SURVEY GEOLISTRIK
Untuk Pendugaan Air Bawah Tanah
Di Desa Banyuasin dan Wonosemi
Kabupaten Blora
Oleh :
FX Yudi Tryono
Koordinator
PENDAHULUAN
Air tanah merupakan salah satu sumber akan kebutuhan air bagi kehidupan makhluk di
muka bumi. Usaha memanfaatkan dan mengembangkan air tanah telah dilakukan sejak
jaman kuno. Dimulai menggunakan timba yang ujungnya diikat pada bambu kemudian
dilengkapi dengan pemberat (sistem pegas), kemudian berkembang dengan
menggunakan teknologi canggih dengan cara mengebor sumur-sumur dalam sampai
kedalaman 200 meter.
METODE GEOLISTRIK
Prinsip kerja pendugaan geolistrik adalah mengukur tahanan jenis (resistivity) dengan
mengalirkan arus listrik kedalam batuan atau tanah melalui elektroda arus ( current
electrode), kemudian arus diterima oleh elektroda potensial. Beda potensial antara dua
elektroda tersebut diukur dengan volt meter dan dari harga pengukuran tersebut dapat
dihitung tahanan jenis semua batuan dengan menggunakan rumus sebagai berikut
(Anonim, 1992 dan Todd, 1980):
Menurut Bisri (1991) Ada beberapa macam aturan pendugaan lapisan bawah
permukaan tanah dengan geolistrik ini, antara lain : aturan Wenner, aturan
Schlumberger, aturan Wenner, aturan Schlumberger, dipole-dipole dan lain
sebagainya. Prosedur pengukuran untuk masing-masing konfigurasi bergantung pada
variasi resistivitas terhadap kedalaman yaitu pada arah vertical (sounding) atau arah
lateral (mapping) (Derana,1981).
dapat diselidiki. Interpretasi data resistivitas didasarkan pada asumsi bahwa bumi terdiri
dari lapisan-lapisan tanah dengan ketebalan tertentu dan mempunyai sifat kelistrikan
homogen isotrop, dimana batas antar lapisan dianggap horisontal. Survei resistivitas
akan memberikan gambaran tentang distribusi resistivitas bawah permukaan. Harga
resistivitas tertentu akan berasosiasi dengan kondisi geologi tertentu. Untuk
mengkonversi harga resistivitas ke dalam bentuk geologi diperlukan pengetahuan
tentang tipikal dari harga resistivitas untuk setiap tipe material dan struktur daerah
survey. Harga resistivitas batuan, mineral, tanah dan unsur kimia secara umum telah
diperoleh melalui berbagai pengukuran dan dapat dijadikan sebagai acuan untuk
proses konversi (Telford, et al., 1990).
Nilai resistivitas sebenarnya dapat dilakukan dengan cara pencocokan (matching) atau
dengan metode inversi. Pada penelitian ini dilakukan dengan metode inversi,
menggunakan program IPI2WIN dan PROGRESS.
Daftar Tabel Nilai Resistivitas berbagai jenis Material (telford, et al., 1990)
HASIL
1. LOKASI BANYUASIN
2. LOKASI WONOSEMI
Hasil pengolahan data dan interpretasi hasil prosessing data geolistrik di lokasi WSI
dapat disimpulkan bahwa keberadaan air tanah dimungkinkan pada lapisan dengan
nilai tahanan jenis () = 250.30 m pada kedalaman antara 18.5 40.17 meter, yang
dimungkinkan berasal dari batugamping pasiran. Pada kedalaman 2.74 18.46 meter
dijumpai lapisan dengan nilai tahanan jenis 22.02 m yang dapat diinterpretasikan
sebagai lapisan batu pasir yang memungkinkan sebagai akuifer, akan tetapi karena
letaknya yang tidak terlalu dalam hal ini sangat memungkinkan terpengaruh oleh
kondisi cuaca dimana air melimpah pada saat musim penghujan.
Selebihnya pada kedalaman lebih dari 40.17 m dijumpai nilai tahanan jenis semu
batuan yang relatif kecil (1.77 m) hal ini menunjukkan bahwa kemungkinan pada
kedalaman tersebut mempunyai litologi yang lebih halus (lempung), sehingga sangat
mungkin air tidak akan terdapat pada kedalaman tersebut.
KESIMPULAN
Dari hasil diatas maka dapat dilihat pada tabel hasil pengukuran dan pengolahan data
geolistrik pada lokasi Desa Banyuasin dan Desa Wonosemi, Kabupaten Blora dapat
disimpulkan sebagai berikut :
Ketebala
Kode Nilai Kedalaman
Lapisan n Keterangan
Lokasi Resistivitas meter
meter
BNA 1 186.17 m 6.75 25.52 18.77 Prospek
Dari hasil pengukuran dan hasil pengolahan data geolistrik diatas dapat dilihat bahwa
perkiraan keberadaan akuifer pada masing-masing lokasi pengukuran. Dari hasil diatas
direkomendasikan untuk dicoba dilakukan pemboran :
Lokasi BNA dengan dilakukan pemboran sampai dengan kedalaman kurang
lebih 35 meter dengan membuat perporasi mulai dari kedalaman 7 25 meter.
Tetapi perlu diingat bahwa lapisan ini terlalu dangkal sehingga dimungkinkan
keberadaan air akan sangat terpengaruh oleh kondisi cuaca.
Lokasi WSI dengan kedalaman pemboran 50 meter dan perporasi menyesuaikan
kondisi aquifer yang ditemui, 5 sampai dengan 40 meter.
Sebelum perporasi dilakukan perlu dilakukan tes logging untuk mengetahui secara pasti
posisi akuifer dan juga perlu dilakukan tes produksi untuk mengetahui besaran air yang
mampu diproduksi sehingga dapat dihitung keekonomiannya.