Anda di halaman 1dari 28

A.

Konsep Pengetahuan
1. Definisi Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi
melalui panca indra manumur, yakni indra penglihatan, pendengaran,
penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manumur diperoleh
melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2007).
Menurut Bloom dan Skinner pengetahuan adalah kemampuan
seseorang untuk mengungkapkan kembali apa yang diketahuinya dalam
bentuk bukti jawaban baik lisan atau tulisan, bukti atau tulisan tersebut
merupakan suatu reaksi dari suatu stimulasi yang berupa pertanyaan baik lisan
atau tulisan (Notoatmodjo, 2003).
2. Tingkat Pengetahuan
Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6
tingkatan, yaitu: (Notoatmodjo, 2007)
a. Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat
kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari
atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu tahu ini merupakan
tingkat pengatahuan yang paling rendah (Notoatmodjo, 2007).
b. Memahami (Comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan


secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan
materi tersebut secara benar. Orang telah faham terhadap objek atau materi
harus

dapat

meramalkan,

menjelaskan,
dan

menyebutkan

sebagainya

terhadap

contoh,
objek

menyimpulkan,
yang

dipelajari

(Notoatmodjo, 2007).
c. Aplikasi (Aplication)
Aplikasi dapat diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan
materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya)
(Notoatmodjo, 2007).
d. Analisis
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau
suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih didalam satu
struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain (Notoatmodjo,
2007).
e. Sintesis
Menunjukkan pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menyambungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang
baru, dengan kata lain sintesis adalah kemampuan untuk menyusun suatu
formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada (Notoatmodjo, 2007).
f. Evaluasi
Berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau

penilaian terhadap suatu materi atau objek (Notoatmodjo, 2007).


3. Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan
Pengetahuan seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:
(Notoatmodjo, 2003)
a.

Pengalaman
Pengalaman dapat diperoleh dari pengalaman sendiri maupun
pengalaman orang lain. Pengalaman yang diperoleh dapat memperluas
pengetahuan seseorang (Notoatmodjo, 2003).

b. Tingkat pendidikan
Secara umum, orang yang berpendidikan lebih tinggi akan memiliki
pengetahuan yang lebih luas daripada orang yang berpendidikan lebih
rendah (Notoatmodjo, 2003).
c. Keyakinan
Biasanya keyakinan diperoleh secara turun-temurun, baik keyakinan
yang positif maupun keyakinan yang negatif, tanpa adanya pembuktian
terlebih dahulu (Notoatmodjo, 2003).
d. Fasilitas
Fasilitas sebagai sumber informasi yang dapat mempengaruhi
pengetahuan seseorang adalah majalah, radio, koran, televisi, buku, dan
lain-lain (Notoatmodjo, 2003).
e. Penghasilan

Penghasilan tidak berpengaruh secara langsung terhadap pengetahuan


seseorang. Namun, jika seseorang berpenghasilan cukup besar, maka dia
mampu menyediakan fasilitas yang lebih baik (Notoatmodjo, 2003).
f. Sosial budaya
Kebudayaan

setempat

dan

kebiasaan

dalam

keluarga

dapat

mempengaruhi pengetahuan, persepsi, dan sikap seseorang terhadap


sesuatu (Notoatmodjo, 2003).
4. Kategori Pengetahuan
Pengetahuan dibagi dalam 3 kategori, yaitu: (Arikunto, 2006)
a.

Baik : Bila subjek mampu menjawab dengan benar 76% - 100% dari
seluruh pertanyaan

b. Cukup : Bila subjek mampu menjawab dengan benar 56% - 75% dari
seluruh pertanyaan
c. Kurang : Bila subjek mampu menjawab dengan benar 40% - 55% dari
seluruh pertanyaan

B. Konsep Cuci Tangan


1. Konsep Cuci Tangan
Cuci tangan merupakan tindakan pencegahan dan penanggulangan
penyakit yang menjadi program perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) di
Sekolah (Kemenkes RI, 2011). PHBS merupakan perilaku yang dipraktikkan
oleh peserta didik, guru dan masyarakat lingkungan sekolah atas dasar

