Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN
I.I. Latar Belakang Penelitian
Pendidikan harus menunjukkan bagaimana energi dan kemampuan kreatif secara terus
menerus mengembangkan konteks, konten dan kualitas hidup manusia. Kreatifitas sangat
berpengaruh besar terhadap dunia pendidikan. Masalah-masalah yang dihadapi membutuhkan
keterampilan kemampuan berpikir kreatif untuk menemukan solusinya Florence Beetlestone
(2011: 1). Kepentingan berfikir kreatif dalam membangunkan masyarakat dan negara telah lama
disadari (Storm & Storm, 2002). Maka kreativitas diperlukan sejak dini karena diharapkan dapat
menjadi bekal untuk menghadapi dan menyelesaikan persoalan-persoalan dalam kehidupan,
khususnya bekal bagi peserta didik.
Dijelaskan bahwa pelestarian cara bangsa ini hidup dan masa depan yang aman
tergantung pada sumber daya yang paling penting di negaranya; yakni kemampuan intelektual
dan, lebih dari itu adalah kemampuan berpikir kreatif yang sangat penting (Guilford, 1959).
Dalam dunia yang bergerak begitu cepat juga dalam ketidakpastian dan tantangan kompleks,
bagaimana guru dapat menciptakan dan menumbuhkan lingkungan belajar yang mempromosikan
kemampuan berpikir kreatif (Hamza ; G. Griffith Kimberly, 2006). Begitu pentingnya masalah
mengenai berfikir kreatif, berbanding lurus dengan penawaran berbagai alternatif untuk
peningkatan cara berfikir kreatif peserta didik namun isu ini tetap menarik untuk peneliti teliti
kembali. Penemuan-penemuan dalam studi dapat menjadi jalan keluar untuk mengubah dan
menambah khazanah serta paradigma dunia pendidikan kita untuk sama-sama dapat
meningkatkan berfikir kreatif peserta didik.
Menurut Torrance dan safter (1990), siswa lebih suka belajar kreatif dengan
mengeksplorasi, mempertanyakan, bereksperimen, memanipulasi, mendengarkan, dan pengujian.
Bereaksi terhadap kekuatan budaya yang kuat, namun, lembaga pendidikan mendorong
kecerdasan dan logika, bersikeras bahwa siswa belajar dengan otoritas. CRE-ative berpikir
sebagai melibatkan berpikir divergen, yang menekankan kefasihan, fleksibilitas, orisinalitas, dan
elabo-ransum. Guilford, bagaimanapun, mencatat bahwa berpikir kreatif adalah tidak sama
dengan berpikir divergen, karena creativ-ity membutuhkan kepekaan terhadap masalah serta
kemampuan redefini-tion, yang meliputi transformasi berpikir, penafsiran, dan kebebasan dari
func-nasional fixedness dalam berkendara solusi yang unik Guilford (1956, 1959, 1960, 1986).

