PASIEN
Nama
Umur
:Penderita
60
tahun
: Ny. P
Desember
1954
Perempuan
Agama
: RT
Islam
Menikah
Panjang
Tanggulangin
Pendidikan
:06/02,
SD2015
Tangga
September
2015
02
September
Agustus
2015
1655188
BAB I
PENDAHULUAN
Abses hati merupakan masalah kesehatan dan sosial pada beberapa negara
gizi
yang
buruk.
Meningkatnya
arus
urbanisasi
menyebabkan
bertambahnya kasus abses hati di daerah perkotaan dengan kasus abses hati
amebik lebih sering berbanding abses hati pyogenik dimana penyebab infeksi
dapat disebabkan oleh infeksi jamur, bakteri ataupun parasit.
Abses hati adalah penumpukan jaringan nekrotik dalam suatu rongga
patologis yang dapat bersifat soliter atau multiple pada jaringan hati. Penyakit ini
telah ditemukan sejak zaman Hipokrates merupakan penyakit serius yang
membutuhkan diagnosis dan tatalaksana yang cepat. Abses hati umumnya
dikelompokkan berdasarkan etiologi, yaitu abses hati piogenik dan abses hati
amuba, yang memberikan gambaran klinis hampir sama sehingga diagnosis
etiologi sulit ditegakkan. Selama 40 tahun terakhir, telah banyak perubahan dan
perkembangan dalam menegakkan diagnosis dan pengobatan abses hati.
I.
IDENTITAS PASIEN
1. Nama Penderita
: TN.S
2. Umur
: 50 tahun
3. Tanggal Lahir
: 17 April 1965
4. Jenis Kelamin
: laki-laki
5. Agama
: Islam
6. Status Pernikahan
: Menikah
7. Alamat
: Wadung asri 11/3 Buduran ,Sidoarjo
8. Pendidikan
: SMA
9. Pekerjaan
:10. Tanggal MRS
: 16 Oktober 2015
11. Tanggal Pemeriksaan : 22 Oktober 2015
12. Tanggal KRS
: 22 Oktober 2015
13. No. Rekam Medis
: 1750366
II. ANAMNESIS
a. Keluhan Utama
Nyeri perut kanan atas
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien dibawa ke RSUD Sidoarjo rujukan dari RS DKT Sidoarjo dengan
keluhan utama nyeri perut kanan atas sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit.
Rasa sakit ini dirasakan terus menerus, sakit seperti tertindih, melilit dan tidak
menjalar, dan perut tampak semakin membesar. Pasien juga mengeluh demam yang
naik turun terutama menjelang malam hari, tanpa mual ataupun muntah. Nafsu
makan menurun. BAK coklat seperti teh , BAB normal. Pasien berobat ke RS DKT
Sidoarjo dan dilakukan USG perut yang menunjukkan abses hati, kemudian pasien
dirujuk ke RSUD Sidoarjo.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien mengatakan tidak pernah sakit seperti ini sebelumnya. Tidak ada sakit
yang sampai
diabetes
menyebabkan
masuk
rumah
sakit.
Riwayat
hipertensi,
e. Riwayat Pengobatan
Sebelumnya pasien dirawat di RS DKT sidoarjo tetapi tidak ada perubahan
yang signifikan dan dirujuk ke RSUD Sidoarjo.
f. Riwayat Alergi
Pasien tidak memiliki alergi obat atau makanan tertentu.
III. PEMERIKSAAN FISIK
A. Pemeriksaan Umum
a. Keadaan Umum : Lemah
b. Kesadaran :
c. Tanda Vital :
TD : 100/60 mmHg
N : 88 x/mnt
RR : 20 x/mnt
Suhu : 36,5 C
d. Kulit
: Turgor kulit normal, elastisitas baik, tidak ada ruam, tidak ada
nodul, tidak ada tanda infeksi.
