Anda di halaman 1dari 20

9

BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
2.1. Kajian Pustaka
2.1.1.
Konsep Problem Based Learning
Problem Based Learning dirancang untuk membantu guru memberikan informasi
sebanyak-banyaknya kepada siswa melalui suatu permasalahan. Problem Based
Learning membantu siswa untuk mengembangkan keterampilan berpikir dan
keterampilan mengatasi masalah, mempelajari orang dewasa dan menjadi pelajar yang
mandiri (Arends, 2007: 43).
Problem

Based Learning

diduga merupakan

salah satu faktor yang

mempengaruhi kemampuan berpikir kreatif, tujuan yang ingin dicapai oleh Problem
Based Learning adalah kemampuan siswa untuk berpikir kreatif, analitis, sistematis, dan
logis untuk menemukan alternatif pemecahan masalah malalui eksplorasi data secara
empiris dalam rangka menumbuhkan sikap ilmiah (Wina Sanjaya).
Fogarty (1997) menyatakan bahwa Problem Based Learning adalah suatu
pendekatan pembelajaran dengan membuat konfrontasi kepada pebelajar (siswa/
mahasiswa) dengan masalah-masalah praktis, berbentuk ill-structured, atau open ended
melalui stimulus dalam belajar. Pembelajaran berbasis masalah Problem Based
Learning, merupakan salah satu metode pembelajaran inovatif yang dapat memberikan
kondisi belajar aktif kepada siswa. Problem Based Learning adalah suatu metode
pembelajaran yang melibatkan siswa untuk memecahkan suatu masalah melalui tahaptahap metode ilmiah sehingga siswa dapat mempelajari pengetahuan yang berhubungan
dengan masalah tersebut dan sekaligus memiliki keterampilan untuk memecahkan
masalah (Ward, 2002; Stepien, dkk.,1993)

2.1.1.1. Konsep Problem Based Learning Dalam Pembelajaran

10

Arends (2007: 57) menguraikan lima fase dalam Problem Based Learning,
perilaku guru pada setiap fase diringkaskan pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1
Sintaks Metode Problem Based Learning
Fase

Perilaku Guru

Fase 1

Guru membahas tujuan pembelajaran, mendiskripsikan berbagai


kebutuhan logistik penting dan memotivasi siswa untuk terlibat

Memberiakan
orientasi

tentang

dalam kegiatan mengatasi masalah.

permasalahannya
kepada siswa

Fase 2

Guru

membantu

siswa

untuk

mendefinisikan

dan

Mengorganisasikan

mengorganisasikan tugas-tugas belajar yang terkait dengan

siswa untuk meneliti

permasalahannya.

Fase 3

Guru mendorong siswa untuk mendapatkan informasi yang tepat,

Membantu investigasi
mandiri

melaksanakan eksperimen, dan mencari penjelasan dan solusi.

dan

kelompok

Fase 4

Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan

Mengembangkan dan artefak-artefak yang tepat, seperti laporan, rekaman video, dan

11

mempresentasikan

metode-metode, dan membantu mereka untuk menyempaikannya

artefak dan exhibit

kepada orang lain.

Fase 5

Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi terhadap

Menganalisis

dan

investigasi dan proses-proses yang mereka gunakan.

mengevaluasi proses
mengatasi masalah
(Sumber: Arends, 2007: 57)
2.1.1.2. Definisi Problem Based Learning
Metode Problem Based Learning adalah suatu pendekatan pembelajaran yang
menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar
tentang keterampilan pemecahan masalah (Arends, 2007: 42). Menurut Sanjaya (2011:
214), metode Problem Based Learning diartikan sebagai rangkaian aktivitas
pembelajaran yang menekankan kepada proses penyelesaian masalah yang dihadapi
secara ilmiah.
Problem-Based Learning adalah metode pengajaran yang bercirikan adanya
permasalahan nyata sebagai konteks untuk para peserta didik belajar berfikir kritis dan
keterampilan memecahkan masalah, dan memperoleh pengetahuan (Duch, 1995). Finkle
dan Torp (1995) menyatakan bahwa PBM merupakan pengembangan kurikulum dan
sistem pengajaran yang mengembangkan secara simultan strategi pemecahan masalah
dan dasar-dasar pengetahuan dan keterampilan dengan menempatkan para peserta didik
dalam peran aktif sebagai pemecah permasalahan sehari-hari yang tidak terstruktur
dengan baik.
Problem Based Learning merupakan salah satu aplikasi pembelajaran aktif.
Problem Based Learning adalah pendekatan yang berpusat pada siswa dan berfokus

