Anda di halaman 1dari 15

Potensi Dampak Kenaikan Muka Laut Terhadap Dataran Pesisir.......Di Kawasan Pesisir Mundu (Setyawan, W.

B)

POTENSI DAMPAK KENAIKAN MUKA LAUT


TERHADAP DATARAN PESISIR DAN AKTIFITAS PRODUKSI GARAM
DI KAWASAN PESISIR MUNDU, KABUPATEN CIREBON

Wahyu Budi Setyawan1)

1)
Peneliti pada Pusat Penelitian Oseanografi - LIPI
Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknologi Kebumian dan Energi, Universitas Trisakti

Diterima tanggal: 13 Maret 2011; Diterima setelah perbaikan: 29 April 2011; Disetujui terbit tanggal 15 Mei 2011

ABSTRAK
Salah satu efek primer dari pemanasan global adalah kenaikan muka laut, dan daerah yang paling
terpengaruh adalah dataran rendah tepi pantai seperti dataran pesisir Mundu. Skenario kenaikan muka
laut karena pemanasan global dari Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) tahun 2001 dan
tahun 2007, masing-masing untuk kenaikan muka laut maksimum 0,8 dan 0,5 meter hingga tahun
2100, diterapkan terhadap daerah pesisir Mundu. Hasil analisis penggenangan dengan asumsi tidak
terjadi perubahan morfologi menunjukkan bahwa sebagian besar kawasan pesisir Mundu akan tergenang
pada saat air laut pasang maksimum pada kedua kondisi skenario kenaikan muka laut; dan analisis
erosi pantai dengan tidak memperhitungkan peningkatan laju erosi karena penambahan kedalaman
perairan menunjukkan bahwa sebagaian besar daratan pesisir Mundu akan tererosi. Erosi tersebut
akan menyebabkan sebagian besar lahan untuk produksi garam ikut hilang.
Kata Kunci: pemanasan global, kenaikan muka laut, daerah pesisir, lahan produksi garam

ABSTRACT
One of the primary effects of global warming is sea-level rise, and coastal lowland will be the
strongly affected area of the effect, such as Mundu coastal land. Sea-level rise scenarios of
Intergovernmental Panel on Climate change (IPCC) year of 2001 and 2007 is 0.8 and 0.5 meters
maximum sea-level rise respectively until 2100, this is applied on the coastal zone e.g Mundu. Inundation
analysis with no morphological change assumption indicates that most of the coastal lowland will be
inundated when high tide condition at both sea level scenarios; and erosion analysis with disregarding
erosion rate due to sea-level rate indicates that most of the coastal land will be eroded away. The
erosion might also make lost of salt production lands from the coastal zone.
Keywords: global warming, sea-level rise, coastal zone, salt production land

PENDAHULUAN
Kawasan pesisir adalah kawasan yang paling rentan
terhadap dampak pemanasan global karena salah satu
efek primernya adalah kenaikan muka laut, sedang
kawasan pesisir itu sendiri sangat peka terhadap
perubahan muka laut. Efek langsung dari kenaikan muka
laut terhadap kawasan pesisir adalah penggenangan

lahan basah dan dataran rendah di tepi pantai, erosi


pantai, dan peningkatan salinitas air tanah (Hopley, 1992),
juga terhadap infrastruktur dan masyarakatnya (Mimura,
1999). Perubahan yang terjadi di kawasan pesisir karena
kenaikan muka laut tidak hanya berpengaruh terhadap
kondisi lingkungan fisiknya, tetapi juga akan berpengaruh
terhadap aktifitas manusia yang ada di kawasan pesisir
yang terpengaruh oleh kanaikan muka laut itu.

Korespondensi Penulis:
Jl. Pasir Putih I Ancol Timur, Jakarta Utara 14430. Email: wahyubudisetyawan@yahoo.com

42

J. Segara Vol. 7 No. 1 Agustus 2011: 1-12

Besar kecilnya dampak dari kenaikan muka laut


tersebut berbeda antara satu kawasan dengan kawasan
lainnya, tergantung pada kondisi geografi dan sosial dari
kawasan tersebut (Mimura, 1999). Tentang pentingnya
studi tentang potensi dampak kenaikan muka laut ini
Nicholls (2003) menyebutkan bahwa, perubahan iklim
global atau kenaikan muka laut global memiliki dampak
potensial (potential impacts). Adaptasi untuk
mengantisipasi dampak potensial yang terencana dapat
mengurangi dampak potensial menjadi dampak awal
(initial impacts).
Kawasan pesisir Mundu adalah salah satu kawasan
penghasil garam yang utama di Kabupaten Cirebon.
Sebagian besar penduduk di kawasan tersebut adalah
petani garam. Tujuan penulisan makalah ini adalah
memberikan gambaran tentang apa yang akan terjadi
terhadap kawasan pesisir Mundu dan para petani garam
di kawasan tersebut bila dampak pemanasan global
terjadi sesuai dengan skenario dari Intergovernmental
Panel on Climate Change (IPCC) yang telah
dipublikasikan.
METODE PENELITIAN

