Anda di halaman 1dari 38

6.

CONTOH ANALISA KASUS

6.1. Contoh Kasus Proyek Ciputra World Surabaya


6.1.1. Gambaran Umum
Lokasi proyek Ciputra World terletak di kawasan central business district
Surabaya Barat yang strategis dan padat, tepatnya di jalan Mayjend Sungkono.
Adapun proyek memiliki batas-batas sebagai berikut:
 Utara : Jalan Mayjend Sungkono.
 Selatan : Jalan perumahan Kris Kencana.
 Barat : Jalan perumahan Kris Kencana.
 Timur : PT. Kedaung Satrya Motor.

Gambar 6.1. Peta lokasi proyek Ciputra World


Sumber : PT. Adhikarya, Ciputra World (2007, p. 3)

Proyek Ciputra World meliputi pembangunan mall dan apartemen. Mall


yang dibangun, terdiri dari upper-structure 6 lantai dan basement 2 lantai dengan
kedalaman galian sekitar -7.00 meter dari muka tanah asli. Sedangkan untuk
apartemen yang dibangun, memiliki basement 3 lantai yang dilengkapi sebuah
ground water tank di bawah basement lantai tiga, dengan kedalaman galian antara
-12.00 hingga -15.00 meter dari muka tanah asli.

92 Universitas Kristen Petra


6.1.2. Soil Investigation (Penyelidikan Tanah)
Pada proyek Ciputra World ini, dilakukan 2 macam penyelidikan tanah
yaitu :
a) Penyelidikan di lapangan, meliputi 28 titik tes sondir dan 8 titik tes boring
(core drilling) dengan SPT (Standard Penetration Test) interval 2 meter,
serta pengambilan undisturbed sample.
b) Pengujian laboratorium
 Pengujian kadar air (water content)
 Penetapan berat jenis
 Pengujian batas – batas atterberg
 Analisa ayakan dan hidrometer
 Pengujian kuat geser, unconfined compression
 Pengujian kuat geser, triaxial, UU-test dan CU-test
 Pengujian konsolidasi
 Pengujian pengembangan (swelling test)

6.1.3. Hasil Soil Investigation (Penyelidikan Tanah)


Hasil pengujian 28 titik sondir memperlihatkan data yang serupa dengan
hasil pemboran, dimana lapisan lempung berlanau mendominasi keseluruhan
lapisan tanah hingga akhir penetrasi sondir, hingga kedalaman maksimum -15,20
meter. Adapun rata-rata nilai FR (friction ratio) berkisar antara 2% - 5%.
Konsistensi tanah bawah yang didapat adalah lunak di dekat permukaan dan
meningkat sampai dengan sangat kaku pada kedalaman akhir. Adapun tabel
rekapitulasi hasil tes boring dan SPT, dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 6.1. Boring Log BH-2


Kedalaman Deskripsi Tanah SPT Kepadatan
(m)
00.0 – 01.50 Urugan sirtu, lanau, sedikit _ _
berkerikil
01.50 – 07.00 Lempung dan lanau, sedikit pasir, 5 Medium
coklat keabu-abuan

93 Universitas Kristen Petra


Tabel 6.1. Boring Log BH-2 (sambungan)
Kedalaman Deskripsi Tanah SPT Kepadatan
(m)
07.00 – 40.00 Lempung dan lanau, abu-abu 5 - 29 Medium s/d
sangat kaku

Tabel 6.2. Boring Log BH-5


Kedalaman Deskripsi Tanah SPT Kepadatan
(m)
00.00 – 01.50 Urugan sirtu, lanau, sedikit berkerikil _ _
01.50 – 10.00 Lempung dan lanau, coklat, sedikit 4-7 Lunak s/d
pasir medium
10.00 – 50.00 Lempung dan lanau, abu-abu. 7 – 30 Medium s/d
sangat kaku

Berdasarkan hasil penyelidikan tanah di laboratorium, didapatkan batas-


batas atterberg tiap lapisan tanah yang dapat menunjukkan indeks plastisitas tanah
tersebut. Nilai indeks plastisitas terendah adalah 38 % dan tertinggi adalah 89%.
Berdasarkan korelasi rata-rata antara nilai indeks plastisitas dan liquid limit,
didapatkan bahwa tanah galian tergolong tanah lempung dengan plastisitas sangat
tinggi (lebih dari 17%).
Berdasarkan hasil penyelidikan tanah di laboratorium Selain itu,
berdasarkan tabel korelasi indeks plastisitas dengan tingkat pemuaian tanah
(swelling atau expansive), maka diperkirakan bahwa tanah proyek bersifat
ekspansif. Hal ini ditunjukkan dengan nilai indeks plastisitas yang sangat tinggi,
sehingga tanah proyek mempunyai potensi pemuaian yang tinggi pula. Potensi
pemuaian ini tergantung pada kadar air tanah. Adapun tabel rekapitulasi nilai
indeks plastisitas dapat dilihat pada tabel berikut ini.

94 Universitas Kristen Petra


Tabel 6.3. Indeks Plastisitas BH-5
Kedalaman (m) LL (%) PL (%) IP (%)
05.00 - 05.50 68 30 38
09.00 - 09.50 73 32 41
13.00 – 13.50 91 33 58
17.00 – 17.50 100 39 61
21.00 – 21.50 82 30 52
27.00 – 27.50 98 38 60
33.00 – 33.50 107 37 70
37.00 – 37.50 100 36 64

Tabel 6.4. Indeks Plastisitas BH-2


Kedalaman (m) LL (%) PL (%) IP (%)
03.00 - 03.50 81 35 46
05.50 – 06.00 83 35 48
09.00 – 09.50 83 29 54
15.50 – 16.00 101 37 64
21.00 – 21.50 109 30 79
27.00 – 27.50 114 37 77
33.00 – 33.50 125 38 87
37.00 – 37.50 128 39 89

6.1.4. Persiapan Lahan Proyek


Berdasarkan survey awal yang dilakukan, didapatkan bahwa lahan proyek
cukup luas dan lahan proyek yang akan dikerjakan merupakan lahan kosong yang
ditumbuhi semak-semak, tidak ada utilitas atau existing structure pada lahan
tersebut. Menurut informasi penduduk sekitar, jenis tanah pada lokasi proyek
adalah tanah lempung ekspansif, yang bila musim panas akan cukup keras dan
pecah-pecah, tetapi bila musim hujan akan menjadi lumpur dan lembek.
Adapun pekerjaan persiapan yang dilakukan meliputi pekerjaan
pemagaran areal proyek, pekerjaan pembersihan semak-semak secara manual dan

95 Universitas Kristen Petra


menggunakan alat berat seperti back-hoe, mobilisasi alat berat, pekerjaan cut and
fill lahan dengan menggunakan buldozer dan back-hoe, penentuan titik awal dan
alur pergerakan alat berat yang digunakan untuk membersihkan lahan, persiapan
site lay-out proyek, pembuatan waduk penampung air (reservoir area) dan
pengerjaan haul road (rigid pavement).
Akses masuk-keluar kendaraan proyek ke site proyek melalui pintu
sebelah Utara, yakni diakses melalui jalan Mayjend Sungkono. Sedangkan untuk
kendaraan tamu direncanakan melalui pintu sebelah Selatan, melalui jalan
perumahan Kris Kencana.

Gambar 6.2. Site lay-out proyek Ciputra World


Sumber : PT. Adhikarya, Ciputra World (2007, p. 5)

96 Universitas Kristen Petra


6.1.5. Analisa Pertimbangan dan Penentuan Metode Pelaksanaan Basement
Dengan melakukan analisa site plan meliputi soil investigation dan site
investigation, didapatkan beberapa pertimbangan sebagai berikut :
 Proyek terletak di kawasan yang padat, di sekeliling lahan proyek terdapat
utilitas seperti jalan raya dan existing building. Oleh karena itu akan dipilih
metode pelaksanaan konstruksi yang tidak mengganggu areal sekitar proyek.
 Lahan proyek sangat luas dan tidak semua areal proyek akan dibangun, masih
banyak lahan kosong yang tersedia.
 Konstruksi basement proyek akan dikerjakan memanjang dari Utara ke
Selatan pada sisi barat site proyek. Oleh karena itu, pekerjaan galian
basement akan berbatasan langsung dengan jalan perumahan Kris Kencana di
sebelah Barat dan Selatan serta berbatasan dengan jalan Mayjend sungkono di
sebelah Utara. Oleh karena itu perlu dipertimbangkan penggunaan retaining
wall pada sebelah Utara, Selatan dan Barat.
 Kedalaman galian untuk proyek pembangunan mall adalah -7.00 meter dari
muka tanah dan untuk proyek pembangunan apartemen sekitar -12.00 hingga
-15.00 meter dari muka galian. Galian cukup dalam, sehingga perlu
dipertimbangkan penggunaan retaining wall atau pengecekan sudut
kemiringan lereng galian yang mungkin digunakan.
 Berdasarkan soil investigation, didapatkan bahwa jenis tanah pada site proyek
adalah tanah lempung berlanau merata pada tiap lapisan kedalaman tanah,
bersifat ekspansif, mempunyai potensi pemuaian yang cukup tinggi pada
musim hujan. Hal ini perlu diantisipasi pada saat pelaksanaan galian
basement, supaya tidak terjadi longsoran.
 Dominasi jenis tanah lempung berlanau pada site, menunjukkan bahwa tanah
memiliki permeabilitas yang rendah. Oleh karena itu perlu dipertimbangkan
resiko terjadinya genangan air pada lubang galian ketika musim hujan.
 Tidak dilakukan pengecekan muka air tanah secara periodik. Berdasarkan
hasil wawancara, diketahui level muka air tanah berada pada kedalaman
sekitar -30.00 m. Tidak diperlukan penurunan muka air tanah dengan
dewatering, karena tidak mengganggu pekerjaan dalam galian.

