Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN
1. Latar belakang
Dari waktu ke waktu pemanfaatan sinar X menjadi amat berkembang hingga saat
ini. Sampai sekarang, pemeriksaan dalam bidang radiologi ini amat dibutuhkan
sebagai salah satu penunjang diagnostik yang cukup penting, di samping pemeriksaan
laboratorium, patologi anatomik maupun pemeriksaan mikrobiologi. Perkembangan
pemanfaatan sinar X dalam bidang radiodiagnostik pun menjadi makin berkembang
seiring dengan ditemukannya bahan kontras. Bahan Kontras merupakan senyawasenyawa yang digunakan untuk meningkatkan visualisasi (visibility) struktur-struktur
internal pada sebuah pencitraan diagnostik medik.
Bahan kontras dipakai pada pencitraan dengan sinar-X untuk meningkatkan daya
attenuasi sinar-X atau dengan kata lain pemanfaatan bahan kontras ini dipakai untuk
lebih meningkatkan radiolucent maupun radioopaque suatu gambaran organ. Bahan
kontras ditemukan pertama kali pada tahun 1896 dan dipakai untuk pemeriksaan
traktus digestivus. Bahan yang dipakai ialah barium sulfat. Penelitian mengenai
bahan kontras ini terus berkembang hingga pada tahun 1923 ditemukan garam
senyawa iodin yang digunakan untuk melakukan pemeriksaan colon yang disebut
pemeriksaan Colon In Loop. Baik traktus urinarius dan colon sebagai bagian dari
sistem ekskresi manusia sangatlah penting, sehingga perlu suatu pemeriksaan yang
akurat apabila kedua bagian ini mengalami suatu gangguan atau penyakit. Radiologi

kontras

ganda,sebagaimana

halnya

pada

lambung,

ternyata

mampu

menampilkan mukosa kolon secara rinci. Area gastricae pada lambung


agaknya identik dengan linea innominata pada kolon. Sehingga penulis tertarik
untuk membahas tentang pemakaian bahas kontras yang sangat membantu dalam
menentukan dan menegakkan diagnosis pada penyakit-penyakit pada bagian tersebut.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi dan Fisiologi Kolon


1. Anatomi Kolon
Colon atau usus besar adalah sambungan dari usus halus yang
merupakan tabung berongga dengan panjang kira-kira 1,5 meter,
terbentang dari caecum sampai canalis ani. Diameter rata-rata sekitar
2,5 inchi. Usus besar terbagi menjadi : caecum, colon ascenden, colon
transversum, colon desenden, colon sigmoid, rectum dan anus.
1. Caecum : merupakan kantong dengan ujung buntu menonjol ke
bawah regio illiaca kanan. Caecum memiliki panjang 6 cm dan
berjalan ke arah kaudal. Caecum berakhir sebagai kantong buntu
yang berupa appendiks vermiformis yang memiliki panjang 8-13
cm.
2. Colon Asendens : berjalan ke atas dari caecum ke permukaan
inferior lobus hati kanan, kemudian membelok ke kiri, membentuk
felxura coli dextra (flexura hepatik). Terletak di regio illiaca kanan
dengan panjang 13 cm.
3. Colon Transversum : menyilang abdomen pada regio umbilikalis
dari flexura hepatika sampai flexura lienalis dan membentuk
lengkungan seperti huruf U.
4. Colon Desendens : terletak pada regio illiaca kiri dengan panjang
25 cm. Berjalan ke bawah dari flexura lienalis sampai pinggir
pelvis sampi berlanjut sebagai colon sigmoid
5. Colon Sigmoid : mulai dari pintu atas panggul. Merupakan lanjutan
dari kolon desenden dan tergantung ke bawah dalam rongga pelvis.
Colon sigmoid bersatu dengan rectum di depan sakrum.
6. Rectum : menduduki bagian posterior rongga pelvis. Merupakan
lanjutan dari colon sigmoid dan berjalan turun di depan caecum,
dan menembus dasar pelvis. Menurut Pearce (1999),rektum
merupakan bagian 10 cm terbawah dari usus besar.

