Anda di halaman 1dari 21

UPAYA KESEHATAN

1. Gizi darurat
Permasalahan yang sering timbul terkait gizi darurat
a. Terbatasnya ketersediaan bahan pangan local untuk memenuhi kebutuhan
gizi
b. Tidak ada perbedaan makanan antara balita dengan dewasa selama
pemberian makanan setelah fase penyelamatan (3 hari)
c. Pengawasan terhadap pengolahan dan penyajian makanan kurang
diperhatikan (terdapat makanan/bahan pangan kadaluarsa)
d. Bayi tidak memperoleh ASI sebagaimana mestinya, misalnya, karena bayi
kehilangan ibunya atau ibu tidak dapat menyusui karena hal-hal lain
(stress, sakit, dll)
e. Kurangnya pengawasan dalam pemberian bantuan susu formula untuk
bayi dan balita di pengungsian
Dampak terhadap kesehatan
a. Tidak terpenuhinya kebutuhan gizi pengungsi terutama kelompok rentan
(bayi, balita, bumil, lansia)
b. Kekurangan zat gizi mikro, balita mengalami KVA, anemia gizi dan ibu
hamil menderita anemia
c. Balita menderita gizi kurang dan buruk
Upaya gizi darurat
a. Surveilans gizi darurat, antara lain :
1) Registrasi pengungsi untuk mengetahui jumlah kepala keluarga,
jumlah jiwa, jenis kelamin, usia dan kelompok rawan (balita, bumil,
buteki, dan usila)
2) Pengumpulan, pengolahan, analisis, dan diseminasi data dasar gizi.
Data antropometri yang meliputi, berat badan, tinggi badan dan umur

untuk menentukan status gizi balita dan LILA ibu hamil untuk
menentukan bumil risiko KEK.
b. Penanganan gizi darurat pada bayi dan anak, dewasa, kelompok rentan.
1) Pada bayi 0-5 bulan dan anak 6-24 bulan
a) Pemberian ASI tetap dilakukan bersama obat dan vitamin bila
diperlukan
b) Mengupayakan

bantuan

ibu

susu/donor

ASI

bagi

bayi

piatu/terpisah dari ibu/ibu tidak dapat member ASI. Namun bila


tidak memungkinkan bayidapt diberikan susu formula dengan
pengawasan atau didampingi oleh petugas kesehatan.
c) Pengenalan makanan pendamping ASI pada bayi usia 6 bulan
dengan menggunakan bahan makanan local secara bertahap sesuai
dengan umurnya. ASI terus diberikan sampai dengan usia 2 tahun
atau lebih
d) Pemberian kapsul vitamin A untuk balita 6-59 bulan tetap
dilaksanakan
e) Pemberian konseling pemberian makanan bayi dan anak
(konseling menyusui dan MP-ASI)
f) Penyusunan menu menurut kelompok sasaran yang didasarkan
kepada jenis bahan makanan yang tersedia (menyajikan daftar
menu).
2) Pada anak usia 2-5 tahun, ibu hamil, ibu menyusui (kelompok rentan)
a) Usia 2-5 tahun, makanan utama yang diberikan sebaiknya berasal
dari makanan keluarga yang tinggi energy, vitamin dan mineral.
Bantuan pangan yang dapat diberikan berupa makanan pokok,
kacang-kacangan dan minyak sayur.
b) Ibu hamil dan menyusui, perlu tambahan energy sebanyak 300
kkal dan protein 17 gram, sedangkan ibu menyusui perlu
tambahan energy 500 kkal dengan tambahan porsi nasi/penukar
pada waktu makan pagi dan porsi pada waktu makan malam.

3) Pada kelompok dewasa


a) Setiap orang diperhitungkan menerima porsi makanan senilai
2.100 kkal, dan 50 gram protein per hari
b) Pemilihan bahan makanan disesuaikan dengan ketersediaan bahan
makanan
c) Bagi yang memiliki masalah esehatan, pemberian makanan harus
didasarkan atas rekomendasi dokter/ahli gizi
d) Usia lanjut, perlu makanan dalam porsi kecil tapi padat gizi dan
mudah dicerna
e) Ibu hamil tetap mendapatkan tablet tambah darah sesuai aturan
f) Ibu nifas (0-24 hari) diberikan 2 kapsul vitamin A.
c. Prinsip penanganan gizi darurat
1) Fase pertama, saat :
a) Pengungsi baru terkena bencana
b) Petugas belum sempat mengidentifikasi pengungsi secara lengkap
c) Belum ada perencanaan pemberian makanan terinci sehingga
semua golongan umur menerima bahan makanan yang sama
Fase ini maksimum selama 5 hari. Fase ini bertujuan memberikan
makanan kepada masyarakat agar tidak lapar. Sasarannya adalah
seluruh pengungsi, dengan kegiatan :
a) Pemberian makanan jadi dalam waktu sesingkat mungkin
b) Pendataan awal, jumlah pengungsi, jenis kelamin, golongan umur
c) Penyelenggaraan dapur umum dengan standar minimal
2) Fase kedua, saat :
a) Pengungsi sudah lenih dari 5 hari bermukim di tempat
pengungsian
b) Sudah ada gambaran keadaan umum pengungsi (jumlah, golongan
umur, jenis kelamin, keadaan lingkungan, dll), perencanaan
pemberian makanan sudah terinci
c) Pada umumnya bantuan bahan makanan cukup tersedia
Sasaran pada fase ini adalah seluruh pengungsi dengan kegiatan :

a)
b)
c)
d)

