BAB I
PENDAHULUAN
I.I Latar belakang masalah
Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan infeksi yang paling sering
ditemukan di masyarakat termasuk di negara maju. Meskipun sering dianggap
sebagai penyakit tidak membahayakan, namun penyakit ini cukup menjadi beban
bagi penderita maupun masyarakat. Selain menjadi beban sosial, ISK juga
ternyata berdampak kepada meningkatnya beban ekonomi. Di negara maju
diperkirakan biaya yang harus dihabiskan untuk penanganan ISK ini berkisar
antara 2-6 milyar dolar setiap tahunnya (Sotelo & Westney, 2003).
Sebagian besar infeksi saluran kemih (ISK) disebabkan oleh bakteri dan
hanya sebagian kecil yang disebabkan oleh jamur atau virus. Bakteri dapat masuk
ke dalam saluran kemih dari daerah rektum melalui uretra dan akan
menginflamasi daerah kandung kemih dan hal inilah yang disebut dengan ISK.
Sehingga pengobatan yang utama pada ISK adalah antibiotik (Endriani et al.,
2010).
Sejak antibiotik ditemukan pada tahun 1940-an, obat tersebut telah
digunakan secara luas untuk mengurangi angka kematian yang disebabkan oleh
penyakit infeksi. Namun, penggunaan antibiotik ini tidak selalu didasarkan pada
hasil kultur kuman penyebab infeksi terhadap antibiotik yang bersangkutan,
keadaan ini cenderung dapat meningkatkan penggunaan antibiotik secara tidak
rasional, yang pada akhirnya berdampak pada pengobatan yang tidak efektif dan
memicu terjadinya resistensi bakteri (Soewondo, 2002).
Studi yang telah dilakukan di Indonesia selama 1990-2010, diketahui
resistensi terjadi hampir pada semua bakteri-bakteri patogen penting. Hal tersebut
merupakan dampak negatif dari pemakaian antibiotik yang tidak rasional
(Febiana. T, 2012).
Pemakaian antibiotik yang tidak rasional dapat menyebabkan peningkatan
toksisitas, dan efek samping antibiotik tersebut, serta biaya rumah sakit yang
meningkat. Sehingga diperlukan penggunaan antibiotik berdasarkan diagnosis
oleh tenaga medis profesional, monitoring dan regulasi penggunaan antibiotik
untuk meningkatkan penggunaan antibiotik secara rasional (Wilianti, N.P, 2009).
Hasil survey awal, diketahui jumlah pasien penderita infeksi saluran kemih
(ISK) yang menjalani rawat inap di RSUD Raden Mattaher Jambi masih tinggi.
Dari total kunjungan pasien pada bulan Januari-Oktober 2013 diketahui jumlah
pasien yang menderita infeksi saluran kemih adalah 109 orang (laki-laki = 34,
perempuan = 75). Dari total pasien yang ada, anak-anak merupakan pasien yang
paling banyak ditemui. Pasien dicurigai telah mengalami resisensi antibiotik
sehingga perlu dilakukan uji kultur. Berdasarkan data pemeriksaan yang dilakukan
di Laboratorium Mikrobiologi RSUD Raden Mattaher Jambi diketahui jumlah
pasien yang melakukan kultur urin pada bulan Oktober-Desember 2013 berjumlah
20 orang. Dari catatan rekam medik di rumah sakit, beberapa pasien dengan
diagnosa penyakit infeksi saluran kemih menggunakan antibiotik secara tidak
rasional,
contohnya
pada
pemakaian
antibiotik
ceftriakson
pasien
1.3 Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bakteri apa saja yang terdapat
pada urin pasien penderita infeksi saluran kemih dan mengetahui bagaimana pola
resistensi bakteri penyebab infeksi saluran kemih terhadap beberapa antibiotik
yang digunakan pasien rawat inap di RSUD Raden Mattaher Jambi.
1.5 Hipotesa
1. Tidak ditemukan adanya resistensi bakteri pada sampel urin penderita
infeksi saluran kemih terhadap beberapa antibiotika yang digunakan di
RSUD Raden Mattaher Jambi.