Gambar 1. Anatomi colon

2. Fisiologi Kolon
a. Absorbsi air dan elektrolit
Penyerapan air dan eletrolit sebagian besar berlangsung diseparuh
atas colon. Dalam hal ini colon sigmoid berfungsi seebagai
reservoi untuk dehidrasi masa feses sampai defekasi berlangsung.
b. Sekresi mukus
Mukus adalah suatu bahan yang kental yang membungkus dinding
usus. Fungsinya sebagai pelindung mukosa agar tidak dicerna oleh
enzim-enzim yang terdapat pada usus dan sebagai pelumas
makanan sehingga mudah lewat.
c. Menghasilkan bakteri
Bakteri usus besar melakukan banyak fungsi yaitu sintesis vitamin
K dan beberapa vitamin B. Penyerapan selulosa yang berupa hidrat
karbon didalam tumbuh-tumbuhan, buah-buahan, sayuran, dan
penyerapan sisa protein yang belum dicerna merupakan kerja
bakteri guna eksresi. Mikroorganisme yang terdapat dicolon terdiri
dari escericia coli dan enterobacter.
d. Defikasi (pembuangan air besar)
Defikasi terjadi karena kontraksi peristaltik rectum. Kontraksi ini
dihasilkan sebagai respon terhadap perangsnagan otot polos
longitudinal dan sirkuler oleh pleksus miesenterikus.
B. Colon In Loop
1. Definisi
3

Colon in loop (CIL) merupakan pemeriksaan radiologi untuk


menilai usus besar atau kolon. Pemeriksaan ini disebut Barium enema
atau loweer GI series. Pemeriksaan ini menggunakan zat kontras yang
dimasukkan melalui rektum. Pemerisaan CIL menilai besar, bentuk, dan
posisi seta lesi afek atau defek pada usus besar.
2. Metode pemeriksaan
Tedapat dua metode pemeriksaan yaitu, single atau double contras:
1. Pemeriksaan dengan kontras tunggal berarti pemeriksaan hanya
menggunakan kontras barium. Keunggulannya untuk melihat filling
defek atau filling afect namun jika pemeriksaan itu dapat mengambil
gambaran lesi seca en profile.
2. Pemeriksaan dengan kontras ganda berarti pemeriksaan menggunakan
kontras barium dan udara. Keunggulannya dalam menilai keadaan
mukosa dan dapat mengenali filling defect maupun filling afect baik
pada posisi en profile en face.
3. Indikasi pemeriksaan Colon in loop
a. Hematokezia
b. Colitis
c. Carcinoma atau keganasan
d. Divertikel
e. Mega colon
f. Invaginasi
g. Stenosis
h. Volvulus
i. Gejala-gejala obstruktif
j. Massa intrabdomen
k. Polip
4. Kontraindikasi pemeriksaan Colon in loop
a. Perforasi, terjadi karena pengisian media kontras secara mendadak
dan dengan tekanan tinggi.
b. Obstruksi akut atau penyumbatan
c. Diare berat
5. Pemeriksaaan Radiologik Kolon
A. Persiapan
- Mengubah pola makan pasien,yaitu makan makanan yang
-

rendah serat,konsistensi lunak dan rendah lemak


Minum sebanyak-banyaknya
Pemberian obat pencahar,contoh : dulcolax

B. Prosedur Alat dan Bahan


1. Pesawat x-ray
2. Kaset dan film
3. Marker
4. Standar irigator dan irigator set lengkap dengan kanula rectal
5. Vaselin atau jelly
6. Sarung tangan
7. Penjepit atau klem
8. Kassa
9. Bengkok
10. Apron
11. Plester
12. Tempat mengaduk media kontras
Bahan yang dipakai adalah :
1. Media Kontras, yang sering dipakai adalah larutan barium dengan
konsentrasi antara 70-80 W/V % (weight/volume). Banyaknya larutan (ml)
tergantung panjang pendeknya colon, kurang lebih 600-800 ml.
2. Air hangat untuk larutan barium
3. Vaselin atau jelly, untuk pelumas saat memasukan cairan dengan
menggunakan kateter
C. Teknik Pemeriksaan
a. Metode Pemasukan Media Kontras
1) Metode kontras tunggal : barium dimasukkan lewat anus sampai
mengisi caecum,pengisian diikuti dengan fluoroskopi. Pasien
dirotasikan ke kanan dan ke kiri serta dibuat radiograf full filling
untuk melihat keseluruhan bagian usus dengan proyeksi antero
posterior. Pasien diminta buang air besar,kemudian dibuat radiograf
post evakuasi posisi antero posterior
2) Metode kontras ganda
a. Pemasukan media kontras dengan metode satu tingkat :
menggunakan media kontras campuran BaSO4 dan udara.
Barium dimasukkan sampai fleksura lienalis dan kanula diganti
pompa. Udara dipompakan dan posisi pasien diubah kiri kanan
setelah udara sampai fleksura lienalis. Tujuannya agar media
kontras merata dalam usus.
b. Pemasukan media kontras dengan metode dua tingkat :
- Tahap pengisian : pengisian media kontras sampai pertengahan
kolon transversum

