a.
Definisi Tinitus1,2,3
Tinitus adalah salah satu bentuk gangguan pendengaran berupa
sensasi suara tanpa adanya rangsangan dari luar, dapat berupa sinyal
mekanoakustik maupun listrik. Keluhan suara yang di dengar sangat
bervariasi, dapat berupa bunyi mendenging, menderu, mendesis, mengaum,
atau berbagai macam bunyi lainnya. Suara yang didengar dapat bersifat
stabil atau berpulsasi. Keluhan tinitus dapat dirasakan unilateral dan
bilateral.
Serangan tinitus dapat bersifat periodik ataupun menetap. Kita
sebut periodik jika serangan yang datang hilang timbul. Episode periodik
lebih berbahaya dan mengganggu dibandingkan dengan yang berifat
menetap. Hal ini disebabkan karena otak tidak terbiasa atau tidak dapat
mensupresi bising ini. Tinitus pada beberapa orang dapat sangat
mengganggu kegiatan sehari harinya. Terkadang dapat menyebabkan
timbulnya keinginan untuk bunuh diri
Tinitus dapat dibagi atas tinitus objektif dan tinitus subjektif.
Dikatakan tinitus objektif jika suaranya juga dapat di dengar oleh pemeriksa
dan dikatakan tinitus subjektif jika tinitus hanya dapat didengar oleh
penderita.
b.
Klasifikasi Tinitus1,2,3
Berdasarkan objek yang mendengar, tinitus dapat dibagi menjadi:
1) Tinitus Objektif
Tinitus yang suaranya juga dapat di dengar oleh pemeriksa dengan
auskultasi di sekitar telinga. Tinitus objektif biasanya bersifat vibratorik,
berasal dari transmisi vibrasi sistem muskuler atau kardiovaskuler di sekitar
telinga.
Umumnya tinitus objektif disebabkan karena kelainan vaskular,
sehingga tinitusnya berdenyut mengikuti denyut jantung. Tinitus berdenyut
ini dapat dijumpai pada pasien dengan malformasi arteriovena, tumor
glomus jugular dan aneurisma. Tinitus objektif juga dapat dijumpai sebagai
suara klik yang berhubungan dengan penyakit sendi temporomandibular dan
karena kontraksi spontan dari otot telinga tengah atau mioklonus palatal.
1
Beberapa
pasien
dapat
mengeluh
mengenai
sensasi
pendengaran dengan intensitas yang rendah, sementara pada orang yang lain
intensitas suaranya mungkin lebih tinggi.
c.
Etiologi Tinitus1,2,3
Tinitus paling banyak disebabkan karena adanya kerusakan dari
telinga dalam. Terutama kerusakan dari koklea. Secara garis besar, penyebab
tinitus dapat berupa kelainan yang bersifat somatik, kerusakan N.
Vestibulokoklearis, kelainan vascular, tinitus karena obat obatan, dan
tinitus yang disebabkan oleh hal lainnya.
1) Tinitus karena kelainan somatik daerah leher dan rahang
a) Trauma kepala dan Leher
Pasien dengan cedera yang keras pada kepala atau leher mungkin
akan mengalami tinitus yang sangat mengganggu. Tinitus karena cedera
leher adalah tinitus somatik yang paling umum terjadi. Trauma itu dapat
berupa fraktur tengkorak atau whisplash injury.
b) Artritis pada sendi temporomandibular (TMJ)
Biasanya orang dengan artritis TMJ akan mengalami tinitus yang
berat. Hampir semua pasien artritis TMJ mengakui bunyi yang di dengar
adalah bunyi menciut. Tidak diketahui secara pasti hubungan antara artritis
TMJ dengan terjadinya tinitus.
2) Tinitus akibat kerusakan n. Vestibulokoklearis
Tinitus juga dapat muncul dari kerusakan yang terjadi di saraf yang
menghubungkan antara telinga dalam dan korteks serebri bagian pusat
2
memudahkan telinga untuk mendeteksi irama, atau yang kita kenal dengan
tinitus pulsatil.
Kelainan metabolik lainnya yang bisa menyebabkan tinitus adalah
defisiensi vitamin B12, begitu juga dengan kehamilan dan keadaan
hiperlipidemia.
f) Tinitus akibat kelainan neurologis
Yang paling umum terjadi adalah akibat multiple sclerosis. multiple
sclerosis
adalah
proses
inflamasi
kronik
dan
demielinisasi
yang
anxietas
dan
stress
adalah
keadaan
psikogenik
yang
ii.
iii.
iv.