detil dilakukan di dua lokasi, yaitu di bagian timur (Lokasi


titi A) dan utara (Lokasi titik B). Data lapangan
dikumpulkan pada kunjungan lapangan pada Maret dan
Juli 2006, September dan Nopember 2008, dan Mei dan
September 2009. Data lapangan yang dikumpulkan
meliputi data kondisi geomorfologi pantai, batuan
penyusun pantai, dan aktifitas manusia di daerah pesisir.
Untuk mencapai tujuan penelitian, dilakukan analisis
kemungkinan penggenangan kawasan pesisir dengan
membuat profil pantai terukur dan mempergunakan
skenario kenaikan muka laut maksimal dari IPCC tahun
2001 (Gambar 2A dan tahun 2007 (Gambar 2B). Menurut
Folland et al. (2001), dengan skenario SRES (Special
Report on Emission Scenarios), kenaikan muka laut
global diproyeksikan berkisar dari 0,09 hingga 0,88 meter
dalam periode tahun 1990 2100, dengan titik tengah
0,48 meter. Sementara itu, menurut Bindoff et al. (2007),
dengan mempergunakan skenario SRES seri A1B,
kenaikan muka laut global berkisar dari 0,22 hingga 0,44
meter. Dalam penelitian ini, untuk memudahkan analisis
dilakukan pembulatan. Kenaikan maksimum skenario
IPCC tahun 2001 dipakai 0,8 meter, dan skenario IPCC
tahun 2007 dipakai angka 0,5 meter pada proyeksi tahun
2100.

Lokasi penelitian terletak di bagian timur delta Kali


Bangkaderes di daerah Mundu (Gambar 1). Secara
administrasi daerah penelitian masuk ke dalam wilayah
administrasi Desa Rawaurip dan Pangarengan, Mundu,
Kabupaten Cirebon, Jawa Barat. Pengamatan lapangan

Gambar 1.

Peta lokasi penelitian. Titik bulat hitam dengan notasi A dan B adalah titik lokasi pengamatan detil
dan pembuatan profil pantai.

43

Potensi Dampak Kenaikan Muka Laut Terhadap Dataran Pesisir.......Di Kawasan Pesisir Mundu (Setyawan, W.B)

Gambar 2A. Skenario kenaikan muka laut dari IPCC


tahun 2001 (Folland et al.,, 2001).
Profil pantai terukur dibuat dengan metode pengukuran
dengan waterpass pada September 2009. Posisi muka
laut pada profil pantai ditentukan dengan mempergunakan
prediksi pasang-surut untuk Pelabuhan Cirebon yang
dipublikasikan oleh Dinas Hidro-oseanografi TNI-AL untuk
tahun 2009. Penentuan posisi dan survei garis pantai
dilakukan dengan GPS (Global Positioning System)
Garmin 45. Selanjutnya, prediksi kemungkinan
penggenangan juga dilakukan berdasarkan kondisi
pasang surut. Di dalam Tabel Pasang Surut Tahun 2009
dari Jawatan Hidro-Oseanografi TNI-AL, pasang tertinggi
yang mungkin terjadi adalah 1,1 meter. Oleh karena itu,
diambil prediksi kemungkinan penggenangan pada
ketinggian air laut pasang 1,1 meter untuk setiap skenario
kenaikan muka laut.
Peta dasar yang dipergunakan adalah Peta Rupabumi
Lembar 1309-214 Karangsembung skala 1:25.000 Edisi
1 Tahun 2001 dari Bakosurtanal yang dibuat dari
kompilasi Foto Udara tahun 1993/1994. Gambaran umum
kawasan pesisir Cirebon dilihat dari Citra Satelit Landsat
komposit warna 321 perekaman 9 Agustus 2003. Untuk
melihat gambaran detil kawasan pesisir Delta Mundu
dipergunakan citra satelit dari Google Earth tahun 2010.

Gambar 2B.

Skenario kenaikan muka laut dari


IPCC tahun 2007 (Bindoff et al., 2007).

HASIL DAN PEMBAHASAN


Kondisi Geomorfologi Kawasan Pesisir Mundu dan
Aktifitas Produksi Garam
Citra satelit (Gambar 3) dan Peta Rupabumi (Gambar
1) kawasan pesisir Cirebon menunjukkan bahwa daerah
Mundu merupakan sebuah delta kecil dari aliran Sungai
Bangkaderes. Hasil pengamatan lapangan menunjukkan
bahwa kawasan pesisir Mundu merupakan dataran
rendah tepi pantai yang tersusun oleh batulempung pejal,
dan sebagian besar lahan di dataran pantai tersebut
merupakan kawasan ladang garam (Gambar 4A dan 4B).
Aktifitas produksi garam merupakan satu-satunya
aktifitas produksi di dataran pesisir Delta Mundu. Lahan
yang dipakai untuk kegiatan tersebut mencakup sebagian
besar kawasan delta tersebut (Gambar 5A).
Gambaran detil kondisi lahan produksi garam itu dapat
dilihat pada Gambar 5B dan 5C. Kondisi lahan datar tepi
pantai yang tersusun oleh batulempung pejal serta
didukung oleh udara yang sangat panas di musim
kemarau membuat kawasan tersebut sangat cocok untuk
produksi garam.

Berkaitan dengan penggunaan GPS Garmin 45 dapat


diberikan catatan sebagai berikut. Menurut manual yang
diterbitkan tahun 1994, GPS Garmin 45 memiliki
keakuratan 15 meter (Garmin, 1994 hal. 2). Bila
dioperasikan secara diferensial, keakuratannya dapat
mencapai kurang dari 10 meter (Garmin, 1994 hal iv).
Dalam penelitian ini GPS dioperasikan secara tunggal
sehingga keakuratan penentuan posisi dalam penelitian
ini memiliki deviasi 10 15 meter.

44

J. Segara Vol. 7 No. 1 Agustus 2011: 1-12

Gambar 3.

Citra fals color composite 321 kawasan pesisir Cirebon. Tanda panah menunjuk ke lokasi penelitian.

