BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
2.1. Kajian Pustaka
2.1.1.
Konsep Problem Based Learning
Problem Based Learning dirancang untuk membantu guru memberikan informasi
sebanyak-banyaknya kepada siswa melalui suatu permasalahan. Problem Based
Learning membantu siswa untuk mengembangkan keterampilan berpikir dan
keterampilan mengatasi masalah, mempelajari orang dewasa dan menjadi pelajar yang
mandiri (Arends, 2007: 43).
Problem
Based Learning
diduga merupakan
mempengaruhi kemampuan berpikir kreatif, tujuan yang ingin dicapai oleh Problem
Based Learning adalah kemampuan siswa untuk berpikir kreatif, analitis, sistematis, dan
logis untuk menemukan alternatif pemecahan masalah malalui eksplorasi data secara
empiris dalam rangka menumbuhkan sikap ilmiah (Wina Sanjaya).
Fogarty (1997) menyatakan bahwa Problem Based Learning adalah suatu
pendekatan pembelajaran dengan membuat konfrontasi kepada pebelajar (siswa/
mahasiswa) dengan masalah-masalah praktis, berbentuk ill-structured, atau open ended
melalui stimulus dalam belajar. Pembelajaran berbasis masalah Problem Based
Learning, merupakan salah satu metode pembelajaran inovatif yang dapat memberikan
kondisi belajar aktif kepada siswa. Problem Based Learning adalah suatu metode
pembelajaran yang melibatkan siswa untuk memecahkan suatu masalah melalui tahaptahap metode ilmiah sehingga siswa dapat mempelajari pengetahuan yang berhubungan
dengan masalah tersebut dan sekaligus memiliki keterampilan untuk memecahkan
masalah (Ward, 2002; Stepien, dkk.,1993)
10
Arends (2007: 57) menguraikan lima fase dalam Problem Based Learning,
perilaku guru pada setiap fase diringkaskan pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1
Sintaks Metode Problem Based Learning
Fase
Perilaku Guru
Fase 1
Memberiakan
orientasi
tentang
permasalahannya
kepada siswa
Fase 2
Guru
membantu
siswa
untuk
mendefinisikan
dan
Mengorganisasikan
permasalahannya.
Fase 3
Membantu investigasi
mandiri
dan
kelompok
Fase 4
Mengembangkan dan artefak-artefak yang tepat, seperti laporan, rekaman video, dan
11
mempresentasikan
Fase 5
Menganalisis
dan
mengevaluasi proses
mengatasi masalah
(Sumber: Arends, 2007: 57)
2.1.1.2. Definisi Problem Based Learning
Metode Problem Based Learning adalah suatu pendekatan pembelajaran yang
menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar
tentang keterampilan pemecahan masalah (Arends, 2007: 42). Menurut Sanjaya (2011:
214), metode Problem Based Learning diartikan sebagai rangkaian aktivitas
pembelajaran yang menekankan kepada proses penyelesaian masalah yang dihadapi
secara ilmiah.
Problem-Based Learning adalah metode pengajaran yang bercirikan adanya
permasalahan nyata sebagai konteks untuk para peserta didik belajar berfikir kritis dan
keterampilan memecahkan masalah, dan memperoleh pengetahuan (Duch, 1995). Finkle
dan Torp (1995) menyatakan bahwa PBM merupakan pengembangan kurikulum dan
sistem pengajaran yang mengembangkan secara simultan strategi pemecahan masalah
dan dasar-dasar pengetahuan dan keterampilan dengan menempatkan para peserta didik
dalam peran aktif sebagai pemecah permasalahan sehari-hari yang tidak terstruktur
dengan baik.
Problem Based Learning merupakan salah satu aplikasi pembelajaran aktif.
Problem Based Learning adalah pendekatan yang berpusat pada siswa dan berfokus
12
situasi
kehidupan
nyata,
menghindari
jawaban
sederhana,
dan
13
ini
memungkinkan
siswa
untuk
melihat
peristiwa
secara
14
Menurut Dincer dkk kekurangan juga ada. sebagaimana dikutip oleh Akinoglu dan
Tandongan (2007) kekurangan dari metode problem based learning adalah sebagai
berikut:
(1) Guru kesulitan dalam merubah gaya mengajar.
(2) Memerlukan lebih banyak waktu untuk siswa dalam memecahkan
masalah, jika metode tersebut baru diperkenalkan dikelas.
(3) Setiap kelompok boleh menyelesaikan tugas sebelum atau sesudahnya
(4) Problem Based Learning membutuhkan bahan dan penelitian yang banyak.
