) di pada lapang paru. Pemeriksaan penunjang didapatkan Hb : 12.4 g/dl
(menurun), Ht : 37,5% (menurun), Limfosit : 17,7% (menurun), Leukosit :
9.000/mm3 , Trombosit : 272.000/mm3
VII. DIAGNOSIS BANDING
Asma
Pneumonia
Bronkiolitis akut
VIII. DIAGNOSIS
Pneumonia
IX. PENATALAKSANAAN
1. Nebulizer ventolin amp + NaCl 3% 6 jam dan suction
2. O2 2 liter/m
3. Kaen 3A 8 tpm
4. Cefotaxim 300 mg (iv) / 8 jam
5. Dexametason 3 x 1 mg (iv)
6. Ranitidin 2 x amp (iv)
7. L-bio 2 x 1

X. PROGNOSIS
Quo ad vitam

: Dubia ad bonam

Quo ad functionam

: Dubia ad bonam

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Pneumonia

Pneumonia adalah suatu peradangan pada parenkim paru yang


meliputi alveolus dan jaringan intestisial disekitarnya. 1
B. Klasifikasi
1. Pneumonia Lobaris : menggambarkan pneumonia yang terlokalisis pada
satu atau lebih lobus paru
2. Pneumonia Atipikal : pola selain dari pneumonia lobaris
3. Bronkopneumonia : inflamasi yang terfokus pada area bronkiolus dan
memicu produksi eksudat mukopurulen yang dapat mengakibatkan
obstruksi pada saluran respiratori berkaliber kecil.
C. Etiologi
1. Faktor infeksi
a. Infeksi bakteri

Diplococcus Pneumoniae

Pneumococcus

Streptococcus Pneumoniae (usia 2-59 bulan)

Staphylococcus Aureus (usia 2-59 bulan)

Eschericia Coli

b. Infeksi Virus
Respiratory Syncytial Virus (usia < 3 tahun), Virus Sitomegalo,
Virus Influenza, Virus Parainfluenza 1,2,3, Virus Adeno, Virus Rino,
Virus Epstein-Barr
2. Faktor non infeksi
Adalah factor resiko yang terdiri dari :
a. Defek anatomi bawaan
b. Imunodefisiensi
c. Polusi
d. GERD
e. Aspirasi
f. Gizi buruk

g. Berat badan lahir rendah


h. Tidak mendapat ASI
i. Imunisasi tidak lengkap
D. Patogenesis
Sebagian besar pneumonia timbul melalui aspirasi kuman atau penyebaran
langsung kuman dari saluran respiratorik atas. Hanya sebagian kecil merupakan
akibat

sekunder

dari

viremia/bakteremia

atau

penyebaran

dari

infeksi

intraabdomen. Dalam keadaan normal saluran respiratorik bawah mulai dari


sublaring hingga unit terminal adalah steril. Paru terlindung dari infeksi melalui
beberapa mekanisme termasuk barier anatomi dan barier mekanik, juga sistem
pertahanan tubuh lokal maupun sistemik. Barier anatomi dan mekanik diantaranya
adalah filtrasi partikel di hidung, pencegahan aspirasi dengan refleks epiglotis,
ekspulsi benda asing melalui refleks batuk, pembersihan ke arah kranial oleh
lapisan mukosilier. Sistem pertahanan tubuh yang terlibat baik sekresi local
imunoglobulin A maupun respon inflamasi oleh sel-sel leukosit, komplemen,
sitokin, imunoglobulin, alveolar makrofag dan cell mediated immunity
7Pneumonia

terjadi bila satu atau lebih mekanisme diatas mengalami gangguan

sehingga kuman patogen dapat mencapai saluran nafas bagian bawah. Inokulasi
pathogen penyebab pada saluran nafas menimbulkan respon inflamasi akut pada
penjamu yang berbeda sesuai dengan patogen penyebabnya.Virus akan
menginvasi saluran nafas kecil dan alveoli, umumnya bersifat patchy dan
mengenai banyak lobus. Pada infeksi virus ditandai lesi awal berupa kerusakan
silia epitel dengan akumulasi debris ke dalam lumen. Respon inflamasi awal
adalah infiltrasi sel-sel mononuklear ke dalam submukosa dan perivaskular.
Sejumlah kecil sel-sel PMN akan didapatkan dalam saluran nafas kecil. Bila
proses ini meluas, dengan adanya sejumlah debris dan mukus serta sel-sel
inflamasi yang meningkat dalam saluran nafas kecil maka akan menyebabkan
obstruksi baik parsial maupun total. Respon inflamasi ini akan diperberat dengan
adanya edema submukosa yang mungkin bisa meluas ke dinding alveoli. Respon
inflamasi di dalam alveoli ini juga seperti yang terjadi pada ruang intersitial yang