2. Ditemukannya resistensi bakteri pada sampel urin penderita infeksi saluran
kemih terhadap antibiotika di RSUD Raden Mattaher Jambi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
bakteri dan karena pemakaian kateter yang tidak aseptik (Pamungkas, E.M.,
2012).
uretra atau ke dalam ginjal melalui ureter. Wanita sering terkena ISK
melalui jalur ini karena wanita memiliki ukuran uretra pendek. Aktivitas
seksual, kebiasaan toilet yang buruk, dan dekatnya jarak antara uretra
dengan lubang anal dapat menaikkan kerentanan wanita terhadap ISK.
b. Hematogen
Jalur hematogen merupakan jalur yang jarang terjadi bila dibandingkan
dengan jalur asenden, Jalur hematogen disebabkan karena adanya bakteri
dalam darah. Bakteremia stafilokokus merupakan bakteri yang paling
sering menyerang dari jalur ini. Stafilokokus menyebar dari korteks atau
c.
2.1.3 Epidemiologi
ISK terjadi pada 3-5% anak perempuan dan 1% dari anak laki-laki. Pada
anak perempuan, ISK pertama biasanya terjadi pada umur 5 tahun, setelah ISK
pertama, 60% - 80% anak perempuan akan mengembangkan ISK yang kedua
dalam 18 bulan. Pada anak laki-laki, ISK paling banyak terjadi selama tahun
pertama kehidupan. ISK jauh lebih sering terjadi pada anak laki-laki yang tidak
disunat ( Elder JS, 2007 ).
2.1.4 Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan urin merupakan salah satu pemeriksaan yang sangat penting
pada infeksi saluran kemih. Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan urinalisis dan
pemeriksaan kultur urine. Pada urinalisis dicari kemungkinan adanya sel leukosit,
eritrosit, ataupun bakteria. Pemeriksaan kultur urine dimaksudkan untuk
2.2 Bakteri
2.2.1 Definisi bakteri
Bakteri merupakan salah satu golongan organisme prokariotik (tidak
mempunyai selubung inti). Bakteri sebagai makhluk hidup memiliki informasi
genetik berupa DNA, tapi tidak terlokalisasi dalam tempat khusus (nukleus) dan
tidak ada membran inti. DNA pada bakteri berbentuk sirkuler, panjang dan biasa
disebut nukleoid. DNA bakteri tidak mempunyai intron dan hanya tersusun atas
ekson saja. Bakteri juga memiliki DNA ekstrakromosomal yang tergabung
menjadi plasmid yang berbentuk kecil dan sirkuler (Mosby, 2005).
Bentuknya
bulat
seperti
peluru.
Sehubungan
dengan
cara
tetap
berkelompok
dua-dua.
Misalnya:
tetap
berkelompok
empat-empat.
Misalnya:
Gaffkya tertragena.
d. Sarcina
Yaitu coccus yang membelah diri ketiga arah yang mempunyai
sudut 90 (sembilan puluh derajat), dimana setelah pembelahannya
tetap berkelompok menyerupai kubus 8 (delapan) cocci. Misalnya:
Sarcina lutea.
e. Staphylococcus
Yaitu coccus yang membelah diri ke arah yang tidak teratur
kemudian berkelompok menyerupai buah anggur. Misalnya:
Staphylococcus pyogenes
terlindung dari pengaruh buruk dari luar. Karena dinding sel bersifat lebih
kaku maka dengan menempatkan bakteri dalam larutan hipertonis,
protoplasma akan mengerut dan terlepas dari dinding sel, sehingga dinding
sel akan jelas terlihat.
2. Protoplasma
Protoplasma merupakan zat hidup dari sel. Terdapat dalam lingkungan
dalam sel. Terutama terdiri atas protein.
3. Membran Sitoplasma
Membran sitoplasma merupakan bagian terluar dari sitoplasma yang
melekat pada dinding sel.
4. Nukleus (inti)
Dari penelitian ternyata setiap jenis bakteri selalu mempunyai sifat yang
tetap. Setelah ditemukan cara pewarnaan khusus untuk mewarnai inti
dan ditemukannya mikroskop elektron, telah dapat dibuktikan adanya inti
di dalam sitoplasmanya walaupun masih primitif. Inti bakteri bisa 1 (satu)
atau lebih dari 1 (satu) atau tersebar secara difusi di dalam sitoplasmanya.