12

pada keterampilan, belajar seumur hidup, kemampuan untuk menerapkan pengetahuan,


dan keterampilan dalam pemecahan masalah (Tarhan et al., 2008: 286). Menurut
Albanese & Mitchell; Dolmans & Schmidt, sebagaimana dikutip oleh Selcuk (2010:
711-712), mengungkapkan bahwa Problem Based Learning selain melengkapi siswa
dengan pengetahuan, Problem Based Learning juga bisa digunakan untuk meningkatkan
keterampilan pemecahan masalah, kemampuan berpikir kritis dan kreatif, belajar
sepanjang hayat, keterampilan komunikasi, kerjasama kelompok, adaptasi terhadap
perubahan dan kemampuan evaluasi diri.
2.1.1.3. Karakteristik Problem Based Learning
Menurut Arends (2007: 42-43), metode Problem Based Learning memiliki lima
karakteristik, sebagai berikut.
(1) Pertanyaan atau masalah perangsangan
Problem Based Learning mengorganisasikan pengajaran di seputar pertanyaan dan
masalah yang penting secara sosial dan bermakna secara personal untuk siswa. Siswa
menghadapi

situasi

kehidupan

nyata,

menghindari

jawaban

sederhana,

dan

memungkinkan adanya berbagai macam solusi untuk situasi tersebut.


(2) Fokus interdisiliner
Masalah yang akan diselidiki telah dipilih sesuai dengan kehidupan nyata agar dalam
pemecahannya menuntun siswa untuk menggali berbagai mata pelajaran.

(3) Investigasi autentik


Problem Based Learning mengharuskan siswa melakukan penyelidikan autentik untuk
mencari penyelesaian terhadap masalah yang nyata. Siswa harus menganalisis dan
mengidentifikasikan masalah, mengembangkan hipotesis, dan membuat prediksi,

13

mengumpulkan dan menganalisis informasi, melaksanakan eksperimen (bilamana


mungkin), membuat inferensi, dan menarik kesimpulan.
(4) Produk artefak dan exhibit
Problem Based Learning menuntut siswa untuk menghasilkan produk tertentu dalam
bentuk karya nyata dan penyampaian yang menjelaskan atau mempresentasikan solusi
siswa.
(5) Kolaborasi
Problem Based Learning dicirikan oleh siswa yang bekerjasama satu dengan yang
lainnya. Bekerjasama memberikan motivasi untuk keterlibatan secara berkelanjutan
dalam tugas-tugas kompleks dan meningkatkan kesempatan untuk melakukan
penyelidikan dan untuk mengembangkan keterampilan sosial.
Menurut Akinoglu & Tandogan (2007: 73-74), terdapat beberapa kelebihan
dalam pembelajaran menggunakan metode Problem Based Learning sebagai berikut.
(1) Pembelajaran berpusat pada siswa bukan pada guru.
(2) Metode pembelajaran mengembangkan pengendalian diri siswa, mengajarkan
membuat rencana yang prospektif dalam menghadapi realitas dan mengekspresikan
emosi.
(3) Metode

ini

memungkinkan

siswa

untuk

melihat

peristiwa

secara

multidimensional dengan perspektif yang lebih dalam.


(4) Mengembangkan keterampilan siswa dalam pemecahan masalah.
(5) Mendorong siswa untuk belajar bahan dan konsep baru dalam memecahkan
masalah.
(6) Mengembangkan kerjasama dan keterampilan berkomunikasi siswa yang
memungkinkan mereka untuk belajar dan bekerja dalam kelompok.
(7) Menyatukan teori dan praktek. Siswa dapat menggabungkan pengetahuan lama
dengan yang baru dan mengembangkan keterampilan menilai lingkungan yang
disiplin.
(8) Siswa memperoleh keterampilan manajemen waktu, fokus, pengumpulan data,
penyusunan laporan dan evaluasi.

14

Menurut Dincer dkk kekurangan juga ada. sebagaimana dikutip oleh Akinoglu dan
Tandongan (2007) kekurangan dari metode problem based learning adalah sebagai
berikut:
(1) Guru kesulitan dalam merubah gaya mengajar.
(2) Memerlukan lebih banyak waktu untuk siswa dalam memecahkan
masalah, jika metode tersebut baru diperkenalkan dikelas.
(3) Setiap kelompok boleh menyelesaikan tugas sebelum atau sesudahnya
(4) Problem Based Learning membutuhkan bahan dan penelitian yang banyak.
(5) Sukar menerapkan metode problem based learning dalam semua kelas.
(6) Kesulitan dalam menilai pelajaran.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa Problem Based
Learning adalah pembelajaran yang menghadirkan masalah dunia nyata sebagai suatu
konteks bagi siswa

untuk

belajar

tentang

keterampilan

pemecahan

masalah.