terdiri dari sel-sel mononuklear. Proses infeksi yang berat akan mengakibatkan
terjadinya denudasi (pengelupasan) epitel dan akan terbentuk eksudat hemoragik.
Infiltrasi ke intersitial sangat jarang menimbulkan fibrosis. Pneumonia viral pada
anak merupakan predisposisi terjadinya pneumonia bakterial oleh karena rusaknya
barier mukosa 10,11. Pneumonia bakterial terjadi oleh karena inhalasi atau aspirasi
patogen, kadangkadang terjadi melalui penyebaran hematogen. Terjadi tidaknya
proses pneumonia tergantung dari interaksi antara bakteri dan ketahanan sistem
imunitas penjamu. Ketika bakteri dapat mencapai alveoli maka beberapa
mekanisme pertahanan tubuh akan dikerahkan. Saat terjadi kontak antara bakteri
dengan dinding alveoli maka akan ditangkap oleh lapisan cairan epitelial yang
mengandung opsonin dan tergantung pada respon imunologis penjamu akan
terbentuk antibodi imunoglobulin G spesifik. Dari proses ini akan terjadi
fagositosis oleh makrofag alveolar (sel alveolar tipe II), sebagian kecil kuman
akan dilisis melalui perantaraan komplemen. Mekanisme seperti ini terutama
penting pada infeksi oleh karena bakteri yang tidak berkapsul seperti
Streptococcus pneumoniae. Ketika mekanisme ini tidak dapat merusak bakteri
dalam alveolar, leukosit PMN dengan aktifitas fagositosisnya akan direkrut
dengan perantaraan sitokin sehingga akan terjadi respon inflamasi. Hal ini akan
mengakibatkan terjadinya kongesti vascular dan edema yang luas, dan hal ini
merupakan karakteristik pneumonia oleh karena pneumokokus. Kuman akan
dilapisi oleh cairan edematus yang berasal dari alveolus ke alveolus melalui poripori Kohn (the pores of Kohn).

Area edematus ini akan membesar secara

sentrifugal dan akan membentuk area sentral yang terdiri dari eritrosit, eksudat
purulen (fibrin, sel-sel lekosit PMN) dan bakteri. Fase ini secara histopatologi
dinamakan red hepatization (hepatisasi merah). Tahap selanjutnya adalah
hepatisasi kelabu yang ditandai dengan fagositosis aktif oleh lekosit PMN.
Pelepasan komponen dinding bakteri dan pneumolisin melalui degradasi
enzimatik akan meningkatkan respon inflamasi dan efek sitotoksik terhadap
semua sel-sel paru. Proses ini akan mengakibatkan kaburnya struktur seluler paru.
Resolusi konsolidasi pneumonia terjadi ketika antibodi antikapsular timbul dan

10

lekosit PMN meneruskan aktifitas fagositosisnya; sel-sel monosit akan


membersihkan debris. Sepanjang struktur retikular paru masih intak (tidak terjadi
keterlibatan instertitial), parenkim paru akan kembali sempurna dan perbaikan
epitel alveolar terjadi setelah terapi berhasil. Pembentukan jaringan parut pada
paru minimal

4,7.Pada

infeksi yang disebabkan oleh Staphylococcus aureus,

kerusakan jaringan disebabkan oleh berbagai enzim dan toksin yang dihasilkan
oleh kuman. Perlekatan Staphylococcus aureus pada sel mukosa melalui teichoic
acid yang terdapat di dinding sel dan paparan di submukosa akan meningkatkan
adhesi dari fibrinogen, fibronektin, kolagen dan protein yang lain. Strain yang
berbeda dari Staphylococcus aureus akan menghasilkan faktor-faktor virulensi
yang berbeda pula. dimana faktor virulensi tersebut mempunyai satu atau lebih
kemampuan dalam melindungi kuman dari pertahanan tubuh penjamu, melokalisir
infeksi, menyebabkan kerusakan jaringan yang lokal dan bertindak sebagai toksin
yang

mempengaruhi

jaringan

yang

tidak

terinfeksi.