Tahap pelapisan : menunggu 1-2 menit agar larutan BaSO 4

mengisi mukosa kolon


Tahap pengosongan : setelah diyakini mukosa terlapisi, maka

perlu dibuang sebanyak yang dapat dikeluarkan kembali.


Tahap pengembangan : pemompaan udara ke lumen kolon.
Tahap pemotretan : pemotretan dilakukan bila seluruh kolon
telah mengembang sempurna.

c. Proyeksi Radiograf
1. Proyeksi Antero Posterior / Postero Anterior
- PP : Pasien diposisikan supine/prone diatas meja pemeriksaan
dengan tubuh berada tepat pada garis tengah meja pemeriksaan.
-

Kedua tangan lurus disamping tubuh dan tungkai lurus kebawah


PO : diatur menentukan batas atas processus xypoideus dan

batas bawah symphisis pubis


CP : pertengahan kedua krista illiaka
CR : vertikal tegak lurus terhadap kasetEksposisi : Dilakukan

saat pasien ekspirasi penuh dan tahan nafas


Kriteria : menunjukkan seluruh colon terlihat, termasuk
fleksura dan colon sigmoid

Gambar 2. Posisi PA (prone) dan hasil


2.Proyeksi Right Anterior Oblique
- PP : posisi pasien telungkup diatas meja pemeriksaan kemudia
dirotasikan ke kanan kurang lebih 35-45 terhadap meja pemeriksaan.
Tangan kanan lurus disamping tubuh dan tangan kiri menyilang di depan
tubuh berpegangan pada tepi meja. Kaki kanan lurus ke bawah, kaki kiri
sedikit ditekuk untuk fiksasi
- PO : Mid Sagital Plane pada pertengahan meja
- CP : titik bidik 1-2 inchi ke lateral kiri dari titik kedua crista iliaca
- CR : vertikal tegak lurus terhadap kaset
- Eksposisi : Dilakukan saat pasien ekspirasi penuh dan tahan nafas
7

Kriteria : Menunjukkan gambaran fleksura hepatika kanan terlihat sedikit


superposisi bila dibandingan dengan proyeksi PA dan tampang juga sigmoid
dan colon ascenden

Gambar 23. Posisi RAO dan hasil

3. Proyeksi Left Anterior Oblique


- PP : posisi pasien telungkup diatas meja pemeriksaan kemudian dirotasikan
ke kanan kurang lebih 35-45 terhadap meja pemeriksaan. Tangan kiri
lurus disamping tubuh dan tangan kanan menyilang di depan tubuh
berpegangan pada tepi meja. Kaki kiri lurus ke bawah, kaki kanan sedikit
-

ditekuk untuk fiksasi


PO : Mid Sagital Plane pada pertengahan meja
CP : titik bidik 1-2 inchi ke lateral kanan dari titik kedua crista iliaca
CR : vertikal tegak lurus terhadap kaset
Eksposisi : Dilakukan saat pasien ekspirasi penuh dan tahan nafas