Sehingga kemampuan berpikir kreatif siswa dapat berkembang dengan baik


dengan pembelajaran menggunakan metode Problem Based Learning.
2.1.2. Discoveri Learning
2.1.2.1. Konsep Discovery Learning
Metode Discovery Learning merupakan salah satu metode mengajar yang mana
guru tidak langsung memberikan hasil akhir atau kesimpulan dari materi yang
disampaikannya. Melainkan siswa diberi kesempatan mencari dan menemukan hasil
data tersebut. Sehingga proses pembelajaran ini yang akan diingat oleh siswa sepanjang
masa, sehingga hasil yang ia dapat tidak mudah dilupakan.
Discovery Learning adalah suatu metode / strategi yang berpusat pada siswa
dimana kelompok kelompok siswa di hadapkan pada suatu persoalan untuk mencari
jawaban atas pertanyaan pertanyaan dalam suatu prosedur dan struktur kelompok yang
digariskan secara jelas.
Metode Discovery Learning diartikan sebagai prosedur mengajar yang
mementingkan pengajaran, perseorangan, manipulasi obyek dan percobaan, sebelum
sampai kepada generalisasi. Sehingga metode Discovery Learning merupakan
komponen dari praktik pendidikan yang meliputi metode mengajar yang memajukan

15

cara belajar aktif, berorientasi pada proses, mengarahkan sendiri, mencari sendiri, dan
reflektif (Suryosubroto B, 2009).
Discovery Learning merupakan suatu rangkaian kegiatan pembelajaran yang
melibatkan seluruh kemampuan siswa secara maksimal untuk mencari dan menyelidiki
secara sistematis, kritis, dan logis sehingga siswa dapat menemukan sendiri
pengetahuan, sikap, dan keterampilan sebagai wujud adanya perubahan tingkah laku
(Hanafiah, 2009).
2.1.2.2

Konsep Discovery Learning Dalam Pembelajaran

Menurut Langkah langkah pembelajaran pada metode penenuan (Discovery)


menurut Ricard Scuhman adalah sebagai berikut :
1. Identifikasi kebutuhan siswa
2. Seleksi terhadap prinsip, pengertian konsep dan generalisasi yang akan dipelajari
3. Seleksi bahan dan problem maupun tugas tugas
4. Mempersiapkan setting kelas dan alat alat yang diperlukan
5. Memberi kesempatan pada siswa untuk melakukan penemuan
6. Membantu siswa dengan informasi / data, jika diperlukan oleh siswa
7. Merangsang terjadinya interaksi antar siswa
8. Membantu siswa merumuskan prinsip prinsip dan generalisasi atas hasil penemuannya
Ada beberapa tahapan yang harus ditempuh dalam melaksanakan metode penemuan
(Discovery) yaitu :
1. Perumusan masalah untuk di pecahkan oleh siswa
2. Menetapkan jawaban sementara atau yang lebih dikenal dengan istilah hipotesis
3. Siswa mencari informasi, data, dan faktor yang diperlukan untuk menjawab
permasalahan atau hipotesis
4. Siswa menarik kesimpulan jawaban atau generalisasi
5. Mengaplikasikan kesimpulan atau generalisasi dalam situasi yang baru
2.1.2.3

