Anda di halaman 1dari 63

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit diare merupakan penyakit yang masih menjadi masalah
kesehatan masyarakat di negara berkembang termasuk di Indonesia. Hal itu
disebabkan karena morbiditas dan mortalitasnya yang masih tinggi. Survei
morbiditas yang dilakukan oleh sub bagian diare Departemen Kesehatan
Republik Indonesia (Depkes RI) dari tahun 2000 sampai tahun 2010
menyatakan adanya kecenderungan terjadinya peningkatan insiden (Depkes
RI, 2011).
Pada tahun 2000 insiden diare yaitu 301 per 1000 penduduk, pada
tahun 2003 insiden diare naik menjadi 374 per 1000 penduduk, kemudian
pada tahun 2006 insiden diare naik menjadi 423 per 1000 penduduk dan pada
tahun 2010 insiden diare naik lagi menjadi 411 per 1000 penduduk. Dari hasil
survei kesehatan rumah tangga (SKRT) pada tahun 2004, menunjukkan angka
kematian akibat diare adalah 23 per 100.000 penduduk dan pada balita
kematian akibat Diare adalah 75 per 100.000 balita (Manalu, 2012).
Menurut data Depkes RI (2009), seluruh insiden diare di Indonesia,
60-70% di antaranya anak-anak di bawah umur lima tahun. Setiap anak
mengalami diare rata-rata satu sampai dua kali setahun dan secara
keseluruhan, rata-rata mengalami tiga kali episode diare per tahun. (Bela,
2009). Prevalensi diare klinis adalah 9,0% (rentang: 4,2% - 18,9%), tertinggi
di Provinsi NAD (18,9%) dan terendah di DI Yogyakarta (4,2%) (Fazlin,
2013).

Berdasarkan data Puskesmas Wates (2015) pada bulan Juli-Oktober


tahun 2015 angka kejadian diare di Kecamatan Magersari juga masih cukup
tinggi yaitu berada pada sepuluh penyakit terbanyak yang diderita oleh
masyarakat Kelurahan Wates Kecamatan Magersari. Puskesmas Wates hanya
memiliki satu kelurahan sebagai wilayah kerjanya yaitu Kelurahan Wates,
namun kelurahan ini memiliki jumlah penduduk yang cukup padat dan
wilayah yang cukup luas dengan jumlah penduduk seluruhnya 20702, lakilaki 10315 orang dan perempuan 10387 orang. Jumlah bayi < 1 tahun 324
bayi, jumlah anak balita 1-4 tahun sejumlah 1099 anak.
Jumlah kejadian diare pada bulan Juli-Oktober tahun 2015 di tujuh
Sekolah Dasar Negeri (SDN) yang dibina oleh Puskesmas Wates terdapat tiga
anak yang menderita diare dari 902 siswa. Tiga siswa tersebut masing-masing
ada satu siswa di SDN wates 1, satu siswa di SDN Wates 3 dan satu siswa di
SDN Wates 4. Sekolah ini beralamat di Jalan Raya Ijen No. 7 Kecamatan
Magersari Kota Mojokerto. Tahun 2015, total siswa di SDN Wates 1,3 dan 4
berjumlah 902 siswa. Dengan rincian 145 siswa kelas I, 145 siswa kelas II,
161 siswa kelas III, 151 siswa kelas IV, 151 siswa kelas V, dan 149 siswa
kelas VI. Sekolah ini masing-masing mempunyai 6 ruang kelas, 1 ruang
kepala sekolah, 1 ruang guru, 1 ruang perpustakaan, 1 ruang Unit Kesehatan
Sekolah (UKS), 1 ruang mushola, 1 ruang kantin, 6 kamar mandi/ water
closet (WC) untuk SDN Wates 1, 3 kamar mandi/ WC untuk SDN Wates 3
dan 2 kamar mandi untuk SDN Wates 4.
Cuci tangan pakai sabun (CTPS) merupakan perilaku sehat yang telah
terbukti secara ilmiah dapat mencegah penyebaran penyakit menular seperti

diare, infekai saluran pernafasan atas (ISPA) dan flu burung, bahkan
disarankan untuk mencegah penularan influenza. Banyak pihak yang telah
memperkenalkan perilaku ini sebagai intervensi kesehatan yang sangat
mudah, sederhana dan dapat dilakukan oleh mayoritas masyarakat Indonesia.
Berbagai survey di lapangan menunjukkan menurunnya angka ketidak
hadiran anak karena sakit yang disebabkan oleh penyakit-penyakit tersebut di
atas, setelah diintervensi dengan CTPS (Depkes RI, 2009).
Namun demikian, pentingnya perilaku sehat CTPS untuk mencegah
penyakit-penyakit menular masih belum dipahami masyarakat secara luas dan
praktiknya pun masih belum banyak diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Riset kesehatan dasar menunjukkan bahwa ISPA dan diare masih ditemukan
dengan persentase tertinggi pada anak umur dibawah lima tahun masingmasing 43% dan 16%. Demikian pula perilaku CTPS yang tidak benar masih
tinggi ditemukan pada anak umur 10 tahun ke bawah. Karena anak pada
umur-umur tersebut sangat aktif dan rentan terhadap penyakit, maka
dibutuhkan kesadaran dari mereka bahwa pentingnya perilaku sehat cuci
tangan pakai sabun diterapkan dalam kehidupan sehari-hari (Depkes RI,
2009).

Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti mengadakan penelitian


dengan judul Hubungan Beberapa Faktor Risiko dengan

Kejadian

Diare di SDN Wates 1.3 dan 4 Kecamatan Magersari Kota Mojokerto


Tahun 2015

B. Rumusan Masalah
Apakah ada hubungan beberapa faktor risiko terhadap kejadian diare
di SDN Wates 1,3 dan 4 Kecamatan Magersari Kota Mojokerto Tahun 2015?
C. Tujuan
1. Umum
Mengetahui hubungan beberapa faktor risiko terhadap kejadian
diare di SDN Wates 1,3 dan 4 Kecamatan Magersari Kota Mojokerto
Tahun 2015.
2. Khusus
a. Mengidentifikasi karakteristik responden pada siswa di SDN
Wates 1,3 dan 4
b. Mengidentifikasi hubungan tingkat pengetahuan dengan kejadian
diare pada siswa di SDN Wates 1,3 dan 4
c. Mengidentifikasi hubungan kebiasaan cuci tangan dengan
kejadian diare pada siswa di SDN Wates 1,3 dan 4
d. Mengidentifikasi hubungan kebiasaan jajan sembarangan dengan
kejadian diare pada siswa di SDN Wates 1,3 dan 4
e. Mengidentifikasi hubungan BAB sembarangan dengan kejadian
diare pada siswa di SDN Wates 1,3 dan 4
D. Manfaat
1. Tenaga Medis
Memberikan informasi tentang hubungan beberapa faktor risiko
terhadap kejadian diare pada siswa di SDN Wates 1,3 dan 4 Kecamatan
Magersari Kota Mojokerto.
2. Bagi SDN Wates 1,3 dan 4
Informasi yang diperoleh dapat menjadi masukan bagi guru tentang
kejadian diare pada siswa serta sebagai acuan untuk evaluasi dan
perencanaan program UKS.
3. Bagi Pelayanan Kesehatan puskesmas

Informasi yang diperoleh dapat memberi masukan bagi pelayanan


kesehatan untuk memberikan gambaran di sekolah tentang program
UKS terkait dengan kejadian diare. Dapat memberikan penyuluhan
di sekolah tentang perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS).
4. Peneliti

Hasil penelitian ini bisa dijadikan sebagai informasi atau bahan


rujukan untuk penelitian selanjutnya.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Diare
1. Definisi
Diare adalah peningkatan pengeluaran tinja dengan konsistensi lebih
lunak atau lebih cair dari biasanya, dan terjadi paling sedikit 3 kali dalam
24 jam. Sementara untuk bayi dan anak-anak, diare didefinisikan sebagai
pengeluaran tinja >10 g/kg/24 jam, sedangkan rata-rata pengeluaran tinja
normal bayi sebesar 5-10 g/kg/ 24 jam. (Juffrie, 2010)
Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau
setengah cair (setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari
biasanya lebih dari 200 gram atau 200 ml/24 jam. (Simadibrata, 2006)

Diare adalah keluarnya tinja air dan elektrolit yang hebat. Pada bayi,
volume tinja lebih dari 15 g/kg/24 jam disebut diare. Pada umur 3 tahun,
yang volume tinjanya sudah sama dengan orang dewasa, volume >200
g/kg/24 jam disebut diare. Frekuensi dan konsistensi bukan merupakan
indikator untuk volume tinja. (Boyle, 2000)
2. Etiologi
Menurut World Gastroenterology Organization Global Guidelines
2005, etiologi diare akut dibagi atas empat penyebab:
a. Bakteri : Shigella, Salmonella, E. Coli, Gol. Vibrio, Bacillus cereus,
Clostridium perfringens, Stafilokokus aureus, Campylobacter aeromonas
b. Virus : Rotavirus, Adenovirus, Norwalk virus, Coronavirus, Astrovirus
c. Parasit : Protozoa, Entamoeba histolytica, Giardia lamblia, Balantidium
coli, Trichuris trichiura, Cryptosporidium parvum, Strongyloides
stercoralis
d. Non infeksi : malabsorpsi, keracunan makanan, alergi, gangguan
motilitas, imunodefisiensi, kesulitan makan (Simadibrata, 2006).