Kriteria : menunjukan flexura lienalis tampak sedikit superposisi bila


dibanding pada proyeksi PA, dan colon ascenden tampak

Gambar 3 .posisi LAO dan hasil


4. Proyeksi LPO
- PP : pasien diposisikan supine kemudian dirotasikan kurang lebih 35-45
terhadap meja pemeriksaan. Tangan kiri sebagai bantalan dan tangan
kanan di depan tubuh berpegangan pada tepi meja pemeriksaan. Kaki kiri
-

lurus sedangkan kaki kanan ditekuk untuk fiksasi


PO : Mid sagital plane pada pertengahan meja, lutut fleksi
CR : titik bidik 1-2 inchi ke arah lateral kanan dari titik tengah kedua

crista illiaka
CP : sinar vertikal tegak lurus terhadap kaset
Eksposisi : Dilakukan saat pasien ekspirasi penuh dan tahan nafas
Kriteria : menunjukan gambaran flexura hepatica dan colon desenden

5. Proyeksi RPO
9

PP : pasien diposisikan supine kemudian dirotasikan kurang lebih 3545 terhadap meja pemeriksaan. Tangan kanan lurus disamping tubuh
dan tangan kiri menyilang didepan tubuh berpegangan pada tepi meja.

Kaki kanan lurus sedangkan kaki kiri ditekuk untuk fiksasi


PO : Mid sagital plane pada pertengahan meja, lutut fleksi
CR : titik bidik 1-2 inchi ke arah lateral kanan dari titik tengah kedua

crista illiaka
CP : sinar vertikal tegak lurus terhadap kaset
Eksposisi : Dilakukan saat pasien ekspirasi penuh dan tahan nafas
Kriteria : Menunjukan gambaran flexura lienalis dan colon asenden

6. Proyeksi Lateral
- PP : Pasien diposisikan lateral atau tidur miring
- PO : Mid coronal plane diatur pada pertengahan grid, genu sedikit fleksi
-

untuk fiksasi
CR : arah sinar tegak lurus terhadap film
CP : Pada mid corona plane setinggi spina illiaca anterior superior (SIAS)
Eksposisi : Dilakukan saat pasien ekspirasi penuh dan tahan nafas
Kriteria : daerah rectum dan sigmoid serta recto sigmoid

Gambar 4.foto lateral dan hasil

7. Proyeksi Left Lateral Decubitus (LLD)


- PP : pasien diposisikan ke arah lateral atau tidur miring ke kiri dengan
-

bagian abdomen belakang menempel dan sejajar dengan kaset


PO : mid sagital plane tubuh berada tepat pada garis tengah grid
CP : sinar horizontal dan tegak lurus terhadap kaset
CR : Titik bidik diarahkan pada pertengahan kedua crista illiaka

10

Eksposisi : Dilakukan saat pasien ekspirasi penuh dan tahan nafas


Kriteria : menunjukan bagian atas sisi lateral colon asenden naik dan
bagian tengah colon desenden saat terisi udara

8. Proyeksi Antero Posterior Aksial


- PP : Posisi pasien supine diatas meja pemeriksaan
- PO : Mid sagital plane tepat pada garis tengah meja pemeriksaan.Kedua
tangan lurus disamping tubuh dan kedua kaki lurus ke bawah. Atur
pertengahan kaset dengan menentukan batas atas pada puncak illium dan
-

batas bawah symphisis pubis.


CP : titik bidik pada 5 cm dibawah pertengahan kedua crista illiaca
CR : arah sinar membentuk sudut 30-40 kranial
Eksposisi : Dilakukan saat pasien ekspirasi penuh dan tahan nafas
Kriteria : menunjukan rectosigmoid di tengah film dan sedikit megalami
superposisi dibandingan proyeksi AP, tampak pula colon tranversum

Gambar 5. Posisi AP axial dan hasil

9. Proyeksi Postero Anterior Aksial


- PP : pasien tidur telungkup diatas meja pemeriksaan
- PO : mid sagital plane tubuh tepat pada garis tengah meja
pemeriksaan.Kedua tangan lurus disamping tubuh dan kaki lurus
kebawah.Mid sagital
-

plane

objek

sejajar

dengan

garis

grid,pertengahan kaset pada puncak ilium


CP : titik bidik pada pertengahan kedua crista illiaca
CR : arah sinar menyudut 30-40 kaudal
Eksposisi : Dilakukan saat pasien ekspirasi penuh dan tahan nafas
11

tengah

Kriteria : Tampak rectosigmoid di tengah film,daerah rectosigmoid


terlihat sedikit mengalami superposisi dibandingkan dengan proyeksi
PA,terlihat colon transversum dan kedua flexura.