97 Universitas Kristen Petra


 Saluran pembuangan air utama yakni saluran air kota jalan Mayjend
Sungkono. Berdasarkan informasi yang dihimpun dari penduduk sekitar, jalan
Mayjend Sungkono rutin terjadi banjir pada musim hujan, genangan air banjir
cukup tinggi, ± 50 cm.
Berdasarkan beberapa analisa pertimbangan di atas, maka metode
pelaksanaan basement yang dapat digunakan, antara lain :
 Metode konstruksi yang digunakan metode cut and cover.
 Retaining wall akan digunakan pada sebelah Utara, Selatan dan Barat.
Sedangkan sisi Timur tidak dipasang retaining wall, hanya mengandalkan
slope stability galian.
 Metode dewatering yang digunakan adalah metode open pumping dengan
sistem sump and dicthes.
Seperti yang telah diketahui, metode cut and cover merupakan metode
konstruksi yang menggunakan dinding penahan tanah untuk melindungi galian
dari kelongsoran. Pemilihan metode ini didasarkan pada penggunaan retaining
wall pada proyek ini. Dapat disimpulkan, terdapat dua alasan yang cukup
mendasar mengapa dibutuhkan retaining pada proyek ini, sehingga pemilihan
metode yang digunakan adalah metode cut and cover.
Pertama, bangunan proyek yang dibangun memanjang dari Utara ke
Selatan di sisi barat site proyek, sehingga sisi timur site proyek terdapat ruang
kosong yang cukup luas. Walaupun demikian, proyek tidak bisa digarap
sepenuhnya dengan menggunakan metode open cut, karena basement proyek yang
akan dibangun, cukup dalam, khususnya pada galian apartemen yang berkisar
antara -12.00 hingga -15.00 meter dari muka tanah asli. Konstruksi basement yang
akan dibangun juga berbatasan langsung dengan jalan dan bangunan tetangga di
sebelah Utara dan Barat, sehingga lokasi tidak memungkinkan untuk penggunaan
slope antara 34o hingga 45o. Oleh karena itu, pada sebelah Utara dan Barat site
membutuhkan struktur dinding penahan penahan. Sedangkan sebelah Timur dan
Selatan site, dapat menggunakan slope antara 34o hingga 45o, karena masih ada
sisa ruang yang cukup untuk dilakukan metode open cut. Namun khusus untuk
sebelah Selatan site, dapat dipertimbangkan untuk memperkuat kemiringan lereng
dengan cerucuk atau soil nailing atau lainnya, karena mengingat sebelah Selatan

98 Universitas Kristen Petra


proyek berbatasan dengan jalan perumahan, sehingga perlu diantisipasi adanya
surcharge load.
Kedua, jenis tanah pada site didominasi oleh lempung pada tiap lapisan
kedalaman. Hasil soil investigation menunjukkan bahwa tanah memiliki potensi
pemuaian yang tinggi, artinya jika tanah mengalami penambahan jumlah kadar air
dalam jumlah tertentu dapat mengakibatkan kohesi tanah lempung menurun
sehingga tanah akan menjadi sangat lembek dan rawan longsor ketika musim
hujan. Oleh karena itu, untuk mencegah resiko terjadinya sliding, longsoran yang
dapat memicu terjadinya kerusakan struktural pada utilitas serta bangunan sekitar,
maka pada sebelah Utara dan Barat site diberi retaining wall yang cukup kokoh
dan memiliki kedalaman yang tepat. Lereng galian di sebelah timur site, harus
memiliki sudut kemiringan yang aman dan diproteksi dengan benar, seperti diberi
cerucuk kayu dan ditutupi terpal atau shot-crete. Sedangkan lereng galian di
sebelah Selatan site yang berbatasan dengan jalan perumahan dapat menggunakan
slope yang diperkuat dengan suatu struktur penahan tanah seperti melakukan soil
nailing atau menancapkan group bored.
Pemilihan metode yang akan digunakan adalah metode open pumping
dengan sump and ditches, dengan asumsi bahwa muka air tanah cukup dalam (-
30.00 meter) dan tidak mengganggu jalannya pekerjaan di dalam galian (-12.00
meter). Jenis tanah yang didominasi lempung dan lanau yang permeabilitasnya
sangat kecil sekali, dapat mengakibatkan terjadinya genangan air di dalam lubang
galian atau biasa disebut muka air tanah tersangkar (perched ground water level),
dimana muka air tanah di suatu tempat yang tidak terhubung secara hidrolis
dengan permukaan air tanah sesungguhnya khususnya pada musim penghujan.
Oleh karena itu akan disiapkan pompa dan parit untuk mengalirkan air
dalam lubang galian ke reservoir (waduk penampung air) di sisi Timur lahan
proyek, sebelum dibuang ke saluran air kota di jalan Mayjend Sungkono.
Reservoir dibutuhkan karena mempertimbangkan saluran air kota di jalan
Mayjend Sungkono sering kali gagal mengalirkan air ketika musim hujan, karena
air yang masuk melebihi batas layanan dan menyebabkan banjir di jalan Mayjend
Sungkono.

99 Universitas Kristen Petra


Gambar 6.3. Denah jalur pembuangan air menuju ke reservoir
Sumber : PT. Adhikarya, Ciputra World (2007, p. 8)

6.1.6. Metode Pelaksanaan di Lapangan dan Case Record


Metode pelaksanaan basement di Ciputra World menggunakan metode cut
and cover, dengan metode dewatering sistem open pumping dan menggunakan
dua macam retaining wall, yakni contigous bored pile wall dan secant pile wall.
Adapun pihak owner telah melakukan pemasangan contigous bored pile wall,
sedalam 12 meter di sebelah Utara site, sebelum serah terima pekerjaan pada
general contractor yakni PT. Adhikarya. Berbeda dengan pihak owner, retaining
wall yang dipasang oleh pihak PT. Adhikarya adalah secant pile, dengan
pertimbangan demi kelancaran proyek. Adapun denah retaining wall dapat dilihat
pada gambar 6.4.
Secara singkat, beberapa insiden yang pernah terjadi selama proyek
berlangsung, dapat dijelaskan sebagai berikut. Setelah serah terima pekerjaan
kepada PT. Adhikarya sebagai general contractor dari proyek Ciputra World,
maka mula-mula dilakukan galian secara open cut pada sisi sebelah Selatan site
untuk basement apartemen diperkuat dengan steel sheet pile. Pada musim hujan,
ketika sedang melakukan galian basement apartemen, steel sheet pile mengalami