kesadaran sebagai hasil pembelajaran. Sehingga secara mandiri mampu


mencegah penyakit, meningkatkan kesehatannya, serta berperan aktif dalam
mewujudkan lingkungan sehat. Munculnya berbagai penyakit yang sering
menyerang anak umur sekolah (6-10 tahun), ternyata umumnya berkaitan
dengan PHBS. Oleh karena itu, penanaman nilai-nilai PHBS di sekolah
merupakan kebutuhan mutlak dan dapat dilakukan melalui pendekatan UKS
(Kemenkes RI, 2011).
2. Definisi Cuci Tangan
Cuci tangan adalah salah satu bentuk kebersihan diri yang penting.
Selain itu mencuci tangan juga dapat diartikan menggosok dengan sabun
secara bersama seluruh kulit permukaan tangan dengan kuat dan ringkas yang
kemudian dibilas di bawah air yang mengalir (Potter, 2005). Mencuci tangan
paling sedikit 10-15 detik akan memusnahkan mikroorganisme transient
paling banyak dari kulit, jika tangan tampak kotor, dibutuhkan waktu yang
lebih lama (Perry, 2005).
Cuci tangan pakai sabun adalah salah satu tindakan sanitasi dengan
membersihkan tangan dan jari jemari menggunakan air dan sabun oleh
manumur untuk menjadi bersih dan memutuskan mata rantai kuman. Mencuci
tangan dengan sabun dikenal juga sebagai salah satu upaya pencegahan
penyakit. Mencuci tangan dengan air saja tidak cukup. Penggunaan sabun
selain membantu singkatnya waktu cuci tangan, dengan menggosok jemari
dengan sabun menghilangkan kuman yang tidak tampak minyak/ lemak/

kotoran di permukaan kulit, serta meninggalkan bau wangi. Perpaduan


kebersihan, bau wangi dan perasaan segar merupakan hal positif yang
diperoleh setelah menggunakan sabun (Depkes RI, 2009).
CTPS merupakan kebiasaan yang bermanfaat untuk membersihkan
tangan dari kotoran dan membunuh kuman penyebab penyakit yang
merugikan kesehatan. Mencuci tangan yang baik membutuhkan beberapa
peralatan berikut : sabun antiseptic, air bersih, dan handuk atau lap tangan
bersih. Untuk hasil maksimal disarankan untuk mencuci tangan selama 20-30
detik (PHBS-UNPAD, 2010). Terdapat 2 teknik mencuci tangan, yaitu
mencuci tangan dengan sabun dan mencuci tangan dengan larutan berbahan
dasar alkohol (Depkes RI, 2006).
3. Waktu yang Tepat untuk Cuci Tangan
Waktu yang tepat untuk cuci tangan pakai sabun adalah: (Depkes RI,
2011)
a. Sebelum dan setelah makan
b.

Sebelum memegang makanan

c. Sebelum melakukan kegiatan jari-jari ke dalam mulut atau mata


d. Setelah bermain/berolahraga
e.

Setelah BAK dan BAB

f. Setelah buang ingus


g. Setelah buang sampah
h. Setelah menyentuh hewan/unggas termasuk hewan peliharaan

i. Sebelum mengobati luka


4. Cara Cuci Tangan yang Benar
Mencuci tangan yang benar harus menggunakan sabun dan di bawah
air yang mengalir. Langkah-langkah teknik mencuci tangan yang benar adalah
sebagai berikut: (Depkes RI, 2009)
a. Basahi tangan dengan air di bawah kran atau air mengalir.
b. Ambil sabun cair secukupnya untuk seluruh tangan.
c. Gosokkan kedua telapak tangan. Gosokkan sampai ke ujung jari.
d. Telapak tangan kanan menggosok punggung tangan kiri (atau sebaliknya)
dengan jari-jari saling mengunci (berselang-seling) antara tangan kanan
dan kiri. Gosok sela-sela jari tersebut. Lakukan sebaliknya.
e.

Letakkan punggung jari satu dengan punggung jari lainnya dan saling
mengunci.

f. Usapkan ibu jari tangan kanan dengan telapak kiri dengan gerakan
berputar. Lakukan hal yang sama dengan ibu jari tangan kiri.
g.

Gosok telapak tangan dengan punggung jari tangan satunya dengan


gerakan ke depan, ke belakang dan berputar. Lakukan sebaliknya.

h. Pegang pergelangan tangan kanan dengan tangan kiri dan lakukan gerakan
memutar. Lakukan pula untuk tangan kiri.
i. Bersihkan sabun dari kedua tangan dengan air mengalir.
j. Keringkan tangan dengan menggunakan tissue dan bila menggunakan
kran, tutup kran dengan tissue.

