4. 1 TINJAUAN UMUM Analisis data akan membahas mengenai data-data yang ada, meliputi pengklasifikasian tiap lapisan tanah berdasar pada sifat-sifat fisik tanah (, w, Gs, e, n, Sr), sifat plastisitas (LL, PL, LI, SL, Ac), sifat butiran tanah (Clay, Lime, Sand), sifat mekanik (c, , qu, CBR) ,sifat konsolidasi dan permeabilitas (Cc, Cv, k, Ch, nv) serta penyebaran tiap lapisan tanah berdasar hasil pemboran. Stratifikasi tanah akan memberikan penjelasan gambaran mengenai penyebaran tanah berdasar pada analisa terhadap data-data yang ada. Selain data tanah diperlukan juga data yang akan digunakan untuk memodelkan pembebanan pada struktur perkerasan jalan dan struktur dinding penahan tanahnya. Data ini akan menghasilkan estimasi berat struktur secara keseluruhan yang membebani lereng dan menghasilkan model struktur yang akan dikaji dalam analisa pada kondisi awal dan kondisi setelah terjadi kelongsoran. 4. 2 ANALISA DATA TANAH Analisis data tanah memberikan penjelasan hasil penyelidikan tanah di sekitar bukit Gombel yaitu di Lapangan golf gombel Semarang yang meliputi data boring log yang dilakukan di lokasi tersebut dan pengolahannya dilakukan oleh pihak laboratorium PT. Selimut Bumi Adhi Cipta. Penyelidikan tanah yang dilakukan berada kurang lebih 200 meter dari lokasi studi dengan asumsi karakteristik tanahnya menyerupai karakteristik tanah pada lokasi studi. Analisis data tanah diperlukan untuk evaluasi dan penentuan alternatif penanganan pada kasus ini. 4. 2. 1 ANALISA DATA SPT Pemboran untuk tanah asli dilakukan sebanyak 6 (enam) titik dengan kedalaman titik 10 meter sampai dengan 20 meter dengan menggunakan bor log. Hasil pemboran untuk tanah asli ditunjukkan pada berikut ini : Tabel 4.1 Hasil pemboran pada B-30 Kedalaman
0,00 m 0,50 m 0,50 m 3,00 m
Tebal
0,50 m 2,50 m
Material
Lempung kepasiran Lempung kepasiran lunak
Deskripsi
Coklat kekuningan, Coklat kekuningan, teguh
N-SPT
7 7
2,50 m 0,50 m
Lempung Lempung
Kuning kecoklatan, teguh sampai kaku Coklat kehitaman, teguh sampai kaku Abu-abu keputihan sangat lemah sampai lemah Abu-abu kehitaman, lemah Abu-abu keputihan, lemah Abu-abu kehitaman, lemah Abu-abu keputihan, lemah
6 - 10 10
6,00 m 12,00 m
6,00 m
Batu lempung
10 - 56
50 56 56 - 60 > 60 54 - 58
Tebal
0,50 m 5,50 m 4,00 m 5,00 m
Material
Lempung kepasiran Lempung kepasiran Lempung Batu lempung lunak
Deskripsi
Abu-abu kehitaman, Abu-abu kehitaman, lunak sampai teguh, Abu-abu, teguh sampai kaku Abu-abu kehitaman, sangat lemah Abu-abu kecoklatan sangat lemah sampai lemah Abu-abu kehitaman, lemah
N-SPT
4 4-9 8-16 28-40
15,00 m 16,00 m
1,00 m
Batu lempung
41
16,00 m 20,00 m
4,00 m
Batu lempung
42-56
Tebal
2,60 m
Material
Lempung
Deskripsi
Coklat kekuningan, lunak sampai teguh
N-SPT
6
50
0,50 m 6,90 m
Lempung Lempung
10 16 - 35
Tebal
0,50 m 1,70 m 4,00 m
Material
Lempung Lempung Lempung
Deskripsi
Coklat kekuningan, lunak Coklat keabu-abuan, lunak sampai teguh, Abu-abu, kaku sampai sangat kaku
N-SPT
4 8-24
Tebal
1,00 m 2,10 m 4,00 m
Material
Lempung kepasiran Lempung Breksi
Deskripsi
Merah kecoklatan, lunak sampai teguh Abu-abu kehijauan, teguh sampai kaku, Coklat kekuningan, setengah padat
N-SPT
13-15 27-60
Tebal
1,00 m 7,60 m 3,40 m
Material
Lempung kepasiran Lempung Lempung
Deskripsi
Merah kecoklatan, lunak Coklat keabu-abuan, lunak sampai teguh, Abu-abu keclokatan, sangat kaku Abu-abu, sangat lemah mengandung cangkang kerang
N-SPT
3-6 16-17
11,50 m 15,00 m
4,00 m
Batu lempung
32-33
51
4. 2. 2 Analisa Data Geolistrik A. Dasar dan Metoda Pengukuran Pengukuran geolistrik yang dilaksanakan menggunakan metoda pengukuran Resistivitas Konfigurasi Schlumberger dengan resolusi Vertical Electric Sounding (VES) dengan panjang bentang pengukuran rata-rata sejauh 400 meter. Dalam pelaksanaan pengukuran geolistrik, tahanan jenis arus listrik bolak-balik berfrekuensi rendah dialirkan ke dalam bumi melalui elektrode arus dan distribusi potensial yang dihasilkan akan diukur melalui elektoda potensial. Konfigurasi Schlumberger seperti pada Gambar 4.1, jarak elektroda diatur sehingga r1= R2 = (a-1/2 b) dan r2 = R1 = (a + b), dimana a adalah jarak titik pusat elektroda arus dan b adalah jarak antara kedua elektroda potensial. b
C1
P1
P2
C2
a R1
a R2
