Anda di halaman 1dari 22

Jenis Dermatitis Kontak

Definisi
Dermatitis kontak adalah dermatitis yang disebabkan oleh bahan (substansi) yang menempel
pada kulit.
Jenis
Dikenal dua macam jenis dermatitis kontak yaitu dermatitis kontak iritan dan dermatitis kontak
alergik; keduanya dapat bersifat akut maupun kronis.
Dermatitis Kontak Iritan
Epidemiologi
Dermatitis kontak iritan dapat diderita oleh semua orang dari berbagai golongan umur, ras dan
jenis kelamin.
Jumlah penderita dermatitis kontak iritan diperkirakan cukup banyak, namun angkanya secara
tepat sulit diketahui. Hal ini disebabkan antara lain oleh banyak penderita dengan kelainan ringan
tidak datang berobat.
Etiologi
Penyebab munculnya dermatitis jenis ini ialah bahan yang bersifat iritan, misalnya bahan pelarut,
detergen, minyak pelumnas, asam, alkali dan serbuk kayu. Kelainan kulit yang terjadi selain

ditentukan oleh ukuran molekul, daya larut, konsentrasi, vehikulum, serta suhu badan iritan
tersebut, juga dipengaruhi oleh faktor lain. Faktor yang dimaksud yaitu lama kontak, kekrapan
(terus meneru atau berselang), adanya oklusi menyebabkan kulit lebih permeable, demikian pula
gesekan dan trauma fisis. Suhu dan kelembaban udara juga berpengaruh.
Faktor manusia juga berpengaruh pada dermatitis kontak iritan misalnya perbedaan penebalan
kulit di berbagai tempat menyebabkan perbedaan permeabilitas; usia (anak di bawah 8 tahun
lebih mudah teriritasi); ras (kulit hitam lebih tahan dibandingkan kulit putih); jenis kelamin
(insidens dermatitis kontak iritan lebih tinggi pada wanita ); penyakit kulit yang pernah atau
sedang dialami (ambang rangsang terhadap bahan iritan turun). Misalnya dermatitis atopik.
Patogenesis
Kelainan kulit akibat kerusakan sel yang disebabkan oleh bahan iritan melalui kerja kimiawi
maupun fisik. Bahan iritan merusak lapisan tanduk, denaturasi keratin, menyingkirkan lemak
lapisan tanduk, dan mengubah daya ikat kulit air kulit. Keadaan ini akan merusaksel epidermis.
Ada dua jenis bahan iritan yaitu : iritan kuat dan iritan lemah. Iritan kuat akan menimbulkan
kelainan kulit pada pajanan pertama pada hamper semua orang. Sedang iritan lemah hanya pada
mereka yang paling rawan atau mengalami kontak berulang-ulang. Faktor kontribusi, misalnya
kelembaban udara, tekanan, gesekan, dan oklusi, mempunyai andil pada terjadinya kerusakan
tersebut.
Gejala Klinis
Sebagaimana disebutkan di atas bahwa ada dua jenis bahan iritan, maka dermatitis kontak iritan
juga dibagi menjadi dua macam yaitu dermatitis kontak iritan akut dan dermatitis kontak iritan
kronis.
Dermatitis Kontak Iritan Akut
Penyebabnya iritan kuat, biasanya kerena kecelakaan. Kulit terasa pedih atau panas, eritema,
vesikel, atau bulla. Luas kelainan umumnya terbatas daerah yang terkena, berbatas tegas.
Pada umumnya kelainan kulit muncul segera, tetapi ada sejumlah bahan kimia yang
menimbulkan reaksi akut lambat misalnya podofilin, antralin, asam fluorohidrogenat, sehingga
dermatitis kontak iritan akut lambat. Kelinan kulit baru terlihat setelah 12-24 jam atau lebih.
Contohnya ialah dermatitis yang disebabkan oleh bulu serangga yang terbang pada malam hari
(dermatitis venenata); penderita baru merasa pedih setelah esok harinya, pada awalnya terlihat
eritema dan sore harinya sudah menjadi vesikel bahkan nekrosis.
Dermatitis Kontak Iritan Kronis

Nama lain ialah dermatitis iritan kumulatif, disebabkan oleh kontak dengan iritan lemah yang
berulang-ulang (oleh faktor fisik, misalnya gesekan, trauma mikro, kelembaban rendah, panas
atau dingin; juga bahan, contohnya detergen, sabun, pelarut, tanah bahkan juga air). Dermatitis
kontak iritan kronis mungkin terjadi oleh Karen kerja sama berbagai faktor. Bisa jadi suatu bahan
yang secara sendiri tidak cukup kuat menyebabkan dermatitis iritan, tetapi bila bergabung
dengan faktor lain baru mampu. Kelainan baru nyata setelah berhari-hari, berminggu-minggu
atau bulan, bahkan bisa bertahun-tahun kemudian. Sehingga waktu dan rentetan kontak
merupakan factor paling penting. Dermatitis iritan kumulatif ini merupakan dermatitis kontak
iritan yang paling sering ditemukan.
Gejala klasik berupa kulit kering, eritema, skuam lambat laun kulit tebal ( hyperkeratosis) dan
likenifikasi, batas kelainan tidak tegas, bila retak seperti luka iris (fisur), misalnya pada kulit
tumit tukang cuci yang mengalami kontak terus-menerus dengan deterjen. Ada kalanya kelainan
hanya berupa kulit bkering atau skuama tanpa eritema, sehingga diabaikan oleh penderita.
Setelah kelainan dirasakan mengganggu, baru mendapat perhatian. Banyak pekerjaan yang
berisiko tinggi yang memungkinkan terjadinya dermatitis kontak iritan kumulatif, misalnya :
mencuci, memasak, membersihkan lantai, kerja bangunan, kerja di bengkel, dan berkebun.
Histopatologi
Gambaran histologik dermatitis kontak iritan tidak karakteristik. Pada dermatitis kontak iritan
akut (oleh iritan primer), dalam dermis terjadi vasodilatasi dan sebukan sel mononuclear di
dermis bagian atas. Eksositosis di epidermis disertai spongiosis dan edema intrasel, dan akhirnya
terjadi nekrosis epidermal. Pada keadaan berat kerusakan epidermis ini dapat menimbulkan bulla
sub epidermal.
Diagnosis
Diagnosis dermatitis kontak iritan didasarkan atas anamnesis yang cermat dan pengamatan
gambaran klinis. Dermatitis kontak iritan akut lebih mudah diketahui karena munculnya lebih
cepat sehingga penderita pada umumnya masih ingat apa yang menjadi penyebabnya.
Sebaliknya, dermatitis kontak iritan kronis, timbulnya lambat serta mempunyai variasi gambaran
klinis yang laus, sehingga ada kalanya sulit dibedakan dengan dermatitis kontak alergi. Untuk ini
diperlukan uji temple dengan bahan yang dicurigai.
Pengobatan
Upaya pengobatan dermatitis kontak iritan yang terpenting adalah menyingkirkan pajanan bahan
iritan, baik yang bersifat mekani, fisik, maupun kimawi. Bila hal ini dapat dilaksanakan dengan
sempurna, dan tidak terjadi komplikasi, maka dermatitis kontak iritan akan sembuh dengan
sendirinya tanpa pengobatan topical, mungkin cuku[ dengan pelembab untuk memperbaiki kulit
yang kering.