Diuretik,
seperti
Bumatenide,
Ethacrynic
acid,
Furosemide.
v.
muskulus tensor timpani dan muskulus stapedius serta otot otot palatum
juga akan menimbulkan tinitus.
j) Tinitus akibat gangguan konduksi
Gangguan konduksi suara seperti infeksi telinga luar (sekret dan
edema), serumen impaksi, efusi telinga tengah dan otosklerosis juga dapat
menyebabkan tinitus. Biasanya suara tinitusnya bersifat suara dengan nada
rendah.
k) Tinitus akibat sebab lainnya
i.
bila
intensitas
bising
melebihi
85db,
dapat
Presbikusis
Tuli saraf sensorineural tinggi, umumnya terjadi mulai
usia 65 tahun, simetris kanan dan kiri, presbikusis dapat mulai pada
frekuensi 1000Hz atau lebih. Umumnya merupakan akibat dari
proses degenerasi. Diduga berhubungan dengan faktor faktor
herediter, pola makanan, metabolisme, aterosklerosis, infeksi,
bising, gaya hidup atau bersifat multifaktor. Menurunnya fungsi
pendengaran berangsur dan kumulatif. Progresivitas penurunan
pendengaran lebih cepat pada laki laki disbanding perempuan.
iii.
Sindrom Meniere
Penyakit ini gejalanya terdiri dari tinitus, vertigo dan tuli
sensorineural. Etiologi dari penyakit ini adalah karena adanya
hidrops endolimf, yaitu penambahan volume endolimfe, karena
gangguan biokimia cairan endolimfa dan gangguan klinik pada
membran labirin.
Patofisiologi Tinitus1
Pada tinitus terjadi aktivitas elektrik pada area auditoris yang
menimbulkan perasaan adanya bunyi, namun impuls yang ada bukan berasal
dari bunyi eksternal yang ditransformasikan, melainkan berasal dari sumber
impuls abnormal di dalam tubuh pasien sendiri. Impuls abnormal itu dapat
ditimbulkan oleh berbagai kelainan telinga. Tinitus dapat terjadi dalam
berbagai intensitas. Tinitus dengan nada rendah seperti bergemuruh atau
nada tinggi seperti berdenging. Tinitus dapat terus menerus atau hilang
timbul.
Tinitus biasanya dihubungkan dengan tuli sensorineural dan dapat
juga terjadi karena gangguan konduksi. Tinitus yang disebabkan oleh
gangguan konduksi, biasanya berupa bunyi dengan nada rendah. Jika
disertai dengan inflamasi, bunyi dengung ini terasa berdenyut (tinitus
pulsatil).
Tinitus dengan nada rendah dan terdapat gangguan konduksi,
biasanya terjadi pada sumbatan liang telinga karena serumen atau tumor,
tuba katar, otitis media, otosklerosis dan lain-lainnya. Tinitus dengan nada
rendah yang berpulsasi tanpa gangguan pendengaran merupakan gejala dini
yang penting pada tumor glomus jugulare.
Tinitus objektif sering ditimnbulkan oleh gangguan vaskuler.
Bunyinya seirama dengan denyut nadi, misalnya pada aneurisma dan
aterosklerosis. Gangguan mekanis dapat juga mengakibatkan tinitus
objektif, seperti tuba eustachius terbuka, sehingga ketika bernapas membran
timpani bergerak dan terjadi tinitus.
Kejang klonus muskulus tensor timpani dan muskulus stapedius,
serta otot otot palatum dapat menimbulkan tinitus objektif. Bila ada
gangguan vaskuler di telinga tengah, seperti tumor karotis (carotid body
tumor), maka suara aliran darah akan mengakibatkan tinitus juga.
Pada intoksikasi obat seperti salisilat, kina, streptomisin, dehidro
streptomisin, garamisin, digitalis, kanamisin, dapat terjadi tinitus nada
tinggi, terus menerus atupun hilang timbul. Pada hipertensi endolimfatik,
seperti penyakit meniere dapat terjadi tinitus pada nada rendah atau tinggi,
sehingga terdengar bergemuruh atau berdengung. Gangguan ini disertai
dengan vertigo dan tuli sensorineural.
Gangguan vaskuler koklea terminal yang terjadi pada pasien yang
stres
akibat
gangguan
keseimbangan
endokrin,
seperti
menjelang
menstruasi, hipometabolisme atau saat hamil dapat juga timbul tinitus dan
gangguan tersebut akan hilang bila keadaannya sudah normal kembali.
e.
Diagnosis Tinitus
fisik,
identifikasi
kondisi
psikologis
atau
psikiatrik
Riwayat kasus
+
Pemeriksaan Klinis
Pemeriksaan otologi
Auskultasi
+ Pemeriksaan kraniomandibular
dan leher
Debilitating tinnitus?