Gambar 4. 1 Skema susunan elektroda konfigurasi Schlumberger Pelaksanaan di lapangan digunakan sistem Sounding untuk mendapatkan gambaran litologi secara vertikal di bawah titik pengukuran, sedangkan penyebaran secara lateral suatu satuan litologi dapat diperoleh dengan korelasi satu titik sounding terhadap titik sounding lainnya. Jarak elektroda potensial P1 P2 dimulai dari 1/3 jarak elektroda arus C1 C2. selanjutnya pengukuran dilakukan hanya dengan memindahkan elektroda arus sampai suatu jarak dimana hasil ukur beda potensial P1 P2 sudah kecil, P1 P2 dilebarkan secara bertahap sesuai dengan yang telah ditentukan sehingga kurva yang diperoleh memenuhi kurva standar yang ada. B. Interprestasi Data dalam Pendugaan Lapisan Prinsip utama pengukuran Geolistrik akan menghasilkan suatu tahanan jenis yang akan berubah nilainya sesuai lapisan tanah tersebut. Jadi pendugaan litologi suatu lapisan tanah dapat diperlihatkan melalui perubahan tahanan jenis yang merupakan nilai tahanan
52
terhadap aliran arus listrik ( m). Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya harga tahanan jenis meliputi : Jenis material : semakin mudah menghantarkan arus listrik, semakin kecil tahanan jenisnya. Kandungan air dalam batuan : semakin banyak kandungan air dalam batuan, maka semakin kecil tahanan jenisnya. Porositas batuan : semakin besar porositas batuan semakin kecil tahanan jenisnya karena makin banyak air yang terkandung. Sifat kimiawi air : ion ion (Na+ dan Cl-)akan mudah menghantarkan arus listrik, sehingga tahanan jenisnya semakin kecil. Dari data lapangan yang dihasilkan, diolah dan selanjutnya dilakukan interprestasi dengan cara menyamakan lengkung (Curve Matching) terhadap kurva baku yang telah dikeluarkan oleh Schlumberger. Penyamaan lengkung ini dilakukan untuk menentukan parameter tahanan jenis secara matematis pada suatu model perlapisan batuan. Berdasarkan nilai tahanan jenis untuk setiap lapisan, dilakukan interprestasi jenis litologi dan kemungkinan merupakan lapisan pembawa air dengan mempertimbangkan dari datadata geologi. Demikian pendugaan lapisan tanah atau jenis batuan dengan korelasi terhadap tahanan jenis (Todd,1980) yang diperlihatkan dalam Gambar 4.2. Clay Soft shale Hard shale Tilt Sand Sandstone Porous limestone Dense limestone
10-1 100 101 102 103 104 105 106
Resistivity, ohm meter ( m) Gambar 4. 2 Pendugaan Jenis Batuan dengan Korelasi Tahanan Jenis ( m)
53
Pembagian interval nilai tahanan jenis di Gombel Lama dapat dilihat tabel 4.7 : Tabel 4. 7 Tabel Prediksi Jenis Batuan Pengukuran Geolistrik di Lokasi Penelitian Titik Batas Pendugaan Tebal Lapisan (m) 0.00 1.80 1.80 4.50 4.50 11.80 11.80 13.20 13.20 27.50 0.00 1.45 1.45 3.80 3.80 6.60 6.60 9.50 9.50 27.00 Nilai Tahanan Jenis ( m) 90.00 9.00 2.25 1.17 2.24 105 10.50 3.90 1.40 21.60 Prediksi Jenis Batuan Breksi Lempung kepasiran Lempung Lempung Batu Lempung Breksi Lempung kepasiran Lempung Lempung Batu lempung
GL - 3
GL 4
Dari analisa data hasil pengujian boring dan geolistrik, maka dapat diprediksi profil lapisan tanah di lokasi penelitian. 4. 2. 3 ANALISA DATA TANAH DI LABORATORIUM Nilai-nilai parameter tanah yang akan digunakan sebagai input pada program Plaxis V8 tercantum dalam berikut ini : Tabel 4.8 Nilai-nilai parameter tanah pada B-30
Jenis Pengujian Parameter Indeks Properti - Kadar Air (w) - Gs - Berat vol. basah (wet) - Berat vol. kering (d) - Kohesi (c) - Sudut Geser Dalam () Grain Size - Lolos ayakan no. 200 - Butiran < 0.002 mm Atterberg Limit - Batas Cair (LL) - Batas Plastis (PL) - Indeks Plastisitas (PI) - Indeks Kekentalan (Ic) - Activity (Ac) % KN/m3 KN/m3 KN/m2 ... % % % % % Satuan 0-2,0 m 46.08 2.682 16.410 11.240 21 19 90.35 30.44 59.80 28.24 31.56 0.435 1.033 2,0-4,0 m 36.16 2.633 16.860 12.719 26 10 89.56 31.25 59.10 29.06 30.04 0.764 1.156 Titik Bor B - 30 4,0-6,0 m 6,0-7,5 m 37.32 2.605 17.830 13.467 20 16 100 31.25 60.10 30.08 30.02 0.759 1.160 38.42 2.611 17.370 12.119 19 26 100 30.27 60.20 30.65 29.55 0.737 1.197
54
Uji Permeabilitas - Permeabilitas (k) - Kuat Tekan (qu) - Modulus Young (E) - Poisson Ratio (v)
0-2,0 m 37.57 2.606 16.260 12.044 20 19 89.74 28.47 62.00 30.00 32.00 0.763 1.014 2.52 E-4
2,0-4,0 m 36.07 2.687 17.170 12.625 16 19 90.42 28.47 60.02 28.10 32.10 0.746 1.050 2.52 E-4 428.71 9155.7 0.3
6,0-7,5 m 49.04 2.603 16.360 10.980 19 21 100 28.79 60.90 30.55 30.35 0.391 1.168 4.72 E-6 287.72 4856.5 0.3
m/hr
Kuat Tekan Bebas (Unconfied Compression Test) - Kuat Tekan (qu) KN/m2 762.13 - Modulus Young (E) KN/m2 6486.4 - Poisson Ratio (v) 0.3
Satuan
% KN/m3 KN/m3
55
Uji Geser Langsung (Direct Shear Test) - Kohesi (c) KN/m2 30.2 - Sudut Geser Dalam () ... 14.53 Grain Size - Lolos ayakan no. 200 % 89.22 - Butiran < 0.002 mm % 31.25 Atterberg Limit - Batas Cair (LL) % 54.68 - Batas Plastis (PL) % 22.55 - Indeks Plastisitas (PI) % 32.12 - Indeks Kekentalan (Ic) 0.487 - Activity (Ac) 1.028 Uji Permeabilitas - Permeabilitas (k) m/hr 7.62E-05 Kuat Tekan Bebas (Unconfied Compression Test) - Kuat Tekan (qu) KN/m2 58.6 - Modulus Young (E) KN/m2 14650 - Poisson Ratio (v) 0.3
32.6 11.19 100 26.35 49.28 22.78 26.51 0.528 1.006 1.45E-06 68.4 25650 0.3
30.7 13.37 90.25 26.15 51.26 20.37 30.89 0.425 1.181 1.24E-05 61.6 15400 0.3