Apabila diperluka, untuk mengatasi peradangan dapat diberikan kortikosteroid topical, misalnya
hidrokortison, atau untuk kelainan yang kronis bisa diawali dengan kortikosteroid yang lebih
kuat.
Pemakaian alat pelindung yang adekuat diperlukan bagi mereka yang bekerja dengan bahan
iritan, untuk mencegah kontak dengan bahan tersebut.
Prognosis
Bila bahan iritan penyebab dermatitis tersebut tidak dapat disingkirkan dengan sempurna, maka
prognosisnya kurang baik. Keadaan ini sering terjadi pada dermatitis kontak iritan kronis yang
penyebabnya multifactor

BAB I
PENDAHULUAN
Dermatitis adalah peradangan kulit (epidermis dan dermis) sebagai respon terhadap pengaruh
faktor eksogen dan atau faktor endogen, menimbulkan kelainan klinis berupa efloresensi
polimorfik (eritema, edema, papul, vesikel, skuama, likenifikasi) dan keluhan gatal.1 Dermatitis
kontak adalah reaksi fisiologik yang terjadi pada kulit karena kontak dengan substansi tertentu,
dimana sebagian besar reaksi ini disebabkan oleh iritan kulit dan sisanya disebabkan oleh alergen
yang merangsang reaksi alergi.1, 2, 3 Dermatitis kontak merupakan suatu respon inflamasi dari
kulit terhadap antigen atau iritan yang bisa menyebabkan ketidaknyamanan dan rasa malu dan
merupakan kelainan kulit yang paling sering pada para pekerja.4, 5
Dermatitis kontak iritan (DKI) merupakan inflamasi pada kulit yang bermanifestasi sebagai
eritema, edema ringan dan pecah-pecah. DKI merupakan respon non spesifik kulit terhadap
kerusakan kimia langsung yang melepaskan mediator-mediator inflamasi yang sebagian besar
berasal dari sel epidermis.6 DKI dapat diderita oleh semua orang dari berbagai golongan umur,
ras dan jenis kelamin. Jumlah penderita DKI diperkirakan cukup banyak terutama yang
berhubungan dengan pekerjaan (DKI akibat kerja), namun dikatakan angkanya secara tepat sulit
diketahui.1
DKI merupakan hasil klinik dari inflamasi yang berasal dari pelepasan sitokin-sitokin
proinflamasi dari sel-sel kulit (prinsipnya kerartinosit), biasanya sebagai respon terhadap

rangsangan kimia. Bentuk klinik yang berbeda-beda bisa terjadi. Tiga perubahan patofosiologi
utama adalah disrupsi sawar kulit, perubahan seluler epidermis dan pelepasan sitokin.6 Iritan
pada DKI meliputi yang ditemui sehari-hari seperti air, deterjen, berbagai pelarut, asam, bassa,
bahan adhesi, cairan bercampur logam dan friksi. Sering bahan-bahan ini bekerja bersama untuk
merusak kulit. Iritan merusak kulit dengan cara memindahkan minyak dan pelembab dari lapisan
terluar, membiarkan iritan masuk lebih dalam dan menyebabkan kerusakan lebih lanjut dengan
memicu inlamasi.7
DKI masih belum banyak diketahui bila dibandingkan dengan dermatitis kontak alergi (DKA).
Kebanyakan artikel tentang dermatitis kontak konsern pada DKA. Tidak ada uji diagnostik untuk
DKI. Diagnosis adalah berdasarkan ekslusi penyakit kutan lainnya (khususnya DKA) dan pada
penampakan klinis dermatitis pada tempat yang terpapar dengan cukup terhadap iritan yang
diketahui.6 Terkadang penampakan klinis DKI kronik mirip dengan DKA. Beberapa sumber
menyatakan DKI kronik pada telapak tangan dan telapak kaki sulit dibedakan dengan DKA.1,8
Dalam penatalaksanaan DKI, penting bagi penderita dan dokter untuk mengetahui substansi yang
menyebabkan penyakitnya tersebut sehingga dapat diberikan terapi yang lebih efisien dan
efektif.7
Makalah ini membahas kasus DKI yang mengenai seorang penderita pada daerah telapak tangan
dan telapak kakinya setelah terpapar substansi deterjen.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
DKI merupakan reaksi peradangan kulit nonimunologik, dimana kerusakan kulit terjadi langsung
tanpa didahului proses sensitisasi.1 Dermatitis kontak iritan (DKI) merupakan inflamasi pada
kulit yang bermanifestasi sebagai eritema, edema ringan dan pecah-pecah. DKI merupakan
respon non spesifik kulit terhadap kerusakan kimia langsung yang melepaskan mediatormediator inflamasi yang sebagian besar berasal dari sel epidermis.6
2.2 Epidemiologi
DKI dapat diderita oleh semua orang dari berbagai golongan umur, ras dan jenis kelamin. Jumlah
penderita DKI diperkirakan cukup banyak terutama yang berhubungan dengan pekerjaan (DKI
akibat kerja), namun dikatakan angkanya secara tepat sulit diketahui.1 Hal ini disebabkan antara
lain oleh banyaknya penderita dengan kelainan ringan tidak datang berobat, atau bahkan tidak
mengeluh.
Di Amerika, DKI sering terjadi di pekerjaan yang melibatkan kegiatan mencuci tangan atau
paparan berulang kulit terhadap air, bahan makanan atau iritan lainnya. Pekerjaan yang berisiko
tinggi meliputi bersih-bersih, pelayanan rumah sakit, tukang masak, dan penata rambut. 80%
Dermatitis tangan okupasional karena iritan, lebih sering mengenai tukang bersih-bersih, penata
rambut dan tukang masak. Prevalensi dermatitis tangan karena pekerjaan ditemukan sebesar
55,6% di ICU dan 69,7% pada pekerja yang sering terpapar (dilaporkan dengan frekuensi
mencuci tangan >35 kali setiap pergantian). Penelitian menyebutkan frekuensi mencuci tangan
>35x tiap pergantian memiliki hubungan kuat dengan dermatitis tangan karena pekerjaan
(OR=4,13). Di Jerman, angka insiden DKI adalah 4,5 setiap 10.000 pekerja, dimana insiden
tertinggi ditemukan pada penata rambut (46,9 kasus per 10.000 pekerja setiap tahunnya), tukang

