Anda di halaman 1dari 56

BAB IV ANALISIS DATA

4. 1 TINJAUAN UMUM Analisis data akan membahas mengenai data-data yang ada, meliputi pengklasifikasian tiap lapisan tanah berdasar pada sifat-sifat fisik tanah (, w, Gs, e, n, Sr), sifat plastisitas (LL, PL, LI, SL, Ac), sifat butiran tanah (Clay, Lime, Sand), sifat mekanik (c, , qu, CBR) ,sifat konsolidasi dan permeabilitas (Cc, Cv, k, Ch, nv) serta penyebaran tiap lapisan tanah berdasar hasil pemboran. Stratifikasi tanah akan memberikan penjelasan gambaran mengenai penyebaran tanah berdasar pada analisa terhadap data-data yang ada. Selain data tanah diperlukan juga data yang akan digunakan untuk memodelkan pembebanan pada struktur perkerasan jalan dan struktur dinding penahan tanahnya. Data ini akan menghasilkan estimasi berat struktur secara keseluruhan yang membebani lereng dan menghasilkan model struktur yang akan dikaji dalam analisa pada kondisi awal dan kondisi setelah terjadi kelongsoran. 4. 2 ANALISA DATA TANAH Analisis data tanah memberikan penjelasan hasil penyelidikan tanah di sekitar bukit Gombel yaitu di Lapangan golf gombel Semarang yang meliputi data boring log yang dilakukan di lokasi tersebut dan pengolahannya dilakukan oleh pihak laboratorium PT. Selimut Bumi Adhi Cipta. Penyelidikan tanah yang dilakukan berada kurang lebih 200 meter dari lokasi studi dengan asumsi karakteristik tanahnya menyerupai karakteristik tanah pada lokasi studi. Analisis data tanah diperlukan untuk evaluasi dan penentuan alternatif penanganan pada kasus ini. 4. 2. 1 ANALISA DATA SPT Pemboran untuk tanah asli dilakukan sebanyak 6 (enam) titik dengan kedalaman titik 10 meter sampai dengan 20 meter dengan menggunakan bor log. Hasil pemboran untuk tanah asli ditunjukkan pada berikut ini : Tabel 4.1 Hasil pemboran pada B-30 Kedalaman
0,00 m 0,50 m 0,50 m 3,00 m

Tebal
0,50 m 2,50 m

Material
Lempung kepasiran Lempung kepasiran lunak

Deskripsi
Coklat kekuningan, Coklat kekuningan, teguh

N-SPT
7 7

3,00 m 5,50 m 5,50 m 6,00 m

2,50 m 0,50 m

Lempung Lempung

Kuning kecoklatan, teguh sampai kaku Coklat kehitaman, teguh sampai kaku Abu-abu keputihan sangat lemah sampai lemah Abu-abu kehitaman, lemah Abu-abu keputihan, lemah Abu-abu kehitaman, lemah Abu-abu keputihan, lemah

6 - 10 10

6,00 m 12,00 m

6,00 m

Batu lempung

10 - 56

12,00 m 14,00 m 14,00 m 15,00 m 15,00 m 18,00 m 15,00 m 20,00 m

2,00 m 1,00 m 3,00 m 5,00 m

Batu lempung Batu lempung Batu lempung Batu lempung

50 56 56 - 60 > 60 54 - 58

Tabel 4.2 Hasil pemboran pada B-33 Kedalaman


0,00 m 0,50 m 0,50 m 6,00 m 6,00 m 10,00 m 10,00 m 15,00 m

Tebal
0,50 m 5,50 m 4,00 m 5,00 m

Material
Lempung kepasiran Lempung kepasiran Lempung Batu lempung lunak

Deskripsi
Abu-abu kehitaman, Abu-abu kehitaman, lunak sampai teguh, Abu-abu, teguh sampai kaku Abu-abu kehitaman, sangat lemah Abu-abu kecoklatan sangat lemah sampai lemah Abu-abu kehitaman, lemah

N-SPT
4 4-9 8-16 28-40

15,00 m 16,00 m

1,00 m

Batu lempung

41

16,00 m 20,00 m

4,00 m

Batu lempung

42-56

Tabel 4.3 Hasil pemboran pada B-40 Kedalaman


0,00 m 2,60 m

Tebal
2,60 m

Material
Lempung

Deskripsi
Coklat kekuningan, lunak sampai teguh

N-SPT
6

50

2,60 m 3,10 m 3,10 m 10,00 m

0,50 m 6,90 m

Lempung Lempung

Abu-abu kecoklatan, teguh Abu-abu, kaku sampai sangat kaku

10 16 - 35

Tabel 4.4 Hasil pemboran pada B-41 Kedalaman


0,00 m 0,50 m 0,50 m 2,30 m 2,30 m 10,00 m

Tebal
0,50 m 1,70 m 4,00 m

Material
Lempung Lempung Lempung

Deskripsi
Coklat kekuningan, lunak Coklat keabu-abuan, lunak sampai teguh, Abu-abu, kaku sampai sangat kaku

N-SPT
4 8-24

Tabel 4.5 Hasil pemboran pada B-42 Kedalaman


0,00 m 1,00 m 1,00 m 3,10 m 3,10 m 15,00 m

Tebal
1,00 m 2,10 m 4,00 m

Material
Lempung kepasiran Lempung Breksi

Deskripsi
Merah kecoklatan, lunak sampai teguh Abu-abu kehijauan, teguh sampai kaku, Coklat kekuningan, setengah padat

N-SPT
13-15 27-60

Tabel 4.6 Hasil pemboran pada B-43 Kedalaman


0,00 m 1,00 m 1,00 m 8,60 m 8,60 m 11,50 m

Tebal
1,00 m 7,60 m 3,40 m

Material
Lempung kepasiran Lempung Lempung

Deskripsi
Merah kecoklatan, lunak Coklat keabu-abuan, lunak sampai teguh, Abu-abu keclokatan, sangat kaku Abu-abu, sangat lemah mengandung cangkang kerang

N-SPT
3-6 16-17

11,50 m 15,00 m

4,00 m

Batu lempung

32-33

Sumber : Laporan Penyelidikan Tanah PT Selimut Bumi Adhi Cipta

51

4. 2. 2 Analisa Data Geolistrik A. Dasar dan Metoda Pengukuran Pengukuran geolistrik yang dilaksanakan menggunakan metoda pengukuran Resistivitas Konfigurasi Schlumberger dengan resolusi Vertical Electric Sounding (VES) dengan panjang bentang pengukuran rata-rata sejauh 400 meter. Dalam pelaksanaan pengukuran geolistrik, tahanan jenis arus listrik bolak-balik berfrekuensi rendah dialirkan ke dalam bumi melalui elektrode arus dan distribusi potensial yang dihasilkan akan diukur melalui elektoda potensial. Konfigurasi Schlumberger seperti pada Gambar 4.1, jarak elektroda diatur sehingga r1= R2 = (a-1/2 b) dan r2 = R1 = (a + b), dimana a adalah jarak titik pusat elektroda arus dan b adalah jarak antara kedua elektroda potensial. b

C1

P1

P2

C2

a R1

a R2

Gambar 4. 1 Skema susunan elektroda konfigurasi Schlumberger Pelaksanaan di lapangan digunakan sistem Sounding untuk mendapatkan gambaran litologi secara vertikal di bawah titik pengukuran, sedangkan penyebaran secara lateral suatu satuan litologi dapat diperoleh dengan korelasi satu titik sounding terhadap titik sounding lainnya. Jarak elektroda potensial P1 P2 dimulai dari 1/3 jarak elektroda arus C1 C2. selanjutnya pengukuran dilakukan hanya dengan memindahkan elektroda arus sampai suatu jarak dimana hasil ukur beda potensial P1 P2 sudah kecil, P1 P2 dilebarkan secara bertahap sesuai dengan yang telah ditentukan sehingga kurva yang diperoleh memenuhi kurva standar yang ada. B. Interprestasi Data dalam Pendugaan Lapisan Prinsip utama pengukuran Geolistrik akan menghasilkan suatu tahanan jenis yang akan berubah nilainya sesuai lapisan tanah tersebut. Jadi pendugaan litologi suatu lapisan tanah dapat diperlihatkan melalui perubahan tahanan jenis yang merupakan nilai tahanan

52

terhadap aliran arus listrik ( m). Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya harga tahanan jenis meliputi : Jenis material : semakin mudah menghantarkan arus listrik, semakin kecil tahanan jenisnya. Kandungan air dalam batuan : semakin banyak kandungan air dalam batuan, maka semakin kecil tahanan jenisnya. Porositas batuan : semakin besar porositas batuan semakin kecil tahanan jenisnya karena makin banyak air yang terkandung. Sifat kimiawi air : ion ion (Na+ dan Cl-)akan mudah menghantarkan arus listrik, sehingga tahanan jenisnya semakin kecil. Dari data lapangan yang dihasilkan, diolah dan selanjutnya dilakukan interprestasi dengan cara menyamakan lengkung (Curve Matching) terhadap kurva baku yang telah dikeluarkan oleh Schlumberger. Penyamaan lengkung ini dilakukan untuk menentukan parameter tahanan jenis secara matematis pada suatu model perlapisan batuan. Berdasarkan nilai tahanan jenis untuk setiap lapisan, dilakukan interprestasi jenis litologi dan kemungkinan merupakan lapisan pembawa air dengan mempertimbangkan dari datadata geologi. Demikian pendugaan lapisan tanah atau jenis batuan dengan korelasi terhadap tahanan jenis (Todd,1980) yang diperlihatkan dalam Gambar 4.2. Clay Soft shale Hard shale Tilt Sand Sandstone Porous limestone Dense limestone
10-1 100 101 102 103 104 105 106