Gambar 4A.

Dataran pantai dan pantai bertebing


tersusun oleh batulempung di lokasi A,
bagian timur. Di kejauhan sebelah kiri
adalah kawasan tambak garam. Arah
pengambilan foto ke utara (lihat Gambar
5B).

Gambar 4B.

Pantai pasir dengan endapan pasir


menumpang diatas batuan induk
batulempung di lokasi B, bagian Utara.
Di kejauhan bagian kanan adalah
kawasan tambak garam. Arah
pengambilan foto ke tenggara (lihat
Gambar 5C).

45

Potensi Dampak Kenaikan Muka Laut Terhadap Dataran Pesisir.......Di Kawasan Pesisir Mundu (Setyawan, W.B)

Gambar 5A.

Citra satelit kawasan Delta Mundu. Hampir seluruh kawasan delta tersebut merupakan areal produksi
garam rakyat. Sumber: Google Earth 2010.

Gambar 5A.

Kenampakan lahan tambak garam


dalam masa produksi di Lokasi A.
Warna putih di dalam petak segi empat
adalah garam. Panah putih adalah arah
pengambila foto Gambar 4A.

Gambar 5B.

Kenampakan lahan tambak garam


dalam masa produksi di Lokasi B.
Warna putih di dalam petak segi empat
adalah garam. Panah putih adalah arah
pengambila foto Gambar 4B.

46

J. Segara Vol. 7 No. 1 Agustus 2011: 1-12

Plot garis pantai yang diperoleh dari survei GPS di


sekitar lokasi pengamatan dan diplotkan pada Peta
Rupabumi menunjukkan bahwa pantai di daerah penelitian
bersifat erosional dan telah mengalami pergeseran garis
pantai yang signifikan sejak tahun 1993 (Gambar 6A dan
6B). Kemudian, hasil pengamatan lapangan di titik lokasi
A ketika laut pasang menunjukkan bahwa sebagian
dataran tepi pantai tergenang oleh air laut (Gambar 7A
dan 7B). Ketika itu, kondisi laut bukan pada saat pasang
tertinggi.

Gambar 6A.

Gambar 7A.

Plot garis pantai di sekitar lokasi A.


Memperlihatkan perubahan garis pantai
dari tahun 1993 sampai 2008.

Kawasan tambak garam yang tergenang


pada saat laut pasang di lokasi A. Lensa
menghadap ke arah darat. Genangan air
laut menyebabkan petak-petak tambak
garam tidak terlihat.

3.2. Potensi Efek Kenaikan Muka Laut


Salah satu dampak primer dari pemanasan global
adalah kenaikan muka laut (Hopley, 1992). Bagi daerah
penelitian yang rendah dan tersusun oleh batulempung
pejal dan pantainya bersifat erosional, dampak dari
kenaikan muka laut yang akan terasa adalah
penggenangan dataran pantai yang rendah dan erosi
pantai. Kedua hal tersebut menyebabkan perubahan garis
pantai. Menurut London dan Volonte (1991), analisis

Gambar 6B.

Gambar 7B.

Plot garis pantai di sekitar lokasi B.


Memperlihatkan perubahan garis pantai
dari tahun 1993 sampai 2008.

Kawasan tepi dataran pantai yang


tergenang ketika laut pasang di lokasi
A. Lensa menghadap ke arah laut.
Daratan yang tergenang menyebabkan
batas tepi pantai tidak terlihat.

47

Potensi Dampak Kenaikan Muka Laut Terhadap Dataran Pesisir.......Di Kawasan Pesisir Mundu (Setyawan, W.B)

perubahan garis pantai dapat dilakukan dengan


pendekatan analisis penggenangan dan analisis erosi
pantai. Ini berarti bahwa, membicarakan penggenangan
dan erosi pantai karena kenaikan muka laut adalah juga
membicarakan perubahan garis pantai.
3.2.1. Penggenangan Dataran Pantai
Gambar 8A dan 8B menunjukkan profil pantai dan
skenario penggenangan daratan pesisir dari lokasi
pengamatan A dan B. Secara umum, kondisi pantai di
kedua lokasi pengamatan itu hampir sama, yaitu pantai
bermorfologi rendah dengan dataran pantai yang relatif
datar, tersusun oleh batu lempung pejal, dan bersifat
erosional. Hal yang membedakan kondisi pantai di antara
kedua lokasi pengamatan itu adalah hadirnya endapan
pasir yang menyebabkan terbentuknya pantai pasir di
Salah satu dampak primer dari pemanasan global adalah
kenaikan muka laut (Hopley, 1992). Bagi daerah penelitian
yang rendah dan tersusun oleh batulempung pejal dan
pantainya bersifat erosional, dampak dari kenaikan muka
laut yang akan terasa adalah penggenangan dataran
pantai yang rendah dan erosi pantai. Kedua hal tersebut
menyebabkan perubahan garis pantai. Menurut London
& Volonte (1991), analisis lokasi B, sedang di lokasi A
tidak dijumpai endapan pasir (Bandingkan Gambar 4A
dan 4B). Lebar endapan pasir di lokasi B sekitar 20 meter.
Tabel 1 memberikan gambaran tentang skenario
penggenangan kawasan pesisir daerah penelitian.
Analisis itu dibuat dengan asumsi morfologi pantai tetap,
tidak berubah oleh proses erosi pantai atau aktifitas
gelombang.