roti dan tukang masak.6,7


Berdasarkan jenis kelamin, DKI secara signifikan lebih banyak pada perempuan dibanding lakilaki. Tingginya frekuensi ekzem tangan pada wanita dibanding pria karena faktor lingkungan,
bukan genetik. Berdasarkan usia, DKI bisa muncul pada berbagai usia. Banyak kasus karena
dermatitis diaper (popok) terjadi karena iritan kulit langsung pada urine dan feses. Seorang
yang lebih tua memiliki kulit lebih kering dan tipis yang tidak toleran terhadap sabun dan
pelarut. DKI bisa mengenai siapa saja, yang terpapar iritan dengan jumlah yang sufisien, tetapi
individu dengan dengan riwayat dermatitis atopi lebih mudah terserang.6,7
2.3 Etiologi
Penyebab munculnya DKI adalah bahan yang bersifat iritan, misalnya bahan pelarut, deterjen,
minyak pelumas, asam alkali, serbuk kayu, bahan abrasif, enzim, minyak, larutan garam
konsentrat, plastik berat molekul rendah atau bahan kimia higroskopik. 1, 2, 6, 9, 10, 11
Kelainan kulit yang muncul bergantung pada beberapa faktor, meliputi faktor dari iritan itu
sendiri, faktor lingkungan dan faktor individu penderita. Dapat dilihat pada tabel berikut.
Iritan adalah substansi yang akan menginduksi dermatitis pada setiap orang jika terpapar pada
kulit: dalam konsentrasi yang cukup, pada waktu yang sufisien dengan frekuensi yang sufisien.
Masing-masing individu memiliki predisposisi yang berbeda terhadap berbagai iritan, tetapi
jumlah yang rendah dari iritan menurunkan dan secara bertahap mencegah kecenderungan untuk
meninduksi dermatitis.10 Fungsi pertahanan dari kulit akan rusak baik dengan peningkatan
hidrasi dari stratum korneum (oklusi, suhu dan kelembaban tinggi, bilasan air yang sering dan
lama) dan penurunan hidrasi (suhu dan kelembaban rendah). Tidak semua pekerja di area yang
sama akan terkena. Siapa yang terkena tergantung pada predisposisi individu (rowayat atopi
misalnya), personal hygiene dan luas dari paparan. Iritan biasanya mengenai tangan atau lengan.
Efek dari iritan merupakan concentration-dependent, sehingga hanya mengenai tempat primer
kontak.10
2.4 Patogenesis
Kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel yang disebabkan oleh bahan iritan melalui kerja
kimiawi atau fisis. Bahan iritan merusak lapisan tanduk, denaturasi keratin, menyingkirkan
lemak lapisan tanduk dan mengubah daya ikat air kulit.
Kebanyak bahan iritan (toksin) merusak membran lemak keratinosit tetapi sebagian dapat
menembus membran sel dan merusak lisosom, mitokondria atau komplemen inti. Kerisakan
membran mengaktifkan fosfolipase dan melepaskan asam arakidonat (AA), diasilgliserida
(DAG), platelet actifating factor (PAF) dan inositida (IP3). AA dirubah menjadi prostaglandin
(PG) dan leukotrin (LT). PG dan LT menginduksi vasodilatasi, dan meningkatkan permeabilitas
vaskuler sehingga mempermudah transudasi komplemen dan kinin. PG dan LT juga bertindak
sebagai kemoatraktan kuat untuk limfosit dan neutrofil, serta mengaktifasi sel mas melepaskan
histamin, LT dan PG lain, dan PAF, sehingga memperkuat perubahan vaskuler.
DAG dan second messenger lain mengstimulasi ekspresi gen dan sintesis protein, misalnya
interleukin-1 (IL-1) dan granulocyt-macrophage colony stimulating factor (GMCSF). IL-1
mengaktifkan sel T-penolong mengeluarkan IL-2 an mengekspresi reseptor IL-2 yang
menimbulkan stimulasi autokrin dan proliferasi sel tersebut.
Keratinosit juga membuatmolekul permukaan HLA-DR dan adesi intrasel- (ICAM-1). Pada
kontak dengan iritan, keratinosit juga melepaskan TNF, suatu sitokin proinflamasi yang dapat

mengaktifasi sel T, makrofag dan granulosit, menginduksi ekspresi molekul adesi sel dan
pelepasan sitokin.
Rentetan kejadian tersebut menimbulkan gejala peradangan klasik di tempat terjadinya kontak di
kulit berupa eritema, edema, panas, nyeri, bila iritan kuat. Bahan iritan lemah akan menimbulkan
kelainan kulit setelah berulang kali kontak, dimulai dengan kerusakan stratum korneum oleh
karena delipidasi yang menyebabkan desikasi dan kehilangan fungsi sawarnya, sehingga
mempermudah kerusakan sel dibawahnya oleh iritan.1
2.5 Klinis
a.Riwayat Penyakit
Riwayat yang terperinci sangat dibutuhkan karena diagnosis dari DKI tergantung pada adanya
riwayat paparan iritan kutaneus yang mengenai tempat-tempat pada tubuh. Tes tempel juga
digunakan pada kasus yang berat atau persisten untuk menyingkirkan DKA. Gejala subjektif
primer biasanya meliputi hal-hal sebagai berikut6:
Riwayat paparan yang cukup terhadap iritan kulit
Onset gejala muncul dalam beberapa menit hingga beberapa jam pada DKI akut. Pada DKI
subakut merupakan ciri iritan tertentu seperti benzalkonium klorida (ada pada disinfektak) yang
mendatangkan reaksi radang 8-24 jam setelah paparan. Onset dan gejala bisa tertunda beberapa
minggu pada DKI kumulatif.
Nyeri, rasa terbakar, rasa tersengat atau tidak nyaman pada fase awal.
Gejala subjektif lainnya meliputi: onset dalam 2 minggu paparan dan adalanya keluhan yang
sama pada rekan kerja atau anggota keluarga lainnya. DKI okupasional biasanya terjadi pada
karyawan baru atau mereka yang belum belajar untuk melindungi kulitnya dari iritan. Individu
dengan dermatitis atopik (khususnya pada tangan) rentan terhadap DKI tangan.6
b.Pemeriksaan Fisik
Kriteria diagnostik primer DKI menurut Rietschel meliputi:6
Makula eritema, hiperkeratosis atau fisura yang menonjol.
Kulit epidermis seperti terbakar
Proses penyembuhan dimulai segera setelah menghindari paparan bahan iritan
Tes tempel negatif dan meliputi semua alergen yang mungkin
Kriteria objektif minor meliputi:
Batas tegas pada dermatitis
Bukti pengaruh gravitasi seperti efek menetes
Kecenderungan untuk menyebar lebih rendah dibanding DKA
Untuk kepentingan pengobatan, berdasarkan perjalanan penyakit dan gejala klinis DKI
dikelompokkan menjadi DKI akut, lambat akut dan kumulatif. Ada pula bentuk DKI lainnya
yaitu: reaksi iritan, DKI traumatik, DKI noneritematosa dan DKI subyektif.
Tabel 2. Perbedaan DKI Akut, Lambat Akut dan Kumulatif 1, 6