Tinitus akut dengan
kehilangan pendengaran
mendadak akut?
Tinitus post trauma?
Tinitus pulsatil akut?
Tinitus non pulsatil
Terapi awal
kehilangan
pendengaran akut
Tinitus dengan
gangguan
pendengaran
Tinitus dengan
hearing aid,
cochlear implant,
dll
Pemeriksaan Audiologi
Audiometri dan speech
audiometry
+ Tinnitus matching
Minimum masking level
Timpanometri
Tida
k
Tinitus pulsatil
Ya
Tinitus
dengan
vertigo
Tinitus
dengan nyeri
kepala
Tinitus dengan
komorbiditas
psikiatrik
Tinitus dengan
komponen
somatosensorik
Tinitus post
traumatik
Diagnostik
vestibular
Diagnosa
banding
nyeri kepala
Diagnosa
banding
Diagnostik
fungsional leher
dan mandibular
Diagnosa
banding
Terapi
spesifik,
Menieres
disease
Terapi
spesifik jika
mungkin
Terapi spesifik
komorbiditas
psikiatrik
Terapi spesifik
Terapi spesifik
sekuele trauma
Gambar 2.5 Algoritma untuk diagnosa dan manajemen terapi pasien dengan tinitus2
Diagnosa
neurovaskuler,
jantung
Terapi spesifik
penyakit
vaskuler
Ko
nse
lin
g
Tabel 2.1 Hal hal yang berkaitan dengan riwayat pasien tinitus2
Latar belakang
Riwayat tinitus
Modifikasi
pengaruh
Kondisi
berkaitan
yang
Nyeri leher?
Sindrom nyeri lainnya?
Dibawah terapi gangguan psikiatri?
Tidak
Tingkat I
Tidak mengganggu
Ya
Apakah tinitus anda memiliki
dampak negatif terhadap hidup
anda?
Tingkat II
Sedikit mengganggu
Terkadang menggganggu dalam
beberapa kondisi seperti dalam
suasana sepi atau dalam situasi
stres
Tidak
Ya
Apakah anda dapat bekerja?
Dapatkah anda mengerjakan
pekerjaan rumah?
Dapatkah anda merawat keluarga
anda?
Tingkat III
Gangguan permanen dengan
gangguan dalam area khusus dan
profesional
Ya
Tidak
Tingkat IV
Gangguan berat
Gangguan berat dalam kehidupan
dan pekerjaan, tidak dapat bekerja
11
dari liang telinga, implan koklea pada tuli unilateral, dan bunyi tinitus seperti mesin
ketik yang disebabkan oleh penggunaan karbamazepin dan disebabkan oleh
kompresi vaskuler dari saraf auditorik.2
Langkah langkah pendekatan managemen tinitus secara klinis dapat
menggunakan (lihat gambar 2.5). Langkah langkah diagnostik dasar yang
direkomendasikan untuk semua pasien yaitu: menggali riwayat kasus (lihat tabel
2.1), menilai derajat beratnya tinitus (lihat gambar 2.6), pemeriksaan klinis telinga,
dan pengukuran audiologi tinitus dan fungsi telinga.2
Untuk beberapa pasien langkah diagnostik awal seperti ini cukup untuk
diagnosa, dan konseling cukup membantu dalam terapi. Langkah diagnostik
kedepannya disarankan jika penemuan diagnostik dasar mengindikasikan tinitus
akut, dengan kondisi mendasar yang membahayakan (seperti diseksi karotis), terapi
yang memungkinkan menjadi penyebab. Tindakan segera diperlukan pada tinitus
dengan kehilangan pendengaran secara mendadak pada tinitus post-traumatik akut;
dan pada kasus dengan kecenderungan untuk bunuh diri.2
Langkah
berikutnya
dalam
hirarki
algoritma
diagnostik
adalah
membedakan antara tinitus pulsatil dan non pulsatil. Pada tinitus pulsatil, persepsi
suara sejalan dengan irama detak jantung dan pemeriksaan neurovaskuler
diperlukan. Penyakit seperti malformasi arterivena, trombosis sinus vena, hipertensi
intrakranial jinak, dan tekanan jugularis yang tinggi dapat menyebabkan tinitus
pulsatil. Tinitus non pulsatil lebih sering terjadi dibandingkan dengan tinitus non
pulsatil dan harus dibedakan menurut durasi, gejala, dan faktor peenyebabnya.