Pengumpulan dan pengolahan data dasar status gizi


Menentukan strategi intervensi berdaarkan analisis status gizi
Merencanakan kebutuhan pangan untuk suplementasi gizi
Menyediakan paket bantuan makanan/ransum yang cukup,
dikonsumsi oleh semua golongan usia, dengan syarat :
(1) Setiap orang menerima ransum 2100 kkal, 40 gram lemak, 50
gram protein
(2) Pangan sesuai kebiasaan dan ketersediaan, mudah diangkut,
disimpan dan didistribusikan
(3) Harus mencukupi kebituhan vitamin dan mineral
(4) Mendistribusikan rancum sampai ditetapkan jenis intervensi
gizi (maksimal 2 minggu)
(5) Member penyuluhan tentang kebutuhan gizi dan cara

mengolah bahan makanan.


d. Tahap tanggap darurat
Tahap ini selambat-lambatnya pada hari ke 20 di tempat pengungsian,
dengan kegiatan :
1) Skrining prevalensi gizi kurang balita 10-14,9% atau 5-9% yang
2)
3)
4)
5)

disertai dengan factor pemburuk


Pemberian makanan tambahan sesuai jenis intervensi
Penyuluhan dengan materi yang sesuai
Mematau perkembangan status gizi melalui surveilans
Modifikasi/perbaikan intervensi dengan perubahan

tingkat

kedaruratan :
a) Prevalensi gizi kurang > 15% atau 10-14% dengan factor
pemburuk, diberikan paket pangan dengan standar minimal per
orang perhari, dan diberikan PMT darurat untuk balita, bumil,
buteki, dan lansia serta PMT terapi bagi penderita gizi buruk.
Ketentuan kecukupan gizi pada PMT darurat sama seperti standar
ransum.
b) Jika prevalensi gizi kurang 10-14,5 % atau 5-9% dengan factor
pemburuk diberikan PMT darurat terbatas pada balita, bumil,

buteki, dan lansia yang kurang gizi serta PMT terapi kepada
penderita gizi buruk
c) Jika prevalensi gizi kurang < 10% tanpa factor atau <5% dengan
factor pemburuk maka dilakukan penanganan penderita gizi
kurang melalui pelayanan kesehatan setempat.
e. Pemantauan status gizi korban bencana
1) Pemantauan status gizi diperlukan untuk mengetahui perkembangan
status gizi sejak terjadinya bencana dan dilanjutkan secara berkala (2
minggu sekali) sampai keadaan darurat dinyatakan berakhir oleh
pemerintah
2) Indicator yang digunakan antara lain :
a) Berat badan menurut umur (BB/U), berat badan menurut
panjang/tinggi badan (BB/PB-BB/TB) untuk bayi dan balita
b) LILA untuk ibu hamil
f. Pengawasan, yaitu terhadap :
1) Pengawasan terhadap bantuan bahan makanan
2) Pengawasan ketat terhadap produk bantuan dari luar negeri ( nomor
registrasi, tanggal kadaluarsa, halal, aturan penyiapan, dan target
konsumen)
3) Jika tidak memenuhi syarat, maka tidak boleh diterima
4) Bantuan berupa susu formula/PASI harus mendapat izin dari kepala
dinas kesehatan
5) Pengawasan ketat

terhadap

pendistribusian,

pemanfaatan

dan

penyiapan susu formula/PASI oleh petugas kesehatan, puskesmas, dan


dinas kesehatan untuk menghindarkan kemungkinan wabah diare
6) Pengawasan pengolahan bahan makanan, meliputi kebersihan,
pengolahan, dan penyajian
g. Pengamatan/surveilans gizi
Hal-hal yang perlu dilakukan pada tahap ini adalah :
1) Registrasi pengungsi
Registrasi dilakukan secepat mungkin untuk mengetahui jumlah KK,
jumlah pengungsi, jenis kelamin, umur dan bumil/busui/usila.
Penunjang lainnya yaitu luas wilayah, jumlah camp, sarana air bersih.