2.6 Histopatologik
Gambaran histtopatologik DKI tidak karakteristik. Pada DKI akut (oleh iritan primer), dalam
dermis terjadi vasodilatasi dan sebukan sel mononuklear di sekitar pembuluh darah dermis
bagian atas. Eksositosis di epidermis diikuti spongiosis dan edema intrasel dan akhirnya menjadi
nekrosis epidermal. Pada keadaan berat, kerusakan epidermis dapat menimbulkan vesikel atau
bila. Di dalam vesikel atau bula ditemukan limfosit atau neutrofil.1, 6 Pada DKI kronis adalah
hiperkeratosis dengan area parakeratosis, akantosis dan perpanjangan rete ridges.6
2.6Diagnosis
Diagnosis DKI didasarkan anamnesis yang cermat dan pengamatan gambaran klinis. DKI akut
lebih mudah diketahui karena munculnya lebih cepat sehingga penderita pada umumnya masih
ingat apa yang menjadi penyebabnya. Sebaliknya DKI kronis timbul lambat serta mempunyai
variasi gambaran klinis yang luas, sehingga kadang sulit dibedakan dengan DKA. Untuk ini
diperlukan uji tempel dengan bahan yang dicurigai.1
2.8 Pemeriksaan Laboratorium6
Pemeriksaan kultur bakteri bisa dilakukan apabila ada komplikasi infeksi sekunder bakteri.
Pemeriksaan KOH bisa dilakukan dan sampel mikologi bisa diambil untuk menyingkirkan
infeksi tinea superficial atau kandida, bergantung pada tempat dan bentuk lesi.
Uji tempel dilakukan untuk mendiagnosis DKA, tetapi bukan untuk membuktikan adanya iritan
penyebab munculnya DKI. Diagnosis adalah berdasarkan eksklusi DKA dan riwayat paparan
iritan yang cukup
Biopsi kulit bisa membantu menyingkirkan kelainan lain seperti tinea, psoriasis atau limfoma sel
T
2.9 Penatalaksanaan
Upaya pengobatan DKI yang terpenting adalah menghindari pajanan bahan iritan, baik yang
bersifat mekanik, fisis atau kimiawi serta menyingkirkan faktor yang memperberat. Bila dapat
dilakukan dengan sempurna dan tanpa komplikasi, maka tidak perlu pengobatan topikal dan
cukup dengan pelembab untuk memperbaiki kulit yang kering.
Apabila diperlukan untuk mengatasi peradangan dapat diberikan kortikosteroid topikal.
Pemakaian alat perlindungan yang adekuat diperlukan bagi mereka yang bekerja dengan bahan

iritan sebagai upaya pencegahan.


a.Dermatitis akut
Untuk dermatitis akut, secara lokal diberikan kompres larutan garam fisiologis atau larutan
kalium permanganas 1/10.000 selama 2-3 hari dan setelah mengering diberi krim yang
mengandung hidrokortison 1-2,5%.
Secara sistemik diberikan antihistamin (CTM 3x1 tablet.hari) untuk menghilangkan rasa gatal.
Bila berat/luas dapat diberikan prednison 30 mg/hari dan bila sudah ada perbaikan dilakukan
tapering. Bila terdapat infrksi sekunder diberikan antibiotik dengan dosis 3x500 mg selama 5-7
hari.12
b.Dermatitis kronik
Topikal diberikan salep mengandung steroid yang lebih poten seperti hidrokortison yang
mengalami fluorinasi seperti desoksimetason, diflokortolon. Sistemik diberikan antihistamin
(CTM 3x1 tablet.hari) untuk menghilangkan rasa gatal.12
2.10 Komplikasi6
Adapun komplikasi DKI adalah sebagai berikut:
DKI meningkatkan risiko sensitisasi pengobatan topikal
Lesi kulit bisa mengalami infeksi sekunder, khususnya oleh Stafilokokus aureus
Neurodermatitis sekunder (liken simpleks kronis) bisa terjadi terutapa pada pekerja yang
terpapar iritan di tempat kerjanya atau dengan stres psikologik
Hiperpigmentasi atau hipopignemtasi post inflamasi pada area terkena DKI
Jaringan parut muncul pada paparan bahan korosif, ekskoriasi atau artifak.
2.11Prognosis
Prognosis baik pada individu non atopi dimana DKI didiagnosis dan diobati dengan baik.
Individu dengan dermatitis atopi rentan terhadap DKI. Bila bahan iritan tidak dapat disingkirkan
sempurna, prognosisnya kurang baik, dimana kondisi ini sering terjadi DKI kronis yang
penyebabnya multifaktor.1,6
BAB III
KASUS
3.1 Identitas Penderita
Nama : KNY
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 19 tahun
Suku : Bali
Agama : Hindu
Alamat : Jl. P. Riau 24 Aspol Sanglah Denpasar
Pekerjaan : Pegawai swasta
3.2 Anamnesis
Keluhan utama: Kulit mengelupas
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang dengan keluhan kulit mengelupas di ujung jari-jari kedua tangan dan telapak kaki.

Keluhan ini sudah dirasakan sejak 3 bulan yang lalu. Awalnya kulit dikatakan terlihat kemerahan
dan bintik-bintik merah, kemudian kulit pasien seperti bersisik dan mengelupas. Keluhan ini
dikatakan muncul setelah pasien mencuci dengan detergen attack. Keluhan dikatakan sempat
berkurang setelah pasien berhenti mencuci dengan tangan, namun kemudian muncul kembali
beberapa minggu setelah pasien kembali mencuci menggunakan detergen dengan tangannya.
Dikatakan kaki pasien juga terkena air cucian yang mengandung detergen.
Pasien juga mengeluh perih pada ujung jari-jari kedua tangannya. Keluhan ini dirasakan sejak 3
bulan yang lalu bersamaan dengan munculnya kemerahan dan pengelupasan kulit. Keluhan kulit
terasa lebih tebal ada, gatal tidak ada. Keluhan timbulnya lesi yang sama pada lipatan siku dan
lutut tidak ada.
Riwayat Pengobatan: pasien belum mendapatkan pengobatan sebelumnya.
Riwayat Alergi Makanan: tidak ada
Riwayat Penyakit Terdahulu: pasien pernah mengalami sakit yang sama di lokasi yang sama
setelah mencuci dengan tangan menggunakan deterjen. Pasien tidak menderita asma, tidak
pernah mengalami sering gatal-gatal atau kemerahan sebelumnya.
Riwayat Sosial: pasien di rumahnya sehari-hari mencuci pakaian dan perabotan dengan tangan
menggunakan detergen.
3.3 Pemeriksaan Fisik
Status Present: Keadaan umum : baik
Tekanan darah : 120/90 mmHg
Nadi : 84x/menit
RR : 20x/menit
Tax : 360C
Status General : dalam batas normal
Status Dermatologis :
Lokasi : jari-jari kedua tangan dan ujung telapak kaki
Efloresensi : tampak plak, batas tidak tegas, geografika,
dengan skuama kasar barwarna putih di atasnya dan pada
telapak kaki terdapat fisura.
Stigmata atopi : tidak ditemukan
Mukosa : dalam batas normal
Rambut : dalam batas normal
Kuku : dalam batas normal, kuku tidak dicat
Kelenjar limfe : tidak ditemukan pembesaran kelenjar getah bening
regional maupun sistemik
Syaraf : tidak ditemukan penebalan saraf perifer dan penurunan
sensibilitas
3.4 Resume
Penderita, perempuan, 19 tahun, Hindu, Bali dengan keluhan kulit ujung jari kedua tangan dan
telapak kaki mengelupas sejak 3 bulan yang lalu, awalnya bintik-bintik dan kemerahan dan
berisik. Kulit dirasa tebal dan perih. Gatal tidak ada. Muncul setelah mencuci dengan detergen,
sempat berkurang setelah berhenti mencuci dengan tangan, muncul lagi beberapa minggu setelah
kembali mencuci menggunakan detergen dengan tangannya. Riwayat pengobatan: tidak ada.
Riwayat alergi makanan: tidak ada. Riwayat penyakit terdahulu: pernah mengalami sakit yang

