Anda di halaman 1dari 19

REFERAT

EDEMA PULMONAL NON KARDIAC

Disusun Oleh :
Lita Lufita, S.Ked

J510155072

Manggala Aditya Pratama, S.Ked J5101550


Taufik Budiman, S.Ked

J5101550

Pembimbing :
dr. Krisbiyanto, Sp.P

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT PARU


RSUD DR.HARJONO PONOROGO
FAKULTAS KEDOKTERAN UMUM
UNIVERSTAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2016

BAB 1
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Edema paru-paru merupakan penimbunan cairan serosa atau
serosanguinosa secara berlebihan di dalam ruang interstisial dan alveolus
paru-paru. Jika edema timbul akut dan luas, sering disusul kematian dalam
waktu singkat.1 Edema paru-paru mudah timbul jika terjadi peningkatan
tekanan hidrostatik dalam kapiler paru-paru, penurunan tekanan osmotik
koloid seperti pada nefritis, atau kerusakan dinding kapiler. Dinding
kapiler yang rusak dapat diakibatkan inhalasi gas-gas yang berbahaya,
peradangan seperti pada pneumonia, atau karena gangguan lokal proses
oksigenasi.1,2,3,4 Penyebab yang tersering dari edema paru-paru adalah
kegagalan ventrikel kiri akibat penyakit jantung arteriosklerotik atau
stenosis mitralis.3 Edema paru-paru yang disebabkan kelainan pada
jantung ini disebut juga edema paru kardiogenik, sedangkan edema paru
yang disebabkan selain kelainan jantung disebut edema paru non
kardiogenik.1
Menurut penelitian pada tahun 1994, secara keseluruhan terdapat
74,4 juta penderita edema paru di dunia. Di Inggris sekitr 2,1 juta
penderita edema paru yang perlu pengobatan dan pengawasan secara
komprehensif. Di Amerika Serikat diperkirakan 5,5 juta penduduk
menderita edema. Di Jerman 6 juta penduduk. Ini merupakan angka yang
cukup besar yang perlu mendapat perhatian dari perawat di dalam merawat
klien edema paru secara komprehensif bio psiko social dan spiritual. 5
Penyakit edem paru pertama kali di Indonesia ditemukan pada
tahun 1971. Sejak itu penyakit tersebut menyebar ke berbagai daerah,
sehingga sampai tahun 1980 seluruh provinsi di Indonesia. Sejak pertama
kali ditemukan, jumlah kasus menunjukan kecenderungan meningkat baik
dalam jumlah maupun luas wilayah. Di Indonesia insiden tersebar terjadi
pada 1998 dengan incidence rate (IR)=35,19 per 100.000 penduduk dan
CFR=2%. Pada tahun 1999 IR menurun tajam sebesar 10,17%, namun

tahun-tahun berikutnya IR cenderung meningkat yaitu 15,99 (tahun 2000);


19,24 (tahun 2002) dan 23,87 (tahun 2003). pada refrat ini akan lebih
membahas tetang edema non kardiogenik atau ARDS
B. TUJUAN
Untuk mengetahui bahwa edema paru merupakan keadaan
emegensi yang bisa mengancam jiwa sehingga dapat mendiagnosa dengan
tepat serta dapat mengetahui etiologi dan pelaksanaannya.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Edema paru akut adalah keadaan patologi dimana cairan
intravaskuler keluar ke ruang ekstravaskuler, jaringan interstisial dan
alveoli yang terjadi secara akut. Pada keadaan normal cairan intravaskuler
merembes ke jaringan interstisial melalui kapiler endotelium dalam jumlah
yang sedikit sekali, kemudian cairan ini akan mengalir ke pembuluh limfe
menuju ke vena pulmonalis untuk kembali ke dalam sirkulasi. Edema paru
akut dapat terjadi karena penyakit jantung maupun penyakit di luar jantung
(edema paru kardiogenik dan non kardiogenik). Hal ini dapat disebabkan
oleh tekanan intravaskular yang tinggi (edem paru kardiak) atau karena
peningkatan permeabilitas membran kapiler (edem paru non kardiogenik)
yang mengakibatkan terjadinya ekstravasasi cairan secara cepat sehingga
terjadi gangguan pertukaran udara di alveoli secara progresif dan
mengakibatkan hipoksia.5
Edema paru didefinisikan sebagai akumulasi cairan di interstisial
dan alveolus. Penyebab edem paru.5.6
Kardiogenik atau edem paru hidrostatik atau edem hemodinamik.
Kausa: infark miokars, hipertensi, penyakit jantung katup,

eksaserbasi gagal jantung sistolik/ diastolik dan lainnya.