e. Kelenjar Limfe : Tidak ada pembesaran kelenjar limfe di leher, aksila, dan
inguinal
f. Otot
g. Tulang
h. Status gizi
: BB : 75 kg
TB : 160 cm
obesitas)
: bulat, simetris
: pendek, warna hitam tidak mudah dicabut
:konjungtiva tak anemis, sclera putih, lensa jernih, pupil
isokor,reflek cahaya (+/+), edema minimal pada daerah
palpebral kedua mata
Hidung
Telinga
Mulut
Lidah
C. Leher
Inspeksi
Palpasi
: simetris
: fremitus raba (+) normal simetris
: sonor
: vesikuler +/+ RH (-), WH (-)
E. Abdomen
Inspeksi
Palpasi
: Perut membuncit dan distended, tidak ada luka dan bekas operasi
: Nyeri tekan (+) pada hipokondrium kanan dan membesar
teraba masa di daerah hipokondrium kanan (4 cm di bawah
arkus kosta) kurang lebih diameter 6 x 8 cm, kenyal, rata,
soliter, batas tidak tegas, tidak mudah digerakkan dan nyeri
bila ditekan. Hepar teraba 17 cm di bawah arkus kosta dan
hepar di bawah prosesus sifoideus tidak teraba, tepi tajam,
rata, konsistensi kenyal. Limpa tidak teraba, turgor cukup dan
Ren Sinista
achocortex tak
Prostat
solid
: besar normal (vol:16,06 cm3 ),tak Nampak nodul solid
/kalsifikasi
Mc Burney
appendix tak melebar ,tak tampak nodul solid /kista
Tak tampak cairan bebas dalam cavum abdomen
Tak tampak pembesaran kelenjar para aorta
Kesimpulan : - Hepatomegali dengan Abses lobus dextra
- Kista ren sinistra
METODE
Western Green
HASIL
100-115 mm/jam
DARAH LENGKAP
Cell counter
Terlampir
WBC (Leukosit)
Flowcymetri
16.700
RBC (Eritrosit)
3.790
HGB (Hemoglobin)
11,5
HCT (Hematokrit)
Cell counter
33,5%
PLT (Trombosit)
Cell counter
117.000
MCV
Cell counter
91,0
MCH
Cell counter
MCHC
30,3
33,3
KIMIA KLINIK
Albumin
Bromcresol green
Globulin
3,1
3,5
Bilirubin Direk
Jendrasik
0,45
Bilirubin Total
Bilirubin DPD
0,94
SGOT (AST)
IFCC
22
SGPT (ALT)
IFC
39
IV.
PENUNJANG
PEMERIKSAAN
Radiologi
tanggal
01
September
2015
Hepar
bawah
:abdomen
Membesar
echoparenchim
homogen
meningkat
melebar,
kabur
dinding
IHBD/EHBD
normal,
dinding
tak
menebal
batu
dan
tak
nodul/solid/bile
sludge
normal
nodul
solid/kista
tak
tampak
Ren
Dextra
:menebal,
Mengecil
Membesar
meningkat
2
ectasis
gr
s
olid/kista
dinding
tak
tak
solid
tampak
batu/nodul
Besar
normal,
tak
tampak
solid/kista
nodul
bebas/mass
dalam
cavum
pembesaran
para
aorta
kelenjar
Hepatom
C. Pemeriksaan Tanggal 21 oktober 2015
PEMERIKSAAN
DARAH LENGKAP
METODE
Cell counter
WBC (Leukosit)
Flowcymetri
HASIL
12.570
RBC (Eritrosit)
3.890
HGB (Hemoglobin)
11,7
34,3
327
88,2
30,1
34,1
HCT (Hematokrit)
PLT (Trombosit)
Cell Counter
MCV
Cell Counter
MCH
Cell Counter
MCHC
Cell Counter
V DIAGNOSIS KERJA
Abses Hepar
VIPLANNING
inj.Metronidazole
inj.Ceftixozim
inj.Prosogan
inf Aminofusin hepar : tutofusin ops : PZ
inj.Hepamers
p.o Curcuma
p.o Sistenol
3 x 500 mg
3 x 1gr
2 x1 dalam PZ 100cc
1:1:1
1 x 1 dalam PZ 100cc
3 x 1 tab
3 x 1 tab
BAB II
PEMBAHASAN
Berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik serta beberapa pemeriksaan
penunjang yang telah saya lakukan kepada TN.S maka saya dapatkan
beberapa hal yang mengarahkan pada diagnosa Abses Hepar . pembahasan
secara lengkapnya sebagai berikut:
Abses hepar adalah bentuk infeksi pada hati yang disebabkan karena
infeksi bakteri, parasit, jamur maupun nekrosis steril yang bersumber dari
sistem gastrointestinal yang ditandai dengan adanya proses supurasi dengan
pembentukan pus di dalam parenkim hati (Aru W Sudoyo, 2006).