sama di lokasi yang sama setelah mencuci dengan tangan menggunakan deterjen. Riwayat sosial:
sehari-hari mencuci pakaian dan perabotan dengan tangan menggunakan detergen.
3.5 Diagnosis Kerja
Dermatitis Kontak Iritan Kronis
3.6Terapi
Desoximetasone 2,5mg%
KIE: hindari kontak dengan detergen, bila ingin mencuci untuk sementara menggunakan mesin
cuci atau minta tolong anggota keluarga lain atau bila terpaksa tidak mencuci setiap hari untuk
menghindari frekunsi paparan yang sering. Bila terpaksa harus mencuci, hendaknya memakai
sarung tangan. Setelah mencuci, pasien disarankan membersihkan tangan dari iritan
menggunakan pembersih yang ringan. Pasien disarankan secara teratur memakai pelembab kulit.
BAB IV
PEMBAHASAN
DKI merupakan reaksi peradangan kulit nonimunologik, dimana kerusakan kulit terjadi langsung
tanpa didahului proses sensitisasi.1 DKI sering terjadi di pekerjaan yang melibatkan kegiatan
mencuci tangan atau paparan berulang kulit terhadap air, bahan makanan atau iritan lainnya.
Pekerjaan yang berisiko tinggi meliputi bersih-bersih, pelayanan rumah sakit, tukang masak, dan
penata rambut. 80% Dermatitis tangan okupasional karena iritan, lebih sering mengenai tukang
bersih-bersih, penata rambut dan tukang masak. Berdasarkan jenis kelamin, DKI secara
signifikan lebih banyak pada perempuan dibanding laki-laki.6,7 Secara epidemiologis, hal-hal
tersebut di atas dapat ditemukan pada kasus ini. Pasien pada kasus ini adalah seorang wanita
dimana dari hasil anamnesis pasien sehari-hari sering melakukan aktivitas mencuci yang
melibatkan tangan dengan menggunakan detergen.
Iritan adalah substansi yang akan menginduksi dermatitis pada setiap orang jika terpapar pada
kulit: dalam konsentrasi yang cukup, pada waktu yang cukup dengan frekuensi yang adekuat.
Masing-masing individu memiliki predisposisi yang berbeda terhadap berbagai iritan.10 Pada
pasien ini, lesi yang dialaminya tidak hanya diakibatkan oleh iritan yang terkandung dalam
detergen, namun juga terdapat faktor lingkungan dan faktor individu yang ikut berperan dalam
terjadinya lesi pada pasien.
Dari faktor iritannya, dari anamnesis dikatakan keluhan muncul sejak 3 bulan yang lalu, dan
pasien sempat keluhannya berkurang ketika berupaya untuk menghindari mencuci dengan
detergen, namun keluhan bertambah ketika setelah beberapa minggu pasien kembali mencuci
dengan tangan menggunakan detergen. Dari kondisi tersebut dapat dilihat adanya faktor lama
dan frekuensi paparan yakni adanya paparan yang berulang tapi ringan pada pasien. Dari faktor
lingkungan, aktivitas mencuci menggunakan tangan yang sering setiap harinya pada pasien
merupakan aktivitas yang melibatkan gesekan dan berisiko terjadinya trauma mikro serta
kelembaban rendah. Dari faktor individu, keluhan yang muncul kembali dan makin bertambah
berat ketika pasien kembali mencuci dengan tangan menggunakan detergen, terjadi akibat belum
pulihnya sawar kulit dengan baik namun sudah disusul oleh kontak iritan berikutnya sehingga
menimbulkan kelainan kulit.1,6 Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 1.

Gambar 2. Diagram Ilustrasi Hubungan Frekuensi dan Lama Pajanan pada DKI
Kumulatif/Kronis. Kiri: Bila jarak waktu iritasi pertama dan berikutnya cukup lama sehingga
terjadi perbaikan fungsi sawar kulit, maka tidak menimbulkan kelainan. Kanan: Bila kerusakan
sawar kulit belum pulih benar sudah disusul oleh kontak iritan berikutnya, maka kelainan kulti
akan timbul.(K:kerusakan; t: waktu; pk: penampilan klinis).1
Secara klinis pada kasus dapat digolongkan menjadi DKI kumulatif/kronis. Hal ini sesuai dengan
hal-hal yang tercakup didalamnya yakni penyebabnya adalah iritan lemah, onset bermingguminggu/bulan/tahun, kulit tampak kering, eritema, skuama, hiperkeratosis & likenifikasi, difus,
bila terus-terusan dapat retak, fisura; adanya riwayat kontak berulang-ulang dan berhubungan
dengan pekerjaan.1 Pada pasien dari anamnesis diketahui pasien mengeluh kulit mengelupas,
tebal dan perih dengan onset 3 bulan yang lalu, dengan paparan detergen (iritan lemah), dan
aktivitas sehari-hari sering mencuci dengan tangan menggunakan detergen. Dari pemeriksaan
fisik ditemukan plak dengan skuama dan pada telapak kaki telah terdapat fisura dan tidak
ditemukan kelainan di daerah fleksura.
Pada DKI, riwayat yang terperinci sangat dibutuhkan karena diagnosis dari DKI tergantung pada
adanya riwayat paparan iritan kutaneus yang mengenai tempat-tempat pada tubuh. Diagnosis
DKI didasarkan anamnesis yang cermat dan pengamatan gambaran klinis. Dari anamnesis dan
pemeriksaan fisik telah diuraikan pada paragraf sebelumnya, pada penderita ini termasuk dalam
DKI kronis.
Upaya pengobatan DKI yang terpenting adalah menghindari pajanan bahan iritan, baik yang
bersifat mekanik, fisis atau kimiawi serta menyingkirkan faktor yang memperberat.1 Bila dapat
dilakukan dengan sempurna dan tanpa komplikasi, maka tidak perlu pengobatan topikal dan
cukup dengan pelembab untuk memperbaiki kulit yang kering. Apabila diperlukan untuk
mengatasi peradangan dapat diberikan kortikosteroid topikal. Pemakaian alat perlindungan yang
adekuat diperlukan bagi mereka yang bekerja dengan bahan iritan sebagai upaya pencegahan.1
Untuk DKI kronis, secara topikal diberikan salep mengandung steroid yang lebih poten seperti
hidrokortison yang mengalami fluorinasi seperti desoksimetason, diflokortolon. Sistemik
diberikan antihistamin (CTM 3x1 tablet.hari) untuk menghilangkan rasa gatal.12
Pada pasien ini obat yang diberikan adalah kortikosteroid topikal desoximetasone 2,5mg%. Hal
ini sesuai untuk DKI kronis, karena desoximetasone 2,5mg% merupakan kortikosteroid potensi
tinggi yang memiliki efek anti inflamasi kuat. Pasien tidak diberikan antihistamin karena pasien
tidak mengalami keluhan gatal.1, 12
Pasien juga diberikan KIE untuk menghindari kontak dengan detergen, bila ingin mencuci untuk
sementara menggunakan mesin cuci atau minta tolong anggota keluarga lain atau bila terpaksa
tidak mencuci setiap hari untuk menghindari frekunsi paparan yang sering. Bila terpaksa harus
mencuci, hendaknya memakai sarung tangan. Setelah mencuci, pasien disarankan membersihkan
tangan dari iritan menggunakan pembersih yang ringan. Pasien disarankan secara teratur
memakai pelembab kulit.
Adapun KIE ini bertujuan untuk menghindari pajanan iritan (detergen) dan menyingkirkan faktor
yang memperberat (kekerapan, kelembaban, trauma fisik). Penggunaan pelembab kulit secara
teratur dikatakan dapat mencegah DKI karena deterjen. Pemakaian pembersih yang ringan seusai
melakukan aktivitas mencuci bertujuan untuk meningkatkan kebersihan pribadi dan untuk
membiasakan bekerja secara hati-hati.1, 6, 7, 10
BAB V
RINGKASAN