Dari dua skenario kenaikan muka laut dari IPCC


tersebut terlihat bahwa penggenangan daerah penelitian
ini lebih dipengaruhi oleh pasang-surut. Pengenangan
hanya terjadi ketika laut dalam kondisi pasang, sedang
ketika dalam kondisi surut atau muka air berada pada
rata-rata muka laut dataran pantai muncul ke permukaan
air. Dengan kata lain, dataran pantai menjadi dataran
pasang-surut. Pada profil pantai, hal ini terlihat dari posisi
muka laut rata-rata yang belum melewati elevasi dataran
pantai. Saat ini, skenario kenaikan muka laut dari IPCC
tahun 2007 masih mendapat kritik dari para ilmuwan,
karena dipandang melakukan prediksi yang
underestimate dengan tidak memperhitungkan
kecenderungan kondisi sekarang ini berlanjut maupun
kemungkinan kejadian perubahan yang luar biasa di
Antartika dan Greenland, dan disarankan untuk direvisi
(Wheeler, 2007).
3.2.2. Erosi Pantai dan Pergeseran Garis Pantai
Erosi pantai terutama terjadi karena akfititas
gelombang laut yang mendorong ke pantai. Selain faktor
resistensi batuan terhadap pukulan gelombang, laju erosi
ditentukan oleh kekuatan pukulan gelombang.
Gelombang laut yang memukul ke pantai adalah
gelombang perairan dangkal yang kekuatan
gelombangnya dipengaruhi oleh kedalaman perairan
(Komar, 1976). Penambahan kedalaman air dekat pantai
karena kenaikan muka laut dengan demikian akan
menyebabkan meningkatnya energi gelombang dan
energi pasang-surut di tepi pantai (Crooks, 2004),
konsekuensinya adalah laju erosi pantai juga akan
meningkat. Di daerah penelitian ini, pergeseran garis
pantai karena erosi pantai akan terekspresikan dalam

Gambar 8A.

Profil pantai di titik lokasi A. P1 dan P2 adalah patok pengukuran perubahan garis pantai.

Gambar 8B.

Profil pantai di titik lokasi B. P1 dan P2 adalah patok pengukuran perubahan garis pantai.

48

J. Segara Vol. 7 No. 1 Agustus 2011: 1-12

Tabel 1.

Resume analisis penggenangan dataran pesisir Mundu


Titik Lokasi A, Pantai Timur
Kondisi Sekarang muka laut rata-rata 0
meter
Posisi muka laut rata-rata:
Dataran tepi pantai sekitar 0,9 1
meter di atas muka laut.
Posisi garis pantai di tebing pantai.

Posisi air pasang 1,1 meter:


Dataran tepi pantai tergenang air laut.
Batas garis pantai adalah tanggul
tambak garan terluar.

Skenario Muka Laut + 0,5 meter (IPCC 2007)


Posisi muka laut rata-rata:
Ketinggian dataran tepi pantai berada
0,4 - 0,5 meter di atas muka laut.
Posisi garis pantai di tebing pantai.
Posisi air pasang 1,1 meter:
Dataran tepi pantai tergenang dengan
ketinggian air laut sekitar 0,7 meter.
Ketinggian air laut melebihi ketinggian
tanggul tambak sekarang.
Garis pantai temporer bergeser ke
arah daratan mengikuti pola pasangsurut.

Skenario Muka Laut + 0,8 meter (IPCC 2001)


Posisi muka laut rata-rata:
Ketinggian dataran tepi pantai sekitar
0,1 0,2 meter di atas muka laut.
Posisi garis pantai pada tebing pantai.

Posisi air pasang 1,1 meter:


Seluruh dataran tepi pantai tergenang
dengan kedalaman air laut sekitar 0,9
1 meter.
Posisi garis pantai temporer lebih jauih
masuk ke pedalaman.

Titik Lokasi B, Pantai Utara


Kondisi Sekarang muka laut rata-rata 0
meter
Posisi muka laut rata-rata:
Ketinggian berm pantai pasir sekitar
1,35 meter di atas muka laut; garis
pantai di pantai pasir
Ketinggian dataran pantai di belakang
berm sekitar 0,95 meter di atas muka
laut.
Posisi air pasang 1,1 meter:
Ketinggian berm pantai pasir sekitar
0,25 meter di atas muka laut; garis
pantai di pantai pasir.
Dataran pantai di belakang berm telah
berada di bawah permukaan laut
sekitar 0,15 meter.
Skenario Muka Laut + 0,5 meter (IPCC
2007)
Posisi muka laut rata-rata:
Ketinggian berm pantai pasir sekitar
0,85 meter di atas muka laut; garis
pantai di pantai pasir.
Ketinggian dataran pantai di belakang
berm sekitar 0,45 di atas muka laut.
Posisi air pasang 1,1 meter:
Seluruh daratan tepi pantai tergenang,
ketinggian air laut melebihi tanggul
tambak.
Berberada sekitar 0,3 meter di bawah
muka laut.
Dataran di belakang berm berada
sekitar 0,65 meter di bawah muka
laut.
Garis pantai temporer bergeser masuk
ke arah daratan sesuai pola pasangsurut.
Skenario Muka Laut + 0,8 meter (IPCC
2001)
Posisi muka laut rata-rata:
Ketinggian berm pantai pasir sekitar
0,55 meter di atas muka laut; garis
pantai di pantai pasir.
Ketinggian dataran pantai di belakang
berm sekitar 0,15 meter di atas muka
laut..
Posisi air pasang 1,1 meter:
Seluruh dataran tepi pantai telah
tergenang.
Berm telah berada sekitar 0,6 meter di
bawah muka laut.
Dataran pantai di belakang berm
berada sekitar 0,95 meter di bawah
permukaan laut.