5. Hubungan Cuci Tangan dengan Kesehatan


Penyakit-penyakit yang dapat dicegah dengan mencuci tangan dengan
sabun adalah: (Depkes RI, 2009)
a. Diare menjadi penyebab kematian kedua yang paling umum untuk anakanak balita. Sebuah ulasan yang membahas sekitar 30 penelitian terkait
menemukan bahwa cuci tangan dengan sabun dapat memangkas angka
penderita diare hingga separuh. Penyakit diare seringkali diasosiasikan
dengan keadaan air, namun secara akurat sebenarnya harus diperhatikan
juga penanganan kotoran manumur seperti tinja dan air kencing, karena
kuman-kuman penyakit penyebab diare berasal dari kotoran-kotoran ini.
Kuman-kuman penyakit ini membuat manumur sakit ketika mereka masuk
mulut melalui tangan yang telah menyentuh tinja, air minum yang
terkontaminasi, makanan mentah, dan peralatan makan yang tidak dicuci
terlebih dahulu atau terkontaminasi akan tempat makannya yang kotor
(Depkes RI, 2009).
b. Infeksi saluran pernapasan adalah penyebab kematian utama untuk anakanak balita. Mencuci tangan dengan sabun mengurangi angka infeksi
saluran pernapasan ini dengan dua langkah: dengan melepaskan patogenpatogen pernapasan yang terdapat pada tangan dan permukaan telapak
tangan dengan menghilangkan patogen (kuman penyakit) lainnya
(terutama virus entrentic) yang menjadi penyebab tidak hanya diare
namun juga gejala penyakit pernapasan lainnya. Bukti-bukti telah

ditemukan bahwa praktik-praktik menjaga kesehatan dan kebersihan


seperti mencuci tangan sebelum dan sesudah makan/ buang air besar/kecil
dapat mengurangi tingkat infeksi (Depkes RI, 2009).
c. Infeksi cacing infeksi mata dan penyakit kulit. Penelitian juga telah
membuktikan bahwa selain diare dan infeksi saluran pernapasan
penggunaan sabun dalam mencuci tangan mengurangi kejadian penyakit
kulit: infeksi mata seperti trakoma. Dan cacingan khususnya untuk ascaris
dan trichuriasis (Depkes RI, 2019).
C. Makanan Jajan
1. Definisi Makanan Jajanan
Makanan jajanan merupakan makanan dan minuman yang dipersiapkan
dan/atau dijual oleh pedagang kaki lima di jalanan dan di tempat-tempat
keramaian umum lain yang langsung dimakan atau dikonsumsi tanpa pengolahan
atau persiapan lebih lanjut. Konsumsi makanan jajanan yang tidak sehat dapat
mengakibatkan penurunan status gizi dan meningkatnya angka kesakitan pada
anak sekolah. Makanan jajanan juga dikenal sebagai street food adalah jenis
makanan yang dijual di kaki lima, pinggiran jalan, di stasiun, di pasar, tempat
pemukiman serta tempat yang sejenisnya (Mudjajanto, 2005).
Makanan jajanan dapat dibagi menjadi empat kelompok : yaitu pertama
makanan utama atau main dish contohnya nasi rames, nasi rawon, nasi pecel,
dan sebagainya; yang kedua panganan atau snack contohnya kue-kue, onde-onde,

pisang goreng, dan sebagainya; yang ketiga adalah golongan minuman


contohnya es teler, es buah, teh, kopi, dawet, dan sebagainya; dan yang keempat
adalah buah-buahan contohnya mangga, jambu air, dan sebagainya (Mudjajanto,
2005).
2. Hubungan kebiasaan jajan sembarangan dengan kesehatan
Pada penelitian yang dilakukan di Bogor telah ditemukan Salmonella
Paratyphi A di 25% - 50% sampel minuman yang dijual di kaki lima. Bakteri
tersebut adalah penyebab penyakit tifus pada anak.
Penelitian lain yang dilakukan suatu lembaga studi di daerah Jakarta Timur
mengungkapkan bahwa jenis jajanan yang sering dikonsumsi oleh anak-anak
sekolah adalah lontong, otak-otak, tahu goreng, mie bakso dengan saus, ketan uli,
es sirop, dan cilok (Judarwanto, 2006).
Berdasarkan uji laboratorium, pada otak-otak dan bakso ditemukan borax,
tahu goreng dan mie kuning basah ditemukan formalin, dan es sirop merah
positif mengandung rhodamin B. Selain cemaran mikrobiologis, cemaran
kimiawi yang umum ditemukan pada makanan jajanan kaki lima adalah
penggunaan bahan tambahan pangan (BTP) ilegal seperti borax (pengempal yang
mengandung logam berat Boron), formalin (pengawet yang digunakan untuk
mayat), rhodamin B ( pewarna merah pada tekstil), dan methanol yellow
(pewarna kuning pada tekstil). Bahan-bahan ini dapat terakumulasi pada tubuh