32.8 11.61 100 24.85 48.6 22.9 25.71 0.556 1.035 3.19E-07 65.5 24562.5 0.3
Uji Geser Langsung (Direct Shear Test) - Kohesi (c) KN/m2 - Sudut Geser Dalam () ... Grain Size - Lolos ayakan no. 200 % - Butiran < 0.002 mm Atterberg Limit - Batas Cair (LL) % - Batas Plastis (PL) % - Indeks Plastisitas (PI) % - Indeks Kekentalan (Ic) - Activity (Ac) Uji Permeabilitas - Permeabilitas (k) m/hr - Kuat Tekan (qu) - Modulus Young (E) - Poisson Ratio (v) KN/m2 KN/m
2
56
Rangkuman Analisa Saringan Menurut aturan sistem klasifikasi tanah Unified Soil Classification System (USCS) bahwa tanah digolongkan berbutir halus apabila lebih dari 50% dari berat sample lolos ayakan no. 200, dan sebaliknya jika lebih dari 50% tertahan saringan no. 200 maka digolongkan tanah berbutir kasar. Hasil analisa saringan pada sampel tanah B-30, B-33, B-40, B-41 dan B-43 menunjukkan bahwa lebih dari 50% tanah di setiap kedalaman lolos ayakan no. 200. Sedangkan pada B-42 pada kedalaman 3,1 meter lebih menunjukkan bahwa kurang dari 50% dari berat sampel lolos ayakan no 200. Maka sampel tanah B-30, B-33, B-40, B-41, B-43 dan B-42 untuk kedalaman 0 3,1 meter dapat didefinisikan sebagai tanah berbutir halus. Indeks Plastisitas Tanah ( IP ) Sedangkan pemeriksaan Atterberg Limit bertujuan untuk mendapatkan nilai batas cair (Liquid Limit), batas plastis (Plastic Limit) dan indeks plastisitas (Plasticity Index) yang berguna untuk mengetahui klasifikasi jenis tanah. Dari data-data nilai batas cair (Liquid Limit) dan indeks plastisitas (Plasticity Index) yang terdapat pada Gambar 4.3 tersebut tiap-tiap kedalaman kemudian diplotkan pada bagan plastisitas sistem USCS (grafik Casagrande).
CH
CL MH & OH
CL-ML
ML & OL
Gambar 4. 3 Ploting data plasticity index (PI) dan liquid limit (LL) untuk pengklasifikasian tanah sistem USCS
57
Dari hasil ploting data plasticity index (PI) serta liquid limit (LL) pada bagan plastisitas maka diperoleh garis besar klasifikasi sample tanah pada masing-masing titik pemboran secara umum adalah termasuk pada kelompok jenis tanah CL dan CH, yaitu lempung non-organik dengan plastisitas sedang sampai tinggi. Indeks Kekentalan ( Ic ) Indeks kekentalan menyatakan perbandingan antara selisih batas cair dan kadar air tanah asli terhadap indeks plastisitas. Dari nilai Ic didapat kan maka dapat diketahui konsistensi tanah sebagai berikut: Tabel 4.12 Nilai Konsistensi Tanah pada Titik Bor
Titik Bor B-30 B-33 B-40 B-41 B-42 B-43 Nilai Ic 0.435 0.764 0.397 0.826 0.487 0.525 0.425 0.556 0.440 0.480 0.500 Konsistensi Tanah Lunak Lunak - Kaku Sangat Lunak -Lunak Sangat Lunak -Lunak Sangat Lunak Sangat Lunak
Activity (Ac) Konsep tingkat keaktifan dikembangkan oleh Skempton (1953) yang menunjukkan bahwa suatu jenis lempung tertentu, nilai PI bergantung pada partikel yang lebih halus dari 0,002 mm (c) dan angka
PI adalah konstan. Berikut ini adalah tingkat c
58
Fisis dan Geoteknis Tanah (Mekanika Tanah), 1991, harga N dapat dikorelasikan
kembali untuk mendapatkan nilai-nilai parameter tanah seperti yang ditunjukkan dalam
Tabel 4. 14. Tabel 4. 14 Korelasi uji penetrasi standar (N-SPT) N Berat isi , KN/m3 Sudut geser Keadaan N Berat isi , KN/m3 qu , KPa Konsistensi
0 10 12 16 25 32 Lepas <4 14 18 < 25 Sangat lunak
31 50 16 20
> 50 18 23
28 36 30 40 > 35 Sedang Padat Sangat padat Tanah Kohesif 46 6 15 16 25 > 25 16 18 16 18 16 18 > 20 20 50 Lunak 30 60 Sedang 40 200 Kenyal (Stiff) > 100 Keras
Sumber : Bowles, Sifat-Sifat Fisis dan Geoteknis Tanah (Mekanika Tanah ), 1991.
Sumber : Bowles dalam Analisis dan Desain Pondasi Jilid 1, 1997 hal 95.
59
Parameter tanah untuk tiap lapisan tanah sudah diketahui melalui pemeriksaan di laboratorium terhadap sampel boring tanah. Pengujian ini mendapatkan parameter tanah sampai kedalaman 20,00 meter saja. Maka parameter tiap lapisan tanah yang digunakan untuk input program Plaxis V 8 adalah sebagai berikut :
Berat volume kering (d) : 12,369 Berat volume basah (wet) : 17,005 Permeabilitas (k) Modulus Young (E) Kohesi (c) Sudut geser dalam () Angka Poisson () : 2,52 E-04 : 13977,5 : 19, 5 : 18,25 : 0,30
Lapisan 2 (Lempung)
Berat volume kering (d) : 12,224 Berat volume basah (wet) : 17,095 Permeabilitas (k) Modulus Young (E) Kohesi (c) Sudut geser dalam () Angka Poisson () : 2,52 E-04 : 11212,5 : 19,5 : 18,5 : 0,30
60
Berat volume kering (d) : 12,270 Berat volume basah (wet) : 16,435 Permeabilitas (k) Modulus Young (E) Kohesi (c) Sudut geser dalam () Angka Poisson () : 3,6 E-5 : 22140,0 : 18,25 : 30 : 0,157
Tabel 4.18 Ketebalan lapisan tanah pada posisi titik boring Lapisan Lapisan 1
Lempung Kepasiran
B - 33
6,00 m
Lapisan 2
Lempung
3,00 m
4,00 m
Lapisan 3
Batu Lempung
14,00 m
10,00 m
62
63
64
65
66
B.