Abses hepar umumnya dikelompokkan berdasarkan etiologi, yaitu abses
hati piogenik dan abses hati amuba, yang memberikan gambaran klinis
hampir sama sehingga diagnosis etiologi sulit ditegakkan.
Menurut etiologinya abses hati dibedakan atas abses hati amubik dan
abses hati piogenik.
A. Abses hati amebic
Etiologi
Abses hati amebic adalah bentuk infeksi pada hati yang disebabkan
karena infeksi Entamoeba histolytica yang bersumber dari intestinal yang
ditandai dengan adanya proses supurasi dengan pembentukan pus yang
terdiri dari jaringan hati nekrotik, sel-sel inflamasi atau sel-sel darah
dalam parenkim hati.
Patologi
Amebiasis hati penyebab utamanya adalah Entamoeba hystolitica.
Hanya sebagian kecil individu yang terinfeksi E.hystolitica yang
memberi gejala amebiasis invasif, sehingga ada dugaan ada 2 jenis
E.hystolitica yaitu strain patogen dan non patogen. Bervariasinya
virulensi berbagai strain
E.hystolitica
toksin
parasit,
juga
dapat
karena
penyakit tuberkulosis,
empedu kongenital.
Infeksi langsung seperti luka penetrasi, fokus septik berdekatan
10
Keluhan
awal:
demam/menggigil,
nyeri
abdomen,
kanan atas daerah hipokondrium kanan, ikterus, asites, serta sepsis yang
menyebabkan kematian. (Cameron 1997)
atau
panas
tinggi
merupakan
manifestasi
klinis
yang paling utama, anoreksia, malaise, batuk disertai rasa sakit pada
diafragma, anemia, hepatomegaly teraba sebesar 3 jari sampai 6 jari di
bawah arcus-costa, ikterus terdapat pada 25 % kasus
dan
biasanya
biasanya
multipel,
massa
di
hipokondrium
atau
11
epigastrium,
tanda peritonitis
Gejala klinis yang klasik pada abses hati amuba dapat berupa
demam yang tidak lebih dari 38,5 C, nyeri perut kanan atas,
hepatomegali yang nyeri spontan atau nyeri tekan. Jarang sekali disertai
ikterus, prekoma, atau koma. Bila lobus kiri yang terkena, akan
ditemukan massa di daerah epigastrium. Kadang-kadang gejalanya tidak
khas dan timbul pelan-pelan.
No
Gejala
Presentase (%)
Nyeri perut
84-93
Demam
80-93
Menggigil
41-73
Nausea
45-85
29-45
Diare
17-60
Batuk
2-41
No
Tanda
Presentase (%)
67-80
Hepatomegali
18-53
Tanda peritoneal
18-20
Ikterus
4-12
12
yang
mempunyai
aktifitas
bakterisid,
amebisid
dan
trikomonosid.
Dalam sel atau mikroorganisme metronidazole mengalami reduksi
menjadi produk polar. Hasil reduksi ini mempunyai aksi antibakteri dengan
jalan menghambat sintesa asam nukleat.
2. Ceftizoxime
Ceftizoxime
adalah
kelompok
obat
yang
disebut
cephalosporin
13
Aminofusin mengandung asam amino 50 g/L yang terdiri dari 45% BCAA
(Branched Chain Amino Acids), dilengkapi dengan LOLA (L-ornithine Laspartate), dan elektrolit. Aminofusin mengandung rendah asam amino
aromatik. Aminofusin sebagai nutrisi parenteral pada pasien gangguan hati
kronik (seperti sirosis hati dekompensasi, hepatitis kronik, kanker hati) yang
bertujuan untuk membantu mempertahankan kesadaran.
5.Ttutofusin
Larutan tutofusin mengandung cukup elektrolit dan sorbitol sebagai
sumber karbohidrat, dapat diberikan 40 ml/kgBB/hari .