Beberapa

strain

Staphylococcus aureus menghasilkan kapsul polisakarida atau slime layer yang


akan berinteraksi dengan opsonofagositosis. Penyakit yang serius sering
disebabkan Staphylococcus aureus yang memproduksi koagulase.

Produksi

coagulase atau clumpin factor akan menyebabkan plasma menggumpal melalui


interaksi dengan fibrinogen dimana hal ini berperan penting dalam melokalisasi
infeksi

(contoh:

pembentukan

abses,

pneumatosel).

Beberapa

strain

Staphylococcus aureus akan membentuk beberapa enzim seperti catalase (mengnonaktifkan hidrogen peroksida, meningkatkan ketahanan intraseluler kuman)
penicillinase atau lactamase (mengnonaktifkan penisilin pada tingkat molekular
dengan membuka cincin beta laktam molekul penisilin) dan lipase. Pada
pneumonia terjadi gangguan pada komponen volume dari ventilasi akibat kelainan
langsung di parenkim paru. Terhadap gangguan ventilasi akibat gangguan volume
ini tubuh akan berusaha mengkompensasinya dengan cara meningkatkan volume
tidal dan frekuensi nafas sehingga secara klinis terlihat takipnea dan dispnea
dengan tanda-tanda inspiratory effort. Akibat penurunan ventilasi maka rasio
optimal antara ventilasi perfusi tidak tercapai (V/Q < 4/5) yang disebut ventilation
perfusion mismatch,12 tubuh berusaha meningkatkannya sehingga terjadi usaha

11

nafas ekstra dan pasien terlihat sesak. Selain itu dengan berkurangnya volume
paru secara fungsional karena proses inflamasi maka akan mengganggu proses
difusi dan menyebabkan gangguan pertukaran gas yang berakibat terjadinya
hipoksia. Pada keadaan yang berat bisa terjadi gagal nafas.
E. Manifestasi Klinis
Gejala dan tanda klinis pneumonia bervariasi tergantung kuman penyebab,
usia pasien, status imunologis pasien dan beratnya penyakit. Manifestasi klinis
bisa berat yaitu sesak, sianosis, dapat juga gejalanya tidak terlihat jelas seperti
pada neonatus. Gejala dan tanda pneumonia dapat dibedakan menjadi gejala
umum infeksi (non spesifik), gejala pulmonal, pleural dan ekstrapulmonal.
Gejala non spesifik meliputi demam, menggigil, sefalgia dan gelisah.
Beberapa pasien mungkin mengalami gangguan gastrointestinal seperti
muntah, kembung, diare atau sakit perut 7
Gejala pada paru biasanya timbul setelah beberapa saat proses infeksi
berlangsung. Setelah gejala awal seperti demam dan batuk pilek, gejala nafas
cuping hidung, takipnea, dispnea dan apnea baru timbul. Otot bantu nafas
interkostal dan abdominal mungkin digunakan. Batuk umumnya dijumpai
pada anak besar, tapi pada neonatus bisa tanpa batuk. Wheezing mungkin akan
ditemui pada anak-anak dengan pneumonia viral atau mikoplasma, seperti
yang ditemukan pada anak-anak dengan asma atau bronkiolitis

7,14.

Keradangan pada pleura biasa ditemukan pada pneumonia yang disebabkan


oleh Streptococcus pneumoniae dan Staphylococcus aureus, yang ditandai
dengan nyeri dada pada daerah yang terkena. Nyeri dapat berat sehingga akan
membatasi gerakan dinding dada selama inspirasi dan kadang-kadang
menyebar ke leher dan perut 7
Gejala ekstra pulmonal mungkin ditemukan pada beberapa kasus. Abses
pada kulit atau jaringan lunak seringkali didapatkan pada kasus pneumonia
karena Staphylococcus aureus. Otitis media, konjuntivitis, sinusitis dapat
ditemukan pada kasus infeksi karena Streptococcus pneumoniae atau
Haemophillus influenza. Sedangkan epiglotitis dan meningitis khususnya