Registrasti ini dapat menggunakan data dari Satkorlak. Data ini


digunakan untuk menhgitung krbutuhan bahan makanan pada tahap
penyelamatan dan merencanakan tahapan surveilans berikutnya.
2) Pengumpulan dan dasar gizi
Data yang dikumpulkan adalah data antropometri untuk emenentukan
status gizi. Data ini dikumpulkan melalui survey cepat. Data
penunjang lainnya adalah data tentang diare, ISPA/pneumonia,
campak, malaria, angka kematian kasar dan kematian balita. Data
tersebut diperoleh dari P2M. Data ini digunakan untuk menentukan
tingkat kedaruratan gizi dan jenis intervensi yang diperlukan
3) Penapisan
Penapisan dilakukan apabila diperlukan intervensi PMT secara
terbatas dan PMT terapi, maka dari itu diperlukan data antropometri.
Pada kelompok rentan lainnya, penapisan dilakukan dengan
melakukan pengukuran LILA.
4) Pemantauan dan evaluasi
Kegiatan ini dilakukan untuk menilai perubahan yang terjadi terhadap
status gizi yang terdiri dari :
a) Pemantauan pertumbuhan seuruh balita setip bulan menggunakan
KMS
b) Penilaian keadaan gizi seluruh balita setelah periode tertentu (3
bulan) untuk dibandingkan dengan data dasar.
2. Kesehatan lingkungan dan sanitasi
Permasalahan terkait kesehatan lingkungan dan sanitasi di lokasi bencana
a. Kurangnya ketersediaan air bersih
b. Tidak memperhatikan kebersihan lingkungan
c. Rendah kesadaran untuk berperilaku hidup bersih dan sehat
d. Peningkatan vector, seperti lalat, kecoa, nyamuk, dan rodent/tikus
e. Sarana dapur umum yang kurang memadahi dan terjaga kebersihannya
f. Tempat penampungan pengungsi tidak memenuhi syarat kesehatan
g. Kuantitas dan kualitas jamban tidak memenuhi syarat kesehatan
h. Kualitas, kebersihan dan pengelolaan bahan makanan yang tidak
memenuh syarat
i. Pengelolaan sampah dan limbah yang tidak memenuhi syarat

Dampak terhadap kesehatan yaitu timbulnya penyakit ISPA, diare, DBD,


cacar, leptospirosis, campak, foodborne disease, dan lainnya.
Upaya kesehatan lingkungan
a. Promosi kesehatan tentang perilaku hdup bersih dan sehat
Perilaku pengungsi tentang hidup bersih dan hidup sehat khususnya
kesehatan lingkungan di lokasi keadruratan yang perlu diperhatikan,
yaitu:
1) Adanya penyuluhan PHBS tentang kebersihan individu dan sanitasi
lingkungan menggunakan media seperti spanduk, selebaran/leaflet dan
juga mengikutsertakan tokoh masyarakat dan tokoh agama.
2) Di setiap tenda pengungsian sebaiknya ada satu orang sebagai
koordinator PHBS, sehingga pengawasannya dapat optimal.
b. Criteria lokasi pengungsian
1) Tidak berada pada daerah yang membahayakan keselamatan
pengungsi (tebing/rawan longsor, rawan banjir, rawan kecelakaan lalu
lintas, dll)
2) Memiliki akses kemudahan mobilitas dan berdekatan dengan sumber
air bersih
3) Jauh dari factor risiko kesehatan (adanya genangan air, TPA, daerah
industry, dll)
4) Memenuhi syarat luas area tenda/gedung per orang 3,5 m2, jarak ke
saran air bersih maksimum 150 m, jarak jamban maksimal 50 m.
c. Penyediaan air bersih/air minum dan pengawasan kualitas air
1) Memperhatikan pada hari pertama/awal pada situasi kedaruratan atau
pengungsian.
a) Kebutuhan air bersih yang harus disediakan bagi pengungsi di hari
pertama adalah 5-7 liter/orang/hari hanya untuk masak, makan dan
minum.
b) Pada hari kedua dan seterusnya harus segera diupayakan untuk
meningkatkan ketersediaan tiap orang 15-20 liter/orang/hari untuk

memenuhi kebutuhan minum, masak, mandi, cuci. Sedangkan


untuk fasilitas kesehatan membutuhkan :
(1) Puskesmas / rumah sakit : 50 liter/pasien/hari
(2) Bagian bedah dan kebidanan rumah sakit : 100 liter/pasien/hari
(3) Dapur rumah sakit : 10 liter/orang/hari
2) Bila sumber air bersih berasal dari air permukaan, sumur gali, sumur
bor, dan sumber lainnya, perlu segera dilakukan pengamanan terhadap
sumber-sumber air tersebut, misalkan dengan pemagaran, pemasangan
papan pengumuman dan lainnya.
3) Penempatan tangki air di lokasi pengungsian berjarak minimum 30
meter dan maksimum 500 meter, jumlah kran untuk satu tangki adalah
6-8 kran, dan satu kran untuk 250 orang
4) Pengawasan rutin dan perbaikan kualitas air, dengan cara :
a) Pengolahan awal dengan PAC dan tawas atau desinfeksi air
dengan klorin
b) Perlu dilakukan pemeriksaan sisa klor, kekeruhan, pH dan bakteri
coli tinja.
d. Pembuangan kotoran/tinja yang aman
1) Membuat jamban umum, seperti jamban cemplung (cubluk) yang
memiliki sarana septic tank kolektif (jamban kolektif).
2) Sarana pembuangan kotoran darurat dengan standar 1 jamban untuk
25 orang.
3) Terdapat pemisah untuk laki-laki dan perempuan. Konstruksi jamban
harus kuat dan diberi tutup pada lubang jamban agar tidak menjadi
tempat berkembangbiaknya lalat.
4) Jarak jamban dengan shelter maksimal 50 meter
5) Desinfeksi area sekitar jamban dengan menggunakan desinfektan cair.
e. Pengamanan pembuangan sampah padat
Komposisi sampah di tempat pengungsian. Pada umumnya terdiri dari
sampah yang dihasilkan oleh pengungsi/domestic waste dan kegiatan
pelayanan kesehatan/medical waste. Dilakukan pemisahan antara sampah