3. Cara Penularan dan Faktor Risiko


Cara penularan diare melalui cara faecal-oral yaitu melalui makanan
atau minuman yang tercemar kuman atau kontak langsung tangan penderita
atau tidak langsung melalui lalat ( melalui 5F = faeces, flies, food, fluid,
finger).

Berdasarkan penelitian Budi (2006), faktor-faktor yang mempengaruhi


kejadian diare pada anak adalah sebagai berikut:
a. Sumber Air
Didapatkan ada hubungan yang signifikan antara sumber air dengan
kejadian diare. Penyakit seperti diare, disentri, dan paratipus dapat
dipengaruhi oleh sumber air. Penggunaaan air minum dari sumber air yang
tercemar, dapat menyebarkan banyak penyakit salah satunya diare. Dan jika
pipa air minum dan persediaan air kita disambung kurang benar, berarti kita
membuka diri sendiri terhadap banyak penyakit seperti diare, disentri,
paratipus dan lain sebagainya.
Masyarakat dapat mengurangi resiko terhadap serangan diare yaitu
dengan menggunakan air bersih dan melindungi air tersebut dari
kontaminasi mulai dari sumbernya sampai penyimpanan di rumah.
b. Jamban
Pengalaman

di

beberapa

negara

membuktikan

bahwa

upaya

penggunaan jamban mempunyai dampak yang besar dalam penurunan


resiko terhadap penyakit diare. Jamban yang baik sebaiknya berjauhan
dengan sumber air minum, paling sedikit 10 meter.
c. Kebiasaan Jajan
Kebiasaan jajan anak umur sekolah dasar sangat berpengaruh pada
penyakit diare. Demikian pula dengan anak jalanan yang sebagian besar
berumur umur sekolah dasar. Mereka lebih sering jajan berupa es atau kuekue. Tidak banyak anak yang memperoleh kesempatan mempunyai uang

saku yang banyak, karena itulah mereka cenderung memilih jenis jajanan
yang murah, biasanya makin rendah harga suatu barang atau jajanan makin
rendah pula kualitasnya. Hal ini berakibat digunakannya bahan-bahan
makanan yang kurang baik dan biasanya sudah tercemar oleh kuman. Itulah
sebabnya anak-anak yang telah mulai suka jajan sering terkena penyakit
diare.
d. Kebiasaan Cuci Tangan Sebelum Makan
Perilaku cuci tangan yang buruk berhubungan erat dengan peningkatan
kejadian diare dan penyakit yang lain. Perilaku cuci tangan yang baik dapat
menghindarkan diri dari diare. Apabila kita selalu mencuci tangan, kondisi
tangan kita selalu bersih, sehingga dalam melakukan aktivitas terutama
makan tangan yang kita gunakan selalu bersih sehingga tidak ada kuman
yang masuk ke dalam tubuh.

4. Klasifikasi
Terdapat beberapa pembagian diare:
a.

Berdasarkan Lamanya Diare


1) Diare akut, yaitu diare yang berlangsung kurang dari 14 hari.
2) Diare kronik, yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari dengan
kehilangan berat badan atau berat badan tidak bertambah (failure to
thrive) selama masa diare tersebut (Suratmaja, 2007).

b.

Berdasarkan Mekanisme Patofisiologik


1) Diare sekresi (secretory diarrhea)

2) Diare osmotic (osmotic diarrhea) (Suraatmaja, 2007).

5. Patofisiologi
Diare

dapat

disebabkan

oleh

satu

atau

lebih

patofisiologi/patomekanisme dibawah ini:


a. Diare Sekretorik
Diare tipe ini disebabkan oleh meningkatnya sekresi air dan
elektrolit dari usus, menurunnya absorpsi. Yang khas pada diare ini
yaitu secara klinis ditemukan diare dengan volume tinja yang banyak
sekali. Diare tipe ini akan tetap berlangsung walaupun dilakukan puasa
makan/minum (Simadibrata, 2006).
b. Diare Osmotic
Diare tipe ini disebabkan meningkatnya tekanan osmotik
intralumen dari usus halus yang disebabkan oleh obat-obat/zat kimia
yang hiperosmotik (antara lain MgSO4, Mg(OH)2), malabsorpsi umum
dan defek dalam absorpsi mukosa usus missal pada defisiensi
disakaridase, malabsorpsi glukosa/galaktosa (Simadibrata, 2006).
c. Malabsorpsi asam empedu dan lemak
Diare tipe ini didapatkan pada gangguan pembentukan/produksi
micelle empedu dan penyakit-penyakit saluran bilier dan hati
(Simadibrata, 2006).
d. Defek sistem pertukaran anion/transport elektrolit aktif di enterosit

Diare tipe ini disebabkan adanya hambatan mekanisme transport


aktif NA+K+ATPase di enterosit dan absorpsi Na+ dan air yang
abnormal (Simadibrata, 2006).
e. Motilitas dan waktu transit usus yang abnormal
Diare tipe ini disebabkan hipermotilitas dan iregularitas motilitas
usus sehingga menyebabkan absorpsi yang abnormal di usus halus.
Penyebabnya antara lain: diabetes mellitus, pasca vagotomi, hipertiroid
(Simadibrata, 2006).

f. Gangguan permeabilitas usus


Diare tipe ini disebabkan permeabilitas usus yang abnormal
disebabkan adanya kelainan morfologi membran epitel spesifik pada
usus halus (Simadibrata, 2006).
g. Diare inflamasi
Proses inflamasi di usus halus dan kolon menyebabkan diare pada
beberapa keadaan. Akibat kehilangan sel epitel dan kerusakan tight
junction, tekanan hidrostatik dalam pembuluh darah dan limfatik
menyebabkan air, elektrolit, mukus, protein dan seringkali sel darah
merah dan sel darah putih menumpuk dalam lumen. Biasanya diare
akibat inflamasi ini berhubungan dengan tipe diare lain seperti diare
osmotik dan diare sekretorik (Juffrie, 2010).
h. Diare infeksi

Infeksi oleh bakteri merupakan penyebab tersering dari diare. Dari


sudut kelainan usus, diare oleh bakteri dibagi atas non-invasif dan
invasif (merusak mukosa). Bakteri non-invasif menyebabkan diare
karena toksin yang disekresikan oleh bakteri tersebut (Simadibrata,
2006).

6. Diagnosis
a. Anamnesis
Pasien dengan diare akut datang dengan berbagai gejala klinik
tergantung penyebab penyakit dasarnya. Keluhan diarenya berlangsung
kurang dari 15 hari. Diare karena penyakit usus halus biasanya berjumlah
banyak, diare air, dan sering berhubungan dengan malabsorpsi dan dehidrasi
sering didapatkan. Diare karena kelainan kolon seringkali berhubungan
dengan tinja berjumlah kecil tetapi sering, bercampur darah dan ada sensasi
ingin ke belakang. Pasien dengan diare akut infektif datang dengan keluhan
khas, yaitu mual, muntah, nyeri abdomen, demam, dan tinja yang sering,
malabsorptif, atau berdarah tergantung bakteri patogen yang spesifik. Secara
umum, pathogen usus halus tidak invasif, dan patogen ileokolon lebih
mengarah ke invasif. Muntah yang mulai beberapa jam dari masuknya
makanan mengarahkan kita pada keracunan makanan karena toksin yang
dihasilkan (Simadibrata, 2006).
b. Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik perlu diperiksa: berat badan, suhu tubuh,


frekuensi denyut jantung dan pernapasan serta tekanan darah. Selanjutnya
perlu dicari tanda-tanda utama dehidrasi: kesadaran, rasa haus, dan turgor
kulit abdomen dan tanda-tanda tambahan lainnya: ubun-ubun besar cekung
atau tidak, mata: cowong atau tidak, ada atau tidaknya air mata, bibir,
mukosa mulut dan lidah kering atau basah (Juffrie, 2010).
Pernapasan yang cepat dan dalam indikasi adanya asidosis metabolik.
Bising usus yang lemah atau tidak ada bila terdapat hipokalemia.
Pemeriksaan ekstremitas perlu karena perfusi dan capillary refill dapat
menentukan derajat dehidrasi yang terjadi (Juffrie, 2010).
Penilaian beratnya atau derajat dehidrasi dapat ditentukan dengan cara:
obyektif yaitu dengan membandingkan berat badan sebelum dan selama
diare. Subyektif dengan menggunakan criteria WHO, Skor Maurice King,
dan lain-lain (Juffrie, 2010).