Abad ke-21, sebagai abad dengan generasi digital seperti sekarang ini, proses
pembelajaran menekankan kepada pentingnya untuk meningkatkan keterampilan yang berkaitan
dengan komunikasi, kolaborasi, kreativitas, kepemimpinan dan kemahiran dalam penggunaan
teknologi (Chelliah & Clark, 2011). Menurut Sternberg (2004) otak manusia mempunyai tiga
potensi utama yaitu kepintaran, kreatifitas dan kebijaksanaan. Menurutnya, ketiga-tiganya mesti
dipupuk dan dirangsang agar manusia dapat menggunakan otaknya secara optimum
. Kajian-kajian yang dijalankan menunjukkan bahwa banyak sekali tumpuan diberikan
untuk memupuk kepintaran sedangkan aspek pemupukan kreatifitas masih belum lagi diberikan
perhatian yang sewajarnya (Toh 2003, Yong 1989). Hal tersebut sejalan dengan yang terjadi di
Indonesia masih jauh tertinggal dalam upaya pemaksimalan kreatifitas yang ada pada diri siswa.
Hal inilah yang mendasari pemikiran bagaimana meningkatkan kreatifitas siswa di Indonesia,
yakni dari sejak tingkat dasar sampai pada tingkat atas dalam upaya peningkatan kemampuan
berpikir kreatif pada diri siswa. Pendidikan di sekolah merupakan fase penting dari
perkembangan anak yang akan mempengaruhi kualitas sumber daya manusia Indonesia di masa
datang. Karena ketika kita tidak mampu memaksimalkan kemampuan berpikir kreatif siswa
maka akan berpengaruh ketika peserta didik terjun di masyarakat, termasuk juga peserta didik
akan terkendala ketika mengembangkan Torrance Tes Kemampuan berpikir kreatif (Kyung Hee
Kim, 2006).
Peserta didik memiliki rasa ingin tahu, tanggap terhadap permasalahan dan
kompleksitasnya, dan minat untuk memahami fenomena secara bermakna. Sementara itu,
kreatifitas pada dasarnya berkenaan dengan upaya mengenali dan memecahkan permasalahan
yang dihadapi secara efektif dan etis (Man, 2009). Oleh karena itu, penekanan pada kemampuan
berpikir kreatif di sekolah yakni di berbagai jenjang menjadi hal yang sangat fundamental.
Era perkembangan IPTEK, Indonesia memerlukan sumberdaya manusia yang kreatif dan
terampil untuk menghasilkan karya inovatif. Oleh karena itu, kurikulum pendidikan menekankan
pada bagaimana memfasilitasi belajar siswa untuk berfikir kreatif agar memiliki kompetensi
untuk bekerja sama, memahami potensi diri, meningkatkan kinerja dan berkomunikasi secara
efektif dalam setiap pemecahan masalah yang dihadapi. Oleh karena itu, pembelajaran di sekolah
tidak hanya bertujuan untuk pemahaman pengetahuan saja, tetapi juga kemampuan untuk
memecahkan permasalahan yang kompleks. Penelitian yang tersedia dalam psikologi pendidikan
(Alexander, Murphy, & Woods, 1994; Penyok, 1995; di Sessa, 1988; Kauffman & Hamza, 1998;

Pintrich, Marx, & Boyle, 1993; Postman, 1993; Torrance, 1987; Torrance & safter, 1990),
disuplemen untuk pengalaman hidup, pengalaman kerja, dan individu wawasan, kekurangan
terungkap dalam metode pengajaran pendidikan dan strategi kemampuan berpikir kreatif dan
pemecahan masalah diajarkan di semua tingkat pendidikan. Selain itu, pengamatan berbagai
pengalaman akademik selama kuliah mereka menunjukkan bahwa kekurangan-kekurangan
dalam metode pengajaran dan strategi secara signifikan menghambat kemampuan siswa untuk
menjadi pekerja produktif.
Penelitian mengenai pemaksimalan mengenai berfikir kreatif telah banyak dilakukan,
tentu sebagai usaha untuk meningkatkan kreatifitas siswa dalam berfikir. Kebanyakan penelitian
mengenai berfikir kreatif berfokus pada kesenjangan peserta didik dalam berfikir kreatif
dikarenakan perbedaan yang dimiliki oleh individu seperti perbedaan lingkungan, budaya, serta
level kecerdasan yang berbeda-beda (Pang, 2012) (Ronald, 2009) (Stewart 2008). Penelitian
yang dilakukan tersebut mengidikasi bahwa pengaruh latar belakang tentu penting untuk juga
diperhatikan, terutama untuk memaksimalkan pencapaikan tenaga pendidik ketika mengajar
yang dalam hal ini kaitannya mengenai pemaksimalan peserta didik dari segi berfikir kreatif.
Penelitian ini didasarkan pada landasan teori yang relevan, dimana LTSIN (2001) secara
khusus mendefinisikan berfikir kreatif adalah proses (bukan hasil) untuk menghasilkan ide baru
dan ide itu merupakan gabungan dari ide-ide yang sebelumnya belum disatukan. Sementara itu
Menurut Ahmad Rohani (2004:6) belajar yang berhasil harus melalui berbagai macam aktifitas,
baik aktifitas fisik maupun psikis. Aktifitas fisik ialah peserta didik giat-aktif dengan anggota
badan, membuat sesuatu, bermain ataupun bekerja, tidak hanya duduk dan mendengarkan,
melihat atau pasif. Peserta didik yang mempunyai aktifitas psikis atau kejiwaan adalah jika daya
jiwanya bekerja sebanyak-banyaknya atau banyak berfungsi dalam rangka pengajaran. Seluruh
peranan dan kemauan dikerahkan dan diarahkan supaya daya itu tetap aktif untuk mendapatkan
hasil pengajaran yang optimal sekaligus mengikuti proses pengajaran (proses perolehan hasil
belajar) secara aktif, mendengarkan, mengamati, menyelidiki, mengingat, menguraikan,
mengasosiasikan ketentuan satu dengan yang lainnya, dan sebagainya.
Perubahan kemampuan berpikir kreatif siswa tiap siklus dapat dilihat pada tabel 1
berikut. Berdasarkan data yang diteliti oleh Tatag Yuli Eko Siswono Jurusan ekonomi FMIPA
Unesaper, yang melakukan penelitian di kelas X D SMP Negeri 6 Sidoarjo.
Tabel X: Perubahan Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa

Sumber : Jurnal Tatag Yuli Eko Siswono Jurusan ekonomi FMIPA Unesaper
Memperhatikan tabel X tergambar bahwa banyak siswa yang memiliki kemampuan
berpikir kreatif pada siklus pertama mengalami peningkatan untuk tiap aspek, tetapi pada siklus
kedua untuk aspek fleksibilitas mengalami penurunan. Jadi disimpulkan berdasar kriteria yang
dibuat, secara keseluruhan siswa belum mengalami peningkatan kemampuan berpikir kreatifnya.
Pembelajaran dengan pengajuan masalah hanya meningkatkan pada aspek pemahaman informasi
terhadap masalah, kefasihan dan kebaruan menghasilkan jawaban.
Meningkatkan kemampuan berpikir kreatif pada diri peserta didik tentu bukan hal yang
mudah, kreatifitas diartikan bahwa: Sesuatu yang pasti guru ingin mendorong mereka untuk itu.
Namun itu salah satu aspek yang paling sulit dilakukan di dalam kelas. Banyak guru ingin siswa
mereka untuk menjadi kreatif tetapi tidak sepenuhnya yakin apa yang harus dilakukan (Susan
M. Brookhart, 2010 : 124). Berpikir kreatif melihat hal-hal tertentu yang ditandai oleh keempat
aspek yaitu fluency, flexibility, originality dan elaboration (Torrance, 1969). Berpikir kreatif
merupakan kemampuan berpikir tingkat tinggi, yang merupakan berpikir divergen (Baker &
Rudd, 2001). Di antara faktor-faktor yang mempengaruhi berfikir kreatif tersebut, pendidikan
dianggap paling penting untuk mempengaruhi berfikir kreatif seseorang individu tersebut (Aaser
1993). Para cendiakiawan termasuk para pendidik, ahli psikologi, dan ahli politik telah
mempersoalkan peranan yang telah dimainkan oleh elemen-elemen penting dalam pendidikan
seperti kurikulum, sekolah dan lebih khusus lagi para guru dalam membangun berfikir kreatif,
kemahiran, sikap dan kemampuan peserta didik (Levine 1996). Isaksen (2003) menguraikan
proses kreatif yang dikenal dengan Creative Problem Solving (CPS) dalam tiga langkah utama
yaitu memahami masalah, membangun ide dan merencanakan tindakan. Memahami
masalah meliputi tahapan menemukan tujuan, menemukan data atau fakta-fakta dan
menemukan masalah sebagai target pertanyaan. Membangkitkan ide mencakup penurunan
pilihan-pilihan untuk menjawab masalah terbuka (open-ended). Merencanakan tindakan meliputi

tahap menemukan solusi dan menemukan dukungan (acceptance-finding).

Proses berpikir

kreatif yang ringkas tetapi mendasar ditunjukan oleh Hermain (Lumsdaine & Lumsdaine,
1995) terdiri dari penciptaan (generating) ide, dan mewujudkan (memanisfestasikan) ide.
Proses