Resistivity, ohm meter ( m) Gambar 4. 2 Pendugaan Jenis Batuan dengan Korelasi Tahanan Jenis ( m)

53

Pembagian interval nilai tahanan jenis di Gombel Lama dapat dilihat tabel 4.7 : Tabel 4. 7 Tabel Prediksi Jenis Batuan Pengukuran Geolistrik di Lokasi Penelitian Titik Batas Pendugaan Tebal Lapisan (m) 0.00 1.80 1.80 4.50 4.50 11.80 11.80 13.20 13.20 27.50 0.00 1.45 1.45 3.80 3.80 6.60 6.60 9.50 9.50 27.00 Nilai Tahanan Jenis ( m) 90.00 9.00 2.25 1.17 2.24 105 10.50 3.90 1.40 21.60 Prediksi Jenis Batuan Breksi Lempung kepasiran Lempung Lempung Batu Lempung Breksi Lempung kepasiran Lempung Lempung Batu lempung

GL - 3

GL 4

Sumber : Hasil Uji Lapangan PT. Selimut Bumi Adhi Cipta

Dari analisa data hasil pengujian boring dan geolistrik, maka dapat diprediksi profil lapisan tanah di lokasi penelitian. 4. 2. 3 ANALISA DATA TANAH DI LABORATORIUM Nilai-nilai parameter tanah yang akan digunakan sebagai input pada program Plaxis V8 tercantum dalam berikut ini : Tabel 4.8 Nilai-nilai parameter tanah pada B-30
Jenis Pengujian Parameter Indeks Properti - Kadar Air (w) - Gs - Berat vol. basah (wet) - Berat vol. kering (d) - Kohesi (c) - Sudut Geser Dalam () Grain Size - Lolos ayakan no. 200 - Butiran < 0.002 mm Atterberg Limit - Batas Cair (LL) - Batas Plastis (PL) - Indeks Plastisitas (PI) - Indeks Kekentalan (Ic) - Activity (Ac) % KN/m3 KN/m3 KN/m2 ... % % % % % Satuan 0-2,0 m 46.08 2.682 16.410 11.240 21 19 90.35 30.44 59.80 28.24 31.56 0.435 1.033 2,0-4,0 m 36.16 2.633 16.860 12.719 26 10 89.56 31.25 59.10 29.06 30.04 0.764 1.156 Titik Bor B - 30 4,0-6,0 m 6,0-7,5 m 37.32 2.605 17.830 13.467 20 16 100 31.25 60.10 30.08 30.02 0.759 1.160 38.42 2.611 17.370 12.119 19 26 100 30.27 60.20 30.65 29.55 0.737 1.197

7,5-20 m 33.44 2.643 16.450 12.330 18.3 30 -

Uji Geser Langsung (Direct Shear Test)

54

Uji Permeabilitas - Permeabilitas (k) - Kuat Tekan (qu) - Modulus Young (E) - Poisson Ratio (v)

m/hr KN/m2 KN/m


2

1308.89 13977.5 0.3

1628.20 11212.5 0.3

465.26 7779.2 0.3

266.89 2905.2 0.3

516.90 19876.9 0.208

Kuat Tekan Bebas (Unconfied Compression Test)

Tabel 4.9 Nilai-nilai parameter tanah pada B-33


Jenis Pengujian Parameter Indeks Properti - Kadar Air (w) - Gs - Berat vol. basah (wet) - Berat vol. kering (d) - Kohesi (c) - Sudut Geser Dalam () Grain Size - Lolos ayakan no. 200 - Butiran < 0.002 mm Atterberg Limit - Batas Cair (LL) - Batas Plastis (PL) - Indeks Plastisitas (PI) - Indeks Kekentalan (Ic) - Activity (Ac) Uji Permeabilitas - Permeabilitas (k) Titik Bor B - 33 4,0-6,0 m 34.37 2.640 18.180 13.567 21 16 91.35 28.56 61.80 28.60 33.20 0.826 1.200 2.52 E-4 745.66 7942.7 0.3

Satuan % KN/m3 KN/m


3

0-2,0 m 37.57 2.606 16.260 12.044 20 19 89.74 28.47 62.00 30.00 32.00 0.763 1.014 2.52 E-4

2,0-4,0 m 36.07 2.687 17.170 12.625 16 19 90.42 28.47 60.02 28.10 32.10 0.746 1.050 2.52 E-4 428.71 9155.7 0.3

6,0-7,5 m 49.04 2.603 16.360 10.980 19 21 100 28.79 60.90 30.55 30.35 0.391 1.168 4.72 E-6 287.72 4856.5 0.3

7,5-20 m 34.50 2.625 16.420 12.210 18.2 30 -

Uji Geser Langsung (Direct Shear Test) KN/m2 ... % % % % %

m/hr

3.6 E-5 471.68 22140.0 0.105

Kuat Tekan Bebas (Unconfied Compression Test) - Kuat Tekan (qu) KN/m2 762.13 - Modulus Young (E) KN/m2 6486.4 - Poisson Ratio (v) 0.3

Tabel 4.10 Nilai-nilai parameter tanah pada B-40 dan B-41


Jenis Pengujian Parameter Indeks Properti - Kadar Air (w) - Gs - Berat vol. basah (wet) - Berat vol. kering (d) Titik Bor B - 40 1,0-1,5 m 5,5-6,0 m Titik Bor B - 41 1,0-1,5 m 5,5-6,0 m

Satuan

% KN/m3 KN/m3

39.05 2.584 15.91 11.44

35.29 2.651 16.38 12.11

38.12 2.586 15.83 11.46

34.31 2.637 16.48 12.27

55

Uji Geser Langsung (Direct Shear Test) - Kohesi (c) KN/m2 30.2 - Sudut Geser Dalam () ... 14.53 Grain Size - Lolos ayakan no. 200 % 89.22 - Butiran < 0.002 mm % 31.25 Atterberg Limit - Batas Cair (LL) % 54.68 - Batas Plastis (PL) % 22.55 - Indeks Plastisitas (PI) % 32.12 - Indeks Kekentalan (Ic) 0.487 - Activity (Ac) 1.028 Uji Permeabilitas - Permeabilitas (k) m/hr 7.62E-05 Kuat Tekan Bebas (Unconfied Compression Test) - Kuat Tekan (qu) KN/m2 58.6 - Modulus Young (E) KN/m2 14650 - Poisson Ratio (v) 0.3

32.6 11.19 100 26.35 49.28 22.78 26.51 0.528 1.006 1.45E-06 68.4 25650 0.3

30.7 13.37 90.25 26.15 51.26 20.37 30.89 0.425 1.181 1.24E-05 61.6 15400 0.3

32.8 11.61 100 24.85 48.6 22.9 25.71 0.556 1.035 3.19E-07 65.5 24562.5 0.3

Tabel 4.11 Nilai-nilai parameter tanah pada B-42 dan B-43


Jenis Pengujian Parameter Indeks Properti - Kadar Air (w) - Gs - Berat vol. basah (wet) - Berat vol. kering (d) Titik Bor B - 42 1,0-1,5 m 5,5-6,0 m 37.06 2.589 16.18 11.81 31.1 14.47 87.30 28.26 49.24 21.60 27.64 0.44 0.978 60.9 15225 0.3 31.25 0.733 17.24 13.13 5.4 35.23 18.28 0 0.3 Titik Bor B - 43 1,0-1,5 m 5,5-6,0 m 37.70 2.587 15.83 11.49 31.8 12.64 85.26 28.26 52.62 21.39 31.24 0.48 1.105 61.5 15.375 0.3 36.40 2.584 15.89 11.65 32.1 12.37 100 23.2 50.64 22.32 28.32 0.50 1.221 65.4 24525 0.3

Satuan % KN/m3 KN/m3

Uji Geser Langsung (Direct Shear Test) - Kohesi (c) KN/m2 - Sudut Geser Dalam () ... Grain Size - Lolos ayakan no. 200 % - Butiran < 0.002 mm Atterberg Limit - Batas Cair (LL) % - Batas Plastis (PL) % - Indeks Plastisitas (PI) % - Indeks Kekentalan (Ic) - Activity (Ac) Uji Permeabilitas - Permeabilitas (k) m/hr - Kuat Tekan (qu) - Modulus Young (E) - Poisson Ratio (v) KN/m2 KN/m
2

Kuat Tekan Bebas (Unconfied Compression Test)

Sumber : Laporan Penyelidikan Tanah PT Selimut Bumi Adhi Cipta

56

Rangkuman Analisa Saringan Menurut aturan sistem klasifikasi tanah Unified Soil Classification System (USCS) bahwa tanah digolongkan berbutir halus apabila lebih dari 50% dari berat sample lolos ayakan no. 200, dan sebaliknya jika lebih dari 50% tertahan saringan no. 200 maka digolongkan tanah berbutir kasar. Hasil analisa saringan pada sampel tanah B-30, B-33, B-40, B-41 dan B-43 menunjukkan bahwa lebih dari 50% tanah di setiap kedalaman lolos ayakan no. 200. Sedangkan pada B-42 pada kedalaman 3,1 meter lebih menunjukkan bahwa kurang dari 50% dari berat sampel lolos ayakan no 200. Maka sampel tanah B-30, B-33, B-40, B-41, B-43 dan B-42 untuk kedalaman 0 3,1 meter dapat didefinisikan sebagai tanah berbutir halus. Indeks Plastisitas Tanah ( IP ) Sedangkan pemeriksaan Atterberg Limit bertujuan untuk mendapatkan nilai batas cair (Liquid Limit), batas plastis (Plastic Limit) dan indeks plastisitas (Plasticity Index) yang berguna untuk mengetahui klasifikasi jenis tanah. Dari data-data nilai batas cair (Liquid Limit) dan indeks plastisitas (Plasticity Index) yang terdapat pada Gambar 4.3 tersebut tiap-tiap kedalaman kemudian diplotkan pada bagan plastisitas sistem USCS (grafik Casagrande).