Definisi Discovery Learning

16

Discovery Learning adalah teori belajar yang didefinisikan sebagai proses


pembelajaran yang terjadi bila pelajar tidak disajikan dengan pelajaran dalam bentuk
finalnya, tetapi diharapkan mengorganisasi sendiri. Dasar ide Bruner ialah pendapat dari
Piaget yang menyatakan bahwa anak harus berperan aktif dalam belajar di kelas.
(Lefancois dalam Emetembun, 1986:103).
Discovery Learning adalah proses mental dimana siswa mampu mengasimilasikan
sesuatu konsep atau prinsip. Yang dimaksudkan dengan proses mental tersebut antara
lain ialah: mengamati, mencerna, mengerti, menggolong-golongkan, membuat dugaan,
menjelaskan, mengukur, membuat kesimpulan dan sebagainya. Suatu konsep misalnya:
segi tiga, pans, demokrasi dan sebagainya, sedang yang dimaksud dengan prisnsip antara
lain ialah: logam apabila dipanaskan akan mengembang. Dalam teknik ini siswa
dibiarkan menemukan sendiri atau mengalami proses mental itu sendiri, guru hanya
membimbing dan memberikan instruksi (Sund, 1989).
Dari beberapa pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa metode penemuan
(Discovery) adalah suatu metode di mana dalam proses belajar menbgajar guru
memperkenankan siswanya untuk menemukan sendiri, mengarahkan sendiri, mencari
sendiri, menyelidiki sendiri konsep dan prisip dari pengetahuan, sikap dan keterampilan
sehingga menimbulkan perubahan tingkah laku siswa.
2.1.2.4
Karakteristik Discovery Learning
Beberapa kebaikan metode penemuan menurut Suryosubroto (1997:200) sebagai
berikut:
1. Dianggap membantu siswa mengembangkan atau memperbanyak persediaan dan
penguasaan keterampilan dan proses kognitif siswa, andaikata siswa itu dilibatkan terus
dalam penemuan terpimpin. Kekuatan diri dari proses penemuan datang dari usaha
untuk menemukan; jadi seseorang belajar bagaimana belajar itu.
2. Pengetahuan yang diperoleh dari strategi ini sangat pribadi sifatnya dan mungkin
merupakan suatu pengetahuan yang sangat kukuh; dalam arti pendalaman dari
pengertian, retensi dan transfer.

17

3. Strategi penemuan membangkitkan gairah pada siswa, misalnya siswa merasakan


jerih payah penyelidikannya, menemukan keberhasilan dan kadang-kadang kegagalan.
4. Metode ini memberi kesempatan pada siswa untuk bergerak maju sesuai dengan
kemampuannya sendiri.
5. Metode ini menyebabkan siswa mengarahkan sendiri cara belajarnya, sehingga ia
lebih merasa terlibat dan bermotivasi sendiri untuk belajar, paling sedikit pada suatu
proyek penemuan khusus.
6. Metode ini dapat membantu memperkuat pribadi siswa dengan bertambahnya
kepercayaan pada diri sendiri melalui proses-proses penemuan. Dapat memungkinkan
siswa sanggup mengatasi kondisi yang mengecewakan.
7. Strategi ini berpusat pada anak, misalnya memberi kesempatan pada mereka dan guru
berpartisipasi sebagai sesama dalam mengecek ide. Guru menjadi teman belajar,
terutama dalam situasi penemuan yang jawabannya belum diketahui sebelumnya.
8. Membantu perkembangan siswa menuju skeptisisme yang sehat untuk menemukan
kebenaran akhir dan multak.
Tujuan Metode Pembelajaran Penemuan (Discovery) Metode pembelajaran
penemuan (Discovery) dalam proses belajar mengajar mempunyai beberapa tujuan
antara lain :
a. Meningkatkan keterlibatan siswa secara aktif dalam memperoleh dan memproses
perolehan belajar
b. Mengarahkan para siswa sebagai pelajar seumur hidup
c. Mengurangi ketergantungan kepada guru sebagai satu satunya sumber informasi
yang diperlukan oleh para siswa

18

d. Melatih para siswa mengeksplorasi atau memanfaatkan lingkungannya sebagai


informasi yang tidak akan pernah tuntas di gali
Adapun tujuan lain dari metode penemuan (Discovery) dalam proses belajar
mengajar adalah sebagai berikut :
a. Mengembangkan sikap, keterampilan, kepercayaan siswa dalam memutuskan sesuatu
secara tepat dan obyektif
b. Mengembangkan kemampuan berfikir agar lebih tanggap, cermat dan melatih daya
nalar ( kritis, analis dan logis )
c. Membina dan mengembangkan sikap rasa ingin tahu
d. Menggunakan aspek kognitif, afektif dan psikomotor dalam belajar
2.1.3. Persamaan dan Perbedaan Metode Discovery Learning dan Problem Based
Learning
Keunggulan dan kekurangan pembelajaran dengan model Discovery Learning
dan Problem Based Learning telah dibahas pada pembahasan sebelumnya. Berikut ini
akan dipaparkan persamaan dan perbedaan model Disovery Learning dan Problem
Based Learning.
Tabel 2.1
Persamaan dan Perbedaan Model Discovery Learning dan Problem Based Learning
No
1

Persamaan

Perbedaan

Secara umum kedua mode pembelajaran Tujuan Discovery Learning adalah siswa
itu dinilai memberikan dampak positif,

mampu menemukan konsep, hukum, atau

baik dari aspek keterampilan,

prinsip dari materi ajar melalui

pengetahuan, dan sikap.