basah dan kering. Frekuensi pemindahan sampah sementara dari shelter ke


TPA dilakukan setiap hari.
f. Pengelolaan limbah cair
1) Pembuatan saluran pembuangan air limbah disesuaikan dengan
kondisi lapangan
2) Jika sudah ada, upayakan agar air mengalir
3) Jarak tempat penampungan air limbah dengan sumber air bersih
minimal 10 meter dan memperhatikan kemiringan tanah.
g. Pengawasan higienitas dan sanitasi makanan
Enam prinsip hygiene sanitasi dari pemilihan bahan makanan, yaitu
sebagai berikut :
1) Pemilihan bahan pangan
a) Untuk meminimalkan kontaminasi dapat dilakukan dengan cara :
(1) Gunakan bahan yang direkomendasikan oleh petugas
kesehatan
(2) Lakukan pengawasan dengan memperhatikan higien sanitasi
makanan
b) Makanan kemasan : terdapat label dan merk, terdaftar dan ada
nomor daftar, kemasan tidak rusak/kembung, tidak kadaluarsa.
c) Makanan tidak dikemas : baru, segar, tidak basi, tidak busuk, tidak
rusak/berjamur, dan tidak mengandung bahan berbahaya
2) Penyimpanan bahan makanan
a) Simpan pangan dalam wadah tertutup
b) Pengawasan terhadap serangga, tikus dan binatang penganggu
lainnya di tempat penyimpanan bahan pangan.
c) Wadah harus sesuai dengan bahan pangan. Contoh, bahan cepat
rusak disimpan di lemari pendingin dan bahan kering disimpan di
tempat yang kering dan tidak lembab.
d) Penyediaan bahan pangan setiap hari harus dalam jumlah yang
sesuai dengan kebutuhan.
3) Pengolahan makanan
a) Cuci peralatan sebelum digunakan dengan baik agar tidak terjadi
kontaminasi silang.

b) Pisahkan makanan matang dan mentah


c) Gunakan air yang aman. Jika suplai terganggu, maka air harus
direbus dulu.
d) Bahan makanan dimasak pada suhu 700C untuk membunuh
pathogen agar tidak terjadi kontaminasi
e) Buah dan sayur mentah tidak boleh dimakan kecuali yang dikupas.
4) Penyimpanan makanan siap saji
Pada keadaan darurat sebaiknya menghindari penyimpanan makanan
siap saji.
5) Pengangkutan makanan
Pengangkutan bahan makanan tidak bercampur dengan bahan
berbahaya lainnya atau kontaminasi dengan kuman.
6) Penyajian pangan
a) Siapkan makanan hanya untuk satu kali makan
b) Makanan yang dimasak harus segera dimakan agar bakteri tidak
berkembang biak, jika lebih dari 4 jam sebaiknya dipanaskan
kembali.
7) Pengendalian vector
Pengendalian dengan insektisida, kecuali untuk menurunkan populasi
vector secara drastic, bila dengan cara lain tidak mungkin. Sedapat
mungkin dengan penyemprotan, pengasapan/pengabutan di luar
rumah dengan menggunakan insektisida sesuai dengan vector saran.
3. Kesehatan reproduksi
Permasalahan kesehatan reproduksi
a. Fasilitas di lokasi pengungsian belum mendapatkan perhatian factor risiko
terjadinya pelecehan seksual/perkosaan
b. Risikopenularan HIV/AIDS karena tidak menerapkan kewaspadaan
standar.tranfusi darah yang tidak aman
c. Akses dan fasilitas pelayanan kesehatan ibu bersalin dan pelayanan
rujukan bila ada komplikasi obstetric-neonatal belum ada.
Dampak terhadap kesehatan
a. Meningkatnya kematian ibu
b. Meningkatnya kematian bayi