Stratigrafi
Lapisan tanah di daerah Gombel, Semarang Utara termasuk jenis batuan sedimen,
pada Gambar 4.12 dari sumber Peta Geologi Tata Lingkungan Indonesia, Jawa pada lembar Magelang Semarang yang disusun oleh M. Wahid Tahun 1993 dengan skala 1 : 100.000. Peta diperoleh dari Direktorat Geologi Tata Lingkungan.
67
Gambar 4.13 Peta Kerentanan Gerakan Tanah Lembar Semarang Magelang 4. 3. ANALISA PEMBEBANAN LALU LINTAS
Data lalu lintas adalah data pokok untuk melakukan perencanaan suatu jalan baik jalan baru maupun untuk peningkatan jalan lama. Data lalu lintas yang diperlukan adalah data lalu lintas harian rata-rata. Data lalu lintas harian rata-rata diperlukan untuk merencanakan suatu konstruksi struktur perkerasan jalan. Pada program Plaxis V.8 pembebanan diberikan berdasarkan pada beban lalu lintas. Beban tersebut berupa tanah sendiri setinggi 0,5 meter untuk standar Amerika dan 0,6 meter untuk standar Inggris (Pasal 1.4 PPPJJR SKBI 1.3.28.1987) sehingga beban traffic yang diberikan adalah :
A. Standar Amerika
Beban lalu lintas = 0,5 x timb = 0,5 x 17,005 = 8,5025 KN/m2
B. Standar Inggris
Beban lalu lintas = 0,6 x timb = 0,6 x 17,005 = 10,203 KN/m2
4.4.
ANALISA REMBESAN
Dari data pemboran tanah, dapat diketahui bahwa bidang longsor merupakan
perpotongan antara lapisan lempung kepasiran dan batu lempung pada sekitar kedalaman 15 meter pada lokasi yang dianalisa. Resapan air dari lapisan tanah di atasnya akan terhenti pada bagian atas Batu Lempung yang merupakan lapisan jenuh air. Hal ini dapat mengakibatkan terjadinya bidang gelincir pada lereng. Hal ini dibuktikan dengan ditemukannya mata air di dekat lereng yang akan dianalisa yang digunakan oleh penduduk. Pada program Plaxis V.8 muka air tanah dikondisikan pada kedalaman 10
68
meter yaitu pada lapisan Lempung mengikuti kontur tanah. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar potongan melintang berikut ini.
Gambar 4.14 Letak Muka Air Tanah untuk input Program Plaxis V.8
Untuk kondisi tanah pada musim penghujan dimana kondisi tanah pada keadaan jenuh, maka nilai kohesi (c) dan sudut geser () sebagai variabel kekuatan geser tanah dapat berkurang atau semakin kecil akibat terendam air serta berat jenis tanah akan meningkat. Untuk itu perlu dilakukan penanganan untuk menstabilkan lereng pada badan jalan tersebut yang rawan longsor terutama pada saat musim penghujan.
69
Gambar 4.16 Irisan Penampang Lereng Busur Longsor A. Kondisi Tanah Kering Pada Musim Kemarau
Lapisan tanah yang termasuk dalam bidang longsor adalah lempung kepasiran dalm lempung. Untuk kondisi kering tanah lempung kepasiran memiliki nilai kohesi (c) yang sebesar 19,5 KN/m2 dengan sudut geser () 18,25 dan dry sebesar 12,369 KN/m3. Sedangkan pada tanah lempung memiliki nilai kohesi (c) yang sebesar 19,5 KN/m2 dengan sudut geser () 18,5 dan dry sebesar 12,224 KN/m3. Beban lalu lintas yang bekerja di kepala lereng sebagai beban merata sebesar 10,203 KN/m2 merupakan komponen tenaga pendorong terhadap kestabilan lereng di samping berat sendiri tanah, dimana:
Ka1 =
70
Ka2 =
PL = q . Ka . H . 1 = 10,203 0,523 10 1 = 53,362 KN Sehingga rumus umum kestabilan lereng pada kondisi tanah kering adalah : Fk = (tan . Ni + c.Li)Ri tan . Ni + c.Li r = = d Ti.Ri + PL.r Ti + PL ( r/Ri )
Dari data-data yang diperoleh sebelumnya pada Tabel 4.19, maka dapat dihitung nilai angka keamanan lereng masing-masing busur longsor sebagai berikut : Fk0 = Fk1 =
Fk2 = Fk3 = Fk4 =
(0,330 1637,937) + (0,335 387,359) + (19,5 33,06) 560,381 + 130,076 + 53,362 (9,81 / 17,67)
(0,330 1500.681) + (0,384 128,219) + (19,5 30,25) 532,032 + 180,637 + 53.362 (10,97 / 17,86)
= 1,820
= 1,508
(0,330 1295,788) + (0,330 2,286) + (19,5 27,86) = 1,775 509,388 + 0,401 + 53,362 (12,12 / 18,26) (0,330 997,568) + (19,5 25,84) 426,545 + 53,362 (13,27 / 18,87) (0,330 777,722) + (19,25 24,15) 373,894 + 53,362 (14,42 / 19,66) = 1,781 = 1,746
71
Tabel 4.19 Komponen Gaya Normal (N) Dan Tangensial (T) Irisan Busur Percobaan Untuk Kondisi Kering
Pusat Kurva Gaya Irisan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 JUMLAH R 17.67 A 10.85 20.92 27.61 33.65 31.61 28.42 0.17 1.86 8.7 9.99 9.53 4.38 107 -25 -10 3 19 35 54 -18 -10 3 16 30 44 Oo Lc 33.06 w 134.204 258.759 341.508 416.217 390.984 351.527 2.078 22.737 106.349 122.118 116.495 53.541 r 9.81 N 121.630 254.828 341.040 393.541 320.275 206.622 1.976 22.391 106.203 117.387 100.887 38.514 1637.937 387.359 T -56.717 -44.933 17.873 135.507 224.259 284.391 -0.642 -3.948 5.566 33.660 58.247 37.193 560.381 130.076 R 17.86 A 9.55 20.67 27.61 33.33 31.64 14.67 1.74 4.22 3.54 1.51 97 -19 -5 8 23 37 55 -2 8 21 33 O1 Lc 30.25 w 118.124 255.667 341.508 412.259 391.355 181.453 21.270 51.585 43.273 18.458 r 10.97 N 111.688 254.694 338.185 379.486 312.550 104.077 21.257 51.083 40.399 15.480 R 18.26 A 8.44 19.97 27.6 31.45 25 5.92 0.04 0.15 87 -11 1 13 27 43 56 6 11 O2 Lc 27.86 w 104.394 247.009 341.384 389.005 309.225 73.224 0.489 1.834 r 12.12 N 102.476 246.971 332.635 346.606 226.153 40.947 0.486 1.800