12

dikaitkan dengan pneumonia karena Haemophillus influenza. Frekuensi nafas


merupakan indeks paling sensitif untuk mengetahui beratnya penyakit. Hal ini
digunakan untuk mendukung diagnosis dan memantau tatalaksana pneumonia.
Pengukuran frekuensi nafas dilakukan dalam keadaan anak tenang atau tidur.
WHO bahkan telah merekomendasikan untuk menghitung frekuensi nafas
pada setiap anak dengan batuk. Dengan adanya batuk, frekuensi nafas yang
lebih cepat dari normal serta adanya tarikan dinding dada bagian bawah ke
dalam (chest indrawing), WHO menetapkannya sebagai kasus pneumonia
berat di lapangan dan harus memerlukan perawatan di Rumah Sakit untuk
pemberian antibiotic

14-16 7

Perkusi toraks tidak bernilai diagnostik, karena umumnya kelainan


patologinya menyebar. Suara redup pada perkusi biasanya karena adanya efusi
pleura. Pada auskultasi suara nafas yang melemah seringkali ditemukan bila
ada proses peradangan subpleura dan mengeras (suara bronkial) bila ada
proses konsolidasi. Ronki basah halus yang khas untuk pasien yang lebih
besar, mungkin tidak akan terdengar untuk bayi. Pada bayi dan balita kecil
karena kecilnya volume toraks biasanya suara nafas saling berbaur dan sulit
diidentifikasi .
7

Secara klinis pada anak sulit membedakan antara pneumonia bakterial dan
pneumonia viral. Namun sebagai pedoman dapat disebutkan bahwa
pneumonia bacterial awitannya cepat, batuk produktif, pasien tampak toksik,
lekositosis dan perubahan nyata pada pemeriksaan radiologis. Namun keadaan
seperti ini kadang-kadang sulit dijumpai pada seluruh kasus.

10,14

Penggunaan

BPS (Bacterial Pneumonia Score) pada 136 anak usia 1 bulan 5 tahun
dengan pneumonia di Argentina yang mengevaluasi suhu aksilar, usia, jumlah
netrofil absolut, jumlah bands dan foto polos dada ternyata mampu secara
akurat mengidentifikasi anak dengan resiko pneumonia bakterial sehingga
akan dapat membantu klinisi dalam penentuan pemberian antibiotika

17

Perinatal pneumonia terjadi segera setelah kolonisasi kuman dari jalan


lahir atau ascending dari infeksi intrauterin. Kuman penyebab terutama adalah
GBS (Group B Streptococcus) selain kuman-kuman gram negatif. Gejalanya

13

berupa respiratory distress yaitu merintih, nafas cuping hidung, retraksi dan
sianosis. Sepsis akan terjadi dalam hitungan jam, hampir semua bayi akan
mengarah ke sepsis dalam 48 jam pertama kehidupan. Pada bayi prematur,
gambaran infeksi oleh karena GBS menyerupai gambaran RDS (Respiratory
Distress Syndrome).
F. Penegakan Diagnosis
1. Anamnesis
Hal-hal yang dapat ditanyakan selama anamnesis meliputi9 :
a. Identitas pasien : nama, umur, jenis kelamin, nama orang tua, alamat,
umur orang tua, pendidikan dan pekerjaan orang tua..
b. Gejala infeksi umum: Demam, sakit kepala, gelisah, malaise, penurunan
nafsu makan, mual, muntah, diare.
Gejala respiratorik : batuk dan pilek, sesak nafas, retraksi dada,
takipnea, napas cuping hidung, air hunger, merintih, sianosis.
c. Riwayat penyakit sebelumnya
d. Riwayat imunisasi
e. Riwayat makanan : ASI, PASI
f.

