Konsep Penyakit
1. Pengertian Hipertensi
Definisi atau pengertian hipertensi banyak dikemukakan oleh para
ahli. WHO mengemukakan bahwa hipertensi terjadi bila tekanan darah diatas
160/95 mmhg, sementara itu Smelttzer & Bare (2002:896) mengemukakan
bahwa hipertensi merupakan tekanan darah persisten atau terus menerus
sehingga melebihi batas normal dimana tekanan sistolik diatas 140 mmhg dan
tekanan diastole diatas 90 mmhg. Pendapat yang sama juga diutarakan oleh
doenges (2000:42). Pendapat senada juga disampaikan oleh TIM POKJA RS
Harapan Kita, Jakarta (1993:199) dan Prof. Dr. dr. Budhi Setianto (Depkes,
2007), yang menyatakan bahwa hipertensi adalah kenaikan tekanan darah
sistolik lebih dari 150 mmHg dan tekanan diastolik lebih dari 90 mmHg.
Terdapat perbedaan tentang batasan tentang hipertensi seperti diajukan
oleh kaplan (1990:205) yaitu pria, usia kurang dari 45 tahun, dikatakan
hipertensi bila tekanan darah waktu berbaring diatas atau sama dengan
130/90mmhg, sedangkan pada usia lebih dari 45 tahun dikatakan hipertensi
bila tekanan darah diatas 145/95 mmhg. Sedangkan pada wanita tekanan
darah diatas sama dengan 160/95 mmhg. Hal yang berbeda diungkapkan TIM
POKJA RS Harapan Kita (1993:198) pada usia dibawah 40 tahun dikatakan
sistolik lebih dari 140 mmhg dan untuk usia antara 60-70 tahun tekanan darah
sistolik 150-155 mmHg masih dianggap normal. Hipertensi pada usia lanjut
didefinisikan sebagai tekanan sistolik lebih besar dari 140 mmHg dan atau
tekanan diastolik lebih besar dari 90 mmHg ditemukan dua kali atau lebih
pada dua atau lebih pemeriksaan yang berbeda. (JNC VI, 1997).
Untuk usia kurang dari 18 tahun dikatakan hipertensi bila dua kali
kunjungan yang berbeda waktu didapatkan tekanan darah diastolik 90 mmHg
atau lebih, atau apabila tekanan darah sistolik pada beberapa pengukuran
didapatkan nilai yang menetap diatas 140mmHg (R. P. Sidabutar dan Waguno
P, 1990).
Berdasarkan pengertian pengertian tersebut dapat disimpulkan
bahwa hipertensi merupakan kenaikan tekanan darah dimana tekanan sistolik
lebih dari 140 mmhg dan atau diastolik lebih dari 90 mmhg.
2.
Klasifikasi hipertensi
Klasifikasi hipertensi juga banyak diungkapkan oleh para ahli,
diantaranya WHO menetapkan klasifikasi hipertensi menjadi tiga tingkat yaitu
tingkat I tekanan darah meningkat tanpa gejala-gejala dari gangguan atau
Tekanan sistolik
Normal
Normal Tinggi
(mmHg)
< 130
130-139
Hipertensi:
Stage I (ringan)
Stage II (sedang)
Stage III (berat)
140-159
160-179
180-209
Tekanan Diastolik
(mmHg)
<85
85-89
90-99
100-109
110-120
Klasifikasi lain diutarakan oleh Prof. Dr. dr. Budhi Setianto (Depkes,
2007), mengklasifikasikan tekanan darah tinggi menjadi 4 tingkatan yaitu
normal (SBP = Sistole Blood Pressure < 120 mm Hg dan Distole Blood
Pressure = DBP < 80 mm Hg), pra hipertensi (SBP 120-139 mm Hg dan DBP
80-89 mm Hg), hipertensi tahap 1 (SBP 140-159 mm Hg dan DBP 90-99 mm
Hg) dan hipertensi tahap 2 (SBP >= 160 dan DBP >= 100. mm Hg.)