T -38.457 -22.283 47.529 161.082 235.523 148.638 -0.742 7.179 15.508 10.053
532.03201 180.635
1295.788 2.286
509.388 0.401
Pusat Kurva Gaya Irisan 1 2 3 4 5 JUMLAH R 18.87 A 7.44 17.36 23.72 25.94 16.74 78 -5 6 18 32 47
70 1 11 23 36 49
72
Ka1 = Ka2 =
PL = q . Ka . H . 1 = 10,203 0,756 10 1 = 77,135 KN Dari data-data yang diperoleh sebelumnya pada Tabel 4.20, maka dapat dihitung nilai angka keamanan lereng masing-masing busur longsor sebagai berikut:
(0,254 2251,849) + (0,384 541,714) + (10 33,06) = 0,756 770,714 + 181,908 + 77,135 (9,81 / 17,67) (0,254 2063,148) + (0,384 179,312) + (10 30,25) = 0,610 731,442 + 249,097 + 77,135 (10,97 / 17,86) (0,254 1781,460) + (0,384 3,197) + (10 27,86) 700,310 + 0,561 + 77,135 (12,12 / 18,26) (0,254 1371,465) + (10 25,84) 586,418 + 77,135 (13,27 / 18,87) (0,254 1069,218) + (10 24,15) 514,033 + 77,135 (14,42 / 19,66)
= 0,704 = 0,687 = 0,704
73
Tabel 4.20 Komponen Gaya Normal (N) Dan Tangensial (T) Irisan Busur Percobaan Untuk Kondisi Jenuh
Pusat Kurva Gaya Irisan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 JUMLAH R 17.67 A 10.85 20.92 27.61 33.65 31.61 28.42 0.17 1.86 8.7 9.99 9.53 4.38 107 -25 -10 3 19 35 54 -18 -10 3 16 30 44 Oo Lc 33.06 w 184.504 355.745 469.508 572.218 537.528 483.282 2.906 31.797 148.727 170.779 162.915 74.876 r 9.81 N 167.218 350.340 468.865 541.043 440.317 284.066 2.764 31.314 148.523 164.163 141.089 53.861 2251.849 541.714 R 17.86 A 9.55 20.67 27.61 33.33 31.64 14.67 1.74 4.22 3.54 1.51 97 -19 -5 8 23 37 55 -2 8 21 33 O1 Lc 30.25 w 162.398 351.493 469.508 566.777 538.038 249.463 29.745 72.141 60.516 25.813 r 10.97 N 153.550 350.156 464.939 521.721 429.696 143.086 29.727 71.439 56.497 21.649 R 18.26 A 8.44 19.97 27.6 31.45 25 5.92 0.04 0.15 87 -11 1 13 27 43 56 6 11 O2 Lc 27.86 w 143.522 339.590 469.338 534.807 425.125 100.670 0.684 2.564 r 12.12 N 140.885 339.538 457.309 476.517 310.917 56.294 0.680 2.517
T -77.975 -61.774 24.572 186.296 308.313 390.983 -0.898 -5.521 7.784 47.073 81.458 52.013 770.416 181.908
T -52.872 -30.635 65.343 221.457 323.799 204.348 -1.038 10.040 21.687 14.059
731.442 249.097
1781.460 3.197
700.310 0.561
Pusat Kurva Gaya Irisan 1 2 3 4 5 JUMLAH R 18.87 A 7.44 17.36 23.72 25.94 16.74 78 -5 6 18 32 47
70 1 11 23 36 49
74
Analisa kestabilan lereng badan Jalan Gombel Lama dilakukan terhadap dua kondisi lapisan tanah suatu lereng, dimana kondisi tanah diperlakukan dalam keadaan kering dan basah yang dianggap mendekati keadaan lereng sebenarnya pada musim kemarau dan musim penghujan.
Dari hasil perhitungan dengan metode Fellinius dapat diketahui nilai Safety
Factor terkecil dan letak bidang longsor yang dapat terjadi seperti pada Gambar 4.17.
Nilai SF akibat gravity loading pada kondisi tanah kering adalah 1,508. Angka ini lebih besar dibandingkan dengan SF minimal untuk keruntuhan yaitu sebesar 1,5 sehingga dapat disimpulkan bahwa lereng tetap aman apabila beban akibat berat sendiri bekerja maksimal baik pada kondisi tanah basah, sedangkan SF akibat gravity loading pada kondisi tanah jenuh adalah 0,610. Angka ini lebih kecil dibandingkan dengan SF minimal untuk keruntuhan yaitu sebesar 1,5. Sehingga dapat disimpulkan bahwa lereng akan mengalami failure apabila beban akibat berat sendiri bekerja maksimal baik pada kondisi tanah kering
Gambar 4.18 Konstruksi dinding penahan tanah dan diagram tekanan tanah Parameter lapisan tanah
Lapisan Lempung kepasiran 1 = 1700 kg/m3 ; c1 = 1950 kg/m2; 1 = 18,25 o
1
2
2
2
= 735,969 kg/m2
1 1 x a1 x h1 = x 735,969 x 4 2 2
= 1471,938 kg/m
76
dimana : Ph = besarnya beban lajur (kg/m) = beban merata (kg/m2) = tan-1 ( b' 1,6 ) = tan-1 ( ) = 21,801 H 4
2
Ph =
Letak titik berat beban lajur (z) R = (a + b)2 (90 - 2 ) = (7 + 1,6)2 (90 65,056) = 1844,858
= 4
= 2,224 m
Perhitungan momen akibat gaya berat (Mw) terhadap titik A Tabel 4. 22 Momen akibat gaya berat (Mw) terhadap titik A
Index G1 G2 G3 G4
Berat (kg)
77
Perhitungan momen akibat tekanan tanah (Mp) terhadap titik A Tabel 4. 23 Momen akibat tekanan tanah (MP) terhadap titik A
Index Pa1 Ph Pp1 Pa Pp P (kg/m)
G tan + B c + Pp Pa
SF = =
Mw 2 (safety factor) MP
12371,92 6026,24
= 2,053 2 (aman) 3. Kontrol stabilitas konstruksi terhadap daya dukung pondasi Perhitungan beban maksimal yang terjadi
q max / min = G M w + M p A W
78
> q max
dimana :
= kedalaman pondasi (m) = lebar pondasi ; diambil ukuran yang paling kecil (m)
= faktor daya dukung Terzaghi tergantung pada sudut
= 18,25 o
Berdasarkan Tabel 4.24 faktor daya dukung Terzaghi dengan interpolasi didapat
Nc = 16,02 ; Nq = 6,35 ; N = 4,125 . q ult =
1950 16,02 + 1700 0,5 6,35 + 0,5 1700 0,6 4,125 > q max 2
= 38740,25 kg/m2 < q max = 317079,33 kg/m2 (tidak aman)
Struktur dinding penahan tanah tidak memenuhi persyaratan kontrol terhadap geser maupun daya dukung pondasi. Sehingga dapat disimpulkan bahwa dinding penahan tanah tidak mampu menahan tekanan tanah yang terjadi pada lokasi studi.
