1. Gizi darurat
Permasalahan yang sering timbul terkait gizi darurat
a. Terbatasnya ketersediaan bahan pangan local untuk memenuhi kebutuhan
gizi
b. Tidak ada perbedaan makanan antara balita dengan dewasa selama
pemberian makanan setelah fase penyelamatan (3 hari)
c. Pengawasan terhadap pengolahan dan penyajian makanan kurang
diperhatikan (terdapat makanan/bahan pangan kadaluarsa)
d. Bayi tidak memperoleh ASI sebagaimana mestinya, misalnya, karena bayi
kehilangan ibunya atau ibu tidak dapat menyusui karena hal-hal lain
(stress, sakit, dll)
e. Kurangnya pengawasan dalam pemberian bantuan susu formula untuk
bayi dan balita di pengungsian
Dampak terhadap kesehatan
a. Tidak terpenuhinya kebutuhan gizi pengungsi terutama kelompok rentan
(bayi, balita, bumil, lansia)
b. Kekurangan zat gizi mikro, balita mengalami KVA, anemia gizi dan ibu
hamil menderita anemia
c. Balita menderita gizi kurang dan buruk
Upaya gizi darurat
a. Surveilans gizi darurat, antara lain :
1) Registrasi pengungsi untuk mengetahui jumlah kepala keluarga,
jumlah jiwa, jenis kelamin, usia dan kelompok rawan (balita, bumil,
buteki, dan usila)
2) Pengumpulan, pengolahan, analisis, dan diseminasi data dasar gizi.
Data antropometri yang meliputi, berat badan, tinggi badan dan umur
untuk menentukan status gizi balita dan LILA ibu hamil untuk
menentukan bumil risiko KEK.
b. Penanganan gizi darurat pada bayi dan anak, dewasa, kelompok rentan.
1) Pada bayi 0-5 bulan dan anak 6-24 bulan
a) Pemberian ASI tetap dilakukan bersama obat dan vitamin bila
diperlukan
b) Mengupayakan
bantuan
ibu
susu/donor
ASI
bagi
bayi
a)
b)
c)
d)
tingkat
kedaruratan :
a) Prevalensi gizi kurang > 15% atau 10-14% dengan factor
pemburuk, diberikan paket pangan dengan standar minimal per
orang perhari, dan diberikan PMT darurat untuk balita, bumil,
buteki, dan lansia serta PMT terapi bagi penderita gizi buruk.
Ketentuan kecukupan gizi pada PMT darurat sama seperti standar
ransum.
b) Jika prevalensi gizi kurang 10-14,5 % atau 5-9% dengan factor
pemburuk diberikan PMT darurat terbatas pada balita, bumil,
buteki, dan lansia yang kurang gizi serta PMT terapi kepada
penderita gizi buruk
c) Jika prevalensi gizi kurang < 10% tanpa factor atau <5% dengan
factor pemburuk maka dilakukan penanganan penderita gizi
kurang melalui pelayanan kesehatan setempat.
e. Pemantauan status gizi korban bencana
1) Pemantauan status gizi diperlukan untuk mengetahui perkembangan
status gizi sejak terjadinya bencana dan dilanjutkan secara berkala (2
minggu sekali) sampai keadaan darurat dinyatakan berakhir oleh
pemerintah
2) Indicator yang digunakan antara lain :
a) Berat badan menurut umur (BB/U), berat badan menurut
panjang/tinggi badan (BB/PB-BB/TB) untuk bayi dan balita
b) LILA untuk ibu hamil
f. Pengawasan, yaitu terhadap :
1) Pengawasan terhadap bantuan bahan makanan
2) Pengawasan ketat terhadap produk bantuan dari luar negeri ( nomor
registrasi, tanggal kadaluarsa, halal, aturan penyiapan, dan target
konsumen)
3) Jika tidak memenuhi syarat, maka tidak boleh diterima
4) Bantuan berupa susu formula/PASI harus mendapat izin dari kepala
dinas kesehatan
5) Pengawasan ketat
terhadap
pendistribusian,
pemanfaatan
dan
pemberdayaan
tersedianya
pelayanan
kesehatan
reproduksi
yang
komprehensif
Mengumpulkan informasi dasar untuk mengidentifikasikan tempat
pelayanan kesehatan reproduksi komprehensif selanjutnya.
a. Kit individu kesehatan reproduksi
Diberikan kepada setiap sasaran kespro pada awal bencana dan berisi
kebutuhan masing-masing sasaran, meliputi :
1) Kit hygiene (untuk PUS) : sarung, handuk, sabun mandi, pasta gigi,
sampo, pembalut, pakaian dalam, sandal jepit, selimut, sikat gigi, sisir,
dan tas biru.