CH

CL MH & OH
CL-ML

ML & OL

Gambar 4. 3 Ploting data plasticity index (PI) dan liquid limit (LL) untuk pengklasifikasian tanah sistem USCS

57

Dari hasil ploting data plasticity index (PI) serta liquid limit (LL) pada bagan plastisitas maka diperoleh garis besar klasifikasi sample tanah pada masing-masing titik pemboran secara umum adalah termasuk pada kelompok jenis tanah CL dan CH, yaitu lempung non-organik dengan plastisitas sedang sampai tinggi. Indeks Kekentalan ( Ic ) Indeks kekentalan menyatakan perbandingan antara selisih batas cair dan kadar air tanah asli terhadap indeks plastisitas. Dari nilai Ic didapat kan maka dapat diketahui konsistensi tanah sebagai berikut: Tabel 4.12 Nilai Konsistensi Tanah pada Titik Bor
Titik Bor B-30 B-33 B-40 B-41 B-42 B-43 Nilai Ic 0.435 0.764 0.397 0.826 0.487 0.525 0.425 0.556 0.440 0.480 0.500 Konsistensi Tanah Lunak Lunak - Kaku Sangat Lunak -Lunak Sangat Lunak -Lunak Sangat Lunak Sangat Lunak

Activity (Ac) Konsep tingkat keaktifan dikembangkan oleh Skempton (1953) yang menunjukkan bahwa suatu jenis lempung tertentu, nilai PI bergantung pada partikel yang lebih halus dari 0,002 mm (c) dan angka
PI adalah konstan. Berikut ini adalah tingkat c

keaktifan lempung pada tiap tiap titik pemboran.

Tabel 4.13 Keaktifan Tanah pada Titik Bor


Titik Bor B-30 B-33 B-40 B-41 B-42 B-43 Nilai Ac 1.033 1.197 1.014 1.200 1.006 - 1.028 1.035 1.181 0.978 1.105 1.221 Keaktifan Tanah Normal Normal Normal Normal Tidak Aktif Normal

58

Harga N menunjukkan kekuatan tanah, dan menurut Bowles dalam Sifat-Sifat

Fisis dan Geoteknis Tanah (Mekanika Tanah), 1991, harga N dapat dikorelasikan
kembali untuk mendapatkan nilai-nilai parameter tanah seperti yang ditunjukkan dalam

Tabel 4. 14. Tabel 4. 14 Korelasi uji penetrasi standar (N-SPT) N Berat isi , KN/m3 Sudut geser Keadaan N Berat isi , KN/m3 qu , KPa Konsistensi
0 10 12 16 25 32 Lepas <4 14 18 < 25 Sangat lunak

Tanah Tidak Kohesif 11 30 14 18

31 50 16 20

> 50 18 23

28 36 30 40 > 35 Sedang Padat Sangat padat Tanah Kohesif 46 6 15 16 25 > 25 16 18 16 18 16 18 > 20 20 50 Lunak 30 60 Sedang 40 200 Kenyal (Stiff) > 100 Keras

Sumber : Bowles, Sifat-Sifat Fisis dan Geoteknis Tanah (Mekanika Tanah ), 1991.

Tabel 4. 15 Orde nilai-nilai permeabilitas k yang didasarkan pada deskripsi tanah


10-5 10-9 Campuran kerikil Campuran pasir Kerikil bersih bersih dan pasir berlanau GW, GP GW, GP, SW, SM, SL, SC SP, GM Sumber : Bowles, Analisis dan Desain Pondasi Jilid 1, 1997 hal 49. 100 10-2 10-11 Lempung

Tabel 4. 16 Harga-harga angka Poisson Ratio()


Jenis Tanah Lempung jenuh Lempung tak jenuh Lempung berpasir Lanau Pasir padat Batuan Tanah Lus Es Beton Angka Poisson 0,4-0,5 0,1-0,3 0,2-0,3 0,3-0,35 0,1-1,00 0,1-0,4 0,1-0,3 0,36 0,15

Sumber : Bowles dalam Analisis dan Desain Pondasi Jilid 1, 1997 hal 95.

59

Tabel 4. 17 Nilai-nilai Kohesi (c) untuk deskripsi tanah


Jenis Tanah Kerikil Bergradasi Baik Kerikil Bergradasi Jelek Kerikil Berpasir Kerikil Berlempung Pasir Bergragasi Baik Pasir Bergragasi Jelek Pasir Berlumpur Pasir Berlempung, Lumpur Kohesi * * * * 0,401 1,042 0,232 0,063 0,520 0,063 0,513 0,218 Jenis Tanah Pasir Berlempung Lumpur Lumpur Berlempung Lempung Lempung Organik Lumpur Elastis Lempung Jenuh Tanah Organik Kohesi 0,766 0,155 0,673 0,063 0,647 0,167 0,386 0,105 * 0,738 0,301 1,048 0,345 *

Parameter tanah untuk tiap lapisan tanah sudah diketahui melalui pemeriksaan di laboratorium terhadap sampel boring tanah. Pengujian ini mendapatkan parameter tanah sampai kedalaman 20,00 meter saja. Maka parameter tiap lapisan tanah yang digunakan untuk input program Plaxis V 8 adalah sebagai berikut :

Lapisan 1 (Lempung Kepasiran)

Berat volume kering (d) : 12,369 Berat volume basah (wet) : 17,005 Permeabilitas (k) Modulus Young (E) Kohesi (c) Sudut geser dalam () Angka Poisson () : 2,52 E-04 : 13977,5 : 19, 5 : 18,25 : 0,30

KN/m3 KN/m3 m/hari KN/m2 KN/m2

Lapisan 2 (Lempung)

Berat volume kering (d) : 12,224 Berat volume basah (wet) : 17,095 Permeabilitas (k) Modulus Young (E) Kohesi (c) Sudut geser dalam () Angka Poisson () : 2,52 E-04 : 11212,5 : 19,5 : 18,5 : 0,30

KN/m3 KN/m3 m/hari KN/m2 KN/m2

60

Lapisan 3 (Batu Lempung)

Berat volume kering (d) : 12,270 Berat volume basah (wet) : 16,435 Permeabilitas (k) Modulus Young (E) Kohesi (c) Sudut geser dalam () Angka Poisson () : 3,6 E-5 : 22140,0 : 18,25 : 30 : 0,157

KN/m3 KN/m3 m/hari KN/m2 KN/m2

Tabel 4.18 Ketebalan lapisan tanah pada posisi titik boring Lapisan Lapisan 1
Lempung Kepasiran

Ketebalan lapisan tanah pada posisi B - 30


3,00 m

B - 33
6,00 m

Lapisan 2
Lempung

3,00 m

4,00 m

Lapisan 3
Batu Lempung

14,00 m

10,00 m

4.2.3 ANALISA DATA GEOLOGI


Keadaan geologi dan potensi kelongsoran pada lereng di lokasi studi dihubungkan dengan data sekunder sebagai pendukung data primer yang digunakan. Data sekunder meliputi Peta Geologi dan Tata Lingkungan serta Peta Zona Kerentanan Gerakan Tanah Daerah Semarang - Magelang.

A. HASIL INTERPRETASI TOPOGRAFI


Penyelidikan topografi di lokasi meliputi pengukuran dengan menggunakan peralatan teodolith dan Global Positioning System (GPS) yang menghasilkan elevasi permukaan tanah serta garis-garis konturnya, apabila dipadukan dengan hasil penyelidikan tanah yang mencakup ketebalan lapisan tanah, jenis lapisan tanah dan besarnya N rata-rata tiap lapisan akan memberikan penampang topografi dan profil melintang tanah seperti pada gambar berikut ini. 61

Gambar 4.4 Peta Lokasi Penyelidikan Tanah

Gambar 4.5 Perkiraan arah Kelongsoran pada Lokasi Studi

62

Gambar 4.6 Potongan Melintang GL-3 dan GL-4

63

Gambar 4.7 Potongan Melintang B-40 dan B-33

Gambar 4.8 Potongan Melintang B-40 dan B-41

64

Gambar 4.9 Potongan Memanjang B-30 dan B-33

65

Gambar 4.10 Potongan Memanjang B-42 dan B-43

Gambar 4.11 Potongan Memanjang B-40 dan B-42

66

B.