100 Universitas Kristen Petra


sliding, sehingga mengakibatkan terjadinya longsoran di sebelah Selatan site.
Berdasarkan hasil wawancara, diketahui bahwa penyebab kegagalan steel sheet
pile mungkin karena pile yang ditancapkan kurang dalam dan akibat surcharge
load dari air hujan dan beban kendaraan yang lewat, serta upaya proteksi pada
lereng galian kurang maksimal.
Selama dilakukan penggalian dan pekerjaan basement mall di sebelah
Utara site, acapkali kontraktor direpotkan akibat adanya rembesan dari saluran air
di jalan Mayjend Sungkono. Hal ini terjadi karena retaining wall yang terpasang
adalah contigous bored wall yang tidak kedap air. Selain itu, selama proyek
berlangsung khususnya saat musim hujan, kontraktor acapkali kesulitan untuk
mengatasi banjir yang terjadi di dalam proyek. Hal ini terjadi karena intensitas
curah hujan yang cukup tinggi, didukung pula dengan adanya rembesan dari
saluran air kota di jalan Mayjend Sungkono.
Kontraktor telah berupaya untuk menyedot genangan air dan
membuangnya ke reservoir. Tetapi jika kapasitas reservoir sudah penuh, maka air
yang tertampung tidak selalu bisa langsung dibuang ke saluran air Mayjend
Sungkono, karena belum tentu saluran air Mayjend Sungkono dapat mengalirkan
air tersebut. Mengingat bahwa jalan Mayjend Sungkono rutin terjadi banjir pada
saat musim hujan. Hal ini dilakukan untuk mencegah banjir di jalan Mayjend
Sungkono tambah parah dan merembes masuk kembali ke dalam site. Jadi bisa
dikatakan kesulitan dewatering pada Ciputra World adalah pengendalian surface
drainage yang sangat merepotkan, sehingga wajar jika banjir dalam site tidak
dapat dihindari.
Beberapa langkah yang diambil kontraktor untuk menyelesaikan masalah
yang terjadi, antara lain dengan memasang secant pile wall di sebelah Barat dan
Selatan proyek. Adapun kedalaman secant pile sebagai beikut:
 Tipe 1, sedalam -15.00 meter dari dasar galian basement apartemen lantai 2,
di sisi sebelah Selatan, pada as H-M.
 Tipe 2, sedalam -12.00 meter dari dasar galian basement apartemen lantai 2,
di sisi sebelah Selatan, selain as H-M.
 Tipe 3, sedalam -19.00 meter dari muka tanah, di sisi sebelah Barat, untuk
galian apartemen.

101 Universitas Kristen Petra


 Tipe 4, sedalam -12.00 meter dari muka tanah, di sisi sebelah Barat, untuk
galian mall.
Faktor utama pemilihan secant pile wall sebagai retaining wall adalah untuk
mencegah terjadinya rembesan seperti pada sisi Utara site. Walaupun level muka
air tanah sangat dalam (sekitar -30.00 meter), namun rembesan akibat air hujan
maupun air dari selokan juga harus dipertimbangkan.
Selain itu, kontraktor juga memasang group bored pile sedalam 12 meter,
berdiameter 40 cm yang diikat dengan profil baja C.100.50 untuk memperkuat
lereng galian sebelah Selatan yang longsor. Serta untuk mencegah terjadinya
rembesan dari saluran air Mayjend Sungkono, maka contigous bored pile wall
dilapisi dinding tanggulan. Lebih jelasnya dapat dilihat pada lampiran 3
CONTIGOUS BORED PILE SISI

SECANT PILE SISI KRIS


SUNGKONO (by WRC)

KENCANA (APT)
1 3

2
SECANT PILE SISI VIDA (MALL)

Gambar 6.4. Denah retaining wall yang terpasang saat ini


Sumber : PT. Adhikarya, Ciputra World Surabaya (2007, p. 15)

102 Universitas Kristen Petra


6.2. Contoh Kasus Proyek Gedung Graha Bukopin Surabaya
6.2.1. Gambaran Umum
Lokasi proyek Gedung Graha Bukopin terletak di kawasan central
business district Surabaya Pusat, yang strategis dan padat, tepatnya di Jalan
Panglima Sudirman. Adapun proyek memiliki batas-batas sebagai berikut:
 Utara : Jalan Embong Trengguli.
 Selatan : Gedung Perdana Elektronik (ex-Unilever).
 Barat : Sekolah SMP Petra.
 Timur : Jalan Panglima Sudirman.
Proyek Gedung Graha Bukopin yang dibangun, terdiri dari sub-structure
berupa semi-basement 1 lantai dan deep basement 2 lantai serta upper-structure
berupa gedung 13 lantai. Adapun elevasi semi basement, basement lantai 1 dan
basement lantai 2 masing-masing adalah -0.95 meter, -4.45 meter dan -7.75 meter
dari muka tanah asli.

Gambar 6.5. Peta lokasi proyek Graha Bukopin


Sumber : PT. Pembangunan Perumahan, Graha Bukopin (2006, p. 1)

103 Universitas Kristen Petra


6.2.2. Soil Investigation (Penyelidikan Tanah)
Pada proyek Gedung Graha Bukopin dilakukan 2 macam penyelidikan
tanah yaitu :
a) Penyelidikan di lapangan, meliputi tes sondir (3 titik sontir berat dan 4 titik
sondir ringan), 2 titik tes boring dengan SPT (Standard Penetration Test),
pengambilan undisturbed sample dengan piston sampling dan cek kedalaman
muka air tanah serta field vane test.
b) Pengujian laboratorium diutamakan pada pengujian kuat geser tanah dan uji
konsolidasi serta pengujian lainnya untuk menentukan klasifikasi tanahnya.

6.2.3. Hasil Soil Investigation (Penyelidikan Tanah)


Berdasarkan hasil penyelidikan tanah, diketahui tinggi muka air tanah
terletak pada kedalaman antara -0.60 hingga -0.80 meter dari permukaan tanah.
Kondisi tanah dasar dapat dikatakan kurang seragam namun memiliki tren
kekuatan tanah yang cukup tipikal. Hal tersebut ditunjukkan pada perbandingan
nilai N (SPT) dan Qc (sondir) pada tiap titik yang tidak berbeda terlalu signifikan.
Adapun tabel rekapitulasi hasil tes boring dan SPT, dapat dilihat pada tabel di
bawah ini.

Tabel 6.5. Boring Log B-1


Kedalaman Deskripsi Tanah SPT Kepadatan
(m)
00.00 – 00.30 Gragal _ _
00.30 – 21.00 Lempung, abu-abu 2-3 Lunak
21.00 – 23.00 Lempung berpasir halus, abu-abu 4 Lunak
23.00 – 27.00 Lanau berpasir halus, berkerikil, 35 – 45 Keras
abu-abu
27.00 – 29.00 Lanau berlempung, sedikit pasir 23 Sangat kaku
halus, abu-abu
29.00 – 30.00 Pasir halus berlempung dan kerikil, 39 Keras
abu-abu

104 Universitas Kristen Petra


Tabel 6.6. Boring Log B-2
Kedalaman Deskripsi Tanah SPT Kepadatan
(m)
00.00 – 00.30 Gragal _ _
00.30 – 02.75 Pasir halus berkerikil, coklat 9 Lunak
keabu-abuan
2.75 – 21.00 Lempung, coklat keabu-abuan 1-3 Sangat lunak
s/d lunak
21.00 – 23.00 Lempung berpasir halus, abu-abu 5 Medium
23.00 – 27.00 Lanau berpasir halus, berkerikil, 29 – 55 Sangat kaku
abu-abu kecoklatan s/d keras
27.00 – 29.00 Lanau, sedikit pasir sangat halus, 19 Sangat kaku
coklat
29.00 – 33.00 Pasir halus berlempung, abu-abu 33 – 45 Keras
33.00 – 40.00 Lempung kelanauan, abu-abu, 20 - 32 Sangat kaku
coklat s/d keras

Tanah dasar dapat dibedakan menjadi 2 macam, yakni lapisan atas yang
lunak dan lapisan bawah yang sangat kaku dan keras. Lapisan atas tanah dasar
didominasi endapan lempung lunak hingga kedalaman 21.00-23.00 meter, dengan
indeks plastisitas yang tinggi (CH) dan lapisan bawahnya terdiri dari lanau dan
pasir halus. Berdasarkan hasil penyelidikan tanah di laboratorium hingga
kedalaman -11.50 meter, didapatkan batas-batas atterberg yang dapat
menunjukkan indeks plastisitas tanah dasar. Nilai indeks plastisitas terendah
adalah 33 % dan tertinggi adalah 85 %. Berdasarkan korelasi rata-rata antara nilai
indeks plastisitas dan liquid limit, didapatkan bahwa tanah galian tergolong tanah
lempung plastisitas tinggi, yang praktis kedap air (permeabilitas sangat kecil
sekali). Hal ini menunjukkan bahwa tanah mempunyai potensi pemuaian (swelling
atau expansion) yang sangat tinggi (lebih dari 32%). Adapun rekapitulasi nilai
indeks plastisitas dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

105 Universitas Kristen Petra


Tabel 6.7. Indeks Plastisitas B-1
Kedalaman (m) LL (%) PL (%) IP (%)
03.50 124 39 85
05.50 107 42 65
07.50 75 42 33
09.50 112 41 71
11.50 115 43 72

Tabel 6.8. Indeks Plastisitas B-2


Kedalaman (m) LL (%) PL (%) IP (%)
03.50 83 40 43
05.50 115 42 73
07.50 74 32 42
11.50 106 40 66

6.2.4. Persiapan Lahan Proyek


Berdasarkan hasil survei yang dilakukan terdahulu, didapatkan bahwa
pada lahan proyek tidak terlalu luas, terdapat sisa-sisa existing structure yang
ditumbuhi semak-semak. Lahan proyek terletak di kawasan yang padat, diapit dua
existing building di sebelah Selatan dan Barat.