2) Kit bumil (UK 8 bulan) : bra khusus, kain panjang, baju hamil,
selimut, sabun mandi, pasta gigi, sampo, sikat gigi, handuk, dan tas
hijau.
3) Kit bulin (pasca bersalin) : bra menyusui, kain panjang, pembalut
pasca salin, blus kancing depan, celana dalam big size, selimut, sabun
mandi, pasta gigi, sampo, sikat gigi, handuk, dan tas orange.
4) Kit bayi (BBL s/d usia 3 bulan) : popok katun, pakaian katun, sarung
tangan dan kaki, selimut gendong, topi, kelambu, kain bedong, sabun
mandi, bdak, handuk, telon, dan tas merah.
b. Kit kesehatan reproduksi / RH kit
Blok 1
Terdiri dari 6 kit, untuk fasilitas kesehatan primer (10.000 orang/3 bulan)
Kit 0 (orange)
Kit administrasi
Kit 1 A&B (merah)
Kit kondom
Kit 2 (biru tua)
Kit persalinan bersih
Kit 3 (pink)
Kit penanganan korban kekerasan
Kit 4 (putih)
Kit alat konstrasepsi oral dan injeksi
Kit 5 (turquoise)
Kit terapi infeksi menular seksual
Blok 2
Terdiri dari 5 kit, untuk fasilitas kesehatan primer dan rumah sakit rujukan
(30.000 orang/3 bulan)
Kit 6 (coklat)
Kit persalinan di klinik
Kit 7 (hitam)
Kit IUD
Kit 8 (kuning)
Kit managemen pelayanan komplikasi
aborsi
Kit 9 (ungu)
Kit jahitan robekan vagina dan serviks
dan pemeriksaan vagina
Kit 10 (abu-abu)
Kit persalinan vacum
Blok 3
Terdiri dari 2 kit, untuk RS rujukan pusat (150.000 orang/3 bulan)
Kit 11 (hijau muda)
Kit RS rujukan kesehatan reproduksi
No.
25
26
3
4
5
27
28
29
30
31
32
33
34
1 resusitator infant
1
sterilisator
alcohol
stainless+burner
1 spuit disposable 3cc
20 spuit disposable 1 cc
35
36
13
14
37
38
15
16
1 hb sahli
5 infussion set dewasa
39
40
17
18
5 IV catheter no.18 G
100 jarum disposable
41
42
19
20
21
2 kocher lurus
3 pengisap lender
2 needle holder mayo
43
44
45
22
23
2 nierbekken 20 cm
1 pinset anatomis
46
47
24
1 pinseet cirurgis
48
1 termometer digital
1 timbangan dewasa, isa untuk
120 kg
1 ukuran pita
3 selimut bayi dengan tutup
kepala
50 umbilical cord klem
1 gambar ibu hamil dan proses
kelahiran
1 pita LILA
1 stopwatch digital
10 kateter wanita disposable
no.12
50 tes kehamilan strip
50 gluco protein diagnostic
strip
1 speculum simm (S,M,L)
6
7
8
9
10
11
12
4. Kesehatan jiwa
Permasalahan kesehatan jiwa
Permasalahan jiwa yang sering muncul meliputi 3 aspek, yaitu :
langkah-langkah
intervensi
psikososial
korban
Penyebab
- Pemukiman terlalu padat - Pencemaran air dan
makanan
- Sanitasi jelek
-
Cacar
- Pemukiman padat
- Vaksinasi tida berjalan
Penyakit pernapasan - Perumahan kumuh
- Kurang selimut danpakaian
- Merokok
Malaria
- Tempat tinggal yangtidak kondusif untuk
perkembangbiakan
nyamuk
Meningitis
Pemukiman terlalupadat
TBC
- Pemukiman padat
- Kurang gizi
- Rentan terhadap TBC
Thypoid
- pemukiman padat
- kesadaran
lebersihankurang
- kurang air bersih
Cacingan
- Pemukiman padat
- Sanitasi tidak memadai
Scabies
- Pemukiman padat
- Kurang
kesadaran
kesehatan diri