c. Meningkatnya kekerasan seksual


d. Meningkatnya IMS
e. Meningkatnya penyebaran HIV/AIDS
Upaya kesehatan reproduksi
Pada keadaan bencana pelayanan difokuskan pada tindakan penyelamatan
jiwa dengan menerapkan Paket Pelayanan Awal Minimum (PPAM) kesehatan
reproduksi. PPAM ini merupakan sekumpulan kegiatan prioritas kesehatan
reproduksi yang dilaksanakan pada situasi untuk menyelamatkan hidup dan
mencegah kesakitan pada perempuan. Penerapan komponen PPAM yaitu
meliputi :
a. Koordinasi
1) Identifikasi lembaga/organisasi yang bergerak di bidang kespro dan
berkoordinasi dengan lembaga tersebut.
2) Melakukan pertemuan rutin LPLS kespro dengan organisasi terkait
untuk menyelenggarakan PPAM sesegera mungkin.
3) Memastikan adanya pelayanan kespro di pengungsian
4) Mengkoordinir penyediaan dan distribusi logistic kespro.
b. Mencegah dan menangani kekerasan seksual
1) Menempatkan kelompok rentan di pengungsian dan pastikan satu
keluarga dalam tenda yang sama. Keluarga dengan KK perempuan
dan anak terpisah dari keluarga dikumpulkan dalam satu tenda.
2) MCK laki-laki dan perempuan dipisah dengan penerangan yang
cukup. Pastikan pintu MCK dapat dikunci dari dalam.
3) Koordinasi dengan penanggung jawab pengamanan untuk mencegah
terjadinya kekerasan seksual
4) Melibatkan lembaga yang bergerak di bidang

pemberdayaan

perempuan untuk mencegah dan menangani kekerasan seksual

5) Menginformasikan adanya pelayanan bagi pengintas perkosaan


dengan informasi telepon 24 jam dan memastikan adanya pelayanan
kesehatan dan dukungan psikososial bagi penyintas.
6) Menyediakan fasilitas untuk pemenuhan kebutuhan seksual bagi
pasangan yang sah, sesuai dengan budaya setempat atau kearifan
local.
c. Mengurangi penularan HIV/AIDS
1) Menekankan pentingnya kewaspadaan standard an penerapannya.
2) Memastikan kegiatan transfuse darah aman dan dilakukan oleh UTD
RS dan PMI.
3) Tersedianya kondom, berkoordinasi dengan Kemenkes, BKKBN,
dinas kesehatan, KPA, LSM dan lainnya.
4) Pastikan adanya kelanjutan pengobatan bagi orng yang telah
memasuki program ARV.
d. Mencegah peningkatan kesakitan dan kematian ibu dan bayi baru lahir
1) Pemetaan data bumil dan bayi ti tempat pengungsian
2) Menempatkan ibu hamil dalam satu tenda khusus sehingga petugas
mudah untuk memberikan pelayanan
3) Berkolabirasi dengan bagian gizi untuk menyediakan konselor ASI
4) Mendistribusikan bidan kit, kit kesehatan reproduksi, kit individu, dan
buku KIA apabila dibutuhkan
5) Memastikan ketersediaan PONED dan PONEK serta system rujukan
yang berfungsi dari masyarakat, puskesmas, rumah sakit 24 jam/7
hari.
6) Memastikan nutrisi yang cukup bagi kelompok rentan seperti bumil
dan busui.
e. Merencanakan

tersedianya

pelayanan

kesehatan

reproduksi

yang

komprehensif
Mengumpulkan informasi dasar untuk mengidentifikasikan tempat
pelayanan kesehatan reproduksi komprehensif selanjutnya.
a. Kit individu kesehatan reproduksi
Diberikan kepada setiap sasaran kespro pada awal bencana dan berisi
kebutuhan masing-masing sasaran, meliputi :

1) Kit hygiene (untuk PUS) : sarung, handuk, sabun mandi, pasta gigi,
sampo, pembalut, pakaian dalam, sandal jepit, selimut, sikat gigi, sisir,
dan tas biru.
2) Kit bumil (UK 8 bulan) : bra khusus, kain panjang, baju hamil,
selimut, sabun mandi, pasta gigi, sampo, sikat gigi, handuk, dan tas
hijau.
3) Kit bulin (pasca bersalin) : bra menyusui, kain panjang, pembalut
pasca salin, blus kancing depan, celana dalam big size, selimut, sabun
mandi, pasta gigi, sampo, sikat gigi, handuk, dan tas orange.
4) Kit bayi (BBL s/d usia 3 bulan) : popok katun, pakaian katun, sarung
tangan dan kaki, selimut gendong, topi, kelambu, kain bedong, sabun
mandi, bdak, handuk, telon, dan tas merah.
b. Kit kesehatan reproduksi / RH kit
Blok 1
Terdiri dari 6 kit, untuk fasilitas kesehatan primer (10.000 orang/3 bulan)
Kit 0 (orange)
Kit administrasi
Kit 1 A&B (merah)
Kit kondom
Kit 2 (biru tua)
Kit persalinan bersih
Kit 3 (pink)
Kit penanganan korban kekerasan
Kit 4 (putih)
Kit alat konstrasepsi oral dan injeksi
Kit 5 (turquoise)
Kit terapi infeksi menular seksual