Gambar 6.6. Denah situasi proyek gedung Graha Bukopin


Sumber : PT. Pembangunan Perumahan, Graha Bukopin (2006, p. 6)

106 Universitas Kristen Petra


Adapun pekerjaan persiapan yang dilakukan meliputi pekerjaan
pemagaran areal proyek, pekerjaan pembersihan semak-semak dan sisa-sisa
existing structure secara manual dan menggunakan alat berat seperti back-hoe,
mobilisasi alat berat, penentuan titik awal dan alur pergerakan alat berat yang
digunakan untuk membersihkan lahan, persiapan site lay-out proyek. Perencanaan
akses masuk-keluar kendaraan proyek maupun tamu melalui jalan Panglima
Sudirman dan jalan Embong Trengguli

Gambar 6.7. Site lay-out proyek saat persiapan dan pelaksanaan semi-basement
Sumber : PT. Pembangunan Perumahan, Graha Bukopin (2006, p. 9)

Gambar 6.8. Site lay-out saat pengerjaan upper-structure


Sumber : PT. Pembangunan Perumahan, Graha Bukopin (2006, p. 10)

107 Universitas Kristen Petra


6.2.5. Analisa Pertimbangan dan Penentuan Metode Pelaksanaan Basement
Dengan melakukan analisa site plan, meliputi soil investigation dan site
investigation, didapatkan beberapa pertimbangan sebagai berikut :
 Proyek terletak di kawasan yang padat, di sekeliling site terdapat utilitas
seperti jalan raya dan existing building. Oleh karena itu perlu metode
pelaksanaan konstruksi yang tepat sehingga tidak mengganggu areal sekitar
proyek.
 Lahan proyek tidak terlalu luas, konstruksi upper-structure yang akan
dibangun terletak di tengah-tengah lahan proyek, sehingga sisa lahan yang
tersisa, akan dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk stock material, tempat
fabrikasi serta fasilitas proyek lainnya sesuai dengan perencanaan site lay-
out. Tetapi konstruksi basement lantai 1 dan 2 akan dibangun pada seluruh
lahan proyek.
 Kedalaman galian proyek cukup dalam, lebih dari 8 meter dari muka tanah
asli. Oleh karena itu perlu perencanaan penggunaan retaining wall yang tepat.
 Berdasarkan hasil soil investigation, hingga akhir kedalaman galian yakni
sekitar -8.00 meter, tanah galian didominasi oleh tanah lempung yang lunak
dan ekspansif.
 Dominasi tanah lempung pada lapisan atas tanah dasar yang memiliki
permeabilitas amat kecil pada galian, menimbulkan resiko terjadinya
genangan air pada lubang galian.
 Berdasarkan hasil soil investigation, tinggi muka air tanah terletak pada
kedalaman -0.6 hingga -0.8 meter dari muka tanah asli.
 Terdapat saluran pembuangan air di jalan Panglima Sudirman.
Berdasarkan beberapa analisa pertimbangan di atas, maka metode
pelaksanaan yang dapat digunakan antara lain :
 Metode konstruksi yang digunakan adalah metode top-down.
 Retaining wall mutlak diperlukan untuk menahan tekanan tanah lateral yang
besar dari sekitarnya, sekaligus sebagai dinding basement.
 Metode dewatering yang digunakan adalah kombinasi metode ground water
lowering (deep-well drainage) dengan metode open pumping (sump and
ditches) atau menggunakan metode open pumping saja.

108 Universitas Kristen Petra


Metode top-down merupakan metode konstruksi yang memungkinkan
pelaksanaan konstruksi sub-structure (basement) berjalan bersamaan dengan
pelaksanaan upper-structure. Berbeda dengan metode cut and cover, pada
metode ini, galian basement dilakukan secara bertahap sejalan dengan pekerjaan
konstruksi basement yang dikerjakan dari atas ke bawah, dimulai dari semi-
basement kemudian basement lantai 1 hingga berlanjut ke basement lantai 2.
Adapun pemilihan metode top-down berdasarkan beberapa pertimbangan
sebagai berikut:
 Proyek terletak di kawasan yang padat.
 Konstruksi basement yang direncanakan adalah 1 lantai semi-basement dan 2
lantai deep basement, sehingga tentu galian akan cukup dalam.
 Konstruksi basement lantai 1 dan 2 akan dibangun pada seluruh lahan proyek.
 Penggunaan metode top-down dapat mempercepat pelaksanaan konstruksi
proyek secara keseluruhan, karena pekerjaan konstruksi upper-structure dapat
dikerjakan bersamaan dengan sub-structure (basement).
 Balok pada lantai basement dapat berfungsi sebagai struting, sehingga tidak
perlu menggunakan struting sementara atau anchor.
 Galian basement dilakukan bertahap, sehingga dapat memperkecil resiko
terjadinya heave, akibat pengurangan beban tanah pada dalam galian.
Sedangkan untuk penggunaan retaining, hal ini mutlak diperlukan karena
basement yang dibangun cukup dalam dan berbatasan langsung dengan existing
building. Lagipula, tidak mungkin dilakukan metode top-down tanpa
menggunakan retaining wall. Mengingat basement lantai 1 dan 2 akan dibangun
pada seluruh lahan proyek, maka penggunaan retaining wall sekaligus berfungsi
sebagai dinding basement. Pemilihan retaining wall berjalan bersamaan dengan
penentuan metode dewatering. Pemilihan retaining wall yang kedap air seperti
secant pile atau diaphragma wall, jika dewatering dengan menggunakan sistem
open pumping atau jika sistem ground water lowering tidak dapat dilakukan.
Namun, pemilihan retaining wall yang tidak kedap air seperti contigous bored
pile wall, jika dewatering dengan sistem ground water lowering dapat dilakukan.
Berdasarkan hasil penyelidikan tanah, diketahui level muka air tanah
cukup tinggi, sekitar -0.6 hingga -0.8 meter dari permukaan tanah. Tetapi perlu

109 Universitas Kristen Petra


diperhatikan jenis tanah pada proyek didominasi oleh lempung atau lanau di tiap
lapisan. Oleh karena itu, dapat diperkirakan dewatering dengan sistem ground
water lowering seperti wellpoint systems, tidak dapat menyedot air tanah secara
efektif karena permeabilitasnya amat kecil. Hal ini mengacu pada tabel 5.1 pada
bab 5, mengenai korelasi perkiraan metode dewatering dengan permeabilitas
tanah. Maka, dipertimbangkan penggunaan sistem open pumping dengan
membuat bak pengumpul air atau sump pada galian.

6.2.6. Metode Pelaksanaan di Lapangan dan Case Record


Metode pelaksanaan basement di Graha Bukopin menggunakan metode
top-down, dengan retaining wall berupa contigous bored pile wall dan steel sheet
pile wall serta metode dewatering sistem open pumping. Adapun tahapan metode
pelaksanaan konstruksi basement Graha Bukopin, dapat dilihat selengkapnya di
lampiran 4 dan lampiran 5.
Di samping pelaksanaan metode top-down yang cukup rumit, pada
pelaksanaan konstruksi basement di proyek ini, terjadi beberapa permasalahan
yang cukup serius seperti sliding pada dinding penahan tanah dan rembesan.
Pada awal mulanya, digunakan steel sheet pile sedalam 12 meter sebagai
retaining wall pada proyek ini. Tetapi, permasalahan terjadi karena steel sheet pile
kurang panjang, tidak cukup dalam, sehingga pada saat dilakukan penggalian
basement lantai satu sedang berlangsung dan balok serta plat lantai semi-basement
telah selesai dikerjakan. Adapun steel sheet pile wall pada sisi sebelah Selatan
yang berbatasan dengan gedung Perdana Elektronik, terlihat miring (mengalami
sliding). Hal ini menyebabkan proyek terhenti sementara, untuk diadakan evaluasi
dan mencari solusi penanganan.
Langkah konkret yang diambil pihak kontraktor adalah mengurug kembali
di sekeliling galian dengan sirtu dan memasang retaining wall tambahan, yakni
contigous bored pile wall sedalam 26 meter. Adapun pemasangan contigous
bored pile wall berada pada sisi sebelah luar steel sheet pile wall. Tetapi pada
beberapa lokasi yang tidak memungkinkan, maka contigous bored pile wall
dipasang pada sisi sebelah dalam steel sheet pile wall.