manumur dan bersifat karsinogenik yang dalam jangka panjang menyebabkan


penyakit-penyakit seperti antara lain kanker dan tumor pada organ tubuh
manumur. (Judarwanto, 2006).
Belakangan juga terungkap bahwa reaksi sampling makanan tertentu
ternyata dapat mempengaruhi fungsi otak termasuk gangguan perilaku pada anak
sekolah. Gangguan perilaku tersebut meliputi gangguan tidur, gangguan
konsentrasi, gangguan emosi, gangguan bicara, hiperaktif hingga memperberat
gejala pada penderita autism (Judarwanto, 2006).
D. Buang Air Besar
1. Definisi
Buang air besar merupakan bagian yang penting dari ilmu perilaku dan
kesehatan masyarakat. Pembuangan tinja yang memenuhi syarat merupakan
suatu kebutuhan kesehatan masyarakat, yang selalu bermasalah (setidaknya
sampai saat ini), diakibatkan perilaku buang air besar yang tidak sehat. Perilaku
buang air besar yang tidak sehat ini misalnya buang air besar di sungai yang
menjadi sarana penularan penyakit, buang air besar di pekarangan atau tanah
terbuka, buang air besar di parit atau selokan, buang air besar di saluran irigasi
sawah, dan buang air besar di pantai atau laut. Tempat-tempat ini adalah tempat
yang tidak layak dan tidak sehat untuk buang air besar karena dapat
menimbulkan masalah baru yang dapat membahayakan kesehatan manumur
(Kusnoputranto, 2001).

2. Klasifikasi
Badan Pusat Statistik (BPS) mengelompokan buang air besar berdasarkan
tempat yang digunakan sebagai berikut:
a. Buang air besar di tangki septic
adalah buang air besar yang sehat dan dianjurkan oleh ahli kesehatan yaitu
dengan membuang tinja di tangki septic yang digali di tanah dengan
syaratsyarat tertentu. Buang air besar di tangki septic juga digolongkan
menjadi:
1) Buang air besar dengan jamban leher angsa,
adalah buang air besar menggunakan jamban model leher angsa yang
aman dan tidak menimbulkan penularan penyakit akibat tinja karena
dengan model leher\ angsa ini maka tinja akan dibuang secara tertutup dan
tidak kontak dengan manumur ataupun udara.
2) Buang air besar dengan jamban plengsengan,
adalah buang air besar dengan menggunakan jamban sederhana yang
didesain miring sedemikian rupa sehinnga kotoran dapat jatuh menuju
tangki septic setelah dikeluarkan. Tetapi tangki septiknya tidak berada
langsung dibawah pengguna jamban.
3) Buang air besar dengan jamban model cemplung/cubluk,

adalah buang air besar dengan menggunakan jamban yang tangki


septiknya langsung berada dibawah jamban. Sehingga tinja yang keluar
dapat langsung jatuh kedalam tangki septic. Jamban ini kurang sehat
karena dapat menimbulkan kontak antara septic tank dengan manumur
yang menggunakannya.
b. Buang air besar tidak di tangki septic atau tidak menggunakan jamban.
Buang air besar tidak di tangki septic atau tidak dijamban ini adalah perilaku
buang air besar yang tidak sehat. Karena dapat menimbulkan dampak yang
berbahaya bagi kesehatan manumur. Buang air besar tidak menggunakan
jamban dikelompokkan sebagai berikut:
1) Buang air besar di sungai atau dilaut.
Buang air besar di sungai atau dilaut dapat menimbulkan pencemaran
lingkungan dan teracuninya biota atau makhluk hidup yang berekosistem
di daerah tersebut. Selain itu, buang air besar di sungai atau di laut dapat
memicu penyebaran wabah penyakit yang dapat ditularkan melalui tinja.
2) Buang air besar di sawah atau di kolam.
Buang air besar di sawah atau kolam dapat menimbulkan keracunan pada
padi karena urea yang panas dari tinja. Hal ini akan menyebakan padi
tidak tumbuh dengan baik dan dapat menimbulkan gagal panen.
3) Buang air besar di pantai atau tanah terbuka.

Buang air besar dipantai atau tanah terbuka dapat mengundang serangga
seperti lalat, kecoa, kaki seribu, yang dapat menyebarkan penyakit akibat
tinja. Pembuangan tinja di tempat terbuka juga dapat menjadi pencemaran
udara sekirtar dan mengganggu estetika lingkungan (Kusnoputranto,
2001).
E. Diare
1. Definisi
Diare adalah peningkatan pengeluaran tinja dengan konsistensi lebih lunak
atau lebih cair dari biasanya, dan terjadi paling sedikit 3 kali dalam 24 jam.
Sementara untuk bayi dan anak-anak, diare didefinisikan sebagai pengeluaran
tinja >10 g/kg/24 jam, sedangkan rata-rata pengeluaran tinja normal bayi
sebesar 5-10 g/kg/ 24 jam. (Juffrie, 2010)
Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau
setengah cair (setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya
lebih dari 200 gram atau 200 ml/24 jam. (Simadibrata, 2006)
Diare adalah keluarnya tinja air dan elektrolit yang hebat. Pada bayi, volume
tinja lebih dari 15 g/kg/24 jam disebut diare. Pada umur 3 tahun, yang volume
tinjanya sudah sama dengan orang dewasa, volume >200 g/kg/24 jam disebut
diare. Frekuensi dan konsistensi bukan merupakan indikator untuk volume
tinja. (Boyle, 2000)
2. Etiologi

