Anda di halaman 1dari 7

Sifat WAJIB bagi Rasul

1- Siddiq : yang bererti jujur. Nabi dan Rasul selalu jujur dalam perkataan dan
perilakunya dan mustahil akan berbuat yang sebaliknya, yakni berdusta,
munafik, dan seerti dengannya.
2- Amanah : yang bererti dapat dipercayai dalam kata dan perbuatannya. Nabi
dan Rasul sentiasa amanah dalam dalam segala tindakannya, seperti
menghakimi, memutuskan perkara, menerima dan menyampaikan wahyu,
serta mustahil akan berperilaku yang sebaliknya.
3- Tabligh : yang bererti menyampaikan. Nabi dan Rasul selali menyampaikan
apa sahaja yang diterimanya dari Allah (wahyu) kepada umat manusia dan
mustahil nabi dan rasul menyembunyikan wahyu yang diterimanya.
4- Fathanah : yang bererti cerdas, pandai atau bijaksana. Semua Nabi dan Rasul
cerdas dan selalu mampu berfikir jernih sehingga dapat mengatasi semua
permasalahan yang dihadapinya. Tidak ada satu pun nabi dan rasul yang
bodoh, mengingat tugasnya yang begitu berat dan penuh tentangan.

AHLUS SUNNAH WAL JAMAAH MENGAJAK MANUSIA KEPADA AKHLAK YANG MULIA
DAN AMAL-AMAL YANG BAIK [1], SERTA MELARANG DARI AKHLAK YANG BURUK [2]
Oleh
Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas
Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam diutus untuk mengajak manusia agar
beribadah hanya kepada Allah Azza wa Jalla saja dan memperbaiki akhlak manusia.
Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda:






.


Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang baik. [3]
Sesungguhnya antara akhlak dengan aqidah terdapat hubungan yang sangat kuat
sekali. Karena akhlak yang baik sebagai bukti dari keimanan dan akhlak yang buruk
sebagai bukti atas lemahnya iman, semakin sempurna akhlak seorang Muslim
berarti semakin kuat imannya.
Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda:















.

Kaum Mukminin yang paling sempurna imannya adalah yang akhlaknya paling baik
di antara mereka, dan yang paling baik di antara kalian adalah yang paling baik
kepada isteri-isterinya. [4]
Akhlak yang baik adalah bagian dari amal shalih yang dapat menambah keimanan
dan memiliki bobot yang berat dalam timbangan. Pemiliknya sangat dicintai oleh
Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam dan akhlak yang baik adalah salah satu
penyebab seseorang untuk dapat masuk Surga.
Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda:


















.









Tidak ada sesuatu pun yang lebih berat dalam timbangan seorang mukmin di hari
Kiamat melainkan akhlak yang baik, dan sesungguhnya Allah sangat membenci
orang yang suka berbicara keji dan kotor. [5]

Beliau Shallallahu alaihi wa sallam bersabda pula:





















Sesungguhnya yang paling aku cintai di antara kalian dan yang paling dekat
majelisnya denganku pada hari Kiamat adalah yang paling baik akhlaknya [6]
Nabi Shallallahu alaihi wa sallam ditanya tentang kebanyakan yang menyebabkan
manusia masuk Surga, maka beliau Shallallahu alaihi wa sallam menjawab:




:

.










Takwa kepada Allah dan akhlak yang baik. Dan ketika ditanya tentang
kebanyakan yang menyebabkan manusia masuk Neraka, maka beliau Shallallahu
alaihi wa sallam menjawab: Lidah dan kemaluan. [7]
Ahlus Sunnah juga memerintahkan untuk berbuat baik kepada kedua orang tua,
menganjurkan untuk bersilaturrahim, serta berbuat baik kepada tetangga, anak
yatim, fakir miskin, dan Ibnu Sabil [8]. Mereka (Ahlus Sunnah) melarang dari
berbuat sombong, angkuh, dan zhalim [9]. Mereka memerintahkan untuk berakhlak
yang mulia dan melarang dari akhlak yang hina.
Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda:






.








Sesungguhnya Allah Maha Pemurah menyukai kedermawanan dan akhlak yang
mulia serta membenci akhlak yang rendah/hina. [10]
Sungguh akhlak yang mulia itu meninggikan derajat seseorang di sisi Allah,
sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam :








.






Sesungguhnya seorang Mukmin dengan akhlaknya yang baik, akan mencapai
derajat orang yang shaum (puasa) di siang hari dan shalat di tengah malam.[11]
Akhlak yang mulia dapat menambah umur dan menjadikan rumah makmur,
sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam:



.