Stratigrafi
Lapisan tanah di daerah Gombel, Semarang Utara termasuk jenis batuan sedimen,

pada Gambar 4.12 dari sumber Peta Geologi Tata Lingkungan Indonesia, Jawa pada lembar Magelang Semarang yang disusun oleh M. Wahid Tahun 1993 dengan skala 1 : 100.000. Peta diperoleh dari Direktorat Geologi Tata Lingkungan.

Gambar 4.12 Peta Geologi Tata Kota Semarang C. Struktur Geologi


Lokasi penelitian yang terletak di daerah perbukitan yang terletak di daerah Semarang Utara Propinsi Jawa Tengah. Daerah Gombel menurut Peta Zona Kerentanan Gerakan Tanah Lembar Magelang-Semarang Tahun 1991 seperti pada Gambar 4.13 termasuk dalam Zona Kerentanan Gerakan Tanah Tinggi. Daerah yang mempunyai tingkat kerentanan tinggi untuk terjadi gerakan tanah. Pada zona ini dapat terjadi gerakan tanah terutama pada daerah yang berbatasan dengan lembah sungai, tebing jalan atau jika lereng mengalami gangguan. Gerakan tanah lama dapat aktif kembali akibat curah hujan yang tinggi. Kisaran kemiringan lereng mulai dari landai (5 - 15%) sampai sangat terjal (50 - 70%). Tergantung pada kondisi sifat fisik dan keteknikan batuan dan tanah sebagai material pembentuk lereng. Umumnya lereng mempunyai vegetasi penutup kurang. Lereng pada umumnya dibentuk oleh batuan napal (Tmk), perselingan batu lempung dan napal (Tmkl), batu pasir tufaan (QTd), breksi volkanik (Qpkg), lava (Qhg) dan lahar (Qpk).

67

Gambar 4.13 Peta Kerentanan Gerakan Tanah Lembar Semarang Magelang 4. 3. ANALISA PEMBEBANAN LALU LINTAS
Data lalu lintas adalah data pokok untuk melakukan perencanaan suatu jalan baik jalan baru maupun untuk peningkatan jalan lama. Data lalu lintas yang diperlukan adalah data lalu lintas harian rata-rata. Data lalu lintas harian rata-rata diperlukan untuk merencanakan suatu konstruksi struktur perkerasan jalan. Pada program Plaxis V.8 pembebanan diberikan berdasarkan pada beban lalu lintas. Beban tersebut berupa tanah sendiri setinggi 0,5 meter untuk standar Amerika dan 0,6 meter untuk standar Inggris (Pasal 1.4 PPPJJR SKBI 1.3.28.1987) sehingga beban traffic yang diberikan adalah :

A. Standar Amerika
Beban lalu lintas = 0,5 x timb = 0,5 x 17,005 = 8,5025 KN/m2

B. Standar Inggris
Beban lalu lintas = 0,6 x timb = 0,6 x 17,005 = 10,203 KN/m2

4.4.

ANALISA REMBESAN
Dari data pemboran tanah, dapat diketahui bahwa bidang longsor merupakan

perpotongan antara lapisan lempung kepasiran dan batu lempung pada sekitar kedalaman 15 meter pada lokasi yang dianalisa. Resapan air dari lapisan tanah di atasnya akan terhenti pada bagian atas Batu Lempung yang merupakan lapisan jenuh air. Hal ini dapat mengakibatkan terjadinya bidang gelincir pada lereng. Hal ini dibuktikan dengan ditemukannya mata air di dekat lereng yang akan dianalisa yang digunakan oleh penduduk. Pada program Plaxis V.8 muka air tanah dikondisikan pada kedalaman 10

68

meter yaitu pada lapisan Lempung mengikuti kontur tanah. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar potongan melintang berikut ini.

Gambar 4.14 Letak Muka Air Tanah untuk input Program Plaxis V.8
Untuk kondisi tanah pada musim penghujan dimana kondisi tanah pada keadaan jenuh, maka nilai kohesi (c) dan sudut geser () sebagai variabel kekuatan geser tanah dapat berkurang atau semakin kecil akibat terendam air serta berat jenis tanah akan meningkat. Untuk itu perlu dilakukan penanganan untuk menstabilkan lereng pada badan jalan tersebut yang rawan longsor terutama pada saat musim penghujan.

4.5. EVALUASI TANAH DASAR 4.5.1. ANALISA KESTABILAN LERENG


Dalam analisa kestabilan lereng ini diambil suatu bentuk ereng percobaan yaitu lereng badan jalan pada ruas jalan Gombel Lama Semarang, dimana lereng ini dianggap paling kritis atau rawan longsor di sepanjang jalan tersebut. Dalam laporan tugas akhir ini, perhitungan analisa kestabilan lereng yang dipakai yang dipakai untuk menyelesaikan masalah menggunakan metode Fellinius. Bentuk lereng yang akan dianalisa kestabilannya dapat dilihat pada Gambar 4.15. Dari permodelan lereng tersebut kemudian ditentukan letak titik-titik puat longsor percobaan dengan cara coba-coba (trial and error) dan dimulai dengan bantuan sudut-sudut petunjuk Fellinius. Dengan pendekatan pula diperoleh koordinat pendekatan titik K (2H : 4,5H) yang kemudian dihubungkan dengan titik pusat longsor Oo yang merupakan letak titik pusat busur longsor seperti pada Gambar 4.16.

69

Gambar 4.15 Permodelan Lereng

Gambar 4.16 Irisan Penampang Lereng Busur Longsor A. Kondisi Tanah Kering Pada Musim Kemarau
Lapisan tanah yang termasuk dalam bidang longsor adalah lempung kepasiran dalm lempung. Untuk kondisi kering tanah lempung kepasiran memiliki nilai kohesi (c) yang sebesar 19,5 KN/m2 dengan sudut geser () 18,25 dan dry sebesar 12,369 KN/m3. Sedangkan pada tanah lempung memiliki nilai kohesi (c) yang sebesar 19,5 KN/m2 dengan sudut geser () 18,5 dan dry sebesar 12,224 KN/m3. Beban lalu lintas yang bekerja di kepala lereng sebagai beban merata sebesar 10,203 KN/m2 merupakan komponen tenaga pendorong terhadap kestabilan lereng di samping berat sendiri tanah, dimana:

Ka1 =

1 sin 1 sin 18,25 = = 0,523 1 + sin 1 + sin 18,25

70

Ka2 =

1 sin 1 sin 18,25 = = 0,518 1 + sin 1 + sin 18,25

PL = q . Ka . H . 1 = 10,203 0,523 10 1 = 53,362 KN Sehingga rumus umum kestabilan lereng pada kondisi tanah kering adalah : Fk = (tan . Ni + c.Li)Ri tan . Ni + c.Li r = = d Ti.Ri + PL.r Ti + PL ( r/Ri )

Dari data-data yang diperoleh sebelumnya pada Tabel 4.19, maka dapat dihitung nilai angka keamanan lereng masing-masing busur longsor sebagai berikut : Fk0 = Fk1 =
Fk2 = Fk3 = Fk4 =

(0,330 1637,937) + (0,335 387,359) + (19,5 33,06) 560,381 + 130,076 + 53,362 (9,81 / 17,67)
(0,330 1500.681) + (0,384 128,219) + (19,5 30,25) 532,032 + 180,637 + 53.362 (10,97 / 17,86)

= 1,820
= 1,508

(0,330 1295,788) + (0,330 2,286) + (19,5 27,86) = 1,775 509,388 + 0,401 + 53,362 (12,12 / 18,26) (0,330 997,568) + (19,5 25,84) 426,545 + 53,362 (13,27 / 18,87) (0,330 777,722) + (19,25 24,15) 373,894 + 53,362 (14,42 / 19,66) = 1,781 = 1,746

71

Tabel 4.19 Komponen Gaya Normal (N) Dan Tangensial (T) Irisan Busur Percobaan Untuk Kondisi Kering
Pusat Kurva Gaya Irisan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 JUMLAH R 17.67 A 10.85 20.92 27.61 33.65 31.61 28.42 0.17 1.86 8.7 9.99 9.53 4.38 107 -25 -10 3 19 35 54 -18 -10 3 16 30 44 Oo Lc 33.06 w 134.204 258.759 341.508 416.217 390.984 351.527 2.078 22.737 106.349 122.118 116.495 53.541 r 9.81 N 121.630 254.828 341.040 393.541 320.275 206.622 1.976 22.391 106.203 117.387 100.887 38.514 1637.937 387.359 T -56.717 -44.933 17.873 135.507 224.259 284.391 -0.642 -3.948 5.566 33.660 58.247 37.193 560.381 130.076 R 17.86 A 9.55 20.67 27.61 33.33 31.64 14.67 1.74 4.22 3.54 1.51 97 -19 -5 8 23 37 55 -2 8 21 33 O1 Lc 30.25 w 118.124 255.667 341.508 412.259 391.355 181.453 21.270 51.585 43.273 18.458 r 10.97 N 111.688 254.694 338.185 379.486 312.550 104.077 21.257 51.083 40.399 15.480 R 18.26 A 8.44 19.97 27.6 31.45 25 5.92 0.04 0.15 87 -11 1 13 27 43 56 6 11 O2 Lc 27.86 w 104.394 247.009 341.384 389.005 309.225 73.224 0.489 1.834 r 12.12 N 102.476 246.971 332.635 346.606 226.153 40.947 0.486 1.800