Menurut World Gastroenterology Organization Global Guidelines 2005,


etiologi diare akut dibagi atas empat penyebab:
a. Bakteri : Shigella, Salmonella, E. Coli, Gol. Vibrio, Bacillus cereus,
Clostridium perfringens, Stafilokokus aureus, Campylobacter aeromonas
b. Virus : Rotavirus, Adenovirus, Norwalk virus, Coronavirus, Astrovirus
c. Parasit : Protozoa, Entamoeba histolytica, Giardia lamblia, Balantidium coli,
Trichuris trichiura, Cryptosporidium parvum, Strongyloides stercoralis
d. Non infeksi : malabsorpsi, keracunan makanan, alergi, gangguan motilitas,
imunodefisiensi, kesulitan makan (Simadibrata, 2006).
3. Cara Penularan dan Faktor Risiko
Cara penularan diare melalui cara faecal-oral yaitu melalui makanan atau
minuman yang tercemar kuman atau kontak langsung tangan penderita atau
tidak langsung melalui lalat ( melalui 5F = faeces, flies, food, fluid, finger).
Berdasarkan penelitian Budi (2006), faktor-faktor yang mempengaruhi
kejadian diare pada anak adalah sebagai berikut:
a. Sumber Air
Didapatkan ada hubungan yang signifikan antara sumber air dengan
kejadian diare. Penyakit seperti diare, disentri, dan paratipus dapat dipengaruhi
oleh sumber air. Penggunaaan air minum dari sumber air yang tercemar, dapat
menyebarkan banyak penyakit salah satunya diare. Dan jika pipa air minum dan

persediaan air kita disambung kurang benar, berarti kita membuka diri sendiri
terhadap banyak penyakit seperti diare, disentri, paratipus dan lain sebagainya.
Masyarakat dapat mengurangi resiko terhadap serangan diare yaitu dengan
menggunakan air bersih dan melindungi air tersebut dari kontaminasi mulai
dari sumbernya sampai penyimpanan di rumah.
b. Jamban
Pengalaman di beberapa negara membuktikan bahwa upaya penggunaan
jamban mempunyai dampak yang besar dalam penurunan resiko terhadap
penyakit diare. Jamban yang baik sebaiknya berjauhan dengan sumber air
minum, paling sedikit 10 meter.
c. Kebiasaan Jajan
Kebiasaan jajan anak umur sekolah dasar sangat berpengaruh pada
penyakit diare. Demikian pula dengan anak jalanan yang sebagian besar
berumur umur sekolah dasar. Mereka lebih sering jajan berupa es atau kue-kue.
Tidak banyak anak yang memperoleh kesempatan mempunyai uang saku yang
banyak, karena itulah mereka cenderung memilih jenis jajanan yang murah,
biasanya makin rendah harga suatu barang atau jajanan makin rendah pula
kualitasnya. Hal ini berakibat digunakannya bahan-bahan makanan yang kurang
baik dan biasanya sudah tercemar oleh kuman. Itulah sebabnya anak-anak yang
telah mulai suka jajan sering terkena penyakit diare.

d. Kebiasaan Cuci Tangan Sebelum Makan


Perilaku cuci tangan yang buruk berhubungan erat dengan peningkatan
kejadian diare dan penyakit yang lain. Perilaku cuci tangan yang baik dapat
menghindarkan diri dari diare. Apabila kita selalu mencuci tangan, kondisi
tangan kita selalu bersih, sehingga dalam melakukan aktivitas terutama makan
tangan yang kita gunakan selalu bersih sehingga tidak ada kuman yang masuk
ke dalam tubuh.
4. Klasifikasi
Terdapat beberapa pembagian diare:
a. Berdasarkan Lamanya Diare
1) Diare akut, yaitu diare yang berlangsung kurang dari 14 hari.
2) Diare kronik, yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari dengan
kehilangan berat badan atau berat badan tidak bertambah (failure to
thrive) selama masa diare tersebut (Suratmaja, 2007).
b. Berdasarkan Mekanisme Patofisiologik
1) Diare sekresi (secretory diarrhea)
2) Diare osmotic (osmotic diarrhea) (Suraatmaja, 2007).
5. Patofisiologi
Diare dapat disebabkan oleh satu atau lebih patofisiologi/patomekanisme
dibawah ini:

a. Diare Sekretorik
Diare tipe ini disebabkan oleh meningkatnya sekresi air dan elektrolit
dari usus, menurunnya absorpsi. Yang khas pada diare ini yaitu secara
klinis ditemukan diare dengan volume tinja yang banyak sekali. Diare tipe
ini akan tetap berlangsung walaupun dilakukan puasa makan/minum
(Simadibrata, 2006).
b. Diare Osmotic
Diare tipe ini disebabkan meningkatnya tekanan osmotik intralumen
dari usus halus yang disebabkan oleh obat-obat/zat kimia yang
hiperosmotik (antara lain MgSO4, Mg(OH)2), malabsorpsi umum dan
defek dalam absorpsi mukosa usus missal pada defisiensi disakaridase,
malabsorpsi glukosa/galaktosa (Simadibrata, 2006).
c. Malabsorpsi asam empedu dan lemak
Diare tipe ini didapatkan pada gangguan pembentukan/produksi
micelle empedu dan penyakit-penyakit saluran bilier dan hati (Simadibrata,
2006).
d. Defek sistem pertukaran anion/transport elektrolit aktif di enterosit
Diare tipe ini disebabkan adanya hambatan mekanisme transport aktif
NA+K+ATPase di enterosit dan absorpsi Na+ dan air yang abnormal
(Simadibrata, 2006).
e. Motilitas dan waktu transit usus yang abnormal

Diare tipe ini disebabkan hipermotilitas dan iregularitas motilitas usus


sehingga

menyebabkan

absorpsi

yang

abnormal

di

usus

halus.

Penyebabnya antara lain: diabetes mellitus, pasca vagotomi, hipertiroid


(Simadibrata, 2006).
f. Gangguan permeabilitas usus
Diare tipe ini disebabkan permeabilitas usus yang abnormal
disebabkan adanya kelainan morfologi membran epitel spesifik pada usus
halus (Simadibrata, 2006).
g. Diare inflamasi
Proses inflamasi di usus halus dan kolon menyebabkan diare pada
beberapa keadaan. Akibat kehilangan sel epitel dan kerusakan tight
junction, tekanan hidrostatik dalam pembuluh darah dan limfatik
menyebabkan air, elektrolit, mukus, protein dan seringkali sel darah merah
dan sel darah putih menumpuk dalam lumen. Biasanya diare akibat
inflamasi ini berhubungan dengan tipe diare lain seperti diare osmotik dan
diare sekretorik (Juffrie, 2010).
h. Diare infeksi
Infeksi oleh bakteri merupakan penyebab tersering dari diare. Dari
sudut kelainan usus, diare oleh bakteri dibagi atas non-invasif dan invasif
(merusak mukosa). Bakteri non-invasif menyebabkan diare karena toksin
yang disekresikan oleh bakteri tersebut (Simadibrata, 2006).

6. Diagnosis
a. Anamnesis
Pasien dengan diare akut datang dengan berbagai gejala klinik tergantung
penyebab penyakit dasarnya. Keluhan diarenya berlangsung kurang dari 15
hari. Diare karena penyakit usus halus biasanya berjumlah banyak, diare air,
dan sering berhubungan dengan malabsorpsi dan dehidrasi sering didapatkan.
Diare karena kelainan kolon seringkali berhubungan dengan tinja berjumlah
kecil tetapi sering, bercampur darah dan ada sensasi ingin ke belakang. Pasien
dengan diare akut infektif datang dengan keluhan khas, yaitu mual, muntah,
nyeri abdomen, demam, dan tinja yang sering, malabsorptif, atau berdarah
tergantung bakteri patogen yang spesifik. Secara umum, pathogen usus halus
tidak invasif, dan patogen ileokolon lebih mengarah ke invasif. Muntah yang
mulai beberapa jam dari masuknya makanan mengarahkan kita pada keracunan
makanan karena toksin yang dihasilkan (Simadibrata, 2006).
b. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik perlu diperiksa: berat badan, suhu tubuh, frekuensi
denyut jantung dan pernapasan serta tekanan darah. Selanjutnya perlu dicari
tanda-tanda utama dehidrasi: kesadaran, rasa haus, dan turgor kulit abdomen
dan tanda-tanda tambahan lainnya: ubun-ubun besar cekung atau tidak, mata:
cowong atau tidak, ada atau tidaknya air mata, bibir, mukosa mulut dan lidah
kering atau basah (Juffrie, 2010).

Pernapasan yang cepat dan dalam indikasi adanya asidosis metabolik.