Blok 2
Terdiri dari 5 kit, untuk fasilitas kesehatan primer dan rumah sakit rujukan
(30.000 orang/3 bulan)
Kit 6 (coklat)
Kit persalinan di klinik
Kit 7 (hitam)
Kit IUD
Kit 8 (kuning)
Kit managemen pelayanan komplikasi
aborsi
Kit 9 (ungu)
Kit jahitan robekan vagina dan serviks
dan pemeriksaan vagina
Kit 10 (abu-abu)
Kit persalinan vacum

Blok 3
Terdiri dari 2 kit, untuk RS rujukan pusat (150.000 orang/3 bulan)
Kit 11 (hijau muda)
Kit RS rujukan kesehatan reproduksi

Kit 12 (hijau tua)

Transfuse darah kit

c. Kit bidan/partus set


Diberikan kepada bidan untuk mengganti peralatan yang hilang ketika
bencana agar bisa memberikan pelayanan seperti biasa.
No.
1
2

Nama barang dan spesifikasi


1 apron plastic tebal
I bak instrument 509

No.
25
26

3
4
5

27
28
29
30

1 tensi aneroid palm type

31
32
33
34

1 resusitator infant
1
sterilisator
alcohol
stainless+burner
1 spuit disposable 3cc
20 spuit disposable 1 cc

35

1 stetoscope duplex dewasa

36

1 tas bidan kit/ransel

13
14

100 blood lancet 28 G


1 autoclick device
2 bowel metal 12 cm,
stainless
1 timbangan bayi pehas 25
kg
12 catgur plain 2/0 + jarum
5 nelaton catheter no. 12,
steril
1 fetal dopler
1 gunting episiotomy 14 cm,
ss
3 duk steril katon 60x60 cm
steril
1 gunting operasi lurus 14
cm stainless tajam/tumpul
1 gunting tali pusat
1 setengah kocher

Nama barang dan spesifikasi


1 pinset cirurgis 18 cm
30 sarung tangan steril ukuran
6,5/7/7,5
1 senter LED
1 sheet plastic
1 sikat tangan halus

37
38

15
16

1 hb sahli
5 infussion set dewasa

39
40

17
18

5 IV catheter no.18 G
100 jarum disposable

41
42

19
20
21

2 kocher lurus
3 pengisap lender
2 needle holder mayo

43
44
45

22
23

2 nierbekken 20 cm
1 pinset anatomis

46
47

24

1 pinseet cirurgis

48

1 termometer digital
1 timbangan dewasa, isa untuk
120 kg
1 ukuran pita
3 selimut bayi dengan tutup
kepala
50 umbilical cord klem
1 gambar ibu hamil dan proses
kelahiran
1 pita LILA
1 stopwatch digital
10 kateter wanita disposable
no.12
50 tes kehamilan strip
50 gluco protein diagnostic
strip
1 speculum simm (S,M,L)

6
7
8
9
10
11
12

4. Kesehatan jiwa
Permasalahan kesehatan jiwa
Permasalahan jiwa yang sering muncul meliputi 3 aspek, yaitu :

a. Aspek perasaan : sesuatu yang diraskan akibat pengaruh suatu


peristiwa/bencana yang sulit diterima sehingga menyebabkan seseorang
mengalami gangguan keseimbangan psikologis, seperi sedi berlebihan,
marah tak terkendali)
b. Aspek pikiran : gagguan kemapuan untuk menghubungkan keadaan
mental untuk memahami suatu kejadian secara peoporsional, seperti
pikiran terhadap kehilangan keluarga dan harta benda yang dapat terjadi
akibat bencana atau karena sebab lain dalam waktu tertentu.
c. Aspek perilaku : kegiatan atau aktifitas yang tidak produktif pada
seseorang baik yang diamati langsung maupun yang tidak dapat diamati
oleh pihak luar sehingga dapat menganggu lingkungan sekitarnya, seperti
tertawa tanpa sebab, teriak-teriak, menyendiri, menangis meraung-raungm
menyakiti diri sendiri maupun orang lain)
Reaksi psikologis yang timbul pada masyaraat yang tertimpa bencana,
antara lain :
a. Reaksi segera (dalam 24 jam) : tegang, cemas, panic, kaget, linglung,
syok, tidak percaya, gelisah, bingung, menangis, menarik diri, rasa
bersalah pada korban yang selamat. Reaksi ini tampak hampir pada
setiap orang di daerah bencana dini dipertimbangkan sebagai reaksi
alamiah pada situasi abnormal, TIDAK membutuhkan intervensi
khusus.
b. Reaksi terjadi dalam hitungan hari sampai 2 minggu setelah bencana :
ketakutan, waspada, siaga berlebihan, mudah tersinggung, marah,
tidak bisa tidur, khawatir, peristiwa sedih, flashback berulang,
menangis, rasa bersalah, reaksi positif termasuk pikiran masa depan,
meneria bencana sebagai suatu takdir. Merupakan reaksi alamiha yang
membutuhkan intervensi psikososial.