Nonkardiogenik/ edem paru permeabilitas meningkat. Kausa: ALI
dan ARDS.

B. EPIDEMIOLOGI
Menurut penelitian pada tahun 1994, secara keseluruhan terdapat
74,4 juta penderita edema paru di dunia. Di Inggris sekitr 2,1 juta
penderita edema paru yang perlu pengobatan dan pengawasan secara
komprehensif. Di Amerika Serikat diperkirakan 5,5 juta penduduk
menderita edema. Di Jerman 6 juta penduduk. Ini merupakan angka yang
cukup besar yang perlu mendapat perhatian dari perawat di dalam merawat
klien edema paru secara komprehensif bio psiko social dan spiritual.5

Penyakit edema paru pertama kali di Indonesia ditemukan pada


tahun 1971. Sejak itu penyakit tersebut menyebar ke berbagai daerah,
sehingga sampai tahun 1980 seluruh provinsi di Indonesia. Sejak pertama
kali ditemukan, jumlah kasus menunjukan kecenderungan meningkat baik
dalam jumlah maupun luas wilayah. Di Indonesia insiden tersebar terjadi
pada 1998 dengan incidence rate (IR)=35,19 per 100.000 penduduk dan
CFR=2%. Pada tahun 1999 IR menurun tajam sebesar 10,17%, namun
tahun-tahun berikutnya IR cenderung meningkat yaitu 15,99 (tahun 2000);
19,24 (tahun 2002) dan 23,87 (tahun 2003).6
C. ETIOLOGI
A. Edema Paru Karidogenik
Edema paru kardiogenik atau edem volume overload terjadi karena
peningkatan

tekanan

hidrostatik

dalam

kapiler

paru

yang

menyebabkan peningkatan filtrasi cairan transvaskular, ketika tekanan


interstisial paru lebih besar daripada tekanan pleural maka cairan
bergerak menuju pleura visceral yang menyebabkan efusi pleura.
Sejak permeabilitas kapiler endotel tetap normal, maka cairan edem
ayng meninggalkan sirkulasi memiliki kandungan protein yang
rendah. Peningkatan tekanan hidrostatik di kapiler pulmonal biasanya
berhubungan dengan peningkatan tekanan vena pulmonal akibat
peningkatan tekanan akhir diastolik ventrikel kiri dan tekanan atrium
kiri. Peningkatan ringan tekanan atrium kiri (18-25 mmHg)
menyebabkan edema di perimikrovaskuler dan ruang interstisial
peribronkovaskular. Jika tekanan atrium kiri meningkat lebih tinggi
(>25) maka cairan edem akan menembus epitel paru, membanjiri
alveolus.7,8
Meningkatnya kongesti paru akan menyebabkan desaturasi,
menurunnya pasokan oksigen miokard dan akhirnya semakin
memburuknya fungsi jantung.
Hipoksemia dan meningkatnya cairan di paru menimbulkan
vasokonstriksi pulmonal sehingga meningkatkan tekanan
ventrikel kanan. Peningkatan tekanan ventrikel kanan melalui

mekanisme

interdependensi

ventrikel

akan

semakin

menurunkan fungsi ventrikel kiri.


Insufesiensi sirkulasi akan menyebabkan asidosis sehingga
memperburuk fungsi jantung.