Tabel 2.1 Penentuan derajat dehidrasi menurut WHO 1995


A

Keadaan
umum

Baik, sadar

*Gelisah, rewel

*Lesu,
lunglai,
atau tidak sadar

Mata

Normal

Cekung

Sangat cekung dan


kering

Air mata

Ada

Tidak ada

Mulut
dan lidah

Basah

Kering

Sangat kering

Rasa
haus

Minum biasa
tidak haus

*haus,
ingin
minum banyak

*malas
minum
atau tidak bisa

minum
Periksa:
turgor
kulit

Kembali cepat

*kembali
lambat

*kembali
lambat

sangat

Hasil
pemeriks
aan:

Tanpa
Dehidrasi

Dehidrasi
ringan/sedang
Bila ada 1 tanda
* ditambah 1
atau lebih tanda
lain

Dehidrasi berat
Bila ada 1 tanda *
ditambah 1 atau
lebih tanda lain

Terapi

Rencana
Terapi A

Rencana Terapi
B

Rencana Terapi C

Cara membaca tabel untuk menentukan kesimpulan derajat dehidrasi :


1) Baca tabel penilaian derajat dehidrasi dari kolom kanan ke kiri
(C ke A)
2) Kesimpulan derajat dehidrasi penderita ditentukan dari adanya 1
gejala kunci (yang diberi tanda bintang) ditambah minimal 1
gejala yang lain (minimal 1 gejala) pada kolom yang sama.
c. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium lengkap pada diare akut umumnya tidak
diperlukan, Hanya pada keadaan tertentu mungkin diperlukan, misalnya
penyebab dasarnya tidak diketahui atau ada sebab-sebab lain selain diare
akut atau pada penderita dengan dehidrasi berat (Juffrie, 2010).
Pemeriksaan tinja baik makroskopik maupun mikroskopik dapat
dilakukan untuk menentukan diagnosa yang pasti. Secara makroskopik

harus diperhatikan bentuk, warna tinja, ada tidaknya darah, lender, pus,
lemak, dan lain-lain. Pemeriksaan mikroskopik melihat ada tidaknya
leukosit, eritrosit, telur cacing, parasit, bakteri, dan lain-lain (Hadi, 2002).
d. Penatalaksanaan
Menurut Kemenkes RI (2011), berikut penatalaksanaan diare
berdasarkan klasifikasinya:
1) Dehidrasi tanpa dehidrasi:
a) Beri cairan lebih banyak dari biasanya
Beri Oralit sampai diare berhenti dengan ketentuan: umur > 1 tahun
diberi 100-200 ml setiap kali berak. Bila muntah, tunggu 10 menit dan
dilanjutkan sedikit demi sedikit.
b) Beri obat zinc
Beri Zinc 10 hari berturut-turut walaupun diare sudah berhenti. Dapat
diberikan dengan cara dikunyah atau dilarutkan dalam 1 sendok air
matang. Dengan ketentuan: umur > 6 bulan diberi 20 mg (1 tablet) per
hari.
c) Beri makanan untuk mencegah kurang gizi
(1) Beri makan sesuai umur anak dengan menu yang sama pada waktu
anak sehat
(2) Tambahkan 1-2 sendok teh minyak sayur setiap porsi makan
(3) Beri makanan kaya Kalium seperti sari buah segar, pisang, air kelapa
hijau.

(4) Beri makan lebih sering dari biasanya dengan porsi lebih kecil (setiap
3-4 jam)
(5) Setelah diare berhenti, beri makanan yang sama dan makanan
tambahan selama 2 minggu
d) Antibiotic hanya diberikan sesuai indikasi, misalnya: disentri, kolera, dll
2) Dehidrasi ringan / sedang:
a) Jumlah oralit yang diberikan dalam tiga jam pertama adalah 75 ml/kg
bb. Bila BB tidak diketahui berikan oralit sesuai tabel di bawah ini:
(1) Bila anak menginginkan lebih banyak oralit, berikanlah.
(2) Beri obat Zinc selama 10 hari berturut-turut
3) Dehidrasi berat :
Pada keadaan ini pasien akan diberikan larutan hidrasi secara intravena
(intravenous hydration) dengan kadar 100ml/kgBB/3-6 jam.

7. Komplikasi Diare
Menurut IDAI (2010), komplikasi dari diare dapat menyebabkan:
a. Gangguang elektrolit
1) Hipernatremia edema otak
2) Hiponatremia sering terjadi pada anak dengan shigellosis dan pada
anak malnutrisi berat edema
3) Hiperkalemia
4) Hipokalemia kelemahan otot, paralitik ileus, gangguan fungsi ginjal
dan aritmia jantung

b. Kegagalan upaya rehidrasi oral,


misalnya pengeluaran tinja cair yang sering dengan volume yang
banyak, muntah yang menetap, tidak dapat minum, kembung dan ileus
paralitik serta malabsorbsi glukosa.
c. Kejang, biasanya pada anak yang mengalami dehidrasi

8. Pencegahan
Pencegahan diare adalah sebagai berikut: (Depkes RI, 2006)
a. Menggunakan air bersih yang cukup
Sebagian besar kuman infeksius penyebab diare ditularkan melalui
jalur fecal-oral mereka dapat ditularkan dengan memasukkan kedalam
mulut, cairan atau benda yang tercemar dengan tinja misalnya air minum,
jari-jari tangan, makanan yang disiapkan dalam panci yang dicuci dengan
air tercemar (Depkes RI, 2006).
Masyarakat yang terjangkau oleh penyediaan air yang benar-benar
bersih mempunyai resiko menderita diare lebih kecil dibandingkan dengan
masyarakat yang tidak mendapatkan air bersih (Depkes RI, 2006).
Masyarakat dapat mengurangi resiko terhadap serangan diare yaitu
dengan menggunakan air yang bersih dan melindungi air tersebut dari
kontaminasi mulai dari sumbernya sampai penyimpanan di rumah (Depkes
RI, 2006).

Yang harus diperhatikan oleh keluarga adalah:


1) Air harus diambil dari sumber terbersih yang tersedia.
2) Sumber air harus dilindungi dengan menjauhkannya dari hewan,
membuat lokasi kakus agar jaraknya lebih dari 10 meter dari
sumber yang digunakan serta lebih rendah, dan menggali parit
aliran di atas sumber untuk menjauhkan air hujan dari sumber.
3) Air harus dikumpulkan dan disimpan dalam wadah bersih. Dan
gunakan gayung bersih bergagang panjang untuk mengambil air.
4) Air untuk masak dan minum bagi anak harus dididihkan (Depkes
RI, 2006).
b. Mencuci Tangan
Kebiasaan yang berhubungan dengan kebersihan perorangan yang
penting dalam penularan kuman diare adalah mencuci tangan. Mencuci
tangan dengan sabun, terutama sesudah buang air besar, sesudah
membuang tinja anak, sebelum menyiapkan makanan, sebelum menyuapi
makanan anak dan sebelum makan, mempunyai dampak dalam kejadian
diare (Depkes RI, 2006).
c. Menggunakan Jamban
Pengalaman di beberapa negara membuktikan bahwa upaya
penggunaan jamban mempunyai dampak yang besar dalam penurunan
resiko terhadap penyakit diare. Keluarga yang tidak mempunyai jamban
harus membuat jamban, dan keluarga harus buang air besar di jamban
(Depkes RI, 2006).

Yang harus diperhatikan oleh keluarga :


1) Keluarga harus mempunyai jamban yang berfungsi baik dan dapat
dipakai oleh seluruh anggota keluarga.
2) Bersihkan jamban secara teratur.
3) Bila tidak ada jamban, jangan biarkan anak-anak pergi ke tempat
buang air besar sendiri, buang air besar hendaknya jauh dari rumah,
jalan setapak dan tempat anak-anak bermain serta lebih kurang 10
meter dari sumber air, hindari buang air besar tanpa alas kaki
(Depkes RI, 2006).

B. Pengetahuan
1. Definisi Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah
orang

melakukan

penginderaan

terhadap

suatu

objek

tertentu.

Penginderaan terjadi melalui panca indra manumur, yakni indra


penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar
pengetahuan manumur diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo,
2007).
Menurut Bloom dan Skinner pengetahuan adalah kemampuan
seseorang untuk mengungkapkan kembali apa yang diketahuinya dalam
bentuk bukti jawaban baik lisan atau tulisan, bukti atau tulisan tersebut
merupakan suatu reaksi dari suatu stimulasi yang berupa pertanyaan baik
lisan atau tulisan (Notoatmodjo, 2003).

2. Tingkat Pengetahuan
Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6
tingkatan, yaitu: (Notoatmodjo, 2007)
a. Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah
dipelajari sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini
adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh
bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab
itu tahu ini merupakan tingkat pengatahuan yang paling rendah
(Notoatmodjo, 2007).
b. Memahami (Comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan
secara

benar

tentang

objek

yang

diketahui

dan

dapat

menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang telah faham


terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan
contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek
yang dipelajari (Notoatmodjo, 2007).
c. Aplikasi (Aplication)
Aplikasi dapat diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan
materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya)
(Notoatmodjo, 2007).
d. Analisis

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau


suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih didalam satu
struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain
(Notoatmodjo, 2007).
e. Sintesis
Menunjukkan pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menyambungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan
yang baru, dengan kata lain sintesis adalah kemampuan untuk
menyusun suatu formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada
(Notoatmodjo, 2007).
f. Evaluasi
Berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau
penilaian terhadap suatu materi atau objek (Notoatmodjo, 2007).

3. Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan


Pengetahuan seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor,
yaitu: (Notoatmodjo, 2003)
a.

Pengalaman
Pengalaman dapat diperoleh dari pengalaman sendiri maupun
pengalaman orang lain. Pengalaman yang diperoleh dapat memperluas
pengetahuan seseorang (Notoatmodjo, 2003).

b. Tingkat pendidikan

Secara umum, orang yang berpendidikan lebih tinggi akan


memiliki pengetahuan yang lebih luas daripada orang yang
berpendidikan lebih rendah (Notoatmodjo, 2003).
c. Keyakinan
Biasanya

keyakinan

diperoleh

secara

turun-temurun,

baik

keyakinan yang positif maupun keyakinan yang negatif, tanpa adanya


pembuktian terlebih dahulu (Notoatmodjo, 2003).

d. Fasilitas
Fasilitas sebagai sumber informasi yang dapat mempengaruhi
pengetahuan seseorang adalah majalah, radio, koran, televisi, buku,
dan lain-lain (Notoatmodjo, 2003).
e. Penghasilan
Penghasilan

tidak

berpengaruh

secara

langsung

terhadap

pengetahuan seseorang. Namun, jika seseorang berpenghasilan cukup


besar, maka dia mampu menyediakan fasilitas yang lebih baik
(Notoatmodjo, 2003).
f. Sosial budaya
Kebudayaan setempat dan kebiasaan dalam keluarga dapat
mempengaruhi pengetahuan, persepsi, dan sikap seseorang terhadap
sesuatu (Notoatmodjo, 2003).