c. Terjadi kira-kira 3 minggu setelah bencana : reaksi yang sebelumnya


ada dapat menetap dengan gejala seperti gelidah, perasaan panic,
kesedihan yang mendalam dan berlanjut, pikiran pesimistik dan tidak
realistic, tidak melakukan aktifitas keluar, menarik diri, kecemasan
dengan manifestasi gejala fisik seperti palpitasi, pusing, mual, lelah,
sakit kepala.
Upaya kesehatan jiwa
a. Fase kedaruratan akut/segera
Selama fase ini dianjurkan untuk melakukan intervensi social dan
intervensi psikologis. Intervensi social dini dilakukan setelah adanya
pernyataan status kedaruratan dari instansi berwenang, yang
mencakup :
1) Menjamin dan menyebarkan arus informasi tentang upaya
memperoleh bantuan dan melacak keberadaan kerabat
2) Memberikan pengarahan kepada petugas lapangan tentang
kesehatan jiwa
3) Mendorong kembalimelakukan ibadah, pensisikan untuk anakanak dan budaya
4) Melibatkan orang dewasa dan remaja dalam kegiatan yang
diminati bersama
Intervendi psikologis meliputi :
1) Membuat kontak dengan puskesmas atau pelayanan darurat di area
setempat
2) Menangani keluhan pasikiatrik yang mendesak di puskesmas
3) Menjaga ketersediaan obat psikotropik esensial di puskesmas

4) Bila tidak tersedia tenaga kesehatan yang dapat menangani


intervensi psikologi, mak berkoordinasi dengan dinas kesehatan
setempat.
b. Fase rekonsiliasi
Pada fase ini ntervensi social meliputi :
1) Psikoedukasi kepada masyarakat dengan member pengetahuan
tentang ketersediaan pilihan pelayanan kesehatan jiwa, dilakukan
tidak lebih awal dari 4 minggu setelah fase akut. Psikoedukasi
merupakan suatu bentuk pendidikan ataupun pelatihan terhadap
seseorang dengan gangguan psikiatri yang bertujuan untuk proses
treatment dan rehabilitasi.
2) Mendorong dilakukannya cara adaptasi yang positif yang sudah
ada sebelumnya. Seperti koping positif yang mengubah cara
pandang individu terhadap sumber stress, pengembangan diri dan
melibatkan hal-hal religi, atau mencoba mengambil pandangan
positif dari sebuah masalah.
Dalam intervensi psikologis dapat dilakukan dengan cara :
1) Melatih pekerja kemanusiaan lain dan pemuka masyarakat dalam
ketrampilan inti perawatan psikologis, seperti manajemen stress
dan pengenalan masalah kesehatan jiwa.
2) Melatih dan mengawasi pekerja pelayana kesehatan primer dalam
pengetahuan dan ketrampilan dasar kesehatan jiwa, misalnya
konseling suportif, bekerja sama dengan keluarga, mencegah
bunuh diri, masalah penggunaan alcohol.
3) Bekerja sama dengan penyembuh tradisional, seperti pemuka
agama untuk pemulihan kesehatan jiwa.
c. Fase rekonsilidasi
1) Melanjutkan intervensi social yang relevan

2) Mengorganisasi kegiatan psikoedukasional yang menjangkau ke


masyarakat
3) Petugas masyarakat perlu dilatih dan disupervisi dengan baik
seperti dalam penilaian persepsi individual, keluarga dan
kelompok tetang masalah yang dihadapi, pertolongan pertama
psikologis, dan lain-lain.
Melaksanakan

langkah-langkah

intervensi

psikososial

korban

bencana, antara lain :


1) Menyediakan informasi yang sederhana dan mudah diakses pada
daerah yang banyak jenazah, termasuk mengenai upacara
pengurusan jenazah.
2) Meyediakan pencarian keluarga bagi yang tinggal sendiri, orang
lanjut usia dan kelompok rentan lainnya.
3) Menganjurkan mereka membentuk kelompok, seperti keagamaan,
ritual, dan sosiokeagamaan lainnya.
4) Menciptakan kegiatan bermain untuk anak
5) Melibatkan tokoh agama, ruru, dan tokoh social untuk berdiskusi
bersama masyarakat tentang perasaan mereka.
6) Melibatkan korban yang sehat dalam pekerjaan, seprti kaum ibu
membantu menyiapkan makanan di dapur, untuk kaum bapak pada
kegiatan PHBS di pengungsian.
5. Pencegahah dan pemberantasan penyakit menular
a. Vaksinasi
Vaksinasi campak harus dijadikan prioritas sedini mungkin dengan tolak
ukur :
1) Bila muncul 1 kasus campak, berarti harus diadakan pemantauan
2)
3)
4)
5)

mengenai status vaksinasi dan usia pasien


Pemberian dosis vitamin A pada anak usia 6 bulan-15 tahun
Cacar air
Penyakit infeksi pernapasan
Diare

b. Masalah umum yang sering timbul


Penyakit
Diare

Penyebab
- Pemukiman terlalu padat - Pencemaran air dan
makanan
- Sanitasi jelek
-