Gambar 6. Posisi PA axial dan hasil

6. Ekspertise
Beberapa aspek yang dinilai antara lain, :
a. Pasase kontras
b. Besar, bentuk dan posisi kolon
c. Mukosa ( penilaiann lebih optimal pada pemeriksaan dengan
doubel contras
7. Komplikasi
Komplikasi yang mungkin pada pemeriksaan Colon in loop, yaitu :
a. Perforasi
Hal ini disebabkan karena pengisian larutan kontras secara
mendadak dan dengan tekanan yang tinggi. Juga dapat terjadi
akibat pengembangan yang berlebihan.
Hati-hati bila melakukan pemeriksaan terhadap penderita
dengan

riwayat

tifus

abdominalis,

kolitis

divertikulitis, atau enyempitan lumen oleh karsinoma

12

ulseratif,

b. Reflek fagal
Terjadi keadaan ini biasanya disebabkan pengembangan yang
berlebihan. Pusing, keringat dingin, pucat, pandangan gelap
dan bradikardi merupakan pertanda terjadinya reflek fagal.
Pemberian sulfas atropin dan oksigen dapat mengatasi keadaan
tersebut.

13

BAB III
GAMBARAN PATOLOGIS

1. Obstruksi Usus Besar


Obstruksi usus besar biasanya disebabkan oleh karsinoma kolon
(biasanya rektosigmoid) atau penyakit diverticular.
Penyebab

Lumen : impaksi fekal.


Dinding usus :
- Neoplastik : karsinoma
- Inflamasi : penyakit Crohn, colitis ulseratif, penyakit
divertikular
Ekstrinsik
- Massa keganasan (pada kandung kemih atau pelvis)
- Volvulus
- Hernia

Gambaran Radiologis
Prinsip dasar dalam mendiagnosis obstruksi pada usus besar adalah
mendeteksi dilatasi usus hingga satu level di atas usus yang mengalami
kolaps. Lokasi titik transisi ini tidak selalu mudah diidentifikasi. Usus
besar mengalami distensi dengan penyebaran ke perifer disertai gambaran
haustrae yang jelas. Batas cairan yang terlihat pada posisi tegak cenderung
panjang, jika dibandingkan dengan letaknya yang pendek pada obstruksi
usus halus.

14

Gambar7 . Obstruksi usus besar dengan kolon yang mengalami


distensi hingga flexura splenikus (tanda panah).

2. Collitis
Collitis adalah penyakit inflamasi pada colon. Berbagai jenis
penyakit inflamasi colon mengahasilkan perubahan beraneka ragam pada
mukosa dan dindingnya. Tidak ada satupun tanda radiologik yang khas
untuk golongan ini. Perubahan pada colon akibat penyakit ini antara lain
perubahan mukosa yakni hilangnya struktur innominata, granuler, atau
timbulnya ulcer. Kemudian ada perubahan dinding berupa hilang atau
berkurangnya haustrae, kekakuan dan keracunan dinding, lumen
menyempit dan pemendekan kolon.
Yang terpenting adalah membedakan collitis crohn dan collitis
ulseratif karena penyakit ini perjalanannya sangat berbeda baik dalam
komplikasi ataupun prognosisnya. Collitis crohn terbanyak di colon sisi
kanan dan ileum terminal. Perubahan pada collitis crohn bersifat terbatas
dan asimetris. Collitis ulseratif dimulai dari rectum ke arah proksimal.
Mukosanya menunjukkan gambaran granuler dengan bintik-bintik halus
barium diantaranya. Perubahan mukosanya bersifat merata dan simetris.