79
Dengan diperolehnya penampang melintang lapisan tanah dari SPT dan penyelidikan laboratorium, maka dapat diketahui parameter tanah masing-masing lapisan tersebut untuk keperluan simulasi kelongsoran dengan program Plaxis V 8.
Plaxis V.8 adalah program analisa geoteknik, terutama untuk analisa stabilitas
tanah dengan menggunakan metode elemen hingga yang mampu melakukan analisa yang dapat mendekati perilaku sebenarnya. Geometri tanah yang akan dianalisa memungkinkan untuk diinput dengan cukup teliti. Selain itu Plaxis V.8 menyediakan berbagai analisa tentang displacement, tegangan-tegangan yang terjadi pada tanah, faktor keamanan lereng dan lain-lain. Untuk melakukan analisis dari penampang melintang lereng daerah Gombel, digunakan metode elemen hingga dengan kondisi plane strain (regangan bidang). Model plane strain digunakan dengan asumsi bahwa sepanjang sumbu potongan melintang lereng relatif sama dan peralihan dalam arah tegak lurus potongan tersebut dianggap tidak terjadi. Program komputer ini menggunakan elemen segitiga dengan pilihan 6 nodes (titik) atau 15 titik. Pada analisis ini digunakan elemen segitiga dengan 6 titik. Dengan menggunakan elemen 6 titik, agar dapat dilakukan interpolasi dari peralihan noda dengan mengugunakan turunan berderajat dua. Selain itu komputer menggunakan memori yang lebih kecil daripada 15 noda akan tetapi hasilnya analisis sudah cukup akurat dan dapat diandalkan.
4.5.4 PEMODELAN MATERIAL
Perilaku tanah dan batuan dibawah beban umumnya bersifat non-linier. Perilaku ini dapat dimodelkan dengan berbagai persamaan, yaitu model Mohr Coulomb,
Hardening Soil model, Soft Soil Model, dan Soft Soil Creep Model. Pada analisis ini
digunakan model Mohr-Coulomb yang memerlukan 5 buah parameter : Kohesi ( c ) Sudut geser dalam ( ) Modulus Young ( Eref )
Poissons ratio ( )
Berat isi tanah kering ( dry ) Berat isi tanah jenuh air ( sat ).
80
Nilai nilai kohesi (c) dan sudut geser dalam ( ) didapat dari hasil pengujian tanah
direct shear ( geser langsung ), dikarenakan elemen tanah telah mengalami deformasi
jauh melewati tegangan puncak sehingga tegangan yang tersisa adalah tegangan sisa (residual strength). Dalam hal ini kuat geser yang representatif adalah kuat geser residual. Sedangkan modulus Young ( Eref ) didapat dari pengujian Unconfined
Compression Test. Nilai Poissons ratio untuk tanah lempung adalah berkisar antara 0,3 -
0,35. Dengan menggunakan model Mohr-Coloumb nilai Poissons ratio diambil nilai 0,30. Sedang nilai sudut dilatansi ( ) = 0o, untuk nilai sudut geser kurang dari 30o. Pada
Tabel 4.25 diberikan penjelasan mengenai parameter parameter tanah yang digunakan
Tabel 4.25 Parameter Desain Material Pada Simulasi Kelongsoran Tabel Properties Tanah Lempung Lempung Lapisan Kepasiran 0 9,0 9,0 12,00 MohrMohrModel Coloumb Coloumb
Type dry wet Kx Ky Eref cref Drained Drained
Properties
Kedalaman
Material model Type of material behaviour Soil unit weight above phreatic level Soil unit below phreatic level Permeability in horizontal direction Permeability in vertical direction Youngs modulus (constant) Poissons ratio Cohession (constant) Friction angle Dilatancy angle
Unit
m -
12,369 17,005 2,52 E-04 2,52 E-04 13977,5 0,3 19,5 18,25 0
12,224 17,095 2,52 E-04 2,52 E-04 11212,5 0,3 19,5 18,5 0
81
Membuat file baru dengan cara klik File - New, kemudian isilah menu General
Setting Project dan Dimensions seperti pada gambar 4.19 dan 4.20
.
Gambar 4.19 General Setting Project
Buat model geometri lereng dengan menggunakan toolbar Geometri Line atau dengan menginput koordinat dengan mengetikkan pada point on geometri line pada sisi bawah window. Pada simulasi ini dipilih model lereng dengan lapisan tanah yang berdasarkan dari potongan melintang lokasi studi pada Gambar 4.21. Kemudian diberi kondisi batas (Boundary Condition) sebagai pengekang geometri tanah. Prinsipnya, semua batas harus mempunyai satu kondisi batas pada tiap arah. Jika suatu model tidak diberi kondisi batas maka kondisi alamiah akan terjadi di mana gaya yang ditentukan
82
sama dengan nol dan terjadi kondisi bebas bergerak. Kondisi batas yang digunakan adalah standard fixities (kekakuan standar) yang memodelkan lapisan bawah tanah terjepit sempurna atau tidak bergerak sama sekali, sedangkan untuk bagian samping kirikanan memungkinkan untuk bergerak secara vertikal (Ux=0; Uy= bebas). Kekakuan standar diberikan dengan toolbar bawah.