T -38.457 -22.283 47.529 161.082 235.523 148.638 -0.742 7.179 15.508 10.053

T -19.919 4.311 76.795 176.605 210.891 60.706 0.051 0.350

1500.6809 128.219 O4 Lc 24.15 w 80.770 186.648 248.617 256.657 117.753

532.03201 180.635

1295.788 2.286

509.388 0.401

Pusat Kurva Gaya Irisan 1 2 3 4 5 JUMLAH R 18.87 A 7.44 17.36 23.72 25.94 16.74 78 -5 6 18 32 47

O3 Lc 25.84 w 92.025 214.726 293.393 320.852 207.057

r 13.27 N 91.675 213.550 279.033 272.098 141.213 997.568

T -8.021 22.445 90.663 170.026 151.432 426.545

R 19.66 A 6.53 15.09 20.1 20.75 9.52

70 1 11 23 36 49

r 14.42 N 80.757 183.219 228.853 207.640 77.253 777.722

T 1.410 35.614 97.142 150.859 88.869 373.894

72

B. Kondisi Tanah Jenuh Pada Musim Hujan


Untuk kondisi tanah pada musim penghujan dimana kondisi tanah dalam keadaan basah, maka nilai kohesi (c) dan sudut geser () sebagai variabel kekuatan geser tanah berkurang atau semakin kecil akibat terendam air serta berat jenis tanah meningkat. Untuk kondisi basah tanah lempung kepasiran memiliki nilai kohesi (c) yang sebesar 10 KN/m2 dengan sudut geser () 8 dan basah sebesar 17,005 KN/m3. Sedangkan pada tanah lempung memiliki nilai kohesi (c) yang sebesar 10 KN/m2 dengan sudut geser () 11 dan dry sebesar 17,095 KN/m3. Beban lalu lintas yang bekerja di kepala lereng sebagai beban merata sebesar 10,203 KN/m2 merupakan komponen tenaga pendorong terhadap kestabilan lereng di samping berat sendiri tanah, dimana: 1 sin 1 sin 8 = 0,756 = 1 + sin 1 + sin 8 1 sin 1 sin 11 = 0,680 = 1 + sin 1 + sin 11

Ka1 = Ka2 =

PL = q . Ka . H . 1 = 10,203 0,756 10 1 = 77,135 KN Dari data-data yang diperoleh sebelumnya pada Tabel 4.20, maka dapat dihitung nilai angka keamanan lereng masing-masing busur longsor sebagai berikut:

Fk0 = Fk1 = Fk2 = Fk3 = Fk4 =

(0,254 2251,849) + (0,384 541,714) + (10 33,06) = 0,756 770,714 + 181,908 + 77,135 (9,81 / 17,67) (0,254 2063,148) + (0,384 179,312) + (10 30,25) = 0,610 731,442 + 249,097 + 77,135 (10,97 / 17,86) (0,254 1781,460) + (0,384 3,197) + (10 27,86) 700,310 + 0,561 + 77,135 (12,12 / 18,26) (0,254 1371,465) + (10 25,84) 586,418 + 77,135 (13,27 / 18,87) (0,254 1069,218) + (10 24,15) 514,033 + 77,135 (14,42 / 19,66)
= 0,704 = 0,687 = 0,704

73

Tabel 4.20 Komponen Gaya Normal (N) Dan Tangensial (T) Irisan Busur Percobaan Untuk Kondisi Jenuh
Pusat Kurva Gaya Irisan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 JUMLAH R 17.67 A 10.85 20.92 27.61 33.65 31.61 28.42 0.17 1.86 8.7 9.99 9.53 4.38 107 -25 -10 3 19 35 54 -18 -10 3 16 30 44 Oo Lc 33.06 w 184.504 355.745 469.508 572.218 537.528 483.282 2.906 31.797 148.727 170.779 162.915 74.876 r 9.81 N 167.218 350.340 468.865 541.043 440.317 284.066 2.764 31.314 148.523 164.163 141.089 53.861 2251.849 541.714 R 17.86 A 9.55 20.67 27.61 33.33 31.64 14.67 1.74 4.22 3.54 1.51 97 -19 -5 8 23 37 55 -2 8 21 33 O1 Lc 30.25 w 162.398 351.493 469.508 566.777 538.038 249.463 29.745 72.141 60.516 25.813 r 10.97 N 153.550 350.156 464.939 521.721 429.696 143.086 29.727 71.439 56.497 21.649 R 18.26 A 8.44 19.97 27.6 31.45 25 5.92 0.04 0.15 87 -11 1 13 27 43 56 6 11 O2 Lc 27.86 w 143.522 339.590 469.338 534.807 425.125 100.670 0.684 2.564 r 12.12 N 140.885 339.538 457.309 476.517 310.917 56.294 0.680 2.517

T -77.975 -61.774 24.572 186.296 308.313 390.983 -0.898 -5.521 7.784 47.073 81.458 52.013 770.416 181.908

T -52.872 -30.635 65.343 221.457 323.799 204.348 -1.038 10.040 21.687 14.059

T -27.385 5.927 105.578 242.797 289.935 83.459 0.071 0.489

2063.148 179.312 O4 Lc 24.15 w 111.043 256.605 341.801 352.854 161.888

731.442 249.097

1781.460 3.197

700.310 0.561

Pusat Kurva Gaya Irisan 1 2 3 4 5 JUMLAH R 18.87 A 7.44 17.36 23.72 25.94 16.74 78 -5 6 18 32 47

O3 Lc 25.84 w 126.517 295.207 403.359 441.110 284.664

r 13.27 N 126.036 293.590 383.617 374.082 194.140 1371.465

T -11.027 30.858 124.645 233.753 208.190 586.418

R 19.66 A 6.53 15.09 20.1 20.75 9.52

70 1 11 23 36 49

r 14.42 N 111.026 251.891 314.629 285.465 106.208 1069.218

T 1.938 48.963 133.552 207.402 122.178 514.033

74

Analisa kestabilan lereng badan Jalan Gombel Lama dilakukan terhadap dua kondisi lapisan tanah suatu lereng, dimana kondisi tanah diperlakukan dalam keadaan kering dan basah yang dianggap mendekati keadaan lereng sebenarnya pada musim kemarau dan musim penghujan.

Tabel 4.21 Hasil Perhitungan Angka Keamanan Masing-Masing Busur Percobaan


Titik Pusat Busur O0 O1 O2 O3 O4 R (m) 17,67 17,86 18,26 18,87 19,66 Fk Kering 1,820 1,508 1,775 1,781 1,746 Fk Basah 0,756 0,610 0,704 0,704 0,687

Dari hasil perhitungan dengan metode Fellinius dapat diketahui nilai Safety

Factor terkecil dan letak bidang longsor yang dapat terjadi seperti pada Gambar 4.17.
Nilai SF akibat gravity loading pada kondisi tanah kering adalah 1,508. Angka ini lebih besar dibandingkan dengan SF minimal untuk keruntuhan yaitu sebesar 1,5 sehingga dapat disimpulkan bahwa lereng tetap aman apabila beban akibat berat sendiri bekerja maksimal baik pada kondisi tanah basah, sedangkan SF akibat gravity loading pada kondisi tanah jenuh adalah 0,610. Angka ini lebih kecil dibandingkan dengan SF minimal untuk keruntuhan yaitu sebesar 1,5. Sehingga dapat disimpulkan bahwa lereng akan mengalami failure apabila beban akibat berat sendiri bekerja maksimal baik pada kondisi tanah kering

Gambar 4.17 Permodelan Bidang Longsor Maksimum


75

4.5.2 EVALUASI DINDING PENAHAN TANAH


Dalam mengevaluasi struktur dinding penahan tanah, struktur perkerasan jalan dimodelkan sebagai beban merata. Pada evaluasi struktur dinding penahan tanah akan diperhitungkan pengaruh tekanan tanah terhadap DPT.