4. Kategori Pengetahuan

Pengetahuan dibagi dalam 3 kategori, yaitu: (Arikunto, 2006)


a.

Baik : Bila subjek mampu menjawab dengan benar 76% - 100% dari
seluruh pertanyaan

b. Cukup : Bila subjek mampu menjawab dengan benar 56% - 75% dari
seluruh pertanyaan
c. Kurang : Bila subjek mampu menjawab dengan benar 40% - 55% dari
seluruh pertanyaan

C. Cuci Tangan
1. Konsep Cuci Tangan
Cuci tangan merupakan tindakan pencegahan dan penanggulangan
penyakit yang menjadi program perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) di
Sekolah (Kemenkes RI, 2011). PHBS merupakan perilaku yang
dipraktikkan oleh peserta didik, guru dan masyarakat lingkungan sekolah
atas dasar kesadaran sebagai hasil pembelajaran. Sehingga secara mandiri
mampu mencegah penyakit, meningkatkan kesehatannya, serta berperan
aktif dalam mewujudkan lingkungan sehat. Munculnya berbagai penyakit
yang sering menyerang anak umur sekolah (6-10 tahun), ternyata
umumnya berkaitan dengan PHBS. Oleh karena itu, penanaman nilai-nilai
PHBS di sekolah merupakan kebutuhan mutlak dan dapat dilakukan
melalui pendekatan UKS (Kemenkes RI, 2011).

2. Definisi Cuci Tangan

Cuci tangan adalah salah satu bentuk kebersihan diri yang penting.
Selain itu mencuci tangan juga dapat diartikan menggosok dengan sabun
secara bersama seluruh kulit permukaan tangan dengan kuat dan ringkas
yang kemudian dibilas di bawah air yang mengalir (Potter, 2005). Mencuci
tangan paling sedikit 10-15 detik akan memusnahkan mikroorganisme
transient paling banyak dari kulit, jika tangan tampak kotor, dibutuhkan
waktu yang lebih lama (Perry, 2005).
Cuci tangan pakai sabun adalah salah satu tindakan sanitasi dengan
membersihkan tangan dan jari jemari menggunakan air dan sabun oleh
manumur untuk menjadi bersih dan memutuskan mata rantai kuman.
Mencuci tangan dengan sabun dikenal juga sebagai salah satu upaya
pencegahan penyakit. Mencuci tangan dengan air saja tidak cukup.
Penggunaan sabun selain membantu singkatnya waktu cuci tangan, dengan
menggosok jemari dengan sabun menghilangkan kuman yang tidak
tampak minyak/ lemak/ kotoran di permukaan kulit, serta meninggalkan
bau wangi. Perpaduan kebersihan, bau wangi dan perasaan segar
merupakan hal positif yang diperoleh setelah menggunakan sabun (Depkes
RI, 2009).
CTPS merupakan kebiasaan yang bermanfaat untuk membersihkan
tangan dari kotoran dan membunuh kuman penyebab penyakit yang
merugikan kesehatan. Mencuci tangan yang baik membutuhkan beberapa
peralatan berikut : sabun antiseptic, air bersih, dan handuk atau lap tangan
bersih. Untuk hasil maksimal disarankan untuk mencuci tangan selama 20-

30 detik (PHBS-UNPAD, 2010). Terdapat 2 teknik mencuci tangan, yaitu


mencuci tangan dengan sabun dan mencuci tangan dengan larutan
berbahan dasar alkohol (Depkes RI, 2006).

3. Waktu yang Tepat untuk Cuci Tangan


Waktu yang tepat untuk cuci tangan pakai sabun adalah: (Depkes
RI, 2011)
a. Sebelum dan setelah makan
b.

Sebelum memegang makanan

c. Sebelum melakukan kegiatan jari-jari ke dalam mulut atau mata


d. Setelah bermain/berolahraga
e.

Setelah BAK dan BAB

f. Setelah buang ingus


g. Setelah buang sampah
h. Setelah menyentuh hewan/unggas termasuk hewan peliharaan
i. Sebelum mengobati luka

4. Cara Cuci Tangan yang Benar

Mencuci tangan yang benar harus menggunakan sabun dan di


bawah air yang mengalir. Langkah-langkah teknik mencuci tangan yang
benar adalah sebagai berikut: (Depkes RI, 2009)
a. Basahi tangan dengan air di bawah kran atau air mengalir.
b. Ambil sabun cair secukupnya untuk seluruh tangan.
c. Gosokkan kedua telapak tangan. Gosokkan sampai ke ujung jari.
d. Telapak tangan kanan menggosok punggung tangan kiri (atau
sebaliknya) dengan jari-jari saling mengunci (berselang-seling) antara
tangan kanan dan kiri. Gosok sela-sela jari tersebut. Lakukan
sebaliknya.
e.

Letakkan punggung jari satu dengan punggung jari lainnya dan saling
mengunci.

f. Usapkan ibu jari tangan kanan dengan telapak kiri dengan gerakan
berputar. Lakukan hal yang sama dengan ibu jari tangan kiri.
g.

Gosok telapak tangan dengan punggung jari tangan satunya dengan


gerakan ke depan, ke belakang dan berputar. Lakukan sebaliknya.

h. Pegang pergelangan tangan kanan dengan tangan kiri dan lakukan


gerakan memutar. Lakukan pula untuk tangan kiri.
i. Bersihkan sabun dari kedua tangan dengan air mengalir.
j. Keringkan tangan dengan menggunakan tissue dan bila menggunakan
kran, tutup kran dengan tissue.

5. Hubungan Cuci Tangan dengan Kesehatan

Penyakit-penyakit yang dapat dicegah dengan mencuci tangan


dengan sabun adalah: (Depkes RI, 2009)
a. Diare menjadi penyebab kematian kedua yang paling umum untuk
anak-anak balita. Sebuah ulasan yang membahas sekitar 30 penelitian
terkait menemukan bahwa cuci tangan dengan sabun dapat memangkas
angka penderita diare hingga separuh. Penyakit diare seringkali
diasosiasikan dengan keadaan air, namun secara akurat sebenarnya
harus diperhatikan juga penanganan kotoran manumur seperti tinja dan
air kencing, karena kuman-kuman penyakit penyebab diare berasal dari
kotoran-kotoran ini. Kuman-kuman penyakit ini membuat manumur
sakit ketika mereka masuk mulut melalui tangan yang telah menyentuh
tinja, air minum yang terkontaminasi, makanan mentah, dan peralatan
makan yang tidak dicuci terlebih dahulu atau terkontaminasi akan
tempat makannya yang kotor (Depkes RI, 2009).
b. Infeksi saluran pernapasan adalah penyebab kematian utama untuk
anak-anak balita. Mencuci tangan dengan sabun mengurangi angka
infeksi saluran pernapasan ini dengan dua langkah: dengan melepaskan
patogen-patogen pernapasan yang terdapat pada tangan dan permukaan
telapak tangan dengan menghilangkan patogen (kuman penyakit)
lainnya (terutama virus entrentic) yang menjadi penyebab tidak hanya
diare namun juga gejala penyakit pernapasan lainnya. Bukti-bukti telah
ditemukan bahwa praktik-praktik menjaga kesehatan dan kebersihan

seperti mencuci tangan sebelum dan sesudah makan/ buang air


besar/kecil dapat mengurangi tingkat infeksi (Depkes RI, 2009).
c. Infeksi cacing infeksi mata dan penyakit kulit. Penelitian juga telah
membuktikan bahwa selain diare dan infeksi saluran pernapasan
penggunaan sabun dalam mencuci tangan mengurangi kejadian
penyakit kulit; infeksi mata seperti trakoma, dan cacingan khususnya
untuk ascariasis dan trichuriasis (Depkes RI, 2009).

D. Makanan Jajanan
1. Definisi Makanan Jajanan
Makanan jajanan merupakan makanan dan minuman yang dipersiapkan
dan/atau dijual oleh pedagang kaki lima di jalanan dan di tempat-tempat
keramaian umum lain yang langsung dimakan atau dikonsumsi tanpa
pengolahan atau persiapan lebih lanjut. Konsumsi makanan jajanan yang
tidak sehat dapat mengakibatkan penurunan status gizi dan meningkatnya
angka kesakitan pada anak sekolah. Makanan jajanan juga dikenal sebagai
street food adalah jenis makanan yang dijual di kaki lima, pinggiran jalan,
di stasiun, di pasar, tempat pemukiman serta tempat yang sejenisnya
(Mudjajanto, 2005).
Makanan jajanan dapat dibagi menjadi empat kelompok : yaitu pertama
makanan utama atau main dish contohnya nasi rames, nasi rawon, nasi
pecel, dan sebagainya; yang kedua panganan atau snack contohnya kue-kue,

onde-onde, pisang goreng, dan sebagainya; yang ketiga adalah golongan


minuman contohnya es teler, es buah, teh, kopi, dawet, dan sebagainya; dan
yang keempat adalah buah-buahan contohnya mangga, jambu air, dan
sebagainya (Mudjajanto, 2005).