Riwayat kontak dengan orang lain yang menderita penyakit tertentu

g. Riwayat berobat
2. Pemeriksaan Fisik
Pada inspeksi dapat dijumpai keadaan sebagai berikut9 :
a. Gelisah
b. Malaise
c. Merintih
d. Batuk
e. Sesak nafas
f. Nafas cuping hidung
g. Retraksi dada suprasternal, intercostal ataupun subcostal
h. Sianosis

14

Sedangkan pada perkusi terdapat pekak dan pada auskultasi dijumpai


suara napas yang melemah, ronki. Pada neonates dan bayi kecil, gejala
pneumonia tidak selalu jelas terlihat. Umumnya tidak di temukan kelainan
pada perkusi dan auskultasi paru. Pernapasan tak teratur dan hipopnea
dapat ditemukan pada bayi muda.
3. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
Gambaran darah menunjukkan leukositosis, biasanya 15.000
40.000/ mm3 dengan predominan PMN. Pada infeksi Chlamydia kadang
di temukan eosinofilia. Dominasi netrofil pada hitung jenis atau adanya
pergeseran ke kiri menunjukkan bakteri sebagai penyebab. Lekosit
>30.000/UL dengan dominasi netrofil mengarah ke pneumonia
streptokokus dan stafilokokus.7 Peningkatan Laju Endap Darah (LED).
b. Pemeriksaan radiologi
Ditandai

dengan

infiltrate

interstisial

peningkatan

corakan

bronkovaskular, hiperaerasi), infiltrate alveolar ( konsolidasi paru


dengan air bronchogram) disebut sebagai pneumonia lobaris bila
mengenai 1 lobus, penebalan peribronkial.
Klasifikasi WHO menggunakan criteria klinis untuk diagnosis
pneumonia :
a) Bayi berusia < 2 bulan

Pneumonia berat : napas cepat (> 60x/menit atau retraksi


berat)

Pneumonia sangat berat : tidak mau menetek/minum,


kejang,

letargis,

demam/hiptermia,

bradipnea

atau

pernapasan ireguler.
b) Anak berusia 2 bulan-5 bulan

15

Pneumonia ringan : napas cepat (> 50x/menit pada usia 2


bulan hingga 1 tahun, > 40x/menit pada usia > 1-5 tahun.

Pneumonia berat : retraksi

Pneumonia sangat berat : tidak dapat makan/minum,


kejang, letargis, malnutrisi.

MANAGEMENT TERPADU BALITA SAKIT

Pneumonia berat atau penyakit sangat berat :


o Ada tanda bahaya umum (anak dapat minum atau menyusu,
anak selalu memuntahkan semua, anak menderita kejang, anak
tampak letargis atau tidak sadar).
o Tarikan dinsing dada ke dalam atau stridor.
o Penatalaksanaan : beri dosis pertama antibiotic yang sesuai
dan rujuk segera

Pneumonia
o Napas cepat
o Penatalaksanaan

beri

antibiotic

sesuai,

beri

pelega

tenggorokan dan pereda batuk yang aman, jika batuk >


3minggu, rujuk untuk pemeriksaan lanjutan, kunjungan ulang
2 hari.

Batuk : bukan pneumonia


o Tidak ada tanda-tanda pneumonia atau penyakit sangat berat
o Penatalaksanaan : beri pelega tenggorokan dan pereda batuk
yang aman, jika batuk > 3minggu, rujuk untuk pemeriksaan
lanjutan, kunjungan ulang 5 hari jika tidak ada perbaikan

G. Pengobatan
Pengobatan bertujuan untuk mengeradikasi infeksi, menurunkan
morbiditas dan mencegah komplikasi.
16

Pengobatan pneumonia adalah sebagai berikut :


1. Pemberian antibiotika polifragmasi selama 10 - 15 hari, meliputi:
a. Amoksisilin 50-100 mg/kgBB/hari IV arau IM setiap 8 jam pantau
dalam 72 jam pertama. Bila respon baik, terapi diteruskan hingga 5 hari
kemudian di anjutkan dengan amoksisilin oral 15 mg/kgBB/kali 3 hari
seklai selama 5 hari berikutnya.
b.

Antibiotic lini kedua : seftriakson 80- 100 mg/kgBB/hari IV atau IM


satu kali sehari.

c.

Pada penderita yang dicurigai resisten dengan obat tersebut


berdasarkan riwayat pemakaian obat sebelumnya, atau pneumonia
berat dengan tanda bahaya, atau tidak tampak perbaikan klinis dalam
3 hari, maka obat diganti dengan cephalosporin generasi ke-3 (dosis
tergantung jenis obat) atau penderita yang tadinya mendapat
kloramfenikol

diganti

dengan

gentamisin

dengan

dosis

3-5

20

mg

mg/kgBB/hr diberikan dalam 2 dosis.