15

Gambar 8 . Collitis ulseratif

Gambar 9. Collitis crohn


3. Polip Kolon

Polip kolon merupakan lesi massa terlokalisasi yang berasal dari


mukosa kolon dan menonjol ke dalam lumen. Polip ini dapat memiliki
dasar yang luas (sesile) atau bertangkai (pedunculated) dan dapat terjadi di
mana saja pada kolon. Mayoritas polip merupakan adenoma jinak,
terutama yang memiliki tangkai yang kurus dan panjang.
Gambaran Radiologis

16

Sediaan usus metikulosa diperlukan karena sisa feses dan mucus


sangat mempengaruhi diagnosis yang tepat dari lesi-lesi kolon.
Pemeriksaan dengan barium enema kontras ganda dapat memperlihatkan
polip sebagai defek pengisian pada proyeksi daerah yang terisi barium,
atau polip dapat dibatasi oleh barium pada proyeksi bagian yang terisi
udara.
Komplikasi
Keganasan pada kasus polip harus selalu dipikirkan jika terdapat :
Iregularitas pada bagian dasar atau perifer
Lesi yang datar dengan dasar yang lebih luas dibandingkan

tingginya
Bertumbuh pada pemeriksaan serial
Ukuran polip > 10 mm

Terapi
Polip yang kecil dapat dipotong dan diangkat saat kolonoskopi;
perforasi dan perdarahan merupakan komplikasi yang jarang dari prosedur
ini; lesi yang lebih besar membutuhkan reseksi pembedahan formal.

Gambar 10. Polip kolon bertangkai

17

Gambar 11. Polip sessile dengan dasar yang luas

Gambar 12. Polip sessile pada proyeksi yang berisi barium


4. Kanker Colon
Kanker usus besar adalah pertumbuhan abnormal sel-sel atau
pembentukan tumor di usus besar (kolon atau usus besar) dan rektum.
Memberikan gambaran radiologik, seperti :
a. Penonjolan ke dalam lumen ( produnculate)
b. Kerancunan dinding kolon (colonic wall deformity)
c. Kekakuan dinding kolon

18

Gambar 13. kanker colon

Gambar 14. Apple Core Sign barium enem

5. Penyakit Divertikular
Penyakit diverticular merupakan kelainan umum yang ditandai oleh
hipertrofi otot polos kolon yang menyebabkan terbentuknya penonjolan
menyerupai kantung diantara serat-serat otot yang menebal. Terdapat
herniasi pada mukosa dan submukosa pada tempat-tempat yang lemah
pada dinduing usus. Sigmoid merupakan daerah yang paling sering terkena

19

(> 90%) namun dapat terbentuk diverticula dari setiap bagian kolon. Diet
rendah serat tampaknya merupakan penyebab dari keadaan ini.
Pemeriksaan Penunjang Radiologis
Barium enema
Ultrasonografi, CT, dan angiografi mesentrika untuk mengetahui
komplikasi

Gambaran Radiologis
Pemeriksaan barium enema akan memperlihatkan kantung yang
keluar seperti penonjolan bulat yang rata dari dinding usus. Divertikula
memiliki ukuran yang bervariasi, dari mulai hanya terlihat hingga berupa
kantung oval atau bulat berdiameter beberapa sentimeter. Barium dapat
menetap pada diverticula untuk beberapa minggu karena tidak adanya
mekanisme pengosongan. Kolon sigmoid dapat sempit dan irregular, dan
kadang-kadang penampakannya sangat sulit dibedakan dari karsinoma.
Komplikasi

Diverticulitis : proses inflamasi yang menyebabkan serangan nyeri

abdomen dan demam.


Abses perikolik : perforasi pada diverticulum sering menyebabkan
abses perikolik terlokalisasi. Barium enema dapat menunjukkan
jalur sinus yang berasal dari sigmoid hingga ke abses.
Ultrasonografi atau CT dapat menunjukkan pengumpulan cairan

terlokalisasi, yang dapat didrainase secara perkutan.


Perforasi : perforasi bebas pada diverticulum atau abses ke dalam

rongga peritoneum dapat menyebabkan peritonitis fekal.


Pembentukan fistula : dapat disebabkan oleh abses yang rupture
atau diverticulum yang meradang ke dalam organ terdekat, yang
paling sering adalah kandung kemih (fistula vesikokolik), dengan
20

pneumaturia sebagai keluhan gejala. Fistula dapat mengarah ke

vagina, ureter, usus halus, kolon, atau kulit.