2.

Hubungan kebiasaan jajan sembarangan dengan kesehatan


Pada penelitian yang dilakukan di Bogor telah ditemukan Salmonella
Paratyphi A di 25% - 50% sampel minuman yang dijual di kaki lima. Bakteri
tersebut adalah penyebab penyakit tifus pada anak.
Penelitian lain yang dilakukan suatu lembaga studi di daerah Jakarta
Timur mengungkapkan bahwa jenis jajanan yang sering dikonsumsi oleh
anak-anak sekolah adalah lontong, otak-otak, tahu goreng, mie bakso dengan
saus, ketan uli, es sirop, dan cilok (Judarwanto, 2006).
Berdasarkan uji laboratorium, pada otak-otak dan bakso ditemukan
borax, tahu goreng dan mie kuning basah ditemukan formalin, dan es sirop
merah positif mengandung rhodamin B. Selain cemaran mikrobiologis,
cemaran kimiawi yang umum ditemukan pada makanan jajanan kaki lima
adalah penggunaan bahan tambahan pangan (BTP) ilegal seperti borax
(pengempal yang mengandung logam berat Boron), formalin (pengawet yang
digunakan untuk mayat), rhodamin B ( pewarna merah pada tekstil), dan
methanol yellow (pewarna kuning pada tekstil). Bahan-bahan ini dapat
terakumulasi pada tubuh manumur dan bersifat karsinogenik yang dalam

jangka panjang menyebabkan penyakit-penyakit seperti antara lain kanker


dan tumor pada organ tubuh manumur. (Judarwanto, 2006).
Belakangan juga terungkap bahwa reaksi sampling makanan tertentu
ternyata dapat mempengaruhi fungsi otak termasuk gangguan perilaku pada
anak sekolah. Gangguan perilaku tersebut meliputi gangguan tidur, gangguan
konsentrasi,

gangguan

emosi,

gangguan

bicara,

hiperaktif

hingga

memperberat gejala pada penderita autism (Judarwanto, 2006).

E. Buang Air Besar


1. Definisi
Buang air besar merupakan bagian yang penting dari ilmu perilaku dan
kesehatan masyarakat. Pembuangan tinja yang memenuhi syarat merupakan
suatu kebutuhan kesehatan masyarakat, yang selalu bermasalah (setidaknya
sampai saat ini), diakibatkan perilaku buang air besar yang tidak sehat.
Perilaku buang air besar yang tidak sehat ini misalnya buang air besar di
sungai yang menjadi sarana penularan penyakit, buang air besar di
pekarangan atau tanah terbuka, buang air besar di parit atau selokan, buang
air besar di saluran irigasi sawah, dan buang air besar di pantai atau laut.
Tempat-tempat ini adalah tempat yang tidak layak dan tidak sehat untuk
buang air besar karena dapat menimbulkan masalah baru yang dapat
membahayakan kesehatan manumur (Kusnoputranto, 2001).

2. Klasifikasi
Badan Pusat Statistik (BPS) mengelompokan buang air besar
berdasarkan tempat yang digunakan sebagai berikut:
a. Buang air besar di tangki septic
adalah buang air besar yang sehat dan dianjurkan oleh ahli kesehatan
yaitu dengan membuang tinja di tangki septic yang digali di tanah dengan
syaratsyarat tertentu. Buang air besar di tangki septic juga digolongkan
menjadi:

1) Buang air besar dengan jamban leher angsa,


adalah buang air besar menggunakan jamban model leher angsa yang
aman dan tidak menimbulkan penularan penyakit akibat tinja karena
dengan model leher\ angsa ini maka tinja akan dibuang secara tertutup
dan tidak kontak dengan manumur ataupun udara.
2) Buang air besar dengan jamban plengsengan,
adalah buang air besar dengan menggunakan jamban sederhana yang
didesain miring sedemikian rupa sehinnga kotoran dapat jatuh menuju
tangki septic setelah dikeluarkan. Tetapi tangki septiknya tidak berada
langsung dibawah pengguna jamban.
3) Buang air besar dengan jamban model cemplung/cubluk,
adalah buang air besar dengan menggunakan jamban yang tangki
septiknya langsung berada dibawah jamban. Sehingga tinja yang

keluar dapat langsung jatuh kedalam tangki septic. Jamban ini kurang
sehat karena dapat menimbulkan kontak antara septic tank dengan
manumur yang menggunakannya.
b. Buang air besar tidak di tangki septic atau tidak menggunakan jamban.
Buang air besar tidak di tangki septic atau tidak dijamban ini adalah
perilaku buang air besar yang tidak sehat. Karena dapat menimbulkan
dampak yang berbahaya bagi kesehatan manumur. Buang air besar tidak
menggunakan jamban dikelompokkan sebagai berikut:
1) Buang air besar di sungai atau dilaut.
Buang air besar di sungai atau dilaut dapat menimbulkan pencemaran
lingkungan dan teracuninya biota atau makhluk hidup yang
berekosistem di daerah tersebut. Selain itu, buang air besar di sungai
atau di laut dapat memicu penyebaran wabah penyakit yang dapat
ditularkan melalui tinja.
2) Buang air besar di sawah atau di kolam.
Buang air besar di sawah atau kolam dapat menimbulkan keracunan
pada padi karena urea yang panas dari tinja. Hal ini akan menyebakan
padi tidak tumbuh dengan baik dan dapat menimbulkan gagal panen.
3) Buang air besar di pantai atau tanah terbuka.
Buang air besar di pantai atau tanah terbuka dapat mengundang
serangga seperti lalat, kecoa, kaki seribu, yang dapat menyebarkan
penyakit akibat tinja. Pembuangan tinja di tempat terbuka juga dapat

menjadi pencemaran

udara sekitar dan

mengganggu estetika

lingkungan (Kusnoputranto, 2001).

F.Anak Umur Sekolah Dasar


1. Definisi
Anak sekolah yaitu golongan anak yang berumur antara 7-15 tahun
, sedangkan di Indonesia lazimnya anak yang berumur 7-12 tahun.
(WHO, 2005)

2. Karakteristik
Anak sekolah merupakan golongan yang mempunyai karakteristik
mulai mencoba mengembangkan kemandirian dan menentukan batasanbatasan norma. Di sinilah variasi individu mulai lebih mudah dikenali
seperti pertumbuhan dan perkembangannya, pola aktivitas, kebutuhan
zat gizi, perkembangan kepribadian, serta asupan makanan. Ada
beberapa karakteristik lain anak umur ini adalah sebagai berikut:
(Yatim, 2005)
a. Anak banyak menghabiskan waktu di luar rumah
b. Aktivitas fisik anak semakin meningkat
c. Pada umur ini anak akan mencari jati dirinya
d. Kebutuhan energi tinggi karena aktivitas meningkat.
e.

Pertumbuhan lambat.

f. Pertumbuhan meningkat lagi pada masa pra remaja.

BAB III
KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN

A. Kerangka Konsep
FAKTOR INTERNAL

Umur
Jenis kelamin
Jenis kelamin
Pengetahuan
Psikologis

Kejadian diare
FAKTOR EKSTERNAL
Kebiasaan
Cuci tangan
Kebiasaan
jajan sembarangan
BAB sembarangan
Infeksi
Malabsorbsi
Faktor makanan

Keterangan:

Diteliti
Tidak diteliti
Gambar 1. Kerangka konsep, modifikasi (Hidayat, 2006)
Kejadian suatu penyakit (diare) dipengaruhi oleh faktor intrinsik

dan ekstrinsik. Faktor intrinsik terdiri dari umur, jenis kelamin,


pengetahuan (diteliti) dan psikologis. Faktor Ekstrinsik terdiri dari
kebiasaan cuci tangan (diteliti), kebiasaan jajan sembarangan (diteliti),
BAB sembarangan (diteliti), infeksi, malabsorbsi dan faktor makanan.

B. Hipotesis
Berdasarkan pada uraian di atas maka dapat disusun hipotesis penelitian
sebagai berikut:
1. Ada hubungan tingkat pengetahuan dengan kejadian diare pada siswa di
SDN Wates 1, 3 dan 4 Kecamatan Magersari Kota Mojokerto Tahun 2015.
2. Ada hubungan kebiasaan cuci tangan dengan kejadian diare pada siswa di
SDN Wates 1, 3 dan 4 Kecamatan Magersari Kota Mojokerto Tahun 2015.
3. Ada hubungan kebiasaan jajan sembarangan dengan kejadian diare pada
siswa di SDN Wates 1, 3 dan 4 Kecamatan Magersari Kota Mojokerto
Tahun 2015.
4. Ada hubungan BAB sembarangan dengan kejadian diare pada siswa di
SDN Wates 1, 3 dan 4 Kecamatan Magersari Kota Mojokerto Tahun 2015.
Faktor Resiko
Terpajan
Tidak Terpajan

Kasus
a
c

Rumus dasar Odds Ratio (OR) :


ad
OR

=
bc

Kontrol
B
D

Keterangan :
a = Kasus yang mengalami pajanan
b = Kontrol yang mengalami pajanan
c = Kasus yang tidak mengalami pajanan
d = Kontrol yang tidak mengalami pajanan

Jika OR = 1, maka pajanan bukan faktor resiko


Jika OR> 1, maka pajanan merupakan faktor resiko
JIka OR< 1, maka pajanan merupakan faktor protektif

BAB IV
METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian analitik dengan desain observasional yang


menggunakan pendekatan retrospektif. Rancangan tersebut dari akibat
(penyakit) ke sebab (paparan). Subjek dipilih outcome tertentu (diare), lalu
dilihat kebelakang (backward) tentang status paparan penelitian yang dialami
subjek.