Tabel 4.26 Input koordinat pada Plaxis V.8
Point 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 X 0 60 60 50 48.6 47.8 44.6 41.4 40 39.5 39.3 38 37 37 36.4 36.4 37.8 38.9 Y 0 0 25 24 24 23.9 24 23.9 24 24 21.5 21.5 20.5 19.9 19.9 20.5 22 22 Point 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 X 34 30 24 0 0 25 32 40 46.3 53 0 25 32.5 40 46.6 53 60 Y 17 14 12 8 5.5 9.5 11.5 14.3 17.3 20.8 3 7.5 9.5 12 15 18.5 23
83
Untuk beban lalu lintas dimodelkan sebagai beban merata dalam Plaxis V.8 disebut sebagai tractions . Struktur perkerasan jalan yang dimodelkan sebagai
tractions, didefinisikan besarnya beban adalah sebesar 10,203 kN/m2 sesuai dengan
perhitungan pada pembebanan lalu lintas. Pada Plaxis, tanda negatif ( - ) menandakan arah gaya ke bawah. Sehingga besarnya tractions adalah -10,203 kN/m2 yang bekerja pada sumbu y sedangkan pada sumbu x tidak ada gaya yang bekerja. Klik ganda pada posisi beban tersebut maka akan muncul kotak dialog, pilih Load System (A) dan isi besarnya beban yang bekerja pada posisi tersebut seperti pada gambar 4.22.
Material lapisan tanah yang dimodelkan kemudian didefinisikan propertisnya dengan mengklik toolbar Material Sets model geometri. . Kemudian drag data set tiap lapisan dari
jendela Material Sets ke area lapisan tanah yang diikuti oleh perubahan warna pada
84
Proses berikutnya adalah melakukan meshing generation untuk membagi material tanah ke dalam elemen-elemen diskret yang berhingga, dengan menggunakan toolbar
Generate Mesh
. Tingkat kekasaran meshing dapat dipilih : : sekitar 100 elemen : sekitar 250 elemen : sekitar 500 elemen : sekitar 1000 elemen .
Sangat kasar (Very Coarse) : sekitar 50 elemen Kasar (Coarse) Menengah (Medium) Halus (Fine) Sangat halus (Very Fine)
air tanah terletak pada perpotongan lapisan lempung dan btu lempung. Model geometri yang sudah dibuat harus ditetapkan kondisi awalnya. Kondisi awal memiliki 2 mode, yaitu : Mode 1 untuk pembangkitan tekanan air awal (water condition mode). Mode 2 untuk menetapkan konfigurasi tekanan efektif awal (geometry
configuration mode)
Langkah ini dapat ditentukan dengan memilih prosedur Ko atau Gravity Loading.
Ko Procedure dipilih jika kondisi geometri relatif horisontal, yaitu dengan memilih ikon Geometri initial stress, dengan menekan toolbar configuration, tekan
klik
85
Tahapan perhitungan selanjutnya adalah mengidentifikasikan, mendefinisikan, dan mengeksekusi tahapan fase-fase perhitungan untuk memperoleh output program yang diinginkan dengan menekan
toolbar
untuk
menuju
PLAXIS
Tahap Gravity Loading, yaitu phase dimana tegangan dan regangan awal akibat berat tanah sendiri dari model dihitung (fase 1). Tahap perhitungan faktor keamanan (SF), yaitu fase dimana kestabilan lereng akibat fase 1 dihitung (fase 2). Tahap Vertical Loading, yaitu phase dimana tegangan dan regangan awal akibat berat tanah sendiri dan akibat beban luar dari model dihitung (fase 3). Tahap perhitungan faktor keamanan (SF), yaitu fase dimana kestabilan lereng akibat fase 3 dihitung (fase 4). Tahap DPT, yaitu phase dimana tegangan dan regangan awal akibat berat tanah sendiri dan pengaruh dinding penahan tanah dari model dihitung (fase 5). Tahap perhitungan faktor keamanan (SF), yaitu fase dimana kestabilan lereng akibat fase 5 dihitung (fase 6). 86
Pada perhitungan faktor keamanan (SF) digunakan metode Phi-c reduction. Phi-c
reduction adalah option yang tersedia dalam Plaxis untuk menghitung faktor keamanan
(SF). Option ini hanya tersedia untuk tipe perhitungan secara Plastic menggunakan
Manual control atau dengan prosedur Load advencement number of steps. Dalam Phi-c reduction dilakukan pendekatan parameter-parameter kekuatan tanah tan dan c dengan
mengurangi nilainya sampai tercapainya keadaan dimana kegagalan struktur terjadi. Jumlah pengali Msf digunakan untuk mendefinisikan harga dari parameter-parameter kekuatan tanah.
Msf =
cinput creduced
Parameter-parameter kekuatan tanah secara otomatis dikurangi sampai tercapainya kegagalan struktur.
SF =
Pada window General pilih Plastic pada combo box (kotak kombo) pertama dari Calculation type dan Load adv. ultimate level pada kotak kombo kedua. Ada kotak Number/ID beri nama fase 1 dengan Gravity Loading. Calculation type : plastic/ load adv. ultimate level. Start from phase : 0 - Initial Phase. Tahap awal dari analisis digunakan untuk menghitung tegangan-tegangan awal akibat berat sendiri massa tanah dan tegangan horizontal. Untuk mencari tegangan dan regangan awalnya digunakan cara gravity loading. Metode ini digunakan untuk menghitung tegangan awal dengan cara memasukkan beban tanah pada tahap perhitungan, oleh karena itu bawaan dari program yang memakai persamaan Jacky (Ko = 1 sin ) tidak diperlukan dalam mencari regangan dan tegangan awal dari model elemen hingga.
87
Tekan tahap <Parameter>, pada tahapan ini terdapat parameter-parameter untuk mengontrol perhitungan. Pada kotak kombo Additional step = 100 dan klik delete intermediate step. Pada kotak Loading input pilih Staged construction, kemudian tekan tombol Define. Akan tampil geometry input, pilih geometry input yang akan dinonaktifkan dengan cara diklik pada bagian yang dimaksud.
Tahapan multiplier akan terpilih setelah menekan tombol Define. Pada window Multipliers secara otomatis akan ditutup oleh program sehingga yang aktif hanya Mweight dengan nilai 1. Jadi secara default program akan mengaktifkan gravity loading jika 88
option staged construction dipilih user, kemudian tekan <Next> untuk memasuki fase perhitungan kedua.
Gambar 4.29 Window Input Gambar Pada Fase Gravity Loading 2. Tahap Safety Factor akibat Gravity Loading
Pada Phase box Number/ID beri nama untuk fase perhitungan kedua sebagai SF, untuk mencari angka keamanan tubuh lereng akibat Gravity Loading dengan metode Phic reduction. Fase kedua ini dimulai dari fase pertama, untuk mendefinisikannya klik start from phase : 1-Gravity Loading. 89
Pada window Parameters, terdapat parameter-parameter untuk mengontrol perhitungan. Pada kotak kombo Additional steps = 100 untuk memberikan gambaran detail pada output. Dan klik reset displacements to zero, kemudian pilih Incremental multipliers pada Loading input, lalu tekan <Define>.