B. Edema Paru Non Kardiogenik


Edema paru non kardiogenik terjadi akibat dari transudasi cairan
dari pembuluh-pembuluh kapiler paru-paru ke dalam ruang interstisial
dan alveolus paru-paru yang diakibatkan selain kelainan pada jantung.
Walaupun edema paru dapat berbeda-beda derajatnya, bagaimanapun
dalam tingkatnya yang paling ringan sekalipun tetap merupakan
temuan yang menakutkan. Terjadinya edema paru seperti di atas dapat
diakibatkan oleh berbagai sebab, diantaranya seperti pada tabel di
bawah ini.7,8
Beberapa penyebab edeme paru non kardiogenik :
1. Peningkatkan permeabilitas kapiler paru (ARDS)
a. Secara langsung
Aspirasi asam lambung
Tenggelam
Kontusio paru
Pnemonia berat
Emboli lemak
Emboli cairan amnion
Inhalasi bahan kimia
Keracunan oksigen
b. Tidak langsung
Sepsis
Trauma berat
Syok hipovolemik
Transfusi darah berulang
Luka bakar
Pankreatitis
Koagulasi intravaskular diseminata
Anafilaksis
Peningkatan tekanan kapiler paru
2. Sindrom kongesti vena
Pemberian cairan yang berlebih
Transfusi darah
3. Gagal ginjal

4. Edema paru neurogenik


5. Edema paru karena ketinggian tempat (Altitude)
6. Penurunan tekanan onkotik
Sindrom nefrotik
Malnutrisi

Hiponatremia
D. MANIFESTASI KLINIS
Gejala paling umum dari pulmonary edema adalah sesak nafas. Ini
mungkin adalah penimbunan yang berangsur-angsur jika prosesnya
berkembang secara perlahan, atau ia dapat mempunyai penimbulan yang
tiba-tiba pada kasus dari pulmonary edem akut. Gejala-gejala umum lain
mungkin termasuk mudah lelah, lebih cepat mengembangkan sesak nafas
daripada normal dengan aktivitas yang biasa (dyspnea on exertion), nafas
yang cepat (takipnea), kepeningan atau kelemahan.7,9
Manifestasi klinis Edema Paru secara spesifik juga dibagi dalam 3
stadium. Meski secara klinik kenyataannya sukar di deteksi :
Stadium 1 :
Adanya distensi dan pembuluh darah kecil paru yang prominen
akan memperbaiki pertukaran gas di paru dan sedikit meningkatkan
kapasitas difusi gas CO. Keluhan pada stadium ini mungkin hanya berupa
adanya sesak napas saat bekerja. Pemeriksaan fisik juga tak jelas
menemukan kelainan, kecuali mungkin adanya ronkhi pada saat inspirasi
karena terbukanya saluran napas yang tertutup pada saat inspirasi.
Stadium 2
Pada stadium ini terjadi edema paru intersisial. Batas pembuluh
darah paru menjadi kabur, demikian pula hilus juga menjadi kabur dan
septa interlobularis menebal (garis Kerley B). Adanya penumpukan cairan
di jaringan kendor inter-sisial, akan lebih memperkecil saluran napas kecil,
terutama di daerah basal oleh karena pengaruh gravitasi. Mungkin pula
terjadi refleks bronkhokonstriksi. Sering terdapat takhipnea. Meskipun hal
ini merupakan tanda gangguan fungsi ventrikel kiri, tetapi takhipnea juga
membantu memompa aliran limfe sehingga penumpukan cairan intersisial
diperlambat. Pada pemeriksaan spirometri hanya terdapat sedikit
perubahan saja.
Stadium 3

Pada stadium ini terjadi edema alveolar. Pertukaran gas sangat


terganggu, terjadi hipoksemia dan hipokapnia. Penderita nampak sesak
sekali dengan batuk berbuih kemerahan. Kapasitas vital dan volume paru
yang lain turun dengan nyata. Terjadi right-to-left intrapulmonary shunt.
Penderita biasanya menderita hipokapnia, tetapi pada kasus yang berat
dapat terjadi hiperkapnia dan acute respiratory acidemia.10
E. PATOGENESIS
Edema paru timbul bila cairan yang difiltrasi oleh dinding
mikrovaskuler lebih banyak dari yang bisa dikeluarkan. Akumulasi cairan
ini akan berakibat serius pada fungsi paru oleh karena tidak mungkin
terjadi pertukaran gas apabila alveoli penuh terisi cairan. Dalam keadaan
normal di dalam paru terjadi suatu aliran keluar yang kontinyu dari cairan
dan protein dalam pembuluh darah ke jaringan interstisial dan kembali ke
sistem aliran darah melalui saluran limfe.
Patogenesis edema paru dapat dibagi menjadi dua peristiwa. Yaitu,
berpindahnya cairan dari rongga vaskuler kedalam interstisium dan
masuknya cairan kedalam rongga alveolar. Dalam ruang interstisial
terdapat reseptor justakpiler yang peka terhadap pembengkakan,
rangsangan pada reseptor tersebut akan menimbulkan takipneu. Apabila
tekanan hidrostatik dan tekanan osmotik benar-benar terganggu maka air
akan meninggalkan ruang interstisial menuju alveoli, surfaktan akan
terlepas dan menyebabkan alveoli kolaps. Alveolus yang kolaps semula
berbintik kemudian tergenang air, terjadi sembab alveolar yang terisi
protein dan akhirnnya juga darah. Setelah tekanan hidrostatik kapiler paru
meningkat, maka hubungan interendotel terganggu dan protein mengalir
ke interstisial. Apabila hal ini terus meningkat, maka edema akan
menetap.11
Mekanisme yang menjaga agar jaringan interstisial tetap kering adalah :
Tekanan onkotik plasma lebih tinggi dari tekanan hidrostatik
kapiler paru.
Jaringan konektif dan barier seluler relatif tidak permeabel
terhadap protein plasma.