Bising usus yang lemah atau tidak ada bila terdapat hipokalemia. Pemeriksaan
ekstremitas perlu karena perfusi dan capillary refill dapat menentukan derajat
dehidrasi yang terjadi (Juffrie, 2010).
Penilaian beratnya atau derajat dehidrasi dapat ditentukan dengan cara:
obyektif yaitu dengan membandingkan berat badan sebelum dan selama diare.
Subyektif dengan menggunakan kriteria WHO. Skor Maurice King, dan lainlain (Juffrie, 2010).
Tabel 2.1 Penentuan derajat dehidrasi menurut WHO 1995
A

Keadaan
umum

Baik, sadar

*Gelisah, rewel

*Lesu,
lunglai,
atau tidak sadar

Mata

Normal

Cekung

Sangat cekung dan


kering

Air mata

Ada

Tidak ada

Mulut
dan lidah

Basah

Kering

Sangat kering

Rasa
haus

Minum biasa
tidak haus

*haus,
ingin
minum banyak

*malas minum atau


tidak bisa minum

Periksa:
turgor
kulit

Kembali cepat

*kembali
lambat

*kembali
lambat

Hasil
pemeriks
aan:

Tanpa
Dehidrasi

Dehidrasi
ringan/sedang
Bila ada 1 tanda
* ditambah 1
atau lebih tanda

Dehidrasi berat
Bila ada 1 tanda *
ditambah 1 atau
lebih tanda lain

sangat

lain
Terapi

Rencana
Terapi A

Rencana Terapi
B

Rencana Terapi C

Cara membaca tabel untuk menentukan kesimpulan derajat dehidrasi :


1) Baca tabel penilaian derajat dehidrasi dari kolom kanan ke kiri (C
ke A)
2) Kesimpulan derajat dehidrasi penderita ditentukan dari adanya 1
gejala kunci (yang diberi tanda bintang) ditambah minimal 1 gejala
yang lain (minimal 1 gejala) pada kolom yang sama.
c. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium lengkap pada diare akut umumnya tidak
diperlukan, Hanya pada keadaan tertentu mungkin diperlukan, misalnya
penyebab dasarnya tidak diketahui atau ada sebab-sebab lain selain diare akut
atau pada penderita dengan dehidrasi berat (Juffrie, 2010).
Pemeriksaan tinja baik makroskopik maupun mikroskopik dapat dilakukan
untuk menentukan diagnosa yang pasti. Secara makroskopik harus diperhatikan
bentuk, warna tinja, ada tidaknya darah, lender, pus, lemak, dan lain-lain.
Pemeriksaan mikroskopik melihat ada tidaknya leukosit, eritrosit, telur cacing,
parasit, bakteri, dan lain-lain (Hadi, 2002).
d. Penatalaksanaan

Menurut Kemenkes RI (2011), berikut penatalaksanaan diare berdasarkan


klasifikasinya:
1) Dehidrasi tanpa dehidrasi:
a) Beri cairan lebih banyak dari biasanya
Beri Oralit sampai diare berhenti dengan ketentuan: umur > 1 tahun diberi
100-200 ml setiap kali berak. Bila muntah, tunggu 10 menit dan
dilanjutkan sedikit demi sedikit.
b) Beri obat zinc
Beri Zinc 10 hari berturut-turut walaupun diare sudah berhenti. Dapat
diberikan dengan cara dikunyah atau dilarutkan dalam 1 sendok air matang.
Dengan ketentuan: umur > 6 bulan diberi 20 mg (1 tablet) per hari.
c) Beri makanan untuk mencegah kurang gizi
(1) Beri makan sesuai umur anak dengan menu yang sama pada waktu anak
sehat
(2) Tambahkan 1-2 sendok teh minyak sayur setiap porsi makan
(3) Beri makanan kaya Kalium seperti sari buah segar, pisang, air kelapa
hijau.

(4) Beri makan lebih sering dari biasanya dengan porsi lebih kecil (setiap 3-4
jam)
(5) Setelah diare berhenti, beri makanan yang sama dan makanan tambahan
selama 2 minggu
d) Antibiotic hanya diberikan sesuai indikasi, misalnya: disentri, kolera, dll
2) Dehidrasi ringan / sedang:
a) Jumlah oralit yang diberikan dalam tiga jam pertama adalah 75 ml/kg
bb. Bila BB tidak diketahui berikan oralit sesuai tabel di bawah ini:
(1) Bila anak menginginkan lebih banyak oralit, berikanlah.
(2) Beri obat Zinc selama 10 hari berturut-turut
3) Dehidrasi berat :
Pada keadaan ini pasien akan diberikan larutan hidrasi secara intravena
(intravenous hydration) dengan kadar 100ml/kgBB/3-6 jam.
7. Komplikasi Diare
Menurut IDAI (2010), komplikasi dari diare dapat menyebabkan:
a. Gangguang elektrolit
1) Hipernatremia edema otak