(5) Sukar menerapkan metode problem based learning dalam semua kelas.
(6) Kesulitan dalam menilai pelajaran.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa Problem Based
Learning adalah pembelajaran yang menghadirkan masalah dunia nyata sebagai suatu
konteks bagi siswa
untuk
belajar
tentang
keterampilan
pemecahan
masalah.
15
cara belajar aktif, berorientasi pada proses, mengarahkan sendiri, mencari sendiri, dan
reflektif (Suryosubroto B, 2009).
Discovery Learning merupakan suatu rangkaian kegiatan pembelajaran yang
melibatkan seluruh kemampuan siswa secara maksimal untuk mencari dan menyelidiki
secara sistematis, kritis, dan logis sehingga siswa dapat menemukan sendiri
pengetahuan, sikap, dan keterampilan sebagai wujud adanya perubahan tingkah laku
(Hanafiah, 2009).
2.1.2.2
16
17
18
Persamaan
Perbedaan
Secara umum kedua mode pembelajaran Tujuan Discovery Learning adalah siswa
itu dinilai memberikan dampak positif,
19
memanfaatkan masalah-masalah,
20
mengenali dan memecahkan permasalahan yang dihadapi secara efektif dan etis
(Man, 2009). Oleh karena itu, penekanan pada kemampuan berpikir kreatif di sekolah
yakni di berbagai jenjang menjadi hal yang sangat fundamental.
Kurikulum pendidikan menekankan pada bagaimana memfasilitasi belajar
siswa untuk berfikir kreatif agar memiliki kompetensi untuk bekerja sama,
memahami potensi diri, meningkatkan kinerja dan berkomunikasi secara efektif
dalam setiap pemecahan masalah yang dihadapi. Oleh karena itu, pembelajaran di
sekolah tidak hanya bertujuan untuk pemahaman pengetahuan saja, tetapi juga
kemampuan untuk memecahkan permasalahan yang kompleks. Penelitian yang
tersedia dalam psikologi pendidikan (Alexander, Murphy, & Woods, 1994; Penyok,
1995; di Sessa, 1988; Kauffman & Hamza, 1998; Pintrich, Marx, & Boyle, 1993;
Postman, 1993; Torrance, 1987; Torrance & safter, 1990), disuplemen untuk
pengalaman hidup, pengalaman kerja, dan individu wawasan, kekurangan terungkap
dalam metode pengajaran pendidikan dan strategi kemampuan berpikir kreatif dan
pemecahan masalah diajarkan di semua tingkat pendidikan. Selain itu, pengamatan
berbagai pengalaman akademik selama kuliah mereka menunjukkan bahwa
kekurangan-kekurangan dalam metode pengajaran dan strategi secara signifikan
menghambat kemampuan siswa untuk menjadi pekerja produktif.
2.1.4.2.
21
Berpikir kreatif merupakan salah satu ranah kognitif yang digambarkan dalam
revisi taksonomi Bloom, yaitu menciptakan (create). Krathwohl (2002: 215)
menyebutkan bahwa: Create - Putting elements together to form a novel, coherent
whole or make an original product.
(1) Generating, (2) Planing, (3) Producing.
Menurut Anderson, sebagaimana dikutip oleh Pickard (2007: 48), menyatakan
contoh dari proses kognitif create adalah memasang, mengkonstruk, menciptakan,
mendesain, mengembangkan, merumuskan, dan menulis.
creating
evaluating
analysing
applying
understanding
remembering
Gambar 2.1 Revisi Taksonomi Bloom
Sumber: http://net.educause.edu/ir/library/pdf/eli08105a.pdf
2.1.4.3.
Menurut DePorter & Hernacki (2008: 301), proses kreatif mengalir melalui lima tahap,
sebagai berikut.
22
23
(2) Keluwesan (flexibility) yaitu kemampuan menjawab masalah melalui cara yang
tidak baku.
(3)
Keaslian
(originality)
yaitu
kemampuan
menjawab
masalah dengan
penelitian
ini,
indikator
kemampuan
berpikir
kreatif
adalah
Penelitian Terdahulu
24
25
(PBL) Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas VII SMP Negeri 5
Yogyakarta.37 Berdasarkan hasil penelitian didapat kesimpulan pembelajaran
kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) dengan pendekatan Problem
Based Learning (PBL) lebih efektif daripada pembelajaran konvensional dalam
pembelajaran matematika pokok bahasan segiempat untuk kelas VII D, VII F, VII G,
dan VII I semester genap SMP Negeri 15 Yogyakarta tahun pelajaran 2009/2010.