Adanya sistem limfatik yang secara ekstensif mengeluarkan cairan


dari jaringan interstisial.
Edema paru akan terjadi bila mekanisme normal untuk menjaga paru tetap
kering terganggu seperti tersebut di bawah ini :
Permeabilitas membran yang berubah.
Tekanan hidrostatik mikrovaskuler yang meningkat.
Tekanan peri mikrovaskuler yang menurun.
Tekanan osmotik / onkotik mikrovaskuler yang menurun.
Tekanan osmotik / onkotik peri mikrovaskuler yang meningkat.
Gangguan saluran limfe.
1. Edeema Paru Kardiogenik
Edema paru kardiogenik ialah edema yang disebabkan oleh
adanya kelainan pada organ jantung. Misalnya, jantung tidak
bekerja semestinya seperti jantung memompa tidak bagus atau
jantung tidak kuat lagi memompa. Cardiogenic pulmonary edema
berakibat dari tekanan yang tinggi dalam pembuluh-pembuluh
darah dari paru yang disebabkan oleh fungsi jantung yang buruk.
Gagal jantung kongestif yang disebabkan oleh fungsi pompa
jantung yang buruk (datang dari beragam sebab-sebab seperti
arhythmia dan penyakit-penyakit atau kelemahan dari otot
jantung), serangan-serangan jantung, atau klep-klep jantung yang
abnormal dapat menjurus pada akumulasi dari jumlah darah yang
biasa dalam pembuluh-pembuluh darah dari paru-paru. Pada
akhirnya, menyebabkan cairan dari pembuluh-pembuluh darah
didorong keluar ke alveoli ketika tekanan membesar.
Secara patofisiologi edema paru kardiogenik ditandai
dengan transudasi cairan dengan kandungan protein yang rendah ke
paru. Akibat terjadinya peningkatan tekanan di atrium kiri dan
sebagian kapiler paru. Hal ini dapat diakibatkan oleh gangguan
pada jalur keluar di atrium kiri, peningkatan volume berlebihan di
ventrikel kiri atau obstruksi jalur keluar dari ventrikel kiri. Dampak
akhir yang ditimbulkan adlah hipoksia berat.12
2. Edema Paru Non-kardiogenik