Sedangkan menurut TIM POKJA RS Harapan Kita, Jakarta, membagi
hipertensi 6 tingkat yaitu hipertensi perbatasan (borderline) yaitu tekanan
darah diastolik, normal kadang 90-100mmHg. Hipertensi ringan, tekanan
darah diastolik 90-140mmHg. Hipertensi sedang, tekanan darah diastolik 105114 mmHg. Hipertensi berat tekanan darah diastolik >115mmHg. Hipertensi
maligna/ krisis yaitu tekanan darah diastolik lebih dari 120 mmHg yang
disertai gangguan fungsi target organ. Hipertensi sistolik yaitu tekanan darah
sistolik lebih dari 160 mmHg.
Pada hipertensi krisis dibagi lagi menjadi 2, menurut melalui TIM
POKJA RS Harapan Kita (2003:63) yaitu: hipertensi emergensi akut,
membahayakan jiwa, hal ini terjadi karena disfungsi atau kerusakan organ
target. Yang kedua adalah hipertensi urgensi yaitu hipertensi berat tanpa ada
gangguan organ target akan tetapi tekanan darah perlu diturunkan dengan
segera atau secara bertahap dalam waktu 24-48 jam, sebab penurunan tekanan
darah dengan cepat akan menimbulkan efek ischemik pada organ target.
3.
Etiologi
10
Faktor-
Patofisiologi
Menurut Smeltzer & Bare (2002:898) mengatakan bahwa Mekanisme
yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak di pusat
vasomotor pada medulla oblongata di otak dimana dari vasomotor ini mulai
saraf simpatik yang berlanjut ke bawah korda spinalis dan keluar dari
kolomna medulla ke ganglia simpatis di torax dan abdomen, rangsangan
pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah
melalui system syaraf simpatis . Pada titik ganglion ini neuron prebanglion
melepaskan asetilkolin yang merangsang serabut saraf paska ganglion ke
pembuluh
darah,
dimana
dengan
melepaskannya
nere
frineprine
11
Manifestasi Klinik
Menurut TIM POKJA RS Harapan Kita (2003:64) mengemukakan
bahwa manifestasi klinik yang sering tidak tampak. Pada beberapa pasien
mengeluh sakit kepala, pusing, lemas, sesak nafas, kelelahan, kesadaran
menurun, mual, gelisah, muntah, kelemahan otot,epitaksis bahkan ada yang
mengalami perubahan mental.
Sedangkan menurut FKUI (1990:210) dan Dr. Budhi Setianto
(Depkes, 2007) hipertensi esensial kadang tampa gejala dan baru timbul gejala
setelah terjadi komplikasi pada organ target seperti pada ginjal, mata, otak
dan jantung. Namun terdapat pasien yang mengalami gejala dengan sakit
kepala, epitaksis.
6.
Penatalaksanaan
Terdapat 2 cara penanggulangan hipertensi menurut FKUI (1990: 214219) yaitu dengan non farmakologis dan dengan farmakologis. Cara non
farmakologis dengan menurunkan berat badan pada penderita yang gemuk,
diet rendah garam dan rendah lemak, mengubah kebiasaan hidup, olah raga
secara teratur dan kontrol tekanan darah secara teraut. Sedangkan dengan cara
farmakologis yaitu dengan cara memberikan obat-obatan anti hipertensi
seperti diuretik seperti HCT, Higroton, Lasix. Beta bloker seperti propanolol.
Alfa
bloker
seperti
phentolamin,
prozazine,
nitroprusside
captapril.
12
kausal,
pengobatan
hipertensi
esensial
ditujukan
untuk
Komplikasi
Adapun komplikasi yang dapat terjadi pada penyakit hipertensi
menurut TIM POKJA RS Harapan Kita (2003:64) dan Dr. Budhi Setianto
(Depkes, 2007) adalah diantaranya : penyakit pembuluh darah otak seperti
stroke, perdarahan otak, transient ischemic attack (TIA). Penyakit jantung
seperti gagal jantung, angina pectoris, infark miocard acut (IMA). Penyakit
ginjal seperti gagal ginjal. Penyakit mata seperti perdarahan retina, penebalan
retina, oedema pupil.
8.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang menurut FKUI (2003:64) dan Dosen Fakultas
kedokteran USU, Abdul Madjid (2004), meliputi pemeriksaan laboratorium
rutin yang dilakukan sebelum memulai terapi bertujuan menentukan adanya
kerusakan organ dan factor resiko lain atau mencari penyebab hipertensi.