ini

merupakan

penyederhanaan (simplifikasi) dari beberapa pendapat yang telah

disebutkan. Dilihat bahwa proses dan cara yang dilakukan untuk memaksimalkan berfikir kreatif
siswa sangat berkaitan erat dengan variabel yang hendak diteliti, yakni Metode Problem Based
Learning dan Discoveri Learning. Hal tersebut tentu sebagai alasan kuat peneliti melakukan
penelitian menggunakan variabel tersebut.
Masruchah, Khoirum (2011) melakukan penelitian yang fokus utamanya adalah
kemampuan berpikir kreatif sebagai produk dan fokus kedua adalah prosesnya yaitu Problem
Based Learning dan Discoveri Learning, kemudian menggali hubungan diantara keduanya.
Dalam penelitian tersebut, digambarkan bahwa Problem Based Learning dan Discoveri Learning
mencakup mengenai bagaimana kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran metode
Problem Based Learning dan Discoveri Learning, bagaimana aktivitas siswa pada proses
pembelajaran metode Problem Based Learning dan Discoveri Learning, bagaimana kemampuan
berpikir kreatif siswa sebelum dan sesudah diterapkannya metode Problem Based Learning, serta
adakah pengaruh metode Problem Based Learning dan Discoveri Learning terhadap kemampuan
berpikir kreatif siswa dalam memecahkan masalah . Berdasarkan penelitian tersebut, komunikasi
pembelajaran yang akan berdampak pada pencapaian prestasi belajar.
Pemilihan metode atau metode pembelajaran hendaknya dapat mengatasi berbagai
masalah yang dialami siswa ketika proses pembelajaran berlangsung. Pembelajaran di sekolah
masih mengalami kendala dalam hal aplikasi yang dilakukan guru dalam proses pembelajaran,
yang mengakibatkan kurang berkembang serta rendahnya keterampilan kemampuan berpikir
kreatif peserta didik. Metode pembelajaran yang dilakukan dalam penelitian ini adalah metode
Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning) dan Metode Discovery yang
diharapkan dapat mengatasi minimnya kemampuan berpikir pada diri peserta didik pada proses
pembelajaran.
Penerapan Problem Based Learning diduga merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi kemampuan berpikir kreatif, seperti halnya yang di sampaikan (Wina Sanjaya,)
tujuan yang ingin dicapai oleh Problem Based Learning adalah kemampuan siswa untuk berpikir

kreatif, analitis, sistematis, dan logis untuk menemukan alternatif pemecahan masalah malalui
eksplorasi data secara empiris dalam rangka menumbuhkan sikap ilmiah.
Sedangkan Metode Discovery Learning adalah teori belajar yang didefinisikan sebagai
proses pembelajaran yang terjadi bila pelajar tidak disajikan dengan pelajaran dalam bentuk
finalnya, tetapi diharapkan mengorganisasi sendiri. Dasar ide Bruner ialah pendapat dari Piaget
yang menyatakan bahwa anak harus berperan aktif dalam belajar di kelas. (Lefancois dalam
Emetembun, 1986:103).
Prakteknya pembelajaran guru dilapangan kita ketahui masih sangat tradisional,
sedangkan seharusnya guru melibatkan siswa dalam tugas-tugas yang membutuhkan interaksi
antara peserta didik-guru atau antar peserta didik (Firmender, 2014). Hal ini menunjukan bahwa
harus ada pemaksimalan antara guru dan juga peserta didik, sebagaimana guru sebagai fasilitator
dan juga motivator yang pada akhirnya guru diharapkan mampu memaksimalkan potensi yang
ada pada diri peserta didik yang dalam hal ini adalah kemampuan berfikir kreatif siswa.
Sesuai dengan dengan keadaan yang ada Penyebab masih rendahnya keterampilan
berpikir kreatif siswa tersebut antara lain adalah pembelajaran yang belum memberdayakan
kemampuan berpikir kreatif siswa, oleh sebab itu diperlukan suatu pola pembelajaran yang dapat
meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa. Salah satu pola pembelajaran yang dapat
diterapkan adalah Pembelajaran Berbasis Masalah atau Problem Based Learning dan Discovery
Learning. Dari metode yang dilakukan merupakan faktor yang diduga mampu membantu guru
untuk meningkatkan kemampuan berfikir kreatif peserta didik. Hal ini didukung oleh penelitian
yang menyatakan bahwa Metode Problem Based Learning dan Discovery Learning mampu
meningkatkan kemampuan berpikir kreatif peserta didik dalam proses pembelajaran, dimana hal
tersebut mampu menunjang kemampuan berfikir kreatif (Masruchah, Khoirum (2011).
Dijelaskan bahwa Pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning) telah
menganjurkan sebagai alternatif, pendekatan untuk instruksi yang lebih progresif dan satu yang
didasarkan pada penawaran kesempatan untuk berkreatifitas dan untuk pengembangan
pribadinya (Barak, 2006; Tan, 2000b). Begitu juga penerapan Discovery Learning yang mampu
meningkatkan kemampuan berfikir kreatif siswa, hasil observasi menunjukkan keterampilan
berpikir kreatif siswa bisa ditingkatkan ketika pembelajaran tidak terfokus pada pembelajaran
satu arah. (Tarisna, 2015)