Ada beberapa keadaan klinik yang berhubungan dengan


edema paru yang disebabkan penurunan tekanan onkotik plasma,
misal apa penyakit hati (sirosis) dan sindrom nefrotik. Tekanan
intertsisial yang menurun dengan cepat akibat pengosongan udara
dalam rongga pleaura akan menimbulkan edema pleura. Demikian
pula tekanan intrapleura yang terlalu negatif akan menimbulkan
edema intertsisial. Pembendungan limfe akibat fibrosis peradangan
atau keganasan dapat pula menimbulkan edema paru. Beberapa
penyebab lain misalnya infeksi, aspirasi dan syok, menimbulkan
edema paru difus berhubungan dengan hemodinamika. Beberapa
penyebab edema pulmo non kardiogenik adalah sebagai berikut :
a. Acute respiratory distress syndrome (ARDS), adalah sindrom
yang ditandai oleh peningkatan permeabilitas membran alveolarkapiler terhadap air, larutan dan protein plasma, disertai
kerusakan alveolar yang difus sebagai akibat dari respon
peradangan yang mendasarinya, pada alveoli yang bocor yang
dapat dipenuhi dengan cairan dari pembuluh-pembuluh darah.
ditandai dengan distress pernafasan, hipoksemia berat, infiltrat
difus pada kedua paru. Patofisiologi ARDS adalah jejas paru
difus akut yang dipicu secara langsung oleh saluran nafas
(aspirasi isi lambung atau inhalasi bahan toksik) atau secara
tidak langsung yaitu melalui sirkulasi sistemi seperti sepsis.
b. Kondisi yang berpotensi serius yang disebabkan oleh infeksiinfeksi yang parah, trauma, luka paru, penghirupan racun-racun,
infeksi-infeksi paru, merokok kokain, atau radiasi pada paruparu.
c. Gagal ginjal dan ketidakmampuan untuk mengeluarkan cairan
dari tubuh dapat menyebabkan penumpukan cairan dalam
pembuluh-pembuluh darah, berakibat pada pulmonary edema.
Pada orang-orang dengan gagal ginjal yang telah lanjut, dialysis
mungkin perlu untuk mengeluarkan kelebihan cairan tubuh.

d. High altitude pulmonary edema, yang dapat terjadi disebabkan


oleh kenaikan yang cepat ke ketinggian yang tinggi lebih dari
10,000 feet.
e. Trauma otak, perdarahan dalam otak (intracranial hemorrhage),
seizure-seizure yang parah, atau operasi otak dapat adakalanya
berakibat pada akumulasi cairan di paru-paru, menyebabkan
neurogenic pulmonary edema.
f. Paru yang mengembang secara cepat dapat adakalanya
menyebabkan re-expansion pulmonary edema. Ini mungkin
terjadi

pada

kasus-kasus

ketika

paru

mengempis

(pneumothorax) atau jumlah yang besar dari cairan sekeliling


paru (pleural effusion) dikeluarkan, berakibat pada ekspansi
yang cepat dari paru. Ini dapat berakibat pada pulmonary edema
hanya pada sisi yang terpengaruh (unilateral pulmonary edema).
g. Overdosis pada heroin atau methadone dapat menjurus pada
pulmonary edema. Overdosis aspirin atau penggunaan dosis
aspirin tinggi yang kronis dapat menjurus pada aspirin
intoxication,

terutama

pada

kaum

tua,

yang

mungkin

menyebabkan pulmonary edema.


h. Penyebab-penyebab lain yang lebih jarang dari non-cardiogenic
pulmonary edema mungkin termasuk pulmonary embolism
(gumpalan darah yang telah berjalan ke paru-paru), luka paru
akut yang berhubungan dengan transfusi atau transfusion-related
acute lung injury (TRALI), beberapa infeksi-infeksi virus, atau
eclampsia pada wanita-wanita hamil.
F. DIAGNOSIS
1. Anamnesis
Edema paru kardiogenik berbeda dari ortopnea dan paroksismal
nocturnal dispnea, karena kejadiannya sangat cepat dan terjadinya
hipertensi pada kapiler paru secara ekstrim. Pasien batuk-batuk dan
biasanya pada posisi duduk agar dapat mempergunakan otot bantu
napas dengan baik saat respirasi, atau sedikit bungkuk ke depan, sesak

