BAB IV
KARAKTERISASI RESERVOIR A
b.
Log Resistivitas
Lapisan yang mengandung hidrokarbon akan memiliki resistivitas yang lebih besar
dibandingkan dengan lapisan yang mengandung air. Ini karena hidrokarbon lebih
susah untuk mengalirkan aliran listrik (insulator) dibandingkan dengan air.
c.
Crossover Densitas-Neutron
Metode selanjutnya dalam identifikasi reservoir adalah dengan memanfaatkan
adanya cross over antara kurva densitas dan neutron. Hidrokarbon akan memiliki
27
Gambar 4.1. Identifikasi reservoir berdasarkan Vshale (A), resistivitas (B) dan cross over
densitas-neutron (C). Unit I, II, III dan IV merupakan unit reservoir pada reservoir A.
28
Gypsum
Secondary porosity
1,0
Gas
Limestone
0,9
M
0,7
Sandstone
Dolomite
0,8
Unit I
Unit II
Anhydrite
0,6
Unit III
0,5
Shale Region
Unit IV
0,4
0,40
0,45
0,50
0,55
0,60
0,65
0,70
tmaa (apparent interval transit time matrix). Nilai tmaa dan maa bisa dihitung
menggunakan persamaan 2.11.
Seperti halnya plot M-N, plot MID juga tidak bisa memberikan informasi
memadai mengenai jenis litologi pada reservoir A. Hasil plot MID (gambar 4.3)
semuanya berada pada area yang tidak menunjukkan litologi tertentu, sehingga sulit
29
PLOT MID
tmaa
30
40
50
60
70
80
90
100
110
120
130
2,0
Salt
2,1
2,2
2,3
pm aa
2,4
2,5
2,6
Calcite
Quartz
2,7
2,8
Unit I
Dolomite
Unit II
2,9
3,0
Anhidrite
3,1
Unit III
Unit IV
c. Crossplot Densitas-Neutron
Penentuan litologi dengan log densitas dan neutron dapat dilakukan dengan cara
mengeplot (plotting) nilai-nilai densitas dan porositas neutron ke dalam suatu gaftar /
chart (Schlumberger, 1986). Hasil pengeplotan kemudian akan menunjukkan jenis
litologi yang membentuk lapisan tersebut.
Berdasarkan hasil pengeplotan densitas dan neutron (gambar 4.4), reservoir A
tersusun oleh perselingan dolomit, batugamping dan batupasir dengan batulempung.
Disini ada suatu kendala dalam penentuan batupasir, dolomit dan batugamping, ini
dikarenakan kandungan hidrokarbon pada reservoir A yang mempengaruhi nilai-nilai
densitas dan neutron.
30
-0,05
1,9
0,05
0,15
0,25
0,35
0,45
2
2,1
Den (RhoB)
2,2
2,3
2,4
2,5
2,6
Sandstone
2,7
Lim estone
2,8
Dolom ite
2,9
Unit I
Unit II
Unit III
Unit IV
Gambar 4.4 Crossplot densitas neutron pada sumur AL 1 menunjukkan bahwa reservoir
A disusun oleh dolomit, batugamping dan batupasir.
d. Cutting
Data cutting yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari laporan geologi
dan mud log sumur pada reservoir A. Data cutting digunakan sebagai rujukan utama
untuk identifikasi litologi pada reservoir A. Hal ini dikarenakan metode lainnya tidak
bisa memberikan informasi yang memadai tentang litologi yang menyusun reservoir A.
Berdasarkan data cutting yang ada (tabel 4.1), reservoir A disusun oleh
perselingan batupasir dan batulempung.
Sumur
AL 1
Deskripsi Cutting
Bps : Abu-abu terang, berbutir halus sedang, menyudut tanggungmembundar tanggung, pemilahan buruk, kuarsa.
Blp
31
Bps : Abu-abu terang, berbutir halus sedang, menyudut tanggungmembundar, pemilahan sedang - baik.
Blp
DM 09
Bps : Abu-abu terang, berbutir sangat halus - halus, menyudut tanggungmembundar, pemilahan sedang - baik, getas - tak terkonsolidasi.
Blp : Abu-abu terang, non gampingan, foram.
DM 13
Bps : Putih, berbutir sangat halus halus, menyudut tanggungmembundar, pemilahan baik, kuarsa.