B. Lokasi dan Waktu


Lokasi penelitian ini dilakukan di SDN Wates 1, 3 dan 4 Wilayah
Kerja Puskesmas Wates Jalan Raya Ijen No. 7 Kecamatan Magersari Kota
Mojokerto pada 12 Oktober 7 November 2015.

C. Kasus dan Kontrol


1. Sampel kasus
Sebagai sampel kasus diambil siswa yang menderita diare
yang terdata di rekam medis Puskesmas Wates bulan Juli sampai
bulan Oktober tahun 2015 sejumlah 3 siswa yang diasumsikan
mewakili jumlah kasus diare dalam Tahun 2015.
2. Sampel kontrol
Penentuan besar sample untuk penelitian case control
bertujuan untuk mencari sampel minimal untuk masing-masing
kelompok kasus dan kelompok control. Besar sampel kontrol
sejumlah 27 siswa tidak menderita diare.
D. Variabel Penelitian
1. Variabel Independent

Variabel independent adalah variabel yang mempengaruhi variabel


terikat. Dalam penelitian ini, variabel bebas adalah umur, jenis
kelamin, pengetahuan, kebiasaan cuci tangan, kebiasaan jajan
sembarangan dan BAB sembarangan di SDN Wates 1, 3 dan 4
Kecamatan Magersari Kota Mojokerto.
2. Variabel Dependent
Variabel dependent adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel
bebas. Dalam

Intervensi dan
penyuluhan perilaku
hidup bersih dan sehat
pada kelompok rumah
tangga dengan
pencapaian66% dari
target

E. Definisi Operasional

39

No.
1.

Variabel

Definisi Operasional

Parameter

Alat ukur

Cara Pengukuran

Variabel
Tingkat pengetahuan
Betul >80% dari Kuesioner
Independent adalah peringkat
jawaban kuesioner
(Pengetahuan pengetahuan tentang rantai Baik
tentang diare) penularan diare
Betul <80% dari
jawaban kuesioner
Kurang

Kuesioner

Kebiasaan
Tindakan untuk
1s/d 7 langkah Kuesioner
Cuci Tangan membersihkan tangan dan iya
Pakai Sabun jari jemari menggunakan
air mengalir dan sabun
1 s/d 2 langkah
tidak

Kuesioner

3.

Kebiasaan
makanan dan minuman
Jajan
dibeli di luar kantin sekolah
Sembarangan

Kuesioner

Kuesioner

4.

BAB
Buang air besar tidak di
Sembarangan jamban.

Kuesioner

Kuesioner

2.

5.

Variabel
Diare adalah keluarnya
Dependent
tinja berbentuk cair
(kasus Diare) sebanyak 3 kali/ lebih
dalam 24 jam pertama
dengan atau tidak disertai

terdiagnosa diare
pada rekam medis
tidak terdiagnosa
diare pada rekam

Kategori/
Kriteria

Skala

Nominal Baik : 1
Jawaban betul >80%
Kurang Paham : 2
Jawaban betul <80%

Nominal Iya : 1
Melakukan 1s/d 7
langkah cuci tangan
Tidak : 2
Melakukan 1 s/d 2
langkah cuci tangan
Iya, bila
Iya, bila
>80% dari >80% dari jawaban
jawaban
kuesioner
kuesioner
Tidak, bila
Tidak,
<80% dari
bila
<80% dari
jawaban
kuesioner
Iya, bila
Nominal
>80% dari
jawaban
kuesioner

Tidak,
bila
<80% dari
jawaban
kuesioner
Data rekam
Data rekam medis Terkena
medis puskesmas puskesmas
Diare,
Pada bulan Juli Pada bulan Juli s/d
bila
s/d Oktober
Oktober 2015.
terdiagno
2015.
sa diare

Nominal

40

F. Teknik Pengumpulan Data


1. Data primer
Data primer diperoleh dari kuisioner yang dibagikan kepada Siswa
SDN Wates 1, 3 dan 4 Kecamatan Magersari Kota Mojokerto.
2. Data sekunder
Data sekunder diproleh dari data catatan rekam medis Puskesmas
Wates, Kota Mojokerto.

G. Pengolahan dan Analisis Data


1. Pengolahan data
Data yang telah dikumpulkan diolah dengan menggunakan program
SPSS (Statistic Product Service Solution) melalui beberapa tahap, yaitu :
a. Editing
Editing adalah pengecekan kembali apakah isian pada lembar
kuesioner sudah sesuai dan lengkap dengan absen jawaban yang telah
disediakan.
b. Coding
Setiap lembar kuesioner yang telah diisi oleh responden diberi
kode yang dilakukan oleh peneliti agar lebih mudah dan sederhana.
1

c. Processing
Processing adalah memproses data dengan menggunakan
menggunakan perhitungan manual odds ratio.
d. Cleaning
Mengecek kembali data yang sudah diproses apakah ada
kesalahan atau tidak ada masing-masing variabel yang sudah di proses
sehingga dapat di perbaiki dan di nilai.

2. Analisis data
Analisis data menggunakan uji Odds Ratio untuk menguji hipotesis
statistik sebagai berikut:
1. H0 : Tidak ada hubungan antara tingkat pengetahuan dengan
kejadian diare pada siswa di SDN Wates 1, 3 dan 4 Kecamatan
Magersari Kota Mojokerto.
H1 : Ada hubungan antara tingkat pengetahuan terhadap kejadian
diare pada siswa di SDN Wates 1, 3 dan 4 Kecamatan
Magersari Kota Mojokerto.
H0 ditolak apabila OR > 1
2. H0 : Tidak ada hubungan antara kebiasaan cuci tangan dengan
kejadian diare pada siswa di SDN Wates 1, 3 dan 4 Kecamatan
Magersari Kota Mojokerto.
2

H1 : Ada hubungan antara kebiasaan cuci tangan dengan kejadian


diare pada siswa di SDN Wates 1, 3 dan 4 Kecamatan
Magersari Kota Mojokerto.
H0 ditolak apabila OR > 1

3. H0 : Tidak ada hubungnan antara kebiasaan jajan sembarangan


dengan kejadian diare pada siswa di SDN Wates 1, 3 dan 4
Kecamatan Magersari Kota Mojokerto.
H1 : Ada hubungnan antara kebiasaan jajan sembarangan dengan
kejadian diare pada siswa di SDN Wates 1, 3 dan 4 Kecamatan
Magersari Kota Mojokerto.
H0 ditolak apabila OR > 1

4. H0 : Tidak ada hubungan antara BAB sembarangan dengan


kejadian diare pada siswa di SDN Wates 1, 3 dan 4 Kecamatan
Magersari Kota Mojokerto.
H1 : Ada hubungan antara BAB sembarangan dengan kejadian
diare pada siswa di SDN Wates 1, 3 dan 4 Kecamatan
Magersari Kota Mojokerto.
H0 ditolak apabila OR > 1

BAB V
HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
1. Profil SDN Wates 1,3, 4
Penelitian ini dilaksanakan di Sekolah Dasar Negeri Wates 1,3, 4 Kota
Mojokerto dengan periode pengumpulan data mulai 12 Oktober 7 November
2015. Sekolah ini beralamat di Jalan Raya Ijen No. 7 Kecamatan Magersari Kota
Mojokerto. Tahun 2015, total siswa di SDN Wates 1,3 dan 4 berjumlah 902 siswa.
Dengan rincian 145 siswa kelas I, 145 siswa kelas II, 161 siswa kelas III, 151
siswa kelas IV, 151 siswa kelas V, dan 149 siswa kelas VI. Sekolah ini masingmasing mempunyai 6 ruang kelas, 1 ruang kepala sekolah, 1 ruang guru, 1 ruang
perpustakaan, 1 ruang Unit Kesehatan Sekolah (UKS), 1 ruang mushola, 1 ruang
kantin, 6 kamar mandi/ WC untuk SDN Wates 1, 3 kamar mandi/ WC untuk SDN
Wates 3 dan 2 kamar mandi/WC untuk SDN Wates 4.

2. Visi dan Misi


a. SDN Wates 1
1) Visi: mewujudkan insan unggul, berprestasi, berbudi pekerti luhur
serta beriman.
2) Misi

a) melaksanakan pembelajaran dan bimbingan secara efektif dan


kompetitif.
b) Membiasakan kegiatan 7S yaitu senyum, salam, sapa, sopan
santun, semangat dan sepenuh hati pada seluruh warga sekolah.
c) Mengupayakan pembinaan mental, akhlak, dan budi pekerti.
d) Menumbuhkan penghayatan terhadap ajaran agama yang dianut.
b. SDN Wates 3
1) Visi: terdepan dalam akses ilmu pengetahuan menuju lingkungan
sekolah yang cerdas melalui media pustaka.
2) Misi
a) Mendorong minat baca dan menumbuh kembangkan budaya baca
guru dan siswa.
b) Meningkatkan sumber daya perpustakaan serta sarana/ prasarana
penunjang.
c) Melakukan kerjasama dan pengembangan perpustakaan ataupun
arsip dengan berbagai dinas/ instansi.
d) Mengembangkan koleksi perpustakaan di lingkungan sekolah.

c. SDN Wates 4
1) Visi: sekolah yang unggul, amndiri, berwawasan kebangsaan
berdasarkan iman dan taqwa.
2) Misi: meningkatkan iman dan taqwa para siswa dengan kegiatan intra
dan ekstra kurikuler.