110 Universitas Kristen Petra


Pemilihan contigous bored pile wall bisa dikatakan tidak sepenuhnya tepat
karena contigous bored pile wall tidak kedap air. Hal ini ditunjukkan dengan
adanya beberapa titik rembesan pada retaining wall pada sisi sebelah barat yang
berbatasan dengan gedung sekolah SMPK Petra. Selain mengganggu pekerjaan
konstruksi basement, yang menjadi masalah sesungguhnya adalah rembesan yang
terjadi, disertai dengan butir-butir pasir halus ikut keluar terbawa oleh air tanah.
Hal ini mengakibatkan terjadi penurunan (settlement) dan retak pada gedung
sekolah SMPK Petra.
Perlu diketahui bahwa semula metode dewatering yang direncanakan
adalah sistem ground water lowering dengan deep well. Tetapi pada kenyataannya
pompa tidak dapat bekerja efektif, pompa hanya menyerap air selama beberapa
waktu saja, setelah itu sudah tidak ada air tanah yang terserap. Hal ini
diperkirakan terjadi karena permeabilitas tanah yang sangat kecil atau pemilihan
jenis pompa yang kurang tepat. Metode dewatering yang dilakukan selanjutnya
adalah open pumping. Oleh karena itu, diperkirakan muka air tanah di sebelah luar
galian lebih tinggi dari dasar galian, sehingga cukup memungkinkan jika terjadi
rembesan.
Langkah yang diambil guna mencegah terjadinya rembesan secara terus
menerus adalah memasang pipa-pipa PVC kecil yang ujungnya telah diberi
geotextile pada titik-titik rembesan. Guna pipa-pipa ini adalah untuk membiarkan
air tanah dapat keluar tetapi geotextile yang terpasang dapat mencegah butir pasir
halus ikut terbawa oleh air yang keluar. Pipa-pipa kecil ini tidak hanya dipasang
pada titik-titik rembesan saja, tetapi pada seluruh dinding retaining wall dengan
jarak tertentu.

6.3. Contoh Kasus Proyek Gedung Perkantoran dan Perdagangan (Graha


Sampoerna Surabaya)
6.3.1. Gambaran Umum
Lokasi proyek gedung perkantoran dan perdagangan (Graha Sampoerna)
ini terletak di kawasan Surabaya Timur yang sedang berkembang, tepatnya di
jalan Kertajaya Indah Timur 18. Adapun proyek ini terletak di jalan protokol
yang cukup ramai dan dikelilingi oleh lahan kosong, rawa dan sawah.

111 Universitas Kristen Petra


U

Gedung Graha
Sampoerna

Gambar 6.9. Peta lokasi proyek


Sumber : PT. Tata Mulia Raya, Graha Sampoerna (2008, p. 1)

Proyek Proyek Gedung Perkantoran dan Perdagangan (Graha Sampoerna)


yang dibangun, terdiri dari sub-structure berupa deep basement 1 lantai dan
upper-structure berupa gedung 10 lantai dilengkapi sebuah heli-pad pada atap
gedung. Elevasi lantai basement adalah -3.20 meter dari permukaan tanah.

6.3.2. Soil Investigation (Penyelidikan Tanah)


Pada proyek Gedung Graha Sampoerna dilakukan 2 macam penyelidikan
tanah yaitu :
a) Penyelidikan di lapangan, meliputi 2 titik tes sondir ringan, 5 titik tes boring
dengan SPT (Standard Penetration Test), pengambilan undisturbed sample
dengan open drive sampling dan cek kedalaman muka air tanah.
b) Pengujian laboratorium diutamakan pada pengujian kuat geser tanah dan
pengujian lainnya untuk menentukan klasifikasi tanahnya.

6.3.3. Hasil Soil Investigation (Penyelidikan Tanah)


Berdasarkan hasil penyelidikan tanah, diketahui tinggi muka air tanah
terletak pada kedalaman sekitar -1.50 meter dari permukaan tanah. Kondisi tanah
dasar dapat dikatakan kurang seragam namun memiliki trend kekuatan tanah yang
cukup tipikal. Hal tersebut ditunjukkan pada perbandingan nilai N (SPT) dan Qc

112 Universitas Kristen Petra


(sondir) pada tiap titik yang tidak berbeda terlalu signifikan. Adapun tabel
rekapitulasi hasil tes boring dan SPT tiap titik, dapat dilihat pada tabel-tabel di
bawah ini.

Tabel 6.9. Boring Log B-1


Kedalaman Deskripsi Tanah SPT Kepadatan
(m)
00.00 – 01.00 Urugan _ _
01.00 – 02.00 Lempung, abu-abu 0 Sangat lunak
02.00 – 04.00 Lempung, agak kepasiran, abu-abu 0 Sangat lunak
04.00 – 05.50 Lempung berpasir, abu-abu 0 Sangat lunak
05.50 – 06.00 Pasir halus berlempung, abu-abu 0 Sangat lunak
06.00 – 08.00 Pasir halus sedikit lempung, abu- 0 Sangat lunak
abu
08.00 – 09.50 Pasir halus dan pecahan kulit 6 Medium
kerang, abu-abu
09.50 – 11.00 Lempung berpasir, abu-abu 0 Sangat lunak
11.00 – 12.00 Pasir halus dan pecahan kulit 5 Medium
kerang, abu-abu
12.00 – 14.00 Lanau berlempung kepasiran, 11 Kaku
coklat kekuningan
14.00 – 19.00 Lempung berlanau, coklat, abu-abu 17 – 26 Sangat kaku
kekuningan
19.00 – 23.00 Lanau berpasir, coklat 33 – 44 Keras
23.00 – 24.00 Lempung berlanau, abu-abu 30 Sangat kaku
24.00 – 29.00 Lempung, abu-abu kekuningan 26 – 30 Sangat kaku
29.00 – 37.00 Lempung, abu-abu 19 – 35 Sangat kaku
37.00 – 39.00 Lanau berlempung, abu-abu 75 Keras
39.00 – 45.00 Lempung, abu-abu 44 – 75 Keras

113 Universitas Kristen Petra


Tabel 6.10. Boring Log B-2
Kedalaman Deskripsi Tanah SPT Kepadatan
(m)
00.00 – 01.00 Urugan _ _
01.00 – 02.00 Lempung, abu-abu 1 Sangat lunak
02.00 – 03.00 Lempung berpasir, abu-abu 1 Sangat lunak
03.00 – 04.00 Lempung, abu-abu 1 Sangat lunak
04.00 – 07.00 Pasir halus berlempung, abu-abu 2 Sangat lunak
07.00 – 09.00 Pasir halus dan pecahan kulit 6 Medium
kerang, abu-abu
09.00 – 12.00 Lempung dan pasir, abu-abu 2 Sangat lunak
12.00 – 14.00 Lanau dan pasir, abu-abu 12 Kaku
kekuningan
14.00 – 15.00 Lanau berpasir, coklat 29 Sangat kaku
15.00 – 17.00 Lanau berlempung, coklat 26 Sangat kaku
17.00 – 21.00 Lempung, abu-abu kekuningan 20 – 21 Sangat kaku
21.00 – 25.00 Lanau berlempung kepasiran, 38 – 48 Keras
coklat
25.00 – 27.00 Lanau berlempung, coklat 29 Sangat kaku
27.00 – 37.00 Lempung, abu-abu gelap 25 – 29 Sangat kaku
37.00 – 42.00 Lempung berlanau, abu-abu gelap 50 – 75 Keras
42.00 – 45.00 Lempung, abu-abu gelap 42 – 53 Keras

Tabel 6.11. Boring Log B-3


Kedalaman Deskripsi Tanah SPT Kepadatan
(m)
00.00 – 01,00 Urugan - -
01.00 – 02.00 Pasir halus berlempung, abu-abu 0 Sangat lunak
02.00 – 04.00 Lempung, abu-abu 0 Sangat lunak
04.00 – 07.00 Pasir halus berlempung, abu-abu 1 Sangat lunak
07.00 – 09.00 Lempung, abu-abu 1 Sangat lunak
09.00 – 12.00 Lempung agak berpasir, abu-abu 1 Sangat lunak