Perdarahan : kemungkinan akibat erosi pada arteri dinding usus
halus, sering dari diverticulum sebelah kanan.

Gambar 15. Pembentukan abses yang disebabkan oleh penyakit


divertikular
6. Volvulus
a. Volvulus
Volvulus merupakan terpuntirnya segmen usus yang kemudian
menyebabakan obstruksi.
b. Torsi
Torsi menunjukkan adanya segmen yang terpuntir tanpa disertai
obstruksi.
c. Volvulus lambung
Rotasi pada lambung terjadi baik pada bidang vertical atau
organoaksial (dari pylorus sampai ke kardia).
d. Volvulus usus halus
Berbagai keadaan mesentrika dengan usus yang bergerak
memungkinkan rotasi dan puntiran yang abnormal, menyebabkan
obstruksi mekanis dengan kemungkinan terjadi gangguan vascular.
e. Volvulus caecal
Caecum terpuntir pada aksis panjangnya. Caecum yang terdistensi
dan terisi gas secara khas berubah posisi ke arah atas dan ke
kuadran atas kiri, dengan fossa iliaka kanan yang kosong. Kolon

21

distal yang sama sekali tidak terisi udara dan dilatasi caecal dapat
menimbulkan ancaman perforasi.

f. Volvulus sigmoid
Volvulus sigmoid terjadi ketika terdapat rotasi pada sigmoid di
sekitar aksisnya, terutama pada lingkar (loop) yang sangat panjang,
yang menyebabkan obstruksi lingkar tertutup. Obstruksi yang tidak
dibebskan dapat menyebabkan gangguan vascular, infark usus, atau
perforasi. Pasien langka dan psikistrik jangka panjang sangat
rentan terhadap keadaan ini.
Gambaran Radiologis
Lingkar (loop) sigmoid dapat menjadi sangat melebar hingga
mengisi seluruh abdomen. Sigmoid terlihat sebagai U terbalik dengan tiga
garis yang tampak jelas, dua garis di dinding lateral dan sebuah garis di
bagian tengah yang dihasilkan oleh dua dinding dalam yang ada di
dekatnya, semua berkumpul ke dalam akar mesentrika usus besar di pelvis.
Barium enema menunjukkan adanya obstruksi setinggi volvulus, dengan
lumen usus yang semakin mengecil dan memeberikan gambaran birds
beak.
Terapi
Dekompresi melalui tuba rektal melewati segmen yang terpuntir.
Angka rekuirensi yang tinggi hingga 80% sering membutuhkan reseksi
pembedahan pada lingkar usus yang berlebihan.

22

Gambar 16. Volvulus sigmoid yng disertai distensi sigmoid yang luas

Gambar 17. Hirschprung disease barium enema

BAB III
23

KESIMPULAN

Pemeriksaan Colon in Loop adalah jenis pemeriksaan radiologis yang


menggunakan

bahan

kontras

contohnya

Barium

Sulfat

memvisualisasikan keadaan traktus keadaan colon. Pada

dengan

tujuan

Colon in Loop

dimasukkan melalui anus pasien. Pemeriksaan radiologis dengan penggunaan


kontras seperti ini sudah lama dilakukan dan mempunyai nilai daya diagnosis
yang

tinggi,

sehingga

sangat

membantu

dokter

dalam

mengetahui

keadaan,mengetahui adanya gangguan,membantu menegakkan diagnosis dan akan


menentukan dalam pembuatan terapi pada pasien.

DAFTAR PUSTAKA

24

Bontrager,2001.,Text Book of Radiographic Positioning and Related


Anatomy,edisi ke-5,Mosby Inc,St.Louis,Amerika.
Kuhlman JE.Essentials of radiologic imaging,7th Ed.Lippincott-Raven
Publishers ;24
Lee Jr FT,Thornbury JR.The Urinary Tract.Dalam : Juhl JH,Crummy AB.
Mark,H.,Swartz., 1995, Buku Ajar Diagnostik Fisik, Penerbit Buku
Kedokteran,Jakarta.
Rasad,Sjahriar.2009. Radiologi Diagnostik edisi kedua,balai penerbit FK UI:
Jakarta

25

Anda mungkin juga menyukai