B. Karakteristik Responden
Berdasarkan hasil tanggapan responden, maka dibawah ini akan penulis
jelaskan terlebih dahulu mengenai identitas responden. Karakteristik
responden diidentifikasi berdasarkan umur dan jenis kelamin. Berikut
disajikan hasil penelitian dari identifikasi karakteristik responden.
5

1. Umur
Tabel V.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur pada
Siswa SDN Wates 1, 3 dan 4
Kasus
No
1
2
3
4
5

Umur

Persentase
(%)

Frekuensi

8 Tahun
9 Tahun
10 Tahun
11 Tahun
12 Tahun
TOTAL

Kontrol

67

33

100

Frekuensi

Persentase
(%)

2
9
7
1
8
27

7
33
26
4
30
100

Sumber : Hasil Survei


Dari Tabel V.1 diatas menunjukkan bahwa responden untuk sampel
kasus, sebagian besar berumur 9 tahun sebesar 67%.
Distribusi frekuensi responden berdasarkan umur pada responden
kasus jika disajikan dalam bentuk grafik adalah sebagai berikut:

33%
9 tahun

12 tahun

67%

Gambar V.1 Proporsi Umur Responden Kasus


Dari Tabel V.1 diatas menunjukkan menunjukkan bahwa responden untuk
sampel kontrol, sebagian besar berumur 9 sebesar 33%.

Distribusi frekuensi responden berdasarkan umur pada responden


kontrol jika disajikan dalam bentuk grafik adalah sebagai berikut:

8 Tahun

9 Tahun

7%

10 Tahun

30%

11 Tahun

33%
4%
12 Tahun

26%

Gambar V.2 Proporsi Umur Responden Kontrol

2. Jenis kelamin
Tabel V.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
pada Siswa SDN Wates 1, 3 dan 4
Kasus

Kontrol

No

Jenis
Kelamin

Frekuensi

Persentase
(%)

1
2

Laki-Laki
Perempuan

1
2

33
67

TOTAL

100

Frekuensi

Persentase
(%)

6
21
27

22
78
100

Sumber : Hasil Survei

Dari Tabel V.2 diatas menunjukkan bahwa responden untuk sampel


kasus, sebagian besar berjenis kelamin perempuan sebesar 67%.
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
berdasarkan kejadian diare pada responden kasus jika disajikan dalam
bentuk grafik adalah sebagai berikut:
7

33%
Laki-laki

Perempuan

67%

Gambar V.3 Proporsi Jenis Kelamin Responden Kasus

Dari Tabel V.2 diatas menunjukkan bahwa responden untuk sampel


kontrol, sebagian besar berjenis kelamin perempuan sebesar 78%.
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
berdasarkan kejadian diare pada responden kontrol jika disajikan dalam
bentuk grafik adalah sebagai berikut:

22%
Laki-laki

Perempuan

78%

Gambar V.4 Proporsi Jenis Kelamin Responden Kontrol

3. Tingkat pengetahuan
Tabel V.3 Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan pada Siswa SDN
Wates 1, 3 dan 4
No

Tingkat

Kasus
8

Kontrol

1
2

Pengetahuan

Frekuensi

Persentase
(%)

Paham
Kurang Paham

1
2

33
67

100

TOTAL

Frekuensi

Persentase
(%)

21
6
27

78
22
100

Sumber : Hasil Survei


Berdasarkan data dari tabel V.3 diatas menunjukkan bahwa responden
untuk kasus yang diteliti sebagian besar mempunyai tingkat pengetahuan
kurang paham yaitu sebesar 77%.
Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan berdasarkan kejadian diare
pada responden kasus

jika disajikan dalam bentuk grafik adalah sebagai

berikut:

33%
Paham

Kurang Paham

67%

Gambar V.6 Proporsi Tingkat Pengetahuan Responden Kasus

Berdasarkan data dari tabel V.3 diatas menunjukkan bahwa responden


untuk kontrol yang diteliti sebagian besar mempunyai tingkat pengetahuan
paham yaitu sebesar 78%.

10

Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan berdasarkan kejadian diare


pada responden kontrol jika disajikan dalam bentuk grafik adalah sebagai
berikut:

22%
Paham

Kurang Paham

78%

Gambar V.7 Proporsi Tingkat Pengetahuan Responden Kontrol

4. Kebiasaan cuci tangan


Tabel V.4 Distribusi Frekuensi Kebiasaan Cuci Tangan pada Siswa SDN
Wates 1, 3 dan 4
Kasus
No
1
2

Kebiasaan
Cuci Tangan
Ya
Tidak
TOTAL

Kontrol

Frekuensi

Persentase
(%)

1
2

33
67

100

Frekuensi

Persentase
(%)

22
5
27

81
19
100

Sumber : Hasil survei


Berdasarkan data dari tabel V.4 diatas menunjukkan bahwa responden
untuk kasus yang diteliti sebagian besar kebiasaan tidak mencuci tangan yaitu
sebesar 67%.

10

11

Distribusi frekuensi kebiasaan cuci tangan berdasarkan kejadian diare


pada responden jika disajikan dalam bentuk grafik adalah sebagai berikut:

4%

Kebiasaan Cuci Tangan

Kebiasaan Tidak Cuci Tangan

96%

Gambar V.8 Proporsi Kebiasaan Cuci Tangan Responden Kasus

Berdasarkan data dari tabel V.4 diatas menunjukkan bahwa responden


untuk kontrol yang diteliti sebagian besar kebiasaan mencuci tangan yaitu
sebesar 81%.
Distribusi frekuensi kebiasaan cuci tangan berdasarkan kejadian diare
pada responden kontrol jika disajikan dalam bentuk grafik adalah sebagai
berikut:

19%
Kebiasaan Cuci Tangan

Kebiasaan Tidak Cuci Tangan

81%

11

12

Gambar V.9 Proporsi Kebiasaan Cuci Tangan Responden Kontrol

5. Kebiasaan jajan sembarangan


Tabel V.5 Distribusi Frekuensi Kebiasaan Jajan Sembarangan pada
Siswa SDN Wates 1, 3 dan 4

No
1
2

Kebiasaan
Jajan
Sembarangan
Ya
Tidak
TOTAL

Kasus

Kontrol

Frekuensi

Persentase
(%)

1
2

33
67

100

Frekuensi

Persentase
(%)

7
20
27

26
74
100

Sumber : Hasil Survei

Berdasarkan data dari tabel V.10 diatas menunjukkan bahwa responden


untuk kasus yang diteliti sebagian besar mempunyai kebiasaan tidak jajan
sembarangan yaitu sebesar 67 %.
Distribusi frekuensi kebiasaan jajan sembarangan berdasarkan kejadian
diare pada responden kasus jika disajikan dalam bentuk grafik adalah sebagai
berikut:

12

13

4%
Kebiasaan Jajan Sembarangan

Kebiasaan Tidak Jajan Sembarangan

96%

Gambar V.10 Proporsi Kebiasaan Jajan Sembarangan Responden Kasus

Berdasarkan data dari tabel V.5 diatas menunjukkan bahwa responden


untuk kontrol yang diteliti sebagian besar mempunyai kebiasaan tidak jajan
sembarangan yaitu sebesar 74 %.
Distribusi frekuensi kebiasaan jajan sembarangan berdasarkan kejadian
diare pada responden kontrol jika disajikan dalam bentuk grafik adalah
sebagai berikut:

Kebiasaan Jajan Sembarangan


26%

74%
Kebiasaan
Tidak Jajan Sembarangan

Gambar V.11 Proporsi Kebiasaan Jajan Sembarangan Responden Kontrol

6. BAB sembarangan

13

14

Tabel V.6 Distribusi Frekuensi BAB Sembarangan pada Siswa SDN


Wates 1, 3 dan 4
Kasus
No
1
2

BAB
Sembarangan

Kontrol

Frekuensi

Persentase
(%)

1
2

33
67

100

Ya
Tidak
TOTAL

Frekuensi

Persentase
(%)

4
23
27

15
85
100

Sumber : Hasil Survei

Berdasarkan data dari tabel V.6 diatas menunjukkan bahwa responden


untuk kasus yang diteliti sebagian besar mempunyai kebiasaan tidak BAB
sembarangan yaitu sebesar 67%.
Distribusi Frekuensi BAB sembarangan berdasarkan kejadian diare pada
responden kasus jika disajikan dalam bentuk grafik adalah sebagai berikut:

33%
BA B Sembarangan

Tidak BA B Sembarangan

67%

Gambar V.12 Proporsi BAB Sembarangan Responden Kasus

Berdasarkan data dari tabel V.13 diatas menunjukkan bahwa responden


untuk kontrol yang diteliti sebagian besar tidak BAB sembarangan yaitu
sebesar 85%.
14

15

Distribusi Frekuensi BAB sembarangan berdasarkan kejadian diare pada


responden kontrol jika disajikan dalam bentuk grafik adalah sebagai berikut:

15%
BA B Sembarangan

Tidak BA B Sembarangan

85%

Gambar V.13 Proporsi BAB Sembarangan Responden Kontrol


C. Analisis Data
1. Hubungan tingkat pengetahuan dengan kejadian diare
Tabel V.7 Kejadian Diare menurut Tingkat Pengetahuan terhadap
diare di SDN Wates 1, 3 dan 4

No
1
2

Tingkat
Pengetahuan
Paham
Kurang Paham
TOTAL

Kejadian Diare
Tidak

Ya

Total

Frek

(%)

Frek

(%)

Frek

(%)

1
2

33,3
66,7

21
6

77,8
22,2

22
8

73,3
26,6

100

27

100

30

100

axd
OR = bxc
1x6
OR =
= 0,143
2 x 21
Hasil penghitungan odds ratio 0,143 menunjukkan bahwa siswa
yang tingkat pengetahuannya kurang paham bukan merupakan faktor
resiko melainkan sebagai faktor protektif.
15

16

2. Hubungan kebiasaan cuci tangan dengan kejadian diare


Tabel V.8 Hubungan Kebiasaan Cuci Tangan dengan Kejadian Diare

No
1
2

Kebiasaan Cuci
Tangan
Ya
Tidak
TOTAL

Kejadian Diare
Tidak

Ya

Total

Frek

(%)

Frek

(%)

Frek

(%)

1
2

33,3
66,7

22
5

81,5
18,5

25
5

83,3
16,6

100

27

100

30

100

axd
OR = bxc
1x5
OR =
= 0,113
2 x 22
Hasil pengitungan odds ratio 0,113 menunjukan bahwa siswa yang
memiliki kebiasaan cuci tangan maupun tidak bukan merupakan faktor
resiko melainkan sebagai faktor protektif.