hebat disertai sianosis, berkeringat dingin, batuk dengan sputum warna


kemerahan (pnk frothy sputum).12
Edema paru non kardiogenik muncul sebagai respon terhadap
berbagai trauma dan penyakit yang mempengaruhi paru secara langsung
(seperti aspirasi isi lambung, pneumonia berat, dan kontusio paru) atau
secara tidak langsung (sepsis sistemik, trauma berat, pankreatitis).11
2. Pemeriksaan Fisik
Pada edema paru kardiak ditemukan frekuensi napas yang
meningkat, dilatasi alae nasi, retraksi inspirasi pada sela interkostal dan
fossa supraklavikular menunjukan tekanan negatif intrapleural yang
besar dibutuhkan pada saat inspirasi. Pemeriksaan pau terdengar ronkhi
basah kasar setengah lapangan paru atau lebih sering disertai wheezing.
Pemeriksaan jantung ditemukan protodiastolik gallop, bunyi jantung II
mengeras, dan tekanan darah meningkat.12
3. Pemeriksaan Penunjang
1) Foto Thoraks
Menunjukan hilus yang melebar dan densitas meningkat
disertai tanda-tanda bendungan paru, akibat edema intertsisial atau
alveolar.12
1. Garis Kerley A : Garis-garis memanjang dari hilus kea rah perifer
2. Garis Kerley B : Garis-garis sejajar dari perifer
3. Garis Kerley C : Garis-garis yang mirip sarang laba-laba pada
bagian tengah paru
Gambaran berkabut atau kesuraman yang merata dari
sentral dan meluas tersebar seperti kupu-kupu (butterfly pattern)
disertai garis kerley A, B, dan C. Gambaran radiologi seperti terlihat
pada kedua tipe edema paru. Pada edema paru non kardiogenik,
gambaran radiologi kadang-kadang tampak normal.13
Gambaran Radiologi yang ditemukan :
1. Pelebaran atau penebalan hilus (dilatasi vaskular di hilus)
2. Corakan paru meningkat (lebih dari 1/3 lateral)
3. Kranialisasi vaskuler
4. Hilus suram (batas tidak jelas)
5.
Interstitial fibrosis (gambaran seperti granuloma-granuloma kecil
atau nodul milier)
1. Edema Butterfly atau Bats Wing (edema sentral)

Gambar 4. Bats Wing


2) Elektrokardiografi
Biasanya EKG normal atau seringkali didapatkan tandatanda isekemik atau infark biasanya hipertrovi ventrikel kiri. Pasien
dengan edema paru kardiogenik non iskemik terdapat gambaran
gelombang T negatif lebar dengan QT memanjang dan membaik
dalam 24 jam setelah klinis stabil.
3) Ecokaridografi
Gambaran penyebab gagal jantung: kelainan katup,
hipertrofi ventrikel (hipertensi), segmental wall motion abnormally
(penyakit jantung koroner).
4) Laboratorium
Pada edema paru kardiogenik :
Analisa gas darah pO2 rendah, pCO2 mula-mula rendah dan
kemudian hiperkapnia.
Enzim kardiospesifik meningkat jika penyebabnya infark
miokard.
Darah rutin, ureum, kreatinin, elektrolit, urinalisis, foto thoraks,
EKG, enzim jantung (CK-MB, Troponin T), angiografi koroner.
Kadar BNP (Brain Naturetic peptide) untuk membedakan edema
paru kardiogenik dengan penyakit lain seperti asma bronkial
akut.
Pada Edema Paru Non Kardiak / ARDS :
Hasil analisa gas darah normal. Rasio PaO2 terhadap fraksi O2
yang dihirup (FiO2) menurun < 200 mmHg. Awalnya terdapat
alkalosis respirasi yang kemudian dalam perjalanan penyakit
menjadi asidosis respiratorik karena eleminasi CO2 menurun.

Lekositosis atau leukopenia, anemia, trombositopenia. Jarang


terjadi disseminated intravascular coagulation (DIC),yang dapat
terjadi pada keadaan sepsis, trauma berat atau trauma kepala.
Gangguan faal hati dapat terjadi karena timbulnya multiple
organ dysfunction syndrome (MODS).
G. PENATALAKSANAAN
Dalam Alsegaf dan Mukti (2009), disebutkan bahwa terapi
kegagalan jantung kiri adalah pengobatan seumur hidup dengan tetap
memperhatikan faktor dasar penyebab, tetapi keadaan gawat darurat
edema paru harus segera diatasi.12
Terapi edema paru kardiak harus segera dimulai setelah diagnosis
ditegakan yaitu sebagai berikut :14
1. Posisi duduk.
2. Oksigen (40 50%) sampai 8 liter/menit bila perlu dengan masker. Jika
memburuk (pasien makin sesak, takipneu, ronchi bertambah, PaO2
tidak bisa dipertahankan 60 mmHg dengan O2 konsentrasi dan aliran
tinggi, retensi CO2, hipoventilasi, atau tidak mampu mengurangi cairan
edema secara adekuat), maka dilakukan intubasi endotrakeal, suction,
dan ventilator.
3. Infus emergensi. Monitor tekanan darah, monitor EKG, oksimetri bila
ada.
4. Nitrogliserin sublingual atau intravena. Nitrogliserin peroral 0,4 0,6
mg tiap 5 10 menit. Jika tekanan darah sistolik > 95 mmHg bisa
diberikan Nitrogliserin intravena mulai dosis 3 5 ug/kgBB. Jika tidak
memberi hasil memuaskan maka dapat diberikan Nitroprusid IV
dimulai dosis 0,1 ug/kgBB/menit bila tidak memberi respon dengan
nitrat, dosis dinaikkan sampai didapatkan perbaikan klinis atau sampai
tekanan darah sistolik 85 90 mmHg pada pasien yang tadinya
mempunyai tekanan darah normal atau selama dapat dipertahankan
perfusi yang adekuat ke organ-organ vital.
5. Morfin sulfat 3 5 mg iv, dapat diulang tiap 25 menit, total dosis 15 mg
(sebaiknya dihindari).