Biasanya diperiksa urin analisa, darah perifer lengkap, kimia darah (kalium,
natrium, kreatinin, gula darah puasa, kolesterol total, HDL, LDL dan
pemeriksaan EKG. sebagai tambahan dapat dilakukan pemerisaan lain, seperti
klirens kreatinin, protein, asam urat, TSH dan ekordiografi.
Pemeriksaan diagnostik meliputi BUN /creatinin (fungsi ginjal),
glucose (DM) kalium serum (meningkat menunjukkan aldosteron yang
meningkat), kalsium serum (peningkatan dapat menyebabkan hipertensi:
kolesterol dan tri gliserit (indikasi pencetus hipertensi), pemeriksaan tiroid
(menyebabkan vasokonstrisi), urinanalisa protein, gula (menunjukkan
13
9.
Pathways
PATHWAYS
umur
Elastisitas
Jenis kelamin
Gaya hidup
obesitas
, arteriosklerosis
hipertensi
Kerusakan vaskuler pembuluh darah
Perubahan struktur
Penyumbatan pembuluh darah
vasokonstriksi
Gangguan sirkulasi
Resistensi
pembuluh
darah otak
Nyeri
kepala
Pembuluh darah
ginjal
otak
Suplai O2 otak
menurun
Gangguan pola
tidur(insomnia)
sinkop
Vasokonstriksi
pembuluh darah
ginjal
Blood flow
munurun
Respon RAA
Gangguan
perfusi
jaringan
Rangsang
aldosteron
Retensi Na
sistemik
koroner
vasokonstriksi
Afterload
meningkat
Penurunan
curah jantung
Retina
Iskemi
miocard
Nyeri dada
Fatique
Intoleransi
aktifitas
Spasme
arteriole
diplopia
Resti injuri
14
edema
10.
Pengkajian Fokus
Menurut Doenges,
(2004:41-42)
dan
mengemukakan
bahwa
yang
dengan
15
Konsep Keluarga
1.
Pegertian Keluarga
Banyak ahli menguraikan pengertian tentang keluarga. Terdapat
pengertian yang berbeda dalam hal mendefinisikan tentang keluarga. UU.
No. 10 tahun 1992 mendefinisikan keluarga adalah unit terkecil dari
masyarakat yang terdiri dari suami-istri, atau suami-istri dan anaknya, atau
ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya. Pakar konseling dari yogyakarta,
Sayekti (1994) mendefinisikan keluarga adalah suatu ikatan/ persekutuan
hidup atas dasar perkawinan antar orang dewasa yang berlainan jenis yang
hidup bersama atau seorang laki-laki atau perempuan yang sudah
sendirian dengan atau tanpa anak, baik anaknya sendiri atau adopsi yang
tinggal dalam sebuah rumah tangga.
Dep.Kes. RI (1988) mendefinisikan keluarga adalah unit terkecil
dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga beserta beberapa orang
anggotanya yang terkumpul dan tinggal dalam satu tempat karena
pertalian darah, ikatan perkawinan, atau adopsi yang satu sama lainnya
saling tergantung dan beriteraksi. Friedman (1998) mendefinisikan
keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih yang hidup bersama
dengan keterikatan aturan dan emosional dan individu mempunyai peran
masing-masing yang merupakan bagian dari keluarga. Bailon dan
Maglaya (1989) mendefiniskan keluarga adalah dua atau lebih dari dua
individu yang tergabung karena hubungan darah, hubungan perkawinan
atau pengangkatan dan mereka hidup dalam suatu rumah tangga,
berinteraksi satu sama lain dan di dalam peranannya masing- masing dan
menciptakan serta mempertahankan suatu kebudayaan. Effendy (2005),
Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala
keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di suatu tempat
di bawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan.
Pengertian yang disampaikan para ahli terdapat beberapa
persamaan antara lain antara Sayekti (1994), Dep. Kesehatan. RI (1988),
Bailon dan Maglaya (1989) dan Effendi (2005) yaitu keluarga tergabung
karena adanya hubungan perkawinan. namun terdapat perbedaan
pandangan
yaitu
pandangan
dari
Friedman
(1998)
yang
tidak
16
diantaranya:
patrilineal,
matrilineal,
matrilokal,
17
fungsinya masing-masing.