Cacar

- Pemukiman padat
- Vaksinasi tida berjalan
Penyakit pernapasan - Perumahan kumuh
- Kurang selimut danpakaian
- Merokok
Malaria
- Tempat tinggal yangtidak kondusif untuk
perkembangbiakan
nyamuk
Meningitis
Pemukiman terlalupadat
TBC
- Pemukiman padat
- Kurang gizi
- Rentan terhadap TBC
Thypoid
- pemukiman padat
- kesadaran
lebersihankurang
- kurang air bersih
Cacingan
- Pemukiman padat
- Sanitasi tidak memadai
Scabies
- Pemukiman padat
- Kurang
kesadaran
kesehatan diri
Xeroftalmia
- Diet tidak sesuai
- Penyakit infeksi, cacar
air, dan diare
Anemia
Malaria, cacingan, anemia Fedan folat
Tetanus
- Luka tidak dirawat
- Salah perlakuan saat-

Tindakan preventif
Menyediakan area yang
cukup
Pendidikan kesehtan
Membagikan sabun
Kesadaran
kebersihan
makanan dan pribadi
Penyediaan air bersih
yang cukup
Menyediakan area yang
cukup
imunisasi
Mnyediakan area cukup
Pemberian selimut dan
pakaian yang layak
Penyemprotan
dan
menjaga
kebersihan
lingkungan
Penyediaan kelambu
Repellent
Pemukiman yang layak
imunisasi
Pemukiman yang layak
Sanitasi
tempat tinggal yang layak
sanitasi memadai
kesadaran
tentang
pentingnya kebersihan
Standar
minimal
pengungsi yang layak
Sanitasi yang layak
Pakai alas kaki
Kesadaran akan kesehatan
Standar minimal untuk
tempat tinggal yang
layak
Cukup air dan sabun
Cukup konsumsi vitamin
A
Imunisasi
Pencegahan
sumber
penyakit
Mengatur pola makan
P3Kyang memadai
Imunisasi bagi bumil dan

persalinan

Hepatitis

HIV

- Tidak bersih
- Pencemaran
makanan

dan
- Kesalahan tranfusi
- Kurangnya informasi air

pendkes
tentang
kebersihan gunting dan
alat cukur
Penyediaan air bersih
yang cukup
Tranfusi yang aman
Sanitasi memadai
Tes sifilis selama hamil
Tes darah untuk tranfusi
Tindakan pencegahan
Pendkes
Penyediaan kondom

c. Manajemen kasus
Semua anak yang terkena penyakit menular dirawat selayaknya agar
risiko lebih jauh terhindarkan termasuk kematian. Tolok ukurnya adalah :
1) System pelacakan yang meliputi seluruh penduduk dengan
menggunakan definisi kasus standard an merujuk kepada kasus-kasus
campak, yang dicurigai maupun yang sudah dikonfirmasi dijalankan.
2) Setiap pasien menerima vitamin A dan perawatan untuk komplikasi
seperti pneumonia, gastroenteritis, kekurangan gizi parah, dan
meningoencephalitis, yang mengakibatkan kematian.
3) Status anak penderita campak dipantau, dan bila perlu dimasukkan
dalam program pemberian bantuan pengungsi.
d. Surveilans
Surveilans dilakukan terhadap beberapa penyakit menular.
1) Puskesmas di bawah koordinasi DKK bertanggung jawab atas
pemantauan dan pengendalian akibat bencana secara jelas ditetapkan,
dan seluruh LSM kemanusiaan di lokasi mengetahui kemana harus
mengirimkan laporan bila menjumpai kasus penyakit menular, baik
yang baru dalam tahap dicurigai ataupun sudah dikonfirmasikan.
2) Pemantauan dilangsungkan sepanjang waktu agar bisa secepatnya
melacak dan mengambil tindakan jika didapati kasus penyakit
menular sedini mungkin.
e. Ketenaga kerjaaan

Jumlah kebutuhan tenaga kesehatan untuk jumlah pengungsi 10.00020.000 :


1) Pekerja kesehatan lingkungan
2) Bidan
3) Para medis
4) Dokter
5) Asisten apoteker
6) Teknisi laboratorium
7) Pengawas sanitasi
8) Asisten pengawas sanitasi

: 10-20 orang
: 5-10 orang
: 4-5 orang
: 1 orang
: 1 orang
: 1 orang
: 2-4 orang
: 10-20 orang

Sumber :
1. Kepmenkes RI no. 1357/menkes/SK/XII/2001 tentang Standar minimal
penanggulangan masalah kesehatan akibat bancana dan penanganan
pengungsi
2. Buku saku petugas lapangan penanggulangan krisis kesehatan.2014. pusat
penanggulangan krisis kesehatan kementrian kesehatan RI

Anda mungkin juga menyukai