Telah dilaporkan kasus dengan Dermatitis Kontak Iritan (DKI) Kronis pada penderita perempuan
19 tahun. DKI merupakan reaksi peradangan kulit nonimunologik, dimana kerusakan kulit
terjadi langsung tanpa didahului proses sensitisasi. DKI merupakan respon non spesifik kulit
terhadap kerusakan kimia langsung yang melepaskan mediator-mediator inflamasi yang sebagian
besar berasal dari sel epidermis. DKI sering terjadi di pekerjaan yang melibatkan kegiatan
mencuci tangan atau paparan berulang kulit terhadap air, bahan makanan atau iritan lainnya.
Penyebab munculnya DKI adalah bahan yang bersifat iritan. Kelainan kulit yang muncul
bergantung pada beberapa faktor, meliputi faktor dari iritan itu sendiri, faktor lingkungan dan
faktor individu penderita. Untuk kepentingan pengobatan, berdasarkan perjalanan penyakit dan
gejala klinis DKI dapat dikelompokkan menjadi DKI akut, lambat akut dan kumulatif. Diagnosis
DKI didasarkan anamnesis yang cermat khususnya adanya riwayat paparan iritan dan
pengamatan gambaran klinis. Upaya pengobatan DKI yang terpenting adalah menghindari
pajanan bahan iritan dan menyingkirkan faktor yang memperberat. Apabila diperlukan untuk
mengatasi peradangan dapat diberikan kortikosteroid topikal.
Pada penderita ini telah digali riwayat adanya pengelupasan pada ujung jari kedua tangan dan
kedua telapak kaki sejak 3 bulan, penebalan kulit, rasa perih, riwayat paparan deterjen dalam
aktivitas sehari-hari. Dari pemeriksaan fisik ditemukan plak berbatas tidak tegas dengan skuama
kasar putih serta pada telapak kaki juga terdapat fisura. Pada penderita ini telah diberikan
pengobatan desoximetasone 2,5mg% serta KIE mengenai DKI, upaya menghindari paparan dan
mencegah timbulnya kembali DKI.

DAFTAR PUSTAKA
1.Sularsito, S. A., dan Djuanda, S. Dermatitis. Dalam: Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta; 2005. hal:129-153.
2.Contact Dermatitis. University of Virginia Health System; 2005. Available at:
http://www.w3.org/TR/xhtml1/DTD/xhtml1-transitional.dtd
3.Lehrer, M. S. Contact dermatitis. Medline Plus Medical Encyclopedia; 2006. Available at:
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus.html
4.Michael, J. A. Dermatitis, Contact. Emedicine; 2005. Available at:
http://www.emedicine.com/specialties.htm
5.Schalock, P. C. Dermatitis. Merck Manual Home Edition; 2006. Available at:
http://www.merck.com
6.Hogan, D. Contact Dermatitis, Irritant. Emedicine; 2006. Available at:
http://www.emedicine.com/specialties.htm
7.Irritant Contact Dermatitis. DermsnetMZ; 2007. Available at: http://dermnetnz.org
8.Jovanovi, D. L. et al. Chronic Contact Allergic And Irritant Dermatitis Of Palms And Soles:
Routine Histopathology Not Suitable For Differentiation. Acta Dermatoven APA Vol 12, No 4;
2003.p:127-9
9.Dermatitis, Irritant Contact. VisualDxHealth; 2007. Available at: http://visualdxhealth.com
10.A Guide To Occupational Skin Disease. In: Occupational Safety and Health Information

Series. Occupational Safety and Health Service. Department of Labour Wellington. New
Zealand; 1995
11.What is occupational irritant contact dermatitis? Canadas National Occupational Health and
Safety Resources; Available at: http://www.ccohs.ca
12.Dermatitis. Dalam: Pedoman Diagnosis dan Terapi Penyakit Kulit dan Kelamin RSUP
Sanglah Denpasar. Lab/SMF. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin FK Unud/RSUP Sanglah.
Denpasar. Bali; 2000.
Diposkan oleh citra journey di 23:03
Label: ilmiah, kedokteran, penyakit kulit

Penyakit yang Disebabkan oleh Jamur


Feb27
Jamur merupakan salah satu mikroorganisme penyebab penyakit pada manusia. Penyakit yang
disebabkan jamur pada manusia disebut mikosis, yaitu mikosis superficial dan mikosis sistemik.
Mikosis superfisial merupakan mikosis yang menyerang kulit, kuku, dan rambut terutama
disebabkan oleh 3 genera jamur, yaitu Trichophyton, Microsporum, dan Epidermophyton.
Sedangkan mikosis sistemik merupakan mikosis yang menyerang alat-alat dalam, seperti
jaringan sub-cutan, paru-paru, ginjal, jantung, mukosa mulut, usus, dan vagina.
Beberapa jenis mikosis superfisial antara lain sebagai berikut.
Tinea capitis
Merupakan infeksi jamur yang menyerang stratum corneum kulit kepala dan rambut kepala,
yang disebabkan oleh jamur Mycrosporum dan Trichophyton. Gejalnya adalah rambut yang
terkena tampak kusam, mudah patah dan tinggal rambut yang pendek-pendek pada daerah yang
botak. Pada infeksi yang berat dapat menyebabkan edematous dan bernanah.
Tinea favosa
Merupakan infeksi pada kulit kepala, kulit badan yang tidak berambut dan kuku. Penyebabnya
adalah Trichophyton schoenleinii. Gejalnya berupa bintik-bintik putih pada kulit kepala
kemudian membesar membentuk kerak yang berwarna kuning kotor. Kerak ini sangat lengket
daln bila diangkat akan meninggalkan luka basah atau bernanah.
Tinea barbae
Merupakan infeksi jamur yang menyerang daerah yang berjanggut dan kulit leher, rambut dan
folikel rambut. Penyebabnya adalah Trichophyton mentagrophytes, Trichophyton violaceum,
Microsporum cranis.
Dermatophytosis (Tinea pedis, Athele foot)
Merupakan infeksi jamur superfisial yang kronis mengenai kulit terutama kulit di sela-sela jari
kaki. Dalam kondisi berat dapat bernanah. Penyebabnya adalah Trichophyton sp.
Tinea cruris
Merupakan infeksi mikosis superfisial yang mengenai paha bagian atas sebelah dalam. Pada

kasus yang berat dapat pula mengenai kulit sekitarnya. Penyebabnya adalah Epidermophyton
floccosum atau Trichophyton sp.
Tinea versicolor (panu)
Merupakan mikosis superfisial dengan gejala berupa bercak putih kekuning-kuningan disertai
rasa gatal, biasanya pada kulit dada, bahu punggung, axilla, leher dan perut bagian atas.
Penyebabnya adalah Malassezia furtur.