Type-type keluarga :
Tipe atau bentuk keluarga berbeda menurut pandangan dan
keilmuan serta orang yang mengelompokkannya. Menurut Suprajitno,
SKp (2004:2), tipe keluarga dibagi menjadi 2 kelompok yaitu : 1.
kelompok tradisional, 2. Kelompok non tradisional.
Kelompok tradisional dibagi menjadi 2 yaitu : Keluarga inti
(Nuclear Family) yaitu keluarga yang hanya terdiri dari ayah, ibu dan
anak yang diperoleh dari keturunannya atau diadopsi atau keduanya. dan
keluarga besar (Extendeed Family) yaitu keluarga inti ditambah anggota
keluarga lain yang masih mempunyai hubungan darah (kakek-nenek,
paman-bibi).
Sedangkan kelompok kedua (Non Traditional) yaitu kelompok
tradisional dengan perkembangannya ditambah dengan kelompok lain
yaitu: keluarga bentukan kembali (Dyadic Family) yaitu keluarga baru
yang terbentuk dari pasangan yang telah bercerai atau kehilangan
pasangannya, orang tua tunggal (Single Parent Family) yaitu keluarga
yang terdiri dari salah satu orang tua dengan anak-anaknya akibat
perceraian atau ditinggal pasangannya, ibu dengan anak tanpa perkawinan
yang sah (The unmarried teenage mother), orang dewasa laki-laki atau
perempuan yang tinggal sendiri tanpa pernah menikah (The single adult
living alone), keluarga dengan anak tanpa pernikahan sebelumnya (The
non marital heterosecual cohabiting family) dan keluarga yang dibentuk
oleh pasangan yang berjenis kelamin sama (gay and lesbian family).
Terdapat perbedaan dengan teori lain seperti yang disampaikan
oleh Effendy (1998:33) yang membagi tipe keluarga menjadi 6 tipe/
bentuk keluarga, yaitu: Keluarga inti (Nuclear family) yaitu keluarga yang
terdiri dari ayah, ibu, dan anak-anak. Keluarga besar (Exstended family)
yaitu keluarga inti ditambah dengan sanak saudara, misalnya nenek,
kakek, keponakan, saudara sepupu, paman, bibi dan sebagainya.
Berbeda dengan keluarga berantai (Serial family) yaitu keluarga
yang terdiri dari wanita dan pria yang menikah lebih dari satu kali dan
merupakan satu keluarga inti. Keluarga duda/janda (single family) yaitu
keluarga yang terjadi karena perceraian atau kematian, jika suami
meninggal maka yang ada adalah keluarga janda dan bila istri meninggal
18
maka yang terbentuk adalah keluarga duda, bila bentuk keluarga yang
terjadi kerena perceraian maka akan terbentuk dua keluarga yaitu keluarga
duda dan keluarga janda. Keluarga berkomposisi (Composite) yaitu
keluarga yang perkawinannya berpoligami dan hidup secara bersama,
poligami yaitu satu orang pria dengan lebih dari satu istri dan masih hidup
bersama. Keluarga kabitas (Cahabitation) yaitu dua orang menjadi satu
tanpa pernikahan tetapi membentuk suatu keluarga.
e. Tahap dan tugas perkembangan keluarga
Setiap keluarga mempunyai tahap perkembangan dan tugas
perkembangan sendiri dan mempuyai ciri yang berbeda dengan yang lain.
Terdapat beberapa teori tentang tahap dan tugas perkembangan keluarga,
yaitu: menurut Carter dan McGoldrick (1989), tahap perkembangan terdiri
dari : keluarga antara masa bebas (pacaran) dewasa muda, terbentuknya
keluarga baru melalui suatu perkawinan, keluarga yang memiliki anak usia
muda (anak usia bayi sampai sekolah), keluarga yang memiliki anak
dewasa, keluarga yang mulai melepaskan anaknya untuk keluar rumah,
keluarga lansia.