5. Kapsul
Banyak sekali jenis bakteri yang mampu membentuk lendir secara tebal
dan merupakan selaput yang membungkus sel. Selaput lendir yang
membungkus seluruh permukaan bakteri dan merupakan bagian dari sel
bakteri disebut kapsul.
6. Flagel
11
Salah satu sifat bakteri adalah sifat dapat bergerak. Alat gerak bakteri
adalah flagel (bulu cambuk). Umumnya bakteri berbentuk batang
mempunyai flagel (dapat bergerak). Berdasarkan jumlah dan cara
penempatan flagel pada bakteri, maka di bedakan:
a. Bakteri Monotrich
Yaitu bakteri yang mempunyai 1 (satu) flagel yang masing-masing
menempel pada salah satu kutubnya.
b. Bakteri Amphitrich
Yaitu bakteri yang mempunyai 2 (dua) flagel yang masing-masing
menempel pada masing-masing kutub bakteri.
c. Bakteri Kopotrich
Yaitu bakteri yang mempunyai sekelompok flagel yang menempel
pada kedua kutub bakteri.
d. Bakteri Peritrich
Yaitu bakteri yang mempunyai flagel yang menempel pada seluruh
permukaan bakteri.
e. Bakteri Atrich
Yaitu bakteri yang tidak mempunyai flagel (tidak dapat bergerak)..
f. Bakteri Lopotrich
Yaitu bakteri yang mempunyai sekelompok flagel yang menempel
pada salah satu kutub bakteri.
2.3 Antibiotik
12
2.3.1 Definisi
Antibiotik adalah zat yang dihasilkan oleh suatu mikroba, terutama fungi,
yang mempunyai khasiat antimikrobial yaitu dapat menghambat atau membasmi
mikroba jenis lain. Obat yang digunakan untuk membasmi mikroba, penyebab
infeksi pada manusia, ditentukan harus memiliki sifat toksisitas selektif setinggi
mungkin. Artinya, obat tersebut harus sangat toksik untuk mikroba, tetapi relatif
tidak toksik untuk hospes (Setiabudi. R, 2009).
13
termasuk
sefalosporin,
mekanismenya
dalam kelompok
basitrasin,
terjadi
vankomisin
kerusakan
ini adalah
dan
dinding
penisilin,
sikloserin.
sel
kuman
Pada
yang
serta
berbagai
antimikroba
kemoterapeutik.
Pada
menyebabkan
linkomisis.
Antibiotika bakterisida, yaitu zat yang bekerja mematikan bakteri.
Contoh sefalosporin dan penisilin.
15
dokter dapat memastikannya dengan kultur bakteri, uji sensitivitas, tes serologi
dan tes lainnya. Berdasarkan laporan, antibiotik dengan spektrum sempit,
toksisitas rendah, harga terjangkau, dan efektivitas tertinggi harus diresepkan pada
terapi definitif.
Pada terapi secara empiris, pemberian antibiotik diberikan pada kasus
infeksi yang belum diketahui jenis kumannya seperti pada kasus gawat karena
sepsis, pasien imunokompromise dan sebagainya. Terapi antibiotik pada kasus ini
diberikan berdasarkan data epidemiologi kuman yang ada.
Terapi profilaksis adalah terapi antibiotik yang diberikan untuk
pencegahan pada pasien yang rentan terkena infeksi. Antibiotik yang diberikan
adalah antibiotik yang berspektrum sempit dan spesifik (Kakkilaya, 2011).
16
17
18
19
tersebut
biasanya
tidak
menunjukkan
sifat
patogen.
b.
c.
20
Jarak minum obat sesuai dengan aturan pemakaian yang telah ditentukan.
d. Lama pemberian yang tepat.
BAB 3
PELAKSANAAN PENELITIAN
21
Alat
Alat yang digunakan berupa tabung reaksi, cawan petri, erlenmeyer,
disterilkan dalam autoklaf pada suhu 1210C dengan tekanan 15 lps selama
15 menit.
2. Pembuatan media Nutrient Broth (NB)
Diambil sebanyak 13 g serbuk NB, dilarutkan dalam 1 liter aquadest steril
di dalam erlenmeyer, kemudian dipanaskan sampai homogen dan
disterilkan di dalam autoklaf pada suhu 121 C dengan tekanan 15 lbs
selama 15 menit .