Gambar 4.18 Konstruksi dinding penahan tanah dan diagram tekanan tanah Parameter lapisan tanah
Lapisan Lempung kepasiran 1 = 1700 kg/m3 ; c1 = 1950 kg/m2; 1 = 18,25 o

Perhitungan koefisien tekanan tanah


Menurut Rankine,1857 besarnya koefisien tekanan tanah aktif (Ka) dan koefisien tekanan tanah pasif (Kp) adalah :

Ka1 = tan2 (45 Kp1 = tan2 (45 +

1
2

) = tan2 (45 ) = tan2 (45 +

18,25 ) = 0,523 2 18,25 ) = 1,911 2

2
2

Perhitungan Tekanan Tanah

Tekanan Tanah Aktif


a1 = 1 x h1 x Ka1 - 2c1Ka1 = 1700 x 4 x 0,523 2 x 1950 x 0,523

= 735,969 kg/m2

Tekanan Tanah Pasif


p1 = 1 x h4 x Kp1 + 2c1Kp1 = 1700 x 0,5 x 1,911 + 2 x 195025 x 1,911 = 7015,668 kg/m2

Perhitungan gaya akibat tekanan tanah

Gaya akibat tekanan tanah aktif


Pa1 =

1 1 x a1 x h1 = x 735,969 x 4 2 2

= 1471,938 kg/m

76

Gaya akibat tekanan tanah pasif


Pp1 =

1 1 x p1 x h2 = x 7015,668 x 0,5 = 1753,917 kg/m 2 2

Gaya Akibat Tekanan Karena Adanya Beban Lajur

Menurut Jarquio ,1981 besarnya beban lajur (Ph) adalah


Ph =
q [ H ( 2 1 )] 90 q

dimana : Ph = besarnya beban lajur (kg/m) = beban merata (kg/m2) = tan-1 ( b' 1,6 ) = tan-1 ( ) = 21,801 H 4

2
Ph =

a'+b' -1 7 + 1,6 = tan-1 = tan = 65,056 H 4

1020,3 [ 4 (65,056 21,801)] = 1961,470 kg/m 90

Letak titik berat beban lajur (z) R = (a + b)2 (90 - 2 ) = (7 + 1,6)2 (90 65,056) = 1844,858

= b 2 (90 - 1 ) = 1,62 (90 21,801) = 174,589


H 2 ( 2 1 ) + ( R ) 57,3 a 'H z =H 2 H ( 2 1 )

= 4

4 2 (65,056 21,801) + (1844,858 174,589) 57,3 7 4 2 4(65,056 21,801)

= 2,224 m
Perhitungan momen akibat gaya berat (Mw) terhadap titik A Tabel 4. 22 Momen akibat gaya berat (Mw) terhadap titik A
Index G1 G2 G3 G4

Luas (m2) 1 0.93 0.6 0.3

Berat Volume (kg/m3) 2200 2200 2200 2200


G

Berat (kg)

Lengan momen (m)

Momen (kg.m) 6820.000 4337.52 1016.400 198.000 12371.92

2200 3.1 2046 2.12 1320 0.77 660 0.3 6226


Mw

77

Perhitungan momen akibat tekanan tanah (Mp) terhadap titik A Tabel 4. 23 Momen akibat tekanan tanah (MP) terhadap titik A
Index Pa1 Ph Pp1 Pa Pp P (kg/m)

Lengan momen (m) 1.333 2.224 0.17


Mp

Momen (kg.m) 1962.093 4362.309 -298.166 6026.2367

1471.94 1961.47 1753.92 3433.41 1753.92

1. Kontrol stabilitas konstruksi terhadap geser


SF =

G tan + B c + Pp Pa

1,5 (safety factor)

6266 tan 18,25 + 0,6 1950 + 1753,92 3433,41

= 1,453 1,5 (tidak aman) 2. Kontrol stabilitas konstruksi terhadap guling

SF = =

Mw 2 (safety factor) MP

12371,92 6026,24

= 2,053 2 (aman) 3. Kontrol stabilitas konstruksi terhadap daya dukung pondasi Perhitungan beban maksimal yang terjadi
q max / min = G M w + M p A W

6266 12371,92 + 6026,24 1 0,6 1,0 1,0 0,6 2 6

q max / min = 10443,33 306636 q max = 317079,33 kg/m2

78

Perhitungan beban yang mampu ditahan


q ult = c N C + D N q + 0,5 B N SF D B Nc ; Nq: N

> q max

dimana :

= kedalaman pondasi (m) = lebar pondasi ; diambil ukuran yang paling kecil (m)
= faktor daya dukung Terzaghi tergantung pada sudut

SF (safety factor) = 2 3 ; diambil SF = 2

geser dalam ( ) Untuk

= 18,25 o

Tabel 4. 24 Faktor daya dukung pondasi menurut Terzaghi


0 5 10 15 20 25 30 34 35 40 45 48 50 Keruntuhan Geser Umum Nc 5,7 7,3 9,6 12,9 17,7 25,1 37,2 52,6 57,8 95,7 172,3 258,3 347,6 Nq 1,0 1,6 2,7 4,4 7,4 12,7 22,5 36,5 41,4 81,3 173,3 287,9 415,3 N 0,0 0,5 1,2 2,5 5,0 9,7 19,7 35,0 42,4 100,4 297,5 780,1 1153,2 Keruntuhan Geser Lokal Nc 5,7 6,7 8,0 9,7 11,8 14,8 19,0 23,7 25,2 34,9 51,2 66,8 81,3 Nq 1,0 1,4 1,9 2,7 3,9 5,6 8,3 11,7 12,6 20,5 35,1 50,5 65,6 N 0,0 0,2 0,5 0,9 1,7 3,2 5,7 9,0 10,1 18,8 37,7 60,4 87,1

Sumber : Bowles, Analisis dan Desain Pondasi Jilid 1, 1997

Berdasarkan Tabel 4.24 faktor daya dukung Terzaghi dengan interpolasi didapat
Nc = 16,02 ; Nq = 6,35 ; N = 4,125 . q ult =

1950 16,02 + 1700 0,5 6,35 + 0,5 1700 0,6 4,125 > q max 2
= 38740,25 kg/m2 < q max = 317079,33 kg/m2 (tidak aman)

Struktur dinding penahan tanah tidak memenuhi persyaratan kontrol terhadap geser maupun daya dukung pondasi. Sehingga dapat disimpulkan bahwa dinding penahan tanah tidak mampu menahan tekanan tanah yang terjadi pada lokasi studi.

79

4.5.3 SIMULASI KELONGSORAN DENGAN PROGRAM PLAXIS V.8

Dengan diperolehnya penampang melintang lapisan tanah dari SPT dan penyelidikan laboratorium, maka dapat diketahui parameter tanah masing-masing lapisan tersebut untuk keperluan simulasi kelongsoran dengan program Plaxis V 8.
Plaxis V.8 adalah program analisa geoteknik, terutama untuk analisa stabilitas

tanah dengan menggunakan metode elemen hingga yang mampu melakukan analisa yang dapat mendekati perilaku sebenarnya. Geometri tanah yang akan dianalisa memungkinkan untuk diinput dengan cukup teliti. Selain itu Plaxis V.8 menyediakan berbagai analisa tentang displacement, tegangan-tegangan yang terjadi pada tanah, faktor keamanan lereng dan lain-lain. Untuk melakukan analisis dari penampang melintang lereng daerah Gombel, digunakan metode elemen hingga dengan kondisi plane strain (regangan bidang). Model plane strain digunakan dengan asumsi bahwa sepanjang sumbu potongan melintang lereng relatif sama dan peralihan dalam arah tegak lurus potongan tersebut dianggap tidak terjadi. Program komputer ini menggunakan elemen segitiga dengan pilihan 6 nodes (titik) atau 15 titik. Pada analisis ini digunakan elemen segitiga dengan 6 titik. Dengan menggunakan elemen 6 titik, agar dapat dilakukan interpolasi dari peralihan noda dengan mengugunakan turunan berderajat dua. Selain itu komputer menggunakan memori yang lebih kecil daripada 15 noda akan tetapi hasilnya analisis sudah cukup akurat dan dapat diandalkan.
4.5.4 PEMODELAN MATERIAL

Perilaku tanah dan batuan dibawah beban umumnya bersifat non-linier. Perilaku ini dapat dimodelkan dengan berbagai persamaan, yaitu model Mohr Coulomb,
Hardening Soil model, Soft Soil Model, dan Soft Soil Creep Model. Pada analisis ini

digunakan model Mohr-Coulomb yang memerlukan 5 buah parameter : Kohesi ( c ) Sudut geser dalam ( ) Modulus Young ( Eref )
Poissons ratio ( )

Berat isi tanah kering ( dry ) Berat isi tanah jenuh air ( sat ).

80

Nilai nilai kohesi (c) dan sudut geser dalam ( ) didapat dari hasil pengujian tanah
direct shear ( geser langsung ), dikarenakan elemen tanah telah mengalami deformasi

jauh melewati tegangan puncak sehingga tegangan yang tersisa adalah tegangan sisa (residual strength). Dalam hal ini kuat geser yang representatif adalah kuat geser residual. Sedangkan modulus Young ( Eref ) didapat dari pengujian Unconfined
Compression Test. Nilai Poissons ratio untuk tanah lempung adalah berkisar antara 0,3 -

0,35. Dengan menggunakan model Mohr-Coloumb nilai Poissons ratio diambil nilai 0,30. Sedang nilai sudut dilatansi ( ) = 0o, untuk nilai sudut geser kurang dari 30o. Pada
Tabel 4.25 diberikan penjelasan mengenai parameter parameter tanah yang digunakan

pada analisa stabilitas lereng.