Tinitus akut yang diikuti oleh kehilangan pendengaran akut, diagnostik dan prosedur
terapi akan difokuskan pada kehilangan pendengarannya dan seharusnya tidak
ditunda.2
Tinitus paroksismal dapat menjadi sebuah gejala kompresi saraf auditorik,
sindrom dehisensi kanal superior, penyakit Mnire, mioklonus palatum, migraine,
atau epilepsi. Untuk diagnosis banding, MRI, auditory evoked potentials, tes
vestibuler, dan elektroensefalografi dapat diindikasikan.2
Tinitus non pulsatil yang bersifat konstan dapat diikuti oleh kehilangan
pendengaran konduktif atau sensorineural. Gangguan pendengaran konduktif dapat
disebabkan oleh otosklerosis, bentuk lain dari otitis, atau disfungsi tuba eustasius.
Pada gangguan pendengaran sensorineural, prosedur diagnostik kedepannya
diindikasikan untuk mengidentifikasi penyebab pastinya, termasuk MRI dan
12
otoacoustic emissions untuk menilai fungsi sel rambut luar. Tinitus dapat terjadi
bersamaan dengan vertigo yang mengindikasikan abnormalitas patologi, seperti
penyakit
Mnire,
dehisensi
kanalis
superior,
atau
kerusakan
sistem
segera
rutin
tinitus
Pemeriksaan Klinisi
radiologis
seharusnya
tidak
melakukan Sangat
dengan
tinitus,
terutama
untuk
Tatalaksana Tinitus
Penatalaksanaan tinitus merupakan masalah yang kompleks dan merupakan
fenomena psikoakustik murni sehingga tidak dapat diukur. Perlu diketahui penyebab
tinitus agar dapat diobati sesuai penyebabnya. Terapi definitif untuk menghilangkan
tinitus sampai saat ini belum ada. Tujuan dari tatalaksana tinitus saat ini adalah
untuk menurunkan gangguan yang diakibatkan oleh tinitus sehingga dapat
memperbaiki kualitas hidup. Pendekatan manajemen tinitus saat ini berupa
gabungan dari beberapa pendekatan yaitu psikologis, stimulasi auditorik,
farmakologi, dan stimulasi otak. Pendekatan pendekatan ini telah diteliti mampu
mengurangi tingkat keparahan dan memperbaiki kualitas hidup dari penderita
tinitus.1,13 (Gambar 2.5)
1.
Terapi Psikologis
mengenai gejala ini sehingga termotivasi pula dalam program yang akan
dijalankan.1,2
Stimulasi Auditorik
Sound Therapy
Baik suara dari lingkungan atau suara yang dibuat sendiri
keduanya dapat dipakai untuk penanganan tinitus. Penghasil suara
lingkungan merupakan suatu alat kecil yang menghasilkan suara alam
seperti bunyi ombak, air terjun, hujan, dan bunyi lainnya yang bertujuan
untuk merelaksasi dan menurunkan persepsi pasien terhadap suara tinitus.2
15
Cochlear Implants
Pada pasien dengan sensorineural hearing loss disertai tinitus,
Farmakologi
Saat ini belum ada terapi medikamentosa untuk tinitus. Terapi
farmakologis yang ada bertujuan untuk meringankan gejala tambahan
seperti stres dan cemas yang diakibatkan oleh tinitus dengan penggunaan
obat golongan benzodiazepine atau carbamazepine. Beberapa penelitian
menyebutkan obat obatan tersebut juga meningkatkan reaksi individu
tersebut terhadap tinitus, namun karena efek samping dan ketergantungan
maka tidak disarankan obat obatan tersebut untuk menjadi terapi primer
bagi tinitus.1,2
Pada penderita tinitus penggunaan berlebih dari alkohol, kafein,
atau obat yang merangsang sistem saraf pusat harus dihindari. Beberapa
obat yang sering dipakai sehari hari seperti aspirin, juga diketahui dapat
menyebabkan tinitus.1
4.
Stimulasi Otak
16
17
DAFTAR PUSTAKA
1.
Iskandar N, Sopeardi EA, Bashiruddin J, Restuti RD. Buku Ajar Ilmu Kesehatan
2.
Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala dan Leher. Edisi Ketujuh. FKUI Jakarta 2012.
Crummer RW, Hassan GA. 2004. Diagnostic Approach to Tinnitus. Am Fam
3.
4.
Hoare DJ, Hall DA. Clinical Guidelines and Practice: A Commentary of the
Complexity of Tinnitus Management. Evaluation & the Health Professions
2011;34(4):413-420.
5.
Soepardi E., Iskandar N. Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher Edisi ke Enam.
2004. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
19