Xeroftalmia
- Diet tidak sesuai
- Penyakit infeksi, cacar
air, dan diare
Anemia
Malaria, cacingan, anemia Fedan folat
Tetanus
- Luka tidak dirawat
- Salah perlakuan saat-
Tindakan preventif
Menyediakan area yang
cukup
Pendidikan kesehtan
Membagikan sabun
Kesadaran
kebersihan
makanan dan pribadi
Penyediaan air bersih
yang cukup
Menyediakan area yang
cukup
imunisasi
Mnyediakan area cukup
Pemberian selimut dan
pakaian yang layak
Penyemprotan
dan
menjaga
kebersihan
lingkungan
Penyediaan kelambu
Repellent
Pemukiman yang layak
imunisasi
Pemukiman yang layak
Sanitasi
tempat tinggal yang layak
sanitasi memadai
kesadaran
tentang
pentingnya kebersihan
Standar
minimal
pengungsi yang layak
Sanitasi yang layak
Pakai alas kaki
Kesadaran akan kesehatan
Standar minimal untuk
tempat tinggal yang
layak
Cukup air dan sabun
Cukup konsumsi vitamin
A
Imunisasi
Pencegahan
sumber
penyakit
Mengatur pola makan
P3Kyang memadai
Imunisasi bagi bumil dan
persalinan
Hepatitis
HIV
- Tidak bersih
- Pencemaran
makanan
dan
- Kesalahan tranfusi
- Kurangnya informasi air
pendkes
tentang
kebersihan gunting dan
alat cukur
Penyediaan air bersih
yang cukup
Tranfusi yang aman
Sanitasi memadai
Tes sifilis selama hamil
Tes darah untuk tranfusi
Tindakan pencegahan
Pendkes
Penyediaan kondom
c. Manajemen kasus
Semua anak yang terkena penyakit menular dirawat selayaknya agar
risiko lebih jauh terhindarkan termasuk kematian. Tolok ukurnya adalah :
1) System pelacakan yang meliputi seluruh penduduk dengan
menggunakan definisi kasus standard an merujuk kepada kasus-kasus
campak, yang dicurigai maupun yang sudah dikonfirmasi dijalankan.
2) Setiap pasien menerima vitamin A dan perawatan untuk komplikasi
seperti pneumonia, gastroenteritis, kekurangan gizi parah, dan
meningoencephalitis, yang mengakibatkan kematian.
3) Status anak penderita campak dipantau, dan bila perlu dimasukkan
dalam program pemberian bantuan pengungsi.
d. Surveilans
Surveilans dilakukan terhadap beberapa penyakit menular.
1) Puskesmas di bawah koordinasi DKK bertanggung jawab atas
pemantauan dan pengendalian akibat bencana secara jelas ditetapkan,
dan seluruh LSM kemanusiaan di lokasi mengetahui kemana harus
mengirimkan laporan bila menjumpai kasus penyakit menular, baik
yang baru dalam tahap dicurigai ataupun sudah dikonfirmasikan.
2) Pemantauan dilangsungkan sepanjang waktu agar bisa secepatnya
melacak dan mengambil tindakan jika didapati kasus penyakit
menular sedini mungkin.
e. Ketenaga kerjaaan
: 10-20 orang
: 5-10 orang
: 4-5 orang
: 1 orang
: 1 orang
: 1 orang
: 2-4 orang
: 10-20 orang
Sumber :
1. Kepmenkes RI no. 1357/menkes/SK/XII/2001 tentang Standar minimal
penanggulangan masalah kesehatan akibat bancana dan penanganan
pengungsi
2. Buku saku petugas lapangan penanggulangan krisis kesehatan.2014. pusat
penanggulangan krisis kesehatan kementrian kesehatan RI