Sedangkan menurut Duvall (1989), tahap perkembangan keluarga
dibagi dalam 8 tahap perkembangan yaitu: keluarga baru menikah,
keluarga dengan anak baru lahir (usia anak tertua sampai 30 tahun),
keluarga dengan anak prasekolah (usia anak tertua 2 tahun -5 tahun),
keluarga dengan anak usia sekolah (usia anak tertua 6-12 tahun), keluarga
mulai
melepaskan
anak
sebagia
dewasa
(anak-anaknya
mulai
meninggalkan rumah), keluarga yang hanya terdiri dari orang tua saja/
keluarga usia pertengahan (semua anak meninggalkan rumah), keluarga
lansia.
Tahap perkembangan keluarga baru menikah, tahap ini dimulai
dari pernikahan yang dilanjutkan dalam membentuk rumah tangga. Dalam
tahap ini keluarga mempunyai tugas perkembangan yaitu membina
hubungan intim yang memuaskan pasangannya, membina hubungan
dengan keluarga lain, teman dan keluarga sosial.
Tahap perkembangan yang kedua, keluarga keluarga dengan anak
baru lahir. Yaitu ditandai dengan kelahiran anak pertama sampai dengan
30 bulan. Tugas perkembangan keluarga ini adalah mempersiapkan
menjadi orang tua, adaptasi dengan perubahan adanya anggota keluarga,
interaksi keluarga, hubungan seksual dan kegiatan, mempertahankan
hubungan dalam rangka memuaskan pasangannya.
19
sorang
dewasa
muda
dan
mulai
memiliki
otonomi,
Pada
tahap
ini
mempunyai
tugas
perkembangan
20
keluarga
menggambarkan
seperangkat
perilaku
Fungsi keluarga
21
Terbentuknya
keluarga mempunyai
seluruh
anggota
keluarga.
Tiap
anggota
keluarga
saling
berperan
dalam
lingkungan
social
(Friedman,
1998:13).
keluarga
dalam
memberikan
asuhan
kesehatan
22
(Friedman, 1998)
adalah
untuk
meneruskan
keturunan,
memelihara
dan
23
agar
kesehatannya
selalu
terpelihara,
sehingga
diharapkan
menjadikan mereka anak-anak yang sehat baik fisik, mental, sosial dan
spiritual. Sedangkan asah adalah memenuhi kebutuhan pendidikan anak,
sehingga
siap
menjadi
manusia
dewasa
yang
mandiri
dalam
cinta
kasih
didalam
keluarga,
dengan
24
mempunyai
tugas
dengan
25
tindakan
keperawatan, yang dapat diaplikasikan dalam situasi apa saja, dalam kerangka
referensi tertentu, konsep tertentu, teori atau falsafah (Yora & Walsh, 1979
dikutip oleh Friedman, 1998:54).
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa perawatan kesehatan
keluarga dipusatkan pada keluarga dengan tujuan untuk meningkatkan
kemampuan keluarga dalam status kesehatan keluarga.
Proses keperawatan keluarga terdapat beberapa langkah yang disusun
secara sistematis untuk menggambarkan perkembangan dari tahap ke tahap.
Menurut Friedman (1998: 55) membagi proses keperawatan kedalam lima
tahap yang terdiri dari pengkajian terhadap keluarga, identifikasi masalah
keluarga dan individu atau diagnosa keperawatan, rencana perawatan,
implemntasi rencana pengerahan sumber-sumber dan evaluasi perawatan.
Effendi (1998:45) menambahkan, dalam melakukan asuhan
keperawatan kesehatan keluarga dengan melalui membina hubungan
kerjasama yang baik dengan keluarga yaitu dengan mengadakan kontrak
dengan keluarga, menyampaikan maksud dan tujuan, serta minat untuk
membantu
keluarga
dalam
mengatasi
masalah
kesehatan
keluarga,
Pengkajian
Pengkajian adalah
suatu
tahapan
ketika
seorang
perawat
26
1)
(Indomedia, 2002).
2) Latar belakang budaya /kebiasaan keluarga
a. Kebiasaan makan
Kebiasaan makan ini meliputi jenis makanan yang dikosumsi
oleh Keluarga. Pada keluarga dengan hipertensi sering dijumpai
pola makan yang tidak benar seperti mengkosumsi makanan
yang banyak mengandung zat pengawet ,makanan yang asin
serta emosi yang negatif
b.