49

Potensi Dampak Kenaikan Muka Laut Terhadap Dataran Pesisir.......Di Kawasan Pesisir Mundu (Setyawan, W.B)

bentuk pergeseran tebing-tebing pantai yang tersusun


oleh batulempung. Dalam penelitian ini, prediksi
pergeseran garis pantai dilakukan berdasarkan perubahan
garis pantai dalam periode tahun 2008 sampai 2009
dengan asumsi bahwa laju erosi tetap. Gambaran tentang

Tabel 2.

besarnya pergeseran itu dapat dilihat dalam Tabel 2 dan


Gambar 9 dan 10.
Rangkaian seri foto lapangan pada Gambar 9
menunjukkan bagaimana perubahan garis pantai terjadi
di lokasi Titik B antara tahun 2008 dan 2009 yang

Hasil analisis, pengukuran dan prediksi pergeseran garis pantai di daerah Mundu.
No.

Lokasi

1993 2008
2008 2009
100 tahun
Keterangan Tempat
(m)
(m)
kemudian (m)
Pengukuran
1.
Titik A
78,15
13,85
1385
Rataan depan pantai
2.
Titik B
58,37
10,63
1063
Pergeseran berm
Catatan: Tanda (-) menunjukkan pantai bergeser ke arah darat atau tererosi.

Gambar 9A1.

Patok titik lokasi B pada bulan Nopember 2008. P1 menunjuk ke patok, P2 menunjuk ke gerumbulan
belukar, P4 menunjuk ke puncak berm, dan P4 menunjuk batas air di tepi pantai. Perhatikan posisi
batas air.

Gambar 9A2.

Patok titik lokasi B pada bulan Nopember 2008, ke arah darat. P1 menunjuk patok yang terletak
pada batas endapan pasir dan tambak garam. Posisi laut di sebelah belakang arah pengambilan
gambar.

50

J. Segara Vol. 7 No. 1 Agustus 2011: 1-12

Gambar 9B1.

Patok titik lokasi B, bulan September 2009. P1 menunjuk ke patok, P2 menunjuk ke gerumbulan
belukar, P3 menunjuk ke puncak berm, dan P4 menunjuk ke batas air di tepi pantai. Bandingkan
dengan Gambar 9A1, Posisi P1 dan P2 tetap. Posisi P3 pada gambar ini bergeser ke P2, ini berarti
pergeseran puncak berm. Posisi P4 relatif sama terhadap P4, sehingga berarti garis batas air juga
bergeser. Perhatikan posisi batas air yang telah bergeser ke arah darat, dan telah berada dekat
gerumbulan belukar.

Gambar 9B2.

Patok titik lokasi B pada bulan September 2009. P1 menunjuk ke patok (tepat di bawah Waterpass)
yang telah berada di tengah endapan pasir (berm). P5 menunjuk ke patok baru yang dipasang pada
batas antara endapan pasir dan tambak garam seperti posisi P1 tahun 2008. Jarak antara P1 dan
P5 adalah jarak pergeseran endapan pasir ke arah darat. Perhatikan batas antara endapan pasir
dan tambak yang bergeser ke arah darat. Posisi laut di belakang arah pengambilan gambar.

51

Potensi Dampak Kenaikan Muka Laut Terhadap Dataran Pesisir.......Di Kawasan Pesisir Mundu (Setyawan, W.B)

Gambar 10.

Plot prediksi perubahan garis pantai dan posisi garis pantai pada tahun 2100 (garis putus-putus) di
kawasan pesisir Mundu berdasarkan pengamatan periode tahun 2008 2009.

ditunjukkan dengan pergeseran puncak berm dan batas


endapan pasir dengan tambak garam. Gambar 9A1 dan
9A2 diambil tahun 2008 di lokasi yang sama dengan arah
yang pandang yang berbeda; dan demikian pula dengan
Gambar 9B1 dan 9B2 yang diambil tahun 2009. Posisi
dan arah pengambilan Gambar 9A1 relatif sama dengan
Gambar 9B1; posisi Gambar 9A2 relatif sama posisi dan
arah pengambilannya dengan Gambar 9B2.
Gambar 10 memperlihatkan prediksi perubahan garis
pantai di daerah penelitian dan prediksi posisi garis pantai
pada tahun 2100. Dari gambar tersebut terlihat jelas
bahwa sebagian besar dataran pesisir di kawasan Delta
Mundu akan hilang karena tererosi, dan garis pantai akan
berada di dekat kawasan pemukiman yang ada sekarang.
Gambaran untuk kawasan seluruh Delta Mundu dapat
dilihat pada Gambar 11.
Skenario perubahan garis pantai itu adalah skenario
perubahan garis pantai yang lambat. Pada kenyataannya,
sangat mungkin terjadi laju erosi yang lebih cepat, karena
kenaikan muka laut yang diprediksi itu apabila benarbenar terjadi dapat dipastikan akan meningkatkan energi
gelombang. Gelombang yang memukul ke pantai adalah
gelombang perairan dangkal yang karakteristiknya adalah
akan mengalami peningkatan energi bila terjadi
penambahan kedalaman kolom air. Secara matematis,
untuk perairan dangkal, keadaan tersebut dapat ditulis
sebagai berikut (Komar, 1976):

P EC
karena

..................................... (1)

h gh
C
maka P E gh

......................... (2)
......................... (3)

dimana P : kekuatan gelombang, E : energi


gelombang, C : kecepatan rambat gelombang, g :
percepatan gravitasi, dan

: kedalaman air.