Blp : Abu-abu, non gampingan, foram.
DM 17
Bps : Abu-abu terang, berbutir sangat halus-halus, menyudut tanggungmembundar, pemilahan baik.
Formatted: Swedish (Sweden)
Berdasarkan analisa litologi yang telah dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan
bahwa reservoir A disusun oleh perselingan batupasir dan batulempung. Kesimpulan
ini diambil berdasarkan data dari cutting yang dianggap lebih akurat dibandingkan
metode lainnya. Kehadiran hidrokarbon dan tingginya kandungan shale pada reservoir
A diperkirakan menjadi penyebab ketidakakuratan metode plot M-N, plot MID dan
crossplot densitas-neutron dalam mengidentifikasi litologi.
32
33
Porositas Sonik
S Phi (corr)
N Phi (corr)
D Phi (corr)
Phi E (Den-Neu)
S Phi
N Phi
D Phi
-3230
-3240
K e da la m a n (TV D S S Ft)
-3250
-3260
-3270
-3280
-3290
-3300
-3310
Porositas
0,5
0,4
0,3
0,2
0,1
0,0
0,5
0,4
0,3
0,2
0,1
0,0
-3320
Porositas
34
Pickett Plot
Rw = 0.15
1,0
AL 1
AL 6
DM 01
DM 02
DM 04
DM 05
P orositas
DM 07
DM 08
DM 09
0,1
DM 11
DM 13
DM 16
DM 17
DM 20
Sw 100%
m=2
0,0
0,1
1,0
Rt LLD
10,0
100,0
Gambar 4.6 Penentuan nilai resistivitas air (Rw) berdasarkan Pickett plot.
Nilai m merupakan kemiringan dari garis Sw 100 %.
35
Rwa = Ro / F
Gambar 4.7.a menunjukkan penentuan nilai Rw berdasarkan nilai Rwa pada zona 100%
air yang ditunjukkan oleh nilai Rwa yang konstan (garis kuning). Nilai Rw yang
diperoleh adalah 0,19 ohm-m pada temperatur 161 0F.
Rwa
Sw
-3230
-3230
-3240
-3240
-3250
-3250
-3260
-3260
Unit I
-3270
-3280
Unit II
-3270
-3280
Unit III
-3290
-3290
-3300
-3300
-3310
-3310
Unit IV
0,9
0,8
0,7
0,6
0,5
0,4
0,3
0,2
0,0
1,0
0,9
0,8
0,7
0,6
0,5
0,4
0,3
0,2
0,1
0,0
a.
0,1
-3320
-3320
b.
Gambar 4.7 a). Penentuan nilai Rwa pada AL 1, b). Nilai Sw pada AL 1.
Gambar 4.7.b menunjukkan nilai saturasi air (Sw) pada sumur AL 1. Unit II memiliki
nilai Sw yang paling kecil dibandingkan dengan unit reservoir yang lainnya. Keadaan ini
berlaku juga untuk sumur-sumur yang lain.
36
Unit I
Dep th (T VDSS F t)
-3250
-3260
Unit II
Sw
-3270
Sxo
-3280
-3290
Sw / Sxo
Unit III
-3300
-3310
-3320
0.00
Unit IV
0.10
0.20
0.30
0.40
0.50
0.60
0.70
0.80
0.90
1.00
37
0.90
0.80
0.70
Swirr
0.60
0.50
0.40
0.12
BVW line
0.30
0.20
0.10
0.00
0.000
0.050
0.100
0.150
0.200
0.250
0.300
0.350
0.400
PHI E
Gambar 4.9 Plot nilai porositas efektif (PHIE) dan saturasi air (Sw) pada unit II sumur
AL 1 menunjukkan nilai bulk volume water (BVW) yang konstan, yang berarti berada
pada irreducible water saturation.
38
Permeability vs BVW
Permeabilitas vs BVW
-3230
0.01
0.10
1.00
10.00
100.00
-3235
-3240
Unit I
Depth TVDSS Ft
-3245
-3250
Unit II
-3255
permeability
BVW
-3260
-3265
-3270
Unit III
-3275
-3280
Gambar 4.10 Nilai permeabilitas yang tinggi berada pada unit II sumur AL 1.