penyelidikan individu atau kelompok,

19

sedangkan model sedangkan tujuan


Problem Based Learning adalah siswa
mampu menyelesaikan masalah
kontekstual/masalah nyata dengan
pengetahuan yang telah dimilikinya
2

Pembelajaran didesain dengan

Masalah yang digunakan Discovery

memanfaatkan masalah-masalah,

Learning adalah hasil manipulasi guru,

sebingga materi pembelajaran tidak

sedangkan masalah yang digunakan

disajikan dalam bentuk final/jadi.

dalam model Problem Based Learning


adalah masalah kontekstual yang dekat
dengan kehidupan siswa

2.1.4. Berfikir Kreatif


2.1.4.1. Konsep Berfikir Kreatif
Menurut Sternberg (2004) otak manusia mempunyai tiga potensi utama yaitu
kepintaran, kreatifitas dan kebijaksanaan. Menurutnya, ketiga-tiganya mesti dipupuk
dan dirangsang agar manusia dapat menggunakan otaknya secara optimum. Kajiankajian yang dijalankan menunjukkan bahwa banyak sekali tumpuan diberikan untuk
memupuk kepintaran sedangkan aspek pemupukan kreatifitas masih belum lagi
diberikan perhatian yang sewajarnya (Toh 2003, Yong 1989).
Pendidikan di sekolah merupakan fase penting dari perkembangan anak yang
akan mempengaruhi kualitas sumber daya manusia Indonesia di masa datang. Karena
ketika kita tidak mampu memaksimalkan kemampuan berpikir kreatif siswa maka
akan berpengaruh ketika peserta didik terjun di masyarakat, termasuk juga peserta
didik akan terkendala ketika mengembangkan Torrance Tes Kemampuan berpikir
kreatif (Kyung Hee Kim, 2006). Peserta didik memiliki rasa ingin tahu, tanggap
terhadap permasalahan dan kompleksitasnya, dan minat untuk memahami fenomena
secara bermakna. Sementara itu, kreatifitas pada dasarnya berkenaan dengan upaya

20

mengenali dan memecahkan permasalahan yang dihadapi secara efektif dan etis
(Man, 2009). Oleh karena itu, penekanan pada kemampuan berpikir kreatif di sekolah
yakni di berbagai jenjang menjadi hal yang sangat fundamental.
Kurikulum pendidikan menekankan pada bagaimana memfasilitasi belajar
siswa untuk berfikir kreatif agar memiliki kompetensi untuk bekerja sama,
memahami potensi diri, meningkatkan kinerja dan berkomunikasi secara efektif
dalam setiap pemecahan masalah yang dihadapi. Oleh karena itu, pembelajaran di
sekolah tidak hanya bertujuan untuk pemahaman pengetahuan saja, tetapi juga
kemampuan untuk memecahkan permasalahan yang kompleks. Penelitian yang
tersedia dalam psikologi pendidikan (Alexander, Murphy, & Woods, 1994; Penyok,
1995; di Sessa, 1988; Kauffman & Hamza, 1998; Pintrich, Marx, & Boyle, 1993;
Postman, 1993; Torrance, 1987; Torrance & safter, 1990), disuplemen untuk
pengalaman hidup, pengalaman kerja, dan individu wawasan, kekurangan terungkap
dalam metode pengajaran pendidikan dan strategi kemampuan berpikir kreatif dan
pemecahan masalah diajarkan di semua tingkat pendidikan. Selain itu, pengamatan
berbagai pengalaman akademik selama kuliah mereka menunjukkan bahwa
kekurangan-kekurangan dalam metode pengajaran dan strategi secara signifikan
menghambat kemampuan siswa untuk menjadi pekerja produktif.
2.1.4.2.

Definisi Berfikir Kreatif

Menurut Munandar (1999: 47), kreativitas adalah kemampuan untuk membuat


kombinasi baru, berdasarkan data, informasi, atau unsur-unsur yang ada. Menurut
Hurlock, sebagaimana dikutip oleh Siswono (2004: 77), menjelaskan kreativitas
adalah kemampuan seseorang untuk menghasilkan komposisi, produk atau gagasan
apa saja yang pada dasarnya baru dan sebelumnya siswa tidak dikenalnya. Pengertian
dari kreativitas dalam

ekonomi adalah kemampuan berpikir kreatif dalam

menyelesaikan masalah ekonomi. Berpikir kreatif merupakan suatu kegiatan untuk


menemukan ide baru yang sesuai dengan tujuan, dengan cara membangun ide-ide,
mensintesis ide-ide tersebut dan menerapkannya (Siswono, 2004: 79).