Tabel 4.25 Parameter Desain Material Pada Simulasi Kelongsoran Tabel Properties Tanah Lempung Lempung Lapisan Kepasiran 0 9,0 9,0 12,00 MohrMohrModel Coloumb Coloumb
Type dry wet Kx Ky Eref cref Drained Drained

Properties

Kedalaman
Material model Type of material behaviour Soil unit weight above phreatic level Soil unit below phreatic level Permeability in horizontal direction Permeability in vertical direction Youngs modulus (constant) Poissons ratio Cohession (constant) Friction angle Dilatancy angle

Batu Lempung 12,00 20,00 MohrColoumb


Drained

Unit

m -

12,369 17,005 2,52 E-04 2,52 E-04 13977,5 0,3 19,5 18,25 0

12,224 17,095 2,52 E-04 2,52 E-04 11212,5 0,3 19,5 18,5 0

12,270 16,435 3,6E-05 3,6E-05 22140,0 0,157 18,25 30 0

kN/m3 kN/m3 m/day m/day kN/m2 kN/m2


o o

81

4.5.5 TAHAP-TAHAP PERHITUNGAN PLAXIS

Langkah-langkah simulasi kelongsoran pada program Plaxis V 8 dijelaskan sebagai berikut :


PLAXIS INPUT V 8

Membuat file baru dengan cara klik File - New, kemudian isilah menu General
Setting Project dan Dimensions seperti pada gambar 4.19 dan 4.20

.
Gambar 4.19 General Setting Project

Gambar 4.20 General Setting - Dimension

Buat model geometri lereng dengan menggunakan toolbar Geometri Line atau dengan menginput koordinat dengan mengetikkan pada point on geometri line pada sisi bawah window. Pada simulasi ini dipilih model lereng dengan lapisan tanah yang berdasarkan dari potongan melintang lokasi studi pada Gambar 4.21. Kemudian diberi kondisi batas (Boundary Condition) sebagai pengekang geometri tanah. Prinsipnya, semua batas harus mempunyai satu kondisi batas pada tiap arah. Jika suatu model tidak diberi kondisi batas maka kondisi alamiah akan terjadi di mana gaya yang ditentukan

82

sama dengan nol dan terjadi kondisi bebas bergerak. Kondisi batas yang digunakan adalah standard fixities (kekakuan standar) yang memodelkan lapisan bawah tanah terjepit sempurna atau tidak bergerak sama sekali, sedangkan untuk bagian samping kirikanan memungkinkan untuk bergerak secara vertikal (Ux=0; Uy= bebas). Kekakuan standar diberikan dengan toolbar bawah.
Tabel 4.26 Input koordinat pada Plaxis V.8
Point 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 X 0 60 60 50 48.6 47.8 44.6 41.4 40 39.5 39.3 38 37 37 36.4 36.4 37.8 38.9 Y 0 0 25 24 24 23.9 24 23.9 24 24 21.5 21.5 20.5 19.9 19.9 20.5 22 22 Point 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 X 34 30 24 0 0 25 32 40 46.3 53 0 25 32.5 40 46.6 53 60 Y 17 14 12 8 5.5 9.5 11.5 14.3 17.3 20.8 3 7.5 9.5 12 15 18.5 23

sehingga terbentuk suatu model seperti gambar di

Gambar 4.21 Model Geometri Lereng Gombel Lama

83

Untuk beban lalu lintas dimodelkan sebagai beban merata dalam Plaxis V.8 disebut sebagai tractions . Struktur perkerasan jalan yang dimodelkan sebagai

tractions, didefinisikan besarnya beban adalah sebesar 10,203 kN/m2 sesuai dengan

perhitungan pada pembebanan lalu lintas. Pada Plaxis, tanda negatif ( - ) menandakan arah gaya ke bawah. Sehingga besarnya tractions adalah -10,203 kN/m2 yang bekerja pada sumbu y sedangkan pada sumbu x tidak ada gaya yang bekerja. Klik ganda pada posisi beban tersebut maka akan muncul kotak dialog, pilih Load System (A) dan isi besarnya beban yang bekerja pada posisi tersebut seperti pada gambar 4.22.

Gambar 4.22 Besar Pembebanan Akibat Beban Lalu Lintas

Material lapisan tanah yang dimodelkan kemudian didefinisikan propertisnya dengan mengklik toolbar Material Sets model geometri. . Kemudian drag data set tiap lapisan dari

jendela Material Sets ke area lapisan tanah yang diikuti oleh perubahan warna pada

Gambar 4.23 Properties Untuk Tiap Lapisan Tanah

84

Proses berikutnya adalah melakukan meshing generation untuk membagi material tanah ke dalam elemen-elemen diskret yang berhingga, dengan menggunakan toolbar
Generate Mesh

. Tingkat kekasaran meshing dapat dipilih : : sekitar 100 elemen : sekitar 250 elemen : sekitar 500 elemen : sekitar 1000 elemen .

Sangat kasar (Very Coarse) : sekitar 50 elemen Kasar (Coarse) Menengah (Medium) Halus (Fine) Sangat halus (Very Fine)

Dalam simulasi ini, material di-mesh Fine, kemudian klik

Gambar 4.24 Tampilan setelah dilakukan Mesh Generation

Penetapan kondisi awal (Initial Condition)

Pada model ini muka

air tanah terletak pada perpotongan lapisan lempung dan btu lempung. Model geometri yang sudah dibuat harus ditetapkan kondisi awalnya. Kondisi awal memiliki 2 mode, yaitu : Mode 1 untuk pembangkitan tekanan air awal (water condition mode). Mode 2 untuk menetapkan konfigurasi tekanan efektif awal (geometry
configuration mode)

Langkah ini dapat ditentukan dengan memilih prosedur Ko atau Gravity Loading.
Ko Procedure dipilih jika kondisi geometri relatif horisontal, yaitu dengan memilih ikon Geometri initial stress, dengan menekan toolbar configuration, tekan

untuk menuju model Geometry

(sebelah kanan) untuk mengaktifkan Ko-Procedure kemudian

klik

85

Gambar 4.25 Tampilan Setelah Menetapkan Kondisi Awal

Tahapan perhitungan selanjutnya adalah mengidentifikasikan, mendefinisikan, dan mengeksekusi tahapan fase-fase perhitungan untuk memperoleh output program yang diinginkan dengan menekan
toolbar

untuk

menuju

PLAXIS

CALCULATION V 8. PLAXIS CALCULATIONS V.8

Tahap-tahap perhitungan (calculation) dibagi menjadi empat tahap / phase yaitu: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.


Initial Phase, merupakan default dari program (fase 0).

Tahap Gravity Loading, yaitu phase dimana tegangan dan regangan awal akibat berat tanah sendiri dari model dihitung (fase 1). Tahap perhitungan faktor keamanan (SF), yaitu fase dimana kestabilan lereng akibat fase 1 dihitung (fase 2). Tahap Vertical Loading, yaitu phase dimana tegangan dan regangan awal akibat berat tanah sendiri dan akibat beban luar dari model dihitung (fase 3). Tahap perhitungan faktor keamanan (SF), yaitu fase dimana kestabilan lereng akibat fase 3 dihitung (fase 4). Tahap DPT, yaitu phase dimana tegangan dan regangan awal akibat berat tanah sendiri dan pengaruh dinding penahan tanah dari model dihitung (fase 5). Tahap perhitungan faktor keamanan (SF), yaitu fase dimana kestabilan lereng akibat fase 5 dihitung (fase 6). 86

Pada perhitungan faktor keamanan (SF) digunakan metode Phi-c reduction. Phi-c
reduction adalah option yang tersedia dalam Plaxis untuk menghitung faktor keamanan

(SF). Option ini hanya tersedia untuk tipe perhitungan secara Plastic menggunakan
Manual control atau dengan prosedur Load advencement number of steps. Dalam Phi-c reduction dilakukan pendekatan parameter-parameter kekuatan tanah tan dan c dengan

mengurangi nilainya sampai tercapainya keadaan dimana kegagalan struktur terjadi. Jumlah pengali Msf digunakan untuk mendefinisikan harga dari parameter-parameter kekuatan tanah.
Msf =

tan input tan reduced

cinput creduced

Parameter-parameter kekuatan tanah secara otomatis dikurangi sampai tercapainya kegagalan struktur.
SF =

available = harga Msf saat kegagalan failure


:

Langkah-langkah perhitungan pada Plaxis Calculations adalah sebagai berikut


1. Tahap Gravity Loading

Pada window General pilih Plastic pada combo box (kotak kombo) pertama dari Calculation type dan Load adv. ultimate level pada kotak kombo kedua. Ada kotak Number/ID beri nama fase 1 dengan Gravity Loading. Calculation type : plastic/ load adv. ultimate level. Start from phase : 0 - Initial Phase. Tahap awal dari analisis digunakan untuk menghitung tegangan-tegangan awal akibat berat sendiri massa tanah dan tegangan horizontal. Untuk mencari tegangan dan regangan awalnya digunakan cara gravity loading. Metode ini digunakan untuk menghitung tegangan awal dengan cara memasukkan beban tanah pada tahap perhitungan, oleh karena itu bawaan dari program yang memakai persamaan Jacky (Ko = 1 sin ) tidak diperlukan dalam mencari regangan dan tegangan awal dari model elemen hingga.

87

Gambar 4.26 Window General Pada Fase Gravity Loading

Tekan tahap <Parameter>, pada tahapan ini terdapat parameter-parameter untuk mengontrol perhitungan. Pada kotak kombo Additional step = 100 dan klik delete intermediate step. Pada kotak Loading input pilih Staged construction, kemudian tekan tombol Define. Akan tampil geometry input, pilih geometry input yang akan dinonaktifkan dengan cara diklik pada bagian yang dimaksud.