Proses pembelajaran harus mampu melahirkan peserta didik yang mampu berfikir kreatif,
yakni dalam hal ini berkenaan mengenai penelitian yang dilakukan. Dalam penelitian ini fokus
utamanya adalah kemampuan berpikir kreatif peserta didik. Maka sebagai suatu hal yang saling
berkaitan berkenaan dengan penerapan metode Problem-based learning dan Discovery Learning
diharapkan dapat menunjang serta berpengaruh terhadap peningkatan kemampuan berpikir
kreatif pada diri peserta didik pada pelajaran ekonomi. Kenapa pelajaran ekonomi, karena
pelajaran ekonomi yang selalu dipandang sebagai pelajaran yang cukup sulit, sehingga kurang
diminati oleh banyak peserta didik terlebih lagi untuk peningkatan kemampuan berpikir kreatif
peserta didik.
Penelitian ini akan dilakukan pada ranah pendidikan, karena tentu ketika membahas
mengenai perbaikan kualitas belajar peserta didik maka dunia pendidikan yang akan kita
maksimalkan dan lebih khususnya adalah hasil belajar peserta didik di sekolah. Dengan metode
Problem-based learning dan Discovery Learning diharapkan hasil belajar yang dilakukan
melahirkan peserta didik yang mampu belajar dan berfikir secara kreatif. Dari permasalahan
tersebut diatas, peneliti akan mengadakan penelitian dengan judul Pengaruh Metode Problem
Based Learning dan Discovery Learning Terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa.
I.2 Rumusan Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka dirumuskan penelitian sebagai
berikut:
1. Bagaimana penggunaan metode Problem-based learning dan Discovery Learning
2. Bagaimana hasil belajar siswa pada mata pelajaran Ekonomi
3. Bagaimana pengaruh metode Problem-based learning dan Discovery Learning terhadap
kemampuan berpikir kretif siswa
I.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini antara lain:
1. Untuk mengetahui penggunaan metode Problem-based learning dan Discovery Learning
terhadap kemampuan berpikir kretif siswa pada mata pelajaran Ekonomi.
2. Untuk mengetahui pengaruh aktivitas belajar terhadap kemampuan berpikir kretif siswa
pada mata pelajaran Ekonomi.

3. Untuk mengetahui Pengaruh Metode Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based


Learning) dan Metode Discovery (Discovery Learning) Terhadap Kemampuan berpikir
kreatif Siswa pada mata pelajaran Ekonomi.
I.4 Manfaat Penelitian
1. Mampu mengetahui penggunaan Metode Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem
Based Learning) dan Metode Discovery (Discovery Learning ) Terhadap Kemampuan
berpikir kreatif siswa pada mata pelajaran Ekonomi.
2. Dapat mengetahui pengaruh aktivitas belajar siswa terhadap Kemampuan berpikir kreatif
siswa pada mata pelajaran Ekonomi.
3. Dapat mengetahui Pengaruh Metode Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based
Learning) dan Metode Discovery (Discovery Learning) Terhadap Kemampuan berpikir
kreatif siswa pada mata pelajaran Ekonomi
1.5 Identifikasi Penelitian
Berdasarkan pada latar belakang masalah di atas maka dapat diidentifikasi beberapa
masalah, diantaranya sebagai berikut:
1. Siswa masih kurang diarahkan untuk dapat berfikir secara kreatif.
2. Pelajaran ekonomi masih dianggap sebagai pelajaran yang cukup sulit dan kurang
diminati.
3. Mengetahui Pengaruh Metode Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based
Learning) dan Metode Discovery (Discovery Learning ) Terhadap Kemampuan berpikir
kreatif siswa pada mata pelajaran Ekonomi.

Anda mungkin juga menyukai