Dari persamaan matematis tersebut terlihat jelas


bahwa makin tinggi kenaikan muka laut akan
mempercepat laju erosi. Hal itu berarti, bila kita
memperhitungkan perubahan muka laut untuk
memprediksi perubahan garis pantai, maka besar
perubahan garis pantai yang akan terjadi akan lebih besar
dan lebih cepat.
3.2.3. Kehilangan Lahan Produksi Garam
Di depan telah diberikan gambaran bahwa dataran
pesisir di Delta Mundu sebagian besar merupakan lahan
tepi pantai yang dipergunakan sebagai lahan tambak
garam. Dengan demikian, kelangsungan hidup aktifitas
produksi garam itu sangat ditentukan oleh keberadaan
lahan datar tersebut. Di atas juga telah diuraikan bahwa
potensi efek kenaikan muka laut di kawasan ini adalah
penggenangan dan erosi pantai atau pergeseran garis

52

J. Segara Vol. 7 No. 1 Agustus 2011: 1-12

Gambar 11.

Citra satelit kawasan Delta Mundu dan prediksi posisi garis pantai pada tahun 2100. Garis hitam
putus-putus adalah posisi garis pantai yang diprediksi. Sumber citra: Google Earth 2010.

pantai. Analisis skenario penggenangan karena kenaikan


muka laut di atas, seperti yang ditunjukkan dengan
Gambar 8A dan 8B, menunjukkan bahwa baik dengan
skenario kenaikan muka laut 0,5 maupun 0,8 dataran
pantai belum tergenangi pada posisi muka laut rata-rata,
tetapi kawasan dataran pantai delta ini akan tergenang
ketika air laut pasang. Ini berarti lahan produksi garam
tidak dapat dipergunakan lagi dengan cara tradisional
seperti sekarang. Kehilangan lahan karena
penggenangan ini dapat ditanggulangi dengan pembuatan
tanggul di sekeliling kawasan delta ini minimal setinggi
0,5 m untuk skenario kenaikan muka laut 0,5 m, atau
0,8 untuk skenario kenaikan muka laut 0,8 m.
Potensi dampak kenaikan muka laut yang ke-dua
adalah pergeseran garis pantai karena erosi pantai.
Analisis perubahan garis pantai yang dilakukan di atas
adalah analisis berdasarkan laju perubahan garis pantai
antara tahun 2008 2009 dengan asumsi laju erosi tetap.
Dengan analisis itu, terlihat pada Gambar 10 dan 11
sebagian besar lahan produksi garam di sebelah timur
aliran Kali Bangkaderes akan hilang karena tererosi.
Angka prediksi dalam Tabel 2 adalah angka prediksi yang
lambat yang belum memperhitungkan laju kenaikan muka
laut. Bila kenaikan muka laut diperhitungkan maka
pergeseran garis pantai akan lebih jauh lagi ke arah

daratan. Ini berarti lahan garam yang dapat hilang akan


lebih besar lagi.
3.3. Pilihan Tindakan Antisipasi
Secara umum, dalam menghadapi efek pemanasan
global, yang juga mencakup efek dari kenaikan muka
laut, menurut Hopley (1992) terdapat beberapa pilihan
alternatif berikut:
1) Tidak melakukan apapun. Pilihan ini paling
sedikit mengeluarkan biaya, tetapi akan
menyebabkan kehilangan yang besar, seperti
kehilangan lahan tepi pantai dan segala sesuatu
yang diatasnya. Pilihan ini dapat dilakukan untuk
daerah-daerah yang belum terbangun.
2) Membangun pertahanan pantai yang sesuai
dengan laju kenaikan muka laut.
Pekerjaan ini meliputi membangun dinding
pantai, groin, tetrapod dan sebagainya; termasuk
juga ke dalam cara ini adalah tindakan-tindakan
bioteknik seperti menanam vegetasi. Pilihan
tindakan ini berbiaya tinggi dan bersifat temporer.
Biasanya pilihan ini hanya dilakukan untuk
daerah yang bernilai ekonomi tinggi.

53

Potensi Dampak Kenaikan Muka Laut Terhadap Dataran Pesisir.......Di Kawasan Pesisir Mundu (Setyawan, W.B)