Berdasarkan analisa permeabilitas yang telah dilakukan, maka nilai permeabilitas yang
diperoleh berkisar antara 1,2 - 96,1 mD.
39
Sw
-3230
-3240
-3250
-3260
-3270
-3280
-3290
-3300
-3310
0,9
0,8
0,7
0,6
0,5
0,4
0,3
0,2
0,1
0,0
-3320
Gambar 4.11 Perbedaan antara gas show pada mud log dan saturasi air hasil perhitungan
pada sumur AL 1.
2000 ppm C1
Gas Show
Gambar 4.12. Mud log pada sumur AL 1 menunjukkan kandungan total gas pada
reservoir A adalah 20 100 unit serta metana (C1) adalah 300 2000 ppm .
40
C1 (ppm)
Methane
C2 (ppm)
Ethane
C3 (ppm)
Propane
IC4 (ppm)
Iso Butane
AL 1
AL 6
DM 02
DM 05
DM 07
DM 08
DM 09
DM 13
DM 16
DM 17
Unit I
Unit II
Unit III
Unit IV
20 - 70
60 - 100
20 - 100
20 - 100
<2
<2
<2
<2
20 - 40
100 - 150
10 - 100
2.0 - 4.0
135
120
30 - 80
110
10
10 - 25
10 - 25
10
35
35- 25
20- 25
10- 20
100 - 300
200 - 500
90 - 200
100 - 130
200 - 1000
300 - 2000
300 - 4000
300 - 2000
-
6000
6000
6000
6000
-
10000 - 30000
30000
20000 - 30000
20000
100 - 400
400
20-400
< 20
-
20 - 105
105
105 - 10
10 - 30.0
2000 20000
20000
3000-20000
3000 - 4000
-
120 - 130
120 - 130
120 - 130
7 - 50
Unit I
Unit II
Unit III
Unit IV
Unit I
Unit II
Unit III
Unit IV
Unit I
Unit II
Unit III
Unit IV
Unit I
Unit II
Unit III
Unit IV
600
500 - 600
500 - 600
350
20000 60000
90000
70-90000
50 - 60000
300 - 800
300 - 1000
200 - 1000
600
-
20000 -60000
60000 - 80000
60000- 80000
2000- 8000
30 - 500
200 - 500
10 - 150
-
20000
20000 - 30000
10000
10000
-
1000
-
50000
40000
10000
10000
110
120
80
100
70
100
60
-
Tabel 4.2 Rekapitulasi kandungan gas pada reservoir A berdasarkan data mud log.
Contoh perhitungan rasio gas dilakukan pada unit II dari sumur DM 07, yang memiliki
kandungan gas paling lengkap dibandingkan unit dan sumur lainnya (lihat tabel 4.2).
Unit II sumur DM 07 memiliki kandungan C1 = 40000 ppm, C2 = 120 ppm, C 3 = 100
ppm dan IC4 = 60 ppm.
Wetness ratio (Wh)
= [ (C1+C2) / (C3+C4+C5) ]
= [ (40000+120) / (100+60) ]
= 250.75
= [ (C4 + C5 ) / c3 ]
= [ (60 + 0 ) / 100 ] = 0.6
41
Interpretation
Wh < 0.5
Wh 0.5 - 17.5
Wh 17.5 40
Wh > 40
Residual Oil.
Wh 17.5 - 40 AND
Bh < Wh
Wh 17.5 - 40 AND
Bh << Wh
Residual Oil.
Tabel 4.3 Interpretasi rasio gas yang dapat digunakan untuk penentuan hidrokarbon
(Haworth, 1985 op cit. Hawker, 1999 )
42
Kehadiran
Florschuetzia
meridionalis
pada
kedalaman
2320
kaki
43
Kehadiran Ammonia spp. dan Haplophragmoides spp. pada interval 2244 2620 kaki mengindikasikan lingkungan pengendapan intertidal nearshore
marine, litoral neritik dalam.
Kehadiran bentos gampingan Ammonia sp. pada interval 2890 - 4262 kaki,
menunjukkan lingkungan intertidal, estuarin litoral.
2244 - 2620
2620 - 2890
Neritik dalam
2890 - 4262
44
45
Gambar 4.13 Fasies yang terdapat pada sistem delta (Fisher, 1969)
46