6. Diuretik Furosemid 40 80 mg IV bolus dapat diulangi atau dosis


ditingkatkan tiap 4 jam atau dilanjutkan drip continue sampai dicapai
produksi urine 1 ml/kgBB/jam.
7. Bila perlu (tekanan darah turun / tanda hipoperfusi) : Dopamin 2 5
ug/kgBB/menit atau Dobutamin 2 10 ug/kgBB/menit untuk
menstabilkan hemodinamik. Dosis dapat ditingkatkan sesuai respon
klinis atau keduanya.
8. Trombolitik atau revaskularisasi pada pasien infark miokard.
9. Intubasi dan ventilator pada pasien dengan hipoksia berat, asidosis/tidak
berhasil dengan oksigen.
10. Atasi aritmia atau gangguan konduksi.
11. Operasi pada komplikasi akut infark miokard, seperti regurgitasi, VSD
dan ruptur dinding ventrikel / corda tendinae.
Penatalaksanaan Edema Paru Non Kardiogenik adalah :13
1. Memperbaiki ventilasi dengan:
a. Pemberian O2 sehingga O2 dalam udara inspirasi mencapai 50-100%
b. Intubasi endotrakheal
c. Menggunakan alat bantu nafas (ventilato) bila diperlukan
2. Mempertahankan sirkulasi, dengan :
a. Memperbaiki dehidrasi atau mengurangi cairan bila terjadi over
hidrasi
3. Diperlukan terapi spesifik untuk hal-hal khusus :
a. Tempat tinggi, dengan oksigen dan transportasi ke daerah yang lebih
rendah
b. Bila obat atau racun sebagai penyebab, beri obat antagonis.
H. KOMPLIKASI
Kebanyakan

komplikasi-komplikasi

dari

pulmonary

edema

mungkin timbul dari komplikasi-komplikasi yang berhubungan dengan


penyebab yang mendasarinya. Lebih spesifik, pulmonary edema dapat
menyebabkan pengoksigenan darah yang dikompromikan secara parah
oleh paru-paru. Pengoksigenan yang buruk (hypoxia) dapat secara
potensial menjurus pada pengantaran oksigen yang berkurang ke organorgan tubuh yang berbeda, seperti otak.
I. PENCEGAHAN

Dalam hal tindakan-tindakan pencegahan, tergantung pada


penyebab dari pulmonary edema, beberapa langkah-langkah dapat diambil.
Pencegahan jangka panjang dari penyakit jantung dan serangan-serangan
jantung, kenaikan yang perlahan ke ketinggian-ketinggian yang tinggi,
atau penghindaran dari overdosis obat dapat dipertimbangkan sebagai
pencegahan. Pada sisi lain, beberapa sebab-sebab mungkin tidak
sepenuhnya dapat dihindari atau dicegah, seperti ARDS yang disebabkan
oleh infeksi atau trauma yang berlimpahan.
J. PROGNOSIS
Prognosis jangka panjang dari edema paru ini sangat tergantung
pada penyakit dasar dan faktor penyebab yang dapat di obati atau
pencetus, serta faktor kormobiditas yang menyertai.12
Hingga saat ini mortalitas akibat edema paru akut termasuk yang
disebabkan oleh kelainan kardiak masih tinggi. Setelah mendapatkan
penanganan yang tepat dan cepat pasien dapat membaik dengan cepat dan
kembali pada keadaan sebelum serangan. Diantara beberapa gejala edema
paru ini terdapat tanda dan gejala gagal jantung.13

BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Edema paru terjadi karena adanya cairan dari darah ke ruang
intertsisial paru yang selanjutnya ke alveoli paru, melebihi aliran
cairan kembali ke darah atau melalui saluran limfatik. Edema paru
dapat dibagi berdasarkan mekanisme terjadinya yaitu sebab
kardiogenik dan nonkardiogenik.
2. Pada dasarnya edema paru kardiogenik dan nonkardiogenik dapat
dibedakan secara klinis yaitu berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisik, dan pemeriksaan penunjang.
3. Terapi kegagalan jantung kiri adalah pengobatan seumur hidup
dengan memperhatikan faktor dasar penyebab, tetapi keadaan gawat
darurat edema paru harus segera di tangani.
4. Prinsip penanganan edema paru nonkardiogenik / ARDS yaitu
mengatasi hipoksemia berat, mengobati penyakit dasar ARDS, dan
tindakan suportif untuk mencegah komplikasi.
5. Penatalaksanaan edema paru secara spesifik tergantung penyakit
yang mendasari, dengan sasaran output yaitu sirkulasi, pertukaran
gas, dan mekanikal paru.

DAFTAR PUSTAKA
1. Wilson LM. Penyakit Kardiovaskuler dan Paru-Paru. Dalam: Price SA,
Wilson LM. Patofisiologi (Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit). Edisi
Bahasa Indonesia: Alih Bahasa: Anugerah P. Edisi IV. Buku I. EGC. Jakarta.
1995; 722-3.
2. Amin Z, Ranitya R. Penatalaksanaan Terkini ARDS. Update: Maret 2002.
Available

from:

URL:

http://www.interna.fk.ui.ac.id/artikel/darurat2002/dar2_01.html
3. Soewondo A, Amin Z. Edema Paru. Dalam: Soeparman, Sukaton U,
Waspadji S, et al, Ed. Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Balai Penerbit FKUI.
Jakarta. 1998; 767-72.
4. Behrman RE, Vaughan VC. Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Nelson WE, Ed.
Edisi ke-12. Bagian ke-2. EGC. Jakarta. 1993; 651-52.
5. Harun S dan Sally N. EdemParuAkut. 2009. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B,
Alwi I, Simadibrata M, SetiatiS,editor. BukuAjarIlmuPenyakitDalam 5th ed.
Jakarta:Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. p. 1651-3.
6. Soemantri. 2011. Cardiogenic Pulmonary Edema. NaskahLengkap PKB
XXVI IlmuPenyakitDalam 2011. FKUNAIR-RSUD DR.Soetomo, p.113-9.
7. Lorraine et al. Acute Pulmonary Edema. N Engl J Med. 2005; 353:2788-96.
8. Behrman RE, Vaughan VC. Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Nelson WE, Ed.
Edisi ke-12. Bagian ke-2. EGC. Jakarta. 1993; 651-52.
9.

Simadibrata M, Setiati S, Alwi, Maryantono, Gani RA, Mansjoer.


Pedoman Diagnosis dan Terapi di Bidang Ilmu Penyakit Dalam. Pusat
Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Jakarta. 2000;
208

10. Irmawan. 2010. Diagnosis dan Pengelolaan Edema Paru Kardiogenik


Akut. http://www.dunia-kesehatan.com/.

11.

Andrew Baird. 2010. Acute pulmonary oedema management in general


practice. In : AustRAliAn FAmily PhysiciAn Vol. 39, no. 12.

12. Umar, N. 2010. Sistem pernafasan dan suctioning jalan nafas. Diakses dari
http//repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/1940/1/anastesiologinazaruddi
n.pdf.
13.

Mukty, dkk. Sembab paru (Edema paru). Dalam : Alsagaff,H.,Mukty a,


editors. Dasar-dasar Ilmu penyakit paru, surabaya: Airlangga University

Press;2009.p.323-8.
14. Anonim. 2009. Diagnosis dan Pengelolaan Edema Paru Kardiogenik Akut.
http://www.dunia-kesehatan.com/index.php?
option=com_content&view=article&id=60:diagnosis-dan-pengelolaanedema-paru-kardiogenik-akut-&catid=36:penyakit-paru-paru&Itemid=55.

Anda mungkin juga menyukai