21

Berpikir kreatif merupakan salah satu ranah kognitif yang digambarkan dalam
revisi taksonomi Bloom, yaitu menciptakan (create). Krathwohl (2002: 215)
menyebutkan bahwa: Create - Putting elements together to form a novel, coherent
whole or make an original product.
(1) Generating, (2) Planing, (3) Producing.
Menurut Anderson, sebagaimana dikutip oleh Pickard (2007: 48), menyatakan
contoh dari proses kognitif create adalah memasang, mengkonstruk, menciptakan,
mendesain, mengembangkan, merumuskan, dan menulis.

creating
evaluating
analysing
applying
understanding
remembering
Gambar 2.1 Revisi Taksonomi Bloom
Sumber: http://net.educause.edu/ir/library/pdf/eli08105a.pdf
2.1.4.3.

Karakteristik Berfikir Kreatif

Menurut DePorter & Hernacki (2008: 301), proses kreatif mengalir melalui lima tahap,
sebagai berikut.

22

(1) Persiapan yaitu mendefinisikan masalah, tujuan, atau tantangan.


(2) Inkubasi yaitu mencerna fakta-fakta dan mengolahnya dalam pikiran.
(3) Iluminasi yaitu memunculkan gagasan-gagasan baru.
(4) Verifikasi yaitu memastikan apakah solusi itu benar-benar memecahkan masalah.
(5) Aplikasi yaitu mengambil langkah-langkah untuk menindaklanjuti solusi tersebut.
Menurut Isaksen et al., sebagaimana dikutip oleh Mahmudi (2010: 3),
berpendapat bahwa berpikir kreatif sebagai proses kontruksi ide yang menekankan pada
aspek kelancaran, keluwesan, kebaruan, dan keterincian. Menurut Silver, sebagaimana
dikutip oleh Siswono (2011: 549), menunjukkan indikator untuk mengidentifikasi
berpikir kreatif siswa adalah kefasihan, fleksibilitas, dan kebaruan dengan
menggunakan pemecahan masalah. Menurut Munandar (2009: 59), penilaian kreativitas
diukur meliputi dimensi kognitif (berpikir kreatif), dimensi afektif (sikap dan
kepribadian), dan dimensi psikomotor (keterampilan kreatif).
Dimensi kognitif dari kreativitas mencakup antara lain, kelancaran, kelenturan,
orisinalitas dalam berpikir, dan kemampuan untuk merinci (elaborasi). Dalam penelitian
ini, indikator kemampuan berpikir kreatif adalah kemampuan berpikir yang dapat
menciptakan banyak gagasan, ide, jawaban, penyelesaian masalah atau pertanyaan yang
menekankan pada kelancaran (fluency), keluwesan (flexibelity), keaslian (originality),
dan kemampuan untuk memperinci, memperkaya dan mengembangkan (elaboration)
dalam menghasilkan suatu produk dalam hubungannya dengan pembelajaran ekonomi.
Menurut Dwijanto (2007: 11-12), berpikir kreatif adalah kemampuan yang
meliputi 4 (empat) kemampuan, sebagai berikut.
(1) Kelancaran (fluency) yaitu kemampuan menjawab masalah secara tepat.

23

(2) Keluwesan (flexibility) yaitu kemampuan menjawab masalah melalui cara yang
tidak baku.
(3)

Keaslian

(originality)

yaitu

kemampuan

menjawab

masalah dengan

menggunakan bahasa, cara, atau ide sendiri.


(4) Elaborasi (elaboration) yaitu kemampuan memperluas jawaban masalah,
memunculkan masalah baru atau gagasan.
Dalam

penelitian

ini,

indikator

kemampuan

berpikir

kreatif

adalah

kemampuan berpikir yang dapat menciptakan banyak gagasan, ide, jawaban,


penyelesaian masalah atau pertanyaan yang menekankan pada kelancaran (fluency),
keluwesan (flexibelity), keaslian (originality), dan kemampuan untuk memperinci,
memperkaya dan mengembangkan (elaboration) dalam menghasilkan suatu produk
dalam hubungannya dengan pembelajaran ekonomi.
2.2.