Pemanfaatan fasilitas kesehatan
Perilaku keluarga didalam memanfaatkan fasilitas kesehatan
merupakan faktor yang penting dalam penggelolaan penyakit
hipertensi. Adanya sumber pelayanan kesehatan digunakan untuk
upaya pencegahan dan pengobatan dini karena dapat mencegah
c.
27
yang
dapat
mengakibatkan
cemas
stres(friedmen,
1998:125).
5) Aktiftas
aktifitas fisik yang keras dapat menambah terjadinya peningkatan
tekanan darah. Serangan hipertensi dapat timbul sesudah atau waktu
melakukan kegiatan fisik, seperti olah raga.
6) Data Lingkungan
a. Karakteristik rumah
Cara memodifikasikan lingkungan fisik yang baik seperti lantai
rumah, penerangan dan fentilasi yang baik dapat mengurangai
factor penyebab terjadinya hipertansi dan juga ketenangan dalam
rumah tangga dapat memperkecil serangan hipertensi.
b. Karakteristik Lingkungan
Menurut (friedman,1998 :22) derajad kesehatan dipengaruhi oleh
lingkungan. Ketenangan lingkungan sangat mempengaruhi
derajat kesehatan tidak terkecuali pada hipertensi
c. Perkumpulan keluarga dan interaksi dengan masyarakat
Masalah dalam keluarga dapat menjadi salah satunya faktor
pencetus terjadinya hipertensi dimana akan menyebabkan cemas
merupakan factor resiko hipertensi
7) Struktur Keluarga
a. Pola komunikasi
Menurut (Nursalam, 2001:26) Semua interaksi perawat
dengan
pasien
adalah
berdasarkan
komunikasi.
Istilah
28
Struktur peran
Bila anggota keluarga menerima dan konsisten terhadap
peran yang dilakukan, maka ini akan membuat anggota keluarga
puas atau tidak ada konflik dalam peran, dan sebaliknya bila
peran tidak dapat diterima dan tidak sesuai dengan harapan maka
akan mengakibatkan ketegangan dalam keluarga (Friedman,
1998).
8) Fungsi Keluarga
a. Fungsi afektif
Keluarga yang tidak menghargai anggota keluarganya
yang menderita hipertensi, maka akan menimbulkan stressor
tersendiri bagi penderita. Hal ini akan menimbulkan suatu
keadaan yang dapat menambah seringnya terjadi serangan
hipertensi karena kurangnya partisipasi keluarga dalam
merawat anggota keluarga yang sakit (Friedman, 1998).
b. Fungsi sosialisasi .
Keluarga memberikan kebebasan bagi anggota keluarga
yang menderita hipertensi dalam bersosialisasi dengan
lingkungan
sekitar.
Bila
keluarga
tidak
memberikan
29
misalnya
komplikasi,
progrfosis,
cara
yang
didapat
dari
fasilitas-fasilitas
kuku.
Setelah
ditemukan
masalah
kesehatan,
30
31
32
terjadinya
serta
memeriksakan
menganjurkan
kesehatannya
ke
penderita
tempat
hipertensi
palayanan
untuk
kesehatan
33
biaya, pengetahuan, dan sikap dari keiuarga, sehingga dapat diangkat tiga
respon yaitu respon verbal, kognitif, afektif atau perilaku, dan respon
psikomotor untuk mangatasi masalahnya. Tujuan asuhan keperawatan
keluarga dengan masalah hipertensi dapat dibedakan menjadi dua yaitu tujuan
jangka pendek dan tujuan jangka panjang (Effendy, 1998:57).
Tujuan jangka pendek pada penderita hipertensi antara lain : setelah
diberikan informasi kepada keluarga mengenai hipertensi keluarga mampu
mengambil keputusan dalam melakukan tindakan yang tepat untuk anggota
keluarga yang menderita hipertensi dengan respon verbal keluarga mampu
menyebutkan pengertian, tanda dan gejala, penyebab serta perawatan
hipertensi. Respon afektif, keluarga mampu menentukan cara penanganan atau
perawatan bagi anggotanya yang menderita hipertensi secara tepat. Sedangkan
respon psikomotor, keluarga mampu memberikan perawatan secara tepat dan
memodifikasi lingkungan yang sehat dan nyaman bagi penderita hipertensi.
Standar evaluasi yang digunakan adalah pengertian, tanda dan gejala,
penyebab, perawatan, komplikasi dan pengobatan hipertensi (Effendy,
1998:57-60).