114 Universitas Kristen Petra


Tabel 6.11. Boring Log B-3 (sambungan)
Kedalaman Deskripsi Tanah SPT Kepadatan
(m)
12.00 – 15.00 Lanau berpasir, kelempungan, abu- 16 – 24 Sangat kaku
abu kekuningan
15.00 – 17.00 Lempung, abu-abu 26 Sangat kaku
17.00 – 19.00 Lempung berlanau, abu-abu 22 Sangat kaku
kecoklatan
19.00 – 25.00 Lanau berlempung agak kepasiran, 27 – 55 Sangat kaku
coklat s/d keras
25.00 – 29.00 Lempung berlanau, abu-abu 24 – 27 Sangat kaku
kecoklatan
29.00 – 45.00 Lempung, abu-abu 25 – 59 Sangat kaku
s/d keras

Tabel 6.12. Boring Log B-4


Kedalaman Deskripsi Tanah SPT Kepadatan
(m)
00.00 – 01.00 Urugan _ _
01.00 – 03.00 Lempung, abu-abu 2 Lunak
03.00 – 05.00 Pasir halus, abu-abu 0 Sangat lunak
05.00 – 07.00 Lempung berpasir, abu-abu 0 Sangat lunak
07.00 – 08.00 Lempung agak kepasiran, abu-abu 1 Sangat lunak
08.00 – 09.00 Lempung berpasir, coklat 1 Sangat lunak
09.00 – 11.00 Pasir halus dan pecahan kerang, 1 Sangat lunak
abu-abu
11.00 – 15.00 Lanau berpasir, coklat 26 – 38 Sangat kaku
15.00 – 17.00 Lempung berlanau, abu-abu 18 Sangat kaku
kecoklatan
17.00 – 19.00 Lanau berpasir, coklat 44 Keras
19.00 – 21.00 Lanau berlempung, agak kepasiran, 21 Sangat kaku
coklat

115 Universitas Kristen Petra


Tabel 6.12. Boring Log B-4 (sambungan)
Kedalaman Deskripsi Tanah SPT Kepadatan
(m)
21.00 – 25.00 Lanau berlempung, abu-abu 23 – 27 Sangat kaku
kecoklatan
25.00 – 29.00 Lempung berlanau, abu-abu 23 – 24 Sangat kaku
kecoklatan
29.00 – 33.00 Lempung, abu-abu 24 – 25 Sangat kaku
33.00 – 35.00 Lanau berlempung, abu-abu gelap 75 Keras
35.00 – 41.00 Lempung berlanau, abu-abu gelap 39 – 75 Keras
41.00 – 45.00 Lempung, abu-abu 42 – 44 Keras

Tabel 6.13. Boring Log B-5


Kedalaman Deskripsi Tanah SPT Kepadatan
(m)
00.00 – 01.00 Urugan _ _
01.00 – 04.00 Lempung, abu-abu 2 Lunak
04.00 – 06.00 Lempung agak berpasir, abu-abu 1 Sangat lunak
06.00 – 09.00 Pasir halus berlempung, abu-abu 3–5 Lunak s/d
medium
09.00 – 11.00 Pasir halus dan pecahan kerang, 2 Lunak
abu-abu
11.00 – 13.00 Lanau berlempung, coklat 15 Kaku
13.00 – 15.00 Lempung berlanau, abu-abu 22 Sangat kaku
kekuningan
15.00 – 23.00 Lanau berlempung, coklat 26 – 36 Sangat kaku
s/d keras
23.00 – 25.00 Lempung berlanau, coklat 25 Sangat kaku
25.00 – 35.00 Lempung, abu-abu 23 – 60 Sangat kaku
s/d keras

116 Universitas Kristen Petra


Tabel 6.13. Boring Log B-5 (sambungan)
Kedalaman Deskripsi Tanah SPT Kepadatan
(m)
35.00 – 41.00 Lempung berlanau, abu-abu 39 – 75 Keras
41.00 – 45.00 Lempung, abu-abu 41 – 43 Keras

Tanah dasar dapat dibedakan menjadi 3 macam, yakni lapisan atas yang
lunak hingga kedalaman sekitar -11.00 meter, lapisan tengah yang lebih kaku dari
kedalaman -11.00 meter hingga -35.00 meter dan lapisan bawah yang keras.
Berdasarkan hasil penyelidikan tanah di laboratorium hingga kedalaman 8.00
meter, batas-batas atterberg yang dapat menunjukkan indeks plastisitas tanah
dasar. Nilai indeks plastisitas terendah adalah 40 % dan tertinggi adalah 60 %.
Berdasarkan korelasi rata-rata antara nilai indeks plastisitas dan liquid
limit, didapatkan bahwa tanah dasar tergolong tanah lanau kepasiran halus atau
lempung plastisitas tinggi, dengan permeabilitas antara sedang hingga kecil sekali.
Nilai indeks plastisitas yang tinggi pada tiap lapisan menunjukkan bahwa tanah
diperkirakan memiliki potensi pemuaian yang cukup tinggi. Adapun rekapitulasi
nilai indeks plastisitas dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 6.14. Indeks Plastisitas B-2


Kedalaman (m) LL (%) PL (%) IP (%)
02.00 99 48 51
04.00 95 49 46

Tabel 6.15. Indeks Plastisitas B-3


Kedalaman (m) LL (%) PL (%) IP (%)
04.00 105 45 60
08.00 82 42 40

Tabel 6.16. Indeks Plastisitas B-4


Kedalaman (m) LL (%) PL (%) IP (%)
08.00 80 34 46

117 Universitas Kristen Petra


Tabel 6.17. Indeks Plastisitas B-5
Kedalaman (m) LL (%) PL (%) IP (%)
02.00 66 36 30
04.00 102 44 58
08.00 99 39 60

6.3.4. Persiapan Lahan Proyek


Berdasarkan hasil survei yang dilakukan terdahulu, didapatkan bahwa
pada lahan proyek tidak terlalu luas, lahan proyek berupa rawa yang ditumbuhi
oleh semak-semak dan tanpa ada existing structure. Di sekeliling proyek
merupakan lahan terbuka berupa sawah dan rawa. Jarak antara existing building
dengan galian proyek cukup jauh.
Adapun pekerjaan persiapan yang dilakukan meliputi pekerjaan
pemagaran areal proyek, pekerjaan pembersihan semak-semak secara manual,
pengurugan sirtu setebal ± 60 cm dan persiapan site lay-out proyek. Akses masuk-
keluar kendaraan proyek maupun tamu dipastikan hanya dapat melalui jalan
Kertajaya Indah Timur.

6.3.5. Analisa Pertimbangan dan Penentuan Metode Pelaksanaan Basement


Dengan melakukan analisa site plan, meliputi soil investigation dan site
investigation, didapatkan beberapa pertimbangan sebagai berikut :
 Proyek terletak di kawasan yang tidak padat, dikelilingi oleh lahan kosong
dan hanya berbatasan dengan jalan raya di sebelah Timur.
 Lahan proyek tidak terlalu sempit dan konstruksi basement yang dibangun,
terletak di tengah-tengah lahan proyek, namun berbatasan dengan saluran air
di sebelah timur. Adapun lahan yang tersisa, akan dimanfaatkan semaksimal
mungkin untuk haul road, stock material, tempat fabrikasi serta fasilitas
proyek lainnya sesuai dengan perencanaan site lay-out.
 Kedalaman galian basement sekitar 4 meter, tetapi pada bagian belakang
terdapat galian untuk ruang genset sedalam -5.80 meter dari muka tanah asli.
 Berdasarkan hasil soil investigation, hingga akhir kedalaman galian yakni
sekitar -4.00 meter hingga -5.80 meter, tanah galian didominasi oleh tanah

118 Universitas Kristen Petra


lempung dengan pasir halus, yang sangat lunak dan memiliki potensi
pemuaian yang tinggi pula.
 Dominasi tanah lempung pada lapisan atas tanah dasar yang memiliki
permeabilitas amat kecil pada galian, sehingga air susah meresap ke dalam
tanah.
 Berdasarkan hasil soil investigation, tinggi muka air tanah terletak pada
kedalaman -1.50 dari permukaan tanah.
 Terdapat 2 saluran pembuangan air yang cukup besar, yakni sebelah utara dan
Timur lahan proyek.
Berdasarkan beberapa analisa pertimbangan di atas, maka metode
pelaksanaan yang dapat digunakan antara lain :
 Metode konstruksi yang digunakan adalah metode open cut.
 Retaining wall tidak diperlukan.
 Metode dewatering yang digunakan adalah metode open pumping dengan
sistem sump-ditches.
Metode open cut merupakan metode konstruksi yang paling sederhana,
tanpa menggunakan retaining wall. Mula-mula dilakukan penggalian hingga dasar
galian, lalu dilanjutkan dengan pengerjaan konstruksi bangunan dari bawah ke
atas (bottom up). Metode ini dipilih, karena mengacu hasil dari site investigation,
dimana lokasi proyek terletak di kawasan yang tidak terlalu padat dan di
sekeliling proyek merupakan lahan kosong. Selain itu, galian proyek terletak di
tengah-tengah site, terdapat ruang yang cukup untuk mendapatkan kemiringan
lereng galian (slope) yang aman, sehingga tidak perlu menggunakan dinding
penahan tanah.
Berdasarkan hasil soil investigation, tanah galian didominasi oleh lempung
dan memiliki potensi pemuaian yang tinggi. Hal ini cukup rawan, khususnya pada
musim hujan karena penambahan kadar air dapat menyebabkan terjadinya
kegagalan lereng galian (longsor atau sliding). Oleh karena itu, perlu
dipertimbangkan upaya untuk melindungi lereng galian, sehingga tidak
mengganggu kestabilan lereng galian. Penggunaan shot-crete dapat menjadi solusi
alternatif untuk mengamankan lereng galian. Sudut kemiringan lereng galian yang