Gambar 4.27 Window Parameter Pada Fase Gravity Loading

Tahapan multiplier akan terpilih setelah menekan tombol Define. Pada window Multipliers secara otomatis akan ditutup oleh program sehingga yang aktif hanya Mweight dengan nilai 1. Jadi secara default program akan mengaktifkan gravity loading jika 88

option staged construction dipilih user, kemudian tekan <Next> untuk memasuki fase perhitungan kedua.

Gambar 4.28 Window Multipliers Pada Fase Gravity Loading

Gambar 4.29 Window Input Gambar Pada Fase Gravity Loading 2. Tahap Safety Factor akibat Gravity Loading

Pada Phase box Number/ID beri nama untuk fase perhitungan kedua sebagai SF, untuk mencari angka keamanan tubuh lereng akibat Gravity Loading dengan metode Phic reduction. Fase kedua ini dimulai dari fase pertama, untuk mendefinisikannya klik start from phase : 1-Gravity Loading. 89

Gambar 4.30 Window General Pada Fase SF Gravity Loading

Pada window Parameters, terdapat parameter-parameter untuk mengontrol perhitungan. Pada kotak kombo Additional steps = 100 untuk memberikan gambaran detail pada output. Dan klik reset displacements to zero, kemudian pilih Incremental multipliers pada Loading input, lalu tekan <Define>.

Gambar 4.31 Window Parameter Pada Fase SF Gravity Loading

Pada tahapan multipliers biarkan semua nilai bawaan yang ada. Nilai MSF pada Incremental loading = 0,1

90

Gambar 4.32 Window Multiplier Pada Fase SF Gravity Loading 3. Tahap Vertical Loading

Pada kotak Number/ID beri nama phase 3 dengan Vertical Loading. Calculation type : plastic/load adv. ultimate level. Start from phase : 1 Gravity Loading.

Gambar 4.33 Window General Pada Fase Vertical Loading

Tekan tahap <Parameter>, pada tahapan ini terdapat parameter-parameter untuk mengontrol perhitungan. Pada kotak kombo Additional step =100 dan klik delete

91

intermediate step. Pada kotak Loading input pilih Stage construction, kemudian tekan tombol Define.

Gambar 4.34 Window Parameter Pada Fase Vertical Loading

Tahapan multiplier akan terpilih setelah menekan tombol Define. Pada window Multipliers secara otomatis akan ditutup oleh program sehingga yang aktif hanya Mweight dengan nilai 1. Jadi secara default program akan mengaktifkan gravity loading jika option staged construction dipilih user, kemudian tekan <Next>.

Gambar 4.35 Window Multiplier Pada Fase Vertical Loading

92

Gambar 4.36 Window Input Gambar Pada Fase Vertical Loading 4. Tahap Safety Factor akibat Vertical Loading

Pada Phase box Number/ID beri nama SF Vertical Loading untuk mencari angka keamanan lereng akibat Vertical Loading dengan Phi-c reduction. Fase keempat ini dimulai dari fase ketiga (Vertical Loading), untuk mendefinisikannya klik start from phase : 3-Vertical Loading.

Gambar 4.37 Window General Pada Fase SF Vertical Loading

93

Pada tahap <Parameter>, pada tahapan ini terdapat parameter-parameter untuk mengontrol perhitungan. Pada kotak kombo Additional step =100 dan klik reset displacements to zero, kemudian pilih Incremental multipliers pada Loading input, lalu tekan <Define>.

Gambar 4.38 Window Parameters Pada Fase SF Vertical Loading

Pada tahapan multipliers biarkan semua nilai bawaan yang ada. Nilai MSF pada Incremental loading = 0.1

Gambar 4.39 Window Multipliers Pada Fase SF Vertical Loading

94

5.

Tahap DPT

Pada kotak Number/ID beri nama phase 5 dengan DPT. Calculation type : plastic/load adv. ultimate level. Start from phase : 3 Vertical Loading.

Gambar 4.40 Window General Pada Fase DPT

Tekan tahap <Parameter>, pada tahapan ini terdapat parameter-parameter untuk mengontrol perhitungan. Pada kotak kombo Additional step =100 dan klik delete intermediate step. Pada kotak Loading input pilih Staged construction, kemudian tekan tombol Define. Akan tampil geometry input, pilih geometry input yang akan diaktifkan.

Gambar 4.41 Window Parameter Pada Fase DPT

95

Pada window Multipliers secara otomatis akan ditutup oleh program sehingga yang aktif hanya -Mweight dengan nilai 1. Jadi secara default program akan mengaktifkan gravity loading jika option staged construction dipilih user, kemudian tekan <Next> untuk memasuki fase perhitungan selanjutnya

Gambar 4.42 Window Multiplier Pada Fase DPT

Gambar 4.43 Window Input Pada Fase DPT

96

6.

Tahap Safety Factor akibat DPT

Pada Phase box Number/ID beri nama untuk fase perhitungan keenam sebagai SF DPT untuk mencari angka keamanan tubuh lereng akibat DPT dengan Phi-c reduction. Fase keenam ini dimulai dari fase kelima (DPT), untuk mendefinisikannya klik start from phase : 5-DPT.

Gambar 4.44 Window General Pada Fase SF DPT

Pada tahap <Parameter>, pada tahapan ini terdapat parameter-parameter untuk mengontrol perhitungan. Pada kotak kombo Additional step =100 dan klik reset displacements to zero.

Gambar 4.45 Window Parameters Pada Fase SF DPT

97

Pada tahapan multipliers biarkan semua nilai bawaan yang ada. Nilai MSF pada Incremental loading = 0.1

Gambar 4.46 Window Multipliers Pada Fase SF DPT

Setelah enam fase perhitungan telah dimodelkan, maka langkah selanjutnya adalah menentukan letak titik-titik yang akan kita selidiki. PLAXIS V8 memberikan kemungkinan sampai 10 titik.

Gambar 4.47 Titik Yang Akan Ditinjau

Tekan tombol <Calculate> untuk memulai perhitungan fase-fase tersebut. Fasefase yang akan dihitung akan diberi tanda anak panah biru yang akan menjadi centang hijau di depan tulisan Phase,

apabila perhitungan sukses dilakukan.

98

Gambar 4.48 Proses Kalkulasi

Tekanlah tombol
PLAXIS OUTPUT V 8

untuk melihat hasil simulasi Plaxis Output V8.

99

1.

Tahap Gravity Loading

Pada tahap ini menunjukkan hasil bahwa dengan berat sendiri tanah, pada bagian badan jalan mengalami pergerakan sebesar 7,100 cm.

Gambar 4.49 Lereng yang terdeformasi akibat Gravity Loading

Gambar 4.50 Arah gerakan tanah dan penurunan akibat Gravity Loading

100

2.

Tahap Vertical Loading

Pada tahap ini, tanah menerima beban struktur perkerasan jalan yang dimodelkan sebagai beban merata (tractions). Tanah mengalami deformasi yaitu sebesar 7,177 cm.

Gambar 4.51 Lereng yang terdeformasi akibat Vertical Loading

Gambar 4.52 Arah gerakan tanah dan penurunan akibat Vertical Loading

101

3.

Tahap DPT

Pada tahap ini, dengan konstuksi dengan dinding penahan tanah lereng tetap mengalami deformasi sebesar 7,351 cm.

Gambar 4.53 Lereng yang terdeformasi Setelah pemasangan DPT

Gambar 4.54 Arah gerakan tanah dan penurunan Setelah pemasangan DPT

102

PLAXIS CURVES V 8

Gambar 4.55 Angka keamanan akibat gravity loading dan vertical loading 1. Tahap Gravity Loading

Dari Gambar 4.55 dapat diketahui bahwa SF akibat gravity loading adalah 1,537. Angka ini lebih kecil dibandingkan dengan SF minimal untuk keruntuhan yaitu sebesar 1,5. Sehingga dapat disimpulkan bahwa lereng akan mengalami failure jika beban akibat berat sendiri bekerja maksimal.
2. Tahap Vertical Loading

Dari Gambar 4.55 dapat diketahui bahwa SF akibat vertical loading adalah 1,475. Angka ini lebih kecil dibandingkan dengan SF minimal untuk keruntuhan yaitu sebesar 1,5. Sehingga dapat disimpulkan bahwa lereng akan mengalami failure jika gravity loading dan vertical loading bekerja maksimal.
3. Tahap DPT

Dari Gambar 4.55 dapat diketahui bahwa SF akibat vertical loading adalah 1,423. Angka ini lebih kecil dibandingkan dengan SF minimal untuk keruntuhan yaitu sebesar 1,5. Sehingga dapat disimpulkan bahwa lereng akan mengalami failure jika gravity loading dan vertical loading bekerja maksimal.

103

4.

Bidang Longsor

Untuk mengetahui bidang longsor yang terjadi pada lokasi studi, dapat dilihat pada output SF Vertical Loading dengan memilih toolbar Total Incremental Displacement seperti pada Gambar 4.56. Penanganan yang dilakukan harus sampai memotong bagian di bawah bidang Longsor.

Gambar 4.56 Total Incremental Displacement

104

Anda mungkin juga menyukai