3. Media Mc Conkey Agar (MC)
Timbang pepton sebanyak 20 g, laktosa 10 g, NaCl 5 g, agarb 13,5 g,
merah netral 0,03 g, dan garam empedu 15 g, larutkan dalam air suling 1
L. pH media yang digunakan adalah 7,1, kemudian disterilkan di dalam
autoklaf pada suhu 1210 C selama 15 menit.
4. Media uji resistensi antibiotik
Mueller Hinton Agar
Sebanyak 38 gr Mueller Hinton dilarutkan dengan 1 liter air suling,
dipanaskan sampai homogen, sterilkan dengan autoklaf pada suhu 1210C
tekanan 115 lbs selama 15 menit, setelah steril dituang ke cawan petri
sebanyak 15 ml (Raihana. N, 2011).
5. Media Urea Agar
24, 02 serbuk media Urea Agar dilarutkan dengan 1 liter air suling,
disterilkan selama 20 menit pada 1210C tekanan 15 lbs. Pada tempat
terpisah, dilarutkan 400 gr Urea dalam 1 liter air suling, disterilkan dengan
penyaringan, setelah itu dicampurkan `5 ml larutan urea ke dalam 95 ml
24
Isolasi bakteri
Sampel urin dari pasien infeksi saluran kemih dioleskan dengan ose ke
medium MC dan medium NA, lalu inkubasi selama 18-24 jam pada suhu
370C. Koloni yang tumbuh ditanam pada media Nutrient Broth, kemudian
dilakukan identifikasi dan uji resistensi antibiotik.
25
mengering diudara sebentar dan fiksasi diatas api. Tetesi 2-3 tetes larutan
Kristal violet, biarkan selama 1 menit, bilas dengan air mengalir. Tetesi
larutan lugol satu tetes dan dibiarkan selama 1 menit, dibilas dengan air
mengalir dan dikeringkan, preparat dibilas dengan alkohol 96% selama 30
detik, cuci dengan air mengalir dan keringkan. Terakhir ditetesi dengan
safranin dan dibiarkan selama 1 menit lalu dibilas dengan air mengalir dan
dikeringkan. Amati di bawah mikroskop. Warna ungu untuk bakteri gram
positif dan warna merah untuk bakteri gram negatif.
b. Uji katalase
Uji katalase berguna untuk mengidentifikasi kelompok bakteri yang dapat
menghasilkan enzim katalase. Dapat membedakan Staphylococcus dan
Streptococcus. Dilakukan dengan cara : diatas kaca objek ditetesi satu tetes
H2O2 3%, ditambahkan koloni bakteri dan langsung diamati terjadinya
penguraian hidrogen peroksida. Dinyatakan positif bila menghasilkan enzim
katalase yang ditandai dengan terbentuknya gelembung udara dan negatif bila
tidak ada gelembung udara.
c. Uji hidrolisis urea
Uji hidrolisis urea digunakan untuk melihat bakteri yang mampu
menghasilkan enzim urease. Dilakukan dengan cara: digoreskan 1 ose bakteri
pada permukaan urea agar miring, lalu diinkubasi pada suhu 370C selama 24
26
jam. Timbulnya warna merah muda berarti reaksi positif dan negatif warna
tidak berubah.
d. Uji sitrat
Uji sitrat digunakan untuk melihat kemampuan bakteri menggunakan sitrat
sebagai satu-satunya sumber karbon. Uji sitrat dilakukan dengan cara : ambil 1
ose bakteri dan diinokulasikan ke dalam media Simmon Citrat, lalu inkubasi
pada suhu 350C selama 48-96 jam, warna biru menunjukkan reaksi positif,
warna hijau menunjukkan reaksi negatif.
e. Uji VP (Voges Proskauer)
Uji VP digunakan untuk menentukan kemampuan bakteri tersebut
menghasilkan produk akhir yang netral dari fermentasi glukosa. Dilakukan
dengan cara : diinokulasi 1 ose biakan ke dalam media MR-VP kemudian
diinkubasi pada suhu 370 C selama 24 jam. Setelah itu diteteskan reagen barit
A dan barit B, apabila terbentuk cincin merah menunjukkan reaksi positif.
f. Uji gula-gula (sakarosa, xylosa, mannosa, laktosa, fruktosa, glukosa)
Tujuan
uji
ini
adalah
untuk
mengetahui
jenis
bakteri
yang
27
(+) atau (-) ke dalam program maka dapat langsung diketahui jenis bakteri
yang diujikan.