Penelitian Terdahulu

Penelitian yang berhubungan dengan metode Problem Based Learning dan


Discoveri Learning serta berfikir kreatif peserta didik adalah sebagai berikut:
1. Stroble (2009) meneliti tentang efektivitas pembelajaran Problem Based Learning
dengan pembelajaran konvensional. Dari hasil penelitian tersebut ditemukan bahwa
Problem Based Learning secara signifikan lebih efektif dibandingkan dengan
pembelajaran konvensional dan berpengaruh terhadap kemampuan berfikir kreatif
peserta didik.
2. Masruchah, Khoirum (2011) melakukan penelitian yang fokus utamanya adalah
kemampuan berpikir kreatif sebagai produk dan fokus kedua adalah prosesnya yaitu
Problem Based Learning dan Discoveri Learning, kemudian menggali hubungan
diantara keduanya. Dalam penelitian tersebut, digambarkan bahwa Problem Based
Learning dan Discoveri Learning mencakup mengenai bagaimana kemampuan guru

24

dalam mengelola pembelajaran metode Problem Based Learning dan Discoveri


Learning, bagaimana aktivitas siswa pada proses pembelajaran metode Problem
Based Learning dan Discoveri Learning, bagaimana kemampuan berpikir kreatif
siswa sebelum dan sesudah diterapkannya metode Problem Based Learning, serta
adakah pengaruh metode Problem Based Learning dan Discoveri Learning terhadap
kemampuan berpikir kreatif siswa dalam memecahkan masalah . Berdasarkan
penelitian tersebut, komunikasi pembelajaran yang akan berdampak pada pencapaian
prestasi belajar.
3. Reni Sintawati mahasiswa Program Studi Pendidikan Agama Islam UIN Sunan
Kalijaga Yogyakarta yang berjudul Implementasi Pendekatan Saintifik Model
Discovery Learning Dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Di SMA Negeri
1 Jetis Bantul.35 Hasil penelitian menunjukkan penerapan pendekatan saintifik
model Discovery Learning dalam pembelajaran PAI di SMA Negeri 1 Jetis Bantul
dapat membuat siswa antusias dalam mengikuti pembelajaran, rasa ingin tahunya
berkembang, aktif, berpusat pada siswa, dan dapat mengembangkan kemampuan
berkomunikasi.
4. Akhmad Afendi mahasiswa Program Studi Pendidikan Matematika UIN Sunan
Kalijaga Yogyakarta yang berjudul, Efektivitas Penggunaan Metode Discovery
Learning Terhadap Hasil Belajar Kelas X SMK Diponegoro Yogyakarta.36
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, kelas eksperimen memiliki rata-rata
sebesar 57,12 dan kelas kontrol memiliki rata-rata sebesar 41,50, maka dapat
disimpulkan pembelajaran dengan metode Discovery Learning lebih efektif daripada
pembelajaran dengan metode konvensional terhadap hasil belajar matematika siswa
kelas X SMK Diponegoro Yogyakarta.
5. Kartika Nurfarida mahasiswa Program Studi Pendidikan Matematika UIN Sunan
Kalijaga Yogyakarta yang berjudul, Efektivitas Pembelajaran Kooperatif Tipe
Numbered Heads Together (NHT) Dengan Pendekatan Problem Based Learning

25

(PBL) Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas VII SMP Negeri 5
Yogyakarta.37 Berdasarkan hasil penelitian didapat kesimpulan pembelajaran
kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) dengan pendekatan Problem
Based Learning (PBL) lebih efektif daripada pembelajaran konvensional dalam
pembelajaran matematika pokok bahasan segiempat untuk kelas VII D, VII F, VII G,
dan VII I semester genap SMP Negeri 15 Yogyakarta tahun pelajaran 2009/2010.
6. Citra Samsu Nur Rahmah mahasiswa jurusan Pendidikan Matematika Universitas
Muhammadiyah Surakarta yang berjudul, Penerapan Pendekatan Saintifik Model
Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) Pada Pembelajaran Matematika
Ditinjau Dari Aktifitas Belajar Siswa Kelas X SMK Muhammadiyah 2 Sukoharjo
Tahun 2013/2014.38 Hasil dari penelitian tersebut adalah: (1) terdapat perbedaan
efek penerapan pembelajaran (saintifik dengan model PBL dan pembelajaran
matematika pokok bahasan segiempat untuk kelas VII D, VII F, VII G, dan VII I
semester genap SMP Negeri 15 Yogyakarta tahun pelajaran 2009/2010.

2.3.