6. Natrium Chlorida 0,9 % (PZ)
Natrium klorida, juga dikenal dengan garam dapur, atau halit, adalah
senyawa kimia dengan rumus molekul NaCl. Senyawa ini adalah garam yang
paling memengaruhi salinitas laut dan cairan ekstraselular pada banyak
organisme multiselular. Sebagai komponen utama pada garam dapur, natrium
klorida sering digunakan sebagai bumbu dan pengawet makanan.
Natrium Chlorida tersedia dalam berbagai konsentrasi, akan tetapi yang
paling umum digunakan adalah NaCl dengan konsentrasi 0,9 %. NaCl dengan
konsentrasi ini sering disebut juga normal saline atau larutan fisiologik (PZ)
dan sering digunakan untuk tubuh. Larutan fisiologik ini aman digunakan
untuk kondisi apapun karena Natrium clorida mempunyai Na dan Cl yang
sama seperti plasma sehingga tidak mempengaruhi sel darah merah.
Meningkatkan
7. Hepa-mers
14
glutamin
menggunakan
ornithine.Akibatnya,
penelitian
asam
telah
amino
dan
aspartat
menemukan
bahwa
hepatoprotektif
Kunyit
adalah
terutama
akibat
dari
15
BAB III
KESIMPULAN
16
Pasien tn.S dibawa ke RSUD Sidoarjo rujukan dari RS DKT Sidoarjo dengan
keluhan utama nyeri perut kanan atas sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit.
Rasa sakit ini dirasakan terus menerus, sakit seperti tertindih, melilit dan tidak
menjalar, dan perut tampak semakin membesar. Pasien juga mengeluh demam yang
naik turun terutama menjelang malam hari, tanpa mual ataupun muntah. Nafsu makan
menurun. BAK coklat seperti teh , BAB normal. Pasien berobat ke RS DKT Sidoarjo
dan dilakukan USG perut yang menunjukkan abses hati, kemudian pasien dirujuk ke
RSUD Sidoarjo. Sebelumnya pasien dirawat di RS DKT sidoarjo tetapi tidak ada
perubahan yang signifikan dan dirujuk ke RSUD Sidoarjo.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 100/60 mmHg dengan nadi
88x/menit, suhu 36,5oC RR 20x/menit. Pemeriksaan abdomen pada inspeksi
perut membuncit dan distended, Palpasi : Nyeri tekan (+) pada hipokondrium kanan
dan membesar teraba masa di daerah hipokondrium kanan (4 cm di bawah arkus
kosta) kurang lebih diameter 6 x 8 cm, kenyal, rata, soliter, batas tidak tegas, tidak
mudah digerakkan dan nyeri bila ditekan. Hepar teraba 17 cm di bawah arkus kosta
dan hepar di bawah prosesus sifoideus tidak teraba, tepi tajam, rata, konsistensi
kenyal. Limpa tidak teraba, turgor cukup dan bising usus (+) normal. Perkusi
pekak(+) distended ,auskultasi bising usus (+) normal.
Pemeriksaan penunjang yaitu laboratorium didapatkan laju endap darah 100115 mm/jam , leukosit 16.700, SGOT 22,SGPT 39. Hasil USG abdomen ditemukan
Hepar membesar (lob d:17,07cm. lob s:6,71 x 7,99cm)tampak nodul menyerupai
17
gambaran abses pada lob Dextra atas uk5,4 tak tampak vascular peri & intra
nodular.
Jadi, berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
yang telah dilakukan maka Tn.S dapat didiagnosa dengan Abses Hepar.
DAFTAR PUSTAKA
18
1. Dull JS, Topa L, Balgha V, Pap A. Non-surgical treatment of biliary liver abscesses:
efficacy of endoscopic drainage and local antibiotic lavage with nasobiliary catheter.
Gastrointest Endosc 1999; 51:55-9.
2. Arief Mansjoer, Kapita Selekta Kedokteran; Jilid 1, Edisi Ketiga; Media Aesculapius;
Jakarta; 2001. Halaman 512.
3. Cameeron. (1997). Prinsip-prinsip Penyakit Dalam. Jakarta: Binarupa Aksara.
4. Aru, W. Sudoyo, dkk. (2006). Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid 1 Edisi
19