3.5 Penentuan Resistensi Antibiotika
Penentuan resistensi antibiotik diambil dari data Laboratorium
Mikrobiologi RSUD Raden Mattaher Jambi yang dilakukan menggunakan
cakram antibiotik murni. Data hasil kultur dianalisis untuk melihat
sensitivitas
antimikroba.
Karakterisasi
dengan
mengukur
dan
Kegiatan
Bulan
april
Pengolahan Data
Seminar Hasil
28
mei
juni
juli Agust
Ujian Akhir
DAFTAR PUSTAKA
29
Kumala,S., Raisa, N., Rahayu, L., & Kiranasari, A. 2009. Uji Kepekaan Bakteri
yang Diisolasi Dari Urin Penderita Infeksi Saluran Kemih (ISK) Terhadap
Beberapa Antibiotika Pada Periode Maret-Juni.6(2), 45-55.
Mims et al. Medical microbiology. 2nd ed. London: Mosby; 2005. P. 25-7, 411-9.
Neal, Michael J. Medical Pharmacology At a Glance. Edisi 5. Penerbit
Erlangga. 2006. h. 81.
Pamungkas, E.D. Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Infeksi Saluran
Kemih Pada Anak Usia Sekolah di SDN Pondok Cina 1 Depok. 2012.
Depok: Universitas Indonesia.
Price., & Wilson. (1995). Pathopysiology : Clinical concept of disease processes
(4th ed). (Peter Anugrah, Penerjemah). Canada : Mosby.
Raihana Nadia. 2011. Profil Kultur Uji Sensitivitas Bakteri Aerob dari Infeksi
Luka Operasi Laparatomi di Bangsal Bedah RSUP DR. M. Djamil Padang.
(Artikel). Padang: Universitas Andalas.
Samirah, Darwati, Windarwati., & Hardjoeno. (2006). Pola resistensi dan
sensitivitas kuman di penderita infeksi saluran kemih. Indonesian Jurnal of
clinical pathology and medical laboratory, 12 (3), 110-113.
Setiabudy, Rianto. 2007. Farmakologi dan Terapi, edisi V. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI.
Setiabudy, Rianto. 2007. Farmakologi dan Terapi, edisi V 9cetakan ulang).
Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Sjahrurachman, A., Mirawati, T., Ikaningsih. & Warsa, U.C. 2004. Etiologi dan
resistensi bakteri penyebab infeksi saluran kemih di RSCM dan RS MMC
Jakarta 2001-2003. Medika 9: 557-562.
Soewondo ES. Pilihan terapi dalam menghadapi infeksi nosokomial, dalam
Perkembangan Terkini Pengelolaan Beberapa Penyakit Tropis Infeksi.
Surabaya. Airlangga University Press. 2002; 130139.
Sylvia. P. T. 2008. Mikrobiologi Farmasi. Jakarta: Erlangga.
Wilianti, N.P.2009. Rasionalitas Penggunaan Antibiotik Pada Pasien Infeksi
Saluran Kemih Pada Bangsal Penyakit Dalam Di RSUP DR. Kariadi
Semarang Tahun 2008. Semarang: Universitas Diponegoro.
World Health Organization. WHO global strategy for containment of
antimicrobial resistence. Switzerland: WHO; 2001.
30
Yulianto, 2009. Pola Kepekaan Bakteri Gram Negatif Dari Pasien Iinfeksi
Saluran Kemih Terhadap Antibiotika Golongan Beta Laktam di
Laboratorium
Mikrobiologi
Klinik
FKUI
Tahun
20012005.Jakarta:Universitas Indonesia.