3) Mundur dengan perencanaan dan rekayasa


sosial.
Pilihan ini harus dilakukan dengan
memperhitungkan kondisi sosial dan ekonomi
masyarakat yang akan dipindahkan, dan kondisi
lingkungan. Pilihan untuk mundur ini dilakukan
bila upaya mempertahankan atau perlindungan
tidak mungkin dilakukan secara ekonomi.
4) Perlindungan total. Tindakan perlindungan total
seperti membangun dinding pertahanan untuk
melindungi lahan atau suatu kawasan dilakukan
untuk daerah-daerah berinvestasi sangat tinggi,
memiliki nilai sejarah, atau karena tidak ada
alternatif lain.
Uraian tentang penggenangan dan erosi pantai yang
diberikan di depan menggambarkan kondisi yang
mungkin akan terjadi di daerah penelitian ini bila tidak
dilakukan upaya apapun dalam menghadapi masalah
kenaikan muka laut karena pemanasan global. Dari uraian
tentang efek kenaikan muka laut itu terlihat bahwa,
apabila hanya terjadi kenaikan muka laut dan tidak
menyebabkan erosi, maka sebagian besar dataran pesisir
itu akan menjadi lahan pasang-surut. Perubahan kondisi
lahan dari kondisinya yang sekarang menjadi lahan
pasang-surut dengan laju kenaikan muka laut 0,5 atau
0,8 meter per 100 tahun dapat dikatakan relatif lambat.
Persoalan yang lebih serius adalah persoalan erosi
pantai. Kenyataan di lapangan saat ini adalah bahwa
pantai di daerah penelitian adalah pantai yang mengalami
erosi. Dengan demikian, upaya perlindungan pantai yang
perlu diupayakan adalah bagaimana menghambat laju
erosi pantai.
Apabila tidak dilakukan tindakan antisipasi apapun,
lahan di Delta Mundi ini akan rusak atau hilang karena
erosi dengan laju 13,85 m/tahun di lokasi Titik A, dan
10,63 m/tahun di lokasi Titik B (lihat Tabel 2). Dengan
laju erosi pantai seperti itu, maka pada tahun 2100
sebagian besar lahan tepi pantai di delta ini akan hilang
(Gambar 10 dan 11). Secara geomorfologi, membiarkan
kondisi seperti itu dengan tidak melakukan kegiatan
apapun berarti mempertahankan kondisi alam
sebagaimana kecenderungannya yang ada sekarang.
Apabila lahan yang akan hilang itu adalah lahan yang
tidak terbangun, maka membiarkan saja kecenderungan
itu dapat menjadi pilihan dalam menghadapi kemungkinan
perubahan karena kenaikan muka laut itu. Kenyataan
yang ada saat ini adalah bahwa di atas lahan dataran
pantai itu ada aktifitas produksi garam. Dengan
kenyataan seperti itu, pilihan membiarkan dengan tidak
melakukan tindakan pencegahan erosi apapun sama
artinya dengan membiarkan lahan produksi garam

berkurang dengan laju seperti laju perubahan garis pantai


di atas. Para petani garam di kawasan tersebut tidak
mungkin mengganti lahan yang hilang itu dengan
membuka lahan baru ke arah darat karena lahan di arah
darat itu merupakan kawasan pemukiman mereka.
Pilihan antisipasi yang lain, selain dari membiarkan,
memerlukan biaya. Menurut Nicholls & Tol (2006),
diperlukan cost-benefit analysis dalam menentukan
pilihan tindakan dalam merespon dampak dari kenaikan
muka laut. Dengan demikian, persoalan di dalam pilihan
tindakan antisipasi terhadap hasil prediksi efek kenaikan
muka laut adalah bagaimana penilaian yang diberikan
terhadap aktifitas produksi garam itu. Pembahasan lebih
lanjut mengenai pilihan antisipasi yang tersedia
memerlukan pembahasan lebih lanjut, dan hal itu berada
di luar konteks tulisan ini.
Laju kenaikan muka laut sebesar 0,5 atau 0,8 meter
per tahun memang kecil, tetapi laju perubahan garis pantai
karena erosi sebesar sekitar 10 sampai 13 meter
sekarang adalah laju yang cepat. Kenaikan muka laut
akan memperbesar angka laju erosi tersebut. Oleh karena
itu upaya antisipasi perubahan garis pantai perlu segera
dilakukan. Menggerakkan suatu kelompok masyarakat
untuk melakukan antisipasi dalam menghadapi suatu
perubahan sama artinya dengan menggerakkan
masyarakat untuk beradaptasi. Proses adaptasi adalah
suatu proses yang berjalan dengan waktu seiring dengan
perubahan yang terjadi.
Mengenai dampak kenaikan muka laut terhadap
kawasan pesisir Nicholls (2003) menyebutkan bahwa
dampak perubahan iklim global atau kenaikan muka laut
adalah persoalan jangka panjang. Oleh karena itu,
adaptasi untuk mengantisipasi dampak perubahan iklim
global atau kenaikan muka laut global harus
diperhitungkan dengan cermat. Disebutkan pula oleh
Nicholls, pengalaman mengelola kawasan pesisir dari
Belanda, Inggris dan Jepang menunjukkan bahwa,
adaptasi terhadap masalah di kawasan pesisir lebih
merupakan suatu proses daripada penerapan pilihan
teknik. Ada empat tahapan proses adaptasi, yaitu (1)
menyampaikan informasi dan perancangan, (2)
perencanaan dan perancangan, (3) evaluasi, dan (4)
monitoring dan evaluasi. Rangkaian proses tersebut
merupakan suatu siklus kegiatan. Kemudian, berkaitan
dengan proses adaptasi, dengan mengutip Adger et al
tahun 2004, Smith et al (2007) menyebutkan bahwa,
kapasitas untuk melakukan adaptasi adalah fungsi dari
sejumlah faktor, yaitu:
1) Pengenalan akan kebutuhan adaptasi;
2) Kepercayaan bahwa adaptasi adalah mungkin
dan dapat dilakukan;