6. Citra Samsu Nur Rahmah mahasiswa jurusan Pendidikan Matematika Universitas
Muhammadiyah Surakarta yang berjudul, Penerapan Pendekatan Saintifik Model
Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) Pada Pembelajaran Matematika
Ditinjau Dari Aktifitas Belajar Siswa Kelas X SMK Muhammadiyah 2 Sukoharjo
Tahun 2013/2014.38 Hasil dari penelitian tersebut adalah: (1) terdapat perbedaan
efek penerapan pembelajaran (saintifik dengan model PBL dan pembelajaran
matematika pokok bahasan segiempat untuk kelas VII D, VII F, VII G, dan VII I
semester genap SMP Negeri 15 Yogyakarta tahun pelajaran 2009/2010.
2.3.
Kerangka Pemikiran
26
memunculkan berbagai solusi dalam diskusi kelompok sehingga mereka dapat berpikir
kreatif untuk mencari penyelesaian dari soal.
Kerangka pemikiran penelitian ini didasarkan pada landasan teori yang relevan,
dimana LTSIN (2001) secara khusus mendefinisikan berfikir kreatif adalah creative
thinking is the process which we use when we come up with a new idea. It is the merging
of ideas which have not been merged before. LTSIN menyatakan bahwa berfikir kreatif
adalah proses (bukan hasil) untuk menghasilkan ide baru dan ide itu merupakan
gabungan dari ide-ide yang sebelumnya belum disatukan. Sementara itu Menurut Ahmad
Rohani (2004:6) belajar yang berhasil harus melalui berbagai macam aktifitas, baik
aktifitas fisik maupun psikis. Aktifitas fisik ialah peserta didik giat-aktif dengan anggota
badan, membuat sesuatu, bermain ataupun bekerja, ia tidak hanya duduk dan
mendengarkan, melihat atau pasif. Peserta didik yang mempunyai aktifitas psikis atau
kejiwaan adalah jika daya jiwanya bekerja sebanyak-banyaknya atau banyak berfungsi
dalam rangka pengajaran. Seluruh peranan dan kemauan dikerahkan dan diarahkan
supaya daya itu tetap aktif untuk mendapatkan hasil pengajaran yang optimal sekaligus
mengikuti proses pengajaran (proses perolehan hasil belajar) secara aktif, ia
mendengarkan, mengamati, menyelidiki, mengingat, menguraikan, mengasosiasikan
ketentuan satu dengan yang lainnya, dan sebagainya.
Dalam pembelajaran terdapat beragam metode yang dapat menunjang pada
peningkatan kemampuan berfikir kreatif. Salah satu metode pembelajaran yang dapat
menumbuhkan kemampuan berfikir kreatif siswa yaitu metode pembelajaran ProblemBased Learning dan Discovery Learning, karena berpikir kreatif merupakan proses
berpikir tinggi bahkan Dewey memandang berpikir kreatif sebagai sebuah proses
pemecahan masalah. .
Pembelajaran ekonomi menggunakan metode pembelajaran Problem-Based
Learning dan Discovery Learning diharapkan bisa meningkatkan kemampuan berfikir
kreatif siswa. Karena dengan metode pembelajaran Problem-Based Learning dan
27
Discovery Learning siswa dapat secara aktif berfikir kreatif serta mampu memecahkan
masalah tanpa dibatasi materi dari guru saja.
Dari teori dan pendapat diatas dapat ditarik benang merah dan dibuat kerangka
pemikiran sebagai berikut:
Gambar
Kaitan Variabel Independen dan Variabel Devenden
METODE
PROBLEM BASED
LEARNING
KEMAMPUAN
BERFIKIR KREATIF
METODE
DISCOVERY
LEARNING
Keterangan
Problem Based Learning (Variabel X1) dan Metode Discovery Learning (Variabel X2)
terhadap pengembangan Kemampuan Berfikir Kreatif (Variabel Y)
2.4. Hipotesis
Berdasarkan kerangka berpikir di atas, maka rumusan hipotesis penelitian ini
adalah.
(1) Kemampuan berpikir kreatif siswa yang menggunakan metode Problem Based
Learning dan Discovery telah mencapai ketuntasan klasikal.
(2) Kemampuan berpikir kreatif siswa yang menggunakan metode Problem Based
Learning dan Discovery lebih baik daripada menggunakan pembelajaran konvensional.
(3) Kemampuan berpikir kreatif siswa dalam pembelajaran dengan metode Problem Based
Learning dan Discovery Learning pada pembelajaran ekonomi meningkat.
28