3. Hubungan kebiasaan jajan sembarangan dengan kejadian diare


Tabel V.9 Hubungan Kebiasaan Jajan Sembarangan dengan Kejadian
Diare

No
1
2

Kebiasaan Jajan
Sembarangan
Ya
Tidak

Kejadian Diare
Tidak

Ya

Total

Frek

(%)

Frek

(%)

Frek

(%)

1
2
3

33,3
66,7
100

7
20
27

25,9
64,1
100

8
22
30

26,6
73,3
100

TOTAL
16

17

axd
OR = bxc
1 x 20
OR =
= 1,429
2x7

Hasil penghitungan odds ratio 1,429 yang berarti Ho di tolak atau


ada hubungan antara kebiasaan jajan sembarangan dengan kejadian diare.
Bahwa siswa yang memiliki kebiasaan jajan sembarangan mempunyai
resiko 1,429 kali lebih besar untuk diare dibandingkan dengan siswa yang
tidak memiliki kebiasaan jajan sembarangan.

4. Hubungan BAB sembarangan dengan kejadian diare


Tabel V.10 Hubungan BAB Sembarangan dengan Kejadian Diare

No
1
2

BAB
Sembarangan
Ya
Tidak

Kejadian Diare
Tidak

Ya

Total

Frek

(%)

Frek

(%)

Frek

(%)

1
2

33,3
66,7

4
23

14,8
85,2

5
25

16,6
83,3

17

18

TOTAL

100

27

100

30

100

axd
OR = bxc
1x23
OR =
= 2,875
2x4
Hasil penghitungan odds ratio 2,875 yang berarti Ho di tolak atau
ada hubungan antara BAB sembarangan dengan kejadian diare. Bahwa
siswa yang memiliki BAB sembarangan mempunyai resiko 2,875 kali
lebih besar untuk diare dibandingkan dengan siswa yang tidak BAB
sembarangan.

BAB VI
PEMBAHASAN
18

19

Berdasarkan hasil perhitungan odds ratio tentang tingkat pengetahuan


dengan kejadian diare yaitu 0,143 menunjukkan bahwa siswa yang tingkat
pengetahuannya kurang paham bukan merupakan faktor resiko melainkan sebagai
faktor protektif di SDN Wates 1,3 dan 4, Kecamatan Magersari, Kota Mojokerto.
Tidak ada temuan yang mendukung karena sampel terlalu kecil.
Berdasarkan hasil perhitungan odds ratio tentang kebiasaan cuci tangan
dengan kejadian diare yaitu 0,113 menunjukan bahwa siswa yang memiliki
kebiasaan cuci tangan maupun tidak bukan merupakan faktor resiko melainkan
sebagai faktor protektif di SDN Wates 1,3 dan 4, Kecamatan Magersari, Kota
Mojokerto. Tidak ada temuan yang mendukung karena sampel terlalu kecil.
Penelitian ini menunjukkan ada hubungan kebiasaan jajan sembarangan
dengan kejadian diare pada balita di SDN Wates 1,3 dan 4, Kecamatan Magersari,
Kota Mojokerto. Siswa yang memiliki kebiasaan jajan sembarangan mempunyai
resiko 1,429 kali lebih besar untuk diare dibandingkan dengan siswa yang tidak
memiliki kebiasaan jajan sembarangan.
Hal ini sesuai dengan penelitian yang menyebutkan bahwa perilaku jajan
makanan atau minuman yang tidak memenuhi syarat karena kontaminasi bakteri
menunjukkan hubungan bermakna dengan kejadian diare pada penduduk di
Kecamatan Kelapa Lima, Kupang dengan nilai p = 0,04 (Junias dan Balelay,
2008). Teori lain menyebutkan bahwa makanan atau minuman yang
terkontaminasi bakteri, virus, dan parasit dapat menyebabkan diare (Sarbini,
2005). Teori lain juga menyebutkan seseorang berisiko menderita diare dapat

19

20

disebabkan oleh makanan yang terkontaminasi dengan agen tertentu (Sukarni,


1994).
Dari hasil penelitian didapatkan 33,3% kelompok kasus memiliki
kebiasaan jajan sembarangan, sedangkan pada kontrol hanya 25,9%. Untuk
mencegah meningkatnya kejadian diare di SDN Wates 1,3,4 Kecamatan
Magersari Kota Mojokerto dengan cara mengadakan penyuluhan yang mudah
dimengerti oleh siswa, siswa membawa bekal makanan dari rumah, inspeksi
kebersihan kantin sekolah oleh petugas kesehatan Puskesmas Wates dan melarang
penjual makanan diluar kantin masuk ke area sekolah.
Penelitian ini menunjukkan ada hubungan BAB sembarangan dengan
kejadian diare pada balita di SDN Wates 1,3 dan 4, Kecamatan Magersari, Kota
Mojokerto. Siswa yang BAB sembarangan mempunyai resiko 2,875 kali lebih
besar untuk diare dibandingkan dengan siswa yang tidak BAB sembarangan.
Hal ini sesuai dengan teori yang ada bahwa siswa yang tidak memiliki
kebiasaan BAB sembarangan memiliki resiko lebih rendah terkena diare
dibanding dengan siswa yang memiliki kebiasaan BAB sembarangan.
Berdasarkan pengalaman di beberapa negara membuktikan bahwa upaya
penggunaan jamban mempunyai dampak yang besar dalam penurunan resiko
terhadap penyakit diare (Depkes RI, 2006).
Dari hasil penelitian didapatkan 33,3% kelompok kasus yang BAB
sembarangan, sedangkan pada kontrol hanya 14,8%. Untuk mencegah
meningkatnya kejadian diare di SDN Wates 1,3,4 Kecamatan Magersari Kota
Mojokerto dengan cara penyuluhan tentang yang mudah dimengerti oleh siswa

20

21

tentang bahaya BAB sembarangan dan menyarankan pihak sekolah untuk lebih
memperhatikan kebersihan toilet/WC sekolah.

BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN

21

22

A. Kesimpulan
Dari hasil penelitian dengan judul Hubungan Beberapa faktor
risiko dengan Kejadian Diare pada Siswa di SDN Wates 1,3,4 Kecamatan
Magersari Kota mojokerto Tahun 2015 dapat ditarik kesimpulan sebagai
berikut :
1.

Responden kasus sebagian besar berumur 9 tahun sebesar 67% dan


sebagian besar berjenis kelamin perempuan sebesar 67%. Responden
control sebagian besar berumur 9 tahun sebesar 33% dan sebagian
besar berjenis kelamin perempuan sebesar 78%.

2.

Tingkat pengetahuan bukan merupakan faktor resiko kejadian diare


melainkan faktor protektif dengan OR 0,143 yang berarti tidak ada
hubungan antara tingkat pengetahuan dengan kejadian diare..

3.

Kebiasaan cuci tangan bukan merupakan faktor resiko kejadian diare


melainkan faktor protektif dengan OR 0,113 yang berarti tidak ada
hubungan antara kebiasaan cuci tangan dengan kejadian diare.

4.

Ada hubungan antara kebiasaan jajan sembarangan dengan kejadian


diare dengan OR 1,429 yang berarti kebiasaan jajan sembarangan
merupakan faktor resiko terhadap kejadian diare.

22

23

5.

Ada hubungan antara BAB sembarangan dengan kejadian diare


dengan OR 2,875 yang berarti BAB sembarangan merupakan faktor
resiko terhadap kejadian diare.
B. Saran
Beberapa saran yang dapat menjadi bahan pertimbangan dan
masukan sebagai berikut:
1. Mengadakan penyuluhan tentang bahaya jajan sembarangan dan BAB
sembarangan kepada siswa.
2. Menyarankan siswa agar membawa bekal dari rumah.
3. Inspeksi kebersihan kantin sekolah oleh petugas kesehatan Puskesmas
Wates dan melarang penjual makanan di luar kantin masuk ke dalam
sekolah.
4. Menyarankan pihak sekolah untuk lebih memperhatikan kebersihan toilet /
WC sekolah.
5. Untuk dilakukan penelitian lebih lanjut dengan mengunakan sampel yang
lebih besar.

23

Anda mungkin juga menyukai