malassezia furfur

Tinea circinata (Tinea corporis)


Merupakan mikosis superfisial berbentuk bulat-bulat (cincin) dimana terjadinya jaringan
granulamatous, pengelupasan lesi kulit disertai rasa gatal. Gejalanya bermula berupa papula
kemerahan yang melebar.
Otomycosis (Mryngomycosis)
Merupakan mikosis superfisial yang menyerang lubang telinga dan kulit di sekitarnya yang
menimbulkan rasa gatal dan sakit. Bila ada infeksi sekunder akan menjadi bernanah.
Penyebabnya adalah Epidermophyton floccosum dan Trichophyton sp.
Beberapa jenis mikosis sistemik antara lain sebagai berikut.
Nocardiosis
Merupakan mikosisi yang menyerang jaringan subkutan, yakni terjadi pembengkakan jaringan
yang terkena dan terjadinya lubang-lubang yang mengeluarkan nanah dan jamurnya berupa
granula. Penyebabnya adalah Nocardia asteroides.
Candidiasis
Merupakan mikosis yang menyerang kulit, kuku atau organ tubuh seperti hantung dan paru-paru,
selaput lendir dan juga vagina. Infeksi ini terjadi karena faktor predisposisi, misalnya diabetes,
AIDS, daerah kulit yang lembab dan obesitas. Penyebabnya adalah Candida albicans.

Actinomycosis
Merupakan mikosis yang ditandai dengan adanya jaringan granulomatous, bernanah disertai
dengan terjadinya abses dan fistula. Penyebabnya adalah Actinomyces bovis.
Maduromycosis (Madura foot)
Merupakan mikosis pada kaki yang ditandai dengan terjadinya massa granulomatous yang
biasanya meluas ke jaringan lunak dan tulang kaki. Gejalanya dimulai dengan adanya lesi pada
tapak kaki bagian belakang, timbul massa granulomatous dan abses yang kemudian terjadi sinussinus yang mengeluarkan nanah dan granula. Penyebabnya adalah Allescheris boydii,
Cephalosporium falciforme, Madurella mycetomi, dan Madurella grisea
Coccidioidomycosis
Merupakan mikosis yang mengenai paru-paru yang disebabkan oleh Coccidioides immitis.
Gejalnya mirip dengan pneumonia yang lain, berupa batuk dengan atau tanpa sputum yang
biasanya disertai dengan pleuritis,
Sporotrichosis
Merupakan mikosis yang bersifat granulomatous menimbulkan terjadinya benjolan gumma,
ulcus dan abses yang biasanya mengenai juga kulit dan kelenjar lympha superfisial.
Penyebabnya adalah Sporotrichum schenckii. Gejala awalnya berupa benjolan (nodul) di bawah
kulit kemudian membesar, merah, meradang, mengalami nekrosis kemudian terbentuk ulcus.
Nodul yang sama terjadi sepanjang jaringan lympha.
Blastomycosis
Merupakan mikosis yang menyerang kulit, paru-paru, viscera, tulang dan sistem saraf.
Penyebabnya adalah Blastomyces dermatitidis dan Blastomyces brasieliensis. Blastomycosis
kulit gejalanya brupa papula atau pustula yang berkembang menjadi ulcus kronis dengan
jaringan granulasi pada alasnya. Kulit yang sering terkena adalah wajah, leher, lengan dan kaki.
Bila menyerang organ dalam, gejalanya mirip tuberculosis.
post by: Mawar Pratiwi
Chikungunya
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Belum Diperiksa
Langsung ke: navigasi, cari
Artikel ini perlu dirapikan agar memenuhi standar Wikipedia
Merapikan artikel bisa berupa membagi artikel ke dalam paragraf atau wikifikasi
artikel. Setelah dirapikan, tolong hapus pesan ini.

Chikungunya
Klasifikasi dan bahan-bahan eksternal

ICD-10
ICD-9
DiseasesDB
MeSH

A92.0
065.4, 066.3
32213
D018354

Virus Chikungunya

Klasifikasi virus
Kelas:

Kelas IV
((+)ssRNA)

Famili:

Togaviridae

Genus: Alphavirus
Spesies Chikungunya
:
virus

Chikungunya adalah sejenis demam virus yang disebabkan alphavirus yang disebarkan oleh
gigitan nyamuk dari spesies Aedes aegypti. Namanya berasal dari sebuah kata dalam bahasa
Makonde yang berarti "yang melengkung ke atas", merujuk kepada tubuh yang membungkuk
akibat gejala-gejala arthritis penyakit ini.

Daftar isi
[sembunyikan]

1 Pengertian Chikungunya

2 Penyebab Chikungunya

3 Chikungunya di Indonesia

4 Gejala penderita Chikungunya

5 Pranala luar

6 Referensi

[sunting] Pengertian Chikungunya


Chikungunya berasal dari bahasa Swahili berdasarkan gejala pada penderita, yang berarti
(posisi tubuh) meliuk atau melengkung, mengacu pada postur penderita yang membungkuk
akibat nyeri sendi hebat (arthralgia). Nyeri sendi ini menurut lembar data keselamatan (MSDS)
Kantor Keamanan Laboratorium Kanada, terutama terjadi pada lutut, pergelangan kaki serta
persendian tangan dan kaki. Selain kasus demam berdarah yang merebak di sejumlah wilayah
Indonesia, masyarakat direpotkan pula dengan kasus Chikungunya. Gejala penyakit ini
termasuk demam mendadak yang mencapai 39 derajat C, nyeri pada persendian terutama sendi
lutut, pergelangan, jari kaki dan tangan serta tulang belakang yang disertai ruam (kumpulan
bintik-bintik kemerahan) pada kulit. Terdapat juga sakit kepala, conjunctival injection dan sedikit
fotofobia.
Penyakit ini biasanya dapat membatasi diri sendiri dan akan sembuh sendiri. Perawatan
berdasarkan gejala disarankan setelah mengetepikan penyakit-penyakit lain yang lebih
berbahaya.

[sunting] Penyebab Chikungunya


Penyebab penyakit ini adalah sejenis virus, yaitu Alphavirus dan ditularkan lewat nyamuk Aedes
aegypti. Nyamuk yang sama juga menularkan penyakit demam berdarah dengue. Meski masih
"bersaudara" dengan demam berdarah, penyakit ini tidak mematikan. Penyakit Chikungunya
disebarkan oleh nyamuk Aedes aegypti. Apakah penyakit ini juga disebabkan virus dengue?
Lalu, apa bedanya dengan DBD dan bagaimana membedakannya? Penyakit Chikungunya
disebabkan oleh sejenis virus yang disebut virus Chikungunya. virus Chikungunya ini masuk
keluarga Togaviridae, genus alphavirus. Sejarah Chikungunya di Indonesia Penyakit ini berasal
dari daratan Afrika dan mulai ditemukan di Indonesia tahun 1973.