54

J. Segara Vol. 7 No. 1 Agustus 2011: 1-12

DAFTAR PUSTAKA
3) Kemauan melakukan adaptasi;
4) Ketersediaan sumberdaya yang diperlukan untuk
menerapkan berbagai strategi adaptasi;
5) Kemampuan memanfaatkan sumberdaya secara
memadai; dan
6) Hambatan eksternal dalam menerapkan berbagai
strategi adaptasi.
Gambaran tentang pilihan adaptasi dan kemampuan
untuk melakukan adaptasi tersebut di atas menegaskan
bahwa upaya untuk melakukan antisipasi potensi dampak
kenaikan muka laut harus dilakukan jauh hari sebelum
potensi dampak yang digambarkan berubah menjadi
persoalan yang nyata di depan mata yang tidak dapat
dielakkan.
KESIMPULAN
Kawasan pesisir Mundu adalah dataran rendah tepi
pantai yang tersusun oleh batulempung pejal. Sebagian
dataran rendah dekat pantai di kawasan tersebut akan
tergenang oleh air laut bila laut pasang tinggi. Di dataran
pantai tersebut berkembang kegiatan pembuatan garam
yang mencakup sebagian besar lahan datar yang rendah
di kawasan tersebut. Pendekatan analisis profil pantai
yang terukur, yang dikaitkan dengan posisi muka laut
rata-rata, melalui analisis kondisi pasang-surut
memberikan gambaran bahwa, dengan skenario kenaikan
muka laut 0,5 dan 0,8 meter sebagian besar dataran
pantai akan menjadi daerah pasang-surut pada tahun
2100. Sementara itu, analisis perubahan garis pantai
berdasarkan laju perubahan garis pantai antara tahun
2008-2009 memberikan gambaran bahwa garis pantai
akan bergeser sejauh 1000 sampai 1300 meter sampai
tahun 2100. Perubahan garis pantai yang diprediksi itu
akan menyebabkan sebagian besar dataran pantai di
daerah penelitian hilang pada tahun 2100. Kehilangan
lahan datar tepi pantai itu, yang juga berarti hilang pula
lahan produksi garam di kawasan tersebut. Persoalan
dampak kenaikan muka laut terhadap kawasan pesisir
adalah persoalan jangka panjang, sehingga langkah untuk
melakukan tindakan antisipasi harus segera dilakukan
dari sekarang.
PERSANTUNAN
Data lapangan yang dipergunakan dalam makalah ini
berasal dari kegiatan penelitian yang dibiayai oleh DIPA
Pusat Penelitian Oseanografi LIPI tahun anggaran 2006,
2008 dan 2009 untuk Program Pengendalian Pencemaran
dan Perusakan Lingkungan Hidup.

Bindoff, N.L., J. Willebrand, V. Artale, A, Cazenave, J.


Gregory, S. Gulev, K. Hanawa, C. Le Qur, S. Levitus,
Y. Nojiri, C.K. Shum, L.D. Talley & A. Unnikrishnan.
2007. Observations: Oceanic Climate Change and
Sea Level. In: Solomon, S., D. Qin, M. Manning, Z.
Chen, M. Marquis, K.B. Averyt, M. Tignor and H.L.
Miller (Eds.), Climate Change 2007: The Physical
Science Basis. Contribution of Working Group I to
the Fourth Assessment Report of the
Intergovernmental Panel on Climate Change.
Cambridge University Press, Cambridge, United
Kingdom and New York, NY, USA.
Crooks, S. 2004. The effect of sea-level rise on coastal
geomorphology. Ibis, 146 (Suppl. 1), 18-20.
Hopley, D. 1992. Global change and the coastline:
assessment and mitigation planning. Journal of
Southeast Asian Earth Sciences, v. 7, n. 1, 515.Hopley, D., 1992. Global change and the coastline:
assessment and mitigation planning. Journal of
Southeast Asian Earth Sciences, v. 7, n. 1, 5-15.
Folland, C.K., T.R. Karl, J.R. Christy, R.A. Clarke, G.V.
Gruza, J. Jouzel, M.E. Mann, J. Oerlemans, M.J.
Salinger & S.-W. Wang, 2001: Observed Climate
Variability and Change. In: Houghton, J.T.,Y. Ding, D.J.
Griggs, M. Noguer,P.J. van der Linden, X. Dai, K.
Maskell, & C.A. Johnson (eds.), Climate Change 2001:
The Scientific Basis. Contribution of Working Group
I to the Third Assessment Report of the
Intergovernmental Panel on Climate Change .
Cambridge University Press, Cambridge, United
Kingdom and New York, NY, USA.
Komar, P.D. 1976. Beach Processes and Sedimentation,
Prentice-Hall, &., Englewood Cliffs, New Jersey, 429
p.
London, J.B. & Volonte, C.R., 1991. Land use
implications of sea level rise: a case study at Myrtle
beach, South Carolina. Coastal Management, 19: 205218.
Mimura, N. 1999. Vulnerability of island countries in the
South Pacific to sea level rise and climate change.
Climate Research, v. 12, 137-143.
Nicholls, R.J. & Tol, R.S.J. 2006. Impacts and responses
to the sea-level rise: a global analysis of the SRES
scenario over the twenty-first century. Philosophical

55

Potensi Dampak Kenaikan Muka Laut Terhadap Dataran Pesisir.......Di Kawasan Pesisir Mundu (Setyawan, W.B)

Transaction of The Royal Society A, 364, 1073-1095,


doi: 10.1098/rsta.2006.1754.
Nicholls, R.J. 2003. Case study on sea-level rise impacts.
Organization for Economic Co-operation and
Development (OECD) Workshop on the Benefits of
Climate Policy. OECD, Paris.
Smith, T.F., Brooke, C., Preston, B., Gorddard, R., Abbs,
D., McInnes, K., Withycombe, G. & Morrison, C. 2007.
Managing for climate variability in the Sydney region.
Journal of Coastal Research, SI 50 (Proceedings of
the International Coastal Symposium), 109-113.
Wheeler, D. 2007. The IPCC debate on sea-level rise:
critical stakes for poor countries. Center for Global
Development.
[http://blogs.cgdev.org/
globaldevelopment/2007/02/the-ipcc-debate-on-sealevel-r.php]. Akses 11 April 2010.

56

Anda mungkin juga menyukai