119 Universitas Kristen Petra


aman sekitar 300 hingga 350. Adapun penggunaan shot-crete dapat
memungkinkan sudut kemiringan lereng galian lebih besar dari 350.
Metode open pumping dipilih sebagai metode dewatering proyek ini,
dengan pertimbangan bahwa tanah dasar cenderung didominasi oleh lempung
hingga kedalaman sekitar -11.00 meter dari permukaan tanah. Adapun kedalaman
galian proyek antara -4.00 meter hingga -5.80 meter, sehingga diperkirakan tidak
akan efektif jika menggunakan wellpoint maupun deep-well, karena tanah
lempung memiliki permeabilitas sangat kecil (kurang dari 10-10 m/s). Hal ini
mengacu pada tabel 5.1. pada bab 5, mengenai korelasi perkiraan metode
dewatering dengan permeabilitas tanah.

6.3.6. Metode Pelaksanaan di Lapangan dan Case Record


Metode pelaksanaan basement di Gedung Perkantoran dan Perdagangan
Kertajaya (Graha Sampoerna) menggunakan metode open cut, dengan retaining
wall berupa steel sheet pile wall dan metode dewatering menggunakan kombinasi
sistem deep-well serta sistem sump-ditches. Adapun gambar dan metode
pelaksanaan konstruksi basement proyek ini, dapat dilihat selengkapnya di
lampiran 6, 7, 8 dan 9.
Pada proyek ini, digunakan metode open cut dengan sudut kemiringan
lereng galian 450 pada sisi sebelah Utara, Barat dan Selatan. Pada seluruh lereng
galian diperkuat dengan shot-crete yang diberi chicken-mesh double. Adapun
lereng galian dibuat menjadi 2 tahap, dilengkapi dengan parit-parit (ditches) yang
mengalirkan air ke bak pengumpul (sump). Pada lereng galian juga dipasang pipa-
pipa perforated untuk mengeluarkan air tanah ke parit-parit yang tersedia,
sehingga dapat menjaga lereng galian.
Retaining wall menggunakan steel sheet pile dipasang pada sisi sebelah
timur proyek. Hal ini berdasarkan pertimbangan kontraktor bahwa di sebelah
timur proyek terdapat jalan raya dan saluran pembuangan air yang cukup besar.
Steel sheet pile wall dipakai untuk menahan tekanan tanah lateral dan surcharge
load dari kendaraan yang melewati jalan tersebut. Selain itu, jika pemasangan
steel sheet pile dilakukan dengan benar maka akan menjadi kedap air dan

120 Universitas Kristen Petra


mencegah terjadinya rembesan dari saluran pembuangan air di depannya ataupun
air tanah (ground water).
Adapun tahapan instalasi sumur dalam (deep-well) sebagai berikut:
 Penentuan titik dewatering oleh tim surveyor.
 Pengeboran lubang sumur diameter 30 cm, sedalam 18 meter dengan wash
boring.
 Menyiapkan konstruksi sumur dari pipa PVC perforated (berlubang-lubang)
diameter 6”, dengan saringan ijuk dan kawat ayam.
 Setelah selesai pengeboran, kedalaman lubang diukur dengan teliti dan
dipasang pipa, lalu lubang dibersihkan dan di-flush, hingga cukup bersih.
 Sekeliling pipa yang berbatasan dengan tanah diberi gravel atau batu pecah
split kecil sebagai filter air.
 Instalasi pompa submersible dan perlengkapannya.
 Instalasi selang atau pipa pembuangan air.
Pada awalnya, direncanakan penggunaan deep-well sebanyak 4 buah
sumur dalam (deep-well) sedalam 18 meter, dengan posisi seperti pada gambar
yang dapat dilihat pada lampiran 8. Tetapi pada saat pelaksanaan di lapangan,
hanya satu buah sumur dalam saja yang digunakan yakni sumur nomor tiga, di
sebelah Timur proyek, dengan radius sekitar 15 meter.
Hal ini terjadi karena sebelum dilakukan penggalian, telah dilakukan
ujicoba dewatering pada 4 titik yang direncanakan dan hanya titik nomor tiga saja
yang berfungsi dengan baik menurunkan level muka air tanah. Pada titik-titik
lainnya, sumur hanya dapat menyedot air beberapa jam saja, selanjutnya berhenti
dan tidak menyedot air tanah lagi. Hal ini dikarenakan tanah dasar merupakan
tanah lempung, permeabilitasnya sangat kecil sehingga air tanah susah untuk
disedot dengan deep-well. Oleh karena itu, untuk mengatasi masalah dewatering
maka digunakan kombinasi sistem deep-well dengan sistem sump-ditches.
Selain itu sistem sump-ditches, juga berguna mengendalikan air
permukaan akibat hujan. Parit-parit (ditches) dibuat mengelilingi galian seperti
pada gambar yang dapat dilihat pada lampiran 5. Parit juga dapat berupa dibuat
dari pipa PVC yang perforated (berlubang-lubang), dibungkus ijuk dan ditanam di
dalam tanah. Parit-parit ini akan mengalirkan air ke bak pengumpul (sump) yang

121 Universitas Kristen Petra


telah dilengkapi dengan pompa untuk membuang air keluar. Agar pembuatan
sump dapat dibuat dengan cepat maka pada beberapa lokasi yang dirasa perlu
penanganan segera, digunakanlah drum bekas yang dilubangi pada sisi-sisinya
dan dibalut dengan ijuk guna menghindari masuknya tanah ke dalam submersible
pump. Air dari proyek direncanakan dibuang ke saluran air di sebelah Utara.

6.4. Contoh Kasus Dewatering Proyek Trillium Office and Residence


6.4.1. Gambaran Umum
Proyek Trillium Office and Residence merupakan proyek yang berlokasi
di sekitar area Surabaya Plaza tepatnya di Jalan Pemuda – Embong Kenongo,
Surabaya. Berikut batas-batas proyek Trillium Office and Residence :
 Utara : Jalan Pemuda
 Selatan : Jalan Embong Kenongo
 Barat : Gedung NISP
 Timur : Gedung Telkomsel

Gambar 6.10. Lokasi site Trillium Office and Residence

Proyek Trillium Office and Residence memiliki sub-structure yang berupa


deep basement 2 lantai serta upper-structure berupa gedung perkantoran 6 lantai
dan gedung apartemen 35 lantai. Adapun elevasi deep basement lantai 1 dan lantai
2 masing-masing adalah -3.50 meter dan -6.70 meter dari elevasi ground floor.

122 Universitas Kristen Petra


6.4.2. Soil Investigation (Penyelidikan Tanah)
Pada proyek Trillium Office and Residence dilakukan penyelidikan tanah
berupa 2 macam pengujian lapangan yaitu :
a) Bor dalam sebanyak 5 (lima) titik dengan kedalaman 30 m.
b) Pengujian sondir dengan kapasitas 10 ton sebanyak 4 (empat) titik.

6.4.3. Hasil Soil Investigation (Penyelidikan Tanah)

Dari penyelidikan lapangan yang telah dilakukan dapat dilihat pada tabel 6.18.

Tabel 6.18. Data Uji Sondir Trillium Office and Residence


Elevasi Kedalaman Nilai Tahanan Muka Air Tanah
Titik Tanah Keras Ujung Konus qc (meter)
2
(meter) (kg/cm )

S1 23.40 350 -

S2 22.80 350 -

S3 23.80 260 -

S4 24.80 300 -

Secara umum, lapisan tanah sampai dengan kedalaman 30 m terdiri dari


tanah lempung dan pasir serta lanau. Lapisan tanah dari permukaan sampai
kedalaman sekitar 12 m adalah pasir dan lanau, kemudian pada kedalaman antara
12 m sampai 18 m dijumpai tanah lempung. Lapisan tanah yang lebih padat
dijumpai pada kedalaman mulai 22 m sampai 30 m dengan nilai SPT sekitar 27
hingga 58.