Akhlak yang baik dan bertetangga yang baik keduanya menjadikan rumah
makmur dan menambah umur. [12]
Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam adalah orang yang paling baik akhlaknya.
Allah Subhanahu wa Taala telah sebutkan dalam firman-Nya:




Dan sesungguhnya kamu benar-benar mempunyai akhlak yang agung. [Al-Qalam:


4]
Hal ini sesuai dengan penuturan Aisyah Radhiyallahu anhuma:


.









Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam adalah orang yang paling baik akhlaknya.
[13]
Begitu pula para Sahabat Radhiyallahu anhum, mereka adalah orang-orang yang
paling baik akhlaknya setelah Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam.
Dan di antara akhlak Salafush Shalih Radhiyallahu anhum, yaitu:
1. Ikhlas dalam ilmu dan amal serta takut dari riya.
2. Jujur dalam segala hal dan menjauhkan dari sifat dusta.
3. Bersungguh-sungguh dalam menunaikan amanah dan tidak khianat.
4. Menjunjung tinggi hak-hak Allah dan Rasul-Nya Shallallahu alaihi wa sallam.
5. Berusaha meninggalkan segala bentuk kemunafikan.
6. Lembut hatinya, banyak mengingat mati dan akhirat serta takut terhadap akhir
kehidupan yang jelek (suul khatimah).
7. Banyak berdzikir kepada Allah Azza wa Jalla, dan tidak berbicara yang sia-sia.
8. Tawadhdhu (rendah hati) dan tidak sombong.
9. Banyak bertaubat, beristighfar (mohon ampun) kepada Allah, baik siang maupun
malam.
10. Bersungguh-sungguh dalam bertaqwa dan tidak mengaku-ngaku sebagai orang
yang bertaqwa, serta senantiasa takut kepada Allah.
11. Sibuk dengan aib diri sendiri dan tidak sibuk dengan aib orang lain serta selalu

menutupi aib orang lain.


12. Senantiasa menjaga lisan mereka, tidak suka ghibah (tidak menggunjing
sesama Muslim).
13. Pemalu.[14]
Malu adalah akhlak Islam, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu alaihi wa
sallam:




.


Sesungguhnya setiap agama memiliki akhlak dan akhlak Islam adalah malu.[15]
Begitu juga sabda Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam:


.


Malu itu tidak mendatangkan sesuatu melainkan kebaikan semata. [16]
14. Banyak memaafkan dan sabar kepada orang yang menyakitinya.







Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang maruf, serta
berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh. [Al-Araaf: 199]
15. Banyak bershadaqah, dermawan, menolong orang-orang yang susah, tidak
bakhil/tidak pelit.
16. Mendamaikan orang yang mempunyai sengketa.
17. Tidak hasad (dengki, iri), tidak berburuk sangka sesama Mukmin.
18. Berani dalam mengatakan kebenaran dan menyukainya.[17]
Itulah di antara akhlak Salafush Shalih, mereka adalah orang-orang yang
mempunyai akhlak yang tinggi dan mulia serta dipuji oleh Allah dan Rasul-Nya
Shallallahu alaihi wa sallam. Orang-orang yang mengikuti jejak mereka adalah
orang-orang yang harus mempunyai akhlak yang mulia karena akhlak mempunyai
hubungan yang erat dengan aqidah dan manhaj. Semoga kita diberikan taufiq oleh
Allah Azza wa Jalla dan diberikan kekuatan untuk dapat meneladani akhlak
Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam dan para Sahabatnya Radhiyallahu anhum.