Kerangka Pemikiran

Berdasarkan hasil penelitian terdahulu, seperti yang sudah dijelaskan dalam


pendahuluan bahwa kemampuan berfikir kreatif peserta didik masih belum memuaskan,
bahkan daya serap sekolah untuk indikator tersebut masih di bawah target yang
diharapkan. Pengalaman di lapangan menunjukkan bahwa kemampuan berpikir kreatif
termasuk dalam kategori kurang.
Berdasarkan teori-teori belajar yang telah dijelaskan di atas, salah satu metode
pembelajaran yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah tersebut yaitu, guru dapat
menggunakan metode Problem Based Learning dan metode Discovery Learning.
Belajar dalam kelompok kecil dengan metode Problem Based Learning dan Discovery
Learning

ini memberi kesempatan kepada siswa untuk memulai belajar dengan

memahami permasalahan terlebih dahulu, kemudian terlibat secara langsung

26

memunculkan berbagai solusi dalam diskusi kelompok sehingga mereka dapat berpikir
kreatif untuk mencari penyelesaian dari soal.
Kerangka pemikiran penelitian ini didasarkan pada landasan teori yang relevan,
dimana LTSIN (2001) secara khusus mendefinisikan berfikir kreatif adalah creative
thinking is the process which we use when we come up with a new idea. It is the merging
of ideas which have not been merged before. LTSIN menyatakan bahwa berfikir kreatif
adalah proses (bukan hasil) untuk menghasilkan ide baru dan ide itu merupakan
gabungan dari ide-ide yang sebelumnya belum disatukan. Sementara itu Menurut Ahmad
Rohani (2004:6) belajar yang berhasil harus melalui berbagai macam aktifitas, baik
aktifitas fisik maupun psikis. Aktifitas fisik ialah peserta didik giat-aktif dengan anggota
badan, membuat sesuatu, bermain ataupun bekerja, ia tidak hanya duduk dan
mendengarkan, melihat atau pasif. Peserta didik yang mempunyai aktifitas psikis atau
kejiwaan adalah jika daya jiwanya bekerja sebanyak-banyaknya atau banyak berfungsi
dalam rangka pengajaran. Seluruh peranan dan kemauan dikerahkan dan diarahkan
supaya daya itu tetap aktif untuk mendapatkan hasil pengajaran yang optimal sekaligus
mengikuti proses pengajaran (proses perolehan hasil belajar) secara aktif, ia
mendengarkan, mengamati, menyelidiki, mengingat, menguraikan, mengasosiasikan
ketentuan satu dengan yang lainnya, dan sebagainya.
Dalam pembelajaran terdapat beragam metode yang dapat menunjang pada
peningkatan kemampuan berfikir kreatif. Salah satu metode pembelajaran yang dapat
menumbuhkan kemampuan berfikir kreatif siswa yaitu metode pembelajaran ProblemBased Learning dan Discovery Learning, karena berpikir kreatif merupakan proses
berpikir tinggi bahkan Dewey memandang berpikir kreatif sebagai sebuah proses
pemecahan masalah. .
Pembelajaran ekonomi menggunakan metode pembelajaran Problem-Based
Learning dan Discovery Learning diharapkan bisa meningkatkan kemampuan berfikir
kreatif siswa. Karena dengan metode pembelajaran Problem-Based Learning dan

27

Discovery Learning siswa dapat secara aktif berfikir kreatif serta mampu memecahkan
masalah tanpa dibatasi materi dari guru saja.
Dari teori dan pendapat diatas dapat ditarik benang merah dan dibuat kerangka
pemikiran sebagai berikut:
Gambar
Kaitan Variabel Independen dan Variabel Devenden
METODE
PROBLEM BASED
LEARNING

KEMAMPUAN
BERFIKIR KREATIF

METODE
DISCOVERY
LEARNING

Keterangan

: Menunjukan adanya pengaruh dari pembelajaran dengan Metode

Problem Based Learning (Variabel X1) dan Metode Discovery Learning (Variabel X2)
terhadap pengembangan Kemampuan Berfikir Kreatif (Variabel Y)
2.4. Hipotesis
Berdasarkan kerangka berpikir di atas, maka rumusan hipotesis penelitian ini
adalah.
(1) Kemampuan berpikir kreatif siswa yang menggunakan metode Problem Based
Learning dan Discovery telah mencapai ketuntasan klasikal.
(2) Kemampuan berpikir kreatif siswa yang menggunakan metode Problem Based
Learning dan Discovery lebih baik daripada menggunakan pembelajaran konvensional.
(3) Kemampuan berpikir kreatif siswa dalam pembelajaran dengan metode Problem Based
Learning dan Discovery Learning pada pembelajaran ekonomi meningkat.

28

Anda mungkin juga menyukai