2) Hiponatremia sering terjadi pada anak dengan shigellosis dan pada anak
malnutrisi berat edema
3) Hiperkalemia
4) Hipokalemia kelemahan otot, paralitik ileus, gangguan fungsi ginjal
dan aritmia jantung
b. Kegagalan upaya rehidrasi oral,
misalnya pengeluaran tinja cair yang sering dengan volume yang banyak,
muntah yang menetap, tidak dapat minum, kembung dan ileus paralitik serta
malabsorbsi glukosa.
c. Kejang, biasanya pada anak yang mengalami dehidrasi
8. Pencegahan
Pencegahan diare adalah sebagai berikut: (Depkes RI, 2006)
a. Menggunakan air bersih yang cukup
Sebagian besar kuman infeksius penyebab diare ditularkan melalui jalur
fecal-oral mereka dapat ditularkan dengan memasukkan kedalam mulut,
cairan atau benda yang tercemar dengan tinja misalnya air minum, jari-jari
tangan, makanan yang disiapkan dalam panci yang dicuci dengan air tercemar
(Depkes RI, 2006).

Masyarakat yang terjangkau oleh penyediaan air yang benar-benar bersih


mempunyai resiko menderita diare lebih kecil dibandingkan dengan
masyarakat yang tidak mendapatkan air bersih (Depkes RI, 2006).
Masyarakat dapat mengurangi resiko terhadap serangan diare yaitu
dengan menggunakan air yang bersih dan melindungi air tersebut dari
kontaminasi mulai dari sumbernya sampai penyimpanan di rumah (Depkes RI,
2006).
Yang harus diperhatikan oleh keluarga adalah:
1) Air harus diambil dari sumber terbersih yang tersedia.
2) Sumber air harus dilindungi dengan menjauhkannya dari hewan,
membuat lokasi kakus agar jaraknya lebih dari 10 meter dari sumber
yang digunakan serta lebih rendah, dan menggali parit aliran di atas
sumber untuk menjauhkan air hujan dari sumber.
3) Air harus dikumpulkan dan disimpan dalam wadah bersih. Dan
gunakan gayung bersih bergagang panjang untuk mengambil air.
4) Air untuk masak dan minum bagi anak harus dididihkan (Depkes RI,
2006).
b. Mencuci Tangan
Kebiasaan yang berhubungan dengan kebersihan perorangan yang
penting dalam penularan kuman diare adalah mencuci tangan. Mencuci tangan
dengan sabun, terutama sesudah buang air besar, sesudah membuang tinja

anak, sebelum menyiapkan makanan, sebelum menyuapi makanan anak dan


sebelum makan, mempunyai dampak dalam kejadian diare (Depkes RI, 2006).
c. Menggunakan Jamban
Pengalaman di beberapa negara membuktikan bahwa upaya penggunaan
jamban mempunyai dampak yang besar dalam penurunan resiko terhadap
penyakit diare. Keluarga yang tidak mempunyai jamban harus membuat
jamban, dan keluarga harus buang air besar di jamban (Depkes RI, 2006).
Yang harus diperhatikan oleh keluarga :
1) Keluarga harus mempunyai jamban yang berfungsi baik dan dapat
dipakai oleh seluruh anggota keluarga.
2) Bersihkan jamban secara teratur.
3) Bila tidak ada jamban, jangan biarkan anak-anak pergi ke tempat buang
air besar sendiri, buang air besar hendaknya jauh dari rumah, jalan
setapak dan tempat anak-anak bermain serta lebih kurang 10 meter dari
sumber air, hindari buang air besar tanpa alas kaki (Depkes RI, 2006).
F. Anak Umur Sekolah Dasar
1. Definisi
Anak sekolah yaitu golongan anak yang berumur antara 7-15 tahun ,
sedangkan di Indonesia lazimnya anak yang berumur 7-12 tahun. (WHO,
2005)
2. Karakteristik

Anak sekolah merupakan golongan yang mempunyai karakteristik


mulai mencoba mengembangkan kemandirian dan menentukan batasanbatasan norma. Di sinilah variasi individu mulai lebih mudah dikenali
seperti pertumbuhan dan perkembangannya, pola aktivitas, kebutuhan zat
gizi, perkembangan kepribadian, serta asupan makanan. Ada beberapa
karakteristik lain anak umur ini adalah sebagai berikut: (Yatim, 2005)
a. Anak banyak menghabiskan waktu di luar rumah
b. Aktivitas fisik anak semakin meningkat
c. Pada umur ini anak akan mencari jati dirinya
d. Kebutuhan energi tinggi karena aktivitas meningkat.
e.

Pertumbuhan lambat.

f. Pertumbuhan meningkat lagi pada masa pra remaja.

Anda mungkin juga menyukai