Pada tahapan multipliers biarkan semua nilai bawaan yang ada. Nilai MSF pada Incremental loading = 0,1
90
Gambar 4.32 Window Multiplier Pada Fase SF Gravity Loading 3. Tahap Vertical Loading
Pada kotak Number/ID beri nama phase 3 dengan Vertical Loading. Calculation type : plastic/load adv. ultimate level. Start from phase : 1 Gravity Loading.
Tekan tahap <Parameter>, pada tahapan ini terdapat parameter-parameter untuk mengontrol perhitungan. Pada kotak kombo Additional step =100 dan klik delete
91
intermediate step. Pada kotak Loading input pilih Stage construction, kemudian tekan tombol Define.
Tahapan multiplier akan terpilih setelah menekan tombol Define. Pada window Multipliers secara otomatis akan ditutup oleh program sehingga yang aktif hanya Mweight dengan nilai 1. Jadi secara default program akan mengaktifkan gravity loading jika option staged construction dipilih user, kemudian tekan <Next>.
92
Gambar 4.36 Window Input Gambar Pada Fase Vertical Loading 4. Tahap Safety Factor akibat Vertical Loading
Pada Phase box Number/ID beri nama SF Vertical Loading untuk mencari angka keamanan lereng akibat Vertical Loading dengan Phi-c reduction. Fase keempat ini dimulai dari fase ketiga (Vertical Loading), untuk mendefinisikannya klik start from phase : 3-Vertical Loading.
93
Pada tahap <Parameter>, pada tahapan ini terdapat parameter-parameter untuk mengontrol perhitungan. Pada kotak kombo Additional step =100 dan klik reset displacements to zero, kemudian pilih Incremental multipliers pada Loading input, lalu tekan <Define>.
Pada tahapan multipliers biarkan semua nilai bawaan yang ada. Nilai MSF pada Incremental loading = 0.1
94
5.
Tahap DPT
Pada kotak Number/ID beri nama phase 5 dengan DPT. Calculation type : plastic/load adv. ultimate level. Start from phase : 3 Vertical Loading.
Tekan tahap <Parameter>, pada tahapan ini terdapat parameter-parameter untuk mengontrol perhitungan. Pada kotak kombo Additional step =100 dan klik delete intermediate step. Pada kotak Loading input pilih Staged construction, kemudian tekan tombol Define. Akan tampil geometry input, pilih geometry input yang akan diaktifkan.
95
Pada window Multipliers secara otomatis akan ditutup oleh program sehingga yang aktif hanya -Mweight dengan nilai 1. Jadi secara default program akan mengaktifkan gravity loading jika option staged construction dipilih user, kemudian tekan <Next> untuk memasuki fase perhitungan selanjutnya
96
6.
Pada Phase box Number/ID beri nama untuk fase perhitungan keenam sebagai SF DPT untuk mencari angka keamanan tubuh lereng akibat DPT dengan Phi-c reduction. Fase keenam ini dimulai dari fase kelima (DPT), untuk mendefinisikannya klik start from phase : 5-DPT.
Pada tahap <Parameter>, pada tahapan ini terdapat parameter-parameter untuk mengontrol perhitungan. Pada kotak kombo Additional step =100 dan klik reset displacements to zero.
97
Pada tahapan multipliers biarkan semua nilai bawaan yang ada. Nilai MSF pada Incremental loading = 0.1
Setelah enam fase perhitungan telah dimodelkan, maka langkah selanjutnya adalah menentukan letak titik-titik yang akan kita selidiki. PLAXIS V8 memberikan kemungkinan sampai 10 titik.
Tekan tombol <Calculate> untuk memulai perhitungan fase-fase tersebut. Fasefase yang akan dihitung akan diberi tanda anak panah biru yang akan menjadi centang hijau di depan tulisan Phase,
98
Tekanlah tombol
PLAXIS OUTPUT V 8
99
1.
Pada tahap ini menunjukkan hasil bahwa dengan berat sendiri tanah, pada bagian badan jalan mengalami pergerakan sebesar 7,100 cm.
Gambar 4.50 Arah gerakan tanah dan penurunan akibat Gravity Loading
100
2.
Pada tahap ini, tanah menerima beban struktur perkerasan jalan yang dimodelkan sebagai beban merata (tractions). Tanah mengalami deformasi yaitu sebesar 7,177 cm.
Gambar 4.52 Arah gerakan tanah dan penurunan akibat Vertical Loading
101
3.
Tahap DPT
Pada tahap ini, dengan konstuksi dengan dinding penahan tanah lereng tetap mengalami deformasi sebesar 7,351 cm.
Gambar 4.54 Arah gerakan tanah dan penurunan Setelah pemasangan DPT
102
PLAXIS CURVES V 8
Gambar 4.55 Angka keamanan akibat gravity loading dan vertical loading 1. Tahap Gravity Loading
Dari Gambar 4.55 dapat diketahui bahwa SF akibat gravity loading adalah 1,537. Angka ini lebih kecil dibandingkan dengan SF minimal untuk keruntuhan yaitu sebesar 1,5. Sehingga dapat disimpulkan bahwa lereng akan mengalami failure jika beban akibat berat sendiri bekerja maksimal.
2. Tahap Vertical Loading
Dari Gambar 4.55 dapat diketahui bahwa SF akibat vertical loading adalah 1,475. Angka ini lebih kecil dibandingkan dengan SF minimal untuk keruntuhan yaitu sebesar 1,5. Sehingga dapat disimpulkan bahwa lereng akan mengalami failure jika gravity loading dan vertical loading bekerja maksimal.
3. Tahap DPT
Dari Gambar 4.55 dapat diketahui bahwa SF akibat vertical loading adalah 1,423. Angka ini lebih kecil dibandingkan dengan SF minimal untuk keruntuhan yaitu sebesar 1,5. Sehingga dapat disimpulkan bahwa lereng akan mengalami failure jika gravity loading dan vertical loading bekerja maksimal.
103
4.
Bidang Longsor
Untuk mengetahui bidang longsor yang terjadi pada lokasi studi, dapat dilihat pada output SF Vertical Loading dengan memilih toolbar Total Incremental Displacement seperti pada Gambar 4.56. Penanganan yang dilakukan harus sampai memotong bagian di bawah bidang Longsor.
104