2. Pneumonia ringan
Rawat jalan

Kotrimoksazol

mg

TMP/kgBB/kali-

sulfametoksazol/kgBB/kali), 2 kali sehari selama 3 hari atau


amosisilin 25 mg/kgBB/kali 2 kali sehari selama 3 hari.
3. Pneumonia berat
Oksigen untuk mempertahankan saturasi > 92% pantai setiap 4 jam.
Pada anak yang stabil dapat dilakukan uji coba tanpa menggunkan
oksigen setiap hari. Bila saturasi tetap stabil, pemberian oksigen
dapat dihentikan.

Bila asupan peroral kurang dapat diberikan cairan intravena dan


dilakukan balans cairan ketat agar tidak terjadi hidrasi berlebihan

Nebulisasi agonis -2 dan/tau Nacl 0.9% dapat diberikan untuk


memperbaiki mucocilliaryclearance.

4. Tindak lanjut

17

a. Pengamatan rutin :
Frekuensi nafas, denyut nadi, tekanan vena, hepatomegali, tanda
asidosis, dan tanda komplikasi.
b. Indikasi pulang :
Gejala dan tanda sudah menghilang, asupan oral sudah adekuat,
pemberian antibiotic dapat diteruskan di rumah, keluarga mengerti
dan setuju untuk pemberian terapi serta rencana control, kondisi
rumah meungkinkan untuk perawatan lanjutan di rumah, bila tidak
sesak dan intake adekuat.
H. Komplikasi
1. Pneumonia Staphylococcus : perburukan klinis yang cepat walaupun
sudah di terapi, rontgrn thorax di dapatkan pneumothoraks dengan efusi
pleura, apusan sputum ditemukan coccus Gram (+), infksi kulit yang
disertai pus/pustule mendukung diagnosis.
2. Empiema torasis merupakan komplikasi tersering pada pneumonia berat
3. Perikarditis purulenta
4. Infeksi ekstrapulmoner misalnya meningitis purulenta
5. Miokarditis (pada anak berusia 2-24 bulan)
I. Prognosis
Menurut data Survei Kesehatan Nasional (SKN,2001) menunjukkan
bahwa 27,6% kematian bayi dan 22,8% kematian balita di Indonesia
disebabkan oleh penyakit respiratori, terutama pneumonia.

DAFTAR PUSTAKA

18

1. Staf

Pengajar

Ilmu

Kesehatan Anak FKUI. Buku Kuliah Ilmu

Kesehatan Anak . Infomedika . Jakarta. 2010; 11: halaman 1228-1233.


2. World Health Organization.Pneumonia Kills More Children Than Any
Other Diseases; 2005.
Available from : (http://www.who.int)
3. Ginting, Susi.. Pneumonia, Penyebab Kematian Balita Nomor

Satu.

Januari 2009.
Diunduh dari : (http://www.kematian.biz/pdf/article/health/pneumoniapenyebab-kematian-balita-nomor-satu.pdf)
4. Saroso, Sulianti.. Pneumonia. Februari 2007.
Diunduh dari : (http://www.infeksi.com/articles.php?lng=in&pg=48)
5. Muchtar D, Ridwan. Kendala Pernafasan Infeksi Saluran Pernafasan
Akut. Cermin Dunia Kedokteran. 1992; 80: halaman 47-48.
6. Hidayat. Askep pada Anak dengan Bronkopneumonia; 2009.
Diunduh dari : (http://hanikamioji.wordpress.com)
7. World Health Organization. Reducing child deaths from pneumonia; 2009.
Available from : (http://www.who.int)
8. Yuwono, Djoko. Besaran Penyakit pada Balita di Indonesia; 2007.
Diunduh dari : (http://www.bmf.litbang.depkes.go.id)
9. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Buku Ajar Respirologi Anak. 2008;
I : halaman 350-365.
10. Behrman,Richard E, dkk. Nelson Ilmu Kesehatan Anak. Cetakan I.
Jakarta:EGC. 2000. p. halaman 883-889.

19

Anda mungkin juga menyukai