123 Universitas Kristen Petra


Tabel 6.19. Boring log B-1
Kedalaman Deskripsi Tanah SPT Kepadatan
(m)
00.00 – 02.00 Gragal - -

02.00 – 04.00 Tanah liat kepasiran abu-abu 1–7 Lunak


gelap
04.00 – 12.00 Pasir abu-abu gelap 2 – 11 Lunak

12.00 – 18.00 Tanah liat abu-abu gelap 2 – 13 Lunak s/d


kaku

18.00 – 22.00 Pasir ketanahliatan abu-abu 13 – 27 Keras


gelap
22.00 – 30.00 Pasir halus ketanahliatan abu- 27 - 50 Sangat kaku
abu gelap s/d keras

Tabel 6.20. Boring log B-2


Kedalaman Deskripsi Tanah SPT Kepadatan
(m)
00.00 – 02.00 Gragal - -

02.00 – 04.00 Pasir ketanahliatan 2–4 Lunak

04.00 – 12.00 Pasir abu-abu gelap 2–9 Lunak

12.00 – 20.00 Tanah liat abu-abu gelap 2 – 35 Lunak s/d


keras

20.00 – 24.00 Pasir ketanahliatan abu-abu 35 – 48 Keras


gelap
24.00 – 30.00 Pasir halus ketanahliatan abu- 40 - 51 Keras
abu gelap

124 Universitas Kristen Petra


Tabel 6.21. Boring log B-3
Kedalaman Deskripsi Tanah SPT Kepadatan
(m)
00.00 – 02.00 Gragal - -

02.00 – 04.00 Tanah liat abu-abu gelap 2–4 Lunak

04.00 – 10.00 Pasir abu-abu gelap 2–5 Lunak

10.00 – 20.00 Tanah liat abu-abu gelap 2–8 Lunak

20.00 – 24.00 Tanah liat kepasiran abu-abu 8 – 35 Lunak s/d


gelap keras

24.00 – 30.00 Pasir halus ketanahliatan abu- 25 - 55 Sangat kaku


abu gelap s/d keras

Tabel 6.22. Boring log B-4


Kedalaman Deskripsi Tanah SPT Kepadatan
(m)
00.00 – 02.00 Gragal - -

02.00 – 04.00 Pasir ketanahliatan 2–5 Lunak

04.00 – 10.00 Pasir abu-abu gelap 2–7 Lunak

10.00 – 18.00 Tanah liat abu-abu gelap 2 – 14 Lunak

18.00 – 24.00 Pasir abu-abu gelap 14 – 58 Lunak s/d


keras

24.00 – 30.00 Pasir halus ketanahliatan abu- 25 – 58 Sangat kaku


abu gelap s/d keras

125 Universitas Kristen Petra


Tabel 6.23. Data Boring log B-5
Kedalaman Deskripsi Tanah SPT Kepadatan
(m)
00.00 – 02.00 Gragal - -

02.00 – 04.00 Tanah liat lunak 2–4 Lunak

04.00 – 10.00 Pasir abu-abu gelap 1–6 Lunak

10.00 – 18.00 Tanah liat lunak abu-abu 1 – 21 Lunak


gelap
18.00 – 22.00 Pasir abu-abu gelap 21 – 31 Kaku s/d
keras

22.00 – 26.00 Pasir ketanahliatan abu-abu 31 – 53 Keras


gelap
26.00 – 30.00 Pasir kelanauan abu-abu 27 – 39 Sangat kaku
gelap s/d keras

Dari hasil penyelidikan tanah berupa 4 (empat) titik sondir kapasitas 10


ton (S1, S2, S3, dan S4) dapat disimpulkan bahwa lapisan tanah di antara titik-
titik penyelidikan sondir dijumpai lapisan tanah kepasiran pada kedalaman sekitar
4 m sampai 8 m, serta tanah lempung pada kedalaman sekitar 9 m sampai 20 m.

6.4.4. Analisa Pertimbangan dan Penentuan Metode Dewatering


Dari beberapa hal diatas yang meliputi hasil site investigation, hasil
penyelidikan lapangan serta dari informasi mengenai metode konstruksi proyek
Trillium Office and Residence, kita mendapatkan gambaran tentang metode
apakah yang tepat, dalam artian ekomonis dan tepat guna atau efisien untuk
digunakan pada proyek Trillium Office and Residence sebagai berikut :
 Hasil penyelidikan tanah tidak menunjukkan tinggi muka air tanah, maka
kami melakukan wawancara kepada pihak pelaksana dewatering proyek
Trillium Office and Residence dan didapat info mengenai tinggi muka air
tanah yaitu -4.40 meter dari elevasi ground floor.
 Dari hasil tes boring dan perencanaan struktur kita dapatkan bahwa
kedalaman galian adalah -7.5 m (podium B) dan -8.7 m (podium A). Maka
jenis tanah yang akan kita dapati adalah pasir (sand) dan lanau (silt), dari

126 Universitas Kristen Petra


tabel permeabilitas tanah diketahui permeabilitas silty sand sekitar 10-5
hingga 10-6 cm/dtk
 Dari analisa poin pertama, kita dapat merencanakan target penurunan muka
air tanah. Untuk sebagian besar jenis tanah granular termasuk silty sand,
tinggi muka air tanah pada saat konstruksi harus dijaga minimal 2-3 feet (60
~ 90 cm) dibawah daerah galian, untuk memastikan kondisi kerja kering.
 Ditinjau dari site investigation, melihat lokasi lahan proyek yang memiliki
cukup ruang untuk sumuran dan kelengkapannya, serta tersedianya saluran
kota sebagai saluran pembuangan air dewatering maka metode Ground Water
Lowering dapat dilakukan.
Dari hasil analisa 4 poin diatas yaitu letak muka air tanah, nilai
permeabilitas, target penurunan muka air tanah, serta ada tidaknya ruang maka
bila kita melihat tabel kriteria pemilihan metode dewatering, maka akan kita
dapatkan metode Ground Water Lowering yaitu multi-stage wellpoints systems
(metode sumuran bertingkat) dan deep-well drainage systems (metode drainase
sumur dalam).
Dari kedua metode tersebut akan digunakan metode kedua, yaitu deep-well
drainage systems (metode drainase sumur dalam). Pemilihan metode ini karena,
dibandingkan dengan multi-stage wellpoint systems, metode ini lebih cocok untuk
deep excavations. Sketsa perencanaan metode deep-well drainage systems yang
akan digunakan dapat dilihat pada gambar berikut ini.

127 Universitas Kristen Petra


Gambar 6.11. Sketsa metode dewatering menggunakan deep-well

6.4.5. Metode Pelaksanaan di Lapangan Case Record


Pada prakteknya di lapangan proyek Trillium Office and Residence
menggunakan metode deep-well drainage dengan menggunakan pompa
submersible pump @ 2 – 3 HP. Jadi untuk proyek Trillium yang memiliki luas
lahan 6.254 m2, maka menggunakan 6 pompa (4 buah di podium A dan 2 buah di
podium B).
Untuk menanggulangi efek dari pemompaan sumur dewatering yang dapat
mengakibatkan penurunan muka air tanah di sekitar proyek meskipun proyek
Trillium sudah menggunakan retaining wall, maka proyek Trillium menggunakan
sumur pemantau atau piezometer yang dipasang di luar retaining wall dan 2 (dua)
recharging well, satu diletakkan di sisi Utara yang berbatasan dengan Jalan
Pemuda dan yang satu lagi di sisi Selatan yang berbatasan dengan Jalan Embong
Kenongo. Keberadaan recharging well disini dimaksudkan sebagai sumur pengisi
untuk memasukkan air ke dalam tanah sehingga terjadi kesetimbangan muka air
tanah, selain itu juga untuk menanggulangi penurunan akibat pemompaan sumur
dewatering. Untuk sebelah Barat dan Timur proyek yang berbatasan dengan
gedung existing NISP dan TELKOMSEL dipasang sumur pemantau untuk

128 Universitas Kristen Petra


mengetahui berapa penurunan di daerah tersebut. Recharging well tidak dibuat
karena bangunan tersebut menggunakan pondasi dalam sehingga penurunan tanah
akibat pemompaan sumur dewatering sangatlah kecil.

Gambar 6.12. Sketsa letak titik dewatering Trillium Office and Residence

129 Universitas Kristen Petra

Anda mungkin juga menyukai