Tujuan jangka panjang yang ingin dicapai dalam perawatan hipertensi
adalah masalah dalam keluarga dapat teratasi atau dikurangi setelah dilakukan
tindakan keperawatan. Tahap intervensi diawali dengan menyelesaikan
perencanaan perawatan. Seperti pendapat Friedman (1998:67) bahwa:
....selama pelaksanaan intervensi perawatan, data-data baru secara terusmenerus mengalir masuk. Karena informasi ini (respon pada klien,
perubahan situasi dan lain-lain) dikumpulkan, perawat perlu cukup
fleksibel dan dapat beradaptasi untuk mengkaji ulang situasi dengan
keiuarga dengan membuat modifikasi-modifikasi tanpa rencana terhadap
perencanaan.
Dalam memilih
tindakan
keperawatan
tergantung
pada
sifat
34
Implementasi
Implementasi dapat dilakukan oleh banyak orang seperti klien
(individu atau keluarga), perawat dan anggota tim perawatan kesehatan yang
lain, keluarga luas dan orang-orang lain dalam jaringan kerja sosial keluarga
(Friedman, 1998:67). Hal senada juga diutarakan Suprajitno (2004).
Implementasi terhadap keluarga dengan masalah hipertensi didasarkan kepada
rencana asuhan keperawatan yang telah disusun.
Hal yang perlu diperhatikan dalam tindakan keperawatan keluarga
dengan hipertensi menurut Effendy (1998:59) adalah sumber daya dan dana
keluarga, tingkat pendidikan keluarga, adat istiadat yang berlaku, respon dan
penerimaan keluarga serta sarana dan prasarana yang ada dalam keluarga.
Sumberdaya dan dana keluarga yang memadai diharapkan dapat
menunjang proses penyembuhan dan penatalaksanaan penyakit hipertensi
menjadi
lebih
baik.
Sedangkan
tingkat
pendidikan
keluarga
juga
35
DAFTAR PUSTAKA
36
Doengoes. M. E, Et. All. Nursing Care Plans Guidelines for Planning and
Documenting Patient Care, Edisi 3. Alih Bahasa: I Made Kariasa, Et. All.
2000. Jakarta: EGC
Smeltzer, Suzanne, and Bare. (2001), Buku Saku Ajar Keperawatan Medikal Bedah,
Edisi 8. Jakarta: EGC
Suprajitno. (2004). Asuhan Keperawatan Keluarga. Jakata: EGC.
Carpenito, L. J. Handbook of Nursing Diagnosis. Edisi 8, Alih Bahasa Monica Ester.
(2001). Jakarta: EGC
Carpenito, L. J. (1999) Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 7, Alih Bahasa
Monica Ester. Jakarta: EGC
Friedman, M. M. (1998). Keperawatan Keluarga Teori dan Praktek, Edisi 3. alih
Bahasa: Debora R. L & Asy. Y, Jakarta: EGC
Effendy. N (1998). Dasar- dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat, Edisi 2.
Jakarta; EGC
Long. Barbara. C. Essential of Medical Surgical Nursing, Penerjemah. Karnaen R, Et.
All, Edisi ke 3. 1996. Bandung: Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan
Keperawatan Padjajaran.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2006). Mengenal Hipertensi, (Online),
(http:// depkes.co.id/stroke.html)
Tim POKJA RS Jantung Harapan Kita. (2003). Standar Asuhan Keperawatan
Kardiovaskuler. Direktorat Medik dan Pelayanan RS Jantung dan pembuluh
darah Harapan kita. Jakarta
FKUI. (1990). Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Balai Penerbit FKUI. Jakarta
DIKLIT RS Jantung Harapan Kita. (1993). Dasar-dasar
Kardiovaskuler. RS Jantung Harapan Kita. Jakarta
(Tanpa
Keperawatan
nama). (2007).hipertensi.(online).http://www.sehat-bugar.com,
tanggal 31 oktober 2007, diakses tanggal 31 Oktober 2007)
diakses
Puskesmas
palaran.
(2006).
Hipertensi.
(Online),
(http://puskesmaspalaran.wordpress.com/2006/11/05/hipertensi.html, diakses
tanggal 31 Oktober 2007)