Makroskopis
(amati langsung dengan mata bentuk
pertumbuhan bakteri pada media)
Mikroskopis
(Pewarnaan gram amati dibawah
mikroskop dengan penambahan emersi oil)
31
Ciri-ciri koloni
E.coli
Ciri-ciri koloni
Klebsiella :
Ciri-ciri koloni
Salmonella :
Koloni bulat,
ukuran relatif ,
cembung dan
tidak rata
Koloni bulat,
besar,
cembung,
mengkilat,
pinggiran tidak
rata
Koloni bulat,
ukuran sedang, agar
cembung, pinggiran
smoth dan gepeng
sera tidak rata,
permukaan kasar
Makroskopis
Pewarnaan Gram
32
1. Sakarosa
1. Uji katalase
2. Xylosa
3. Mannosa
3. Uji sitrat
4. Lakosa
5. Glukosa
Ciri-ciri koloni :
Ciri-ciri koloni :
*Staphylococcus epidermidis
*Strepococcus pheneumoniae
*Staphylococcus aureus
Mikroskopis
Koloni coccus gram (-) Negaif
Kemungkinan : Streptococcus
Kemungkinan : Staphylococcus
Tes Katalase
33
Kemungkinan : Streptococcus
Pheneumoniae, Streptococcus Varidans
Tes Koagulase
Tes optocin
Koagulase positif
Koagulase negatif
Terbentuk gumpalan
dalam tabung
Tidak terbentuk
gumpalan dalam tabung
Kesimpulan :
Staphylococcus Aureus
Kesimpulan :
Staphylococcus epidermis
Optocin sensiif /
terbentuk zona jernih /
zona hambat di media
Kesimpulan :
Streptococcus Pneumoniae
Kesimpulan :
Streptococcus Varidans
Koloni bakteri
Dosis mg/kg/hari
100
Frekuensi/(umur bayi)
Tiap 12 (bayi<1 minggu)
Tiap 6-8 jam (bayi <1
minggu
Sefotaksim
150
Gentamisin
Seftriakson
75
Sekali sehari
Seftazidin
150
Sefazolin
50
Tobramisin
35
Ticarsilin
100
(B) Oral
Rawat jalan, antibiotik oral ( pengobatan standar)
Amoksisilin
20-40 mg/kg/hari
q8h
Ampisilin
50-100 mg/kg/hari
q6h
Augmentin
50 mg/kg/hari
q8h
Sefaleksin
50 mg/kg/hari
q6-8h
Sefiksim
4 mg/kg
q12h
Nitrofurantoin*
6-7 mg/kg
Sulfisoksazole*
120-150
q6-8h.....50 mg/kg
Trimetoprim*
6-12 mg/kg
q6h......2 mg/kg
Sulfametoksazol
30-60 mg/kg
q6-8h....10 mg/kg
36
Nama
Alamat
Nomor MR
Ruangan
Hasil kultur
Hitung kuman
:
37
Cakram antibiotik
murni
Dosis
Ampicillin
10 ug
13
14-16
17
Ampicillin
sulbactam
20
11
12-14
15
Amoxillin
30
13
14-17
18
Amikacin
30
14
15-16
17
Aztreonam
30
15
16-21
22
Cefotaxim
30
14
15-22
23
Ceftriaxon
30
14
14-20
21
Ceftazidine
30
14
15-17
18
Cefoperazon
75
15
16-20
21
Cefoxitin
30
14
15-17
18
Cefemin
30
14
15-17
18
Ciprofloxacine
15
16-20
21
Cepoperazon
sulbactam
75
15
16-20
21
Chloramphenicol
30
12
13-17
18
Clyndamicine
14
15-20
21
Erytromycin
15
13
14-22
23
Fosfomycin
50
12
13-15
16
Gentacimin
10
12
13-14
15
Immipenem
10
13
14-15
16
Levofloxacine
13
14-16
17
Linezolid
30
20
21-22
23
Meropenen
10
13
14-15
16
Nalidixid acid
30
13
14-18
19
(ug)
Jumlah (mm)
38
HASIL
Oxacillin
10
11-12
13
Piperacillin
tazabactam
100/10
17
18-20
21
Tetracycline
30
11
12-14
15
Teocoplanin
30
10
11-13
14
Tripetoprim
sulpametokxazol
25
10
11-15
16
Vancomycin
30
14
15-16
17
Keterangan :
R = Resisten (antibiotik tidak mempengaruhi pertumbuhan bakteri / tidak boleh
digunakan lagi)
I = Intermediet (antibiotik masih dalam rentang yang baik / boleh digunakan)
S= Sensitif (antibiotik membunuh bakteri dengan baik)
39