[sunting] Chikungunya di Indonesia


Penyakit ini pertama sekali dicatat di Tanzania, Afrika pada tahun 1952, kemudian di Uganda
tahun 1963. Di Indonesia, kejadian luar biasa (KLB) Chikungunya dilaporkan pada tahun 1982,
Demam Chikungunya di Indonesia dilaporkan pertama kali di Samarinda pada tahun 1973[1],
kemudian berjangkit di Kuala Tungkal, Martapura, Ternate, Yogyakarta (1983), Muara Enim
(1999), Aceh dan Bogor (2001). Sebuah wabah Chikungunya ditemukan di Port Klang di
Malaysia pada tahun 1999, selanjutnya berkembang ke wilayah-wilayah lain. Awal 2001,
kejadian luar biasa demam Chikungunya terjadi di Muara Enim, Sumatera Selatan dan Aceh.
Disusul Bogor bulan Oktober. Setahun kemudian, demam Chikungunya berjangkit lagi di
Bekasi (Jawa Barat), Purworejo dan Klaten (Jawa Tengah). Diperkirakan sepanjang tahun 20012003 jumlah kasus Chikungunya mencapai 3.918 jiwa dan tanpa kematian yang diakibatkan
penyakit ini.

[sunting] Gejala penderita Chikungunya


Gejala utama terkena penyakit Chikungunya adalah tiba-tiba tubuh terasa demam diikuti
dengan linu di persendian. Bahkan, karena salah satu gejala yang khas adalah timbulnya rasa
pegal-pegal, ngilu, juga timbul rasa sakit pada tulangtulang, ada yang menamainya sebagai
demam tulang atau flu tulang. Gejala-gejalanya memang mirip dengan infeksi virus dengue
dengan sedikit perbedaan pada hal-hal tertentu. virus ini dipindahkan dari satu penderita ke
penderita lain melalui nyamuk, antara lain Aedes aegypti. virus yang ditularkan oleh nyamuk
Aedes aegypti ini akan berkembang biak di dalam tubuh manusia. virus menyerang semua usia,
baik anak-anak maupun dewasa di daerah endemis. Secara mendadak penderita akan mengalami
demam tinggi selama lima hari, sehingga dikenal pula istilah demam lima hari. Pada anak kecil
dimulai dengan demam mendadak, kulit kemerahan. Ruam-ruam merah itu muncul setelah 3-5
hari. Mata biasanya merah disertai tanda-tanda seperti flu. Sering dijumpai anak kejang demam.
Pada anak yang lebih besar, demam biasanya diikuti rasa sakit pada otot dan sendi, serta terjadi
pembesaran kelenjar getah bening. Pada orang dewasa, gejala nyeri sendi dan otot sangat
dominan dan sampai menimbulkan kelumpuhan sementara karena rasa sakit bila berjalan.
Kadang-kadang timbul rasa mual sampai muntah. Pada umumnya demam pada anak hanya
berlangsung selama tiga hari dengan tanpa atau sedikit sekali dijumpai perdarahan maupun syok.
Bedanya dengan demam berdarah dengue, pada Chikungunya tidak ada perdarahan hebat,
renjatan (shock) maupun kematian.

PROGNOSIS
Penderita dermatitis atopic yang bermula sejak bayi, sebagian ( 40 % ) sembuh
spontan,s e b a g i a n b e r l a n j u t k e b e n t u k a n a k d a n d e w a s a . Ad a p u l a y a n g
mengatakan bahwa 40- 50%s e m b u h p a d a u s i a 1 5 t a h u n .
S e b a g i a n b e s a r m e n y e m b u h p a d a u s i a 3 0 t a h u n . Secara
umum bila ada riwayat dermatitis atopic di keluarganya bersamaan dengan
a s m a bronchial, masa awitan lambat, atau dermatitisnya berat, maka penyakitnya
lebih persisten.
BAB III
KESIMPULAN
Kejadian dermatitis kontak yang disebabkan oleh iritan maupun
a l e r g i m e m i l i k i hubungan dengan suatu pekerjaan, sehingga orang- orang
y a n g m e m i l i h b e k e r j a d i s u a t u aktivitas yang memiliki resiko tersebut harus
tersebut mempersiapkan dirinya agar terhindar dari dermatitis kontak. Pada
dermatitis kontak iritan, iritan yang kuat seperti asam kuat atau basa kuat dapat
mengakibatkan dermatitis kontak iritan akut, sedangkan iritan yang lemah s e p e r t i
seperti deterjen keras memerlukan waktu yang lebih lama untuk
m e n g a k i b a t k a n dermatitis kontak iritan kronik. Dermatitis kontak alergik
merupakan jenis dermatitis kontak t e r b e s a r k e d u a s e t e l a h d e r m a t i t i s k o n t a k
i r i t a n . P e n a n g a n a n d i a p e r d e r m a t i t i s p a d a b a y i memerlukan perhatian yang khusus
sebab bayi memiliki daya tahan yang masih lemah.Farmasis diharapkan mampu tidak
hanya menentukan terapi farmakologi yang tepat, m e l a i n k a n j u g a m a m p u m e m b e r
e d u k a s i k e p a d a p a s i e n u n t u k m e n g h i n d a r i d a n m e n c e g a h terjadinya pemaparan
yang dapat menyebabkan dermatitis kontak. Tahap pertama yang pentingdilakukan untuk
memberikan terapi yang tepat adalah dengan berupaya menggali informasi mengenai
kemungkinan penyebab dari timbulnya dermatitis kontak tersebut.
20
DAFTAR PUSTAKA

Kariosentono, harijono. Dermatitis atopik ( Eksema ) Dari gejala klinis, Reaksi


atopik,P e r a n e o s i n o f i l , T u n g a u d e b u r u m a h , S i t o k i n
s a m p a i k o r t i k o s t e r o i d p a d a penatalaksanaannya. UNS Press, Solo.2006.

Djuanda, adi. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi IV. Balai Penerbit FK UI,
Jakarta,1999.S i r e g a r, R . S . A t l a s B e r w a r n a S a r i p a t i P e n ya k i t K u l i t . E d i s i 2 .
E G C , J a k a r t a , 2 0 0 4 . J u d a r w a n t o , w i d o d o d r. D e r m a t i t i s a t o p i k . C h i l d r e n s
A l l e r g y C l i n i c . h t t p / / w w w. childrenallergyclinic. Wordpress. Com.

Kuncoro, wahyudi dr. Dermatitis atopic. http// www.


d e r m a t i t i s a t o p i k . c o m http://www.aaia.ca/.

Hayakawa,R., 2000, Contact Dermatitis, Nagoya J. Med. Sci 64.83-90 Keefner, DM., danCurry,
CE., 2004, Contact Dermatitis dalam Handbook of nonprescription Drugs, 12
th

edition, APHA, Washngton D.C

Kariosentono, harijono. Dermatitis atopik ( Eksema ) Dari gejala klinis, Reaksi


atopik,P e r a n e o s i n o f i l , T u n g a u d e b u r u m a h , S i t o k i n
s a m p a i k o r t i k o s t e r o i d p a d a penatalaksanaannya. UNS Press, Solo.2006
21
22

Anda mungkin juga menyukai