Dan tidak boleh seseorang mengatakan: Salaf itu tidak berakhlak. Kalimat ini
merupakan celaan terhadap generasi yang terbaik dari ummat ini. Adapun
kesalahan dari akhlak tiap individu, maka tidak ada seorang manusia pun yang
mashum kecuali Nabi Shallallahu alaihi wa sallam,
[Disalin dari kitab Syarah Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jamaah, Penulis Yazid bin Abdul
Qadir Jawas, Penerbit Pustaka Imam Asy-Syafii, Po Box 7803/JACC 13340A Jakarta,
Cetakan Ketiga 1427H/Juni 2006M]
_______
Footnote
[1]. Lihat Al-Baqarah: 83, al-Isra: 53, an-Nuur: 27, 28, 58, dan yang lainnya.
[2]. Lihat di antaranya dalam QS. an-Nisaa: 31, al-Hujurat: 11.
[3]. HR. Al-Bukhari dalam al-Adabul Mufrad no. 273 (Shahiihul Adabil Mufrad no.
207), Ahmad (II/381), dan al-Hakim (II/613), dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu.
Dishahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Silsilatul Ahaadiits ash-Shahiihah (no. 45).
[4]. HR. At-Tirmidzi (no. 1162), Ahmad (II/250, 472), Ibnu Hibban (at-Taliqaatul
Hisaan alaa Shahiih Ibni Hibban no. 4164). Lafazh awalnya diriwayatkan juga oleh
Abu Dawud (no. 4682), al-Hakim (I/3), dari Sahabat Abu Hurairah Radhiyallahu
anhu. At-Tirmidzi berkata, Hadits hasan shahih.
[5]. HR. At-Tirmidzi (no. 2002) dan Ibnu Hibban (no. 1920, al-Mawaarid), dari
Sahabat Abu Darda Radhiyallahu anhu. At-Tirmidzi berkata: Hadits ini hasan
shahih. Lafazh ini milik at-Tirmidzi, lihat Silsilatul Ahaadiits ash-Shahiihah (no. 876).
[6]. HR. At-Tirmidzi (no. 2018), ia berkata: Hadits hasan. Hadits ini dari Sahabat
Jabir bin Abdillah Radhiyallahu anhu. Hadits ini ada beberapa syawahid (penguat),
lihat Silsilatul Ahaadiits ash-Shahiihah (no. 791).
[7]. HR. At-Tirmidzi (no. 2004), al-Bukhari dalam al-Adabul Mufrad (no. 289),
Shahiihul Adabil Mufrad (no. 222), Ibnu Majah (no. 4246), Ahmad (II/291, 392, 442),
Ibnu Hibban (no. 476, at-Taliiqaatul Hisaan alaa Shahiih Ibni Hibban), al-Hakim
(IV/324). At-Tirmidzi berkata: Hadits ini hasan shahih. Dari Sahabat Abu Hurairah
Radhiyallahu anhu.
[8]. Lihat An-Nisaa: 36.
[9]. Lihat Al-Israa: 37; al-Araaf: 36, 40; al-Anfaal: 47; Luqman:18; dan lainnya.
[10]. HR. Al-Hakim (I/48), dari Sahabat Sahl bin Saad z. Dishahihkan oleh al-Hakim
dan disetujui oleh Imam adz-Dzahabi, lihat Silsilatul Ahaadiits ash-Sha-hiihah (no.

1378).
[11]. HR. Abu Dawud (no. 4798), Ibnu Hibban (no. 1927) dan al-Hakim (I/60) dari
Aisyah x. Dishahihkan oleh al-Hakim dan disetujui oleh Imam adz-Dzahabi.
[12]. HR. Ahmad (VI/159), dari Aisyah Radhiyallahu anhuma.
[13]. HR. Al-Bukhari (no. 6203) dan Muslim (no. 2150, 2310) dari Sahabat Anas bin
Malik Radhiyallahu anhu.
[14]. Malu adalah akhlak yang mulia, yang tumbuh untuk meninggalkan perkaraperkara yang jelek sehingga menghalangi dia dari perbuatan dosa dan maksiyat,
serta mencegah dia dari melalaikan kewajiban memenuhi hak orang-orang yang
mempunyai hak. Lihat al-Hayaa fii Dhau-il Qur-aan al-Kariim wal Ahaadiits ashShahiihah oleh Syaikh Salim bin Ied al-Hilaly, cet. Maktabah Ibnul Jauzi, th. 1408 H.
[15]. HR. Ibnu Majah (no. 4181), Shahiih Ibni Majah (II/406 no. 3370), ath-Thabrani
dalam Mujamush Shaghir (I/13-14, cet. Daarul Fikr), dari Sahabat Anas bin Malik
Radhiyallahu anhu. Lihat Silsilatul Ahaadiits ash-Shahiihah (no. 940).
[16]. HR. Al-Bukhari (no. 6117) dan Muslim (no. 37 (60)), dari Sahabat Imran bin
Husain Radhiyallahu anhu
[17]. Diringkas dan disadur dari al-Wajiiz fii Aqiidatis Salafish Shaalih (hal. 200-206)
dan Min Akhlaaqis Salaf oleh Ahmad Farid, cet. Daarul Aqiidah lit Turaats, th. 1412
H.

Anda mungkin juga menyukai